Dokumen tersebut membahas tentang opsi-opsi yang diajukan Dewan EITI terkait keterbukaan kontrak antara pemerintah dan perusahaan ekstraktif dalam standar EITI di masa depan, yaitu apakah kontrak tersebut harus dibuka secara umum, dibuka dengan pengecualian tertentu, atau hanya sebagai dorongan tanpa kewajiban."
2. Latar Belakang
Saat ini EITI sedang menyusun sebuah tinjauan strategis untuk memperbaiki standar EITI di
masa depan. Salah satu proposal yang diangkat adalah mengenai dorongan atau permintaan mem-
buka kontrak antara pemerintah dan perusahaan ekstraktif. Dewan EITI saat ini sedang mengum-
pulkan pandangan dari Negara pelaksana EITI perihal hal ini. Jika disetujui, maka keputusan ter-
hadap topik ini akan dimasukkan sebagai bagian dari keputusan Dewan dalam Konferensi Global
EITI ke-6 yang akan diselenggarakan di Sydney bulan Mei 2013.1
Standar EITI akan melingkupi informasi tentang kontrak antara Pemerintah dengan perusa-
haan ekstraktif. Beberapa stakeholder mempertimbangkan bahwa pembukaan kontrak diminta su-
paya memudahkan pembaca laporan EITI untuk dapat membandingkan data penerimaan dengan
term financial yang tertera dalam kontrak (termasuk insentif, bagian pemerintah dalam proyek-
proyek, provisi atas sosial dan lingkungan, dan seterusnya). Sementara beberapa stakeholder yang
lain menyatakan kekhawatiran bahwa membuka kontrak akan membuka juga informasi yang rele-
van secara komersial yang akan merusak kompetisi dan pengembangan bisnis.2
Beberapa Negara seperti Liberia, Republik Kongo dan Afghanistan telah membuat komit-
men untuk transparansi kontrak. Pemerintah mereka secara terbuka telah membuka kontrak (me-
lalui website)3 dan menunjukkan term yang terkait dengan pemberian izin ekplorasi dan eksploitasi.
Beberapa stakeholder berargumentasi bahwa Negara pelaksana EITI seharusnya mempublikasi kon-
trak dalam website pemerintah. Sebagian stakeholder yang lain mendorong, tetapi menyerahkan
sepenuhnya kepada Negara pelaksana, sebagian yang lain lagi tidak menyebut setuju atau tidak. 4
Adapun opsi-opsi yang diberikan dari Dewan EITI terkait dengan keterbukaan kontrak ini
antara lain: 5
Opsi 1: Standar EITI di masa depan seharusnya mensyaratkan bahwa semua negara pelaksana
EITI untuk secara umum membuka setiap kontrak di website pemerintah secara terpusat, yang juga
" 2
1
Notulensi
Diskusi
Contract
Disclosure
di
Sekretariat
EITI,
Kementerian
Koordinator
Bidang
Perekonomian
Gedung
BUMN
lantai
8,
21
Desember
2012
2
Ibid
3
Contoh
pada
website
Ministry
of
Mines
Islamic
of
Afghanistan
http://mom.gov.af/en/page/1384
4
Ibid
5
Lihat
Surat
Sekretariat
EITI
Indonesia,
tertanggal
18
Desember
2012
3. mencantumkan persyaratan dalam kontrak sesuai dengan izin dan operasi eksplorasi dan eksploi-
tasi.
Opsi 2 : Standar EITI di masa depan seharusnya mensyaratkan bahwa semua negara pelaksana
EITI untuk secara umum membuka setiap kontrak di website pemerintah yang juga mencantumkan
persyaratan dalam kontrak sesuai dengan izin dan operasi eksplorasi dan eksploitasi, dengan be-
berapa pengecualian. Pengecualian tersebut mungkin termasuk membatasi pembukaan rencana
kontrak di masa depan, dan/atau kontrak yang menghasilkan penerimaan yang signifikan yang dila-
porkan dalam EITI, dan/atau memungkinkan untuk mengubah redaksi atas informasi yang sensitif
secara komersial.
Opsi 3 : Standar EITI di masa depan seharusnya mendorong (tetapi tidak mensyaratkan) bahwa
semua Negara pelaksana EITI untuk secara umum membuka setiap kontrak di website pemerintah
tunggal yang juga mencantumkan persyaratan dalam kontrak sesuai dengan izin dan operasi eksplo-
rasi dan eksploitasi.
Opsi 4: Standar EITI di masa depan hanya menyatakan bahwa Negara pelaksana berkeinginan un-
tuk secara umum membuka setiap kontrak di website pemerintah tunggal yang juga mencantumkan
persyaratan dalam kontrak sesuai dengan izin dan operasi eksplorasi dan eksploitasi. Peraturan EITI
tidak akan memandatkan atau mendorong untuk membuka hal ini.
Sengketa informasi di Komisi Informasi terkait dengan dokumen PSC antara Yayasan Pusat
Pengembangan Informasi Publik (YPIP) dan BP Migas6 beberapa waktu lalu merupakan hal yang
dapat kita pelajari. Dalam hal ini, YPIP meminta beberapa dokumen kontrak, diantaranya kontrak
Bagi Hasil Chevron Indonesia akan tetapi tidak diberikan oleh BP Migas dengan alasan bahwa PSC
termasuk informasi yang dikecualikan berdasarkan UU lain sebagaimana diatur pada Pasal 17 huruf
j UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juncto Pasal 22 PP No. 35 Tahun
2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Akan tetapi, putusan Komisi Informasi
No.356/IX/KIP-PS-M-A/2011 memutuskan bahwa informasi yang dimohon dalam perkara a quo
adalah merupakan informasi yang terbuka untuk sebagian, dan memerintahkan BP Migas untuk
menghitamkan sebagian. Dengan adanya putusan atas kasus tersebut di Komisi Informasi Pusat
(KIP) maka sudah selayaknya kontrak-kontrak non-pengadaan seperti Kontrak Karya, PKP2B, dan
PSC dinyatakan terbuka kepada publik.
" 3
6
Sesuai
dengan
Perpres
No.
95
tahun
2012,
dan
Keputusan
Menteri
No.
3135/K/08/MPF/2012
tentang
pengalihan
tugas,
fungsi,
dan
organisasi
dalam
pelaksanaan
kegiatan
usaha
minyak
hulu,
BP
Migas
sekarang
berubah
menjadi
Sa-‐
tuan
Kerja
Sementara
Pelaksana
Kegiatan
Usaha
Hulu
Minyak
dan
Gas
Bumi
/
SKSP
Migas).
4. Kontrak-Kontrak Pertambangan di Indonesia
Production Sharing Contract (PSC)
Production Sharing Contract (PSC) adalah skema pengelolaan sumber daya minyak dan gas
(migas) dengan berpedoman kepada bagi hasil produksi, antara pemilik sumber daya dan investor.
PSC dimulai tahun 1960-an terinspirasi dengan model pengelolaan bagi hasil di pertanian yang su-
dah turun temurun di Indonesia. Kontrak Bagi Hasil diberikan untuk mencari dan mengembangkan
cadangan hidrokarbon di area tertentu sebelum berproduksi secara komersial. PSC berlaku untuk
beberapa tahun tergantung pada syarat kontrak, tergantung penemuan minyak dan gas dalam jumlah
komersial dalam suatu periode tertentu, meskipun pada umumnya periode ini diperpanjang.
PSC dimulai di Indonesia 1966 antara Pertamina dan IIAPCO, dan kemudian model PSC
terus berlanjut di Indonesia dari generasi ke generasi. PSC merupakan salah satu bentuk Kontrak
Kerja Sama (KKS) yang diatur di dalam UU Migas No. 22 tahun 2001. Ruang lingkup UU ini tidak
hanya sebatas pada aspek migasnya tapi juga merambah pada aspek hukum, ekonomi, dan aspek
fiskal.7 Model PSC di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan yang secara garis besar
terbagi menjadi 4 (empat) generasi. Prinsip-prinsip PSC pada tiap generasi tergambar pada tabel di
bawah ini.
Tabel 1. Perbandingan Model PSC Indonesia Berdasarkan Generasi
Generasi PSC Prinsip Utama
Generasi I (1964-1977) - Manajemen operasi berada di tangan Pertamina
- Kontraktor menyediakan seluruh biaya operasi perminyakan
- Kontraktor akan memperolah kembali seluruh biaya operasinya dengan
ketentuan maksimum 40% setiap tahun
- Dari 60% dibagi menjadi Pertamina 65% dan Kontraktor 35%
- Pertamina membayar pajak pendapatan kontraktor kepada pemerintah
- Kontraktor wajib memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk
dalam negeri secara proporsional (maksimum 25% bagiannya) dengan harga
US$ 0.20/barel
- Semua peralatan dan fasilitas yang dibeli oleh kontraktor menjadi milik Per-
tamina
- Interest kontraktor ditawarkan kepada Perusahaan Nasional Indonesia sete-
lah dinyatakan komersial
- Sejak tahun 1974 sampai dengan tahun 1977, kontraktor diwajibkan mem-
berikan tambahan pembayaran kepada pemerintah (karena pada tahun
1973/1974 terjadi lonjakan harga minyak dunia
" 4
7
Project
Economics
Analysis
in
Production
Sharing
Contract,
http://informasi-‐training.com/projects-‐economics-‐analysis-‐in-‐production-‐sharing-‐contract.
diakses
pada
6
September
2012
5. Generasi PSC Prinsip Utama
Generasi II (1978-1987) - Tidak ada batas pengembalian biaya operasi (cost recovery) yang diperhi-
tungkan oleh kontraktor. Hal ini karena diterapkannya GAAP/Generally
Accepted Accounting Procedure)
- Setelah dikurangi biaya-biaya, pembagian hasil menjadi minyak : 65,91%
untuk Pertamina; 34,09% untuk kontraktor. Sedangkan gas : 31,80% untuk
Pertamina; 68,20% untuk kontraktor
- Kontraktor membayar pajak 56% secara langsung kepada pemerintah. Hal
ini karena tahun 1976, Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS Ruling
yang antara lain menetapkan bahwa penyetoran 60% Net Operating Income
PSCdianggap sebagai royalti, sehingga disarankan kontraktor membayar
pajak secara langsung kepada pemerintah.
- Kontraktor mendapat insentif, yaitu harga ekspor penuh minyak Domestic
Market Obligation (DMO) setelah lima tahun pertama produksi
- Insentif pengembangan 20% dari modal yang dikeluarkan untuk fasilitas
produksi
Generasi III (1988-2002) - Kontraktor membayar pajak sebesar 48%. Ketentuan tarif pajak baru ini telah
dikeluarkan pemerintah sejak 1984, namun peraturan tersebut baru dapat
diterapkan untuk kontrak yg ditandatangani tahun 1988, karena dalam pe-
rundingan, pihak kontraktor maish cenderung menggunakan peraturan
pajak lama.
- Pembagian hasil menjadi : Minyak 71,15% untuk Pertamina; 28,85% untuk
Kontraktor. Gas 42,31% untuk Pertamina; 57,69% untuk Kontraktor.
Generasi IV (2002-
sekarang)
- Para pihak yang berkontrak adalah Badan Pelaksana (BPMIGAS) dengan
Badan Usaha dan/atau Badan Usaha Tetap
- Pembagian hasil : Minyak, 85% untuk Badan Pelaksana dan 15% untuk Kon-
traktor (BU/BUT). Gas, 70% untuk Badan Pelaksana dan 30% untuk Kon-
traktor (BU/BUT)
- Kontraktor membayar pajak penghasilan sebesar 48%
- Kontraktor wajib memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri-Domestic Market
Obligation (DMO) sebesar 25% dari bagian kontraktor.
- Terdapat ketentuan penyertaan modal (participating interest) sebesar 10% un-
tuk Pemerintah Daerah
Sumber: Salim (2004).
!
Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara (PKP2B)
Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan,
izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara telah diten-
tukan pengertian kontrak karya. Kontrak Karya (KK) adalah:8
“suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing
atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA)”
Ismail Suny mengartikan Kontrak Karya sebagai berikut:
“Kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya (contract of work) terjadi apabila
penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan hukum Indone-
sia ini mengadakan kerja sama dengan satu badan hukum yang mempergunakan modal na-
sional”
" 5
8
H.
Salim
HS.
Hukum
Pertambangan
di
Indonesia.
Jakarta:
Rajawali
Pers,
2010.
Hal.
127
6. Definisi tersebut ada kesamaan dengan definisi yang dikemukakan oleh Sri Woelan Aziz. Ia men-
gartikan Kontrak Karya adalah:
“suatu kerja sama di mana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia dan badan
hukum Indonesia ini bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal
nasional”
Kedua pandangan di atas melihat bahwa badan hukum asing yang bergerak dalam bidang
kontrak karya harus melakukan kerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan
modal nasional. Namun, di dalam peraturan perundang-undangan tidak mengharuskan kerja sama
dengan badan hukum Indonesia di dalam pelaksanaan kontrak karya. Pertanyaannya sekarang ba-
gaimana dengan kontrak karya yang seluruh modalnya dari pihak asing, seperti halnya PT Freeport
Indonesia. Sumber pembiayaan perusahaan ini 100% dari pihak asing, dan perusahaan ini tidak
bekerja sama dengan modal domestik.9
Dengan demikian, definisi kontrak karya di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan menjadi:
“Suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan kontraktor asing
semata-mata dan/atau merupakan patungan antara badan hukum asing dengan badan hukum
domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertamban-
gan umum, sesuai dengan jangkaa waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak.”
Definisi ini merupakan definisi yang lengkap karena di dalam kontrak karya tidak hanya mengatur
hubungan hukum antara para pihak, namun juga mengatur tentang objek kontrak karya.
Dengan demikian, dapat dikemukakan unsur-unsur yang melekat dalam kontrak karya,
yaitu:10
1. Adanya kontraktual, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak;
2. Adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesia/Pemerintah Daerah (provinsi/kabupaten/
kota) dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau gabungan antara pihak asing dengan
pihak Indonesia;
3. Adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi;
4. Dalam bidang pertambangan umum; dan
5. Adanya jangka waktu di dalam kontrak.
Sedangkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) merupakan
salah satu jenis kontrak dalam pengusahaan pertambangan, khususnya dalam bidang batubara. Per-
janjian ini dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan kontraktor swasta. Istilah perjan-
jian karya kita temukan dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang
" 6
9
H.
Halim
HS.,
Ibid.,
hal
129.
10
H.
Halim
HS.,
Ibid.,
hal.
130.
7. Pertambangan. Namun, kontruksi yang digunakan dalam ketentuan itu tidak hanya perjanjian dalam
pertambangan batubara semata-mata, tetapi juga dalam bidang pertambangan emas, tembaga dan
perak dll.11
Perjanjian Perdata yang Memiliki Sifat Publik
Dalam beberapa tradisi hukum administrasi, dikenal adanya penyerahan kewenangan penye-
lenggaraan sektor pemerintahan atau pelayanan publik kepada pihak ketiga, yang disebut dengan
“delegasi”. Salah satu bentuk delegasi yang berbentuk perjanjian adalah Konsesi. Menurut Prajudi,
konsesi merupakan kombinasi dari izin dan dispensasi yang diikuti oleh pelimpahan kewenangan
pemerintahan secara terbatas kepada penerima konsesi. Ini berbeda dari pengertian konsesi secara
umum yang dianut oleh lembaga keuangan seperti World Bank. 12
Dalam tulisannya, Prajudi telah memberikan peringatan bahwa sistem konsesi rawan untuk
disalah gunakan, karena besarnya kekuasaan yang dimiliki penerima konsesi.13 Prajudi memberikan
contoh dimana beberapa konsesi memberikan penerimanya kewenangan untuk membuat lapangan
terbang, merelokasi penduduk, membentuk satuan pengamanan internal, dan membangun infra-
struktur seperti telepon, jalan-jalan dan pembangkit listrik.14
Syarifudin15 menganggap bahwa tugas-tugas yang diemban oleh penerima konsesi dan ter-
cantum dalam perjanjian konsesi pada hakekatnya merupakan tugas-tugas pemerintahan. Dengan
demikian, menurut Syarifuddn, penerima konsesi dapat dianggap sebagai pejabat publik yang men-
gerjakan tugas-tugas pemerintahan.16 Apabila penerima konsesi merupakan pejabat publik menurut
" 7
11
H.
Halim
HS.,
Ibid.,
hal.
225.
12
Dalam
artian
umum,
konsesi,
bersama
affermage
dan
kontrak
manajemen
sering
diartikan
sebagai
model
dari
partisipasi
sektor
privat.
Menurut
World
Bank,
sebuah
Konsesi,
“…gives
a
private
operator
responsibility
not
only
for
the
operation
and
maintenance
of
assets
but
also
for
6inancing
and
managing
investment.
Asset
ownership
typically
rests
with
the
government
from
a
legal
perspective,
however,
and
rights
to
all
the
assets,
including
those
created
by
the
operator,
typically
revert
to
the
government
when
the
arrangement
ends—often
after
25
or
30
years.”
Lihat
Public-‐Private
Infrastructure
Advisory
Facility,
Approaches
to
private
participation
in
water
services
:
a
toolkit
(International
Bank
for
Reconstruction
and
Development
and
the
World
Bank
2006)
p.
10
Namun
demikian,
sebenarnya
pengertian
konsesi
yang
diambil
dari
sistem
hukum
Perancis
oleh
World
Bank
ini
terkandung
delegasi
kekuasaan
pemerintahan.
Karakter
delegasi
tersebut
jarang
didiskusikan
oleh
lembaga
keuangan
internasional.
Dalam:
Mova
Al’Afghani,
Seri
Anotasi
Pasal
11
(1)
(e)
Draft
versi
01:
Perjanjian
Badan
Publik
dengan
Pihak
Ketiga
Anotasi
Pasal
11
ayat
(1)
(e)
Undang-‐Undang
Nomor
14
Tahun
2008,
hal
4.
13
Atmosudirdjo,
P.,
Hukum
administrasi
negara
(Ghalia
Indonesia
1981)
at
p.98-‐99
Dalam:
Mova
Al’Afghani.
Seri
Anotasi
Pasal
11
(1)
(e)
Draft
versi
01,
Ibid.,
hal.
5
14
Ibid
at
p
98
Dalam:
Mova
Al’Afghani.
Seri
Anotasi
Pasal
11
(1)
(e)
Draft
versi
01,
Ibid.
15
Syafrudin,
“Perizinan
Untuk
Berbagai
Kegiatan”,
tidak
dipublikasikan,
sebagaimana
dikutip
oleh
Pudyatmoko
dalam
Pudyatmoko,
Y.S.,
Perizinan:
Problem
dan
Upaya
Pembenahan
(Grasindo
2009)
Dalam:
Mova
Al’Afghani.
Seri
Anotasi
Pasal
11
(1)
(e)
Draft
versi
01.,
Ibid.
16
Marbun,
S.F.,
Peradilan
administrasi
negara
dan
upaya
administra1f
di
Indonesia
(UII
Press
2003)
p.60
Dalam:
Mova
Al’Afghani.
Seri
Anotasi
Pasal
11
(1)
(e)
DraF
versi
01.,
Ibid.
8. teori hukum administrasi negara, maka keputusan pejabat konsesi merupakan Keputusan Tata
Usaha Negara yang dapat dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Instrumen delegasinya
sendiri – yang berbentuk kontrak konsesi – pada hakekatnya merupakan bentuk lain dari kombinasi
izin, dispensasi dan delegasi, yang mana pada hakikatnya merupakan dokumen publik. Namun de-
mikian, para penulis kontemporer seperti Simatupang beranggapan bahwa kontrak konsesi bukan
merupakan Keputusan TUN yang bisa ditelaah oleh Pengadilan TUN.17
Para ahli administrasi negara membedakan antara kontrak kontrak yang memiliki dimensi
publik – seperti konsesi yang didalamnya terdapat delegasi kewenangan dengan kontrak-kontrak
perdata murni yang tidak memiliki aspek delegasi. Menurut Hadjon18 dkk, kontrak-kontrak dimana
negara menundukkan dirinya secara privat dan bertingkah laku seperti layaknya subyek hukum per-
data lainnya, seperti kontrak jual-beli, sewa-menyewa atau pengalihan aset tidak tunduk kepada
hukum publik, walaupun mekanismenya bisa didahului oleh dan diatur dalam aturan pemerintahan
mengenai penggunaan anggaran negara atau penggunaan aset negara.19 Walaupun kontrak-kontrak
tersebut didahului oleh keputusan TUN, menurut UU PTUN keputusan termaksud tidak termasuk
ke dalam yurisdiksi TUN.20
Akibat hukum dari penerimaan delegasi ini setidaknya ada dua. Pertama, pihak swasta pen-
erima delegasi sejauh melaksanakan kewenangan yang diperolehnya dari pemerintah merupakan
pejabat publik yang putusannya secara teoritis dapat dikategorikan sebagai putusan TUN dan ja-
batannya dianggap sebagai Badan Publik. Kedua, dokumen dimana didalamnya terdapat delegasi
kewenangan tersebut secara teoritis dapat dikategorikan sebagai dokumen publik, baik karena isi-
nya maupun karena penerima delegasinya merupakan Badan Publik.
Sistem pengadaan barang dan jasa tidak menjadi penentu apakah suatu kontrak berisi dele-
gasi kewenangan pemerintahan ataupun tidak. Yang dapat menjadi patokan adalah isinya sendiri.
Apabila suatu kontrak mengandung kewenangan yang bersumber dari hukum publik, baik itu pera-
turan perundang-undangan maupun keputusan TUN yang mana kekuasaan pihak yang berkontrak
tersebut menjadi hilang apabila hukum publik yang menjadi sumber kewenangannya dicabut, maka
kontrak tersebut berisi kewenangan penyelenggaraan pemerintahan.
" 8
17
Simatupang,
D.P.,
Jawaban
Tentang
Konsesi
(Email
Correspondence
2011)
Dalam:
Seri
Anotasi
Pasal
11
(1)
(e)
Draft
versi
01.,
Ibid.
18
Hadjon,
P.M.
and
others,
Pengantar
Hukum
Administrasi
Indonesia
(Introduction
to
Indonesian
Administrative
Law)
(Gadjah
Mada
University
Press
1993)
p.
166-‐167.
Dalam:
Seri
Anotasi
Pasal
11
(1)
(e)
Draft
versi
01.,
Ibid.
19
ibid
p.
166-‐167.
Dalam:
Seri
Anotasi
Pasal
11
(1)
(e)
Draft
versi
01.,
Ibid.
20
Undang
Undang
No.
5
Tahun
1986
Tentang
Peradilan
Tata
Usaha
Negara
Article
2.b.
Pasal
ini
mengecualikan
tindakan
per-‐
data
dan
penjelasannya
mengacu
pada
kegiatan
jual
beli
biasa.
Pasal
ini
dan
penjelasannya
tidak
mengatur
perihal
tindakan
perdata
yng
didalamnya
terkandung
delegasi
kewenangan.
Dalam:
Seri
Anotasi
Pasal
11
(1)
(e)
Draft
versi
01.,
Ibid.
9. Klausul Kerahasiaan dalam kontrak
ICEL dalam hal ini telah melakukan telaah terhadap sejumlah dokumen PSC21, KK22 dan
PKP2B23, khususnya terkait dengan klausul kerahasiaan (confidentiality clause) pada dokumen
tersebut, sebagaimana contoh di bawah ini:
“Not disclose any geological, geophysical, petrophysical, engineering, well logs and completion,
status reports and any other data as CONTRACTOR may compile during the term hereof to third
parties without GOI’s written concern. This paragraph shall survive after the life of this CON-
TRACT”24.
“Not disclose all original data resulting from Petroleum Operations including but not limited to
geological, geophysical, petrophysical, engineering, well and completion logs, status reports and
any other data as CONTRACTOR may compile during the term hereof to third parties without
informing CONTRACTOR and getting the consent of CONTRACTOR for disclosure such data”.
Klausul tersebut di atas pada umunya tercantum pada hampir semua PSC yang ada di Indo-
nesia . Dalam hal ini, informasi yang dirahasiakan pada PSC cukup jelas yakni mencakup well log
atau data detail mengenai sumur yang di bor, dimana informasi tersebut tidak terdapat pada kontrak,
melainkan pada dokumen tersendiri. Sedangkan pada putusan Komisi Informasi (KI) antara YPIP
dengan BP Migas sendiri ada informasi yang dikecualikan akan tetapi dokumen Production Sharing
Contract (PSC) itu sendiri terbuka.
Sementara itu, pada Kontrak Karya dan PKP2B, menurut kajian yang dilakukan ICEL pada
beberapa contoh KK dan PKP2B yang ada, tidak ditemukan adanya klausul khusus mengenai in-
formasi rahasia yang dinyatakan tertutup oleh kedua belah pihak dalam isi kontrak-kontrak tersebut.
Gambaran umum isi dari PSC, KK dan PKP2B, terlampir pada Lampiran I.
Di tingkat internasional, pada Model Mining Development Agreement (MMDA) yang diga-
gas oleh Mining Law Committee pada International Bar Association, dihasilkan suatu model
dokumen kontrak pertambangan umum yang didalamnya menyatakan bahwa kontrak merupakan
dokumen publik dan mengadopsi prinsip EITI, sebagaimana berikut ini25:
" 9
22
Persetujuan
Modidikasi
dan
Perpanjangan
Kontrak
Karya,
15
Januari
1996
antara
Pemerintah
Indonesia
dan
PT
Interna-‐
tional
Nickel
Indonesia
(PT
INCO),
Kontrak
Karya
Pemerintah
Indonesia
dan
PT
Nusa
Halmahera
Minerals
23
PKP2B
antara
Perusahaan
Negara
Tambang
Batubara
dan
PT
Arutmin
Indonesia,
PKP2B
antara
Pemerintah
Indonesia
dan
PT
Kalteng
Coal
24
PSC-‐
BP
MIGAS-‐PT
Pertamina
EP
Cepu-‐Mobil
Cepu-‐AMPOLEX.
Contract
Area
Cepu
2005,,
Pasal
5.1.2.1.
dan
52.6
25
Model
Mining
Development
Agreement,
http://www.mmdaproject.org/?p=1676
10. This Contract a Public Document
a. This Agreement and the Documents required to be submitted under Section 2.4, by any past
and present Parties is a public document, and shall be open to free inspection by members
of the public at the appropriate State office and at the files designated in the following sub-
section (e), and at the Company’s office in the State during normal office hours.
b. There shall be a presumption that any information regarding this Agreement, or the activi-
ties taken under this Agreement is public, other than Confidential Information.
c. All reports and submissions by the Company to the State, and all responses by the State, are
freely available on request to the State or the Company, provided that Confidential Informa-
tion may be redacted prior to disclosure.
d. The Company shall maintain document files to facilitate public access to this Agreement and
the Documents, and informed participation in all Consultation required by this Agreement.
These files shall contain this Agreement, the Documents, all adopted updates and amend-
ments thereto, and information on payments and reporting under Section 30.0 of this
Agreement. These files shall be maintained at the following locations and shall be open to
all members of the public during normal business hours:
e. On payment of a reasonable fee prescribed by the State, any member of the Public shall be
entitled to obtain a copy of this Agreement from the appropriate State office or at the Com-
pany’s offices listed above.
The term “Confidential Information” does not mean or include information that:
a. becomes publicly available without wrongful disclosure;
b. was obtained by a Party from a Third Party who is not known by the obtaining Party to be
under any obligation of confidentiality with respect to such information;
c. is required to be disclosed by Applicable Law, by any law to which the Company or its Af-
filiates is subject, by any court proceeding or arbitral award, or by any applicable rule of a
stock exchange;
d. is disclosed to Affiliates, professional advisers, potential providers of finance, bona fide po-
tential purchasers; or
e. Confidential Information specifically related to any part of the Mining Area that is relin-
quished from the provisions of this Agreement.
f. The Company and the State shall implement the Extractive Industries Transparency Initia-
tive (EITI) and, where appropriate, the Company shall contribute to the State’s implementa-
tion of the EITI by becoming an EITI supporting company.
g. The Company and the State shall each comply with requirements of the Extractive Industries
Transparency Initiative with respect to all payments and reporting to be made by either of
them pursuant to this Agreement. Breach by one Party of these provisions shall not excuse
compliance by the other Party.
Sedangkan mengenai informasi rahasia, MMDA menyebutkan bahwa informasi rahasia
terkait dengan informasi personal, hak atas kekayaan intelektual, yang pada prinsipnya mengacu
pada ketentuan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Klausul informasi rahasia pada
MMDA adalah sebagai berikut:
" 10
11. Certain Information Confidential
a. Confidential Information shall be retained by the State and the Company in strictest confi-
dence and shall not be disclosed to any third party without the express prior written consent
of the other Party, which consent shall not be unreasonably withheld, conditioned or de-
layed, provided that the Company’s consent shall be deemed given if not withheld in writing
within 24 hours after the State notifies the Company in writing of an emergency situation
where disclosure is required to protect the health, safety, and security of the citizens
b. “Confidential Information” shall mean:
c. Information that is by law confidential under Applicable Law;
d. Personnel matters, health records of individual employees, or other documents in which
employees or others have a reasonable expectation of privacy and other matters that involve
the privacy of individuals;
e. Confidential technical or proprietary information regarding equipment, process innovations,
or business secrets;
f. Confidential legal matters, including advice from attorneys;
g. The Company’s intellectual property related to the Project, including geological information
and mineral reserves;
h. Information (other than Confidential Information) obtained in the course of an audit as set
forth in Section 11.0 above;
i. Information disclosed to the other Party to this Agreement designated as “Confidential” by
Notice to the other Party at the time of its initial disclosure to such Party, provided that such
designation shall be deemed to be a representation that the disclosing Party has reasonably
determined after review of such information that maintaining the confidentiality of such in-
formation is necessary to protect business secrets or proprietary information .
Dalam kontrak non pengadaan, transparansi dan akuntabilitas berfungsi penting dalam
rangka mencegah praktik mark down. Kontrak non-pengadaan seperti kontrak karya (production
sharing contract) atau tukar guling (ruilslag) misalnya memang merupakan salah satu yang ter-
masuk perjanjian perdata, namun kerap ditengarai menimbulkan kerugian negara karena peneri-
maan negara tidak sepadan dengan besarnya nilai konsesi yang diberikan atau nilai aset yang dile-
pas kepada investor. Dengan transparansi dan akuntabilitas terdapat kewajiban pemerintah untuk
mengungkap informasi dalam batas tertentu baik tentang objek maupun nilai kontrak berikut profil
orang atau badan usaha dengan siapa pemerintah berkontrak (buyer profile), disitulah kepentingan
publik muncul dalam perjanjian perdata seperti ini.26 Sehingga, penerapan prinsip transparansi dan
akuntabilitas tidak saja penting dalam mencegah kerugian keuangan negara, tetapi juga untuk
mencegah beralihnya aset negara secara tidak sah.
Penyalahgunaan kontrak dengan tujuan untuk merugikan keuangan negara menjadi fenom-
ena yang sering kita jumpai di masyarakat. Banyaknya praktik korupsi dengan cara konspirasi
yang menggunakan kontrak sebagai instrumen terjadi karena transparansi dan akuntabilitas tidak
" 11
26
Tengku
Nathan
Machmud,
The
Indonesian
Production
Sharing
Contract
(An
Investor’s
Perspective),
Kluwer
Law
Inter-‐
national,
The
Hague,
2000,
p.
189
12. dijalankan secara konsisten. Kontrak pemerintah sering tidak terkontrol karena memang tidak ada
aturan yang jelas tentang bagaimana mekanisme pengawasan dapat diterapkan. Inilah yang men-
gakibatkan kita tercengang dan marah melihat betapa besarnya keuangan dan atau aset negara telah
tergerogoti baik melalui kontrak atau perjanjian-perjanian perdata yang sifatnya non-pengadaan.
Dalam situasi seperti ini upaya penindakkan karenanya menjadi langkah dominan dalam rangka
pemulihan kerugian negara. Sementara kebijakan dalam rangka penerapan prinsip transparansi dan
akuntabilitas ke dalam suatu aturan hukum yang kongkrit terabaikan.
Mengapa Transparansi Kontrak?
Transparansi Kontrak sangat penting bagi pengelolaan yang bertanggung jawab pada sum-
ber daya alam dan juga potensi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang dapat menghasilkan
sumber daya alam. Pemerintah, warga negara, dan investor semua memiliki banyak keuntungan dari
transparansi kontrak ini. Pemerintah akan dapat menegosiasikan kontrak yang lebih baik jika
mereka memiliki akses ke kontrak. Selain mereka, koordinasi antar instansi pemerintah dalam
memberlakukan dan mengelola kontrak akan dibuat lebih mudah. Dan terutama kecurigaan
masyarakat dari ketakutan yang tersembunyi dari kontrak akan berkurang.27
Dalam kerangka hukum yang mengatur industri ekstraktif, kontrak merupakan bagian ter-
penting yang hilang. Kontrak merupakan salah satu bagian dalam memahami "rantai nilai" dari be-
berapa poin yang saling berhubungan untuk pengembangan sumber daya alam. Pada setiap titik da-
lam rantai dari keputusan untuk mengeksploitasi dan eksplorasi sumber daya, pengumpulan penda-
patan, dan yang pada akhirnya pendapatan belanja negara ada peluang penting untuk meningkatkan
atau mengurangi nilai untuk sumber daya alam. Transparansi kontrak tidak akan menjadi obat mu-
jarab untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya alam. Tetapi tanpa akses ke kontrak, gambaran
lengkap dari rantai nilai merupakan sesuatu yang mustahil, dan partisipasi masyarakat yang ikut
dalam proses itu juga menjadi rusak. Transparansi informasi di dalam kontrak sangat penting untuk
penegakan hukum yang efektif yang ada di dalam kontrak, yang paling krusial yaitu penegakkan
hukum untuk pelanggaran sosial dan lingkungan, di mana masyarakat dapat memantau kepatuhan.28
Transparansi kontrak juga akan membantu pemerintah mendapatkan kesepakatan yang lebih
baik bagi sumber daya mereka, memberikan insentif bagi pemerintah dan perusahaan untuk mem-
buat penawaran dalam jangka waktu yang panjang dan mencegah korupsi. Asimetri informasi da-
" 12
27
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Contract
ConJidential:
Ending
Secret
Deals
in
the
Extractive
Industries.
Revenue
Watch
Institute.
Hal.
15.
28
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid.,
Hal.
16
13. pat menyebabkan sub-optimal penawaran, bahkan jika pemerintah sedang melakukan negosiasi un-
tuk kepentingan warganya. Transparansi Kontrak merupakan salah satu faktor penting dalam men-
ciptakan level of playing antara perusahaan dan pemerintah. Ketika warga memiliki informasi lebih
lanjut tentang kebijakan pemerintah dan tindakannya, pemerintah memiliki insentif yang lebih besar
untuk merespon kepentingan masyarakat, sehingga mengurangi masalah principal-agent. Akses
publik yang lebih luas akan memberikan peluang pemerintah untuk memenuhi insentif sebagai kon-
stituen sebanyak mungkin. Ini pada gilirannya akan menyebabkan kontrak lebih tahan lama dan
mengurangi kebutuhan untuk renegosiasi dari waktu ke waktu.29
Di Indonesia sendiri, pada industri pertambangan minerba, pelaksanaan Kontrak Karya di-
harapkan terlaksana dengan itikad baik sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada, yaitu periode
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan. Kontruksi dan eksploitasi (operasi) yang harus
dipenuhi oleh pihak kontraktor. Sedangkan pada pihak Pemerintah, agar terpenuhi persyaratan
sahnya Kontrak Karya, diperlukan persetujuan dari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
yang pada saat penandatanganannya dapat diwakili oleh Menteri Pertambangan dan Sumber Daya
Energi.30 Karena Kontrak Karya (KK) tersebut harus mendapat persetujuan salah satunya dari DPR
maka sudah selayaknya dokumen Kontrak Karya tersebut menjadi dokumen terbuka. Sedangkan di
dalam, klausul KK dan PKP2B tidak ada klausul yang menyatakan larangan untuk memberi infor-
masi tanpa izin. Selain itu, Indonesia juga telah memiliki UU Keterbukaan Informasi Publik No. 14
tahun 2008 yang dapat dipergunakan oleh Pemerintah dalam rangka mendorong keterbukaan
dokumen kontrak dan mengecualikan informasi yang rahasia secara proporsional.
Praktek Keterbukaan Kontrak di Negara-Negara Lain
Kontrak Iron Ore Mittal Steel dengan Liberia
Banyak kontrak yang dihasilkan menjadi domain publik bukan melalui kebijakan pemerin-
tah atau secara praktik, namun melalui upaya pemberdayaan masyarakat di negara-negara tuan ru-
mah (host country) yang menggunakan koneksi mereka untuk mendapatkan akses keterbukaan kon-
" 13
29
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid.
30
Made
Ester
Ida
Oka
Patty.
Pelaksanaan
Kontrak
Karya
antara
Pemerintah
Republik
Indonesia
dengan
Perseroan
Terbatas
(PT)
Avocet
Bolaang
Mongondow.
Tesis.
Semarang:Program
Pascasarjana
Magister
Kenotariatan
Universitas
Diponegoro,
2008.
Hal.
X.
14. trak. Warga masyarakat lokal di Liberia yang peduli pada nasib Pertambangan mampu mendapatkan
akses ke kontrak pertambangan bijih besi bernilai juta-juta dolar dengan Mittal Steel.31
The Sustainable Development Institute (SDI), sebuah LSM lokal Liberia yang bekerja pada
isu-isu sumber daya alam, meminta Pusat Hak Asasi Manusia Columbia untuk menganalisis kon-
trak. SDI menerbitkan memorandum yang ditulis Pusat HAM tersebut dalam media massa
nasional.32 Mittal menanggapi dengan iklan surat kabar sendiri, menyatakan bahwa kesimpulan da-
lam memorandum adalah palsu.33 Mittal menyatakan bahwa perjanjian dengan Liberia "cermin
dasarnya seperti itu dilakukan di tempat lain.”34 Global Witness, LSM tersebut didedikasikan untuk
mengekspos eksploitasi sumber daya alam yang korup dan sistem perdagangan internasional, menu-
lis sebuah analisis yang lebih rinci tentang kontrak Mittal, menambahkan lebih lanjut untuk me-
nekan renegosiasi.35
Pada tanggal 16 Januari 2006, Presiden Ellen Johnson-Sirleaf menerapkan kebijakan untuk
meninjau semua kontrak dan konsesi yang diadakan oleh pemerintahan sebelumnya.36 Review Ke-
bijakan adalah bagian dari strategi nasional untuk memfasilitasi pembangunan kembali di Liberia
setelah empat belas tahun dari perang saudara, dan itu tidak terbatas pada kontrak sumber daya
alam. Pemerintah transisi sebelum Sirleaf terdahulu dikenal sangat korup, sampai pada titiknya
bahwa masyarakat internasional mengembangkan program khusus untuk Liberia, yang disebut Ban-
tuan Pemerintahan Program Ekonomi dan Manajemen atau "GEMAP."37 GEMAP dirancang untuk
membangun kembali pembangunan di Liberia. Peninjauan kontrak dan renegosiasi sudah menjadi
bagian dari program ini.
" 14
31
Allegedly,
a
civil
servant
was
disaffected
and
leaked
the
contract.
Some
say
the
government
ofdicial
did
not
receive
an
ade-‐
quate
bribe;
others
believed
he
was
blowing
the
whistle
on
a
bad
contract.
From
interviews
in
Monrovia
in
August
2006
and
August
2008.
Dalam:
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid.,
Hal.
52
32
“Issues
in
the
Mineral
Development
Agreement
Between
the
Government
of
the
Republic
of
Liberia
and
Mittal
Steel
Hold-‐
ings”
Daily
Observer
(April
13,
2006)
at
p.6.
Dalam:
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid.
33
“Misrepresentations
of
Mittal
Steel
MDA”
Daily
Observer
(April
19,
2006)
at
p.6.
Dalam:
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid.
34
“Government-‐sponsored
Review
Calls
for
Renegotiating
Liberia’s
Mittal
Deal”
The
Associated
Press,
October
3,
2006.
Da-‐
lam:
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Hal.,
Ibid
35
“Heavy
Mittal?”
Global
Witness
(October
2006)
available
at
http://www.globalwitness.org/
media_library_detail.php/156/en/heavy_mittal
(last
visited
July
31,
2009).
Dalam:
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid
36
Speech
by
President
Ellen
Johnson-‐Sirleaf:
“Remarks
by
Her
Excellency
Madam
Ellen
Johnson-‐Sirleaf,
President
of
the
Re-‐
public
of
Liberia,
on
the
Occasion
of
the
Formal
Launching
of
the
Extractive
Industries
Transparency
Initiative
in
Liberia”
(July
10,
2007).
Dalam:
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid
37
For
more
information
about
GEMAP,
seehttp://www.gemapliberia.org/
(last
visited
on
March
26,
2009).
Dalam:
Peter
Ro-‐
senblum
and
Susan
Maples.
Ibid
15. Lebih khusus lagi, Johnson-Sirleaf segera menyelidiki dan meninjau ulang kontrak Mittal
Steel. Media yang digunakan berupa dukungan media dan LSM internaional untuk memperkuat po-
sisi tawar Liberia dalam melakukan peninjauan Kontrak yang lebih besar.38 Perubahan dalam kon-
trak yang dinegosiasi ulang bervariasi, diantaranya adalah manfaat fiskal yang meningkat bagi Li-
beria untuk meningkatkan peran Pemerintah dalam hak dan perlindungan, khususnya yang berkai-
tan penting dengan infrastruktur, seperti kereta api dan pelabuhan. Meskipun perjanjian masih jauh
dari apa yang diharapkan oleh masyarakat sipil pendukung keterbukaan, namun Kontrak ini jauh
lebih baik daripada itu sebelumnya.39
Peninjauan Kontrak Tambang di Republik Kongo
Pada tanggal 11 Juni 2007, Kementerian Pertambangan Republik Kongo secara resmi men-
injau kembali 61 kontrak pertambangan yang ditandatangani selama penjajahan (1996-2002) dan
proses transisi (2003-2006).40 Tuntutan politik dalam negeri yang mendorong agar kontrak terbuka
untuk publik dan negosiasi ulang mereka sangat tinggi. Sebuah laporan Bank Dunia yang terkuak
kepada publik mengatakan bahwa pertambangan merupakan sumber pendapatan terbesar bagi ne-
gara. Beberapa pejabat pemerintah berharap untuk menarik lebih banyak perusahaan terkemuka
dengan membatalkan kontrak dengan perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki niat atau kapasi-
tas untuk melakukan penambangan operasional.41
Pada awal proses peninjauan kontrak, Kementrian Pertambangan berkomitmen untuk mem-
buka kontrak-kontrak yang sedang direnegosiasi. The Carter Center diminta untuk "mengawasi"
proses peninjauan kontrak, dan salah satu andil dari keterlibatan The Carter Center adalah komit-
men pemerintah untuk membuat kepercayaan terhadap publik.42 Meskipun pemerintah telah mem-
" 15
38
For
a
much
more
detailed
account
of
Liberia’s
renegotiation
of
the
Mittal
contract,
see
“Getting
a
Better
Deal
from
the
Ex-‐
tractive
Sector:
Concession
Negotiations
in
Liberia
2006–2008”
by
The
Revenue
Watch
Institute
(February
2009)
available
at
http://revenuewatch.org/images/RWIGetting-‐a-‐Better-‐Deal-‐dinal0226.pdf.
Dalam:
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid
39
Global
Witness,
Update
on
the
Renegotiation
of
the
Mineral
Development
Agreement
between
Mittal
Steel
and
the
Gov-‐
ernment
of
Liberia,
August
2007.
Dalam:
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid
40
See
“Transparency
Fears
Lead
to
Review
of
Congo
Mining
Contracts”
Financial
Times,
January
3,
2007,
describing
the
leaked
World
Bank
report
and
its
warning
that
the
country
had
sold
the
national
assets
without
a
valuation
of
their
worth,
a n d
l i k e l y
f o r
f a r
l e s s
t h a n
t h e i r
v a l u e .
A v a i l a b l e
a t
http://www.ft.com/cms/s/c918d3a29a8a11dbbbd20000779e2340,Authorised=false.html?_i_location=http:/www.ft.com/c
ms/s/0/c918d3a29a8a11dbbbd20000779e2340.html%3Fnclick_check%3D1&_i_referer=&nclick_check=1
(last
checked
March
26,
2009).
Dalam:
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid
41
Discussions
with
Congolese
officials
were
ongoing
during
a
Columbia-‐Carter
Center
joint
effort
to
assist
the
Congo
in
d e s i g n i n g
a
t r a n s p a r e n t
a n d
b e n e fi c i a l
r e v i e w
p r o c e s s .
F o r
d e t a i l s ,
s e e
hQp://www.cartercenter.org/countries/democraSc_republic_of_congo.html
(last
visited
March
26,
2009).
Dalam:
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid
42
LeQers
between
The
Carter
Center
and
the
Congolese
government
are
on
file
with
the
author.
Dalam:
Peter
Rosen-‐
blum
and
Susan
Maples.
Ibid
16. buat kontrak secara publik, publikasi kontrak yang ditinjau ulang merupakan suatu tanda tertinggi
dalam transparansi terutama langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah.43
Transparansi Kontrak dan EITI
Extractive Industries Transparansi Initiative (EITI), pada dasarnya merupakan standar
global untuk mentransparankan pembayaran-pembayaran perusahaan dan penerimaan pemerintah
dimana kegiatan operasi industri ekstraktif berlangsung. Rekonsiliasi laporan pembayaran oleh Pe-
rusahaan dengan laporan penerimaan oleh Pemerintah yang berbasis unit produksi dalam satu sa-
tuan kontrak, kemudian dipublikasi. Laporan publikasi tersebut harapannya akan menghadirkan in-
formasi publik yang menggambarkan adanya transparansi pembayaran-pembayaran dan
penerimaan-penerimaan dari tiap unit produksi dari industri migas dan pertambangan.
Untuk mengetahui apakah informasi dan skema pembayaran/penerimaan tersebut telah se-
suai dengan ketentuan Kontrak yang berlaku, maka sudah tentu dibutuhkan adanya Keterbukaan
Kontrak. Karena dasar dari segala pembayaran dan penerimaan tersebut (baik jenis pembayaran,
mekanisme dan aliran pembayaran/penerimaan, hingga skema-skema pembayaran setiap unit pro-
duksi) tercantum di dalam Kontrak. Sehingga, keterbukaan kontrak dalam EITI, akan melengkapi
tools ini untuk mencapai derajat transparansi yang lebih tinggi. Di sisi lain, Keterbukaan kontrak
dalam EITI akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap EITI sebagai sebuah tools yang
bermanfaat dalam mendorong transparansi tata kelola sumberdaya ekstraktif secara lebih luas.
Sementara itu, skema pelaksanaan Keterbukaan Kontrak dalam EITI dapat saja dilakukan
secara bertahap. Melalui ketentuan dan kesepakatan jumlah perusahaan yang diwajibkan mela-
porkan EITI-sebagaimana diputuskan secara multipihak, Keterbukaan Kontrak misalnya dapat di-
wajibkan hanya bagi perusahaan-perusahaan dengan batas materialitas tertentu dari total jumlah pe-
rusahaan yang wajib melaporkan kepada EITI. Selain dari pihak Perusahaan, Keterbukaan Kontrak
juga dapat dilakukan oleh Pemerintah sebagai salah satu pihak yang berkontrak dalam hal ini. Ter-
lebih, Pemerintah merupakan badan publik yang terkena kewajiban untuk menyediakan kontrak-
kontrak yang dilakukan dengan pihak ketiga, sebagaimana kewajiban yang ditegaskan dalam
Undang-Undang Nomor.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.#
" 16
43
All
but
the
Tenke
Fungurume
Mining
Convention,
with
Freeport
McMoRan
as
operator
and
Lundin
Mining
joint
venture
partner,
were
eventually
made
public
on
the
Ministry
of
Finance
website.
They
remain
available
on
the
Ministry
of
Mines
website,
where
they
can
still
be
found
under
the
heading
“Contracts
de
partenariat”
on
the
DRC
Ministry
of
Finance
website
http://www.mindinrdc.cd/
(last
visited
July
31,
2009).
Dalam:
Peter
Rosenblum
and
Susan
Maples.
Ibid
17. Lampiran I
Gambaran Umum Isi PSC44
I. Scope and Definitions
II. Term
III. Exclusion of Areas
IV. Rights and Obligations of the Parties
V. Recovery of Operating Costs and Handling of Production
VI. Valuation of Crude Oil
VII. Compensation, Production Bonus and Equipment and Services Assistance
VIII. Payments
IX. Title of Equipment
X. Consultation and Arbitration
XI. Employment and Training of Indonesian Personnle
XII. Termination
XIII. Books, Accounts and Audits
XIV. Other Provisions
XV. Participation
XVI. Effectiveness
Exhibit
Exhibit A : Description of Contract Area
Exhibit B : Map of Contract Area
Exhibit C: Accounting Procedure
Exhibit D: Memorandum of Participation
Gambaran Umum Isi Kontrak Karya45
1. Definisi
2. Kelanjutan perusahaan sebagai kontraktor tunggal pemerintah di wilayaj kontrak karya
3. Kesanggupan perusahaan
4. Pelaksanaan operasi
5. Syarat-syarat pelaporan
6. Pengendalian operasi dan pengembangan lanjutan
7. Pemasaran
8. Fasilitas Impor dan re-ekspor
9. Pajak-pajak dan lain-lain kewajiban keuangan perusahaan
10. Pelaporan, inspeksi dan program kerja
" 17
44
PSC
PERTAMINA
dan
APEX
(Yapen)
Ltd.
Contract
Area:
Yapen
Block,
27
September
1999
45
Persetujuan
Modifikasi
dan
Perpanjangan
Kontrak
Karya,
15
Januari
1996
antara
Pemerintah
Indonesia
dan
PT
In-‐
ternaSonal
Nickel
Indonesia
(PT
INCO).
18. 11. Pertukaran alat pembayaran
12. Hak-hak khusus pemerintah
13. Kesempatan kerja dan pelatihan tenaga kerja Indonesia
14. Ketentuan-ketentuan kemudahan
15. Keadaan kahar
16. Kelalaian
17. Penyelesaian sengketa
18. Pengakhiran
19. Kerjasama para pihak
20. Promosi kepentingan nasional
21. Kerjasama daerah dalam pengadaan prasarana tambahan
22. Pengelolaan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup
23. Pengembangan usaha setempat
24. Pengalihan hak
25. Pembiayaan
26. Jangka waktu
27. Pilihan hukum
28. Ketentuan lain-lain
Lampiran A – Wilayah Kontrak Karya
Lampiran B – Peta Wilayah Kontrak Karya
Lampiran C- Iuran Tetap Untuk Berbagai Tahap Kegiatan
Lampiran D- Iuran Eksploitasi /Produksi atas Produksi Mineral
Lampiran E – Metoda Perhitungan Iuran Eksploitasi /Produksi
Lampiran F – Aturan eMenghitung Pajak Penghasilan
Lampiran G – Kontrak Karya 1968
Gambaran Umum Isi PKP2B46
Preamble
Article
1. Definitions
2. Agreement Area
3. Modus Operandi
4. Work Programs, Expenditures and Reports
5. Financing and Security Deposit
6. General Survey Period
7. Exploration Period
" 18
46
PKP2B
antara
Perusahaan
Negara
Tambang
Batubara
dan
PT
Arutmin
Indonesia
19. 8. Feasibility Studies Period
9. Construction Period
10. Taxes and Sharing of Production
11. Marketing
12. Protection Against Waste and Pollution
13. Equipment
14. Payment to Batubara
15. Books, Accounts and Audits
16. Payments and Currency
17. Employment and Training of Indonesian Personnel
18. Enabling Provisions
19. Suspension of Operations
20. Force Majeure
21. Settlement of Disputes
22. Termination
23. Co-operation in regard to Regional Infrastructures
24. Participation and Promotion of national Interest
25. Miscellaneous Provisions
26. Revision of certain Terms of This Agreement
27. Assignment
28. Term
" 19