SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 96
Descargar para leer sin conexión
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 97 TAHUN 2015
TENTANG
PETA JALAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN TAHUN 2015-2019
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan upaya
kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan
penguatan sistem informasi kesehatan untuk
menghasilkan data dan informasi kesehatan yang
andal dan mudah diakses;
b. bahwa dalam rangka penguatan sistem informasi
kesehatan yang ideal perlu disusun acuan kebijakan
dan perencanaan sistem informasi kesehatan sebagai
landasan, arah, dan tujuan, serta tahapan
pengembangan dan penguatan sistem informasi
kesehatan nasional dalam lima tahun ke depan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015-
2019;
-2-
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang
Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3638);
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5348);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang
Sistem Informasi Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5542);
7. Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2014 tentang
Rencana Pitalebar Indonesia 2014-2019 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 220);
-3-
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 92 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Komunikasi Data Dalam
Sistem Informasi Kesehatan Terintegrasi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1954);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PETA
JALAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN TAHUN 2015-
2019.
Pasal 1
(1) Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015-
2019 digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lain
dalam upaya pengembangan dan penguatan sistem
informasi kesehatan nasional dalam lima tahun ke
depan agar terwujud sistem informasi kesehatan yang
ideal.
(2) Dalam melakukan upaya pengembangan dan
penguatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mempunyai
kewenangan sebagai berikut:
a. Pemerintah melakukan standarisasi, pengelolaan,
dan pengembangan sistem informasi kesehatan
skala nasional serta fasilitasi pengembangan
sistem informasi kesehatan skala daerah;
b. Pemerintah Daerah Provinsi melakukan
pengelolaan dan pengembangan sistem informasi
kesehatan skala provinsi; dan
c. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan
pengelolaan dan pengembangan sistem informasi
kesehatan skala kabupaten/kota.
Pasal 2
(1) Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015-
2019 memuat visi, misi, strategi, kegiatan, dan
indikator kinerja yang dilakukan dalam upaya
-4-
pengembangan dan penguatan sistem informasi
kesehatan nasional dalam lima tahun ke depan.
(2) Untuk mengukur keberhasilan upaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun Matriks Target
Capaian Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan 2015-
2019.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Peta Jalan Sistem
Informasi Kesehatan Tahun 2015-2019 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan matriks target capaian
Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan 2015-2019
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
Unit kerja Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab
di bidang data dan informasi kesehatan melakukan
pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan
dalam Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015-
2019 berdasarkan indikator kinerja.
Pasal 4
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 192/Menkes/SK/VI/2012
tentang Roadmap Rencana Aksi Penguatan Sistem
Informasi Kesehatan Indonesia, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
dindangkan.
-5-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NILA FARID MOELOEK
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Januari 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 77
-6-
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 97 TAHUN 2015
TENTANG
PETA JALAN SISTEM INFORMASI
KESEHATAN TAHUN 2015-2019
PETA JALAN
SISTEM INFORMASI KESEHATAN TAHUN 2015-2019
1. PENDAHULUAN
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum cita-
cita bangsa Indonesia yang juga merupakan tujuan nasional bangsa
Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi serta keadilan sosial.
Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakan upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu
rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu. Salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-
cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Kesehatan merupakan hak
asasi manusia, sehingga pembangunan kesehatan harus dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan
berkelanjutan.
Pembangunan kesehatan dilaksanakan oleh seluruh komponen
bangsa untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan
merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomi, terutama untuk meningkatkan
ketahanan dan daya saing bangsa.
-7-
1.1. Latar Belakang
Tantangan pembangunan kesehatan menuntut adanya
dukungan sumber daya yang cukup, serta arah kebijakan dan
strategi pembangunan kesehatan yang tepat. Namun, seringkali
para pembuat kebijakan di bidang kesehatan mengalami kesulitan
dalam hal pengambilan keputusan yang tepat karena
keterbatasan atau ketidaktersediaan data dan informasi yang
akurat, tepat, dan cepat. Data dan informasi merupakan sumber
daya yang sangat strategis dalam pengelolaan pembangunan
kesehatan, yaitu pada proses manajemen, pengambilan
keputusan, kepemerintahan, dan penerapan akuntabilitas.
Oleh karenanya dalam Pasal 168 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 dinyatakan bahwa untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan.
Informasi kesehatan dimaksud dilakukan melalui sistem informasi
dan melalui lintas sektor. Di samping itu, dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Pemerintah
memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh
akses terhadap informasi kesehatan.
Informasi kesehatan diartikan sebagai data kesehatan yang
telah diolah atau diproses menjadi bentuk yang mengandung nilai
dan makna yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan
dalam mendukung pembangunan kesehatan. Data dan informasi
inilah yang kemudian menjadi acuan dalam proses manajemen,
pengambilan keputusan, perencanaan, dan akuntabilitas. Namun
hingga saat ini sistem informasi kesehatan yang ada belum
mampu menyediakan data dan informasi yang akurat, tepat
waktu, dan cepat.
Hasil penilaian sistem informasi kesehatan dengan
menggunakan perangkat penilaian dari Health Metric Network
(HMN) yang dilakukan pada tahun 2012 menunjukkan bahwa
keenam komponen penyelenggaraan sistem informasi kesehatan
belum cukup memadai, terutama untuk komponen manajemen
data masih kurang. Namun demikian, jika dibandingkan dengan
tahun 2007 secara umum terlihat adanya perbaikan terutama
pada komponen sumber daya.
-8-
Sedangkan hasil penilaian implementasi e-health (e-
kesehatan) menggunakan perangkat penilaian dari Commission On
Information and Accountability (COIA) tahun 2013 menunjukkan
bahwa ke-6 komponen implementasi e-kesehatan yaitu kebijakan,
infrastruktur, aplikasi, standar, tata kelola, dan pengamanan
sudah tersedia namun belum adequat sehingga masih
memerlukan banyak penguatan. Bahkan untuk komponen
pengamanan data dan informasi dinilai masih sangat kurang
sehingga perlu disusun atau dikembangkan lebih jauh.
Hasil evaluasi pelaksanaan Peta Jalan Sistem Informasi
Kesehatan Tahun 2011-2014 menunjukkan bahwa hanya sekitar
57% kegiatan yang terlaksana. Berbagai permasalahan dihadapi
dalam pelaksanaan kegiatan pada kurun waktu itu. Terbatasnya
pembiayaan adalah salah satu yang menjadi penghambat
pelaksanaan kegiatan. Namun demikian, berbagai capaian
keberhasilan memberikan kekuatan bergerak maju pada jejak
arah penguatan sistem informasi kesehatan yang sesuai harapan.
Keberhasilan dan ketidakberhasilan tersebut harus menjadi
catatan penting dalam perencanaan sistem informasi kesehatan
lima tahun berikut.
Oleh karenanya, perencanaan sistem informasi kesehatan ke
depan harus diarahkan untuk melanjutkan, mempertahankan
atau memelihara, dan menyempurnakan pengintegrasian dan
penguatan sistem informasi kesehatan agar mampu menyediakan
data yang berkualitas, yang tentunya merujuk kepada kebijakan
kesehatan dan agenda nasional. Dalam Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019,
‘meningkatnya sistem informasi kesehatan terintegrasi’ menjadi
salah satu dari 12 sasaran strategis Kementerian Kesehatan.
Sementara itu, perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) yang pesat adalah peluang yang dapat
memberikan kemudahan dalam pengguatan dan pengembangan
sistem informasi kesehatan. Saat ini, kebutuhan untuk
memanfaatan TIK dalam sistem informasi kesehatan semakin
meningkat seiring dengan upaya meningkatkan kualitas, efisiensi,
dan efektivitas pengelolaan dan penyelenggaraan pembangunan
kesehatan terlebih lagi dalam pelayanan kesehatan. Oleh
-9-
karenanya, perencanaan sistem informasi kesehatan juga harus
seoptimal mungkin memanfaatkan perkembangan TIK dalam
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan secara luas.
Berpijak pada hal-hal tersebut di atas, agar sistem informasi
kesehatan dapat menyediakan data/informasi yang handal dan
berguna bagi proses manajemen, pengambilan keputusan,
kepemerintahan, dan penerapan akuntabilitas, maka perlu
disusun suatu rencana aksi atau peta jalan sistem informasi
kesehatan yang komprehensif dengan mengintegrasikan upaya-
upaya pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan,
yang melibatkan semua pemangku kepentingan terkait.
Peta jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015-2019
harus memperhatikan pelaksanaan Peta jalan Sistem Informasi
Kesehatan Tahun 2011-2014, memasukkan hal-hal baru yang
perlu dikembangkan yang disebabkan adanya kebutuhan
organisasi, antisipasi perkembangan dalam lima tahun ke depan,
dan hal lain yang perlu penguatan atau perhatian khusus.
1.2. Maksud
Peta jalan Sistem Informasi Kesehatan ini adalah dokumen
perencanaan sistem informasi kesehatan nasional pada tahun
2015-2019 yang bersifat indikatif, yang memuat gambaran
keadaan saat ini, arah dan tujuan yang ingin dicapai, tahap
pelaksanaan, sasaran dari setiap tahap, indikator pencapaian
sasaran, pembiayaan, dan pengorganisasian pelaksanaan
pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan
nasional dalam lima tahun ke depan dalam mewujudkan sistem
informasi kesehatan yang ideal.
1.3. Tujuan
Peta jalan Sistem Informasi Kesehatan ini adalah untuk
menyediakan acuan perencanaan sistem informasi kesehatan
nasional pada tahun 2015-2019 sebagai arah, tujuan, dan
tahapan pengembangan dan penguatan sistem informasi
kesehatan nasional dalam lima tahun ke depan dalam
mewujudkan sistem informasi kesehatan yang ideal, yang
menjamin ketersediaan, kualitas, dan akses data dan informasi
kesehatan sehingga mampu menjadi alat manajemen kesehatan
yang efektif.
-10-
1.4. Sasaran
Dokumen Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan ini adalah
acuan bagi Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kata,
dan pemangku kepentingan lain, baik lintas sektor, swasta,
maupun masyarakat, dalam pengembangan dan penguatan sistem
informasi kesehatan tahun 2015-2019.
1.5. Pengertian
Dalam Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015-
2019 terdapat beberapa pengertian yang dipergunakan, yaitu:
a. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup secara produktif, secara sosial dan ekonomis.
b. Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan
oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomi.
c. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan
kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia melalui pengelolaan berbagai upaya
kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
d. Subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
adalah pengelolaan yang menghimpun berbagai upaya
kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, pengaturan
hukum kesehatan, pengelolaan data dan informasi kesehatan
yang mendukung subsistem lainnya dari Sistem Kesehatan
Nasional guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
e. Sistem Informasi Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang
meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat,
teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan
dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan
-11-
atau keputusan yang berguna dalam mendukung
pembangunan kesehatan.
f. Sistem Informasi Kesehatan yang terintegrasi adalah Sistem
Informasi Kesehatan yang menyediakan mekanisme saling
hubung antar subsistem informasi dan lintas sistem
informasi dengan berbagai cara yang sesuai dengan
keperluannya, sehingga data dari suatu sistem atau
subsistem secara rutin dapat melintas/mengalir, menuju
atau diambil oleh satu atau lebih sistem atau subsistem yang
lain.
g. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah suatu
teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memanipulasi, memproses, mengumumkan, menganalisis,
dan/atau menyebarkan informasi, serta pemindahan
informasi antar media
h. e-health atau e-kesehatan adalah penerapan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) di sektor kesehatan.
i. Pemangku Kepentingan SIK adalah suatu unit/organisasi
yang terkait dengan penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan mulai dari sumber data, pengelola data, dan
pengguna data yang terdiri dari pemangku kepentingan SIK di
bidang kesehatan dan selain di bidang kesehatan.
j. Jaringan Sistem Informasi Kesehatan Nasional yang
selanjutnya disebut Jaringan SIKNAS adalah infrastruktur
jaringan komunikasi data terintegrasi dengan menggunakan
jaringan komputer WAN untuk menghubungkan kantor dinas
kesehatan kabupaten/kota, kantor dinas kesehatan provinsi,
dan institusi kesehatan lainnya, serta kantor Kementerian
Kesehatan beserta UPT di daerah yang digunakan dalam
penyelenggaraan Komunikasi Data.
2. PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Presiden Republik
Indonesia, disusun 9 agenda prioritas yang ingin diwujudkan oleh
Kabinet Kerja, atau yang dikenal dengan Nawacita. Agenda prioritas
yang terkait dengan Kementrian Kesehatan adalah agenda ke 5 yaitu
-12-
mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan
sejahtera.
Sejalan dengan visi dan misi Presiden dan agenda Nawacita
tersebut, rencana strategis kesehatan nasional ditujukan untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat dan meningkatkan daya
tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko
sosial dan finansial di bidang kesehatan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, Kementerian Kesehatan menetapkan 12 sasaran strategis,
yang salah satunya adalah ‘meningkatnya sistem informasi kesehatan
terintegrasi’. Hal itu sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan
terhadap data dan informasi kesehatan yang akurat, lengkap, dan tepat
waktu.
2.1. Perkembangan Kesehatan
Keberhasilan pembangunan kesehatan diukur melalui
capaian indikator derajat kesehatan dengan menggunakan
beberapa indikator yang mencerminkan kondisi mortalitas
(kematian), status gizi, dan morbiditas (kesakitan) di antaranya
adalah Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI),
Angka Harapan Hidup (AHH), dan prevalensi gizi buruk.
Hasil Survei Kesehatan Demografi Indonesia (SDKI) tahun
2012, capaian indikator AKB sebesar 32 per 1.000 kelahiran
hidup. Hal ini kurang menggembirakan jika dibandingkan dengan
target Renstra Kemenkes yang ingin dicapai yaitu 24 di tahun
2014 atau target MDGs sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup di
tahun 2015. Penurunan AKB yang melambat antara tahun 2003
sampai 2012 yaitu dari 35 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup,
memerlukan intervensi kunci seperti ASI eksklusif atau imunisasi
dasar.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menunjukkan adanya peningkatan cakupan imunisasi lengkap
yang angkanya meningkat dari 41,6 persen (2007) menjadi 59,2
persen (2013). Namun demikian, masih dijumpai 32,1 persen yang
diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 8,7 persen yang tidak pernah
diimunisasi, dengan alasan takut panas, sering sakit, keluarga
tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat
imunisasi, serta sibuk/repot.
-13-
Hal ini seiring dengan membaiknya cakupan program
pelayanan kesehatan anak yang ditunjukkan melalui
meningkatnya kunjungan neonatus (KN) lengkap dari 31,8 persen
(2007) menjadi 39,3 persen (2013), cakupan pemberian kapsul
vitamin A (dari 71,5% tahun 2007 menjadi 75,5% tahun 2013).
Indikator lain terkait upaya kesehatan anak adalah Menyusui
hanya ASI saja dalam 24 jam terakhir pada bayi umur 6 bulan
yang meningkat dari 15,3 persen (2010) menjadi 30,2 persen
(2013), demikian juga inisiasi menyusu dini <1 jam meningkat dari
29,3 persen (2010) menjadi 34,5 persen (2013).
Indikator Angka Kematian Ibu (AKI) digunakan dalam
pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini
dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan
pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitivitas AKI
terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator
keberhasilan pembangunan sektor kesehatan. Berdasarkan hasil
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup, hal tersebut
menunjukkan adanya peningkatan AKI dari tahun 2007 yang
sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007).
Untuk pelayanan kesehatan ibu antara lain penggunaan KB
saat ini (cara modern maupun cara tradisional), dimana untuk
angka nasional meningkat dari 55,8 persen (2010) menjadi 59,7
persen (2013), dengan variasi antar provinsi mulai dari yang
terendah di Papua (19,8%) sampai yang tertinggi di Lampung
(70,5%). Dari 59,7 persen yang menggunakan KB saat ini, 59,3
persen menggunakan cara modern: 51,9 persen penggunaan KB
hormonal, dan 7,5 persen non-hormonal. Menurut metodenya 10,2
persen penggunaan kontrasepsi jangka panjang (MKJP), dan 49,1
persen non-MKJP. Selain penggunaan KB dikumpulkan juga
cakupan pelayanan masa hamil, persalinan, dan pasca
melahirkan.
Angka harapan hidup (AHH) merupakan salah satu indikator
yang digunakan untuk menghitung indeks pembangunan manusia
(IPM), sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya. AHH
-14-
yaitu rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani seseorang sejak
orang tersebut lahir.
Berdasarkan IPM 2011 yang dikeluarkan oleh Biro Pusat
Statistik (BPS), AHH di Indonesia meningkat dari 68,5 tahun pada
tahun 2006 menjadi 69,65 tahun pada tahun 2011. Provinsi
dengan AHH tertinggi DKI Jakarta sebesar 73,35 tahun sedangkan
AHH terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar
62,41. Hal ini menunjukkan adanya disparitas tingkat
kesejahteraan yang cukup jauh di Indonesia.
Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan
pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi balita.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi gizi kurang pada
balita (BB/U<-2SD) mengalami peningkatan dan tren yang
ditunjukkan memberikan gambaran yang fluktuatif, yaitu dari
18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen (2010) kemudian
meningkat menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Selain itu, masalah
stunting/pendek pada balita masih cukup serius, angka nasional
37,2 persen, bervariasi dari yang terendah di Kepulauan Riau, DI
Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur (<30%) sampai
yang tertinggi (>50%) di Nusa Tenggara Timur.
Tidak berubahnya prevalensi status gizi, kemungkinan besar
belum meratanya pemantauan pertumbuhan, dan terlihat
kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah ditimbang enam
bulan terakhir semakin meningkat dari 25,5 persen (2007)
menjadi 34,3 persen (2013). Selain itu, faktor sosio-ekonomi,
seperti tingkat pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga
per kapita, sangat berpengaruh terhadap status gizi balita.
Hasil Riskesdas 2013 terhadap pemetaan penyakit menular
yang mencolok adalah penurunan angka period prevalence diare
dari 9,0 persen tahun 2007 menjadi 3,5 persen tahun 2013.
Terjadi juga kecenderungan yang meningkat untuk period
prevalence pneumonia semua umur dari 2,1 persen (2007) menjadi
2,7 persen (2013). Prevalensi TB-paru masih di posisi yang sama
untuk tahun 2007 dan 2013 (0,4%). Terjadi peningkatan
prevalensi hepatitis semua umur dari 0,6 persen tahun 2007
menjadi 1,2 persen tahun 2013.
-15-
Untuk penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi
penurunan dari 31,7 persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen
tahun 2013. Namun jika berdasarkan wawancara (apakah pernah
didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) ertjadi peningkatan
prevalensi hipertensi dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5
persen tahun 2013. Hal yang sama untuk stroke berdasarkan
wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah
didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000
(2007) menjadi 12,1 per1000 (2013). Demikian juga untuk
Diabetes melitus yang berdasarkan wawancara juga terjadi
peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013).
Terjadi penurunan prevalensi kebutaan penduduk umur ≥6
tahun dari 0,9 persen (2007) menjadi 0,4 persen (2013. Untuk
gangguan pendengaran tercatat 2,6 persen pada penduduk ≥5
tahun dengan antar provinsi dari yang terendah di DKI Jakarta
(1,6%) dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur (3,7%).
Terjadi penurunan prevalensi gangguan emosional dari 11,6
persen (2007) menjadi 6,0 persen (2013). Demikian pula halnya
dengan disabilitas terjadi penurunan dari 2007 dibandingkan
2013 untuk 11 item disabilitas. Angka nasional disabilitas tahun
2013 adalah 11 persen, bervariasi dari yang terendah di Papua
Barat (4,6%) sampai yang tertinggi di Sulawesi Selatan (23,8%).
Sedangkan untuk masalah cedera, terjadi peningkatan dari 7,5
persen (2007) menjadi 8,2 persen (2013), dengan variasi antar
provinsi yang sangat lebar dari yang terendah di Jambi, Sumatera
Selatan, dan Lampung (>4,5%), sampai yang tertinggi di NTT, DI
Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan (>12%).
Masalah perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih
belum terjadi penurunan dari 2007 ke 2013. Hasil riskesdas 2013
menunjukkan kecenderungan meningkat dari 34,2 persen tahun
2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013. 64,9 persen laki-laki dan
2,1 persen perempuan masih menghisap rokok tahun 2013.
Ditemukan 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun, 9,9 persen
perokok pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3 persen pada
kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Sedangkan rerata
jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang,
-16-
bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan
tertinggi di Bangka Belitung (18,3 batang).
Untuk kesehatan lingkungan, ada kecenderungan meningkat
untuk rumah tangga yang bisa akses ke sumber air minum
‘improved’ 62,0 persen tahun 2007 menjadi 66,8 persen tahun
2013, dan variasi antar provinsi yang sangat lebar dari yang
terendah di Kepulauan Riau (24,0%) dan yang tertinggi Bali dan DI
Yogyakarta (>80%). Demikian halnya untuk rumah tangga yang
memiliki akses ke fasilitas sanitasi ‘improved’ juga meningkat dari
40,3 persen (2007) menjadi 59,8 persen (2013), walaupun masih
ada provinsi yang hanya 30,5 persen (NTT dan Papua).
Beberapa angka atau besaran yang menunjukkan situasi
kesehatan tersebut di atas tentunya perlu disikapi dengan
merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan
yang tepat dan terukur serta menetapkan prioritas sesuai tujuan
Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu: (1)
meningkatnya status kesehatan masyarakat dan; (2)
meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan
masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang
kesehatan. Di sinilah, sistem informasi kesehatan berperan dalam
menyediakan data dan informasi yang akurat, lengkap, dan tepat
waktu untuk melakukan pemantauan dan evaluasi.
2.2. Gambaran Umum Sistem Informasi Kesehatan
Sistem informasi kesehatan saat ini masih jauh dari kondisi
ideal sebagaimana diharapkan. Berbagai masalah masih dihadapi
dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan seperti
kegiatan pengelolahan data dan informasi yang belum terintegrasi
dan terkoordinasi dalam satu mekanisme yang baik, adanya
tumpang tindih dalam pengumpulan dan pengolahan data
kesehatan, dan masih adanya pengumpulan data yang dilakukan
berulang oleh unit-unit berbeda sehingga bukan tidak mungkin
terjadinya duplikasi kegiatan dan duplikasi data.
Pada umumnya gambaran sistem informasi yang berjalan
saat ini masih terfragmentasi, setiap program memiliki basis data
yang berdiri sendiri-sendiri. Pada kondisi ini jika pengguna
menginginkan informasi atau kebutuhan data dari sumber yang
berbeda maka kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan
-17-
menggunakan mekanisme manual. Hal ini berimplikasi pada
sulitnya memenuhi kebutuhan informasi komposit yang harus
merelasikan dua atau lebih basis data.
Selain masalah integritas data yang dapat terjadi, kondisi
tersebut mengakibatkan rasio beban administrasi di fasilitas
pelayanan kesehatan menjadi lebih besar. Hal ini secara tidak
langsung akan berdampak pada gangguan kinerja pelayanan
publik. Sulitnya mengakses data pada sistem yang tidak
terintegrasi akan menjadi kendala dalam penyediaan informasi
sehingga manajemen program kesehatan masyarakat yang
berbasis bukti sulit dilakukan.
Berbagai kebijakan nasional sistem informasi dan tata kelola
e-government telah dirumuskan, di antaranya adalah Strategi
Teknologi Informasi dan Komunikasi, Instruksi Presiden nomor 3
tahun 2003 tentang Pengembangan e-Gevernment, Undang-
Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Peraturan
Pemerintah nomor 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Kesehatan, serta Peraturan Presiden nomor 96 tahun 2014
tentang Rencana Pitalebar Indonesia. Namun kebijakan nasional
tersebut belum secara signifikan memberikan dampak positif
dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan, baik di
daerah maupun di pusat.
Beberapa review mengenai kondisi sistem informasi
kesehatan telah dilakukan. Hasil penilaian sistem informasi
kesehatan pada tahun 2007 dan 2012 secara umum
menunjukkan bahwa ke 6 komponen penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan yaitu sumber daya, indikator, sumber data,
manajemen data, kualitas data, dan diseminasi dan penggunaan
data belum cukup memadai, terlebih lagi untuk komponen
manajemen data dapat dikatakan masih kurang memadai. Namun
demikian, dalam kurun waktu lima tahun tersebut terlihat sudah
adanya perbaikan terutama pada aspek sumber daya.
Sedangkan berdasarkan hasil penilaian implementasi e-
kesehatan pada tahun 2013 secara umum menunjukkan bahwa
ke 6 (enam) komponen implementasi e-kesehatan, yaitu kebijakan,
-18-
infrastruktur, aplikasi, standar, tata kelola, dan pengamanan data
sebagian sudah tersedia, tetapi masih banyak memerlukan upaya
penguatan, terutama aspek keamanan data.
Lemahnya kondisi sistem informasi kesehatan saat ini tidak
terlepas dari peran Pemerintah dalam mengembangkan sistem
pencatatan dan pelaporan. Setiap unit utama di Kementerian
Kesehatan memiliki dukungan aplikasi pencatatan dan pelaporan
yang bervariasi untuk pengelolaan data dan informasinya. Secara
internal unit utama pun masih kesulitan untuk melakukan
integrasi data. Sebagai contoh di Direktorat Jenderal PP-PL sampai
saat memiliki beberapa aplikasi pencatatan dan pelaporan yang
belum terintegrasi, antara lain Sistem Informasi Terpadu TB
(SITT), Malaria (SISMAL), dan HIV/AIDS (SIHA).
Pada prinsipnya sistem informasi di unit utama harus dapat
berkomunikasi dengan aplikasi integrasi di Pusat Data dan
Informasi (komunikasi data dan data warehouse). Namun hal ini
masih belum optimal dilakukan karena masih pada tahap
koordinasi pengembangan integrasi. Selain itu mekanisme/
prosedur terkait dengan informasi satu pintu belum tersedia, hal
ini menjadi penyebab terjadinya duplikasi data dan menjadi salah
satu faktor sulitnya membangun sistem informasi kesehatan di
daerah yang terintegrasi dengan system informasi kesehatan
nasional.
Beberapa kendala terkait sumber daya manusia menjadi
gambaran yang hampir sama baik di pusat maupun daerah.
Kuantitas dan kualitas SDM masih belum memenuhi kebutuhan.
Kemampuan untuk melakukan manajemen dan analisis data
kesehatan masih kurang. Adanya keterbatasan dalam waktu
akibat tugas ganda dan keterbatasan kewenangan dalam
melakukan pengelolaan sistem informasi kesehatan.
2.3. Analisis Situasi
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa upaya
pengembangan, penguatan, dan penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan sudah berjalan
dalam arah yang tepat. Berbagai capaian keberhasilan menjadi
catatan penting yang dapat memberikan kekuatan untuk meraih
peluang dalam upaya pengembangan, penguatan, dan
-19-
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan termasuk
implementasi e-kesehatan ke depan.
Sementara itu, berbagai permasalah yang dihadapi dalam
upaya pengembangan, penguatan, dan penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan yang
telah dilaksanakan, tentunya juga menjadi refleksi terhadap
kelemahan untuk menghadapi tantangan dalam upaya
pengembangan, penguatan, dan penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan ke depan.
Oleh karenanya, identifikasi komprehensif terhadap aspek
internal yang berupa kekuatan dan kelemahan serta aspek
eksternal yang berupa peluang dan tantangan sangat diperlukan
agar peta situasi sistem informasi kesehatan secara konseptual
menggambarkan upaya pengembangan, penguatan, dan
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan termasuk
implementasi e-kesehatan. Berikut ini uraian analisis situasi yang
mencakup faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan.
2.3.1. Faktor Kekuatan
Faktor kekuatan merupakan faktor internal sistem
informasi kesehatan nasional. Faktor ini diharapkan
mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada
dalam pengembangan dan penguatan sistem informasi
kesehatan nasional. Sehingga faktor ini harus terus
digali dan dikembangkan. Pemetaan faktor kekuatan
sistem informasi kesehatan nasional dalam perspektif
pendanaan, pengguna, proses bisnis, dan pembelajaran
antara lain sebagai berikut:
a. Pendanaan untuk sistem informasi kesehatan
nasional. Dalam rangka penguatan sistem informasi
kesehatan nasional setiap tahun telah dialokasikan
anggaran pengembangan sistem informasi
kesehatan nasional. Alokasi APBN untuk sistem
informasi kesehatan dari tahun ke tahun cenderung
meningkat searah naiknya anggaran kesehatan
secara ke seluruhan. Alokasi anggaran tersebut
untuk peningkatan dan perluasan infrastruktur
seperti untuk jaringan SIKNAS, data center, disaster
-20-
recovery center. Alokasi anggaran juga ditujukan
untuk penguatan kebijakan dan regulasi, penguatan
tata kelola dan kepemimpinan, penataan
standarisasi dan interoperablitas, pengembangan
aplikasi-aplikasi sistem informasi baik untuk
transaksi layanan maupun pelaporan, pengelolaan
data dan informasi serta diseminasi informasi dalam
berbagai media, dan peningkatan kemampuan
pengelolaan data kesehatan bagi SDM. Alokasi
anggaran telah mencakup seluruh aspek
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan
nasional. Itu semua menjadi kekuatan dalam
pengembangan sistem informasi kesehatan
nasional.
b. Advokasi dan pembinaan. Sebagaimana diketahui
bahwa data dan informasi merupakan sumber daya
yang strategis bagi suatu organisasi, begitupun bagi
sektor kesehatan. Saat ini, para pimpinan di jajaran
kesehatan baik di pusat maupun di daerah semakin
memahami pentingnya data dan informasi untuk
manajemen kesehatan. Dalam konteks ini,
bagaimana meningkatkan kualitas dan ketersediaan
di sisi produksi serta mendorong pemanfaatan data
dan informasi di sisi pengguna. Oleh karena itu,
peran advokasi dan pembinaan menjadi hal yang
sangat penting. Advokasi kepada para pimpinan
kesehatan baik di pusat maupun di daerah
terutama untuk penguatan kepemimpinan dan tata
kelola. Advokasi juga dapat diarahkan untuk
mendorong pemanfaatan data dan informasi
kesehatan secara luas untuk manajemen kesehatan
dan untuk masyarakat. Pembinaan kepada
produsen data terutama di fasilitas pelayanan
kesehatan dan Dinas Kesehatan. Pembinaan antara
lain terkait pengembangan dan pengelolaan
jaringan, manajemen data, dan penguatan SDM di
daerah. Oleh karena itu, advokasi dan pembinaan
-21-
merupakan kekuatan dalam pengembangan sistem
informasi kesehatan nasional.
c. Besarnya infrastruktur kesehatan. Sesungguhnya,
kesehatan memiliki ekosistem yang kompleks
dengan entitas yang besar. Besarnya infrastruktur
kesehatan dapat dilihat dari jumlah fasilitas dan
tenaga kesehatan. Saat ini terdapat lebih dari 2.400
rumah sakit dan 9.700 Puskesmas. Hampir seluruh
kabupaten/kota terdapat rumah sakit dan hampir
seluruh kecamatan telah dibangun Puskesmas.
Demikian pula dengan fasilitas kesehatan lainnya
yang jumlah tidak sedikit. Tenaga kesehatan pun
terutama bidan sudah sampai ke kecamatan
bahkan di desa. Dengan segala kompleksitasnya,
mereka bersinergi menyelenggarakan pembangunan
kesehatan sesuai peran masing-masing yang tertata
dengan baik dalam sistem kesehatan. Ini semua
merupakan potensi dan kekuatan dalam
pengembangan sistem informasi kesehatan nasional
yang memungkinkan koordinasi pengembangan
sistem informasi kesehatan nasional dapat
dilakukan secara baik dan terstruktur.
d. Inisiatif penerapan sistem elektronik dalam
penyelenggaraan transaksi layanan kesehatan.
Munculnya inisiatif penerapan sistem elektronik
pada penyelenggaraan sistem informasi kesehatan
oleh beberapa pihak terutama di fasilitas pelayanan
kesehatan memberikan kekuatan bagi
pengembangan sistem informasi kesehatan
nasional. Sejumlah rumah sakit berinisiatif
menerapkan sistem elektronik dalam
menyelenggarakan SIMRSnya terutama untuk
administrasi keuangan dan penagihan pasien serta
pengolahan data rekam medis. Beberapa rumah
sakit bahkan telah membangun jejaring rumah sakit
dalam satu grup kepemilikan, dengan rumah sakit
lain, laboratorium kesehatan, asuransi, perbankan,
-22-
dan lain-lain. Demikian pula dengan Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan Puskesmas berinisiatif
menerapkan sistem elektronik untuk
menyelenggarakan sistem informasi Puskesmas.
e. Inisiatif penerapan sistem elektronik dalam
penyelenggaraan sistem pelaporan. Saat ini, orang
semakin sadar bahwa pengelolaan organisasi yang
efisien tidak dapat terlepas dari peran teknologi
informasi dan komunikasi. Demikian pun dalam
pengelolaan pembangunan kesehatan, inisiatif
penerapan sistem elektronik dalam pengelolaan
program kesehatan telah bermunculan. Berbagai
sistem informasi kesehatan di unit/program
kesehatan telah dikembangkan untuk mendukung
pengelolaan program kesehatan terutama sistem
monitoring dan evaluasi program seperti sistem-
sistem pelaporan program, sistem-sistem surveilans
penyakit dan masalah kesehatan, dan lain-lain. Hal
ini tentunya merupakan kekuatan bagi
pengembangan sistem informasi kesehatan
nasional.
2.3.2. Faktor Kelemahan
Faktor kelemahan juga merupakan faktor internal
sistem informasi kesehatan nasional. Faktor ini jika tidak
diintervensi akan berdampak negatif pada
keberlangsungan sistem informasi kesehatan. Sehingga
sedapat mungkin faktor ini harus diminimalisasi atau
diintervensi. Faktor kelemahan kritis yang diidentifikasi
secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Aspek legal masih lemah. Adanya landasan hukum
untuk mendukung keberhasilan berjalannya sebuah
sistem informasi mutlak diperlukan. Hal ini juga
merupakan bentuk komitmen dari seluruh
komponen yang terlibat dalam suatu sistem
informasi. Peraturan perundang-undangan untuk
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan baik di
-23-
tingkat transaksi layanan kesehatan maupun di
tingkat pelaporan dirasa masih lemah. Peraturan
perundang-undangan yang ada juga belum secara
spesifik menjawab kebutuhan integrasi sistem
informasi kesehatan. Di beberapa kabupaten/kota
belum ada landasan hukum yang cukup kuat untuk
mengimplementasi sistem informasi kesehatan di
daerah yang seharusnya berlaku secara terintegrasi.
Walaupun beberapa peraturan perundang-
undangan yang ada seperti UU ITE, UU KIP, PP
PSTE, PP SIK, dan lain-lain dapat dijadikan acuan.
Namun peraturan perundang-undangan yang
spesifik mengatur secara teknis penyelenggaraan
sistem informasi kesehatan perlu disiapkan seperti
peraturan perundang-undangan terkait rekam
medis/kesehatan elektronik.
b. Sistem informasi kesehatan masih terfragmentasi.
Sebagaimana diketahui bahwa di bidang kesehatan
telah berkembang berbagai sistem informasi sejak
lama tetapi satu sama lain kurang terintegrasi.
Setiap sistem informasi tersebut cenderung untuk
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan
langsung dari fasilitas pelayanan kesehatan yang
paling bawah dengan menggunakan cara dan format
pelaporan sendiri. Akibatnya setiap operasional
seperti Puskesmas dan Rumah Sakit yang harus
mencatat data dan melaporkannya sehingga
Puskesmas dan Rumah Sakit menjadi sangat
terbebani. Dampak negatifnya adalah berupa
kurang akuratnya data dan lambatnya pengiriman
laporan.
c. Pendanaan untuk sistem informasi kesehatan di
daerah masih terbatas. Aspek pendanaan dapat
dinilai sebagai faktor kekuatan, namun terdapat
beberapa hal yang dapat pula dikategorikan sebagai
faktor kelemahan. Alokasi dana untuk operasional,
pemeliharaan, dan peremajaan sistem informasi
-24-
baik di pusat maupun di daerah, belum menjadi
prioritas penganggaran rutin sehingga dapat
mengakibatkan operasional dan pemeliharaan
sistem tidak dapat dilakukan secara baik untuk
menjaga kesinambungan sistem informasi.
Kemampuan pendanaan daerah yang bervariasi
dalam memperkuat sistem informasi kesehatan di
daerah berdampak pula pada keberhasilan
penguatan sistem informasi kesehatan secara
keseluruhan.
d. Kemampuan daerah dalam pengembangan sistem
informasi kesehatan dan pengelolaan
data/informasi yang bervariasi. Fakta di lapangan
menunjukkan bahwa sebagian besar
kabupaten/kota dan provinsi belum memiliki
kemampuan yang memadai dalam mengembangkan
sistem informasi kesehatannya, sehingga perlu
dilakukan fasilitasi. Untuk sebagian daerah yang
telah memiliki kemampuanpun tampaknya
pengembangan yang dilakukan masih kurang
mendasar dan komprehensif serta belum mengatasi
masalah-masalah mendasar dalam sistem informasi
kesehatan. Setiap upaya pengembangan cenderung
menciptakan sistem informasi kesehatan sendiri
dan kurang memperhatikan keberlangsungan
sistem dan konsep integrasi sistem untuk efisiensi.
Kondisi geografis, khususnya pada daerah terpencil
dan perbatasan juga berdampak pada kemampuan
untuk membangun sistem informasi kesehatan
daerah serta optimalisasi pemanfaatan infrastruktur
teknologi informasi dan kemampuan sumberdaya
lainnya. Sementara itu, kemampuan untuk
melakukan manajemen data mulai dari
pengumpulan, pengolahan, dan analisis data serta
penyajian dan diseminasi informasi baik di pusat
dan daerah masih belum optimal. Kemampuan
untuk menghasilkan indikator dan informasi
-25-
kesehatan yang valid dan reliabel juga masih perlu
ditingkatkan.
e. Pemanfaatan TIK dalam penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan dan pengelolaan data yang
belum optimal. Hampir sebagian besar daerah dan
pusat telah memiliki infrastruktur TIK untuk
mendukung pelaksanaan sistem informasi
kesehatan, namun fasilitas TIK tersebut belum
secara optimal dimanfaatkan. Hal ini dapat
disebabkan karena beberapa faktor, seperti
kemampuan sumber daya manusia yang masih
terbatas, tidak berfungsinya perangkat keras dan
perangkat lunak aplikasi pengelolaan data
kesehatan, tidak tersedianya prosedur
pengoperasian (SOP) atau petunjuk manual untuk
mengoperasikan perangkat keras maupun
perangkat lunak aplikasi pengolahan data. Banyak
pula fasilitas komputer dan infrastruktur TIK yang
akhirnya kadaluarsa atau rusak sebelum SIK
diimplementasikan. Fasilitas yang digunakan pada
umumnya tidak mempunyai standar minimum
kebutuhan dan cenderung bervariasi baik dalam
spesifikasi perangkat keras maupun perangkat
lunaknya. Hal ini dapat mengakibatkan
ketidaksesuaian ketika akan dilakukan integrasi.
f. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia masih
rendah. Sumber daya manusia memegang peranan
penting dalam keberhasilan implementasi sistem
informasi kesehatan. Namun kondisi saat ini baik di
pusat maupun daerah masih terdapat keterbatasan
baik dalam hal kuantitas maupun kualitas tenaga
pengelola sistem informasi kesehatan. Selama ini, di
beberapa daerah, pengelola data dan informasi
umumnya adalah tenaga yang merangkap jabatan
atau tugas lain, yang dalam kenyataannya mereka
tidak dapat sepenuhnya bekerja mengelola data dan
informasi karena insentif yang tidak sesuai sehingga
-26-
mereka memilih pekerjaan paruh waktu di tempat
lain. Kelemahan ini masih ditambah lagi dengan
kurangnya keterampilan dan pengetahuan mereka
di bidang informasi, khususnya teknologi
informasidan pemanfaatannya. Selama ini sudah
terdapat jabatan-jabatan fungsional untuk para
pengelola data dan informasi, seperti pranata
komputer, statistisi, epidemiolog, keamanan
informasi, dan seterusnya. Namun belum
dimanfaatkan betul.
g. Mekanisme monitoring dan evaluasi masih lemah.
Kelemahan-kelemahan dan berbagai permasalahan
pada penyelenggaraan sistem informasi kesehatan
tentunya dapat diidentifikasi dengan mekanisme
monitoring dan evaluasi serta audit sistem informasi
kesehatan. Sayangnya, mekanisme monitoring dan
evaluasi belum ditata dan dilaksanakan dengan
baik.
2.3.3. Faktor Peluang
Faktor peluang merupakan faktor eksternal sistem
informasi kesehatan nasional. Faktor ini juga merupakan
lingkungan dan suprasistem yang berpengaruh pada
akselerasi pengembangan dan penguatan sistem
informasi kesehatan nasional termasuk implementasi e-
kesehatan. Faktor peluang kritis yang diidentifikasi
secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan data dan informasi semakin meningkat.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan
pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien,
apresiasi terhadap data dan informasi pun juga
semakin meningkat. Kini, orang semakin sadar
bahwa data dan informasi sangat berguna sebagai
masukan pengambilan keputusan dalam setiap
proses manajemen. Orang semakin sadar bahwa
data/informasi sangat penting bagi organisasi dalam
menjalankan prinsip-prinsip manajemen modern.
Informasi berguna untuk manajemen layanan
-27-
masyarakat, manajemen institusi, dan manajemen
program pembangunan atau wilayah. Kini,
data/informasi telah menjadi salah satu sumber
daya yang strategis bagi suatu organisasi di
samping SDM, dana, dan sebagainya. Dalam
konteks politik anggaran, sektor kesehatan harus
dapat membuktikan kepada para pengambil
keputusan di bidang anggaran (khususnya DPR dan
DPRD) bahwa dana yang dialokasikan untuk
pembangunan kesehatan membawa manfaat bagi
masyarakat. Pembuktian ini tentu sangat
memerlukan dukungan data dan informasi yang
diperoleh dari suatu sistem informasi. Hal tersebut
menjadi peluang untuk pengembangan dan
penguatan sistem informasi kesehatan agar mampu
menyediakan data/informasi yang akurat, lengkap,
tepat waktu, dan sesuai kebutuhan.
b. Perkembangan teknologi informasi yang semakin
pesat. Berkembangnya teknologi informasi dalam
beberapa tahun terakhir ini merupakan kondisi
positif yang dapat mendukung berkembangnya
sistem informasi kesehatan dan implementasi e-
kesehatan khususnya untuk memperkuat integrasi
sistem dan optimalisasi aliran data. Infrastruktur
teknologi informasi telah merambah semakin luas di
wilayah Indonesia dan apresiasi masyarakat pun
tampaknya semakin meningkat. Sementara itu,
penyediaan perangkat keras dan perangkat lunak
pun semakin banyak. Harga teknologi informasi
tampaknya juga relatif terjangkau karena telah
semakin berkembangnya pasar dan ditemukannya
berbagai bahan serta cara kerja yang lebih efisien.
Demikian pula fasilitas pendidikan dan pelatihan di
bidang teknologi informasi, baik yang berbentuk
pendidikan formal maupun kursus-kursus juga
berkembang pesat.
-28-
c. Kepedulian pemerintah terhadap penerapan sistem
teknologi informasi untuk penyelenggaraan layanan
publik dan pemerintahan semakin meningkat.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
di satu sisi akan menjadi peluang yang baik dalam
mendukung penyelenggaraan organisasi secara
efektif dan efisien bila dimanfaatkan secara cerdas,
namun sekaligus di sisi yang lain akan memberikan
ancaman bila penerapan teknologi informasi dan
komunikasi itu tidak dikelola sebaik-baiknya.
Secara umum, penerapan sistem teknologi informasi
dalam suatu sistem layanan publik dan
pemerintahan bertujuan untuk mempercepat proses
kerja dan meningkatkan kualitas pelayanan serta
penyediaan data/informasi. Adanya kepedulian
pemerintah terhadap penerapan sistem teknologi
informasi itu tentunya menjadi peluang yang positif
bagi pengembangan dan penguatan sistem informasi
kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan.
d. Kebijakan nasional di bidang TIK semakin kuat.
Berbagai kebijakan nasional yang telah dirumuskan
oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika,
melalui visi dalam pengembangan teknologi
informasi dan komunikasi di Indonesia, merupakan
peluang yang besar dalam mendukung penguatan
dan perluasan implementasi sistem informasi
kesehatan dan e-kesehatan. Kemkominfo membagi
tahapan pengembangan atau peta jalan TIK nasional
tahun 2010-2020 dalam 4 bagian, yaitu: Indonesia
Connected, Indonesia Informative, Indonesia
Broadband, dan Indonesia Digital. Tahapan
Indonesia Connected (2010-2012), seluruh desa ada
akses telepon dan seluruh kecamatan ada akses
internet. Tahapan lndonesia Informative (2012-
2014), seluruh ibukota provinsi akan terhubung
dengan jaringan serat optik, seluruh kabupaten
kota memiliki akses broadband, dan peningkatan
-29-
pelayanan berbasis elektronik seperti e-layanan, e-
kesehatan, e-pendidikan. Tahapan selanjutnya
adalah Indonesia Broadband (2014-2019), yang
mana diharapkan adanya peningkatan akses
broadband di atas 5MB dan peningkatan daya saing
bangsa dan industri inovatif. Pada tahapan ini
diterbitkannya Peraturan Presiden nomor 96 tahun
2014 tentang Rencana Pitalebar Indonesia 2014-
2019. Pada tahun 2020 adalah tahapan Indonesia
Digital, yang mana seluruh kabupaten/kota
memiliki e-government, dan Indonesia yang
kompetitif. Keempat tahapan peta jalan TIK nasional
tersebut diharapkan dapat mendukung
pengembangan sistem informasi kesehatan ke
depan mulai dari pengembangan sistem informasi
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
(puskesmas, klinik swasta, rumah sakit), Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan
Provinsi, hingga Kementerian Kesehatan.
e. Bantuan pendanaan dari mitra pembangunan
(development partner) untuk pengembangan sistem
informasi kesehatan. Pengembangan dan penguatan
sistem informasi kesehatan bagi negara-negara
berkembang dan belum maju menjadi prioritas dari
lembaga-lembaga donor internasional. Hal ini dapat
terlihat dari banyaknya peluang yang dibuka oleh
beberapa lembaga donor internasional untuk
memberikan bantuan pendanaan dan bantuan
teknis pengembangan system informasi kesehatan.
2.3.4. Faktor Ancaman atau Tantangan
Faktor ancaman merupakan faktor eksternal atau
lingkungan dari sistem informasi kesehatan nasional.
Faktor ini akan menghambat implementasi sistem jika
tidak disikapi dengan baik. Dengan perspektif lain
sebuah ancaman dapat juga dipandang sebagai sebuah
tantangan di masa depan yang harus bisa dihadapi.
Beberapa faktor eksternal yang menjadi ancaman atau
-30-
tantangan yang mungkin muncul dalam pengembangan
sistem informasi kesehatan antara lain:
a. Tantangan otonomi daerah. Otonomi daerah saat ini
menyebabkan masing-masing daerah sibuk
mengerjakan urusannya sendiri, termasuk dalam
menyusun prioritas untuk pengembangan dan
pengelolaan sistem informasi kesehatannya. Hal ini
tentu saja akan berdampak pada kelancaran
integrasi sistem informasi kesehatan yang
diharapkan salah satunya dibangun dengan
penguatan SIKDA. Kondisi tersebut akan
menyulitkan Pemerintah (dhi. Kementerian
Kesehatan) dalam memfasilitasi pengembangan
sistem informasi kesehatan di daerah, implementasi
standarisasi dan pembenahan tata kelola.
Pembandingan dengan daerah lain (benchmarking)
pun akan mengalami kesulitan karena tidak adanya
standar.
b. Tantangan globalisasi. Era globalisasi menyebabkan
bebasnya pertukaran berbagai hal antar negara
seperti sumber daya manusia, IPTEK, dan lain-lain.
Di bidang kesehatan, hal ini akan dapat
menimbulkan dampak negatif apabila tidak dikelola
dengan baik. Beberapa dampak negatif tersebut
antara lain adanya penyakit-penyakit serta
gangguan kesehatan baru, masuknya investasi dan
teknologi kesehatan yang dapat meningkatkan
tingginya biaya kesehatan, serta masuknya tenaga-
tenaga kesehatan asing yang menjadi kompetitor
tenaga kesehatan dalam negeri. Untuk menghadapi
kemungkinan dampak negatif yang terjadi seiring
era globalisasi maka dukungan sistem informasi
sangatlah diperlukan. Sistem kewaspadaan dini
untuk mengintervensi permasalahan kesehatan
sangatlah bergantung pada pasokan data dan
informasi yang akurat, cepat, dan tepat. Apabila era
globalisasi datang pada saat sistem informasi
-31-
kesehatan nasional kita belum kuat, maka
dikhawatirkan akan membawa dampak-dampak
negatif yang merugikan.
c. Tantangan ekonomi global dan kemampuan
keuangan pemerintah. Kondisi ekonomi global dan
kemampuan keuangan pemerintah sangat
berpengaruh dalam implementasi teknologi
informasi dan komunikasi, karena perangkat
teknologi informasi dan komunikasi sebagian besar
berasal dari impor. Setiap perubahan kondisi
ekonomi global akan berpengaruh kepada ekonomi
dalam negeri. Kondisi ekonomi dalam negeri yang
memburuk tentunya dapat mempengaruhi
kemampuan keuangan pemerintah. Oleh karena itu,
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
yang begitu cepat harus disikapi dengan cerdas
dalam memanfaatkannya untuk penyelenggaraan
sistem informasi kesehatan. Salahnya adalah
bagaimana memilih teknologi tepat yang mampu
beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk
beberapa tahun ke depan (tidak cepat usang).
Langkah lain yang penting adalah melakukan
analisis biaya manfaat.
d. Tantangan untuk membangun jejaring lintas unit
dan lintas sektor. Adanya kebijakan pemerintah
dalam memperkuat e-government akan sangat
bergantung pada interoperabilitas seluruh
komponen sistem. Tidak tersedianya standar dan
protokol dalam penyelenggaraan sistem informasi di
setiap kementerian/lembaga mengakibatkan
ketidakjelasan “aturan main”. Akses data dan
informasi dari lintas unit di Kementerian Kesehatan
dan lintas sektor masih sulit dilakukan. Hal ini
karena jejaring untuk memperkuat ketersediaan
data yang valid dan akurat tidak dapat dilakukan
dengan optimal. Kebutuhan untuk menghitung
indikator kesehatan tidak hanya berasal dari
-32-
satusumber data saja melainkan dari beberapa
sumber data. Sebagai contoh untuk melakukan
pengukuran atau penghitungan cakupan
keberhasilan program kesehatan diperlukan data
diluar sektor kesehatan, seperti data penduduk
sebagai denumerator yang berasal dari Badan Pusat
Statistik (BPS). Dari kondisi tersebut maka dapat
terlihat bahwa ketersediaan protokol untuk
membangun jejaring serta menetapkan standarisasi
yang didukung oleh aspek legal merupakan salah
satu tantangan yang harus segera diintervensi.
e. Ancaman keamanan informasi. Aspek keamanan
informasi merupakan aspek penting dalam
penyelenggaraan suatu sistem informasi. Dewasa
ini, potensi ancaman keamanan informasi semakin
tinggi sejalan dengan konvergensi dunia dan
semakin terintegrasinya semua sumber daya
teknologi informasi dan komunikasi. Potensi
terjadinya cyber attact semakin terbuka, dengan
berbagai motif di antaranya bisnis, kriminal, politik,
dan sebagainya. Ancaman keamanan informasi
dapat berasal dari internal maupun eksternal
organisasi dan dapat berupa orang, organisasi,
mekanisme, atau peristiwa yang memiliki potensi
membahayakan. Oleh karena itu, manajemen
keamanan informasi menjadi suatu hal penting yang
harus mendapat perhatian. Manajemen keamanan
informasi tidak hanya dilakukan untuk menjaga
agar sumber daya informasi tetap aman, tetapi juga
untuk menjaga organisasi agar tetap berfungsi
setelah terjadinya suatu bencana keamanan
informasi. Demikian halnya dengan
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan,
tentunya tidak akan terlepas dari ancaman
keamanan informasi. Hal itu sangat tergantung
bagaimana mengelola keamanan informasi sebaik-
baiknya.
-33-
2.4. Isu Strategis
Isu ketersediaan data yang berkualitas dan tepat waktu
hingga saat ini masih menjadi masalah utama dalam sistem
informasi kesehatan. Hal itu diakibatkan adanya dua persoalan
mendasar, adalah di sisi pengadaan data terutama di fasilitas
pelayanan kesehatan dan di sisi aliran serta akses data. Hasil
evaluasi terhadap sistem informasi kesehatan, sebagaimana
diuraikan di atas, menunjukkan masih banyak yang harus
dilakukan agar tersedia data yang berkualitas dan tepat waktu.
Oleh karenanya, upaya penataan dan penguatan sistem informasi
kesehatan haruslah difokuskan kepada penataan data transaksi di
fasilitas pelayanan kesehatan sebagai sumber data untuk
meningkatkan kualitas dan kecepatan proses kerja terutama di
fasilitas pelayanan kesehatan (manajemen pelayanan), dan
optimalisasi aliran data serta pengembangan bank data untuk
meningkatkan ketersediaan, kualitas, dan akses data dan
informasi kesehatan.
Isu strategis yang harus diperhatikan dalam upaya
pengembangan, penguatan, dan penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan lima tahun ke depan antara lain adalah:
a. Penataan kebijakan dan regulasi sistem informasi kesehatan,
terutama untuk menindaklanjuti Peraturan Pemerintah
Nomor 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan
dalam bentuk pengaturan yang bersifat teknis.
b. Penguatan koordinasi sistem informasi kesehatan, terutama
dalam penyamaan persepsi mengenai pentingnya data dan
informasi dalam menyelenggarakan upaya kesehatan yang
dilakukan melalui advokasi, sosialisasi, penyusunan nota
kesepahaman dan perjanjian kerjasama, dan pertemuan
koordinasi lainnya.
c. Penataan perencanaan sistem informasi kesehatan yang
terarah dan terukur sehingga upaya penataan, penguatan,
dan penyelenggaraan dapat mewujudkan sistem informasi
kesehatan yang sesuai dengan harapan serta evaluasi dan
perbaikan sistem informasi kesehatan dapat dilakukan secara
berkala.
-34-
d. Penataan dan penguatan organisasi sistem informasi
kesehatan, baik di tingkat pusat maupun di daerah terutama
fasilitas pelayanan kesehatan.
e. Penataan standarisasi sistem informasi kesehatan, yang
dilakukan melalui kodefikasi data, penyusunan kamus data
kesehatan (dataset), dan penetapan indikator prioritas,
diharapkan dapat menjawab masalah integrasi dan
pertukaran data kesehatan yang ada selama ini.
f. Pengembangan SDM sistem informasi kesehatan, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas. Pengembangan SDM ini
akan dilakukan melalui optimalisasi jabatan fungsional yang
ada (seperti pranata komputer, statistisi, epidemiolog, atau
lainnya) dan/atau melalui pengembangan jabatan fungsional
informatika kesehatan.
g. Penguatan infrastruktur TIK di fasilitas pelayanan kesehatan,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi,
dan Kementerian Kesehatan (data center dan DRC) serta
penyediaan pendukung operasional dan pemeliharaan
infrastruktur TIK.
h. Pembiayaan sistem informasi kesehatan memerlukan dana
yang tidak sedikit. Penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan terlebih lagi pembangunan infrastruktur haruslah
menjadi prioritas pemerintah daerah. Penggalian pendanaan
melalui sumber-sumber lain seperti development partners
perlu terus diupayakan.
i. Penataan data transaksi di fasilitas pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan proses kerja
pelayanan serta ketersediaan dan kualitas data, melalui
pembenahan sistem pencatatan dan pelaporan, baik secara
elektronik maupun non-elektronik.
j. Optimalisasi aliran data untuk meningkatkan ketersediaan,
kualitas, dan akses data dan informasi kesehatan melalui
penguatan sistem komunikasi data antar fasilitas pelayanan
kesehatan, dinas kesehatan, dan bank data di pusat.
k. Pengembangan bank data kesehatan, belum mampu
mengintegrasikan data dari semua sumber data sehingga
sistem penyajian informasi (bussiness intelligence) yang
-35-
dibangun hanya memiliki sajian informasi yang terbatas.
l. Pengembangan akses/sharing data, merupakan solusi
termudah dan tercepat yang dapat dilakukan dalam
menjawab masalah sistem informasi yang terfragmentasi.
m. Penguatan penggunaan informasi, melalui peningkatan
kualitas data akan mendorong tumbuhnya budaya informasi
dan peduli data sehingga penggunaan data dan informasi
dalam pengambilan keputusan, baik di level pemerintahan,
swasta, maupun masyarakat, dapat terus meningkat.
3. KEDUDUKAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN DALAM SISTEM
KESEHATAN
Sistem informasi kesehatan memiliki kedudukan yang strategis
dalam sistem kesehatan dan manajamen kesehatan. Sistem informasi
kesehatan tidak dapat berdiri sendiri melainkan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem kesehatan. Sistem informasi
kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses
pengambilan keputusan di semua jenjang. Sistem informasi harus
dijadikan sebagai alat yang efektif bagi manajemen.
3.1. Sistem Kesehatan dan Manajemen Kesehatan dalam
Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang setingi-tingginya dapat terwujud, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial
dan ekonomi. Pembangunan kesehatan tersebut perlu
ditingkatkan akselerasi dan mutunya dengan melandaskan pada
pemikiran dasar pembangunan kesehatan sebagai makna dari
paradigma sehat dan dengan menguatkan penyelenggaraan
pembangunan kesehatan tersebut.
Beberapa tantangan pembangunan kesehatan yang
diperkirakan akan dihadapi dalam lima tahun ke depan antara
lain adalah:
a. Kesenjangan status kesehatan masyarakat dan akses
terhadap pelayanan kesehatan antar wilayah (DTPK), tingkat
-36-
sosial ekonomi, dan gender;
b. Continuum of care (AKI, AKB, AKBA);
c. Masih ada masalah gizi stunting di wilayah timur Indonesia;
d. Beban ganda penyakit, termasuk kecelakaan, narkoba, dan
masalah imunisasi;
e. Kualitas lingkungan, sanitasi, krisis kesehatan;
f. Masalah SDM kesehatan (penyebaran, kualitas layanan, dan
kompetensi);
g. Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat;
h. Cakupan kesehatan semesta (UHC) 2019;
i. Masalah pergeseran demografi, semakin besarnya proporsi
lanjut usia;
j. Masalah bias desentralisasi termasuk lintas sektor;
k. Belum optimalnya sistem informasi kesehatan.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilaksanakan
melalui pengelolaan pembangunan kesehatan yang disusun dalam
sistem kesehatan. Sistem Kesehatan di Indonesia dalam kebijakan
desentralisasi diformulasikan dalam Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012.
SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh
semua komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Komponen manajemen
kesehatan dalam SKN tersebut dikelompokan dalam (i) upaya
kesehatan; (ii) penelitian dan pengembangan kesehatan; (iii)
pembiayaan kesehatan; (iv) sumber daya manusia kesehatan; (v)
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; (vi) manajemen,
informasi, dan regulasi kesehatan; dan (vii) pemberdayaan
masyarakat.
SKN telah mengalami empat kali perubahan atau
pemutakhiran. SKN 2012 merupakan pengganti dari SKN 2009,
sedangkan SKN 2009 merupakan pengganti SKN 2004, dan SKN
2004 sebagai pengganti SKN 1982. Pemutakhiran ini dibutuhkan
agar SKN dapat mengantisipasi berbagai tantangan perubahan
pembangunan kesehatan dewasa ini dan di masa depan. Oleh
karena itu, SKN 2012 ini disusun dengan mengacu pada visi, misi,
strategi, dan upaya pokok pembangunan kesehatan sebagaimana
-37-
ditetapkan dalam: a. Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
2005–2025 (RPJP-N); dan b. Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 (RPJP-K).
Pada tingkat daerah, implementasi SKN diterjemahkan
melalui Perda, Pergub, Perbup, atau Perwal. Walaupun tidak
secara eksplisit Perpres No. 72 Tahun 2012 mewajibkan untuk
menerbitkan peraturan di tingkat daerah. Penekanannya terdapat
pada manajemen kesehatan berdasarkan SKN harus berjenjang di
pusat dan daerah dengan memperhatikan otonomi daerah
berdasarkan kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
otonomi fungsional berdasarkan kemampuan dan ketersediaan
sumber daya di bidang kesehatan.
Demikianpun manajemen kesehatan perlu makin
ditingkatkan terutama melalui peningkatan secara strategis dalam
kerjasama antara sektor kesehatan dan sektor lain yang yang
terkait, dan antara berbagai program kesehatan serta antara para
pelaku dalam pembangunan kesehatan sendiri. Manajemen
kesehatan yang terdiri dari perencanaan, pengerakan
pelaksanaan, pengendalian, dan penilaian diselenggarakan secara
sistematik untuk menjamin upaya kesehatan yang terpaduh dan
menyeluruh. Manajemen tersebut tentunya harus didukung oleh
sistem informasi yang handal guna menghasilkan pengambilan
kepetusan dan dan cara kerja yang efisien.
Oleh karena itu, penataan dan penguatan sistem informasi
kesehatanpun harus memperhatikan tantangan-tantangan
pembangunan kesehatan tersebut. Penataan dan penguatan
sistem informasi kesehatan ke depan harus diarahkan dapat
merespon kebutuhan data dan informasi yang dapat mendukung
manajemen pembangunan kesehatan dalam menghadapi
tantangan-tantangan tersebut.
3.2. Kedudukan SIK Nasional dan SIK Daerah dalam Sistem Kesehatan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014
tentang Sistem Informasi Kesehatan bahwa Sistem Informasi
Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi data,
informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi, dan sumber
daya manusia yang secara teratur saling berkaitan untuk dikelola
-38-
dan dilaksanakan sehingga mampu mengarahkan tindakan atau
keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan
kesehatan. Sistem informasi kesehatan merupakan suatu sistem
yang menyediakan dukungan informasi bagi proses pengambilan
keputusan di setiap jenjang administrasi kesehatan, baik di
tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, di tingkat kabupaten/kota,
di tingkat provinsi, maupun di tingkat pusat. Pengambilan
keputusan akan lebih mudah jika semua informasi yang
dibutuhkan sudah tersedia. Untuk tujuan itu, suatu sistem
informasi perlu dibangun dengan mengorganisasikan berbagai
data yang telah dikumpulkan secara sistematik, memproses data
menjadi informasi yang berguna.
Menurut World Health Organization (WHO) dalam buku
“Design and Implementation of Health Information System” (2000)
bahwa suatu sistem informasi kesehatan tidak dapat berdiri
sendiri, melainkan sebagai bagian dari suatu sistem kesehatan.
Selanjutnya disebutkan dalam buku tersebut bahwa sistem
informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi
bagi proses pengambilan keputusan di semua jenjang sistem
informasi, harus dijadikan sebagai alat yang efektif bagi
manajemen. WHO juga menyebutkan bahwa Sistem Informasi
merupakan salah satu dari enam building blocks (komponen
utama) dalam suatu sistem kesehatan. Enam komponen utama
sistem kesehatan tersebut adalah: (1) service delivery, (2) medical
products, vaccines, and technologies, (3) health workforce, (4) health
system financing, (5) health information system, (6) leadership and
governance.
Sementara itu, sebagaimana diuraikan di atas bahwa Sistem
Kesehatan Nasional terdiri dari tujuh subsistem, yaitu: (1) upaya
kesehatan, (2) penelitian dan pengembangan kesehatan, (3)
pembiayaan kesehatan, (4) sumber daya manusia kesehatan, (5)
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, (6) manajemen,
informasi, dan regulasi kesehatan, dan (7) pemberdayaan
masyarakat.
Sistem informasi kesehatan disebut sebagai salah satu
komponen yang mendukung suatu sistem kesehatan, di mana
sistem kesehatan tidak bisa berfungsi tanpa satu dari komponen
-39-
tersebut. Sistem informasi kesehatan bukan saja berperan dalam
memastikan data mengenai kasus kesehatan dilaporkan tetapi
juga mempunyai potensi untuk membantu dalam meningkatkan
efisiensi dan transparansi proses kerja.
Gambar 3.1. Kedudukan SIK dalam Sistem Kesehatan
Oleh karena sistem informasi kesehatan merupakan bagian
dari sistem kesehatan, maka sistem informasi kesehatan di
tingkat pusat merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional,
di tingkat provinsi merupakan bagian dari sistem kesehatan
provinsi, dan di tingkat kabupaten/kota merupakan bagian dari
sistem kesehatan kabupaten/kota. Dengan demikian, sistem
informasi kesehatan dikembangkan harus selaras dengan tatanan
itu.
3.3. Pembagian Peran Penyelenggaraan SIK
Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan saat ini telah ditetapkan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Kesehatan. Dengan adanya peraturan pemerintah tersebut
diharapkan Sistem informasi kesehatan dapat menjangkau atau
meliputi seluruh sumber daya dalam bidang kesehatan, di mana
untuk menyediakan informasi kesehatan akan diminta kewajiban
partisipatif dari seluruh pemangku kepentingan dalam bidang
kesehatan dan pihak-pihak lintas sektoral lainnya yang terkait
-40-
dengan bidang kesehatan. Selain itu, agar diwujudkan
keterpaduan sistem secara nasional dalam rangka menunjang
pembangunan kesehatan menjadi lebih efisien dan efektif.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014
disebutkan bahwa penguatan sistem informasi kesehatan
didasarkan pada pemikiran bahwa (1) kebutuhan yang semakin
meningkat terhadap data dan informasi kesehatan yang akurat
dan lengkap dengan akses yang cepat dan mudah; (2) data dan
informasi kesehatan sangat berguna sebagai masukan dalam
proses pengambilan keputusan dan meningkatkan manajemen
program pembangunan kesehatan; dan (3) diperlukan
keterpaduan sistem informasi kesehatan secara nasional dalam
rangka menunjang upaya kesehatan menjadi lebih efektif dan
efisien.
Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan harus dalam
kerangka sistem kesehatan nasional agar dapat:
a. Menjamin ketersediaan, kualitas, dan akses terhadap
informasi kesehatan yang bernilai pengetahuan serta dapat
dipertanggung-jawabkan;
b. Memberdayakan peran serta masyarakat, termasuk
organisasi profesi dalam penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan; dan
c. Mewujudkan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan
dalam ruang lingkup sistem kesehatan nasional yang berdaya
guna dan berhasil guna terutama melalui penguatan kerja
sama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dalam
mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
berkesinambungan.
Dalam rangka penyelenggaraan sistem informasi kesehatan,
tata kelola sistem informasi kesehatan harus didefinisikan dengan
jelas, yang mengacu kepada peran, tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing pemangku kepentingan. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Kesehatan, penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dapat
dikelompokkan menurut jenjang administrasi pemerintahan, yang
mana:
-41-
a. Pemerintah adalah menetapkan standarisasi sistem informasi
kesehatan, menyelenggarakan pengelolaan dan
pengembangan sistem informasi kesehatan skala nasional,
serta memfasilitasi pengembangan sistem informasi
kesehatan skala daerah.
b. Pemerintah daerah provinsi adalah menyelenggarakan
pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kesehatan
skala provinsi.
c. Pemerintah daerah kabupaten/kota adalah
menyelenggarakan pengelolaan dan pengembangan sistem
informasi kesehatan skala kabupaten/kota.
Berdasarkan hal tersebut di atas, tentunya dapat
diterjemahkan bahwa tanggungjawab pemerintah adalah di
samping melaksanakan penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan nasional juga melaksanakan supervisi, monitoring, dan
evaluasi terhadap sistem informasi kesehatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Pengorganisasian pelaksanaan sistem informasi kesehatan
harus melibatkan semua pemangku kepentingan baik di internal
maupun di eksternal kesehatan, baik di pusat maupun di daerah,
baik sumber data, pengelola data, maupun pengguna data.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2014 tentang Sistem
Informasi Kesehatan secara jelas mendefinisikan peran masing-
masing pemangku kepentingan itu.
Untuk itu perlu disediakan suatu forum yang dijalankan oleh
suatu komite ahli/teknis yang bertugas mengkoordinasikan dan
melaksanakan kegiatan yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan terutama dari lintas sektor serta memberi
rekomendasi atas hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
peta jalan. Rekomendasi dari komite tersebut akan disampaikan
kepada Menteri Kesehatan untuk bahan masukan penyusunan
rencana tindak lanjut. Komite tersebut dapat dibagi dalam
beberapa kelompok kerja.
-42-
4. KERANGKA KEBIJAKAN
4.1. Visi dan Misi
Dalam upaya pengembangan dan penguatan sistem informasi
kesehatan yang meliputi berbagai sektor di luar Kementerian
Kesehatan, maka perlu ditetapkan visi sistem informasi kesehatan
sebagai berikut: “Mencapai sistem informasi kesehatan terintegrasi
yang handal, yang mampu memberi dukungan secara adekuat bagi
manajemen pembangunan kesehatan”
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka diperlukan misi dan
strategi sebaga berikut:
a. Memperkuat sumber daya sistem informasi kesehatan yang
meliputi kebijakan, regulasi, standarisasi, koordinasi,
perencanaan, pendanaan, sumber daya manusia,
infrastruktur, dan kelembagaan
b. Mengembangkan indikator kesehatan agar dapat
menggambarkan upaya dan capaian pembangunan
kesehatan.
c. Memperkuat sumber data dan membangun jejaringnya
dengan semua pemangku kepentingan.
d. Meningkatkan kualitas manajemen data kesehatan yang
meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis data, dan
diseminasi informasi.
e. Meningkatkan pemanfaatan dan penyebarluasan informasi
untuk meningkatkan manajemen dan pelayanan berbasis
bukti.
4.2. Kebijakan
Penyelenggaraan misi dalam rangka mencapai visi di atas
dilakukan dengan memperhatikan rambu-rambu dalam koridor
kebijakan sebagai berikut:
a. Pengembangan kebijakan dan standar dilaksanakan dalam
rangka mewujudkan sistem informasi kesehatan yang
terintegrasi, yang dapat menyediakan data secara real time
yang mudah diakses dan berfungsi sebagai sistem pendukung
pengambilan keputusan (decision support system).
b. Pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan
dilakukan dalam kerangka desentralisasi di bidang kesehatan
dengan perhatian lebih kepada daerah terpencil, perbatasan,
-43-
dan kepulauan.
c. Penguatan manajemen sistem informasi kesehatan pada
semua tingkat sistem kesehatan dititikberatkan pada
ketersediaan standar operasional yang jelas, pengembangan
dan penguatan kapasitas SDM, dan pemanfaatan TIK, serta
penguatan advokasi bagi pemenuhan anggaran.
d. Peningkatan penyelenggaraan sistem pengumpulan,
pengolahan, analisis, penyimpanan, diseminasi, dan
pemanfaatan data/informasi dalam kerangka kebijakan
sistem informasi kesehatan terintegrasi.
e. Pengembangan bank data kesehatan harus memenuhi
berbagai kebutuhan dari para pemangku kepentingan dan
dapat diakses dengan mudah, serta memperhatikan prinsip-
prinsip kerahasiaan dan etika yang berlaku di bidang
kesehatan dan kedokteran.
f. Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektor
untuk meningkatkan statistik vital melalui upaya
penyelenggaraan registrasi vital di seluruh wilayah Indonesia
dan upaya inisiatif lainnya.
g. Pemanfaatan TIK dilakukan dalam menuju upaya
pengumpulan data disaggregate atau individu.
h. Pengembangan SDM pengelola data dan informasi kesehatan
dilaksanakan dengan menjalin kerjasama dengan perguruan
tinggi dan lintas sektor terkait serta terpadu dengan
pengembangan SDM kesehatan lainnya.
i. Pengembangan dan penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan termasuk lintas sektor dan masyarakat madani.
j. Peningkatan budaya penggunaan data melalui advokasi
terhadap pimpinan di semua tingkat dan pemanfaatan forum-
forum informatika kesehatan yang ada.
k. Peningkatan penggunaan solusi-solusi e-kesehatan untuk
mengatasi masalah infrastruktur, komunikasi, dan
kekurangan sumberdaya manusia dalam sistem kesehatan.
-44-
4.3. Prinsip Dasar
Pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan
dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Pemanfaatan TIK. Pemanfaatan TIK diperlukan untuk
mendukung sistem informasi dalam proses pencatatan data
agar dapat meningkatkan akurasi data dan kecepatan dalam
penyediaan data untuk diseminasi informasi dan untuk
meningkatkan efisiensi dalam proses kerja serta memperkuat
transparansi.
b. Keamanan dan kerahasiaan data. Sistem informasi kesehatan
yang dikembangkan dapat menjamin keamanan dan
kerahasiaan data.
c. Standarisasi. Agar sistem informasi kesehatan terstandar
perlu menyediakan pedoman nasional untuk pengembangan
dan pemanfaatan TIK.
d. Integrasi. Sistem informasi kesehatan yang dikembangkan
dapat mengintegrasikan berbagai macam sumber data,
termasuk pula dalam pemanfaatan TIK.
e. Kemudahan akses. Data dan informasi yang tersedia mudah
diakses oleh semua pemangku kepentingan.
f. Keterwakilan. Data dan informasi yang dikumpulkan harus
dapat ditelusuri lebih dalam secara individual dan aggregate,
sehingga dapat mengambarkan perbedaan gender,
statussosial ekonomi, dan wilayah geografi.
g. Etika, integritas, dan kualitas. Penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan juga harus memperhatikan prinsip-
prinsip etika, integritas, dan kualitas.
5. GRAND DESIGN SISTEM INFORMASI KESEHATAN
Bab ini merupakan ringkasan dari grand design sistem informasi
kesehatan nasional. Grand design secara lengkap dan komprehensif
akan tercakup dalam suatu dokumen secara terpisah yang dituangkan
dalam cetak biru.
Grand design sistem informasi kesehatan berorientasi pada
kualifikasi produk yang diharapkan, ditinjau dari kebutuhan kinerja
dan spesifikasinya serta strategi tata kelolanya. Deskripsi kebutuhan
ditelaah dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang melandasi
-45-
maupun yang mempengaruhinya, seperti visi misi kementerian dan
lembaga, sistem kesehatan dan undang-undang, desain rencana
pembangunan umum maupun sektor, hingga aspek lingkungan mikro
dan makro yang akan memberikan warna pada deskripsi kebutuhan.
5.1. Dimensi Grand Design Sistem Informasi Kesehatan
Untuk melihat secara utuh, grand design sistem informasi
kesehatan dikonstruksikan dalam beberapa dimensi sebagai cara
pandangnya, yakni dimensi kebutuhan sebagai target
rancangan/produk yang diharapkan, dimensi komponen sistem
informasi kesehatan sebagai strategi pendekatan untuk
melakukan penguatan sistem informasi kesehatan, dan dimensi
waktu sebagai tahapan masa yang diperlukan untuk mencapai
rancangan sistem informasi kesehatan yang diharapkan (Gambar
5.1).
Dalam dimensi kebutuhan, sistem informasi kesehatan yang
diharapkan ditelaah menurut kinerjanya. Kinerja mengacu pada
pelayanan yang disediakan oleh sistem informasi kesehatan untuk
melayani kebutuhan informasi bagi organisasi maupun pemangku
kepentingannya. Kinerja sistem informasi kesehatan terdiri dari
parameter-parameter layanan yang mengacu pada terpenuhinya
produktifitas layanan informasi menurut standar waktu, standar
efisiensi biaya, standar kualitas (kehandalan), dan standar
perilaku sistem dalam menghasilkan layanan informasi.
Gambar 5.1 Aspek Dimensi Grand Design SIK
-46-
Secara teknis untuk mencapai kinerja tersebut, sistem
informasi kesehatan perlu dirancang sedemikian rupa, memenuhi
kebutuhan standar spesifikasi teknologi dan insfrastrukturnya.
Spesifikasi mempertimbangkan terbentuknya konektivitas jejaring
komunikasi data kesehatan utama sesuai sebaran sumber data
seperti puskesmas, rumah sakit, dan desa. Kemudian konektivitas
jejaring komunikasi data kesehatan antar kota/kabupaten dengan
provinsi. Konektivitas jejaring tersebut dapat memanfaatkan
ketersediaan konektivitas sesuai Rencana Pitalebar Indonesia yang
telah menargetkan terpenuhinya penetrasi jaringan akses hingga
di tingkat perdesaan pada 2019 mendatang dengan kecepatan 1-
10 Mbps (mobile-fixed).
Dengan cakupan dan distribusi yang luas serta kompleks
tersebut, dimensi kebutuhan juga mempertimbangkan kebutuhan
di dalam strategi pengelolaannya. Parameter kebutuhan strategi
pengelolaan sistem informasi kesehatan adalah bagaimana agar
implementasi beban infrastruktur konektivitas sistem informasi
kesehatan antar Puskesmas dan rumah sakit, antar manajemen
kesehatan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, serta
konektivitasnya pada tingkat manajemen kesehatan di tingkat
nasional dapat dikelola secara efektif dan efisien.
5.2. Strategi Penguatan Sistem Informasi Kesehatan
Pencapaian grand design sistem informasi kesehatan sesuai
dengan parameter pada dimensi kebutuhan diperoleh melalui
strategi penguatan pada dimensi komponen sistem informasi
kesehatan yang mengacu sesuai klasifikasi Health Metric Network.
Penguatan pada komponen sistem informasi kesehatan ini
merupakan strategi implementasi peta jalan sistem informasi
kesehatan yang dimaksud. Kerangka keterkaitan antara dimensi
kebutuhan dengan setiap komponen sistem informasi kesehatan
ditampilkan pada gambar 5.2.
-47-
Gambar 5.2. Isu Utama Penguatan SIK
Pencapaian dimensi kebutuhan sistem informasi kesehatan
dengan kinerja produk layanan informasi untuk mendukung
manajemen pembangunan kesehatan secara adekuat dicapai
melalui strategi penguatan pada komponen indikator dan produk
informasi serta diseminasi dan utilisasi. Pencapaian dimensi
kebutuhan spesifikasi sistem informasi kesehatan yang handal
dan terintegrasi dicapai melalui strategi penguatan pada
komponen sumber daya, sumber data dan manajemen data.
Pencapaian dimensi kebutuhan efisiensi dan efektifitas dalam
pengelolaan sistem informasi kesehatan dicapai melalui strategi
penguatan pada komponen sumber daya.
5.3. Arsitektur Sistem Informasi Kesehatan
Penguatan sistem informasi kesehatan dilakukan dengan
mengembang-kan model sistem informasi kesehatan nasional
yaitu sistem informasi kesehatan yang terintegrasi. Sistem
informasi kesehatan yang terintegrasi adalah sistem informasi
yang menyediakan mekanisme saling hubung antar subsistem
informasi dengan berbagai cara yang sesuai. Dengan demikian
data dari satu sistem secara rutin dapat mengalir, menuju atau
diambil oleh satu atau lebih sistem yang lain.
-48-
Integrasi mencakup sistem secara teknis (sistem yang bisa
berkomunikasi antar satu sama lain) dan konten (data set yang
sama). Bentuk fisik dari sistem informasi kesehatan terintegrasi
adalah sebuah aplikasi sistem informasi yang dihubungkan
dengan aplikasi lain (aplikasi sistem informasi puskesmas, aplikasi
sistem informasi rumah sakit, dan aplikasi lainnya) sehingga
secara interoperable terjadi pertukaran data antar aplikasi.
Sistem informasi kesehatan yang terintegrasi harus mampu
interoperabilitas dan interkonektivitas tidak hanya dengan
subsistem-subsistem informasi di internal kesehatan tetapi
dengan sistem-sistem informasi lainnya yang terkait. Sistem
informasi kesehatan yang terintegrasi akan melingkupi seluruh
entitas pemangku kepentingan baik sumber data, pengelola data,
maupun pengguna data. Sistem informasi kesehatan yang
terintegrasi sekurang-kurangnya akan mencakup sistem informasi
di fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas dan jaringannya serta
jejaring fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya) sebagai
fasilitas kesehatan tingkat pertama, sistem informasi di rumah
sakit sebagai fasilitas kesehatan tingkat rujukan, sistem informasi
di dinas kesehatan kabuparen/kota dan dinas kesehatan provinsi,
sistem informasi di Kementerian Kesehatan, dan sistem informasi
di BPJS Kesehatan, serta sistem informasi di lintas sektor.
Integrasi sebagaimana dimaksud di atas bukan berarti harus
dilakukan penyatuan antara sistem-sistem informasi itu, tetapi
menyediakan mekanisme saling hubung untuk melakukan
pertukaran data sesuai peran dan tanggung jawab masing-masing.
Bila digambarkan model arsitektur sistem informasi kesehatan
nasional yang terintegrasi adalah seperti gambar di bawah ini.
-49-
Gambar 5.3. Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional
5.4. Tata Kelola Sistem Informasi Kesehatan
Pada pasal 26 Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2014
tentang Sistem Informasi Kesehatan disebutkan bahwa
pengelolaan sistem informasi dilakukan oleh:
a. Pemerintah, untuk pengelolaan satu Sistem Informasi
Kesehatan skala nasional dalam ruang lingkup Sistem
Kesehatan Nasional;
b. Pemerintah Daerah provinsi, untuk pengelolaan satu Sistem
Informasi Kesehatan skala provinsi;
c. Pemerintah Daerah kabupaten/kota, untuk pengelolaan satu
Sistem Informasi Kesehatan skala kabupaten/kota; dan
d. Fasilitas Pelayanan Kesehatan, untuk pengelolaan Sistem
Informasi Kesehatan skala Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Sistem informasi kesehatan tersebut dikelola secara
berjenjang, terkoneksi dan terintegrasi serta didukung dengan
kegiatan pemantauan, pengendalian dan evaluasi. Pengelolaan SIK
dapat dilakukan dalam bentuk: (a) perencanaan program; (b)
pengorganisasian; (c) kerjasama dan koordinasi internal dan
eksternal; (d) penguatan sumber data; (e) pendayagunaan dan
pengembangan sumber daya; (f) pembinaan dan pengawasan.
-50-
5.5. Tahapan Grand Design SIK
Peta jalan sistem informasi kesehatan merupakan
operasionalisasi dari grand design sistem informasi kesehatan
yang disusun dalam tahapan-tahapan yang berkesinambungan.
Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan 2015-2019 merupakan
dokumen yang bersifat living document, dimana dalam
perkembangannya dapat bersifat dinamis mengacu kepada
perkembangan peraturan, kebijakan, dan IPTEK.
Penguatan sistem informasi kesehatan dijabarkan dalam Peta
Jalan 2015-2019 yang dikembangkan dengan berlandaskan
kerangka kerja. Pengembangan strategi dan kegiatan pokok dalam
penguatan sistem informasi kesehatan dilakukan berdasarkan
masukan 6 (enam) komponen dan standar sistem informasi
kesehatan yang ditetapkan WHO yaitu (1) sumber daya SIK, (2)
indikator, (3) sumber data, (4) manajemen data, (5) produk
informasi, dan (6) pemanfaatan dan diseminasi.
Selanjutnya secara umum arah peta jalan sistem informasi
kesehatan pada setiap fase diarahkan pada produk sistem
informasi kesehatan yang dapat memberikan layanan informasi
kesehatan yang adekuat dengan kualifikasi disesuaikan dengan
tahapan jangka pendek menengah dan panjang. Kemudian
penerapan aplikasi sistem informasi kesehatan berbasis elektronik
serta implementasi pada institusi tingkat provinsi dan kabupaten
hingga implementasi e-kesehatan pada tingkat nasional dan
global.
Gambar 5.5. Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan
-51-
Fase 1 (2015-2019)
Diarahkan pada penyediaan sistem informasi kesehatan yang
mampu menyediakan layanan informasi kesehatan yang lebih
cepat dan valid serta memungkinkan terjadinya proses berbagi
sumber daya data bersama pada berbagai jenjang administrasi
manajemen kesehatan. Implementasi konektivitas komunikasi
data antara institusi pemerintah dengan publik (government to
public), kemudian diarahkan pada penyediaan aplikasi system
informasi kesehatan (bersifat operasional utama) berbasis
elektronik terintegrasi yang diimplementasi di institusi fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan rujukan pemerintah serta
pemangku kepentingan penunjangnya.
Fase 2 (2020-2024)
Diarahkan pada penyediaan sistem informasi kesehatan yang
mampu menyediakan layanan informasi kesehatan yang lebih
cepat dan valid serta memungkinkan terjadinya proses berbagi
sumber daya data bersama pada berbagai jenjang administrasi
manajemen kesehatan. Implementasi konektivitas komunikasi
data antara institusi sektor kesehatan pemerintah dengan sektor
swasta/private (government to business) serta antara sektor
kesehatan swasta dengan masyarakat (business to public).
Kemudian diarahkan pada pemantapan aplikasi sistem informasi
kesehatan (bersifat high potential) berbasis elektronik terintegrasi
yang diimplementasi di institusi fasilitas kesehatan tingkat
pertama dan rujukan swasta serta pemangku kepentingan
penunjangnya.
Fase 3 (2025-2029)
Diarahkan pada pemantapan sistem informasi kesehatan yang
mampu menyediakan layanan informasi kesehatan yang lebih
cepat dan valid serta memungkinkan terjadinya proses berbagi
sumber daya data bersama pada berbagai jenjang administrasi
manajemen kesehatan. Implementasi konektivitas komunikasi
data antara institusi sektor kesehatan swasta dengan swasta
(Business to Business). Kemudian diarahkan pada pemantapan
aplikasi sistem informasi kesehatan (bersifat high potential)
berbasis electronic health (e-kesehatan) terintegrasi yang
diimplementasi khususnya di sektor publik yang berjaminan mutu
-52-
dengan standar internasional, serta penerapan e-kesehatan di
semua pemangku kepentingan.
Fase 4 (2030-2034)
Diarahkan pada penyediaan sistem informasi kesehatan yang
mampu menyediakan layanan informasi kesehatan global yang
lebih cepat dan valid serta memungkinkan terjadinya proses
berbagi sumber daya data bersama pada berbagai jenjang
administrasi manajemen kesehatan. Kemudian diarahkan pada
pemantapan aplikasi system informasi kesehatan (bersifat
strategic) berbasis electronic health (e-kesehatan) dengan jaringan
global terintegrasi yang diimplementasi berjaminan mutu dengan
standar internasional, serta pemantapan penerapan e-kesehatan di
semua pemangku kepentingan.
Fase 5 (2035-2039)
Diarahkan untuk melanjutkan pemantapan aplikasi sistem
informasi kesehatan (bersifat strategic) berbasis electronic health
(e-kesehatan) dengan jaringan global terintegrasi yang
diimplementasi berjaminan mutu dengan standar internasional,
serta pemantapan penerapan e-kesehatan di semua pemangku
kepentingan.
Agar upaya pencapaian visi sistem informasi kesehatan
menjadi terarah, misi sistem informasi kesehatan perlu dijabarkan
menjadi strategi-strategi dan kegiatan-kegiatan pokok dari Peta
Jalan Sistem Informasi Kesehatan 2015-2019. Selanjutnya
ditentukan keluaran dari masing-masing strategi dan indikator
kinerja dari masing-masing kegiatan pokok, serta strategi untuk
menjamin keberlangsungan kegiatan sebagaimana diuraikan
selanjutnya di bawah. Indikator kinerja dari masing-masing
kegiatan pokok dan target pelaksanaannya ditentukan agar
pelaksanaan kegiatan dapat dipantau dan dievaluasi.
6. MISI, STRATEGI, KEGIATAN, DAN INDIKATOR KINERJA
Berdasarkan hasil analisis situasi terhadap sistem informasi
kesehatan saat ini serta tinjauan kedudukan sistem informasi
kesehatan dalam sistem kesehatan, maka ditetapkan kerangka
kebijakan dan grand design sistem informasi kesehatan sebagaimana
diuraikan dalam bab sebelumnya. Dalam rangka mewujudkan visi dan
-53-
misi sistem informasi kesehatan disusun strategi, indikator kinerja,
dan kegiatan yang akan dilakukan.
6.1. Misi 1. Memperkuat Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan
yang meliputi Kebijakan, Regulasi, Standarisasi, Koordinasi,
Perencanaan, Pendanaan, Sumber Daya Manusia, Infrastruktur,
dan Kelembagaan
Sebagaimana diketahui bahwa penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan sudah pada arah yang tepat walaupun
berbagai permasalahan masih dihadapi. Permasalahan yang
dihadapi saat ini antara lain lemahnya tata kelola, fragmentasi,
dan lemahnya manajemen data, yang satu dengan yang lain saling
berkaitan. Hal itu disebabkan masih lemahnya aspek dasar yaitu
sumber daya sistem informasi kesehatan. Hasil penilaian sistem
informasi kesehatan dan evaluasi pelaksanaan peta jalan sistem
informasi kesehatan lima tahun sebelumnya menunjukkan bahwa
aspek sumber daya masih memerlukan penguatan yang lebih.
Oleh karena itu, dalam peta jalan ini perlu dilakukan penguatan
sumber daya sistem informasi kesehatan.
Oleh karena sumber daya dalam penyelengaraan sistem
informasi kesehatan merupakan aspek dasar sebagai landasan
pijak, arah tujuan, dan modal dasar kekuatan, maka sumber daya
sistem informasi kesehatan menjadi suatu hal yang harus terlebih
dahulu diperhatikan di awal pengembangan dan penguatan sistem
informasi kesehatan. Kebijakan dan perencanaan sistem informasi
kesehatan merupakan landasan, arah tujuan, dan langkah upaya
pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan.
Regulasi dan standarisasi sistem informasi kesehatan merupakan
pengaturan atau pedoman pelaksanaan sistem informasi
kesehatan di tingkat pusat, provinsi/kabupaten/kota, dan fasilitas
pelayanan kesehatan. Pendanaan, sumber daya manusia,
infrastruktur, dan kelembagaan sistem informasi kesehatan
merupakan modal dasar kekuatan untuk dapat menyelenggarakan
sistem informasi kesehatan, tanpa modal dasar ini
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan tidak dapat
dilaksanakan.
Misi ini merupakan arah langkah strategis penyelenggaraan
sistem informasi kesehatan yang dilakukan melalui penguatan
-54-
aspek sumber daya sistem informasi kesehatan. Sumber daya
sistem informasi kesehatan merupakan aspek dasar
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan yang meliputi
regulasi, kebijakan, koordinasi, perencanaan, pendanaan,
ketenagaan, infrastruktur, dan kelembagaan. Sedangkan tujuan
dari misi ini adalah memberikan landasan pijak, arah tujuan, dan
modal dasar kekuatan dalam penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan. Berikut ini dipilih beberapa strategi untuk
mewujudkan misi tersebut, sebagai berikut:
Strategi 1. Menetapkan Kebijakan dan Regulasi Sistem Informasi
Kesehatan.
Kebijakan sistem informasi kesehatan merupakan landasan
dan arah tujuan serta langkah upaya pengembangan dan
penguatan sistem informasi kesehatan. Masih lemahnya kebijakan
sistem informasi kesehatan menjadi isu penting. Oleh karenanya,
diperlukan penataan atau pembenahan kebijakan sistem
informasi kesehatan serta penyusunan rencana yang tepat.
Strategi ini merupakan titik awal penting yang harus diperhatikan
dalam pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan.
Maksud dari strategi ini adalah menyusun dan menetapkan
landasan dan arah tujuan sistem informasi kesehatan serta
menyusun perencanaan dan memilih langkah upaya
pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan yang
tepat. Sedangkan tujuan strategi ini adalah tersedianya kebijakan
sistem informasi kesehatan dan tersusunnya regulasi sistem
informasi kesehatan yang tepat.
Upaya yang dilakukan dalam strategi ini antara lain adalah
(1) identifikasi kebutuhan kebijakan dan regulasi termasuk
perencanaan sistem informasi kesehatan; (2) penyusunan
kebijakan dan regulasi terkait sistem informasi kesehatan sesuai
prioritas kebutuhan; (3) penyusunan perencanaan sistem
informasi kesehatan yang tepat; dan (4) Sosialisasi kebijakan dan
regulasi sistem informasi kesehatan.
Indikator kinerja dari strategi ini adalah jumlah kebijakan
yang terkait dengan sistem informasi kesehatan.
-55-
Strategi 2. Mengembangkan dan Menetapkan Standar Sistem
Informasi Kesehatan.
Standar merupakan salah satu aspek dasar sistem informasi
kesehatan. Standarisasi sistem informasi kesehatan merupakan
pedoman pelaksanaan sistem informasi kesehatan di tingkat
pusat, provinsi/kabupaten/kota, dan fasilitas pelayanan
kesehatan. Lemahnya standar sistem informasi kesehatan menjadi
salah satu kendala dalam mengoptimalkan penyelenggaraan
sistem informasi kesehatan. Masalah tata kelola dan fragmentasi
adalah akibat dari lemahnya standar sistem informasi kesehatan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya penataan atau pembenahan
standar sistem informasi kesehatan. Dengan demikian, strategi ini
menjadi salah satu langkah penting untuk menyediakan standar
dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan.
Maksud dari strategi ini adalah menyusun dan menetapkan
standar sistem informasi kesehatan berupa pedoman dan
petunjuk teknis sistem informasi kesehatan yang diatur melalui
peraturan menteri. Sedangkan tujuan strategi ini adalah
tersedianya standar untuk penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan.
Upaya yang dilakukan dalam strategi ini antara lain adalah
(1) identifikasi kebutuhan standar sistem informasi kesehatan; (2)
penyusunan standar terkait sistem informasi kesehatan sesuai
prioritas kebutuhan; (3) sosialisasi standar sistem informasi
kesehatan; dan (4) penerapan srandar sistem informasi kesehatan.
Penyusunan standar sistem informasi kesehatan khususnya SNI
informatika kesehatan akan dibantu oleh suatu komite teknis.
Indikator kinerja dari strategi ini adalah jumlah standar
sistem informasi kesehatan.
Strategi 3. Meningkatan Pendanaan Sistem Informasi Kesehatan.
Pendanaan merupakan salah satu aspek dasar sistem
informasi kesehatan. Pendanaan sistem informasi kesehatan
adalah modal kekuatan untuk dapat terselenggaranya sistem
informasi kesehatan. Aspek pendanaan terkait dengan semua
aspek lain dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan.
Tanpa adanya pendanaan, penyelenggaraan sistem informasi
-56-
kesehatan tidak dapat dilaksanakan. Saat ini, alokasi anggaran
sistem informasi kesehatan relatif sudah cukup baik terutama di
tingkat pusat namun masih perlu ditingkatkan. Sedangkan
alokasi anggaran sistem informasi kesehatan di daerah masih
sangat bervariasi, tergantung kemampuan dan komitmen daerah.
Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan alokasi anggaran
sistem informasi kesehatan nasional dan pengalokasian anggaran
untuk penyelenggaraan sistem informasi kesehatan di daerah.
Strategi ini menjadi salah satu langkah penting untuk
menyediakan regulasi dan standar dalam penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan.
Maksud dari strategi ini adalah mengupayakan kenaikan
alokasi anggaran sistem informasi kesehatan nasional dan
mengupayakan ketersediaan alokasi anggaran sistem informasi
kesehatan di daerah. Sedangkan tujuan strategi ini adalah
terwujudnya peningkatan pendanaan untuk penyelenggaraan
sistem informasi kesehatan.
Upaya yang dilakukan dalam strategi ini antara lain adalah
(1) penyusunan anggaran berdasarkan perencanaan sistem
informasi kesehatan yang telah ditetapkan; (2) koordinasi intensif
dengan Biro Perencanaan dan Anggaran dan unit lain yang
terkait; (3) identifikasi provinsi dan kabupaten/kota yang belum
mengalokasikan anggaran untuk sistem informasi kesehatan; dan
(4) koordinasi dan advokasi kepada provinsi dan kabupaten/kota.
Indikator kinerja dari strategi ini adalah (1) persentase
kenaikan anggaran sistem informasi kesehatan nasional; dan (2)
persentase provinsi dan kabupaten/kota yang mengalokasikan
anggaran untuk sistem informasi kesehatan.
Strategi 4. Memperkuat Perangkat Sistem Informasi Kesehatan di
Pusat dan Daerah.
Perangkat atau infrastruktur sistem informasi kesehatan juga
merupakan salah satu aspek dasar dari sistem informasi
kesehatan. Perangkat sistem informasi kesehatan adalah
komponen penting untuk menyelenggarakan sistem informasi
kesehatan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
saat ini tentunya memberikan peluang positif bagi
-57-
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Penyelenggaraan
sistem informasi kesehatan dapat dilakukan secara elektronik
agar lebih efisien. Hanya saja harus bijak dalam memilih teknologi
yang ada. Dalam rangka pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi untuk penyelenggaraan sistem informasi kesehatan,
maka diperlukan penyediaan perangkat atau infrastruktur sistem
teknologi informasi yang kuat. Strategi ini merupakan salah satu
langkah untuk memenuhi kebutuhan perangkat atau
infrastruktur dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan
di pusat dan daerah.
Maksud dari strategi ini adalah menyediakan perangkat
sistem informasi kesehatan yang kuat baik di pusat maupun
daerah yang mencakup antara lain aplikasi sistem informasi
Puskesmas, aplikasi sistem informasi rumah sakit, dan jaringan
komunikasi data, serta infrastruktur pusat jaringan (data center).
Sedangkan tujuan strategi ini adalah tersedianya perangkat
sistem informasi kesehatan yang kuat baik di pusat maupun
daerah mengoptimalkan penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan yang efisien.
Upaya yang dilakukan dalam strategi ini antara lain adalah
(1) sosialisasi penggunaan aplikasi SIKDA Generik atau aplikasi
lain yang setara; (2) bimbingan teknis dan pendampingan
penggunaan aplikasi SIKDA Generik atau aplikasi lain yang
setara; (3) sosialisasi penggunaan aplikasi SIRS; (4) bimbingan
teknis dan pendampingan penggunaan aplikasi SIRS; (5) evaluasi
untuk memetakan kemampuan dan kebutuhan infrastruktur; (6)
penyediaan jaringan komunikasi data; (7) penyediaan
infrastruktur pusat jaringan (data center); dan (8) koordinasi dan
advokasi lintas sektor/lembaga dalam penyediaan jaringan
komunikasi data di daerah.
Indikator kinerja dari strategi ini adalah (1) jumlah
puskesmas yang menggunakan aplikasi SIKDA Generik atau
aplikasi lain yang setara; (2) persentase rumah sakit yang
menggunakan aplikasi Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS); dan
(3) tersedianya jaringan komunikasi data di fasilitas pelayanan
kesehatan untuk akses pelayanan e-kesehatan.
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019
SIK 2015-2019

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Materi inti 13 determinan kesehatan
Materi inti 13 determinan kesehatanMateri inti 13 determinan kesehatan
Materi inti 13 determinan kesehatanTini Wartini
 
Sistem informasi kesehatan & management data kesehatan
Sistem informasi kesehatan & management data kesehatan Sistem informasi kesehatan & management data kesehatan
Sistem informasi kesehatan & management data kesehatan Rofiqoh Damayanti
 
Diet Pada Ibu Hamil dengan Preeklampsia
Diet Pada Ibu Hamil dengan PreeklampsiaDiet Pada Ibu Hamil dengan Preeklampsia
Diet Pada Ibu Hamil dengan PreeklampsiaWira Rotinsulu
 
Laporan PKL Rekam Medis
Laporan PKL Rekam MedisLaporan PKL Rekam Medis
Laporan PKL Rekam Medishalimah uminur
 
Pelayanan daerah terpencil
Pelayanan daerah terpencilPelayanan daerah terpencil
Pelayanan daerah terpencilJoni Iswanto
 
Model perencanaan program promosi kesehatan
Model perencanaan program promosi kesehatanModel perencanaan program promosi kesehatan
Model perencanaan program promosi kesehatanYurie Arsyad Temenggung
 
Buletin Surveilans & Imunisasi Edisi I Maret 2020
Buletin Surveilans & Imunisasi  Edisi I Maret 2020Buletin Surveilans & Imunisasi  Edisi I Maret 2020
Buletin Surveilans & Imunisasi Edisi I Maret 2020Ditjen P2P Kemenkes
 
Kegiatan pokok surveilans
Kegiatan pokok surveilansKegiatan pokok surveilans
Kegiatan pokok surveilansraysa hasdi
 
Metode promosi kesehatan
Metode promosi kesehatanMetode promosi kesehatan
Metode promosi kesehatanSukistinah
 
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasien
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasienDialog komunikasi terapeutik perawat danpasien
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasienzulindarisma
 
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan MasyarakatPromosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan MasyarakatTini Wartini
 
Early diagnosis and prompt treatment 2020
Early diagnosis and prompt treatment 2020Early diagnosis and prompt treatment 2020
Early diagnosis and prompt treatment 2020rickygunawan84
 
Perencanaan Keperawatan
Perencanaan KeperawatanPerencanaan Keperawatan
Perencanaan KeperawatanUwes Chaeruman
 
kedudukan, Struktur Organisasi dan tata kerja Puskesmas
kedudukan, Struktur Organisasi dan tata kerja Puskesmaskedudukan, Struktur Organisasi dan tata kerja Puskesmas
kedudukan, Struktur Organisasi dan tata kerja PuskesmasLindarti Marsiyah
 

La actualidad más candente (20)

Materi inti 13 determinan kesehatan
Materi inti 13 determinan kesehatanMateri inti 13 determinan kesehatan
Materi inti 13 determinan kesehatan
 
Makalah konsep perilaku
Makalah konsep perilakuMakalah konsep perilaku
Makalah konsep perilaku
 
Sistem informasi kesehatan & management data kesehatan
Sistem informasi kesehatan & management data kesehatan Sistem informasi kesehatan & management data kesehatan
Sistem informasi kesehatan & management data kesehatan
 
Diet Pada Ibu Hamil dengan Preeklampsia
Diet Pada Ibu Hamil dengan PreeklampsiaDiet Pada Ibu Hamil dengan Preeklampsia
Diet Pada Ibu Hamil dengan Preeklampsia
 
Laporan PKL Rekam Medis
Laporan PKL Rekam MedisLaporan PKL Rekam Medis
Laporan PKL Rekam Medis
 
Pelayanan daerah terpencil
Pelayanan daerah terpencilPelayanan daerah terpencil
Pelayanan daerah terpencil
 
Model perencanaan program promosi kesehatan
Model perencanaan program promosi kesehatanModel perencanaan program promosi kesehatan
Model perencanaan program promosi kesehatan
 
Materi case control
Materi case controlMateri case control
Materi case control
 
Mpi.3 pokok bahasan 2
Mpi.3 pokok bahasan 2Mpi.3 pokok bahasan 2
Mpi.3 pokok bahasan 2
 
Buletin Surveilans & Imunisasi Edisi I Maret 2020
Buletin Surveilans & Imunisasi  Edisi I Maret 2020Buletin Surveilans & Imunisasi  Edisi I Maret 2020
Buletin Surveilans & Imunisasi Edisi I Maret 2020
 
SISTEM INFORMASI KESEHATAN
SISTEM INFORMASI KESEHATANSISTEM INFORMASI KESEHATAN
SISTEM INFORMASI KESEHATAN
 
Kegiatan pokok surveilans
Kegiatan pokok surveilansKegiatan pokok surveilans
Kegiatan pokok surveilans
 
Metode promosi kesehatan
Metode promosi kesehatanMetode promosi kesehatan
Metode promosi kesehatan
 
Mortalitas dan Morbiditas
Mortalitas dan MorbiditasMortalitas dan Morbiditas
Mortalitas dan Morbiditas
 
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasien
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasienDialog komunikasi terapeutik perawat danpasien
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasien
 
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan MasyarakatPromosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
 
Early diagnosis and prompt treatment 2020
Early diagnosis and prompt treatment 2020Early diagnosis and prompt treatment 2020
Early diagnosis and prompt treatment 2020
 
Perencanaan Keperawatan
Perencanaan KeperawatanPerencanaan Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
 
Makalah gizi masyarakat
Makalah gizi masyarakatMakalah gizi masyarakat
Makalah gizi masyarakat
 
kedudukan, Struktur Organisasi dan tata kerja Puskesmas
kedudukan, Struktur Organisasi dan tata kerja Puskesmaskedudukan, Struktur Organisasi dan tata kerja Puskesmas
kedudukan, Struktur Organisasi dan tata kerja Puskesmas
 

Similar a SIK 2015-2019

Sistem informasi Kesehatan KLP II.pptx
Sistem informasi Kesehatan KLP II.pptxSistem informasi Kesehatan KLP II.pptx
Sistem informasi Kesehatan KLP II.pptxFatimahAzZahraUmmu
 
Sistem_Informasi_Kesehatan_Di_Indonesia.docx
Sistem_Informasi_Kesehatan_Di_Indonesia.docxSistem_Informasi_Kesehatan_Di_Indonesia.docx
Sistem_Informasi_Kesehatan_Di_Indonesia.docxTriLestari807762
 
SISTEM_INFORMASI_NASIONAL_(SIKNAS)_Dan_SIKDa_(3)-1[61977].pptx
SISTEM_INFORMASI_NASIONAL_(SIKNAS)_Dan_SIKDa_(3)-1[61977].pptxSISTEM_INFORMASI_NASIONAL_(SIKNAS)_Dan_SIKDa_(3)-1[61977].pptx
SISTEM_INFORMASI_NASIONAL_(SIKNAS)_Dan_SIKDa_(3)-1[61977].pptxfaridagushybana
 
1. DTO_Kebijakan Platform SatuSehat 2023.pdf
1. DTO_Kebijakan Platform SatuSehat 2023.pdf1. DTO_Kebijakan Platform SatuSehat 2023.pdf
1. DTO_Kebijakan Platform SatuSehat 2023.pdfssuser41942f
 
Sistem Informasi Kesehatan - Sebuah Pengantar
Sistem Informasi Kesehatan - Sebuah PengantarSistem Informasi Kesehatan - Sebuah Pengantar
Sistem Informasi Kesehatan - Sebuah PengantarGeri Sugiran Abdul Sukur
 
Surat Edaran Dirjen Yankes ttg Penyelenggaraan RME yang Terinteroperabilitas ...
Surat Edaran Dirjen Yankes ttg Penyelenggaraan RME yang Terinteroperabilitas ...Surat Edaran Dirjen Yankes ttg Penyelenggaraan RME yang Terinteroperabilitas ...
Surat Edaran Dirjen Yankes ttg Penyelenggaraan RME yang Terinteroperabilitas ...Anonymous7CziWs
 
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rs
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rsPmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rs
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rsGeri Sugiran Abdul Sukur
 
ERNI-WIDIAN - 108114002 - 108114006
ERNI-WIDIAN - 108114002 - 108114006ERNI-WIDIAN - 108114002 - 108114006
ERNI-WIDIAN - 108114002 - 108114006Ernii Yunia Nugroho
 
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdfPermenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdfApotikTrisakti
 
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdfPermenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdfErnaSuratinengseh
 
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdfPermenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdfErnaSuratinengseh
 
SISTEM INFORMASI KESEHATAN_.pptx
SISTEM INFORMASI KESEHATAN_.pptxSISTEM INFORMASI KESEHATAN_.pptx
SISTEM INFORMASI KESEHATAN_.pptxSRIRAHAYUSETYAWATI
 
pemenkes 82 2013 simrs.pdf
pemenkes 82 2013 simrs.pdfpemenkes 82 2013 simrs.pdf
pemenkes 82 2013 simrs.pdfrahmee1
 
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rs
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rsPmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rs
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rsRobiSiswara1
 
PMK No. 82 ttg Sistem Informasi Manajemen RS.pdf
PMK No. 82 ttg Sistem Informasi Manajemen RS.pdfPMK No. 82 ttg Sistem Informasi Manajemen RS.pdf
PMK No. 82 ttg Sistem Informasi Manajemen RS.pdfGracesaradmn
 
PERMENKES No. 82 Tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
PERMENKES No. 82 Tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah SakitPERMENKES No. 82 Tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
PERMENKES No. 82 Tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah SakitArmin Kobain
 
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdf
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdfPermenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdf
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdfMuh Saleh
 

Similar a SIK 2015-2019 (20)

Buletin sik-2016
Buletin sik-2016Buletin sik-2016
Buletin sik-2016
 
Sistem informasi Kesehatan KLP II.pptx
Sistem informasi Kesehatan KLP II.pptxSistem informasi Kesehatan KLP II.pptx
Sistem informasi Kesehatan KLP II.pptx
 
Sistem_Informasi_Kesehatan_Di_Indonesia.docx
Sistem_Informasi_Kesehatan_Di_Indonesia.docxSistem_Informasi_Kesehatan_Di_Indonesia.docx
Sistem_Informasi_Kesehatan_Di_Indonesia.docx
 
SISTEM_INFORMASI_NASIONAL_(SIKNAS)_Dan_SIKDa_(3)-1[61977].pptx
SISTEM_INFORMASI_NASIONAL_(SIKNAS)_Dan_SIKDa_(3)-1[61977].pptxSISTEM_INFORMASI_NASIONAL_(SIKNAS)_Dan_SIKDa_(3)-1[61977].pptx
SISTEM_INFORMASI_NASIONAL_(SIKNAS)_Dan_SIKDa_(3)-1[61977].pptx
 
1. DTO_Kebijakan Platform SatuSehat 2023.pdf
1. DTO_Kebijakan Platform SatuSehat 2023.pdf1. DTO_Kebijakan Platform SatuSehat 2023.pdf
1. DTO_Kebijakan Platform SatuSehat 2023.pdf
 
Sistem Informasi Kesehatan - Sebuah Pengantar
Sistem Informasi Kesehatan - Sebuah PengantarSistem Informasi Kesehatan - Sebuah Pengantar
Sistem Informasi Kesehatan - Sebuah Pengantar
 
Surat Edaran Dirjen Yankes ttg Penyelenggaraan RME yang Terinteroperabilitas ...
Surat Edaran Dirjen Yankes ttg Penyelenggaraan RME yang Terinteroperabilitas ...Surat Edaran Dirjen Yankes ttg Penyelenggaraan RME yang Terinteroperabilitas ...
Surat Edaran Dirjen Yankes ttg Penyelenggaraan RME yang Terinteroperabilitas ...
 
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rs
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rsPmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rs
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rs
 
SISTEM INFORMASI KESEHATAN
SISTEM INFORMASI KESEHATANSISTEM INFORMASI KESEHATAN
SISTEM INFORMASI KESEHATAN
 
ERNI-WIDIAN - 108114002 - 108114006
ERNI-WIDIAN - 108114002 - 108114006ERNI-WIDIAN - 108114002 - 108114006
ERNI-WIDIAN - 108114002 - 108114006
 
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdfPermenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
 
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdfPermenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
 
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdfPermenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
Permenkes Nomor 21 Tahun 2020.pdf
 
SISTEM INFORMASI KESEHATAN_.pptx
SISTEM INFORMASI KESEHATAN_.pptxSISTEM INFORMASI KESEHATAN_.pptx
SISTEM INFORMASI KESEHATAN_.pptx
 
pemenkes 82 2013 simrs.pdf
pemenkes 82 2013 simrs.pdfpemenkes 82 2013 simrs.pdf
pemenkes 82 2013 simrs.pdf
 
SIMRS 2014
SIMRS 2014SIMRS 2014
SIMRS 2014
 
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rs
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rsPmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rs
Pmk no. 82 ttg sistem informasi manajemen rs
 
PMK No. 82 ttg Sistem Informasi Manajemen RS.pdf
PMK No. 82 ttg Sistem Informasi Manajemen RS.pdfPMK No. 82 ttg Sistem Informasi Manajemen RS.pdf
PMK No. 82 ttg Sistem Informasi Manajemen RS.pdf
 
PERMENKES No. 82 Tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
PERMENKES No. 82 Tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah SakitPERMENKES No. 82 Tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
PERMENKES No. 82 Tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
 
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdf
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdfPermenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdf
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdf
 

Más de Dokter Tekno

Strategi Peningkatan IKS Program Indonesia Sehat Dengan PIS PK
Strategi Peningkatan IKS Program Indonesia Sehat Dengan PIS PKStrategi Peningkatan IKS Program Indonesia Sehat Dengan PIS PK
Strategi Peningkatan IKS Program Indonesia Sehat Dengan PIS PKDokter Tekno
 
Presentasi Sosialisasi Kantin Sehat
Presentasi Sosialisasi Kantin Sehat Presentasi Sosialisasi Kantin Sehat
Presentasi Sosialisasi Kantin Sehat Dokter Tekno
 
User manual simrs gos versi 2
User manual simrs gos versi 2User manual simrs gos versi 2
User manual simrs gos versi 2Dokter Tekno
 
Petunjuk teknis siranap v.2.1
Petunjuk teknis siranap v.2.1Petunjuk teknis siranap v.2.1
Petunjuk teknis siranap v.2.1Dokter Tekno
 
8. triyani kars pengelolaan data asuhan gizi desember 2018
8. triyani   kars pengelolaan data asuhan gizi desember 20188. triyani   kars pengelolaan data asuhan gizi desember 2018
8. triyani kars pengelolaan data asuhan gizi desember 2018Dokter Tekno
 
7. dr nico sirsak-asuhan medis 2018-12
7. dr nico sirsak-asuhan medis 2018-127. dr nico sirsak-asuhan medis 2018-12
7. dr nico sirsak-asuhan medis 2018-12Dokter Tekno
 
6. november 2018 penerapan sisrute, siranap dan sirajal di rsws dr khalid
6. november  2018 penerapan sisrute, siranap dan sirajal di rsws   dr khalid6. november  2018 penerapan sisrute, siranap dan sirajal di rsws   dr khalid
6. november 2018 penerapan sisrute, siranap dan sirajal di rsws dr khalidDokter Tekno
 
5. dr rr tutik pengelolaan askep sirsak desember 2018
5. dr rr tutik   pengelolaan askep sirsak desember 20185. dr rr tutik   pengelolaan askep sirsak desember 2018
5. dr rr tutik pengelolaan askep sirsak desember 2018Dokter Tekno
 
4. dr diyurman gea materi ws sirsak - des 2018
4. dr  diyurman gea   materi ws sirsak - des 20184. dr  diyurman gea   materi ws sirsak - des 2018
4. dr diyurman gea materi ws sirsak - des 2018Dokter Tekno
 
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018revDokter Tekno
 
2. dr agus hadian rahim integrasi simrs gos - sirsak
2. dr agus hadian rahim  integrasi simrs gos - sirsak2. dr agus hadian rahim  integrasi simrs gos - sirsak
2. dr agus hadian rahim integrasi simrs gos - sirsakDokter Tekno
 
1.asuhan 4.0 serta peran dan manfaat sirsak bagi rs dan akreditasi
1.asuhan 4.0 serta peran dan manfaat sirsak bagi rs dan akreditasi1.asuhan 4.0 serta peran dan manfaat sirsak bagi rs dan akreditasi
1.asuhan 4.0 serta peran dan manfaat sirsak bagi rs dan akreditasiDokter Tekno
 
Konsep dan Implementasi Vedika dan Kelengkapannya
Konsep dan Implementasi Vedika dan KelengkapannyaKonsep dan Implementasi Vedika dan Kelengkapannya
Konsep dan Implementasi Vedika dan KelengkapannyaDokter Tekno
 
Implementasi Aplikasi E-Klaim V5
Implementasi Aplikasi E-Klaim V5Implementasi Aplikasi E-Klaim V5
Implementasi Aplikasi E-Klaim V5Dokter Tekno
 
Penatalaksanaan penyelesaian dispute klaim
Penatalaksanaan penyelesaian dispute klaimPenatalaksanaan penyelesaian dispute klaim
Penatalaksanaan penyelesaian dispute klaimDokter Tekno
 

Más de Dokter Tekno (20)

Buku Saku Pasien
Buku Saku PasienBuku Saku Pasien
Buku Saku Pasien
 
Strategi Peningkatan IKS Program Indonesia Sehat Dengan PIS PK
Strategi Peningkatan IKS Program Indonesia Sehat Dengan PIS PKStrategi Peningkatan IKS Program Indonesia Sehat Dengan PIS PK
Strategi Peningkatan IKS Program Indonesia Sehat Dengan PIS PK
 
Presentasi Sosialisasi Kantin Sehat
Presentasi Sosialisasi Kantin Sehat Presentasi Sosialisasi Kantin Sehat
Presentasi Sosialisasi Kantin Sehat
 
User manual simrs gos versi 2
User manual simrs gos versi 2User manual simrs gos versi 2
User manual simrs gos versi 2
 
Petunjuk teknis siranap v.2.1
Petunjuk teknis siranap v.2.1Petunjuk teknis siranap v.2.1
Petunjuk teknis siranap v.2.1
 
8. triyani kars pengelolaan data asuhan gizi desember 2018
8. triyani   kars pengelolaan data asuhan gizi desember 20188. triyani   kars pengelolaan data asuhan gizi desember 2018
8. triyani kars pengelolaan data asuhan gizi desember 2018
 
7. dr nico sirsak-asuhan medis 2018-12
7. dr nico sirsak-asuhan medis 2018-127. dr nico sirsak-asuhan medis 2018-12
7. dr nico sirsak-asuhan medis 2018-12
 
6. november 2018 penerapan sisrute, siranap dan sirajal di rsws dr khalid
6. november  2018 penerapan sisrute, siranap dan sirajal di rsws   dr khalid6. november  2018 penerapan sisrute, siranap dan sirajal di rsws   dr khalid
6. november 2018 penerapan sisrute, siranap dan sirajal di rsws dr khalid
 
5. dr rr tutik pengelolaan askep sirsak desember 2018
5. dr rr tutik   pengelolaan askep sirsak desember 20185. dr rr tutik   pengelolaan askep sirsak desember 2018
5. dr rr tutik pengelolaan askep sirsak desember 2018
 
4. dr diyurman gea materi ws sirsak - des 2018
4. dr  diyurman gea   materi ws sirsak - des 20184. dr  diyurman gea   materi ws sirsak - des 2018
4. dr diyurman gea materi ws sirsak - des 2018
 
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev
 
2. dr agus hadian rahim integrasi simrs gos - sirsak
2. dr agus hadian rahim  integrasi simrs gos - sirsak2. dr agus hadian rahim  integrasi simrs gos - sirsak
2. dr agus hadian rahim integrasi simrs gos - sirsak
 
1.asuhan 4.0 serta peran dan manfaat sirsak bagi rs dan akreditasi
1.asuhan 4.0 serta peran dan manfaat sirsak bagi rs dan akreditasi1.asuhan 4.0 serta peran dan manfaat sirsak bagi rs dan akreditasi
1.asuhan 4.0 serta peran dan manfaat sirsak bagi rs dan akreditasi
 
Skm 2018
Skm 2018Skm 2018
Skm 2018
 
Skm andi
Skm andiSkm andi
Skm andi
 
Contoh kuisioner
Contoh kuisionerContoh kuisioner
Contoh kuisioner
 
Konsep dan Implementasi Vedika dan Kelengkapannya
Konsep dan Implementasi Vedika dan KelengkapannyaKonsep dan Implementasi Vedika dan Kelengkapannya
Konsep dan Implementasi Vedika dan Kelengkapannya
 
Implementasi Aplikasi E-Klaim V5
Implementasi Aplikasi E-Klaim V5Implementasi Aplikasi E-Klaim V5
Implementasi Aplikasi E-Klaim V5
 
Penatalaksanaan penyelesaian dispute klaim
Penatalaksanaan penyelesaian dispute klaimPenatalaksanaan penyelesaian dispute klaim
Penatalaksanaan penyelesaian dispute klaim
 
Overview inacbg
Overview inacbgOverview inacbg
Overview inacbg
 

Último

RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxrobert531746
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppticha582186
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFRisaFatmasari
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilancahyadewi17
 
oscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionoscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionolivia371624
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxLinaWinarti1
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptRaniNarti
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptAyuMustika17
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiAviyudaPrabowo1
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxUswaTulFajri
 
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfD3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfSuryani549935
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...WulanNovianti7
 
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxHIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxgastroupdate
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxnadiasariamd
 

Último (17)

RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
 
oscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionoscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung function
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
 
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfD3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
 
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxHIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
 

SIK 2015-2019

  • 1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG PETA JALAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan penguatan sistem informasi kesehatan untuk menghasilkan data dan informasi kesehatan yang andal dan mudah diakses; b. bahwa dalam rangka penguatan sistem informasi kesehatan yang ideal perlu disusun acuan kebijakan dan perencanaan sistem informasi kesehatan sebagai landasan, arah, dan tujuan, serta tahapan pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan nasional dalam lima tahun ke depan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015- 2019;
  • 2. -2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3638); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5542); 7. Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2014 tentang Rencana Pitalebar Indonesia 2014-2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 220);
  • 3. -3- 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 92 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Data Dalam Sistem Informasi Kesehatan Terintegrasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1954); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PETA JALAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN TAHUN 2015- 2019. Pasal 1 (1) Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015- 2019 digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lain dalam upaya pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan nasional dalam lima tahun ke depan agar terwujud sistem informasi kesehatan yang ideal. (2) Dalam melakukan upaya pengembangan dan penguatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan sebagai berikut: a. Pemerintah melakukan standarisasi, pengelolaan, dan pengembangan sistem informasi kesehatan skala nasional serta fasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan skala daerah; b. Pemerintah Daerah Provinsi melakukan pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kesehatan skala provinsi; dan c. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kesehatan skala kabupaten/kota. Pasal 2 (1) Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015- 2019 memuat visi, misi, strategi, kegiatan, dan indikator kinerja yang dilakukan dalam upaya
  • 4. -4- pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan nasional dalam lima tahun ke depan. (2) Untuk mengukur keberhasilan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun Matriks Target Capaian Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan 2015- 2019. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015-2019 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan matriks target capaian Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan 2015-2019 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 3 Unit kerja Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab di bidang data dan informasi kesehatan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dalam Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015- 2019 berdasarkan indikator kinerja. Pasal 4 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 192/Menkes/SK/VI/2012 tentang Roadmap Rencana Aksi Penguatan Sistem Informasi Kesehatan Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 5 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal dindangkan.
  • 5. -5- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2015 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NILA FARID MOELOEK Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 Januari 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 77
  • 6. -6- LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG PETA JALAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN TAHUN 2015-2019 PETA JALAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN TAHUN 2015-2019 1. PENDAHULUAN Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum cita- cita bangsa Indonesia yang juga merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu. Salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita- cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia, sehingga pembangunan kesehatan harus dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan. Pembangunan kesehatan dilaksanakan oleh seluruh komponen bangsa untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi, terutama untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing bangsa.
  • 7. -7- 1.1. Latar Belakang Tantangan pembangunan kesehatan menuntut adanya dukungan sumber daya yang cukup, serta arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan yang tepat. Namun, seringkali para pembuat kebijakan di bidang kesehatan mengalami kesulitan dalam hal pengambilan keputusan yang tepat karena keterbatasan atau ketidaktersediaan data dan informasi yang akurat, tepat, dan cepat. Data dan informasi merupakan sumber daya yang sangat strategis dalam pengelolaan pembangunan kesehatan, yaitu pada proses manajemen, pengambilan keputusan, kepemerintahan, dan penerapan akuntabilitas. Oleh karenanya dalam Pasal 168 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan. Informasi kesehatan dimaksud dilakukan melalui sistem informasi dan melalui lintas sektor. Di samping itu, dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan. Informasi kesehatan diartikan sebagai data kesehatan yang telah diolah atau diproses menjadi bentuk yang mengandung nilai dan makna yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan dalam mendukung pembangunan kesehatan. Data dan informasi inilah yang kemudian menjadi acuan dalam proses manajemen, pengambilan keputusan, perencanaan, dan akuntabilitas. Namun hingga saat ini sistem informasi kesehatan yang ada belum mampu menyediakan data dan informasi yang akurat, tepat waktu, dan cepat. Hasil penilaian sistem informasi kesehatan dengan menggunakan perangkat penilaian dari Health Metric Network (HMN) yang dilakukan pada tahun 2012 menunjukkan bahwa keenam komponen penyelenggaraan sistem informasi kesehatan belum cukup memadai, terutama untuk komponen manajemen data masih kurang. Namun demikian, jika dibandingkan dengan tahun 2007 secara umum terlihat adanya perbaikan terutama pada komponen sumber daya.
  • 8. -8- Sedangkan hasil penilaian implementasi e-health (e- kesehatan) menggunakan perangkat penilaian dari Commission On Information and Accountability (COIA) tahun 2013 menunjukkan bahwa ke-6 komponen implementasi e-kesehatan yaitu kebijakan, infrastruktur, aplikasi, standar, tata kelola, dan pengamanan sudah tersedia namun belum adequat sehingga masih memerlukan banyak penguatan. Bahkan untuk komponen pengamanan data dan informasi dinilai masih sangat kurang sehingga perlu disusun atau dikembangkan lebih jauh. Hasil evaluasi pelaksanaan Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2011-2014 menunjukkan bahwa hanya sekitar 57% kegiatan yang terlaksana. Berbagai permasalahan dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pada kurun waktu itu. Terbatasnya pembiayaan adalah salah satu yang menjadi penghambat pelaksanaan kegiatan. Namun demikian, berbagai capaian keberhasilan memberikan kekuatan bergerak maju pada jejak arah penguatan sistem informasi kesehatan yang sesuai harapan. Keberhasilan dan ketidakberhasilan tersebut harus menjadi catatan penting dalam perencanaan sistem informasi kesehatan lima tahun berikut. Oleh karenanya, perencanaan sistem informasi kesehatan ke depan harus diarahkan untuk melanjutkan, mempertahankan atau memelihara, dan menyempurnakan pengintegrasian dan penguatan sistem informasi kesehatan agar mampu menyediakan data yang berkualitas, yang tentunya merujuk kepada kebijakan kesehatan dan agenda nasional. Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019, ‘meningkatnya sistem informasi kesehatan terintegrasi’ menjadi salah satu dari 12 sasaran strategis Kementerian Kesehatan. Sementara itu, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang pesat adalah peluang yang dapat memberikan kemudahan dalam pengguatan dan pengembangan sistem informasi kesehatan. Saat ini, kebutuhan untuk memanfaatan TIK dalam sistem informasi kesehatan semakin meningkat seiring dengan upaya meningkatkan kualitas, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan dan penyelenggaraan pembangunan kesehatan terlebih lagi dalam pelayanan kesehatan. Oleh
  • 9. -9- karenanya, perencanaan sistem informasi kesehatan juga harus seoptimal mungkin memanfaatkan perkembangan TIK dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan secara luas. Berpijak pada hal-hal tersebut di atas, agar sistem informasi kesehatan dapat menyediakan data/informasi yang handal dan berguna bagi proses manajemen, pengambilan keputusan, kepemerintahan, dan penerapan akuntabilitas, maka perlu disusun suatu rencana aksi atau peta jalan sistem informasi kesehatan yang komprehensif dengan mengintegrasikan upaya- upaya pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan, yang melibatkan semua pemangku kepentingan terkait. Peta jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015-2019 harus memperhatikan pelaksanaan Peta jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2011-2014, memasukkan hal-hal baru yang perlu dikembangkan yang disebabkan adanya kebutuhan organisasi, antisipasi perkembangan dalam lima tahun ke depan, dan hal lain yang perlu penguatan atau perhatian khusus. 1.2. Maksud Peta jalan Sistem Informasi Kesehatan ini adalah dokumen perencanaan sistem informasi kesehatan nasional pada tahun 2015-2019 yang bersifat indikatif, yang memuat gambaran keadaan saat ini, arah dan tujuan yang ingin dicapai, tahap pelaksanaan, sasaran dari setiap tahap, indikator pencapaian sasaran, pembiayaan, dan pengorganisasian pelaksanaan pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan nasional dalam lima tahun ke depan dalam mewujudkan sistem informasi kesehatan yang ideal. 1.3. Tujuan Peta jalan Sistem Informasi Kesehatan ini adalah untuk menyediakan acuan perencanaan sistem informasi kesehatan nasional pada tahun 2015-2019 sebagai arah, tujuan, dan tahapan pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan nasional dalam lima tahun ke depan dalam mewujudkan sistem informasi kesehatan yang ideal, yang menjamin ketersediaan, kualitas, dan akses data dan informasi kesehatan sehingga mampu menjadi alat manajemen kesehatan yang efektif.
  • 10. -10- 1.4. Sasaran Dokumen Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan ini adalah acuan bagi Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kata, dan pemangku kepentingan lain, baik lintas sektor, swasta, maupun masyarakat, dalam pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan tahun 2015-2019. 1.5. Pengertian Dalam Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan Tahun 2015- 2019 terdapat beberapa pengertian yang dipergunakan, yaitu: a. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup secara produktif, secara sosial dan ekonomis. b. Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. c. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia melalui pengelolaan berbagai upaya kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. d. Subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan adalah pengelolaan yang menghimpun berbagai upaya kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, pengaturan hukum kesehatan, pengelolaan data dan informasi kesehatan yang mendukung subsistem lainnya dari Sistem Kesehatan Nasional guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. e. Sistem Informasi Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan
  • 11. -11- atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan. f. Sistem Informasi Kesehatan yang terintegrasi adalah Sistem Informasi Kesehatan yang menyediakan mekanisme saling hubung antar subsistem informasi dan lintas sistem informasi dengan berbagai cara yang sesuai dengan keperluannya, sehingga data dari suatu sistem atau subsistem secara rutin dapat melintas/mengalir, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem atau subsistem yang lain. g. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi, serta pemindahan informasi antar media h. e-health atau e-kesehatan adalah penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di sektor kesehatan. i. Pemangku Kepentingan SIK adalah suatu unit/organisasi yang terkait dengan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan mulai dari sumber data, pengelola data, dan pengguna data yang terdiri dari pemangku kepentingan SIK di bidang kesehatan dan selain di bidang kesehatan. j. Jaringan Sistem Informasi Kesehatan Nasional yang selanjutnya disebut Jaringan SIKNAS adalah infrastruktur jaringan komunikasi data terintegrasi dengan menggunakan jaringan komputer WAN untuk menghubungkan kantor dinas kesehatan kabupaten/kota, kantor dinas kesehatan provinsi, dan institusi kesehatan lainnya, serta kantor Kementerian Kesehatan beserta UPT di daerah yang digunakan dalam penyelenggaraan Komunikasi Data. 2. PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Presiden Republik Indonesia, disusun 9 agenda prioritas yang ingin diwujudkan oleh Kabinet Kerja, atau yang dikenal dengan Nawacita. Agenda prioritas yang terkait dengan Kementrian Kesehatan adalah agenda ke 5 yaitu
  • 12. -12- mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. Sejalan dengan visi dan misi Presiden dan agenda Nawacita tersebut, rencana strategis kesehatan nasional ditujukan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat dan meningkatkan daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Kementerian Kesehatan menetapkan 12 sasaran strategis, yang salah satunya adalah ‘meningkatnya sistem informasi kesehatan terintegrasi’. Hal itu sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan terhadap data dan informasi kesehatan yang akurat, lengkap, dan tepat waktu. 2.1. Perkembangan Kesehatan Keberhasilan pembangunan kesehatan diukur melalui capaian indikator derajat kesehatan dengan menggunakan beberapa indikator yang mencerminkan kondisi mortalitas (kematian), status gizi, dan morbiditas (kesakitan) di antaranya adalah Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Harapan Hidup (AHH), dan prevalensi gizi buruk. Hasil Survei Kesehatan Demografi Indonesia (SDKI) tahun 2012, capaian indikator AKB sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Hal ini kurang menggembirakan jika dibandingkan dengan target Renstra Kemenkes yang ingin dicapai yaitu 24 di tahun 2014 atau target MDGs sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2015. Penurunan AKB yang melambat antara tahun 2003 sampai 2012 yaitu dari 35 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup, memerlukan intervensi kunci seperti ASI eksklusif atau imunisasi dasar. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan adanya peningkatan cakupan imunisasi lengkap yang angkanya meningkat dari 41,6 persen (2007) menjadi 59,2 persen (2013). Namun demikian, masih dijumpai 32,1 persen yang diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 8,7 persen yang tidak pernah diimunisasi, dengan alasan takut panas, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/repot.
  • 13. -13- Hal ini seiring dengan membaiknya cakupan program pelayanan kesehatan anak yang ditunjukkan melalui meningkatnya kunjungan neonatus (KN) lengkap dari 31,8 persen (2007) menjadi 39,3 persen (2013), cakupan pemberian kapsul vitamin A (dari 71,5% tahun 2007 menjadi 75,5% tahun 2013). Indikator lain terkait upaya kesehatan anak adalah Menyusui hanya ASI saja dalam 24 jam terakhir pada bayi umur 6 bulan yang meningkat dari 15,3 persen (2010) menjadi 30,2 persen (2013), demikian juga inisiasi menyusu dini <1 jam meningkat dari 29,3 persen (2010) menjadi 34,5 persen (2013). Indikator Angka Kematian Ibu (AKI) digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitivitas AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup, hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan AKI dari tahun 2007 yang sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Untuk pelayanan kesehatan ibu antara lain penggunaan KB saat ini (cara modern maupun cara tradisional), dimana untuk angka nasional meningkat dari 55,8 persen (2010) menjadi 59,7 persen (2013), dengan variasi antar provinsi mulai dari yang terendah di Papua (19,8%) sampai yang tertinggi di Lampung (70,5%). Dari 59,7 persen yang menggunakan KB saat ini, 59,3 persen menggunakan cara modern: 51,9 persen penggunaan KB hormonal, dan 7,5 persen non-hormonal. Menurut metodenya 10,2 persen penggunaan kontrasepsi jangka panjang (MKJP), dan 49,1 persen non-MKJP. Selain penggunaan KB dikumpulkan juga cakupan pelayanan masa hamil, persalinan, dan pasca melahirkan. Angka harapan hidup (AHH) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menghitung indeks pembangunan manusia (IPM), sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya. AHH
  • 14. -14- yaitu rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani seseorang sejak orang tersebut lahir. Berdasarkan IPM 2011 yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), AHH di Indonesia meningkat dari 68,5 tahun pada tahun 2006 menjadi 69,65 tahun pada tahun 2011. Provinsi dengan AHH tertinggi DKI Jakarta sebesar 73,35 tahun sedangkan AHH terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 62,41. Hal ini menunjukkan adanya disparitas tingkat kesejahteraan yang cukup jauh di Indonesia. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi balita. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) mengalami peningkatan dan tren yang ditunjukkan memberikan gambaran yang fluktuatif, yaitu dari 18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen (2010) kemudian meningkat menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Selain itu, masalah stunting/pendek pada balita masih cukup serius, angka nasional 37,2 persen, bervariasi dari yang terendah di Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur (<30%) sampai yang tertinggi (>50%) di Nusa Tenggara Timur. Tidak berubahnya prevalensi status gizi, kemungkinan besar belum meratanya pemantauan pertumbuhan, dan terlihat kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari 25,5 persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013). Selain itu, faktor sosio-ekonomi, seperti tingkat pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita, sangat berpengaruh terhadap status gizi balita. Hasil Riskesdas 2013 terhadap pemetaan penyakit menular yang mencolok adalah penurunan angka period prevalence diare dari 9,0 persen tahun 2007 menjadi 3,5 persen tahun 2013. Terjadi juga kecenderungan yang meningkat untuk period prevalence pneumonia semua umur dari 2,1 persen (2007) menjadi 2,7 persen (2013). Prevalensi TB-paru masih di posisi yang sama untuk tahun 2007 dan 2013 (0,4%). Terjadi peningkatan prevalensi hepatitis semua umur dari 0,6 persen tahun 2007 menjadi 1,2 persen tahun 2013.
  • 15. -15- Untuk penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi penurunan dari 31,7 persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Namun jika berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) ertjadi peningkatan prevalensi hipertensi dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013. Hal yang sama untuk stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1 per1000 (2013). Demikian juga untuk Diabetes melitus yang berdasarkan wawancara juga terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013). Terjadi penurunan prevalensi kebutaan penduduk umur ≥6 tahun dari 0,9 persen (2007) menjadi 0,4 persen (2013. Untuk gangguan pendengaran tercatat 2,6 persen pada penduduk ≥5 tahun dengan antar provinsi dari yang terendah di DKI Jakarta (1,6%) dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur (3,7%). Terjadi penurunan prevalensi gangguan emosional dari 11,6 persen (2007) menjadi 6,0 persen (2013). Demikian pula halnya dengan disabilitas terjadi penurunan dari 2007 dibandingkan 2013 untuk 11 item disabilitas. Angka nasional disabilitas tahun 2013 adalah 11 persen, bervariasi dari yang terendah di Papua Barat (4,6%) sampai yang tertinggi di Sulawesi Selatan (23,8%). Sedangkan untuk masalah cedera, terjadi peningkatan dari 7,5 persen (2007) menjadi 8,2 persen (2013), dengan variasi antar provinsi yang sangat lebar dari yang terendah di Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung (>4,5%), sampai yang tertinggi di NTT, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan (>12%). Masalah perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke 2013. Hasil riskesdas 2013 menunjukkan kecenderungan meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013. 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok tahun 2013. Ditemukan 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun, 9,9 persen perokok pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3 persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang,
  • 16. -16- bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka Belitung (18,3 batang). Untuk kesehatan lingkungan, ada kecenderungan meningkat untuk rumah tangga yang bisa akses ke sumber air minum ‘improved’ 62,0 persen tahun 2007 menjadi 66,8 persen tahun 2013, dan variasi antar provinsi yang sangat lebar dari yang terendah di Kepulauan Riau (24,0%) dan yang tertinggi Bali dan DI Yogyakarta (>80%). Demikian halnya untuk rumah tangga yang memiliki akses ke fasilitas sanitasi ‘improved’ juga meningkat dari 40,3 persen (2007) menjadi 59,8 persen (2013), walaupun masih ada provinsi yang hanya 30,5 persen (NTT dan Papua). Beberapa angka atau besaran yang menunjukkan situasi kesehatan tersebut di atas tentunya perlu disikapi dengan merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan yang tepat dan terukur serta menetapkan prioritas sesuai tujuan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan masyarakat dan; (2) meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan. Di sinilah, sistem informasi kesehatan berperan dalam menyediakan data dan informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu untuk melakukan pemantauan dan evaluasi. 2.2. Gambaran Umum Sistem Informasi Kesehatan Sistem informasi kesehatan saat ini masih jauh dari kondisi ideal sebagaimana diharapkan. Berbagai masalah masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan seperti kegiatan pengelolahan data dan informasi yang belum terintegrasi dan terkoordinasi dalam satu mekanisme yang baik, adanya tumpang tindih dalam pengumpulan dan pengolahan data kesehatan, dan masih adanya pengumpulan data yang dilakukan berulang oleh unit-unit berbeda sehingga bukan tidak mungkin terjadinya duplikasi kegiatan dan duplikasi data. Pada umumnya gambaran sistem informasi yang berjalan saat ini masih terfragmentasi, setiap program memiliki basis data yang berdiri sendiri-sendiri. Pada kondisi ini jika pengguna menginginkan informasi atau kebutuhan data dari sumber yang berbeda maka kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan
  • 17. -17- menggunakan mekanisme manual. Hal ini berimplikasi pada sulitnya memenuhi kebutuhan informasi komposit yang harus merelasikan dua atau lebih basis data. Selain masalah integritas data yang dapat terjadi, kondisi tersebut mengakibatkan rasio beban administrasi di fasilitas pelayanan kesehatan menjadi lebih besar. Hal ini secara tidak langsung akan berdampak pada gangguan kinerja pelayanan publik. Sulitnya mengakses data pada sistem yang tidak terintegrasi akan menjadi kendala dalam penyediaan informasi sehingga manajemen program kesehatan masyarakat yang berbasis bukti sulit dilakukan. Berbagai kebijakan nasional sistem informasi dan tata kelola e-government telah dirumuskan, di antaranya adalah Strategi Teknologi Informasi dan Komunikasi, Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2003 tentang Pengembangan e-Gevernment, Undang- Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan, serta Peraturan Presiden nomor 96 tahun 2014 tentang Rencana Pitalebar Indonesia. Namun kebijakan nasional tersebut belum secara signifikan memberikan dampak positif dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan, baik di daerah maupun di pusat. Beberapa review mengenai kondisi sistem informasi kesehatan telah dilakukan. Hasil penilaian sistem informasi kesehatan pada tahun 2007 dan 2012 secara umum menunjukkan bahwa ke 6 komponen penyelenggaraan sistem informasi kesehatan yaitu sumber daya, indikator, sumber data, manajemen data, kualitas data, dan diseminasi dan penggunaan data belum cukup memadai, terlebih lagi untuk komponen manajemen data dapat dikatakan masih kurang memadai. Namun demikian, dalam kurun waktu lima tahun tersebut terlihat sudah adanya perbaikan terutama pada aspek sumber daya. Sedangkan berdasarkan hasil penilaian implementasi e- kesehatan pada tahun 2013 secara umum menunjukkan bahwa ke 6 (enam) komponen implementasi e-kesehatan, yaitu kebijakan,
  • 18. -18- infrastruktur, aplikasi, standar, tata kelola, dan pengamanan data sebagian sudah tersedia, tetapi masih banyak memerlukan upaya penguatan, terutama aspek keamanan data. Lemahnya kondisi sistem informasi kesehatan saat ini tidak terlepas dari peran Pemerintah dalam mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan. Setiap unit utama di Kementerian Kesehatan memiliki dukungan aplikasi pencatatan dan pelaporan yang bervariasi untuk pengelolaan data dan informasinya. Secara internal unit utama pun masih kesulitan untuk melakukan integrasi data. Sebagai contoh di Direktorat Jenderal PP-PL sampai saat memiliki beberapa aplikasi pencatatan dan pelaporan yang belum terintegrasi, antara lain Sistem Informasi Terpadu TB (SITT), Malaria (SISMAL), dan HIV/AIDS (SIHA). Pada prinsipnya sistem informasi di unit utama harus dapat berkomunikasi dengan aplikasi integrasi di Pusat Data dan Informasi (komunikasi data dan data warehouse). Namun hal ini masih belum optimal dilakukan karena masih pada tahap koordinasi pengembangan integrasi. Selain itu mekanisme/ prosedur terkait dengan informasi satu pintu belum tersedia, hal ini menjadi penyebab terjadinya duplikasi data dan menjadi salah satu faktor sulitnya membangun sistem informasi kesehatan di daerah yang terintegrasi dengan system informasi kesehatan nasional. Beberapa kendala terkait sumber daya manusia menjadi gambaran yang hampir sama baik di pusat maupun daerah. Kuantitas dan kualitas SDM masih belum memenuhi kebutuhan. Kemampuan untuk melakukan manajemen dan analisis data kesehatan masih kurang. Adanya keterbatasan dalam waktu akibat tugas ganda dan keterbatasan kewenangan dalam melakukan pengelolaan sistem informasi kesehatan. 2.3. Analisis Situasi Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa upaya pengembangan, penguatan, dan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan sudah berjalan dalam arah yang tepat. Berbagai capaian keberhasilan menjadi catatan penting yang dapat memberikan kekuatan untuk meraih peluang dalam upaya pengembangan, penguatan, dan
  • 19. -19- penyelenggaraan sistem informasi kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan ke depan. Sementara itu, berbagai permasalah yang dihadapi dalam upaya pengembangan, penguatan, dan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan yang telah dilaksanakan, tentunya juga menjadi refleksi terhadap kelemahan untuk menghadapi tantangan dalam upaya pengembangan, penguatan, dan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan ke depan. Oleh karenanya, identifikasi komprehensif terhadap aspek internal yang berupa kekuatan dan kelemahan serta aspek eksternal yang berupa peluang dan tantangan sangat diperlukan agar peta situasi sistem informasi kesehatan secara konseptual menggambarkan upaya pengembangan, penguatan, dan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan. Berikut ini uraian analisis situasi yang mencakup faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan. 2.3.1. Faktor Kekuatan Faktor kekuatan merupakan faktor internal sistem informasi kesehatan nasional. Faktor ini diharapkan mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada dalam pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan nasional. Sehingga faktor ini harus terus digali dan dikembangkan. Pemetaan faktor kekuatan sistem informasi kesehatan nasional dalam perspektif pendanaan, pengguna, proses bisnis, dan pembelajaran antara lain sebagai berikut: a. Pendanaan untuk sistem informasi kesehatan nasional. Dalam rangka penguatan sistem informasi kesehatan nasional setiap tahun telah dialokasikan anggaran pengembangan sistem informasi kesehatan nasional. Alokasi APBN untuk sistem informasi kesehatan dari tahun ke tahun cenderung meningkat searah naiknya anggaran kesehatan secara ke seluruhan. Alokasi anggaran tersebut untuk peningkatan dan perluasan infrastruktur seperti untuk jaringan SIKNAS, data center, disaster
  • 20. -20- recovery center. Alokasi anggaran juga ditujukan untuk penguatan kebijakan dan regulasi, penguatan tata kelola dan kepemimpinan, penataan standarisasi dan interoperablitas, pengembangan aplikasi-aplikasi sistem informasi baik untuk transaksi layanan maupun pelaporan, pengelolaan data dan informasi serta diseminasi informasi dalam berbagai media, dan peningkatan kemampuan pengelolaan data kesehatan bagi SDM. Alokasi anggaran telah mencakup seluruh aspek penyelenggaraan sistem informasi kesehatan nasional. Itu semua menjadi kekuatan dalam pengembangan sistem informasi kesehatan nasional. b. Advokasi dan pembinaan. Sebagaimana diketahui bahwa data dan informasi merupakan sumber daya yang strategis bagi suatu organisasi, begitupun bagi sektor kesehatan. Saat ini, para pimpinan di jajaran kesehatan baik di pusat maupun di daerah semakin memahami pentingnya data dan informasi untuk manajemen kesehatan. Dalam konteks ini, bagaimana meningkatkan kualitas dan ketersediaan di sisi produksi serta mendorong pemanfaatan data dan informasi di sisi pengguna. Oleh karena itu, peran advokasi dan pembinaan menjadi hal yang sangat penting. Advokasi kepada para pimpinan kesehatan baik di pusat maupun di daerah terutama untuk penguatan kepemimpinan dan tata kelola. Advokasi juga dapat diarahkan untuk mendorong pemanfaatan data dan informasi kesehatan secara luas untuk manajemen kesehatan dan untuk masyarakat. Pembinaan kepada produsen data terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dan Dinas Kesehatan. Pembinaan antara lain terkait pengembangan dan pengelolaan jaringan, manajemen data, dan penguatan SDM di daerah. Oleh karena itu, advokasi dan pembinaan
  • 21. -21- merupakan kekuatan dalam pengembangan sistem informasi kesehatan nasional. c. Besarnya infrastruktur kesehatan. Sesungguhnya, kesehatan memiliki ekosistem yang kompleks dengan entitas yang besar. Besarnya infrastruktur kesehatan dapat dilihat dari jumlah fasilitas dan tenaga kesehatan. Saat ini terdapat lebih dari 2.400 rumah sakit dan 9.700 Puskesmas. Hampir seluruh kabupaten/kota terdapat rumah sakit dan hampir seluruh kecamatan telah dibangun Puskesmas. Demikian pula dengan fasilitas kesehatan lainnya yang jumlah tidak sedikit. Tenaga kesehatan pun terutama bidan sudah sampai ke kecamatan bahkan di desa. Dengan segala kompleksitasnya, mereka bersinergi menyelenggarakan pembangunan kesehatan sesuai peran masing-masing yang tertata dengan baik dalam sistem kesehatan. Ini semua merupakan potensi dan kekuatan dalam pengembangan sistem informasi kesehatan nasional yang memungkinkan koordinasi pengembangan sistem informasi kesehatan nasional dapat dilakukan secara baik dan terstruktur. d. Inisiatif penerapan sistem elektronik dalam penyelenggaraan transaksi layanan kesehatan. Munculnya inisiatif penerapan sistem elektronik pada penyelenggaraan sistem informasi kesehatan oleh beberapa pihak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan memberikan kekuatan bagi pengembangan sistem informasi kesehatan nasional. Sejumlah rumah sakit berinisiatif menerapkan sistem elektronik dalam menyelenggarakan SIMRSnya terutama untuk administrasi keuangan dan penagihan pasien serta pengolahan data rekam medis. Beberapa rumah sakit bahkan telah membangun jejaring rumah sakit dalam satu grup kepemilikan, dengan rumah sakit lain, laboratorium kesehatan, asuransi, perbankan,
  • 22. -22- dan lain-lain. Demikian pula dengan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Puskesmas berinisiatif menerapkan sistem elektronik untuk menyelenggarakan sistem informasi Puskesmas. e. Inisiatif penerapan sistem elektronik dalam penyelenggaraan sistem pelaporan. Saat ini, orang semakin sadar bahwa pengelolaan organisasi yang efisien tidak dapat terlepas dari peran teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pun dalam pengelolaan pembangunan kesehatan, inisiatif penerapan sistem elektronik dalam pengelolaan program kesehatan telah bermunculan. Berbagai sistem informasi kesehatan di unit/program kesehatan telah dikembangkan untuk mendukung pengelolaan program kesehatan terutama sistem monitoring dan evaluasi program seperti sistem- sistem pelaporan program, sistem-sistem surveilans penyakit dan masalah kesehatan, dan lain-lain. Hal ini tentunya merupakan kekuatan bagi pengembangan sistem informasi kesehatan nasional. 2.3.2. Faktor Kelemahan Faktor kelemahan juga merupakan faktor internal sistem informasi kesehatan nasional. Faktor ini jika tidak diintervensi akan berdampak negatif pada keberlangsungan sistem informasi kesehatan. Sehingga sedapat mungkin faktor ini harus diminimalisasi atau diintervensi. Faktor kelemahan kritis yang diidentifikasi secara garis besar adalah sebagai berikut: a. Aspek legal masih lemah. Adanya landasan hukum untuk mendukung keberhasilan berjalannya sebuah sistem informasi mutlak diperlukan. Hal ini juga merupakan bentuk komitmen dari seluruh komponen yang terlibat dalam suatu sistem informasi. Peraturan perundang-undangan untuk penyelenggaraan sistem informasi kesehatan baik di
  • 23. -23- tingkat transaksi layanan kesehatan maupun di tingkat pelaporan dirasa masih lemah. Peraturan perundang-undangan yang ada juga belum secara spesifik menjawab kebutuhan integrasi sistem informasi kesehatan. Di beberapa kabupaten/kota belum ada landasan hukum yang cukup kuat untuk mengimplementasi sistem informasi kesehatan di daerah yang seharusnya berlaku secara terintegrasi. Walaupun beberapa peraturan perundang- undangan yang ada seperti UU ITE, UU KIP, PP PSTE, PP SIK, dan lain-lain dapat dijadikan acuan. Namun peraturan perundang-undangan yang spesifik mengatur secara teknis penyelenggaraan sistem informasi kesehatan perlu disiapkan seperti peraturan perundang-undangan terkait rekam medis/kesehatan elektronik. b. Sistem informasi kesehatan masih terfragmentasi. Sebagaimana diketahui bahwa di bidang kesehatan telah berkembang berbagai sistem informasi sejak lama tetapi satu sama lain kurang terintegrasi. Setiap sistem informasi tersebut cenderung untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan langsung dari fasilitas pelayanan kesehatan yang paling bawah dengan menggunakan cara dan format pelaporan sendiri. Akibatnya setiap operasional seperti Puskesmas dan Rumah Sakit yang harus mencatat data dan melaporkannya sehingga Puskesmas dan Rumah Sakit menjadi sangat terbebani. Dampak negatifnya adalah berupa kurang akuratnya data dan lambatnya pengiriman laporan. c. Pendanaan untuk sistem informasi kesehatan di daerah masih terbatas. Aspek pendanaan dapat dinilai sebagai faktor kekuatan, namun terdapat beberapa hal yang dapat pula dikategorikan sebagai faktor kelemahan. Alokasi dana untuk operasional, pemeliharaan, dan peremajaan sistem informasi
  • 24. -24- baik di pusat maupun di daerah, belum menjadi prioritas penganggaran rutin sehingga dapat mengakibatkan operasional dan pemeliharaan sistem tidak dapat dilakukan secara baik untuk menjaga kesinambungan sistem informasi. Kemampuan pendanaan daerah yang bervariasi dalam memperkuat sistem informasi kesehatan di daerah berdampak pula pada keberhasilan penguatan sistem informasi kesehatan secara keseluruhan. d. Kemampuan daerah dalam pengembangan sistem informasi kesehatan dan pengelolaan data/informasi yang bervariasi. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar kabupaten/kota dan provinsi belum memiliki kemampuan yang memadai dalam mengembangkan sistem informasi kesehatannya, sehingga perlu dilakukan fasilitasi. Untuk sebagian daerah yang telah memiliki kemampuanpun tampaknya pengembangan yang dilakukan masih kurang mendasar dan komprehensif serta belum mengatasi masalah-masalah mendasar dalam sistem informasi kesehatan. Setiap upaya pengembangan cenderung menciptakan sistem informasi kesehatan sendiri dan kurang memperhatikan keberlangsungan sistem dan konsep integrasi sistem untuk efisiensi. Kondisi geografis, khususnya pada daerah terpencil dan perbatasan juga berdampak pada kemampuan untuk membangun sistem informasi kesehatan daerah serta optimalisasi pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi dan kemampuan sumberdaya lainnya. Sementara itu, kemampuan untuk melakukan manajemen data mulai dari pengumpulan, pengolahan, dan analisis data serta penyajian dan diseminasi informasi baik di pusat dan daerah masih belum optimal. Kemampuan untuk menghasilkan indikator dan informasi
  • 25. -25- kesehatan yang valid dan reliabel juga masih perlu ditingkatkan. e. Pemanfaatan TIK dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dan pengelolaan data yang belum optimal. Hampir sebagian besar daerah dan pusat telah memiliki infrastruktur TIK untuk mendukung pelaksanaan sistem informasi kesehatan, namun fasilitas TIK tersebut belum secara optimal dimanfaatkan. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti kemampuan sumber daya manusia yang masih terbatas, tidak berfungsinya perangkat keras dan perangkat lunak aplikasi pengelolaan data kesehatan, tidak tersedianya prosedur pengoperasian (SOP) atau petunjuk manual untuk mengoperasikan perangkat keras maupun perangkat lunak aplikasi pengolahan data. Banyak pula fasilitas komputer dan infrastruktur TIK yang akhirnya kadaluarsa atau rusak sebelum SIK diimplementasikan. Fasilitas yang digunakan pada umumnya tidak mempunyai standar minimum kebutuhan dan cenderung bervariasi baik dalam spesifikasi perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Hal ini dapat mengakibatkan ketidaksesuaian ketika akan dilakukan integrasi. f. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia masih rendah. Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam keberhasilan implementasi sistem informasi kesehatan. Namun kondisi saat ini baik di pusat maupun daerah masih terdapat keterbatasan baik dalam hal kuantitas maupun kualitas tenaga pengelola sistem informasi kesehatan. Selama ini, di beberapa daerah, pengelola data dan informasi umumnya adalah tenaga yang merangkap jabatan atau tugas lain, yang dalam kenyataannya mereka tidak dapat sepenuhnya bekerja mengelola data dan informasi karena insentif yang tidak sesuai sehingga
  • 26. -26- mereka memilih pekerjaan paruh waktu di tempat lain. Kelemahan ini masih ditambah lagi dengan kurangnya keterampilan dan pengetahuan mereka di bidang informasi, khususnya teknologi informasidan pemanfaatannya. Selama ini sudah terdapat jabatan-jabatan fungsional untuk para pengelola data dan informasi, seperti pranata komputer, statistisi, epidemiolog, keamanan informasi, dan seterusnya. Namun belum dimanfaatkan betul. g. Mekanisme monitoring dan evaluasi masih lemah. Kelemahan-kelemahan dan berbagai permasalahan pada penyelenggaraan sistem informasi kesehatan tentunya dapat diidentifikasi dengan mekanisme monitoring dan evaluasi serta audit sistem informasi kesehatan. Sayangnya, mekanisme monitoring dan evaluasi belum ditata dan dilaksanakan dengan baik. 2.3.3. Faktor Peluang Faktor peluang merupakan faktor eksternal sistem informasi kesehatan nasional. Faktor ini juga merupakan lingkungan dan suprasistem yang berpengaruh pada akselerasi pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan nasional termasuk implementasi e- kesehatan. Faktor peluang kritis yang diidentifikasi secara garis besar adalah sebagai berikut: a. Kebutuhan data dan informasi semakin meningkat. Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien, apresiasi terhadap data dan informasi pun juga semakin meningkat. Kini, orang semakin sadar bahwa data dan informasi sangat berguna sebagai masukan pengambilan keputusan dalam setiap proses manajemen. Orang semakin sadar bahwa data/informasi sangat penting bagi organisasi dalam menjalankan prinsip-prinsip manajemen modern. Informasi berguna untuk manajemen layanan
  • 27. -27- masyarakat, manajemen institusi, dan manajemen program pembangunan atau wilayah. Kini, data/informasi telah menjadi salah satu sumber daya yang strategis bagi suatu organisasi di samping SDM, dana, dan sebagainya. Dalam konteks politik anggaran, sektor kesehatan harus dapat membuktikan kepada para pengambil keputusan di bidang anggaran (khususnya DPR dan DPRD) bahwa dana yang dialokasikan untuk pembangunan kesehatan membawa manfaat bagi masyarakat. Pembuktian ini tentu sangat memerlukan dukungan data dan informasi yang diperoleh dari suatu sistem informasi. Hal tersebut menjadi peluang untuk pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan agar mampu menyediakan data/informasi yang akurat, lengkap, tepat waktu, dan sesuai kebutuhan. b. Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat. Berkembangnya teknologi informasi dalam beberapa tahun terakhir ini merupakan kondisi positif yang dapat mendukung berkembangnya sistem informasi kesehatan dan implementasi e- kesehatan khususnya untuk memperkuat integrasi sistem dan optimalisasi aliran data. Infrastruktur teknologi informasi telah merambah semakin luas di wilayah Indonesia dan apresiasi masyarakat pun tampaknya semakin meningkat. Sementara itu, penyediaan perangkat keras dan perangkat lunak pun semakin banyak. Harga teknologi informasi tampaknya juga relatif terjangkau karena telah semakin berkembangnya pasar dan ditemukannya berbagai bahan serta cara kerja yang lebih efisien. Demikian pula fasilitas pendidikan dan pelatihan di bidang teknologi informasi, baik yang berbentuk pendidikan formal maupun kursus-kursus juga berkembang pesat.
  • 28. -28- c. Kepedulian pemerintah terhadap penerapan sistem teknologi informasi untuk penyelenggaraan layanan publik dan pemerintahan semakin meningkat. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi akan menjadi peluang yang baik dalam mendukung penyelenggaraan organisasi secara efektif dan efisien bila dimanfaatkan secara cerdas, namun sekaligus di sisi yang lain akan memberikan ancaman bila penerapan teknologi informasi dan komunikasi itu tidak dikelola sebaik-baiknya. Secara umum, penerapan sistem teknologi informasi dalam suatu sistem layanan publik dan pemerintahan bertujuan untuk mempercepat proses kerja dan meningkatkan kualitas pelayanan serta penyediaan data/informasi. Adanya kepedulian pemerintah terhadap penerapan sistem teknologi informasi itu tentunya menjadi peluang yang positif bagi pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan. d. Kebijakan nasional di bidang TIK semakin kuat. Berbagai kebijakan nasional yang telah dirumuskan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, melalui visi dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia, merupakan peluang yang besar dalam mendukung penguatan dan perluasan implementasi sistem informasi kesehatan dan e-kesehatan. Kemkominfo membagi tahapan pengembangan atau peta jalan TIK nasional tahun 2010-2020 dalam 4 bagian, yaitu: Indonesia Connected, Indonesia Informative, Indonesia Broadband, dan Indonesia Digital. Tahapan Indonesia Connected (2010-2012), seluruh desa ada akses telepon dan seluruh kecamatan ada akses internet. Tahapan lndonesia Informative (2012- 2014), seluruh ibukota provinsi akan terhubung dengan jaringan serat optik, seluruh kabupaten kota memiliki akses broadband, dan peningkatan
  • 29. -29- pelayanan berbasis elektronik seperti e-layanan, e- kesehatan, e-pendidikan. Tahapan selanjutnya adalah Indonesia Broadband (2014-2019), yang mana diharapkan adanya peningkatan akses broadband di atas 5MB dan peningkatan daya saing bangsa dan industri inovatif. Pada tahapan ini diterbitkannya Peraturan Presiden nomor 96 tahun 2014 tentang Rencana Pitalebar Indonesia 2014- 2019. Pada tahun 2020 adalah tahapan Indonesia Digital, yang mana seluruh kabupaten/kota memiliki e-government, dan Indonesia yang kompetitif. Keempat tahapan peta jalan TIK nasional tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan sistem informasi kesehatan ke depan mulai dari pengembangan sistem informasi kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas, klinik swasta, rumah sakit), Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, hingga Kementerian Kesehatan. e. Bantuan pendanaan dari mitra pembangunan (development partner) untuk pengembangan sistem informasi kesehatan. Pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan bagi negara-negara berkembang dan belum maju menjadi prioritas dari lembaga-lembaga donor internasional. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya peluang yang dibuka oleh beberapa lembaga donor internasional untuk memberikan bantuan pendanaan dan bantuan teknis pengembangan system informasi kesehatan. 2.3.4. Faktor Ancaman atau Tantangan Faktor ancaman merupakan faktor eksternal atau lingkungan dari sistem informasi kesehatan nasional. Faktor ini akan menghambat implementasi sistem jika tidak disikapi dengan baik. Dengan perspektif lain sebuah ancaman dapat juga dipandang sebagai sebuah tantangan di masa depan yang harus bisa dihadapi. Beberapa faktor eksternal yang menjadi ancaman atau
  • 30. -30- tantangan yang mungkin muncul dalam pengembangan sistem informasi kesehatan antara lain: a. Tantangan otonomi daerah. Otonomi daerah saat ini menyebabkan masing-masing daerah sibuk mengerjakan urusannya sendiri, termasuk dalam menyusun prioritas untuk pengembangan dan pengelolaan sistem informasi kesehatannya. Hal ini tentu saja akan berdampak pada kelancaran integrasi sistem informasi kesehatan yang diharapkan salah satunya dibangun dengan penguatan SIKDA. Kondisi tersebut akan menyulitkan Pemerintah (dhi. Kementerian Kesehatan) dalam memfasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan di daerah, implementasi standarisasi dan pembenahan tata kelola. Pembandingan dengan daerah lain (benchmarking) pun akan mengalami kesulitan karena tidak adanya standar. b. Tantangan globalisasi. Era globalisasi menyebabkan bebasnya pertukaran berbagai hal antar negara seperti sumber daya manusia, IPTEK, dan lain-lain. Di bidang kesehatan, hal ini akan dapat menimbulkan dampak negatif apabila tidak dikelola dengan baik. Beberapa dampak negatif tersebut antara lain adanya penyakit-penyakit serta gangguan kesehatan baru, masuknya investasi dan teknologi kesehatan yang dapat meningkatkan tingginya biaya kesehatan, serta masuknya tenaga- tenaga kesehatan asing yang menjadi kompetitor tenaga kesehatan dalam negeri. Untuk menghadapi kemungkinan dampak negatif yang terjadi seiring era globalisasi maka dukungan sistem informasi sangatlah diperlukan. Sistem kewaspadaan dini untuk mengintervensi permasalahan kesehatan sangatlah bergantung pada pasokan data dan informasi yang akurat, cepat, dan tepat. Apabila era globalisasi datang pada saat sistem informasi
  • 31. -31- kesehatan nasional kita belum kuat, maka dikhawatirkan akan membawa dampak-dampak negatif yang merugikan. c. Tantangan ekonomi global dan kemampuan keuangan pemerintah. Kondisi ekonomi global dan kemampuan keuangan pemerintah sangat berpengaruh dalam implementasi teknologi informasi dan komunikasi, karena perangkat teknologi informasi dan komunikasi sebagian besar berasal dari impor. Setiap perubahan kondisi ekonomi global akan berpengaruh kepada ekonomi dalam negeri. Kondisi ekonomi dalam negeri yang memburuk tentunya dapat mempengaruhi kemampuan keuangan pemerintah. Oleh karena itu, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat harus disikapi dengan cerdas dalam memanfaatkannya untuk penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Salahnya adalah bagaimana memilih teknologi tepat yang mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk beberapa tahun ke depan (tidak cepat usang). Langkah lain yang penting adalah melakukan analisis biaya manfaat. d. Tantangan untuk membangun jejaring lintas unit dan lintas sektor. Adanya kebijakan pemerintah dalam memperkuat e-government akan sangat bergantung pada interoperabilitas seluruh komponen sistem. Tidak tersedianya standar dan protokol dalam penyelenggaraan sistem informasi di setiap kementerian/lembaga mengakibatkan ketidakjelasan “aturan main”. Akses data dan informasi dari lintas unit di Kementerian Kesehatan dan lintas sektor masih sulit dilakukan. Hal ini karena jejaring untuk memperkuat ketersediaan data yang valid dan akurat tidak dapat dilakukan dengan optimal. Kebutuhan untuk menghitung indikator kesehatan tidak hanya berasal dari
  • 32. -32- satusumber data saja melainkan dari beberapa sumber data. Sebagai contoh untuk melakukan pengukuran atau penghitungan cakupan keberhasilan program kesehatan diperlukan data diluar sektor kesehatan, seperti data penduduk sebagai denumerator yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Dari kondisi tersebut maka dapat terlihat bahwa ketersediaan protokol untuk membangun jejaring serta menetapkan standarisasi yang didukung oleh aspek legal merupakan salah satu tantangan yang harus segera diintervensi. e. Ancaman keamanan informasi. Aspek keamanan informasi merupakan aspek penting dalam penyelenggaraan suatu sistem informasi. Dewasa ini, potensi ancaman keamanan informasi semakin tinggi sejalan dengan konvergensi dunia dan semakin terintegrasinya semua sumber daya teknologi informasi dan komunikasi. Potensi terjadinya cyber attact semakin terbuka, dengan berbagai motif di antaranya bisnis, kriminal, politik, dan sebagainya. Ancaman keamanan informasi dapat berasal dari internal maupun eksternal organisasi dan dapat berupa orang, organisasi, mekanisme, atau peristiwa yang memiliki potensi membahayakan. Oleh karena itu, manajemen keamanan informasi menjadi suatu hal penting yang harus mendapat perhatian. Manajemen keamanan informasi tidak hanya dilakukan untuk menjaga agar sumber daya informasi tetap aman, tetapi juga untuk menjaga organisasi agar tetap berfungsi setelah terjadinya suatu bencana keamanan informasi. Demikian halnya dengan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan, tentunya tidak akan terlepas dari ancaman keamanan informasi. Hal itu sangat tergantung bagaimana mengelola keamanan informasi sebaik- baiknya.
  • 33. -33- 2.4. Isu Strategis Isu ketersediaan data yang berkualitas dan tepat waktu hingga saat ini masih menjadi masalah utama dalam sistem informasi kesehatan. Hal itu diakibatkan adanya dua persoalan mendasar, adalah di sisi pengadaan data terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dan di sisi aliran serta akses data. Hasil evaluasi terhadap sistem informasi kesehatan, sebagaimana diuraikan di atas, menunjukkan masih banyak yang harus dilakukan agar tersedia data yang berkualitas dan tepat waktu. Oleh karenanya, upaya penataan dan penguatan sistem informasi kesehatan haruslah difokuskan kepada penataan data transaksi di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai sumber data untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan proses kerja terutama di fasilitas pelayanan kesehatan (manajemen pelayanan), dan optimalisasi aliran data serta pengembangan bank data untuk meningkatkan ketersediaan, kualitas, dan akses data dan informasi kesehatan. Isu strategis yang harus diperhatikan dalam upaya pengembangan, penguatan, dan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan lima tahun ke depan antara lain adalah: a. Penataan kebijakan dan regulasi sistem informasi kesehatan, terutama untuk menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan dalam bentuk pengaturan yang bersifat teknis. b. Penguatan koordinasi sistem informasi kesehatan, terutama dalam penyamaan persepsi mengenai pentingnya data dan informasi dalam menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan melalui advokasi, sosialisasi, penyusunan nota kesepahaman dan perjanjian kerjasama, dan pertemuan koordinasi lainnya. c. Penataan perencanaan sistem informasi kesehatan yang terarah dan terukur sehingga upaya penataan, penguatan, dan penyelenggaraan dapat mewujudkan sistem informasi kesehatan yang sesuai dengan harapan serta evaluasi dan perbaikan sistem informasi kesehatan dapat dilakukan secara berkala.
  • 34. -34- d. Penataan dan penguatan organisasi sistem informasi kesehatan, baik di tingkat pusat maupun di daerah terutama fasilitas pelayanan kesehatan. e. Penataan standarisasi sistem informasi kesehatan, yang dilakukan melalui kodefikasi data, penyusunan kamus data kesehatan (dataset), dan penetapan indikator prioritas, diharapkan dapat menjawab masalah integrasi dan pertukaran data kesehatan yang ada selama ini. f. Pengembangan SDM sistem informasi kesehatan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pengembangan SDM ini akan dilakukan melalui optimalisasi jabatan fungsional yang ada (seperti pranata komputer, statistisi, epidemiolog, atau lainnya) dan/atau melalui pengembangan jabatan fungsional informatika kesehatan. g. Penguatan infrastruktur TIK di fasilitas pelayanan kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan (data center dan DRC) serta penyediaan pendukung operasional dan pemeliharaan infrastruktur TIK. h. Pembiayaan sistem informasi kesehatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan terlebih lagi pembangunan infrastruktur haruslah menjadi prioritas pemerintah daerah. Penggalian pendanaan melalui sumber-sumber lain seperti development partners perlu terus diupayakan. i. Penataan data transaksi di fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan proses kerja pelayanan serta ketersediaan dan kualitas data, melalui pembenahan sistem pencatatan dan pelaporan, baik secara elektronik maupun non-elektronik. j. Optimalisasi aliran data untuk meningkatkan ketersediaan, kualitas, dan akses data dan informasi kesehatan melalui penguatan sistem komunikasi data antar fasilitas pelayanan kesehatan, dinas kesehatan, dan bank data di pusat. k. Pengembangan bank data kesehatan, belum mampu mengintegrasikan data dari semua sumber data sehingga sistem penyajian informasi (bussiness intelligence) yang
  • 35. -35- dibangun hanya memiliki sajian informasi yang terbatas. l. Pengembangan akses/sharing data, merupakan solusi termudah dan tercepat yang dapat dilakukan dalam menjawab masalah sistem informasi yang terfragmentasi. m. Penguatan penggunaan informasi, melalui peningkatan kualitas data akan mendorong tumbuhnya budaya informasi dan peduli data sehingga penggunaan data dan informasi dalam pengambilan keputusan, baik di level pemerintahan, swasta, maupun masyarakat, dapat terus meningkat. 3. KEDUDUKAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN DALAM SISTEM KESEHATAN Sistem informasi kesehatan memiliki kedudukan yang strategis dalam sistem kesehatan dan manajamen kesehatan. Sistem informasi kesehatan tidak dapat berdiri sendiri melainkan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem kesehatan. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di semua jenjang. Sistem informasi harus dijadikan sebagai alat yang efektif bagi manajemen. 3.1. Sistem Kesehatan dan Manajemen Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setingi-tingginya dapat terwujud, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan kesehatan tersebut perlu ditingkatkan akselerasi dan mutunya dengan melandaskan pada pemikiran dasar pembangunan kesehatan sebagai makna dari paradigma sehat dan dengan menguatkan penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut. Beberapa tantangan pembangunan kesehatan yang diperkirakan akan dihadapi dalam lima tahun ke depan antara lain adalah: a. Kesenjangan status kesehatan masyarakat dan akses terhadap pelayanan kesehatan antar wilayah (DTPK), tingkat
  • 36. -36- sosial ekonomi, dan gender; b. Continuum of care (AKI, AKB, AKBA); c. Masih ada masalah gizi stunting di wilayah timur Indonesia; d. Beban ganda penyakit, termasuk kecelakaan, narkoba, dan masalah imunisasi; e. Kualitas lingkungan, sanitasi, krisis kesehatan; f. Masalah SDM kesehatan (penyebaran, kualitas layanan, dan kompetensi); g. Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat; h. Cakupan kesehatan semesta (UHC) 2019; i. Masalah pergeseran demografi, semakin besarnya proporsi lanjut usia; j. Masalah bias desentralisasi termasuk lintas sektor; k. Belum optimalnya sistem informasi kesehatan. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui pengelolaan pembangunan kesehatan yang disusun dalam sistem kesehatan. Sistem Kesehatan di Indonesia dalam kebijakan desentralisasi diformulasikan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012. SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Komponen manajemen kesehatan dalam SKN tersebut dikelompokan dalam (i) upaya kesehatan; (ii) penelitian dan pengembangan kesehatan; (iii) pembiayaan kesehatan; (iv) sumber daya manusia kesehatan; (v) sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; (vi) manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan; dan (vii) pemberdayaan masyarakat. SKN telah mengalami empat kali perubahan atau pemutakhiran. SKN 2012 merupakan pengganti dari SKN 2009, sedangkan SKN 2009 merupakan pengganti SKN 2004, dan SKN 2004 sebagai pengganti SKN 1982. Pemutakhiran ini dibutuhkan agar SKN dapat mengantisipasi berbagai tantangan perubahan pembangunan kesehatan dewasa ini dan di masa depan. Oleh karena itu, SKN 2012 ini disusun dengan mengacu pada visi, misi, strategi, dan upaya pokok pembangunan kesehatan sebagaimana
  • 37. -37- ditetapkan dalam: a. Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 (RPJP-N); dan b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 (RPJP-K). Pada tingkat daerah, implementasi SKN diterjemahkan melalui Perda, Pergub, Perbup, atau Perwal. Walaupun tidak secara eksplisit Perpres No. 72 Tahun 2012 mewajibkan untuk menerbitkan peraturan di tingkat daerah. Penekanannya terdapat pada manajemen kesehatan berdasarkan SKN harus berjenjang di pusat dan daerah dengan memperhatikan otonomi daerah berdasarkan kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan otonomi fungsional berdasarkan kemampuan dan ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan. Demikianpun manajemen kesehatan perlu makin ditingkatkan terutama melalui peningkatan secara strategis dalam kerjasama antara sektor kesehatan dan sektor lain yang yang terkait, dan antara berbagai program kesehatan serta antara para pelaku dalam pembangunan kesehatan sendiri. Manajemen kesehatan yang terdiri dari perencanaan, pengerakan pelaksanaan, pengendalian, dan penilaian diselenggarakan secara sistematik untuk menjamin upaya kesehatan yang terpaduh dan menyeluruh. Manajemen tersebut tentunya harus didukung oleh sistem informasi yang handal guna menghasilkan pengambilan kepetusan dan dan cara kerja yang efisien. Oleh karena itu, penataan dan penguatan sistem informasi kesehatanpun harus memperhatikan tantangan-tantangan pembangunan kesehatan tersebut. Penataan dan penguatan sistem informasi kesehatan ke depan harus diarahkan dapat merespon kebutuhan data dan informasi yang dapat mendukung manajemen pembangunan kesehatan dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. 3.2. Kedudukan SIK Nasional dan SIK Daerah dalam Sistem Kesehatan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan bahwa Sistem Informasi Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi, dan sumber daya manusia yang secara teratur saling berkaitan untuk dikelola
  • 38. -38- dan dilaksanakan sehingga mampu mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan. Sistem informasi kesehatan merupakan suatu sistem yang menyediakan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di setiap jenjang administrasi kesehatan, baik di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, di tingkat kabupaten/kota, di tingkat provinsi, maupun di tingkat pusat. Pengambilan keputusan akan lebih mudah jika semua informasi yang dibutuhkan sudah tersedia. Untuk tujuan itu, suatu sistem informasi perlu dibangun dengan mengorganisasikan berbagai data yang telah dikumpulkan secara sistematik, memproses data menjadi informasi yang berguna. Menurut World Health Organization (WHO) dalam buku “Design and Implementation of Health Information System” (2000) bahwa suatu sistem informasi kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian dari suatu sistem kesehatan. Selanjutnya disebutkan dalam buku tersebut bahwa sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di semua jenjang sistem informasi, harus dijadikan sebagai alat yang efektif bagi manajemen. WHO juga menyebutkan bahwa Sistem Informasi merupakan salah satu dari enam building blocks (komponen utama) dalam suatu sistem kesehatan. Enam komponen utama sistem kesehatan tersebut adalah: (1) service delivery, (2) medical products, vaccines, and technologies, (3) health workforce, (4) health system financing, (5) health information system, (6) leadership and governance. Sementara itu, sebagaimana diuraikan di atas bahwa Sistem Kesehatan Nasional terdiri dari tujuh subsistem, yaitu: (1) upaya kesehatan, (2) penelitian dan pengembangan kesehatan, (3) pembiayaan kesehatan, (4) sumber daya manusia kesehatan, (5) sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, (6) manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan, dan (7) pemberdayaan masyarakat. Sistem informasi kesehatan disebut sebagai salah satu komponen yang mendukung suatu sistem kesehatan, di mana sistem kesehatan tidak bisa berfungsi tanpa satu dari komponen
  • 39. -39- tersebut. Sistem informasi kesehatan bukan saja berperan dalam memastikan data mengenai kasus kesehatan dilaporkan tetapi juga mempunyai potensi untuk membantu dalam meningkatkan efisiensi dan transparansi proses kerja. Gambar 3.1. Kedudukan SIK dalam Sistem Kesehatan Oleh karena sistem informasi kesehatan merupakan bagian dari sistem kesehatan, maka sistem informasi kesehatan di tingkat pusat merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional, di tingkat provinsi merupakan bagian dari sistem kesehatan provinsi, dan di tingkat kabupaten/kota merupakan bagian dari sistem kesehatan kabupaten/kota. Dengan demikian, sistem informasi kesehatan dikembangkan harus selaras dengan tatanan itu. 3.3. Pembagian Peran Penyelenggaraan SIK Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan saat ini telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan. Dengan adanya peraturan pemerintah tersebut diharapkan Sistem informasi kesehatan dapat menjangkau atau meliputi seluruh sumber daya dalam bidang kesehatan, di mana untuk menyediakan informasi kesehatan akan diminta kewajiban partisipatif dari seluruh pemangku kepentingan dalam bidang kesehatan dan pihak-pihak lintas sektoral lainnya yang terkait
  • 40. -40- dengan bidang kesehatan. Selain itu, agar diwujudkan keterpaduan sistem secara nasional dalam rangka menunjang pembangunan kesehatan menjadi lebih efisien dan efektif. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 disebutkan bahwa penguatan sistem informasi kesehatan didasarkan pada pemikiran bahwa (1) kebutuhan yang semakin meningkat terhadap data dan informasi kesehatan yang akurat dan lengkap dengan akses yang cepat dan mudah; (2) data dan informasi kesehatan sangat berguna sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan dan meningkatkan manajemen program pembangunan kesehatan; dan (3) diperlukan keterpaduan sistem informasi kesehatan secara nasional dalam rangka menunjang upaya kesehatan menjadi lebih efektif dan efisien. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan harus dalam kerangka sistem kesehatan nasional agar dapat: a. Menjamin ketersediaan, kualitas, dan akses terhadap informasi kesehatan yang bernilai pengetahuan serta dapat dipertanggung-jawabkan; b. Memberdayakan peran serta masyarakat, termasuk organisasi profesi dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan; dan c. Mewujudkan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dalam ruang lingkup sistem kesehatan nasional yang berdaya guna dan berhasil guna terutama melalui penguatan kerja sama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkesinambungan. Dalam rangka penyelenggaraan sistem informasi kesehatan, tata kelola sistem informasi kesehatan harus didefinisikan dengan jelas, yang mengacu kepada peran, tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing pemangku kepentingan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan, penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dapat dikelompokkan menurut jenjang administrasi pemerintahan, yang mana:
  • 41. -41- a. Pemerintah adalah menetapkan standarisasi sistem informasi kesehatan, menyelenggarakan pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kesehatan skala nasional, serta memfasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan skala daerah. b. Pemerintah daerah provinsi adalah menyelenggarakan pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kesehatan skala provinsi. c. Pemerintah daerah kabupaten/kota adalah menyelenggarakan pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kesehatan skala kabupaten/kota. Berdasarkan hal tersebut di atas, tentunya dapat diterjemahkan bahwa tanggungjawab pemerintah adalah di samping melaksanakan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan nasional juga melaksanakan supervisi, monitoring, dan evaluasi terhadap sistem informasi kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Pengorganisasian pelaksanaan sistem informasi kesehatan harus melibatkan semua pemangku kepentingan baik di internal maupun di eksternal kesehatan, baik di pusat maupun di daerah, baik sumber data, pengelola data, maupun pengguna data. Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan secara jelas mendefinisikan peran masing- masing pemangku kepentingan itu. Untuk itu perlu disediakan suatu forum yang dijalankan oleh suatu komite ahli/teknis yang bertugas mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan terutama dari lintas sektor serta memberi rekomendasi atas hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan peta jalan. Rekomendasi dari komite tersebut akan disampaikan kepada Menteri Kesehatan untuk bahan masukan penyusunan rencana tindak lanjut. Komite tersebut dapat dibagi dalam beberapa kelompok kerja.
  • 42. -42- 4. KERANGKA KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dalam upaya pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan yang meliputi berbagai sektor di luar Kementerian Kesehatan, maka perlu ditetapkan visi sistem informasi kesehatan sebagai berikut: “Mencapai sistem informasi kesehatan terintegrasi yang handal, yang mampu memberi dukungan secara adekuat bagi manajemen pembangunan kesehatan” Untuk mewujudkan visi tersebut, maka diperlukan misi dan strategi sebaga berikut: a. Memperkuat sumber daya sistem informasi kesehatan yang meliputi kebijakan, regulasi, standarisasi, koordinasi, perencanaan, pendanaan, sumber daya manusia, infrastruktur, dan kelembagaan b. Mengembangkan indikator kesehatan agar dapat menggambarkan upaya dan capaian pembangunan kesehatan. c. Memperkuat sumber data dan membangun jejaringnya dengan semua pemangku kepentingan. d. Meningkatkan kualitas manajemen data kesehatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis data, dan diseminasi informasi. e. Meningkatkan pemanfaatan dan penyebarluasan informasi untuk meningkatkan manajemen dan pelayanan berbasis bukti. 4.2. Kebijakan Penyelenggaraan misi dalam rangka mencapai visi di atas dilakukan dengan memperhatikan rambu-rambu dalam koridor kebijakan sebagai berikut: a. Pengembangan kebijakan dan standar dilaksanakan dalam rangka mewujudkan sistem informasi kesehatan yang terintegrasi, yang dapat menyediakan data secara real time yang mudah diakses dan berfungsi sebagai sistem pendukung pengambilan keputusan (decision support system). b. Pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan dilakukan dalam kerangka desentralisasi di bidang kesehatan dengan perhatian lebih kepada daerah terpencil, perbatasan,
  • 43. -43- dan kepulauan. c. Penguatan manajemen sistem informasi kesehatan pada semua tingkat sistem kesehatan dititikberatkan pada ketersediaan standar operasional yang jelas, pengembangan dan penguatan kapasitas SDM, dan pemanfaatan TIK, serta penguatan advokasi bagi pemenuhan anggaran. d. Peningkatan penyelenggaraan sistem pengumpulan, pengolahan, analisis, penyimpanan, diseminasi, dan pemanfaatan data/informasi dalam kerangka kebijakan sistem informasi kesehatan terintegrasi. e. Pengembangan bank data kesehatan harus memenuhi berbagai kebutuhan dari para pemangku kepentingan dan dapat diakses dengan mudah, serta memperhatikan prinsip- prinsip kerahasiaan dan etika yang berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran. f. Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektor untuk meningkatkan statistik vital melalui upaya penyelenggaraan registrasi vital di seluruh wilayah Indonesia dan upaya inisiatif lainnya. g. Pemanfaatan TIK dilakukan dalam menuju upaya pengumpulan data disaggregate atau individu. h. Pengembangan SDM pengelola data dan informasi kesehatan dilaksanakan dengan menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi dan lintas sektor terkait serta terpadu dengan pengembangan SDM kesehatan lainnya. i. Pengembangan dan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan termasuk lintas sektor dan masyarakat madani. j. Peningkatan budaya penggunaan data melalui advokasi terhadap pimpinan di semua tingkat dan pemanfaatan forum- forum informatika kesehatan yang ada. k. Peningkatan penggunaan solusi-solusi e-kesehatan untuk mengatasi masalah infrastruktur, komunikasi, dan kekurangan sumberdaya manusia dalam sistem kesehatan.
  • 44. -44- 4.3. Prinsip Dasar Pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Pemanfaatan TIK. Pemanfaatan TIK diperlukan untuk mendukung sistem informasi dalam proses pencatatan data agar dapat meningkatkan akurasi data dan kecepatan dalam penyediaan data untuk diseminasi informasi dan untuk meningkatkan efisiensi dalam proses kerja serta memperkuat transparansi. b. Keamanan dan kerahasiaan data. Sistem informasi kesehatan yang dikembangkan dapat menjamin keamanan dan kerahasiaan data. c. Standarisasi. Agar sistem informasi kesehatan terstandar perlu menyediakan pedoman nasional untuk pengembangan dan pemanfaatan TIK. d. Integrasi. Sistem informasi kesehatan yang dikembangkan dapat mengintegrasikan berbagai macam sumber data, termasuk pula dalam pemanfaatan TIK. e. Kemudahan akses. Data dan informasi yang tersedia mudah diakses oleh semua pemangku kepentingan. f. Keterwakilan. Data dan informasi yang dikumpulkan harus dapat ditelusuri lebih dalam secara individual dan aggregate, sehingga dapat mengambarkan perbedaan gender, statussosial ekonomi, dan wilayah geografi. g. Etika, integritas, dan kualitas. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan juga harus memperhatikan prinsip- prinsip etika, integritas, dan kualitas. 5. GRAND DESIGN SISTEM INFORMASI KESEHATAN Bab ini merupakan ringkasan dari grand design sistem informasi kesehatan nasional. Grand design secara lengkap dan komprehensif akan tercakup dalam suatu dokumen secara terpisah yang dituangkan dalam cetak biru. Grand design sistem informasi kesehatan berorientasi pada kualifikasi produk yang diharapkan, ditinjau dari kebutuhan kinerja dan spesifikasinya serta strategi tata kelolanya. Deskripsi kebutuhan ditelaah dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang melandasi
  • 45. -45- maupun yang mempengaruhinya, seperti visi misi kementerian dan lembaga, sistem kesehatan dan undang-undang, desain rencana pembangunan umum maupun sektor, hingga aspek lingkungan mikro dan makro yang akan memberikan warna pada deskripsi kebutuhan. 5.1. Dimensi Grand Design Sistem Informasi Kesehatan Untuk melihat secara utuh, grand design sistem informasi kesehatan dikonstruksikan dalam beberapa dimensi sebagai cara pandangnya, yakni dimensi kebutuhan sebagai target rancangan/produk yang diharapkan, dimensi komponen sistem informasi kesehatan sebagai strategi pendekatan untuk melakukan penguatan sistem informasi kesehatan, dan dimensi waktu sebagai tahapan masa yang diperlukan untuk mencapai rancangan sistem informasi kesehatan yang diharapkan (Gambar 5.1). Dalam dimensi kebutuhan, sistem informasi kesehatan yang diharapkan ditelaah menurut kinerjanya. Kinerja mengacu pada pelayanan yang disediakan oleh sistem informasi kesehatan untuk melayani kebutuhan informasi bagi organisasi maupun pemangku kepentingannya. Kinerja sistem informasi kesehatan terdiri dari parameter-parameter layanan yang mengacu pada terpenuhinya produktifitas layanan informasi menurut standar waktu, standar efisiensi biaya, standar kualitas (kehandalan), dan standar perilaku sistem dalam menghasilkan layanan informasi. Gambar 5.1 Aspek Dimensi Grand Design SIK
  • 46. -46- Secara teknis untuk mencapai kinerja tersebut, sistem informasi kesehatan perlu dirancang sedemikian rupa, memenuhi kebutuhan standar spesifikasi teknologi dan insfrastrukturnya. Spesifikasi mempertimbangkan terbentuknya konektivitas jejaring komunikasi data kesehatan utama sesuai sebaran sumber data seperti puskesmas, rumah sakit, dan desa. Kemudian konektivitas jejaring komunikasi data kesehatan antar kota/kabupaten dengan provinsi. Konektivitas jejaring tersebut dapat memanfaatkan ketersediaan konektivitas sesuai Rencana Pitalebar Indonesia yang telah menargetkan terpenuhinya penetrasi jaringan akses hingga di tingkat perdesaan pada 2019 mendatang dengan kecepatan 1- 10 Mbps (mobile-fixed). Dengan cakupan dan distribusi yang luas serta kompleks tersebut, dimensi kebutuhan juga mempertimbangkan kebutuhan di dalam strategi pengelolaannya. Parameter kebutuhan strategi pengelolaan sistem informasi kesehatan adalah bagaimana agar implementasi beban infrastruktur konektivitas sistem informasi kesehatan antar Puskesmas dan rumah sakit, antar manajemen kesehatan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, serta konektivitasnya pada tingkat manajemen kesehatan di tingkat nasional dapat dikelola secara efektif dan efisien. 5.2. Strategi Penguatan Sistem Informasi Kesehatan Pencapaian grand design sistem informasi kesehatan sesuai dengan parameter pada dimensi kebutuhan diperoleh melalui strategi penguatan pada dimensi komponen sistem informasi kesehatan yang mengacu sesuai klasifikasi Health Metric Network. Penguatan pada komponen sistem informasi kesehatan ini merupakan strategi implementasi peta jalan sistem informasi kesehatan yang dimaksud. Kerangka keterkaitan antara dimensi kebutuhan dengan setiap komponen sistem informasi kesehatan ditampilkan pada gambar 5.2.
  • 47. -47- Gambar 5.2. Isu Utama Penguatan SIK Pencapaian dimensi kebutuhan sistem informasi kesehatan dengan kinerja produk layanan informasi untuk mendukung manajemen pembangunan kesehatan secara adekuat dicapai melalui strategi penguatan pada komponen indikator dan produk informasi serta diseminasi dan utilisasi. Pencapaian dimensi kebutuhan spesifikasi sistem informasi kesehatan yang handal dan terintegrasi dicapai melalui strategi penguatan pada komponen sumber daya, sumber data dan manajemen data. Pencapaian dimensi kebutuhan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan dicapai melalui strategi penguatan pada komponen sumber daya. 5.3. Arsitektur Sistem Informasi Kesehatan Penguatan sistem informasi kesehatan dilakukan dengan mengembang-kan model sistem informasi kesehatan nasional yaitu sistem informasi kesehatan yang terintegrasi. Sistem informasi kesehatan yang terintegrasi adalah sistem informasi yang menyediakan mekanisme saling hubung antar subsistem informasi dengan berbagai cara yang sesuai. Dengan demikian data dari satu sistem secara rutin dapat mengalir, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem yang lain.
  • 48. -48- Integrasi mencakup sistem secara teknis (sistem yang bisa berkomunikasi antar satu sama lain) dan konten (data set yang sama). Bentuk fisik dari sistem informasi kesehatan terintegrasi adalah sebuah aplikasi sistem informasi yang dihubungkan dengan aplikasi lain (aplikasi sistem informasi puskesmas, aplikasi sistem informasi rumah sakit, dan aplikasi lainnya) sehingga secara interoperable terjadi pertukaran data antar aplikasi. Sistem informasi kesehatan yang terintegrasi harus mampu interoperabilitas dan interkonektivitas tidak hanya dengan subsistem-subsistem informasi di internal kesehatan tetapi dengan sistem-sistem informasi lainnya yang terkait. Sistem informasi kesehatan yang terintegrasi akan melingkupi seluruh entitas pemangku kepentingan baik sumber data, pengelola data, maupun pengguna data. Sistem informasi kesehatan yang terintegrasi sekurang-kurangnya akan mencakup sistem informasi di fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas dan jaringannya serta jejaring fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya) sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama, sistem informasi di rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan tingkat rujukan, sistem informasi di dinas kesehatan kabuparen/kota dan dinas kesehatan provinsi, sistem informasi di Kementerian Kesehatan, dan sistem informasi di BPJS Kesehatan, serta sistem informasi di lintas sektor. Integrasi sebagaimana dimaksud di atas bukan berarti harus dilakukan penyatuan antara sistem-sistem informasi itu, tetapi menyediakan mekanisme saling hubung untuk melakukan pertukaran data sesuai peran dan tanggung jawab masing-masing. Bila digambarkan model arsitektur sistem informasi kesehatan nasional yang terintegrasi adalah seperti gambar di bawah ini.
  • 49. -49- Gambar 5.3. Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional 5.4. Tata Kelola Sistem Informasi Kesehatan Pada pasal 26 Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan disebutkan bahwa pengelolaan sistem informasi dilakukan oleh: a. Pemerintah, untuk pengelolaan satu Sistem Informasi Kesehatan skala nasional dalam ruang lingkup Sistem Kesehatan Nasional; b. Pemerintah Daerah provinsi, untuk pengelolaan satu Sistem Informasi Kesehatan skala provinsi; c. Pemerintah Daerah kabupaten/kota, untuk pengelolaan satu Sistem Informasi Kesehatan skala kabupaten/kota; dan d. Fasilitas Pelayanan Kesehatan, untuk pengelolaan Sistem Informasi Kesehatan skala Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Sistem informasi kesehatan tersebut dikelola secara berjenjang, terkoneksi dan terintegrasi serta didukung dengan kegiatan pemantauan, pengendalian dan evaluasi. Pengelolaan SIK dapat dilakukan dalam bentuk: (a) perencanaan program; (b) pengorganisasian; (c) kerjasama dan koordinasi internal dan eksternal; (d) penguatan sumber data; (e) pendayagunaan dan pengembangan sumber daya; (f) pembinaan dan pengawasan.
  • 50. -50- 5.5. Tahapan Grand Design SIK Peta jalan sistem informasi kesehatan merupakan operasionalisasi dari grand design sistem informasi kesehatan yang disusun dalam tahapan-tahapan yang berkesinambungan. Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan 2015-2019 merupakan dokumen yang bersifat living document, dimana dalam perkembangannya dapat bersifat dinamis mengacu kepada perkembangan peraturan, kebijakan, dan IPTEK. Penguatan sistem informasi kesehatan dijabarkan dalam Peta Jalan 2015-2019 yang dikembangkan dengan berlandaskan kerangka kerja. Pengembangan strategi dan kegiatan pokok dalam penguatan sistem informasi kesehatan dilakukan berdasarkan masukan 6 (enam) komponen dan standar sistem informasi kesehatan yang ditetapkan WHO yaitu (1) sumber daya SIK, (2) indikator, (3) sumber data, (4) manajemen data, (5) produk informasi, dan (6) pemanfaatan dan diseminasi. Selanjutnya secara umum arah peta jalan sistem informasi kesehatan pada setiap fase diarahkan pada produk sistem informasi kesehatan yang dapat memberikan layanan informasi kesehatan yang adekuat dengan kualifikasi disesuaikan dengan tahapan jangka pendek menengah dan panjang. Kemudian penerapan aplikasi sistem informasi kesehatan berbasis elektronik serta implementasi pada institusi tingkat provinsi dan kabupaten hingga implementasi e-kesehatan pada tingkat nasional dan global. Gambar 5.5. Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan
  • 51. -51- Fase 1 (2015-2019) Diarahkan pada penyediaan sistem informasi kesehatan yang mampu menyediakan layanan informasi kesehatan yang lebih cepat dan valid serta memungkinkan terjadinya proses berbagi sumber daya data bersama pada berbagai jenjang administrasi manajemen kesehatan. Implementasi konektivitas komunikasi data antara institusi pemerintah dengan publik (government to public), kemudian diarahkan pada penyediaan aplikasi system informasi kesehatan (bersifat operasional utama) berbasis elektronik terintegrasi yang diimplementasi di institusi fasilitas kesehatan tingkat pertama dan rujukan pemerintah serta pemangku kepentingan penunjangnya. Fase 2 (2020-2024) Diarahkan pada penyediaan sistem informasi kesehatan yang mampu menyediakan layanan informasi kesehatan yang lebih cepat dan valid serta memungkinkan terjadinya proses berbagi sumber daya data bersama pada berbagai jenjang administrasi manajemen kesehatan. Implementasi konektivitas komunikasi data antara institusi sektor kesehatan pemerintah dengan sektor swasta/private (government to business) serta antara sektor kesehatan swasta dengan masyarakat (business to public). Kemudian diarahkan pada pemantapan aplikasi sistem informasi kesehatan (bersifat high potential) berbasis elektronik terintegrasi yang diimplementasi di institusi fasilitas kesehatan tingkat pertama dan rujukan swasta serta pemangku kepentingan penunjangnya. Fase 3 (2025-2029) Diarahkan pada pemantapan sistem informasi kesehatan yang mampu menyediakan layanan informasi kesehatan yang lebih cepat dan valid serta memungkinkan terjadinya proses berbagi sumber daya data bersama pada berbagai jenjang administrasi manajemen kesehatan. Implementasi konektivitas komunikasi data antara institusi sektor kesehatan swasta dengan swasta (Business to Business). Kemudian diarahkan pada pemantapan aplikasi sistem informasi kesehatan (bersifat high potential) berbasis electronic health (e-kesehatan) terintegrasi yang diimplementasi khususnya di sektor publik yang berjaminan mutu
  • 52. -52- dengan standar internasional, serta penerapan e-kesehatan di semua pemangku kepentingan. Fase 4 (2030-2034) Diarahkan pada penyediaan sistem informasi kesehatan yang mampu menyediakan layanan informasi kesehatan global yang lebih cepat dan valid serta memungkinkan terjadinya proses berbagi sumber daya data bersama pada berbagai jenjang administrasi manajemen kesehatan. Kemudian diarahkan pada pemantapan aplikasi system informasi kesehatan (bersifat strategic) berbasis electronic health (e-kesehatan) dengan jaringan global terintegrasi yang diimplementasi berjaminan mutu dengan standar internasional, serta pemantapan penerapan e-kesehatan di semua pemangku kepentingan. Fase 5 (2035-2039) Diarahkan untuk melanjutkan pemantapan aplikasi sistem informasi kesehatan (bersifat strategic) berbasis electronic health (e-kesehatan) dengan jaringan global terintegrasi yang diimplementasi berjaminan mutu dengan standar internasional, serta pemantapan penerapan e-kesehatan di semua pemangku kepentingan. Agar upaya pencapaian visi sistem informasi kesehatan menjadi terarah, misi sistem informasi kesehatan perlu dijabarkan menjadi strategi-strategi dan kegiatan-kegiatan pokok dari Peta Jalan Sistem Informasi Kesehatan 2015-2019. Selanjutnya ditentukan keluaran dari masing-masing strategi dan indikator kinerja dari masing-masing kegiatan pokok, serta strategi untuk menjamin keberlangsungan kegiatan sebagaimana diuraikan selanjutnya di bawah. Indikator kinerja dari masing-masing kegiatan pokok dan target pelaksanaannya ditentukan agar pelaksanaan kegiatan dapat dipantau dan dievaluasi. 6. MISI, STRATEGI, KEGIATAN, DAN INDIKATOR KINERJA Berdasarkan hasil analisis situasi terhadap sistem informasi kesehatan saat ini serta tinjauan kedudukan sistem informasi kesehatan dalam sistem kesehatan, maka ditetapkan kerangka kebijakan dan grand design sistem informasi kesehatan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya. Dalam rangka mewujudkan visi dan
  • 53. -53- misi sistem informasi kesehatan disusun strategi, indikator kinerja, dan kegiatan yang akan dilakukan. 6.1. Misi 1. Memperkuat Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan yang meliputi Kebijakan, Regulasi, Standarisasi, Koordinasi, Perencanaan, Pendanaan, Sumber Daya Manusia, Infrastruktur, dan Kelembagaan Sebagaimana diketahui bahwa penyelenggaraan sistem informasi kesehatan sudah pada arah yang tepat walaupun berbagai permasalahan masih dihadapi. Permasalahan yang dihadapi saat ini antara lain lemahnya tata kelola, fragmentasi, dan lemahnya manajemen data, yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Hal itu disebabkan masih lemahnya aspek dasar yaitu sumber daya sistem informasi kesehatan. Hasil penilaian sistem informasi kesehatan dan evaluasi pelaksanaan peta jalan sistem informasi kesehatan lima tahun sebelumnya menunjukkan bahwa aspek sumber daya masih memerlukan penguatan yang lebih. Oleh karena itu, dalam peta jalan ini perlu dilakukan penguatan sumber daya sistem informasi kesehatan. Oleh karena sumber daya dalam penyelengaraan sistem informasi kesehatan merupakan aspek dasar sebagai landasan pijak, arah tujuan, dan modal dasar kekuatan, maka sumber daya sistem informasi kesehatan menjadi suatu hal yang harus terlebih dahulu diperhatikan di awal pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan. Kebijakan dan perencanaan sistem informasi kesehatan merupakan landasan, arah tujuan, dan langkah upaya pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan. Regulasi dan standarisasi sistem informasi kesehatan merupakan pengaturan atau pedoman pelaksanaan sistem informasi kesehatan di tingkat pusat, provinsi/kabupaten/kota, dan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendanaan, sumber daya manusia, infrastruktur, dan kelembagaan sistem informasi kesehatan merupakan modal dasar kekuatan untuk dapat menyelenggarakan sistem informasi kesehatan, tanpa modal dasar ini penyelenggaraan sistem informasi kesehatan tidak dapat dilaksanakan. Misi ini merupakan arah langkah strategis penyelenggaraan sistem informasi kesehatan yang dilakukan melalui penguatan
  • 54. -54- aspek sumber daya sistem informasi kesehatan. Sumber daya sistem informasi kesehatan merupakan aspek dasar penyelenggaraan sistem informasi kesehatan yang meliputi regulasi, kebijakan, koordinasi, perencanaan, pendanaan, ketenagaan, infrastruktur, dan kelembagaan. Sedangkan tujuan dari misi ini adalah memberikan landasan pijak, arah tujuan, dan modal dasar kekuatan dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Berikut ini dipilih beberapa strategi untuk mewujudkan misi tersebut, sebagai berikut: Strategi 1. Menetapkan Kebijakan dan Regulasi Sistem Informasi Kesehatan. Kebijakan sistem informasi kesehatan merupakan landasan dan arah tujuan serta langkah upaya pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan. Masih lemahnya kebijakan sistem informasi kesehatan menjadi isu penting. Oleh karenanya, diperlukan penataan atau pembenahan kebijakan sistem informasi kesehatan serta penyusunan rencana yang tepat. Strategi ini merupakan titik awal penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan. Maksud dari strategi ini adalah menyusun dan menetapkan landasan dan arah tujuan sistem informasi kesehatan serta menyusun perencanaan dan memilih langkah upaya pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan yang tepat. Sedangkan tujuan strategi ini adalah tersedianya kebijakan sistem informasi kesehatan dan tersusunnya regulasi sistem informasi kesehatan yang tepat. Upaya yang dilakukan dalam strategi ini antara lain adalah (1) identifikasi kebutuhan kebijakan dan regulasi termasuk perencanaan sistem informasi kesehatan; (2) penyusunan kebijakan dan regulasi terkait sistem informasi kesehatan sesuai prioritas kebutuhan; (3) penyusunan perencanaan sistem informasi kesehatan yang tepat; dan (4) Sosialisasi kebijakan dan regulasi sistem informasi kesehatan. Indikator kinerja dari strategi ini adalah jumlah kebijakan yang terkait dengan sistem informasi kesehatan.
  • 55. -55- Strategi 2. Mengembangkan dan Menetapkan Standar Sistem Informasi Kesehatan. Standar merupakan salah satu aspek dasar sistem informasi kesehatan. Standarisasi sistem informasi kesehatan merupakan pedoman pelaksanaan sistem informasi kesehatan di tingkat pusat, provinsi/kabupaten/kota, dan fasilitas pelayanan kesehatan. Lemahnya standar sistem informasi kesehatan menjadi salah satu kendala dalam mengoptimalkan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Masalah tata kelola dan fragmentasi adalah akibat dari lemahnya standar sistem informasi kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan upaya penataan atau pembenahan standar sistem informasi kesehatan. Dengan demikian, strategi ini menjadi salah satu langkah penting untuk menyediakan standar dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Maksud dari strategi ini adalah menyusun dan menetapkan standar sistem informasi kesehatan berupa pedoman dan petunjuk teknis sistem informasi kesehatan yang diatur melalui peraturan menteri. Sedangkan tujuan strategi ini adalah tersedianya standar untuk penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Upaya yang dilakukan dalam strategi ini antara lain adalah (1) identifikasi kebutuhan standar sistem informasi kesehatan; (2) penyusunan standar terkait sistem informasi kesehatan sesuai prioritas kebutuhan; (3) sosialisasi standar sistem informasi kesehatan; dan (4) penerapan srandar sistem informasi kesehatan. Penyusunan standar sistem informasi kesehatan khususnya SNI informatika kesehatan akan dibantu oleh suatu komite teknis. Indikator kinerja dari strategi ini adalah jumlah standar sistem informasi kesehatan. Strategi 3. Meningkatan Pendanaan Sistem Informasi Kesehatan. Pendanaan merupakan salah satu aspek dasar sistem informasi kesehatan. Pendanaan sistem informasi kesehatan adalah modal kekuatan untuk dapat terselenggaranya sistem informasi kesehatan. Aspek pendanaan terkait dengan semua aspek lain dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Tanpa adanya pendanaan, penyelenggaraan sistem informasi
  • 56. -56- kesehatan tidak dapat dilaksanakan. Saat ini, alokasi anggaran sistem informasi kesehatan relatif sudah cukup baik terutama di tingkat pusat namun masih perlu ditingkatkan. Sedangkan alokasi anggaran sistem informasi kesehatan di daerah masih sangat bervariasi, tergantung kemampuan dan komitmen daerah. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan alokasi anggaran sistem informasi kesehatan nasional dan pengalokasian anggaran untuk penyelenggaraan sistem informasi kesehatan di daerah. Strategi ini menjadi salah satu langkah penting untuk menyediakan regulasi dan standar dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Maksud dari strategi ini adalah mengupayakan kenaikan alokasi anggaran sistem informasi kesehatan nasional dan mengupayakan ketersediaan alokasi anggaran sistem informasi kesehatan di daerah. Sedangkan tujuan strategi ini adalah terwujudnya peningkatan pendanaan untuk penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Upaya yang dilakukan dalam strategi ini antara lain adalah (1) penyusunan anggaran berdasarkan perencanaan sistem informasi kesehatan yang telah ditetapkan; (2) koordinasi intensif dengan Biro Perencanaan dan Anggaran dan unit lain yang terkait; (3) identifikasi provinsi dan kabupaten/kota yang belum mengalokasikan anggaran untuk sistem informasi kesehatan; dan (4) koordinasi dan advokasi kepada provinsi dan kabupaten/kota. Indikator kinerja dari strategi ini adalah (1) persentase kenaikan anggaran sistem informasi kesehatan nasional; dan (2) persentase provinsi dan kabupaten/kota yang mengalokasikan anggaran untuk sistem informasi kesehatan. Strategi 4. Memperkuat Perangkat Sistem Informasi Kesehatan di Pusat dan Daerah. Perangkat atau infrastruktur sistem informasi kesehatan juga merupakan salah satu aspek dasar dari sistem informasi kesehatan. Perangkat sistem informasi kesehatan adalah komponen penting untuk menyelenggarakan sistem informasi kesehatan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini tentunya memberikan peluang positif bagi
  • 57. -57- penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dapat dilakukan secara elektronik agar lebih efisien. Hanya saja harus bijak dalam memilih teknologi yang ada. Dalam rangka pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk penyelenggaraan sistem informasi kesehatan, maka diperlukan penyediaan perangkat atau infrastruktur sistem teknologi informasi yang kuat. Strategi ini merupakan salah satu langkah untuk memenuhi kebutuhan perangkat atau infrastruktur dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan di pusat dan daerah. Maksud dari strategi ini adalah menyediakan perangkat sistem informasi kesehatan yang kuat baik di pusat maupun daerah yang mencakup antara lain aplikasi sistem informasi Puskesmas, aplikasi sistem informasi rumah sakit, dan jaringan komunikasi data, serta infrastruktur pusat jaringan (data center). Sedangkan tujuan strategi ini adalah tersedianya perangkat sistem informasi kesehatan yang kuat baik di pusat maupun daerah mengoptimalkan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan yang efisien. Upaya yang dilakukan dalam strategi ini antara lain adalah (1) sosialisasi penggunaan aplikasi SIKDA Generik atau aplikasi lain yang setara; (2) bimbingan teknis dan pendampingan penggunaan aplikasi SIKDA Generik atau aplikasi lain yang setara; (3) sosialisasi penggunaan aplikasi SIRS; (4) bimbingan teknis dan pendampingan penggunaan aplikasi SIRS; (5) evaluasi untuk memetakan kemampuan dan kebutuhan infrastruktur; (6) penyediaan jaringan komunikasi data; (7) penyediaan infrastruktur pusat jaringan (data center); dan (8) koordinasi dan advokasi lintas sektor/lembaga dalam penyediaan jaringan komunikasi data di daerah. Indikator kinerja dari strategi ini adalah (1) jumlah puskesmas yang menggunakan aplikasi SIKDA Generik atau aplikasi lain yang setara; (2) persentase rumah sakit yang menggunakan aplikasi Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS); dan (3) tersedianya jaringan komunikasi data di fasilitas pelayanan kesehatan untuk akses pelayanan e-kesehatan.