SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 43
Descargar para leer sin conexión
Perancangan
Geometrik Jalan
BAB I
PENDAHULUAN
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar
dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalulintas dan sebagai
akses ke rumah-rumah.
Tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infrastrukur yang
aman, efisiensi pelayanan arus lalulintas dan memaksimalkan ratio tingkat
penggunaan/biaya pelaksanaan. Ruang, bentuk, dan ukuran jalan dikatakan baik, jika
dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan.
Dasar dari perencanaan geometrik jalan adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan,
sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan karakteristik arus
lalulintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga
dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi
tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.
Geometrik jalan yang didesain dengan mempertimbangkan masalah keselamatan
dan mobilitas yang mempunyai kepentingan yang saling bertentangan, oleh karena itu
kedua pertimbangan tersebut harus diseimbangkan. Mobilitas yang dipertimbangkan
tidak saja menyangkut mobilitas kendaraan bermotor tetapi juga mobilitas kendaraan
tidak bermotor dan pejalan kaki.
Beberapa istilah - istilah yang perlu diketahui adalah sebagai berikut (Tata Cara
Perencanaan Geometrik jalan antar kota, 1997)
• Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas,
median, dan bahu jalan.
• Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan
jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi,
dan lapis permukaan.
• Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang biasanya
ditinggikan dengan batu tepi jalan.
• Daerah di Luar Kota adalah, daerah lain selain daerah perkotaan.
• Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan
jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
• Ruang Milik Jalan (Rumija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah
manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan
penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk
pengaman jalan.
• Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah lajur lahan yang berada di
bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap
terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk
pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak
mencukupi.
• Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun penuh atau
areal pinggiran kota yang masih jarang pembangunannya yang diperkirakan
akan menjadi daerah yang terbangun penuh dalam jangka waktu kira-kira 10
tahun mendatang dengan proyek perumahan, industri, komersil, dan berupa
pemanfaatan lahan lainnya yang bukan untuk pertanian.
• Ekivalen Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai kendaraan
dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya
kepada kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas campuran.
• Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu
lintas per jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu
lintas harian rata - rata tahunan.
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
• Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam,
ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu lintas dalam satu jam
dengan 4 kali tingkat volume lalu lintas per 15 menit tertinggi.
• Jalan Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa
distribusi dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi mana pun
termasuk desa, rawa, hutan, meskipun mungkin terdapat perkembangan
permanen, misalnya rumah makan, pabrik, atau perkampungan.
• Jarak Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari
mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat
oleh pengemudi.
• Jarak Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak pandang yang dibutuhkan
untuk dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal.
• Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti
dengan aman bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan
biasa.
• Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk
mencapai perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan kemiringan
penuh.
• Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraan
bermotor (beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan.
• Jalur Lalu lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan
khusus untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih).
• KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia.
• Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan
pada suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang per jam.
• Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang aman dan
dapat dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut jika
kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan
perencanaan jalan.
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
• Lajur adalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu kendaraan
bermotor beroda 4 atau lebih, dalam satu jurusan.
• Lajur Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan yang mempunyai
kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung kendaraan dengan
kecepatan rendah terutama kendaraan berat.
• Mobil Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang
berfungsi sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitas tempat duduk 4
sampai 6.
• Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang yang
digantikan tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas
dan pengawasan yang berlaku.
• Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang
dengan cara yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk
menjamin ruang bebas samping pada jalur.
• Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang
layak diperkirakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang
seragam pada suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu yang
ditetapkan dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan, dan
lingkungan yang berlaku dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per jam.
• Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas per jam
pada jam sibuk tahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung dari
perkalian VLHR dengan faktor K.
• Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang
melintasi suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama
satu tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun.
• Volume Lalu lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau
prakiraan volume lalu lintas harian untuk masa yang akan datang pada bagian
jalan tertentu.
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Gambar 1.1 Hubungan Antara Rumaja, Rumija dan Ruwasja
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
BAB II
KRITERIA PERENCANAAN GEOMETRIK ANTAR KOTA
2.1. Klasifikasi Jalan
2.1.1. Klasifikasi menurut fungsi jalan
Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas:
• Jalan Arteri
Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien,
• Jalan Kolektor
Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan
masuk dibatasi,
• Jalan Lokal
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
2.1.2. Klasifikasi menurut kelas jalan
• Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat
(MST) dalam satuan ton.
• Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Tabel 2.1. Klasifikasi menurut kelas jalan
Fungsi Kelas
Muatan Sumbu
Terberat
MST (ton)
Arteri
I
II
IIIA
> 10
10
8
Kolektor
IIIA
IIIB
8
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
2.1.3. Klasifikasi menurut medan jalan
• Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
• Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat
dilihat dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Klasifikasi menurut medan jalan
No. Jenis Medan Notasi
Kemiringan Medan
(%)
1.
2.
3.
Datar
Perbukitan
Pegunungan
D
B
G
< 3
3 – 25
> 25
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
• Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus
mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari
segmen rencana jalan tersebut.
2.1.4. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan
Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.34/2006
adalah :
• Jalan Nasional
• Jalan Provinsi
• Jalan Kabupaten
• Jalan Kota
• Jalan Desa
2.2. Kriteria perencanaan
2.2.1. Kendaraan Rencana
• Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya
dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
• Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori:
• Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
• Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2
as;
• Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
• Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana
ditunjukkan dalam Tabel 2.3 Gambar 2.1 s.d. Gambar 2.3 menampilkan
sketsa dimensi kendaraan rencana tersebut.
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Tabel 2.3. Dimensi kendaraan rencana
KATEGORI
KENDARAAN
RENCANA
DIMENSI KENDARAAN
(cm)
TONJOLAN
(cm)
RADIUS PUTAR
RADIUS
TONJOLAN
(cm)Tinggi Lebar
Panjan
g
Depa
n
Belakang Minimum Maksimum
Kendaraaan
Kecil
130 210 580 90 150 420 730 780
Kendaraan
Sedang
410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Kendaraan
Besar
410 260 2100 120 90 290 1400 1370
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Gambar 2.1 Dimensi kendaraan kecil
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
antar kota (1997)
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Gambar 2.2 Dimensi kendaraan sedang
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
antar kota (1997)
Gambar 2.3. Dimensi kendaraan besar
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
antar kota (1997)
2.2.2 Satuan Mobil Penumpang
• SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana
mobil penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
• SMP untuk jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat
dilihat dalam Tabel 2.4. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual
Kapasitas Jalan Indonesia.
Tabel 2.4. Ekivalen Mobil Penumpang (emp)
No. Jenis Kendaraan Datar/Perbukitan Pegunungan
1. Sedan, Jeep, Station Wagon 1,0 1,0
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
2.
3.
Pick-Up, Bus Kecil, Truck
Kecil
Bus dan Truck Besar
1,2 – 2,4
1,2 – 5,0
1,9 – 3,5
2,2 – 6,0
Sumber : MKJI No.036 /TBM (1997)
2.2.3 Volume Lalu Lintas Rencana
• Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu
lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam
SMP/hari.
• Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam
sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung
dengan rumus:
….. ( 2.1)
di mana :
K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan
F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas
perseperempat jam dalam satu jam.
• VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu
lintas lainnya yang diperlukan.
• Tabel 2.5 menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-
nya.
Tabel 2.5. Penentuan faktor K dan faktor F berdasarkan volume lalu
lintas harian
VLHR FAKTOR –
K
FAKTOR – F
(%)
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
(%)
>50.000
30.000 –
50.000
10.000 –
30.000
5.000 – 10.000
1.000 – 5.000
<1.000
4 – 6
6 – 8
6 – 8
8 – 10
10 – 12
12 - 16
0,9 – 1
0,8 – 1
0,8 – 1
0,6 – 0,8
0,6 – 0,8
<0,6
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
2.2.4 Kecepatan Rencana
• Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang
dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan
kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi
cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan
yang tidak berarti.
• VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 2.6.
• Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat
diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20
km/jam.
Tabel 2.6. Kecepatan Rencana, VR sesuai klasifikasi fungsi dan
klasifikasi medan jalan
Fungsi
Kecepatan Rencana, VR’ Km/Jam
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70
Kolektor 60 – 90 50 – 60 30 – 50
Lokal 40 - 70 30 - 50 20 – 30
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
2.3. JARAK PANDANG
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang
pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat
suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu
untuk menghidari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang,
yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).
2.3.1 Jarak Pandang Henti
• Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi
untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat
adanya halangan di depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus
memenuhi Jh.
• Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah
105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.
• Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:
(1) Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan
sejak pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia
harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem; dan
(2) Jarak pengereman (Jh,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk
menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem
sampai kendaraan berhenti.
• Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:
….. (2.2)
di mana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal,
ditetapkan 0,35-0,55.
disederhanakan menjadi:
….. (2.3)
• Tabel 2.7 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan
dengan
pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.
Tabel 2.7. Jarak Pandang Henti (JH) minimum
VR, Km/Jam 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
2.3.2. Jarak Pandang Menyiap
Jarak Pandang Menyiap, yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan
untuk dapat menyiap kendaraan lain yang berada pada lajur jalannya
dengan menggunakan lajur untuk arah berlawanan (Lihat gambar 2.4).
Jarak pandang menyiap standar adalah :
….. (2.4)
di mana :
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
d1= Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang
hendak menyiap dan membawa kendaraannya yang hendak
membelok ke lajur kanan
…..(2.5)
d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama berada pada
lajur sebelah kanan
….. (2.6)
d3 = Jarak bebas yang harus ada antara kendaraan yang menyiap
dengan kendaraan yang berlawanan arah setelah gerakan menyiap
dilakukan, diambil 30-100 m
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah selama
2/3 dari waktu yang diperlukan oleh kendaraan yang menyiap berada
pada lajursebelah kanan atau sama dengan 2/3.d2
t1 = Waktu reaksi yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat
ditentukan dengan korelasi ..... (2.7)
m = Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang
disiap yaitu 15 km/ jam
V = Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan
dapat dianggap sama dengan kecepatan rencana, km/ jam
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
a = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-
rata kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan
mempergunakan korelasi ….. (2.8)
t2 = Waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan
yang dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi
…..(2.9)
Gambar 2.4 Jarak Pandang Mendahului
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
antar kota (1997)
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
BAB III
KOMPONEN – KOMPONEN ALINEMEN HORIZONTAL DAN VERTIKAL
3.1 ALINEMEN HORISONTAL
Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal.
Alinyemen horizontal juga dikenal dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”.
Alinemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada
kecepatan tertentu dengan membentuk superelevasi. Gaya sentrifugal adalah
gaya yang mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya.
Sedangkan superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan.
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
3.1.1 Bentuk bagian lengkung
Bentuk bagian lengkung dapat berupa :
• Full Circle (FC) atau Lengkung Busur Lingkaran Sederhana
A. Lengkung busur lingkaran sederhana hanya dapat dipilh untuk
radius lengkung yang besar. Perencanaan Tikungan
Bentuk tikungan yang dianjurkan oleh Bina Marga :
1. Lingkaran Penuh (Full Circle)
Bentuk tikungan seperti ini digunakan pada tikungan
yang mempunyai jari-jari besar dengan sudut tangent yang
relative kecil.
Gambar 3.1. Lengkung busur lingkaran Sederhana
Batasan yang biasanya dipakai di Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Batasan Kecepatan Rencana (VR) dengan
Jari-jari Lengkung Minimal
Kecepatan
Rencana
(Km/Jam)
Jari-jari Lengkungan
Minimal
(m)
200 1500
100 1000
80 700
60 300
40 130
Sumber : Buku dasar-dasar perencanaan Geometrik jalan,
oleh : Silvia Sukiman
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Rumus yang biasa digunakan:
Dari gambar lengkung busur lingkaran sederhana diatas, dapat diketahui :
Tc = Rc . tg 1/2β ….. (3.1)
Ec =Tc . tg 1/4β ….. (3.2)
Lc = βπ Rc dengan β dalam derajat….. (3.3)
180
Lc = B . Rc dengan β dalam radian ….. (3.4)
Syarat pemakaian :
a. Tergantung dari harga v yang ada (design speed)
Mis : Untuk Vp = 80 Km/jam
R > 110
# R dicoba dahulu pada gambar pengukuran staking out.
# R dan V dapat dilihat pada daftar II “ Standart Perencanaan Geometrik Jalan
raya”
b. Harga dihitung secara analitis berdasarkan koordinat, setelah itu diukur dengan
menggunakan busur.
c. Ac > 0
d. Lc > 20 cm
Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja, maka pencapaian
superelevasi dilakukan sebagian pada jalan lurus dan sebagian lagi pada bagian
lengkung.
• Spiral-Circle-Spiral (SCS) atau Lengkung Busur Lingkaran dengan Lengkung
Peralihan
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Gambar 3.2. Lengkung spiral – Lingkaran – Spiral Simetris
Gambar diatas menggambarkan sebuah lengkung Spiral-Circle-Spiral
simetris dimana panjang lengkung peralihan dari TS ke SC sama dengan
dari CS ke ST
(= Ls).
Lengkung TS-SC adalah lengkung peralihan berbentuk spiral yang
menghubungkan bagian lurus dengan radius tak berhingga di awal spiral
(kiri TS) dan bagian berbentuk lingkaran diakhir spiral (kanan SC). Titik
TS adalah titik peralihan bagian lurus ke bagian berbentuk spiral dan titik
SC adalah titik peralihan bagian spiral ke bagian lingkaran.
Rumus yang umum digunakan adalah :
• Derajat Kelengkungan
Adalah sudut yang dibemtuk oleh ujung lingkarang dengan jari-jari R (m) yang
menghasilkan panjang busur sebesar 25 m.
D = 25 . 360 ( D berlaku untuk semua tipe kurva )
25 r
Dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa :
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Besarnya sudut spiral pada titik SC
….. (3.5)
….. (3.6)
….. (3.7)
untuk Ls = 1 m, maka p = p* dan k = k* dan untuk Ls = Ls, maka p = p*.Ls
dan k = k*. Ls dengan nilai p* dan k* untuk setiap nilai diberikan di tabel
4.1
Sudut pusat busur lingkaran = dan sudut spiral = , jika besarnya sudut
perpotongan kedua tangen adalah maka :
….. (3.8)
….. (3.9)
….. (3.10)
…..(3.11)
Syarat pemakaian :
( Ls Min < dan L < 2Ts) ; (AC > 0 dan Lc > 20)
• Spiral-Spiral (SS) atau Lengkung Spiral-Spiral
Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur
lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur
lingkaran Lc = 0 dan = 1/2 .
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Gambar 3.3. Lengkung Spiral – Spiral
Rumus umum yang digunakan :
Ls = θs . R … [ 3.12 ]
28,648
Ls = (R + P) tan ½ ∆ + k … [ 3.13 ]
Es = ( R + P ) – R … [ 3.14 ]
Cos ½ ∆
L = 2 Ls … [ 3.15 ]
(harga R = P* > Ls) dan ( K = K* . Ls )
Syarat pemakaian :
a. Harga dihitung secara analitis, namun dalam hal ini harga dihitung atau
diukur langsung dengan mengunakan busur.
b. θs = ½ β
3.1.2 Trase
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
 Penentuan route / trase jalan adalah penentuan koridor terbaik antara
dua buah titik yang harus dihubungkan.
 Koridor adalah bidang memanjang yang menghubungkan dua titik.
 Trase adalah seri dari garis – garis lurus yang merupakan rencana
dari sumbu jalan.
Tahap kegiatan dalam penentuan lokasi trase jalan :
a. Studi Penyuluhan (Reconnaissance Study)
Tujuan : Menentukan berbagai alternative koridor yang memenuhi
syarat.
b. Pemilihan koridor terbaik dari beberapa alternative koridor yang
memenuhi syarat
Tujuan : Menentukan koridor terbaik
Faktor-Faktor Yang Menentukan Route Location Suatu Jalan
• Medan / Topografi : Dataran, Bukit dan Pegunungan
• Perpotongan dengan sungai
• Daerah lahan kritis
• Daerah aliran sungai
• Meterial konstruksi jalan
• Galian dan Timbunan
• Pembebasan tanah
• Lingkungan
• Sosial / budaya setempat
3.1.3. Jari-Jari Tikungan
Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:
….. (3.16)
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
di mana :
Rmin = Jari jari tikungan minimum (m),
VR = Kecepatan Rencana (km/j),
emax = Superelevasi maximum (%),
F = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24
Tabel 3.2. Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan).
VR
(Km/Jam)
120 100 80 60 50 40 30 20
Jari-jari
minimum,
Rmin (m)
600 370 210 110 80 50 30 15
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
3.1.4. Tikungan Gabungan
Ada dua macam tikungan gabungan, sebagai berikut:
 Tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan dengan
arah putaran yang sama tetapi dengan jari jari yang berbeda (lihat Gambar
3.4);
 Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah
putaran yang berbeda (lihat Gambar 3.5).
Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2:
tikungan gabungan searah harus dihindarkan, ….. (3.17)
tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau clothoide
sepanjang paling tidak 20 meter (lihat Gambar 3.6). ….. (3.18)
 Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus di
antara kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 30 m.
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
(Lihat Gambar 3.7)
Gambar 3.4 Tikungan Gabungan Searah
Gambar 3.5 Tikungan Gabungan Searah dengan Sisipan Bagian Lurus
minimum sepanjang 20 meter
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota
(1997)
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Sumber : Tata Cara Perencanaan
Geometrik jalan antar
kota (1997)
Perancangan
Geometrik Jalan
Gambar 3.6 Tikungan Gabungan Gambar Balik
Gambar 3.7 Tikungan Gabungan Gambar Balik Dengan Sisipan Bagian Lurus
Minimum
Sepanjang 20 meter
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
3.1.5. Panjang Bagian Lurus
1) Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan,
ditinjau dari segi
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan
antar kota
(1997)
Perancangan
Geometrik Jalan
kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus
harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).
2) Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Panjang Bagian Lurus Maksimum
Fungsi
Panjang Bagian Lurus Maksimum
Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3000 2500 2000
Kolektor 2000 1750 1500
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
3.1.6. Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat
berjalan melalui tikungan pads kecepatan VR.
Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.
Pencapaian superelevasi :
a. Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal
pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi)
pada bagian lengkung.
b. Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear
(lihat Gambar II.21), diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung
peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian lurus jalan, 'lalu dilanjutkan
sampai superelevasi penuh pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).
c. Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat
Gambar 11.22), diawali dari bagian lurus sepanjang 213 LS sampai dengan
bagian lingkaran penuh sepanjang 113 bagian panjang LS.
d. Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada
bagian spiral.
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Gambar 3.5 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe S-S
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota
(1997)
Gambar 3.6 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar
kota (1997)
3.1.7. Pelebaran Jalur Lalu Lintas di Tikungan
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan
konsistensi geometrik jalan agar kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama
dengan di bagian lurus.
Pelebaran jalan di tikungan mempertimbangkan:
• Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya.
• Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan
gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus memenuhi
gerak perputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga proyeksi
kendaraan tetap pada lajumya.
• Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana
(lihat Gambar 2.1 s.d. Gambar 2.3), dan besarnya ditetapkan sesuai Tabel
3.3.
• Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan.
• Untuk jalan 1 jalur 3 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 3.3 harus dikalikan 1,5.
• Untuk jalan 1 jalur 4 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 3.3 harus dikalikan 2.
Rumus umum:
zTdncbn +−++= )1()'(β
dimana:
b’ = ( )222
240,2 pRR −−+
Td = RPR −∆+∆− )2(2
z =
R
105,0
dimana:
ß = Lebar perkerasan jalan tikungan (m)
η = Jumlah jalur
b’ = Lebar lintasan kendaraan pada tikungan (m)
c = Kebebasan samping
- Untuk lebar jalan 6,00 m = 0,8
- Untuk lebar jalan 7,00 m = 1,0
- Untuk lebar jalan 7,50 m = 1,25
Td = Lebar melintang akibat tonjolan kedepan (m)
z = Lebar tambahan akibat kelainan mengemudi (m)
R = Jari-jari tikungan
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Δ = Tonjolan kedepan (1,2 m)
P = Jarak standar (6,1 m)
Catatan:
Rumus dapat digunakan apabila 1000/R > 6
- Jika ≤ 6, maka b’, Td dan z ditentukan dengan
menggunakan grafik.
- Jika ß < lebar jalan, maka tidak ada pelebaran perkerasan
di tikungan.
Tabel 3.4. Pelebaran di Tikungan
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Tabel 3.4. (Lanjutan) Pelebaran di tikungan per Lajur (m)
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Lebar Jalur 20.50 m, 2 arah atau 1 arah
R (m)
Kecepatan Rencana, Vd (Km/Jam)
50 60 70 80 90 100 110 120
1500 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.1
1000 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2
750 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.2 0.3 0.3
500 0.2 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5
400 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5
300 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5
250 0.4 0.5 0.5 0.6
200 0.6 0.7 0.8
150 0.7 0.8
140 0.7 0.8
130 0.7 0.8
120 0.7 0.8
110 0.7
100 0.8
90 0.8
80 1.0
70 1.0
Perancangan
Geometrik Jalan
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Lebar Jalur 2x3,00 m, 2 arah atau 1 arah
R (m)
Kecepatan Rencana, Vd (Km/Jam)
50 60 70 80 90 100 110
1500 0.3 0.4 0.4 0.4 0.4 0.5 0.6
1000 0.4 0.4 0.4 0.5 0.5 0.5 0.6
750 0.6 0.6 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8
500 0.8 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 0.1
400 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 1.1
300 0.9 1.0 1.0 1.1
250 1.0 1.1 1.1 1.2
200 1.2 1.3 1.3 1.4
150 1.3 1.4
140 1.3 1.4
130 1.3 1.4
120 1.3 1.4
110 1.3
100 1.4
90 1.4
80 1.6
70 1.7
Perancangan
Geometrik Jalan
3.2. ALINYEMEN VERTIKAL
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan. Penarikan alinemen vertikal sangat dipengaruhi
oleh beberapa pertimbangan, seperti : kondisi tanah dasar, keadaan medan,
fungsi jalan, muka air banjir, muka air tanah dan kelandaian yang masih
memungkinkan. Alinemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian
lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal
dapat berupa landai positif (tanjakan), landai negatif (turunan) dan landai nol
(datar). Sedangkan untuk bagian lengkung vertikal, dapat berupa :
• Lengkung Vertikal Cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan. Panjang lengkung
vertikal cekung harus ditentukan dengan memperhatikan :
1. Bentuk parabola sederhana
2. Jarak penyinaran lampu kendaraan
3. Jarak pandangan bebas di bawah bangunan
4. Kenyamanan pengemudi
5. Keluwesan bentuk
• Lengkung Vertikal Cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada diatas permukaan jalan yang bersangkutan.
Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan
dapat dibedaka atas 2 keadaan, yaitu :
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L)
2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung
(S>L)
3.2.1. Lengkung Vertikal
 Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahan kelandaian dengan tujuan :
(1) mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan
(2) menyediakan jarak pandang henti.
 Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola
sederhana,
a. jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal
cembung, panjangnya ditetapkan dengan rumus:
L = AS2
......(3.19)
405
b. jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal
cekung, panjangnya ditetapkan dengan rumus:
L = 2S – 405
A ….. (3.20)
 Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus:
L = A.Y ….. (3.21)
L = S2
….. (3.22)
405
di mana :
L = Panjang lengkung vertikal (m),
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
A = Perbedaan grade (m),
Jh = Jarak pandangan henti (m),
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi
obyek 10 cm dan tinggi mata 120 cm.
 Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan
penampilan. Y ditentukan sesuai Tabel 3.5
Tabel 3.5 Penentuan Faktor penampilan kenyamanan, Y
Kecepatan Rencana (Km/Jam)
Faktor Penampilan
Kenyamanan, Y
<40
40 – 60
>60
1,5
3
8
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
 Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 3.6 vang
didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk
jelasnya lihat Gambar 3.7 dan Gambar 3.8
Tabel 3.6. Panjang Minimum Lengkung Vertikal
Kecepatan
Rencana
(Km/Jam)
Perbedaan
Kelandaian
Memanjang (%)
Panjang
Lengkung
(m)
<40
40 – 60
>60
1
0,6
0,4
20 – 30
40 – 80
80 - 150
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Gambar 3.7. Lengkung vertikal cembung
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
antar kota (1997)
Gambar 3.8. Lengkung vertikal cekung
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik
Jalan
antar kota (1997)
3.2.2. Landai Maksimum
• Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan
bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
• Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan
penuh yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari
separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
• Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam
Tabel 3.7.
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Tabel 3.7. Kelandaian maksimum yang diizinkan
VR
(Km/Jam)
120 110 100 80 60 50 40 <40
Kelandaian
Maksimal
(%)
3 3 4 5 8 9 10 10
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
• Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut
ditetapkan tidak lebih dari satu menit.
• Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel 3.8
Tabel 3.8. Panjang Kritis (m)
Kecepatan pada
awal tanjakan
km/jam
Kelandaian
4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
3.2.3 Koordinasi alinyemen
Alinyemen vertikal, alinyemen horizontal, dan potongan melintang jalan
adalah elemen - elemen jalan sebagai keluaran perencanaan hares
dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik
dalam arti memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman
dan nyaman. Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
memberikan kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang
akan dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih
awal.
Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Alinyemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal, dan
secara ideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinemen
vertikal;
b. tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau
pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;
c. lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan;
d. dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus
dihindarkan; dan
e. tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan.
Sebagai ilustrasi, Gambar 3.9 s.d. Gambar 3.11 menampilkan contoh-
contoh koordinasi alinemen yang ideal dan yang harus dihindarkan.
Gambar 3.9. Koordinasi yang ideal antara alinemen horizontal dan vertikal yang
berimpit
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Gambar 3.10 Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana alinemen vertikal
menghalangi pandangan pengemudi pada saat mulai memasuki
tikungan pertama
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Gambar 3.11 Koordinasi yang harus dihindarkan dimana pada bagian yang lurus
pandangan pengemudi terhalang oleh puncak alinemen vertikal
sehingga pengemudi sulit memperkirakan arah alinyemen dibalik puncak
tersebut.
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
3.2.4 Lajur Pendakian
Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang
bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan
kendaraan lain pada umumnya, agar kendaraan kendaraan lain dapat
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
mendahului kendaraan lambat tersebut tanpa harus berpindah lajur atau
menggunakan lajur arah berlawanan.
• Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai
kelandaian yang besar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat.
• Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) disediakan pada jalan arteri atau kolektor,
b) apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000 SMP/hari,
dan persentase truk > 15 %.
• Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana.
• Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan
serongansepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak
kelandaian dengan serongan sepanjang 45 meter (lihat Gambar 3.12).
• Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km (lihat Gambar
3.13).
Gambar 3.12. Lajur pendakian Tipikal
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Gambar 3.13 Jarak antara dua lajur pendakian
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Proses Umum Perancangan Tikungan
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Gambar 1 FLOW CHART Perancangan Geometrik Jalan
Restu Tri Novandy / F 111 08 021
Perancangan
Geometrik Jalan
Restu Tri Novandy / F 111 08 021

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1
Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1
Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1Bayu Janasuputra
 
Perkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanesPerkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanesrakesword
 
Manual desain-perkerasan-jalan-2017
Manual desain-perkerasan-jalan-2017Manual desain-perkerasan-jalan-2017
Manual desain-perkerasan-jalan-2017NUR SETIAJI
 
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALANPERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALANMira Pemayun
 
perhitungan jembatan
perhitungan jembatanperhitungan jembatan
perhitungan jembatanFarid Thahura
 
Dasar teori tentang jalan
Dasar teori tentang jalanDasar teori tentang jalan
Dasar teori tentang jalanArtdian Hudaya
 
perancangan geometrik jalan
perancangan geometrik jalanperancangan geometrik jalan
perancangan geometrik jalanDeri
 
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYATUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYAAristo Amir
 
ALINEMEN-VERTIKAL-pak-iman-1.pptx
ALINEMEN-VERTIKAL-pak-iman-1.pptxALINEMEN-VERTIKAL-pak-iman-1.pptx
ALINEMEN-VERTIKAL-pak-iman-1.pptxFakhriWahidSanjaya
 
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiAyu Fatimah Zahra
 
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaana_agung_kartika
 
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatanSni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatanterbott
 
243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasi243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasiWSKT
 
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya I
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya Ilaporan Rancangan perkerasan jalan Raya I
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya Imas_weri
 

La actualidad más candente (20)

Grafik nomogram
Grafik nomogramGrafik nomogram
Grafik nomogram
 
Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1
Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1
Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1
 
Perkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanesPerkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanes
 
Tugas Besar Geometrik Jalan
Tugas Besar Geometrik JalanTugas Besar Geometrik Jalan
Tugas Besar Geometrik Jalan
 
Manual desain-perkerasan-jalan-2017
Manual desain-perkerasan-jalan-2017Manual desain-perkerasan-jalan-2017
Manual desain-perkerasan-jalan-2017
 
Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
Bab 5 . topik 5.1 4 (alinyemen horizontal)
 
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALANPERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN
PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN
 
perhitungan jembatan
perhitungan jembatanperhitungan jembatan
perhitungan jembatan
 
Dasar teori tentang jalan
Dasar teori tentang jalanDasar teori tentang jalan
Dasar teori tentang jalan
 
perancangan geometrik jalan
perancangan geometrik jalanperancangan geometrik jalan
perancangan geometrik jalan
 
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYATUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
TUGAS BESAR GEOMETRIK JALAN RAYA
 
ALINEMEN-VERTIKAL-pak-iman-1.pptx
ALINEMEN-VERTIKAL-pak-iman-1.pptxALINEMEN-VERTIKAL-pak-iman-1.pptx
ALINEMEN-VERTIKAL-pak-iman-1.pptx
 
Tabel baja-wf-lrfd
Tabel baja-wf-lrfdTabel baja-wf-lrfd
Tabel baja-wf-lrfd
 
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
 
perhitungan-atap
perhitungan-atapperhitungan-atap
perhitungan-atap
 
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan
02 r1 -__kapasitas_jalan_perkotaan
 
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatanSni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
 
Persimpangan
PersimpanganPersimpangan
Persimpangan
 
243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasi243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasi
 
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya I
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya Ilaporan Rancangan perkerasan jalan Raya I
laporan Rancangan perkerasan jalan Raya I
 

Similar a Perancangan Geometrik Jalan

Laporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docxLaporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docxkusmiraagustian1
 
K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdf
K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdfK1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdf
K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdfHeriansyahPutra5
 
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
Tugas  perencanaan struktur geometri jalanTugas  perencanaan struktur geometri jalan
Tugas perencanaan struktur geometri jalanMuhammad Ali
 
Dasar_Perencanaan_Geometrik_Jalan.pptx
Dasar_Perencanaan_Geometrik_Jalan.pptxDasar_Perencanaan_Geometrik_Jalan.pptx
Dasar_Perencanaan_Geometrik_Jalan.pptxelisabeth357711
 
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...Djunaidi Syalat
 
perencanaan gemotri jalan
perencanaan gemotri jalanperencanaan gemotri jalan
perencanaan gemotri jalanAhmad Wiratama
 
Iii. dasar teori arus lalu lintas
Iii. dasar teori arus lalu lintasIii. dasar teori arus lalu lintas
Iii. dasar teori arus lalu lintasgusriantodanr2161
 
Bab iv sistem transportasi darat
Bab iv   sistem transportasi daratBab iv   sistem transportasi darat
Bab iv sistem transportasi daratDianIndaSari
 
jurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanjurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanE Sanjani
 
Kapasitas jalan raya
Kapasitas jalan rayaKapasitas jalan raya
Kapasitas jalan rayanovirma_sari
 
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokSimpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokAyu Fatimah Zahra
 
Geometrik jalan raya
Geometrik jalan rayaGeometrik jalan raya
Geometrik jalan rayaFahmi Ula
 
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan JembatanModul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan JembatanPPGHybrid1
 
jurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanjurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanE Sanjani
 

Similar a Perancangan Geometrik Jalan (20)

Bab 1,2,3,4,5
Bab 1,2,3,4,5Bab 1,2,3,4,5
Bab 1,2,3,4,5
 
Laporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docxLaporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docx
 
K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdf
K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdfK1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdf
K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdf
 
Bab ii mitha
Bab ii mithaBab ii mitha
Bab ii mitha
 
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
Tugas  perencanaan struktur geometri jalanTugas  perencanaan struktur geometri jalan
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
 
Dasar_Perencanaan_Geometrik_Jalan.pptx
Dasar_Perencanaan_Geometrik_Jalan.pptxDasar_Perencanaan_Geometrik_Jalan.pptx
Dasar_Perencanaan_Geometrik_Jalan.pptx
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...
Tinjauan Desain Geometrik Jalan Subaim - Buli Ruas Jalan Uni-uni Kab. Halmahe...
 
perencanaan gemotri jalan
perencanaan gemotri jalanperencanaan gemotri jalan
perencanaan gemotri jalan
 
ST
STST
ST
 
Iii. dasar teori arus lalu lintas
Iii. dasar teori arus lalu lintasIii. dasar teori arus lalu lintas
Iii. dasar teori arus lalu lintas
 
Pt t 02-2002-b
Pt t 02-2002-bPt t 02-2002-b
Pt t 02-2002-b
 
Bab iv sistem transportasi darat
Bab iv   sistem transportasi daratBab iv   sistem transportasi darat
Bab iv sistem transportasi darat
 
jurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanjurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalan
 
studi kasus transp. darat
studi kasus transp. daratstudi kasus transp. darat
studi kasus transp. darat
 
Kapasitas jalan raya
Kapasitas jalan rayaKapasitas jalan raya
Kapasitas jalan raya
 
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokSimpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
 
Geometrik jalan raya
Geometrik jalan rayaGeometrik jalan raya
Geometrik jalan raya
 
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan JembatanModul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
Modul TKP M4KB1 - Dasar-dasar Jalan dan Jembatan
 
jurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalanjurnal Konstruksi jalan
jurnal Konstruksi jalan
 

Último

PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptxPPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptxdpcaskonasoki
 
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555zannialzur
 
Normalisasi Database dan pengertian database
Normalisasi Database dan pengertian databaseNormalisasi Database dan pengertian database
Normalisasi Database dan pengertian databasethinkplusx1
 
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptx
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptxMinggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptx
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptxRahmiAulia20
 
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanya
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanyaKlasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanya
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanyafaizalabdillah10
 
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIK
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIKMEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIK
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIKFerdinandus9
 
Teori Pembakaran bahan kimia organik .ppt
Teori Pembakaran bahan kimia organik .pptTeori Pembakaran bahan kimia organik .ppt
Teori Pembakaran bahan kimia organik .pptEndarto Yudo
 

Último (7)

PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptxPPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
 
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555
 
Normalisasi Database dan pengertian database
Normalisasi Database dan pengertian databaseNormalisasi Database dan pengertian database
Normalisasi Database dan pengertian database
 
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptx
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptxMinggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptx
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptx
 
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanya
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanyaKlasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanya
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanya
 
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIK
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIKMEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIK
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIK
 
Teori Pembakaran bahan kimia organik .ppt
Teori Pembakaran bahan kimia organik .pptTeori Pembakaran bahan kimia organik .ppt
Teori Pembakaran bahan kimia organik .ppt
 

Perancangan Geometrik Jalan

  • 1. Perancangan Geometrik Jalan BAB I PENDAHULUAN Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalulintas dan sebagai akses ke rumah-rumah. Tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infrastrukur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalulintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan/biaya pelaksanaan. Ruang, bentuk, dan ukuran jalan dikatakan baik, jika dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan. Dasar dari perencanaan geometrik jalan adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan karakteristik arus lalulintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan. Geometrik jalan yang didesain dengan mempertimbangkan masalah keselamatan dan mobilitas yang mempunyai kepentingan yang saling bertentangan, oleh karena itu kedua pertimbangan tersebut harus diseimbangkan. Mobilitas yang dipertimbangkan tidak saja menyangkut mobilitas kendaraan bermotor tetapi juga mobilitas kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki. Beberapa istilah - istilah yang perlu diketahui adalah sebagai berikut (Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota, 1997) • Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median, dan bahu jalan. • Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 2. Perancangan Geometrik Jalan darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan. • Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang biasanya ditinggikan dengan batu tepi jalan. • Daerah di Luar Kota adalah, daerah lain selain daerah perkotaan. • Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman. • Ruang Milik Jalan (Rumija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan. • Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah lajur lahan yang berada di bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak mencukupi. • Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun penuh atau areal pinggiran kota yang masih jarang pembangunannya yang diperkirakan akan menjadi daerah yang terbangun penuh dalam jangka waktu kira-kira 10 tahun mendatang dengan proyek perumahan, industri, komersil, dan berupa pemanfaatan lahan lainnya yang bukan untuk pertanian. • Ekivalen Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai kendaraan dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya kepada kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas campuran. • Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu lintas per jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu lintas harian rata - rata tahunan. Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 3. Perancangan Geometrik Jalan • Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam, ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu lintas dalam satu jam dengan 4 kali tingkat volume lalu lintas per 15 menit tertinggi. • Jalan Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi mana pun termasuk desa, rawa, hutan, meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen, misalnya rumah makan, pabrik, atau perkampungan. • Jarak Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh pengemudi. • Jarak Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak pandang yang dibutuhkan untuk dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal. • Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti dengan aman bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan biasa. • Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk mencapai perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan kemiringan penuh. • Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan. • Jalur Lalu lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan khusus untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih). • KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia. • Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam. • Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang aman dan dapat dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut jika kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan perencanaan jalan. Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 4. Perancangan Geometrik Jalan • Lajur adalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih, dalam satu jurusan. • Lajur Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan yang mempunyai kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung kendaraan dengan kecepatan rendah terutama kendaraan berat. • Mobil Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang berfungsi sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitas tempat duduk 4 sampai 6. • Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang yang digantikan tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan yang berlaku. • Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang dengan cara yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk menjamin ruang bebas samping pada jalur. • Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang layak diperkirakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang seragam pada suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu yang ditetapkan dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan, dan lingkungan yang berlaku dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per jam. • Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas per jam pada jam sibuk tahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung dari perkalian VLHR dengan faktor K. • Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang melintasi suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama satu tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun. • Volume Lalu lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau prakiraan volume lalu lintas harian untuk masa yang akan datang pada bagian jalan tertentu. Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 5. Perancangan Geometrik Jalan Gambar 1.1 Hubungan Antara Rumaja, Rumija dan Ruwasja Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 6. Perancangan Geometrik Jalan BAB II KRITERIA PERENCANAAN GEOMETRIK ANTAR KOTA 2.1. Klasifikasi Jalan 2.1.1. Klasifikasi menurut fungsi jalan Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas: • Jalan Arteri Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, • Jalan Kolektor Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi, • Jalan Lokal Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 2.1.2. Klasifikasi menurut kelas jalan • Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton. • Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.1. Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 7. Perancangan Geometrik Jalan Tabel 2.1. Klasifikasi menurut kelas jalan Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat MST (ton) Arteri I II IIIA > 10 10 8 Kolektor IIIA IIIB 8 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) 2.1.3. Klasifikasi menurut medan jalan • Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. • Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Klasifikasi menurut medan jalan No. Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%) 1. 2. 3. Datar Perbukitan Pegunungan D B G < 3 3 – 25 > 25 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) • Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 8. Perancangan Geometrik Jalan jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut. 2.1.4. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.34/2006 adalah : • Jalan Nasional • Jalan Provinsi • Jalan Kabupaten • Jalan Kota • Jalan Desa 2.2. Kriteria perencanaan 2.2.1. Kendaraan Rencana • Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. • Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori: • Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang; • Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as; • Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer. • Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan dalam Tabel 2.3 Gambar 2.1 s.d. Gambar 2.3 menampilkan sketsa dimensi kendaraan rencana tersebut. Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 9. Perancangan Geometrik Jalan Tabel 2.3. Dimensi kendaraan rencana KATEGORI KENDARAAN RENCANA DIMENSI KENDARAAN (cm) TONJOLAN (cm) RADIUS PUTAR RADIUS TONJOLAN (cm)Tinggi Lebar Panjan g Depa n Belakang Minimum Maksimum Kendaraaan Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780 Kendaraan Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410 Kendaraan Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Gambar 2.1 Dimensi kendaraan kecil Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan antar kota (1997) Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 10. Perancangan Geometrik Jalan Gambar 2.2 Dimensi kendaraan sedang Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan antar kota (1997) Gambar 2.3. Dimensi kendaraan besar Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan antar kota (1997) 2.2.2 Satuan Mobil Penumpang • SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobil penumpang ditetapkan memiliki satu SMP. • SMP untuk jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat dalam Tabel 2.4. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Tabel 2.4. Ekivalen Mobil Penumpang (emp) No. Jenis Kendaraan Datar/Perbukitan Pegunungan 1. Sedan, Jeep, Station Wagon 1,0 1,0 Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 11. Perancangan Geometrik Jalan 2. 3. Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil Bus dan Truck Besar 1,2 – 2,4 1,2 – 5,0 1,9 – 3,5 2,2 – 6,0 Sumber : MKJI No.036 /TBM (1997) 2.2.3 Volume Lalu Lintas Rencana • Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari. • Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus: ….. ( 2.1) di mana : K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam dalam satu jam. • VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang diperlukan. • Tabel 2.5 menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR- nya. Tabel 2.5. Penentuan faktor K dan faktor F berdasarkan volume lalu lintas harian VLHR FAKTOR – K FAKTOR – F (%) Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 12. Perancangan Geometrik Jalan (%) >50.000 30.000 – 50.000 10.000 – 30.000 5.000 – 10.000 1.000 – 5.000 <1.000 4 – 6 6 – 8 6 – 8 8 – 10 10 – 12 12 - 16 0,9 – 1 0,8 – 1 0,8 – 1 0,6 – 0,8 0,6 – 0,8 <0,6 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) 2.2.4 Kecepatan Rencana • Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. • VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 2.6. • Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam. Tabel 2.6. Kecepatan Rencana, VR sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan Fungsi Kecepatan Rencana, VR’ Km/Jam Datar Bukit Pegunungan Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70 Kolektor 60 – 90 50 – 60 30 – 50 Lokal 40 - 70 30 - 50 20 – 30 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 13. Perancangan Geometrik Jalan 2.3. JARAK PANDANG Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd). 2.3.1 Jarak Pandang Henti • Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi Jh. • Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan. • Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu: (1) Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem; dan (2) Jarak pengereman (Jh,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti. • Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus: ….. (2.2) di mana : VR = kecepatan rencana (km/jam) T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 14. Perancangan Geometrik Jalan g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2 f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55. disederhanakan menjadi: ….. (2.3) • Tabel 2.7 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan dengan pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR. Tabel 2.7. Jarak Pandang Henti (JH) minimum VR, Km/Jam 120 100 80 60 50 40 30 20 Jh minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) 2.3.2. Jarak Pandang Menyiap Jarak Pandang Menyiap, yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan untuk dapat menyiap kendaraan lain yang berada pada lajur jalannya dengan menggunakan lajur untuk arah berlawanan (Lihat gambar 2.4). Jarak pandang menyiap standar adalah : ….. (2.4) di mana : Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 15. Perancangan Geometrik Jalan d1= Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang hendak menyiap dan membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur kanan …..(2.5) d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama berada pada lajur sebelah kanan ….. (2.6) d3 = Jarak bebas yang harus ada antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang berlawanan arah setelah gerakan menyiap dilakukan, diambil 30-100 m d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah selama 2/3 dari waktu yang diperlukan oleh kendaraan yang menyiap berada pada lajursebelah kanan atau sama dengan 2/3.d2 t1 = Waktu reaksi yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat ditentukan dengan korelasi ..... (2.7) m = Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap yaitu 15 km/ jam V = Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat dianggap sama dengan kecepatan rencana, km/ jam Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 16. Perancangan Geometrik Jalan a = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata- rata kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi ….. (2.8) t2 = Waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi …..(2.9) Gambar 2.4 Jarak Pandang Mendahului Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan antar kota (1997) Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 17. Perancangan Geometrik Jalan BAB III KOMPONEN – KOMPONEN ALINEMEN HORIZONTAL DAN VERTIKAL 3.1 ALINEMEN HORISONTAL Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal juga dikenal dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan tertentu dengan membentuk superelevasi. Gaya sentrifugal adalah gaya yang mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya. Sedangkan superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan. Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 18. Perancangan Geometrik Jalan 3.1.1 Bentuk bagian lengkung Bentuk bagian lengkung dapat berupa : • Full Circle (FC) atau Lengkung Busur Lingkaran Sederhana A. Lengkung busur lingkaran sederhana hanya dapat dipilh untuk radius lengkung yang besar. Perencanaan Tikungan Bentuk tikungan yang dianjurkan oleh Bina Marga : 1. Lingkaran Penuh (Full Circle) Bentuk tikungan seperti ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dengan sudut tangent yang relative kecil. Gambar 3.1. Lengkung busur lingkaran Sederhana Batasan yang biasanya dipakai di Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Batasan Kecepatan Rencana (VR) dengan Jari-jari Lengkung Minimal Kecepatan Rencana (Km/Jam) Jari-jari Lengkungan Minimal (m) 200 1500 100 1000 80 700 60 300 40 130 Sumber : Buku dasar-dasar perencanaan Geometrik jalan, oleh : Silvia Sukiman Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 19. Perancangan Geometrik Jalan Rumus yang biasa digunakan: Dari gambar lengkung busur lingkaran sederhana diatas, dapat diketahui : Tc = Rc . tg 1/2β ….. (3.1) Ec =Tc . tg 1/4β ….. (3.2) Lc = βπ Rc dengan β dalam derajat….. (3.3) 180 Lc = B . Rc dengan β dalam radian ….. (3.4) Syarat pemakaian : a. Tergantung dari harga v yang ada (design speed) Mis : Untuk Vp = 80 Km/jam R > 110 # R dicoba dahulu pada gambar pengukuran staking out. # R dan V dapat dilihat pada daftar II “ Standart Perencanaan Geometrik Jalan raya” b. Harga dihitung secara analitis berdasarkan koordinat, setelah itu diukur dengan menggunakan busur. c. Ac > 0 d. Lc > 20 cm Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja, maka pencapaian superelevasi dilakukan sebagian pada jalan lurus dan sebagian lagi pada bagian lengkung. • Spiral-Circle-Spiral (SCS) atau Lengkung Busur Lingkaran dengan Lengkung Peralihan Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 20. Perancangan Geometrik Jalan Gambar 3.2. Lengkung spiral – Lingkaran – Spiral Simetris Gambar diatas menggambarkan sebuah lengkung Spiral-Circle-Spiral simetris dimana panjang lengkung peralihan dari TS ke SC sama dengan dari CS ke ST (= Ls). Lengkung TS-SC adalah lengkung peralihan berbentuk spiral yang menghubungkan bagian lurus dengan radius tak berhingga di awal spiral (kiri TS) dan bagian berbentuk lingkaran diakhir spiral (kanan SC). Titik TS adalah titik peralihan bagian lurus ke bagian berbentuk spiral dan titik SC adalah titik peralihan bagian spiral ke bagian lingkaran. Rumus yang umum digunakan adalah : • Derajat Kelengkungan Adalah sudut yang dibemtuk oleh ujung lingkarang dengan jari-jari R (m) yang menghasilkan panjang busur sebesar 25 m. D = 25 . 360 ( D berlaku untuk semua tipe kurva ) 25 r Dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa : Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 21. Perancangan Geometrik Jalan Besarnya sudut spiral pada titik SC ….. (3.5) ….. (3.6) ….. (3.7) untuk Ls = 1 m, maka p = p* dan k = k* dan untuk Ls = Ls, maka p = p*.Ls dan k = k*. Ls dengan nilai p* dan k* untuk setiap nilai diberikan di tabel 4.1 Sudut pusat busur lingkaran = dan sudut spiral = , jika besarnya sudut perpotongan kedua tangen adalah maka : ….. (3.8) ….. (3.9) ….. (3.10) …..(3.11) Syarat pemakaian : ( Ls Min < dan L < 2Ts) ; (AC > 0 dan Lc > 20) • Spiral-Spiral (SS) atau Lengkung Spiral-Spiral Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur lingkaran Lc = 0 dan = 1/2 . Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 22. Perancangan Geometrik Jalan Gambar 3.3. Lengkung Spiral – Spiral Rumus umum yang digunakan : Ls = θs . R … [ 3.12 ] 28,648 Ls = (R + P) tan ½ ∆ + k … [ 3.13 ] Es = ( R + P ) – R … [ 3.14 ] Cos ½ ∆ L = 2 Ls … [ 3.15 ] (harga R = P* > Ls) dan ( K = K* . Ls ) Syarat pemakaian : a. Harga dihitung secara analitis, namun dalam hal ini harga dihitung atau diukur langsung dengan mengunakan busur. b. θs = ½ β 3.1.2 Trase Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 23. Perancangan Geometrik Jalan  Penentuan route / trase jalan adalah penentuan koridor terbaik antara dua buah titik yang harus dihubungkan.  Koridor adalah bidang memanjang yang menghubungkan dua titik.  Trase adalah seri dari garis – garis lurus yang merupakan rencana dari sumbu jalan. Tahap kegiatan dalam penentuan lokasi trase jalan : a. Studi Penyuluhan (Reconnaissance Study) Tujuan : Menentukan berbagai alternative koridor yang memenuhi syarat. b. Pemilihan koridor terbaik dari beberapa alternative koridor yang memenuhi syarat Tujuan : Menentukan koridor terbaik Faktor-Faktor Yang Menentukan Route Location Suatu Jalan • Medan / Topografi : Dataran, Bukit dan Pegunungan • Perpotongan dengan sungai • Daerah lahan kritis • Daerah aliran sungai • Meterial konstruksi jalan • Galian dan Timbunan • Pembebasan tanah • Lingkungan • Sosial / budaya setempat 3.1.3. Jari-Jari Tikungan Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut: ….. (3.16) Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 24. Perancangan Geometrik Jalan di mana : Rmin = Jari jari tikungan minimum (m), VR = Kecepatan Rencana (km/j), emax = Superelevasi maximum (%), F = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24 Tabel 3.2. Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan). VR (Km/Jam) 120 100 80 60 50 40 30 20 Jari-jari minimum, Rmin (m) 600 370 210 110 80 50 30 15 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) 3.1.4. Tikungan Gabungan Ada dua macam tikungan gabungan, sebagai berikut:  Tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan dengan arah putaran yang sama tetapi dengan jari jari yang berbeda (lihat Gambar 3.4);  Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah putaran yang berbeda (lihat Gambar 3.5). Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2: tikungan gabungan searah harus dihindarkan, ….. (3.17) tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau clothoide sepanjang paling tidak 20 meter (lihat Gambar 3.6). ….. (3.18)  Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus di antara kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 30 m. Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 25. Perancangan Geometrik Jalan (Lihat Gambar 3.7) Gambar 3.4 Tikungan Gabungan Searah Gambar 3.5 Tikungan Gabungan Searah dengan Sisipan Bagian Lurus minimum sepanjang 20 meter Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Restu Tri Novandy / F 111 08 021 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
  • 26. Perancangan Geometrik Jalan Gambar 3.6 Tikungan Gabungan Gambar Balik Gambar 3.7 Tikungan Gabungan Gambar Balik Dengan Sisipan Bagian Lurus Minimum Sepanjang 20 meter Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) 3.1.5. Panjang Bagian Lurus 1) Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi Restu Tri Novandy / F 111 08 021 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
  • 27. Perancangan Geometrik Jalan kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR). 2) Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel 3.3. Tabel 3.3. Panjang Bagian Lurus Maksimum Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum Datar Perbukitan Pegunungan Arteri 3000 2500 2000 Kolektor 2000 1750 1500 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) 3.1.6. Superelevasi Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pads kecepatan VR. Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%. Pencapaian superelevasi : a. Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian lengkung. b. Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat Gambar II.21), diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian lurus jalan, 'lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada akhir bagian lengkung peralihan (SC). c. Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat Gambar 11.22), diawali dari bagian lurus sepanjang 213 LS sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 113 bagian panjang LS. d. Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian spiral. Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 28. Perancangan Geometrik Jalan Gambar 3.5 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe S-S Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Gambar 3.6 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) 3.1.7. Pelebaran Jalur Lalu Lintas di Tikungan Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 29. Perancangan Geometrik Jalan Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi geometrik jalan agar kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama dengan di bagian lurus. Pelebaran jalan di tikungan mempertimbangkan: • Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya. • Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus memenuhi gerak perputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga proyeksi kendaraan tetap pada lajumya. • Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana (lihat Gambar 2.1 s.d. Gambar 2.3), dan besarnya ditetapkan sesuai Tabel 3.3. • Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan. • Untuk jalan 1 jalur 3 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 3.3 harus dikalikan 1,5. • Untuk jalan 1 jalur 4 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 3.3 harus dikalikan 2. Rumus umum: zTdncbn +−++= )1()'(β dimana: b’ = ( )222 240,2 pRR −−+ Td = RPR −∆+∆− )2(2 z = R 105,0 dimana: ß = Lebar perkerasan jalan tikungan (m) η = Jumlah jalur b’ = Lebar lintasan kendaraan pada tikungan (m) c = Kebebasan samping - Untuk lebar jalan 6,00 m = 0,8 - Untuk lebar jalan 7,00 m = 1,0 - Untuk lebar jalan 7,50 m = 1,25 Td = Lebar melintang akibat tonjolan kedepan (m) z = Lebar tambahan akibat kelainan mengemudi (m) R = Jari-jari tikungan Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 30. Perancangan Geometrik Jalan Δ = Tonjolan kedepan (1,2 m) P = Jarak standar (6,1 m) Catatan: Rumus dapat digunakan apabila 1000/R > 6 - Jika ≤ 6, maka b’, Td dan z ditentukan dengan menggunakan grafik. - Jika ß < lebar jalan, maka tidak ada pelebaran perkerasan di tikungan. Tabel 3.4. Pelebaran di Tikungan Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Tabel 3.4. (Lanjutan) Pelebaran di tikungan per Lajur (m) Restu Tri Novandy / F 111 08 021 Lebar Jalur 20.50 m, 2 arah atau 1 arah R (m) Kecepatan Rencana, Vd (Km/Jam) 50 60 70 80 90 100 110 120 1500 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.1 1000 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 750 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.2 0.3 0.3 500 0.2 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5 400 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5 300 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5 250 0.4 0.5 0.5 0.6 200 0.6 0.7 0.8 150 0.7 0.8 140 0.7 0.8 130 0.7 0.8 120 0.7 0.8 110 0.7 100 0.8 90 0.8 80 1.0 70 1.0
  • 31. Perancangan Geometrik Jalan Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Restu Tri Novandy / F 111 08 021 Lebar Jalur 2x3,00 m, 2 arah atau 1 arah R (m) Kecepatan Rencana, Vd (Km/Jam) 50 60 70 80 90 100 110 1500 0.3 0.4 0.4 0.4 0.4 0.5 0.6 1000 0.4 0.4 0.4 0.5 0.5 0.5 0.6 750 0.6 0.6 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 500 0.8 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 0.1 400 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 1.1 300 0.9 1.0 1.0 1.1 250 1.0 1.1 1.1 1.2 200 1.2 1.3 1.3 1.4 150 1.3 1.4 140 1.3 1.4 130 1.3 1.4 120 1.3 1.4 110 1.3 100 1.4 90 1.4 80 1.6 70 1.7
  • 32. Perancangan Geometrik Jalan 3.2. ALINYEMEN VERTIKAL Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan. Penarikan alinemen vertikal sangat dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan, seperti : kondisi tanah dasar, keadaan medan, fungsi jalan, muka air banjir, muka air tanah dan kelandaian yang masih memungkinkan. Alinemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan), landai negatif (turunan) dan landai nol (datar). Sedangkan untuk bagian lengkung vertikal, dapat berupa : • Lengkung Vertikal Cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan. Panjang lengkung vertikal cekung harus ditentukan dengan memperhatikan : 1. Bentuk parabola sederhana 2. Jarak penyinaran lampu kendaraan 3. Jarak pandangan bebas di bawah bangunan 4. Kenyamanan pengemudi 5. Keluwesan bentuk • Lengkung Vertikal Cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada diatas permukaan jalan yang bersangkutan. Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat dibedaka atas 2 keadaan, yaitu : Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 33. Perancangan Geometrik Jalan 1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L) 2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S>L) 3.2.1. Lengkung Vertikal  Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan kelandaian dengan tujuan : (1) mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan (2) menyediakan jarak pandang henti.  Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola sederhana, a. jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal cembung, panjangnya ditetapkan dengan rumus: L = AS2 ......(3.19) 405 b. jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung, panjangnya ditetapkan dengan rumus: L = 2S – 405 A ….. (3.20)  Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus: L = A.Y ….. (3.21) L = S2 ….. (3.22) 405 di mana : L = Panjang lengkung vertikal (m), Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 34. Perancangan Geometrik Jalan A = Perbedaan grade (m), Jh = Jarak pandangan henti (m), Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm dan tinggi mata 120 cm.  Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan penampilan. Y ditentukan sesuai Tabel 3.5 Tabel 3.5 Penentuan Faktor penampilan kenyamanan, Y Kecepatan Rencana (Km/Jam) Faktor Penampilan Kenyamanan, Y <40 40 – 60 >60 1,5 3 8 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)  Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 3.6 vang didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk jelasnya lihat Gambar 3.7 dan Gambar 3.8 Tabel 3.6. Panjang Minimum Lengkung Vertikal Kecepatan Rencana (Km/Jam) Perbedaan Kelandaian Memanjang (%) Panjang Lengkung (m) <40 40 – 60 >60 1 0,6 0,4 20 – 30 40 – 80 80 - 150 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 35. Perancangan Geometrik Jalan Gambar 3.7. Lengkung vertikal cembung Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan antar kota (1997) Gambar 3.8. Lengkung vertikal cekung Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan antar kota (1997) 3.2.2. Landai Maksimum • Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. • Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah. • Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 3.7. Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 36. Perancangan Geometrik Jalan Tabel 3.7. Kelandaian maksimum yang diizinkan VR (Km/Jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40 Kelandaian Maksimal (%) 3 3 4 5 8 9 10 10 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) • Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit. • Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel 3.8 Tabel 3.8. Panjang Kritis (m) Kecepatan pada awal tanjakan km/jam Kelandaian 4 5 6 7 8 9 10 80 630 460 360 270 230 230 200 60 320 210 160 120 110 90 80 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) 3.2.3 Koordinasi alinyemen Alinyemen vertikal, alinyemen horizontal, dan potongan melintang jalan adalah elemen - elemen jalan sebagai keluaran perencanaan hares dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman. Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 37. Perancangan Geometrik Jalan memberikan kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal. Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Alinyemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal, dan secara ideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinemen vertikal; b. tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan; c. lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang harus dihindarkan; d. dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus dihindarkan; dan e. tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harus dihindarkan. Sebagai ilustrasi, Gambar 3.9 s.d. Gambar 3.11 menampilkan contoh- contoh koordinasi alinemen yang ideal dan yang harus dihindarkan. Gambar 3.9. Koordinasi yang ideal antara alinemen horizontal dan vertikal yang berimpit Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 38. Perancangan Geometrik Jalan Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Gambar 3.10 Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana alinemen vertikal menghalangi pandangan pengemudi pada saat mulai memasuki tikungan pertama Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Gambar 3.11 Koordinasi yang harus dihindarkan dimana pada bagian yang lurus pandangan pengemudi terhalang oleh puncak alinemen vertikal sehingga pengemudi sulit memperkirakan arah alinyemen dibalik puncak tersebut. Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) 3.2.4 Lajur Pendakian Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan kendaraan lain pada umumnya, agar kendaraan kendaraan lain dapat Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 39. Perancangan Geometrik Jalan mendahului kendaraan lambat tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah berlawanan. • Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai kelandaian yang besar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat. • Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) disediakan pada jalan arteri atau kolektor, b) apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000 SMP/hari, dan persentase truk > 15 %. • Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana. • Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan serongansepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak kelandaian dengan serongan sepanjang 45 meter (lihat Gambar 3.12). • Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km (lihat Gambar 3.13). Gambar 3.12. Lajur pendakian Tipikal Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 40. Perancangan Geometrik Jalan Gambar 3.13 Jarak antara dua lajur pendakian Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Proses Umum Perancangan Tikungan Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 41. Perancangan Geometrik Jalan Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 42. Perancangan Geometrik Jalan Gambar 1 FLOW CHART Perancangan Geometrik Jalan Restu Tri Novandy / F 111 08 021
  • 43. Perancangan Geometrik Jalan Restu Tri Novandy / F 111 08 021