1. HKI DAN SUMBER DAYA
ALAM HAYATI:
MENGHINDARI KONFLIK,
MENCARI SOLUSI
Prayudi Setiadharma, S.H., M.IP.
2. SDA HAYATI DAN HKI
Article 16.5. of the CBD:
“The Contracting Parties, recognizing that
patents and other IPR may have an
influence on the implementation of this
Convention, shall cooperate in this
regard subject to national legislation
and international law in order to ensure
that such rights are supportive of and
do not run counter to its objectives.”
3. SDA HAYATI DAN HKI
Terdapat potensi konflik antara sistem
perlindungan HKI dengan ketentuan
yang ada pada CBD;
Konflik-konflik tersebut harus bisa
ditanggulangi;
Dalam kerangka hukum nasional
maupun internasional.
4. ISU SDA HAYATI YANG
TERKAIT DENGAN HKI
Pelestarian dan pemanfaatan SDA
Hayati secara berkesinambungan;
Alih Teknologi dalam rangka
Pelestarian dan Pemanfaatan SDA
Hayati secara berkesinambungan;
Hak bagi masyarakat pemangku
Pengetahuan Tradisional
5. PELESTARIAN SDA HAYATI
KONTRA: Insentif yang diperoleh industri
dengan adanya Paten dianggap mendorong
dihasilkannya teknologi-teknologi baru yang
berdampak pada kerusakan SDA Hayati;
PRO: Dengan adanya perlindungan Paten,
perusahaan2 akan merasa aman baik dalam
berinvestasi dalam R&D di bidang
pengelolaan SDA Hayati, maupun dalam
mengadakan kesepakatan dengan penyedia
sumber daya genetik.
6. SOLUSI:
INTERNAL Ordre-Public Tidak
memberikan paten kepada invensi
yang pelaksanaannya melanggar
ketentuan per-UU-an merusak
lingkungan hidup Pasal 7 huruf (a)
UU no.14/2001
EKSTERNAL Ketentuan hukum
lainnya yang terkait dengan SDA
Hayati/Lingkungan Hidup
7. ALIH TEKNOLOGI
KONTRA: Teknologi untuk pelestarian SDA
Hayati dikuasai oleh negara-negara industri
maju dan dilindungi dengan Paten, sehingga
membuat teknologi tersebut terlalu mahal
untuk dapat dijangkau oleh negara-negara
berkembang
PRO: Pemilik Paten atas teknologi
pelestarian SDA Hayati akan lebih “rela”
mengalihkan teknologinya tersebut kepada
negara-negara yang memiliki sistem
perlindungan HKI yang memadai
8. SOLUSI:
INTERNAL melalui mekanisme
Lisensi, Lisensi Paksa, atau
Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah;
EKSTERNAL Ketentuan hukum lain
terkait dengan masalah alih
teknologi/investasi asing
9. PENGETAHUAN TRADISIONAL
Sistem HKI, khususnya Paten, dianggap
memberikan legitimasi dan mendukung
terjadinya “BIOPIRACY”
BIOPIRACY --> Eksploitasi komersial secara
tanpa hak terhadap Pengetahuan serta SDA
Hayati milik masyarakat tradisional;
Belum ada perlindungan hukum terhadap
Pengetahuan Tradisional di Indonesia
10. PENGETAHUAN TRADISIONAL
“Pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan
digunakan oleh suatu komunitas,
masyarakat, atau suku bangsa tertentu yang
bersifat turun-temurun dan terus
berkembang sesuai dengan perubahan
lingkungan.”
(definisi yang dipergunakan oleh UN Sub-Commission on Prevention of
Discrimination and Protection of Minorities)
11. ARTICLE 8.J. CBD
Each contracting party shall … subject to its national
legislation:
…respect, preserve and maintain knowledge,
innovations and practices of indigenous and local
communities embodying traditional lifestyles relevant
for the conservation and sustainable use of
biological diversity;…
…promote their wider application with the approval
and involvement of the holders of such knowledge,
innovations and practices;…
…encourage the equitable sharing of the benefits
arising from the utilization of such knowledge,
innovations and practices.
13. Secara DEFINISI…
“Hak Kekayaan Intelektual adalah hak
yang timbul dari aktivitas intelektual
manusia dalam bidang industri, ilmu
pengetahuan, sastra, dan seni” (WIPO)
14. PATEN
Perlu ada INVENTOR sebagai pihak
yang berhak atas Paten terhadap
INVENSI yang dihasilkannya;
Harus memenuhi syarat Kebaruan,
Memiliki Langkah Inventif, dan Dapat
Diterapkan Dalam Industri;
Harus melalui prosedur yang panjang
dan seringkali melibatkan investasi
dengan nilai yang tidak sedikit
15. SISTEM HKI KONVENSIONAL
Berdasarkan konsep hak kepemilikan
individu;
Dipergunakan untuk memperoleh manfaat
ekonomi yang maksimal dari invensi/ciptaan
yang dilindungi sepanjang masa
perlindungannya masih berlaku;
Idealnya berfungsi sebagai “reward” atas
invensi yang dihasilkan sekaligus “incentive”
untuk menghasilkan invensi-invensi
berikutnya, sehingga lebih bersifat
“encouragement” ketimbang “preservation”
16. HKI vs
PENGETAHUAN TRADISIONAL
Pada hakikatnya, Pengetahuan Tradisional
sulit untuk dapat dilindungi dalam sistem
perlindungan HKI yang konvensional karena
perbedaan-perbedaan yang cukup
mendasar;
Namun demikian, dalam praktik sangat
mungkin terjadi misappropriation dimana
sesuatu yang sesungguhnya adalah
Pengetahuan Tradisional diklaim sebagai
sebuah invensi yang kemudian berhasil
dipatenkan
17. MENGAPA BISA TERJADI
MISAPPROPRIATION?
Kelemahan pada sistem pemeriksaan
substantif paten ketergantungan pada
dokumen tertulis sebagai prior art;
Ketentuan 35 US Code § 102 publikasi
dari luar Amerika Serikat harus berupa
dokumen paten atau tertulis;
Tidak ada sistem pendokumentasian secara
tertulis dan komprehensif terhadap
Pengetahuan Tradisional yang ada di
Indonesiasia
18. BAGAIMANA PENGETAHUAN
TRADISIONAL SEBAIKNYA
DILINDUNGI?
Menciptakan sistem perlindungan sui-generis
dalam konteks HKI secara luas;
Membangun database Pengetahuan
Tradisional yang komprehensif;
Memasukkan skema benefit-sharing yang
adil;
Idealnya dilakukan juga dalam konteks
kerjasama internasional/regional
19. CONTOH PERLINDUNGAN SUI-
GENERIS DALAM KONTEKS HKI:
UU no. 29/2000 tentang PVT
Amanat TRIPS untuk memberikan
perlindungan terhadap varietas
tanaman;
Sistem perlindungan paten di Indonesia
mengecualikan tumbuh-tumbuhan dan
hewan selain mikro-organisme;
Mengatur perlindungan terhadap
varietas lokal milik masyarakat berikut
penamaannya
20. BAGAIMANA PENGETAHUAN
TRADISIONAL SEBAIKNYA
DILINDUNGI?
Menciptakan sistem perlindungan sui-generis
dalam konteks HKI secara luas;
Membangun database Pengetahuan
Tradisional yang komprehensif;
Memasukkan skema benefit-sharing yang
adil;
Idealnya dilakukan juga dalam konteks
kerjasama internasional/regional
22. BAGAIMANA PENGETAHUAN
TRADISIONAL SEBAIKNYA
DILINDUNGI?
Menciptakan sistem perlindungan sui-generis
dalam konteks HKI secara luas;
Membangun database Pengetahuan
Tradisional yang komprehensif;
Memasukkan skema benefit-sharing yang
adil;
Idealnya dilakukan juga dalam konteks
kerjasama internasional/regional
23. HAL LAIN YANG PERLU
DIPERHATIKAN
Karakteristik masyarakat tradisional yang
kurang peduli dengan sistem modern,
walaupun menyangkut kepentingan mereka
sendiri;
Posisi tawar masyarakat tradisional yang
relatif lemah, terutama dalam hal ekonomi;
Perlu inisiatif dan peran aktif pemerintah
25. SUMBER BACAAN
Agus Sardjono, Hak Kekayaan
Intelektual dan Pengetahuan
Tradisional, (Alumni, 2006)
Graham Dutfield, Intellectual Property
Rights, Trade and Biodiversity,
(Earthscan Publications Ltd., 2002)