1. KEADAAN INDONESIA PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN
(1945) HINGGA 1950 DILIHAT DARI SISI EKONOMI,
SOSIAL-BUDAYA, POLITIK, dan MILITER
Disusun Oleh:
R. Mochammad Ridwan
XI IPA 3
14923
PEMERINTAH KOTA BALIKPAPAN
DINAS PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 BALIKPAPAN
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
2. KEADAAN EKONOMI INDONESIA PADA
MASA AWAL KEERDEKAAN (1945) HINGGA 1950
A. KONDISI EKONOMI INDONESIA AWAL KEMERDEKAAN
Keadaan ekonomi Indonesia pada akhir kekuasaan Jepang dan pada awal berdirinya
Republik Indonesia sangat kacau dan sulit. Latar belakang keadaan yang kacau tersebut
disebabkan karena :
Indonesia yang baru saja merdeka belum memiliki pemerintahan yang baik, dimana
belum ada pejabat khusus yang bertugas untuk menangani perekonomian
Indonesia.
Sebagai negara baru Indonesia belum mempunyai pola dan cara untuk mengatur
ekonomi keuangan yang mantap.
Tingalan pemerintah pendudukan Jepang dimana ekonomi saat pendudukan Jepang
memang sudah buruk akibat pengeluaran pembiayaan perang Jepang. Membuat
pemerintah baru Indonesia agak sulit untuk bangkit dari keterpurukan.
Kondisi keamanan dalam negeri sendiri tidak stabil akibat sering terjadinya
pergantian kabinet, dimana hal tersebut mendukung ketidakstabilan ekonomi.
Politik keuangan yang berlaku di Indonesia dibuat di negara Belanda guna menekan
pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan untuk menghancurkan ekonomi nasional.
Belanda masih tetap tidak mau mengakui kemerdeaan Indonesia dan masih terus
melakukan pergolakan politik yang menghambat langkah kebijakan pemerintah
dalam bidang ekonomi.
Faktor- faktor penyebab kacaunya perekonomian Indonesia 1945-1950 adalah sebagai
berikut .
1. Terjadi Inflasi yang sangat tinggi
Inflasi tersebut dapat terjadi disebabakan karena :
Beredarnya mata uang Jepang di masyarakat dalam jumlah yang tak terkendali (pada
bulan Agustus 1945 mencapai 1,6 Milyar yang beredar di Jawa sedangkan secara
umum uang yang beredar di masyarakat mencapai 4 milyar).
Beredarnya mata uang cadangan yang dikeluarkan oleh pasukan Sekutu dari bank-
bank yang berhasil dikuasainya untuk biaya operasi dan gaji pegawai yanh
jumlahnya mencapai 2,3 milyar.
Repubik Indonesia sendiri belum memiliki mata uang sendiri sehingga pemerintah
tidak dapat menyatakan bahwa mata uang pendudukan Jepang tidak berlaku.
Inflasi terjadi karena di satu sisi tidak terkendalinya peredaran uang yang dikeluarkan
pemerintah Jepang di sisi lain ketersediaan barang menipis bahkan langka di beberapa
daerah. Kelangkaan ini terjadi akibat adanya blokade ekonomi oleh Belanda. Uang
Jepang yang beredarsangat tinggi sedangkan kemampuan ekonomi untuk menyerap
uang tersebut masih sanat rendah.
Karena inflasi ini kelompok yang paling menderita adalah para petani sebab pada masa
pendudukan Jepang petani merupakan produsen yang paling banyak menyimpan mata
3. uang Jepang. Hasil pertanian mereka tidak dapat dijual, sementara nilai tukar mata uang
yang mereka miliki sangat rendah.
Pemerintah Indonesia yang baru saja berdiri tidak mampu mengendalikan dan
menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut sebab Indonesia belum memiliki
mata uang baru sebagai penggantinya. Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk
sementara waktu menyatakan ada 3 mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu:
Mata uang De Javasche Bank
Mata uang pemerintah Hindia Belanda
Mata uang pendudukan Jepang
Keadaan tersebut diperparah dengan diberlakukannya uang NICA di daerah yang
diduduki sekutu pada tanggal 6 Maret 1946 oleh Panglima AFNEI yang baru (Letnan
Jenderal Sir Montagu Stopford). Uang NICA ini dimaksudkan untuk menggantikan uang
Jepang yang nilainya sudah sangat turun saat itu. Upaya sekutu tersebut merupakan
salah satu bentuk pelangaran kesepakatan yaitu bahwa selama belum ada penyelesaian
politik mengenai status Indonesia, maka tidak ada mata uang baru.
Karena tindakan sekutu tersebut maka pemerintah Indonesiapun mengeluarkan uang
kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI)sebagai pengganti uang Jepang.
2. Adanya Blokade ekonomi dari Belanda
Blokade oleh Belanda ini dilakukan dengan menutup (memblokir) pintu keluar-masuk
perdagangan RI terutama melalui jalur laut dan pelabuhan-pelabuhan penting. Blokade
ini dilakukan mulai bulan November 1945. Adapun alasan dari pemerintah Belanda
melakukan blokade ini adalah :
Mencegah masuknya senjata dan peralatan militer ke Indonesia.
Mencegah kelurnya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya.
Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh bangsa
lain.
Dengan adanya blokade tersebut menyebabakan:
Barang-barang ekspor RI terlambat terkirim.
Barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat di ekspor bahkan banyak
barang-barang ekspor Indonesia yang dibumi hanguskan.
Indonesia kekurangan barang-barang import yang sangat dibutuhkan.
Inflasi semakin tak terkendali sehingga rakyat menjadi gelisah.
Tujuan/harapan Belanda dengan blokade ini adalah:
Agar ekonomi Indonesia mengalami kekacauan
Agar terjadi kerusuhan sosial karena rakyat tidak percaya kepada pemerintah
Indonesia, sehingga pemerintah Belanda dapat dengan mudah mengembalikan
eksistensinya.
Untuk menekan Indonesia dengan harapan bisa dikuasai kembali oleh Belanda.
3. Kekosongan kas Negara
Kas Negara mengalami kekosongan karena pajak dan bea masuk lainnya belum ada
sementara pengeluaran negara semakin bertambah. Penghasilan pemerintah hanya
4. bergantung kepada produksi pertanian. Karena dukungan dari bidang pertanian inilah
pemerintah Indonesia masih bertahan, sekalipun keadaan ekonomi sangat buruk.
B. UPAYA MENGATASI BLOKADE EKONOMI BELANDA (NICA)
Upaya pemerintah untuk keluar dari masalah blokade tersebut adalah sebagai berikut.
1. Usaha bersifat politis, yaitu Diplomasi Beras ke India
Pemerintah Indonesia bersedia untuk membantu pemerintah India yang sedang ditimpa
bahaya kelaparan dengan mengirimkan 500.000 ton beras dengan harga sangat rendah.
Pemerintah melakukan hal ini sebab akibat blokade oleh Belanda maka hasil panen
Indonesia yang melimpah tidak dapat dijual keluar negeri sehingga pemerintah berani
memperkirakan bahwa pada pada musim panen 1946 akan diperoleh suplai hasil panen
sebesar 200.000 sampai 400.000 ton. Sebagai imbalannya pemerintah India bersedia
mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia pada saat
itu. Saat itu Indonesia tidak memikirkan harga karena yang penting adalah dukungan
dari negara lain yang sangat diperlukan dalam perjuangan diplomatik dalam forum
internasional. Adapun keuntungan politis yang diperoleh Indonesia dengan adanya
kerjasama dengan India ini adalah Indonesia mendapatkan dukungan aktif dari India
secara diplomatik atas perjuangan Indonesia di forum internasional.
2. Mengadakan hubungan dagang langsung dengan luar negeri
Membuka hubungan dagang langsung ke luar negeri dilakukan oleh pihak pemerintah
maupun pihak swasta. Usaha tersebut antara lain :
Mengadakan kontak dagang dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen
Inc.). Tujuan dari kontak ini adalah membuka jalur diplomatis ke berbagai
negara. Dimana usaha tersebut dirintis oleh BTC (Banking and Trading
Corporation) atau Perseroan Bank dan Perdagangan, suatu badan perdagangan
semi-pemerintah yang membantu usaha ekonomi pemerintah, dipimpin oleh
Sumitro Djojohadikusumo dan Ong Eng Die. Hasil transaksi pertama dari
kerjasama tersebut adalah Amerika bersedia membeli barang-barang ekspor
Indonesia seperti gula, karet, teh, dan lain-lain. Tetapi selanjutnya kapal Amerika
yang mengangkut barang pesanan RI dan akan memuat barang ekspor dari RI
dicegat dan seluruh muatannya disita oleh kapal Angkatan Laut Belanda.
Karena blokade Belanda di Jawa terlalu kuat maka usaha diarahkan untuk
menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Malaysia dan
Singapura. Usaha tersebut dilakukan sejak 1946 sampai akhir masa perang
kemerdekaan. Pelaksanaan ini dibantu oleh Angkatan laut RI serta pemerintah
daerah penghasil barang-barang ekspor. Karena perairan di Sumatra sangatlah
luas, maka pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat.
Hasilnya Indonesia berhasil menyelundupkan karet yang mencapai puluhan ribu
ton dari Sumatera ke luar negeri, terutama ke Singapura. Dan Indonesia berhasil
memperoleh senjata , obat-obatan dan barang-barang lain yang dibutuhkan.
Pemerintah RI pada 1947 membentuk perwakilan resmi di Singapura yang diberi
nama Indonesian Office (Indoff). Secra resmi badan ini merupakan badan yang
5. memperjuangkan kepentingan politik di luar negeri, namun secara rahasia
berusaha menembus blokade ekonomi Belanda dengan melakukan perdagangan
barter. Diharapkan dengan upaya ini mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
Indonesia. Selain itu juga berperan sebagai perantara dengan pedagang
Singapura dan mengusahakan pengadaan kapal-kapal yang diperlukan.
Dibentuk perwakilan kemetrian pertahanan di luar negeri yaitu Kementrian
Pertahanan Urusan Luar Negeri (KPULN) yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro.
Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan perlengkapan angkatan
perang.
C. KEBIJAKAN PEMERINTAHAN MENGHADAPI BURUKNYA KONDISI EKONOMI INDONESIA
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ekonominya mulai dilakukan
sejak Februari 1946, adalah sebagai berikut.
1) Konferensi Ekonomi Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, gubernur, dan pejabat lainnya yang
bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi di Jawa, yang dipimpin oleh
Menteri Kemakmuran (Darmawan Mangunkusumo). Tujuan Konferensi ini adalah untuk
memperoleh kesepakatan dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang
mendesak, seperti :
Masalah produksi dan distribusi makanan
Tercapai kesepakatan bahwa sistem autarki lokal sebagai kelanjutan dari sistem
ekonomi perang Jepang, secara berangsur-angsur akan dihapukan dan diganti
dengan sistem desentralisasi.
Masalah sandang
Disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan Rakyat diganti dengan Badan
Persediaan dan Pembagian Makanan (BPPM) yang bertujuan untuk mengatasi
kesengsaraan rakyat Indonesia. Badan ini dipimpin oleh Sudarsono dibawah
pengawasan Kementrian Kemakmuran. BPPM dapat dianggap sebagai awal dari
terbentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog). Sementara itu tujuan dibentuk Bulog
(Februari 1946) untuk melarang pengiriman bahan makanan antar karisidenan
Status dan Administrasi perkebunan-perkebunan
Keputusannya adalah semua perkebunan dikuasai oleh negara dengan sistem
sentralisasi di bawah kementrian Kemakmuran. Sehingga diharapkan pendapatan
negara dapat bertambah secara signifikan dengan nasionalisasi pabrik gula dan
perkebunan tebu.
Konferensi kedua di Solo, 6 Mei 1946 membahas mengenai masalah program ekonomi
pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi, dan alokasi
tenaga manusia. Wapres Moh. Hatta mengusulkan mengenai rehabilitasi pabrik gula,
dimana gula merupakan bahan ekspor penting sehingga harus dikuasai oleh negara.
Untuk merealisasikan keinginan tersebut maka pada 6 Juni 1946 dibentuk Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN).
6. 2) Pinjaman Nasional
Program ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan (Surachman) dengan persetujuan BP-
KNIP. Untuk mendukung program tersebut maka dibuat Bank Tabungan Pos, bank ini
berguna untuk penyaluran pinjaman nasional untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat Indonesia kepada pemerintahan. Selain itu, pemerintah juga menunjuk
rumah gadai untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan jangka waktu
pengembalian selama 40 tahun. Tujuannya untuk mengumpulkan dana masyarakat bagi
kepentingan perjuangan, sekaligus untuk menanamkan kepercayaan rakyat pada
pemerintah RI.
Rakyat dapat meminjam jika rakyat mau menyetor uang ke Bank Tabungan Pos dan
rumah-rumah pegadaian. Usaha ini mendapat respon yang besar dari rakyat terbukti
dengan besar pinjaman yang ditawarkan pada bulan Juli 1946 sebesar Rp.
1.000.000.000,00 , pada tahun pertama berhasil dikumpulkan uang sejumlah Rp.
500.000.000,00. Kesuksesan yang dicapai menunjukkan besarnya dukungan dan
kepercayaan rakyat kepada Pemerintah RI.
3) Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
Badan ini dibentuk atas usul dari menetri kemakmuran AK. Gani. Badan ini merupakan
badan tetap yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka
waktu 2 sampai 3 tahun yang akhirnya disepakati Rencana Pembangunan Sepuluh
Tahun.
Rencana Pembangunan 10 tahun tersebut adalah sebagai berikut.
Semua bangunan umum, perkebunan, dan industri yang telah ada sebelum perang
menjadi milik negara, yang baru terlaksana tahun 1957.
Bangunan umum vital milik asing dinasionalisasikan dengan pembayaran ganti rugi
Perusahaan milik Jepang akan disita sebagai ganti rugi terhadap RI.
Perusahaan modal asing lainnya dikembalikan kepada yang berhak sesudah
diadakan perjanjian Republik Indonesia dengan Belanda.
Badan ini bertujuan untuk menasionalisasikan semua cabang produksi yang telah ada
dengan mengubah ke dalam bentuk badan hukum. Hal ini dilakukan dengan harapan
agar Indonesia dapat menggunakan semua cabang produksi secara maksimal dan kuat di
mata hukum internasional. Pendanaan untuk Rencana Pembangunan ini terbuka baik
bagi pemodal dalam negeri maupun pemodal asing.
Inti rencana ini adalah agar Indonesia membuka diri terhadap penanaman modal asing
dan melakukan pinjaman baik ke dalam maupun ke luar negeri.
Untuk membiayai rencana pembangunan ekonomi tersebut pemerintah membuka diri
terhadap penanaman modal asing, mengerahkan dana masyarakat melalui pinjaman
nasional, melalui tabungan masyarakat, serta melibatkan badan-badan swasta dalam
pembangunan ekonomi. Dan untuk menampung dana tersebut dibentuk Bank
Pembangunan. Perusahaan patungan (merger) diperkenankan berdiri sementara itu
tanah partikelir dihapuskan.
Perkembangannya April 1947 badan ini diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat
Ekonomi yang bertugas mempelajari, mengumpulkan data, dan memberikan saran
kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi dan dalam rangka
7. melakukan perundingan dengan pihak Belanda. Rencana tersebut belum berhasil
dilaksanakan dengan baik karena situasi politik dan militer yang tidak memungkinkan,
yaitu Agresi Militer Belanda I dan Perjanjian Linggarjati yang menyebabkan sebagian
besar wilayah Indonesia yang memiliki potensi ekonomi jatuh ke tangan Belanda dan
yang tersisa sebagian besar tergolong sebagai daerah miskin dan berpenduduk padat
(Sumatera dan Jawa). Hal tersebut ditambah dengan adanya Pemberontakan PKI dan
Agresi mIliter Belanda II yang mengakibatkan kesulitan ekonomi semakin memuncak.
4) Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
Program ini bertujuan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi, selain
meningkatkan efisiensi. Rasionalisasi meliputi penyempurnaan administrasi negara,
angkatan perang, dan aparat ekonomi. Sejumlah angkatan perang dikurangi secara
drastis untuk mengurangi beban negara di bidang ekonomi dan meningkatkan effisiensi
angkatan perang dengan menyalurkan para bekas prajurit pada bidang-bidang produktif
dan diurus oleh kementrian Pembangunan dan Pemuda. Rasionalisasi yang diusulkan
oleh Mohammad Hatta diikuti dengan intensifikasi pertanian, penanaman bibit unggul,
dan peningkatan peternakan.
5) Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J.Kasimo. Program ini
berupa Rencana Produksi Tiga tahun (1948-1950) mengenai usaha swasembada pangan
dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Inti dari Kasimo Plan adalah untuk
meningkatkan kehidupan rakyat dengan menigkatkan produksi bahan pangan. Rencana
Kasimo ini adalah :
Menanami tanah kosong (tidak terurus) di Sumatera Timur seluas 281.277 HA
Melakukan intensifikasi di Jawa dengan menanam bibit unggul
Pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi
pangan.
Di setiap desa dibentuk kebun-kebun bibit
Transmigrasi bagi 20 juta penduduk Pulau Jawa dipindahkan ke Sumatera dalam
jangka waktu 10-15 tahun.
6) Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yang dipimpin B.R Motik ini bertujuan untuk :
Menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta, agar pengusaha swasta
memperkuat persatuan dan mengembangkan perekonomian nasional.
Menggalang dan Melenyapkan individualisasi di kalangan organisasi pedagang
sehingga dapat memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia.
Meskipun usaha PTE didukung pemerintah dan melibatkan dukungan dari pemerintah
daerah namun perkembangannya PTE tidak dapat berjalan baik dan hanya mampu
didirikan Bank PTE di Yogyakarta dengan modal awal Rp. 5.000.000,00. Kegiatan ini
semakin mengalami kemunduran akibat Agresi Militer Belanda.
8. Selain PTE, perdagangan swasta lainnya juga membantu usaha ekonomi pemerintah
adalah Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank dan Perdagangan).
Mengaktifkan kembali Gabungan Perusahaan Perindustrian dan Perusahaan Penting,
Pusat Tembakau Indonesia, Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (GASIDA) dalam
rangka memperbaiki ekonomi Indonesia.
7) Oeang Republik Indonesia (ORI)
Melarang digunakan mata uang NICA dan yang lainnya serta hanya boleh menggunakan
Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
berdasarkan UU No. 17 tahun 1946 yang dikeluarkan pada tanggal 1 Oktober 1946.
Mengenai pertukaran uang Rupiah Jepang diatur berdasarkan UU No. 19 tahun 1946
tanggal 25 Oktober 1946. Tanggal 25 Oktober selanjutnya dijadikan sebagai hari
keuangan. Adapun kebijakan penyetaraan mata uang adalah sebagai berikut.
Di Jawa, Lima puluh rupiah (Rp. 50,00) uang Jepang disamakan dengan satu
ruapiah (Rp. 100,00) ORI dengan perbandingan 1:5.
Di Luar Jawa dan Madura, Seratus rupiah (Rp. 100,00) uang Jepang sama dengan
satu rupiah(Rp. 1,00) ORI dengan perbandingan 1:10.
Setiap sepuluh rupiah (Rp. 10,00) ORI bernilai sama dengan emas murni seberat
5 gram.
Mengenai pengaturan nilai tukar uang ORI dengan valuta asing (nilai kurs mata uang ORI
di pasar valuta asing) sebenarnya dipegang oleh Bank Negara yang sebelumnya telah
dirintis bentuk prototipenya yaitu dengan pembentukan Bank Rakyat Indonesia (Shomin
Ginko). Namun tugas tersebut pada akhirnya dijalankan oleh Bank Negara Indonesia
(Bank Negara Indonesia 1946) yang dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank ini
merupakan bank umum milik pemerintah yang tujuan awal didirikannya adalah untuk
melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan. BNI
didirikan pada 1 November 1946.
Meskipun begitu usaha pemerintah untuk menjadikan ORI sebagai satu-satunya mata
uang nasional tidak tercapai karena terpecah-pecahnya wilayah RI akibat perundingan
Indonesia- Belanda. Sehingga di beberapa daerah mengeluarkan mata uang sendiri,
yang berbeda dengan ORI, seperti URIPS (Uang Republik Propinsi Sumatera) di
Sumatera, URIBA (Uang Republik Indonesia Baru) di Aceh, URIDAB (Uang Republik
Indonesia Banten) di Banten dan Palembang.
Upaya-upaya pemerintah Indonesia tersebut dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat Indonesia meskipun Belanda masih belum pergi dari Indonesia.
9. KEADAAN SOSIAL-BUDAYA INDONESIA PADA
MASA AWAL KEMERDEKAAN (1945) HINGGA 1950
Setelah Republik ini berdiri, ternyata ada sebagian dari rakyat Indonesia yang
memberontak terhadap pemerintahan yang sah. Hal ini membuktikan bahwa masih ada konflik
sosial pada awal kemerdekaan.
Beberapa pemberontakan pada awal kemerdekaan :
Pemberontakan PKI 1948 : 18 September 1945 di Madiun diumumkan berdirinya Negara
Soviet Republik Indonesia. Tujuannya untuk menghancurkan RI yang berdasarkan
Pancasila menjadi Komunis. Untuk menumpas pemberontakan ini, dikerahkan Divisi II
Jateng bagian timur ( Dipimpin oleh Kol. Gatot Subroto ) dan Divisi Jatim ( Dipimpin
oleh Kol. Sungkono ). 30 September 1948, Kota Madiun berhasil dikuasai. Dalam
pelariannya, Musso dan Amir Syarifuddin tewas ditembak.
Pemberontakan DI/TII Jawa Barat : S.M. Kartosuwiryo dan pengikutnya mengungumkan
pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisayong bahwa telah berdiri Negara Islam
Indonesia. Untuk menumpas pemberontakan ini digelar Operasi Pagar Betis dan
Operasi Bharatayudha oleh gabungan Divisi Siliwangi, Diponegoro, dan Brawijaya.
Kartosuwiryo berhasil ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962.
Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah : Pemberontakan ini dipimpin oleh Amir Fatah
dengan menghimpun laskar sabilillah dan hisbullah. Untuk mewujudkan cita-cita
mereka, mereka menyerang pos-pos APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia
Serikat). Untuk menumpas pemberontakan ini, dilancarkan Operasi Militer yang
disebut Gerakan Benteng Negara ( GBN ). Akhirnya Amir Fatah menyerah pada tanggal
23 Desember 1950.
Pemberontakan DI/TII Aceh : Dipimpin oleh Daud Beureuh karena tidak terima oleh
pembentukan Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari Sumatera Timur, Tapanuli,
dan Aceh. Sebelumnya Aceh merupakan daerah yang setingkat Provinsi. Hal ini
mengakibatkan penurunan status Daud Beureuh. Akhirnya, Daud Beureuh
memproklamirkan DI/TII Aceh. Untuk menumpas pemberontakan ini, diselenggarakan
Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh atas prakarsa Kolonel M. Yasin.
Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan : Dipimpin oleh Ibnu Hajar atau Haderi Bin
Umar. Alasannya adalah ia merasa tidak puas atas pelaksanaan demobilisasi tentara.
Ibnu Hajar menyatakan dirinya dan pasukannya yang bernama KRJT ( Kesatuan Rakjat
Jang Tertindas ) bergabung dengan DI/TII S.M Kartosuwiryo dan diangkat menjadi
Panglima TII wilayah Kalimantan. Pada tahun 1959, pemerintah berhasil menumpas
pemberontakan ini.
10. Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan : Kahar Muzakar menuntut agar anggota
Komando Gerilya Sulawesi Selatan dijadikan Brigade yang bernama Brigade
Hasanuddin tanpa seleksi. Pemerintah menolak, karena yang lulus saja yang dapat
diterima. Sedangkan yang tidak lulus dimasukkan ke dalam CTN ( Corps Tjadangan
Nasional ). Kahar Muzakar menyatakan dirinya adalah bagian DI/TII. Akhirnya
pemberontakan ini berhasil dilenyapkan setelah Kahar Muzakar ditembak mati.
Pemberontakan RMS : 25 April, Dr. Soumoukil memproklamirkan berdirinya RMS (
Republik Maluku Selatan ). Untuk menumpas pemberontakan ini, pemerintah
mengirim pasukan yang dipimpin Kolonel Kawilarang. RMS berhasil dilenyapkan, akan
tetapi Letkol Slamet Riyadi gugur dalam pertempuran merebut Benteng Nieuw.
Pemberontakan APRA: APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) adalah pasukan yang dibentuk
Kapten Westerling. Pasukan ini memberikan ultimatum kepada pemerintah pusat
untuk mengakui APRA sebagai Tentara Negara Pasundan. Pemerintah tidak
menghiraukan dan APRA melancarkan serangan ke Kota Bandung. Dalam serangan ini
gugurlah Letkol Lembong. Pemerintah mengirim pasukan gabungan TNI dan Polisi
untuk menumpas pemberontakan ini.
11. KEADAAN POLITIK INDONESIA PADA
MASA AWAL KEMERDEKAAN (1945) HINGGA 1950
Dalam waktu lima tahun, antara 17 Agustus 1945 sampai 17 Agustus 1950, Republik
Indonesia banyak mengalami pergolakan. Salah satunya pergolakan dalam bidang politik.
Beberapa peristiwa pergolakan politik :
Pembentukan Partai Nasional sebagai partai tunggal : Dalam perkembangannya,
Partai Nasional yang merupakan partai negara ( Staatpartij ), selain dianggap
melampaui keperluan dan menyaingi KNIP, juga dinilai sebagai simbol Fasis ( Tidak
demokratis/otoriter) sehingga dibubarkan pada tanggal 1 September 1945.
29 November 1945 : KNIP ( yang waktu itu sebagai badan legislatif ) melampaui
kebijakan presiden. Yaitu, dengan mengangkat menteri.
Sosialis x Nasionalis : Dari awal sampai kabinet Djuanda, terjadi konflik antara Partai
Nasionalis ( PNI ) dengan Partai Sosialis ( PKI,FDR, dll )
Persaingan antara kabinet Syahrir I dengan PP ( Persatuan Perjuangan ) : Tan Malaka
yang waktu itu sebagai pimpinan PP telah memperingatkan Perdana Menteri waktu
itu, Sutan Syahrir agar tidak mengikuti Perundingan Linggarjati. Tetapi Sutan Syahrir
tetap mengikuti Perundingan Linggarjati. Hasilnya mengecewakan bagi NKRI.
Akibatnya, terjadi perselisihan antara PP dengan Kabinet Syahrir I. Akhirnya, Syahrir
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
Konflik di Kabinet Syahrir II : Karena masa jabatan Sutan Syahrir kurang dari masa
jabatan 5 tahun, Presiden mengangkat Sutan Syahrir sebagai perdana menteri lagi
dengan Kabinet Syahrir II. Akan tetapi, dalam Kabinet Syahrir II meletus
pemberontakan DI TII, RMS, APRA, dll. Sutan Syahrir menyangka PP ( Persatuan
Perjuangan ) sebagai dalangnya. Akhirnya datang perintah untuk melaksanakan
penangkapan besar-besaran terhadap tokoh-tokoh PP, seperti Tan Malaka, Chaerul
Saleh, dll. PP dibubarkan pada tanggal 4 Juni 1946 dan diganti dengan Konsentrasi
Nasional.
Pembentukan Konsentrasi Nasional : Berdasarkan Peraturan Presiden no. 6 tahun
1946, dibentuklah Konsentrasi Nasional. Tujuannya, menambah suara yang pro atau
yang mendukung hasil dari perundingan Linggarjati. Akan tetapi, Konsentrasi
Nasional gagal dan Kabinet Syahrir III diganti dengan Kabinet Amir Syarifuddin.
Perundingan Renville : Amir Syarifuddin yang diangkat menjadi perdana menteri
menggantikan Sutan Syahrir telah melakukan beberapa langkah untuk
mempersiapkan Perundingan Renville yaitu dengan mencapai kesepakatan antara
partai oposisi dengan partai di kabinetnya. Akan tetapi hasil dari Perundingan
12. Renville malah lebih mengecewakan dari perundingan Linggarjati. Pihak oposisi
keluar dari koalisi Amir Syarifuddin. Amir Syarifuddin mengembalikan mandatnya
kepada Presiden.
Pembentukan FDR : Setelah Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kepada
Presiden, Amir Syarifuddin menjadi oposisi. Ia menyusun kekuatan dalam FDR (
Front Demokrasi Rakyat ) yang mempersatukan golongan sosialis kiri dan komunis.
Mereka mengadakan pengancaman ekonomi dengan cara menghasut para buruh.
Pada saat itu, tampillah Muso, seorang tokoh PKI sebelum perang dunia II. 2 tokoh
ini bergabung dan akhirnya meletus pemberontakan PKI Madiun 1948.
13. KEADAAN MILITER INDONESIA
PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN (1945) HINGGA 1950
Pemerintah Republik Indonesia yang baru terbentuk dihadapankan pada
tantangan dengan kedatangan para tentara Sekutu yang dibonceng Belanda. Belanda
yang ingin kembali ke Indonesia berhadapan dengan bangsa Indonesia yang telah
memproklamasikan kemerdekaannya. Oleh karena itu, terjadilah konflik Indonesi-
Belanda dan berbagai upaya diplomasi untuk menuju penyelesaian akhir dari konflik
tersebut.
A. Pertempuran-pertempuran Mempertahankan Kemerdekaan
Dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia melakukan
perjuangan bersenjata dan diplomasi. Adapun pertempuran-pertempuran yang terjadi
di Indonesia antara lain :
·Insiden Bendera
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 19 september 1945 di Surabaya pada Hotel Yamato,
dimana beberapa orang Belanda mengibarkan bendera mera-putih-biru. Hal ini
dianggap para pemuda sebagai sebuah penghinaan dan para pemuda menyerbu hotel
tersebut dan merobek bendera Belanda pada bagian warna biru sementara bagian
merah-putihnya dinaikkan kembali.
· Pertempuran Semarang
Pertempuran ini terjadi dari tanggal 15 sampai 20 Oktober 1945 di semarang dan lebih
dikenal dengan pertempuran lima hari di Semarang. Insiden terjadi ketika tawanan
tentara Jepang yang berasal dari penjara Cipinang, Jakarta hendak dipindahkan ke
Semarang untuk dipekerjakan merubah pabrik gula menjadi pabrik senjata sehingga
para pemuda memberontak kepada polisi yang memindahkan tawanan tersebut.
Sebanyak 2000 rakyat Indonesia dan 100 orang Jepang tewas dalam pertempuran ini.
· Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya merupakan suatu rangkaian peristiwa dari peristiwa-peristiwa
sebelumnya, yaitu usaha bangsa Indonesia mengusir penjajah Jepang yang masih tetap
bercokol dan memiliki senjata lengkap. Perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan
Jepang tersebut dimulai sejak September 1945. Pada 25 Oktober 1945, Brigade 49,
pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn, bagian dari Divisi India ke-23 tentara Sekutu (Allied
Forces Netherlands East Indies atau AFNEI) mendarat di kota Surabaya, di bawah
pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby. Tugasnya adalah melucuti serdadu Jepang
dan menyelamatkan interniran Sekutu yang berada di Indonesia. Kedatangan mereka
diterima dengan enggan oleh Gubernur R.M.T.A. Soeryo. Akhirnya, diadakan pertemuan
antara wakil-wakil pemerintah Republik Indonesia dengan Brigadir Jenderal Mallaby.
Pertemuan itu menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain,
1) Sekutu berjanji bahwa di antara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda;
14. 2) Disetujui kerjasama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan;
3) Akan segera dibentuk Kontrak Biro agar kerjasama dapat terlaksana sebaik-baiknya;
4) Sekutu hanya akan melucuti senjata Jepang.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, pihak RI merasa tidak curiga atas kedatangan
mereka. Oleh karena itu, pasukan Sekutu diperbolehkan memasuki kota oleh pihak RI,
dengan syarat hanya objek-objek yang sesuai dengan tugasnya yang boleh diduduki
seperti kamp-kamp tawanan. Ternyata sikap baik Sekutu yang terlihat dari hasil
perundingan tersebut hanya merupakan taktik imperialis untuk menguasai kembali
bekas jajahannya. Setelah itu, pihak Sekutu mengingkari janjinya, pada 26 Oktober 1945,
malam hari, satu peleton dari Field Security Section dibawah pimpinan Kapten Shaw,
melakukan penyerangan ke penjara Kalisosok untuk membebaskan seorang kolonel
Angkatan Laut Belanda yang bernama Kolonel Huiyer bersama tawanan-tawanan
lainnya. Kemudian, keesokan harinya pasukan Sekutu yang sebagian besar terdiri dari
tentara Inggris melanjutkan penyerangannya dengan menduduki Pangkalan Udara,
Pelabuhan Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Internatio, dan objek-objek vital
lainnya di Surabaya. Tindakan pelanggaran lainnya yang dilakukan Sekutu, yaitu pada 27
Oktober 1945, mereka menyebarkan pamflet-pamflet yang berisi perintah kepada
rakyat Surabaya dan Jawa Timur untuk menyerahkan senjata yang dirampas dari Jepang.
Kemudian pemerintah RI memerintahkan para pemudaSurabaya dan jawa Timur untuk
siaga menghadapi segala kemungkinan.
Tindakan tidak konsisten dari Sekutu semakin menjadi, pada 27 Oktober 1945 pukul
14.00, terjadi kontak senjata yang pertama antara pihak pemuda Surabaya dengan
Sekutu. Kontak senjata ini kemudian meluas dan berlangsung selama dua hari.
Pada 29 Oktober 1945, para pemuda dapat kembali merebut objek-objek vital di kota
Surabaya. Pada 31 Oktober 1945 Presiden Soekarno, Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta
dan Amir Syarifudin datang ke Surabaya bersama dengan Jenderal D.C. Howthorn.
Mereka kemudian berunding dengan Mallaby dan menghasilkan keputuskan
menghentikan kontak senjata. Walaupun telah disepakati tidak akan ada lagi
pertempuran, di beberapa tempat masih terjadi kontak senjata. Ketika Kontak Biro
mengunjungiGedung Bank Internatio di jembatan Merah, di sana terjadi isiden, gerung
ini masih diduduki oleh pasukan Inggris. Pemuda-pemuda yang terdiri dari TKR dan
laskar menuntut agar pasukan Mallaby menyerah, tetapi tuntutan tersebut ditolah,
kemudian segera terjadi kontak senjata yang lebih besar dan berakhir dengan
terbunuhnya Mallaby. Selanjutnya, Inggris mengirimkan pasukan dalam jumlah besar
dibawah pimpinan Mayor Jenderal E.C Manserg. Pada 7 November, Manserg
megirimkan surat kepada Gubernur Soeryo yag berisi ancaman untuk menduduki kota
Surabaya. Ultimatum tersebut ditolak oleh Gubernur Soeryo yang kemudian diikuti
dengan meletusnya pertempuran baru yang sangat besar. Dalam pertempuran itu
ribuan pejuang Indonesia gugur dan lainnya mengungsi ke kota lain.
Surabaya pada akhirnya berhasil dipertahankan oleh para pemuda yang
bertahan selama tiga minggu, sebelum akhirnya jatuh ke tangan Inggris. Peristiwa yang
terjadi pada 10 November 1945 ini sering diperingati sebagai Hari Pahlawan.
· Pertempuran Ambarawa
15. Pertempuran ini terjadi pada 15 desember 1945 antara TKR dan laskar-laskar melawan
pasukan Inggris pimpinan Brigadir Jenderal Bethel. Latar belakangnya adalah
kedatangan tentara Inggris ke Indonesia untuk mengurus tawanan perang yang berada
di Ambarawa dan Magelang, tetapi diboncengi oleh NICA (Netherland Indies Civil
Administration). Kedaan ini menyebabkan pecahnya insiden di Magelang, pertempuran
antara TKR dan Sekutu. Kemudian Presiden Soekarno dan Bethel melakukan
perundingan di Surabaya dengan menghasilkan keputusan antara lain penempatan
pasukan Sekutu di Magelang dan tidak diakuinya aktifitas NICA di kota tersebut.
Tetapi, pihak Sekutu mengingkari janji, pasukan NICA yang masih berkeliaran di
Magelang dibiarkan oleh Sekutu. Asukan TKR dibawah pimpinan Mayor Sumarto
menyerang pasukan Sekutu di Ambarawa. Dilihat dari strategi militer, pertempuran di
Ambarawa mempunyai arti penting. Dengan diusirnya pasukan Inggris dari daerah
tersebut maka kedudukan TKR di kota Solo, Magelang, dan Yogyakarta dapat
diamankan. Sementara dilihat dari segi revolusi kemerdekaan, pertempuran tersebut
telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia ingin mempertahankan kedaulatannya dari
penjajahan.
· Pertempuran Medan Area
Di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly, pasukan Sekutu yang diboncengi oleh
NICA mendarat di kota Medan pada 9 Oktober 1945. Sehari setelah mendarat, Sekutu
mendatangi kamp-kamp tawanan atas persetujuan Gubernur Sumatra Teuku Mohamad
Hasan. Ketika melihat salah seorang bekas tawanan perang Jepang menginjak-injak
lencana merah putih, rasa nasionalisme para pemuda semakin membara. Mereka mulai
menyerang dan merusak sebuah hotel pada 13 Oktober 1945 yang kemudian
memancing insiden-insiden lainnya. Para pemuda mulai menunjukan sikap
ketidaksukaannya kepada pihak imperialis. Sejak saat itu Sekutu berusaha menguasai
kota Medan dengan berbagai cara seperti melakukan aksi “pembersihan” tehadap
unsur-unsur RI yang berada di kota Medan. Para pemuda TKR membalas aksi tersebut
dengan menggagalkan pasukan Inggris dan NICA untuk menghancurkan konsentrasi TKR
di Trepes. Pasukan Sekutu dibawah pimpinan Kelly kembali mengancam pemuda agar
menyerahkan senjata mereka, akhirnya para pemuda harus meninggalkan daerah
Medan Area sejak 10 April 1945, beberapa kantor pemerintahan harus pindah ke
Pematang Siantar. Pada 10 Agustus 1946 para pemuda mengadakan pertemuan di
Tebing Tinggi untuk menyatukan komando-komando pasukan yang berjuang di medan
Area. Di bawah “ Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area”, mereka meneruskan
perjuangan di medan area. Peristiwa Medan Area telah menunjukkan kepada seluruh
bangsa Indonesia dan pihak imperialis bahwa bangsa Indonesia yang telah memperoleh
kedaulatan tidak ingin dijajah kembali oleh imperialis Barat. Kemerdekaan harus tetap
dipertahankan.
· Bandung Lautan Api
Pada 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama agar kota Bndung
begian utara selambat-lambatnya pada 29 November 1945 dikosongkan oleh pihak
Indonesia dengan alasan untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Engan ultinatum
16. tersebut pihak Sekutu secara sepihak membagi kota Bndung menjadi dua dengan jalan
kereta api yang membentang dari timur ke barat menjadi batasnya. Wilayah Bandung
Utara hanya boleh dihuni oleh warga Belanda dan pasukan Sekutu, sedangkan Bandung
Selatan untuk penduduk pribumi. Ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh para
pejuang Bandung. Sejak saat itu sering terjadi berbagai pertempuran yang memakan
korban harta maupun jiwa dengan tentara Sekutu. Pada 23 Maret 1946, Sekutu kembali
mengeluarkan ultimatum supaya para pejuang Bandung mundur sejauh 11 km dari
batas rel kereta api. Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan agar para pejuang
menuruti ultimatum tersebut dan harus segera mengosongkan kota Bandung.
Sementara itu, dari Markas Besar TRI di Yogyakarta turun perintah untuk tetap
mempertahankan kota Bandung sampai titik darah penghabisan. Akhirnya, para pejuang
Bandung mematuhi perintah dari Jakarta walaupun dengan berat hati. Sambil
meninggalkan Bandung, para pejuang melancarkan serangan umum ke arah tempat
kedudukan Sekutu dan membumi hangus tempat-tempat strategis di seluruh kota yang
mungkin akan diduduki oleh NICA. Peristiwa ini juga diikuti dengan pengungsian warga
Bandung ke daerah luar Bandung yang lebih aman. Peristiwa yang berlangsung pada 23
Maret 1946 tersebut dikenal sebagai “Bandung Lautan Api”.
· Puputan Margarana
Peristiwa Puputan Margarana diawali ketika Letkol I Gusti Ngurah Rai menolak
bekerjasama dengan Belanda untuk mendukung pembentukan Negara Indonesia Timur
yang mencakup Bali. Penolakan ini dinilai Belanda tidak beralasan karena Bali sudah
dianggap wilayah Belanda sebagaimana hasil Perjanjian Linggajati. Ngurah Rai sendiri
tetap menolak apapun alasannya, kemudian ia pergi ke Yogyakarta untuk mendapatkan
petunjuk dari Pemimpin RI. Setelah mendapat penjelasan bahwa daerahnya termasuk
kekuasaan Belanda, walaupun merasa kecewa, ia tetap pada pendiriannya semula, yakni
tidak akan bekerja sama dengan pihak Belanda. Ketika merasa kekuatannya sudah
cukup, I Gusti Ngurah Rai dan pasukan-pasukannya pada 18 November 1946 mulai
menyerang Belanda. Tabanan digempur dan dia berhasil dengan menyerahnya satu
detasemen polisi lengkap dengan senjatanya. Belanda kemudian mengerahkan seluruh
kekuatannya yang ada di Bali dan Lombok lengkap dengan pesawat terbang untuk
menghadapi pasukan I Gusti Ngurah Rai. Karena kekuatan pasukan yang tidak seimbang
dan persenjataan yang kurang lengkap, akhirnya pasukan I Gusti Ngurah Rai dapat
dikalahkan dalam pertempuran puputan atau habis-habisan di Margarana, sebelah utara
Tabanan. I gusti Ngurah Rai beserta seluruh pasukannya gugur.
· Agresi Militer Belanda I : Sutan Syahrir menolak gendermarie sebab akan
membahayakan keamanan RI. Pada tanggal 27 Juni 1947 ia meletakkan jabatan,
kemudian digantikan oleh Mr. Amir Syarifuddin. Ia pun menolak tuntutan Belanda
tentang pembentukan gendermarie bersama. Akhirnya, pada tanggal 21 Juli 1947,
Belanda melancarkan serangan terhadap RI dengan menyerang garis demarkasi yang
disepakati bersama. Peristiwa ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I. Pemerintah
17. India dan Australia mengajukan agar masalah Indonesia segera dimasukkan ke dalam
agenda Dewan Keamanan PBB.
B. Pemberontakan PKI Madiun
- Proses Pemberontakan
Ditengah-tengah suasana kemelut yang berlarut-larut akibat perjanjian Renville dan
blokade ekonomi yang dijalankan Belanda, PKI di bawah pimpinan Muso melancarkan
pemberontakan di Madiun pada 18 September 1948.
Kedudukan PKI Muso memang kuat karena didukung oleh Front Demokrasi Rakyat
(FDR), pimpinan Amir Syarifudin (bekas perdana menteri), yang merupakan hasil
gabungan beberapa partai, antara lai Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh, dan
Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), sayap militer PSI yang memiliki persenataan cukup
lengkap. Diawali di Solo, PKI mulai melancarkan aksi-aksinya. Insiden pertama mulai
terjadi pada 13-16 September 1948, antara pasukan Siliwangi dengan Tentara Laut
pimpinan Letkol Yadau yang terpengaruh komunis. Kemudian, pada 14 September 1948,
Pesindo menyerang Barisan Banteng di Solo, karena Dr.Muwardi, komandan Barisan
Banteng, menolak bergabung degan kekuatan komunis. Pada 18 September 1948,
Kolonel Sumarsono yang berhaluan komunis memprolakmasikan berdirinya Negara
Sovyet Republik Indonesia di Madiun. Ia mendapat dukungan dari Pasukan Brigade 29.
Pemberontakan pada pukul 02.00 di hari tersebut dimulai dengan memusatkan sasaran
pada markas CPM Siliwangi yang terletak di jalan Dr.Cipto, Madiun sehingga
mengakibatkan gugurnya seorang Mayor CPM.
- Upaya Penumpasan
Dalam upaya menumpas PKI Madiun, pemerintah RI mengangkat Kolonel Gatot Subroto
sebagai Gubernur Militer untuk daerah Solo, Madiun, Pati, dan Semarang Angkatan
Perang RI dikerahkan termasuk Divisi Siliwangi yang baru tiba hijrah dari Jawa Barat ke
Jawa Tengah di bawah pimpinan Sadikin dan Kusno Utomo (Brigade Sadikin dan Brigade
Kusno). Operasi tersebut dipimpin oleh kolonel Sungkono dan pelaksananya ditunjuk
Mayor Yonosewoyo. Jalannya operasi dilakukan dari tiga jurusan:
· Batalyon Sarbini Mokhtar dan Muyajin bergerak melalui Trenggalek menyerbu
Ponorogo yang merupakan konsentrasi pasukan PKI Muso.
· Batalyon gabungan dipimpin Mayor Baharudin bergerak melalui Sawahan, Dungus
terus ke Madiun.
· Batalyon Sudaryadi dibantu Brigade Mobil Polisi Jawa Timur bergerak melalui kota
Wilangan, Saradan, Terus ke Madiun.
Kemudian Batalyon A.Kosasih dan Batalyon Kemal Idris didatangkan dari Yogyakarta
bergerak ke arah utara dengan sasaran Pati. Batalyon Daeng bergerak ke arah utara
dengan target sasaran Cepu dan Blora. Batalyon Ahmad Wiranatakusumah bergerak ke
selatan dengan sasaran Ponorogo dan Batalyon Darsono langsung bergerak ke Madiun.
Batalyon Kusno Utomo bertugas khusus mengamankan daerah Solo, Pati, dan Semarang
yang terdiri atas Batalyon Kemal Idris dan Batalyon A.Kosasih dibantu Batalyon Suryo
18. Sumpeno. Luasnya daerah pemberontakan dapat terlihat dari tempat-tempat basis PKI
yang direbut kembali oleh pasukan Siliwangi, antara lain Sarangan dan Walikukun (25
September), Ngrambe dan Magetan (26 September), Parakan (27 September), Madiun
dan Wonogiri (30 September), Dungus dan Ponorogo (2 Oktober), Cepu (8 Oktober),
Pacitan (15 Oktober), dan Kudus (21 Oktober). Pada Desember 1948, gembong PKI, yaitu
Amir Syarifudin, Suripno, Maruto Darusman, Haryono, Abdul Majid, beserta sejumlah
pengikutnya menyerahkan diri pada pasukan Siliwangi, adapun Muso berhasil ditembak
mati oleh TNI di Ponorogo pada 31 Oktober 1948. Setelah pemberontakan selesai,
35.000 orang pengikut Muso ditangkap, sementara diperkirakan sekitar 8.000 orang
menjadi korban peristiwa tersebut. Beberapa tokoh PKI yang tertangkap lalu diajukan ke
pengadilan. Sejumlah tokoh dijatuhi hukuman mati karena kejahatannya yang telah
membantai rakyat diluar perikemanusiaan. Tidak sedikit pejabat TNI dan prajuritnya
yang terlibat sehingga bisa diadudombakan dengan TNI yang setia kepada pemerintah.
C. Agresi Militer Belanda II
Suasana perundingan melalui penengah KTN pada awal Desember 1948 mulai menemui
jalan buntu. Pada tanggal 11 Desember 1948, Belanda mengatakan bahwa tidak
mungkinlagi dicapai persetujuan antara kedua belah pihak. Empat hari kemudian Wakil
Presiden Mohammad Hatta minta KTN untuk mengatur perundingan dengan Belanda,
tetapi Belanda menjawab pada tanggal 18 Desember 1948, pukul 23:00 malam, bahwa
Belanda tidak terikat lagi dengan Persetujuan Renville. Lewat tengah malam atau
tanggal 19 Desember 1948 pagi, tentara Belanda diterjunkan di lapangan terbang
Maguwo, yang dikenal dengan istilah Aksi Militer Belanda II (2nd Dutch Military Action).
Reaksi internasional atas serangan Belanda terhadap Republik pada tanggal 19
Desember 1948 sangat keras. Negara-negara Asia, Timur Tengah dan Australia
mengutuk serangan itu dan memboikot Belanda dengan cara menutu lapangan terbang
mereka bagi pesawat Belanda. Dalam sidangnya pada tanggal 22 Desember 1948 Dewan
Keamanan PBB memerintahkan penghentian tembak menembak kepada tentara
Belanda dan Republik. Atas usul India dan Birma, Konferensi Asia mengenai Indonesia
diadakan di New Delhi pada tanggal 20 Desember 1949. Amerika Serikat, Kuba, dan
Norwegia mendesak Dewan Keamanan untuk membuat resolusi yang mengharuskan
dilanjutkannya perundingan.