Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas analisis interaksi keruangan antara Kota Cirebon dengan wilayah sekitarnya meliputi Kabupaten Cirebon, Kuningan, Majalengka, dan Indramayu.
2. Metode yang digunakan adalah menganalisis data kuantitatif dan kualitatif serta menggunakan model matriks asal tujuan dan model gravitasi.
3. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui seberapa
Analisis Interaksi Keruangan Kota Cirebon dengan Wilayah Sekitarnya
1. ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN
KOTA CIREBON DENGAN WILAYAH SEKITARNYA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Lokasi dan Pola Ruang
(TKP 341)
Dikerjakan Oleh:
Kelompok 12
Nadhira Rizky Yanti 21040113140092
Artha Segnita 21040113130094
Sally Indah N 21040113130096
Jonathan Badawi W.S 21040113140098
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
2. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota sebagai pusat kegiatan masyarakat selalu mengalami perkembangan yang
ditandai dengan kompleksnya kegiatan-kegiatan yang ada di dalam kota. Di Indonesia, pada
umumnya kota merupakan hasil perkembangan dari desa. Di dalam suatu kota dimungkinkan
untuk adanya suatu interaksi pada lingkungan yang beraneka ragam (Warlina dalam
Koestoer, et al,2001). Keanekaragaman merupakan aktivitas yang dilakukan masyarakat kota
pada setiap harinya, seperti bekerja, bersosialisasi, dan sebagainya, yang akan berdampak
pada penentuan besar kecilnya ukuran sosial kota, disamping luas area dan jumlah
penduduk. Perkembangan suatu kota berkaitan dengan pengaruh kota – kota di sekitarnya.
Keterkaitan ini membuat suatu hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi satu sama
lain. Pada dasarnya manusia melakukan pergerakan, pergerakan tersebut terjadi karena
adanya perbedaan permintaan dan penawaran serta menunjukkan lokasi. Interaksi adalah
hubungan timbal balik antara dua obyek atau lebih. Interaksi tidak hanya terbatas pada gerak
pindah manusianya, melainkan juga menyangkut barang dan informasi yang menyertai
tingkah laku manusia, sehingga pola dan kekuatan interaksi antarwilayah sangat dipengaruhi
oleh keadaan alam dan sosial daerah yang bersangkutan serta kemudahan-kemudahan yang
dapat mempercepat proses hubungan antarwilayah tersebut.
Kota Cirebon merupakan salah satu kota yang cukup penting di Provinsi Jawa Barat.
Kota Cirebon terletak di wilayah strategis, yakni titik bertemunya jalur tiga kota besar di
Indonesia yakni Jakarta, Bandung, dan Semarang. Kota Cirebon adalah sebuah kota transit
yang memiliki fungsi sebagai kota pelabuhan, kota industri, kota perdagangan, kota budaya,
dan kota pariwisata (Ludiro, 2008). Sebagai salah satu pusat pengembangan di wilayah Jawa
Barat, Kota Cirebon memiliki pengaruh terhadap wilayah-wilayah di sekitarnya yaitu meliputi
Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. Pada laporan ini akan dilakukan
analisis interaksi keruangan yang terdapat di Kota Cirebon dengan daerah sekitarnya guna
mengetahui seberapa besar peran yang dimiliki oleh Kota Cirebon.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Laporan analisis mengenai interaksi keruangan antara Kota Cirebon, Kabupaten
Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Indramayu ini
mencakup aktivitas perdagangan, jasa, industri, pertanian dan perkebunan, serta perikanan
di mana memiliki tujuan dan sasaran sebagai berikut:
1.2.1 Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah mengetahui seberapa besar interaksi
keruangan yang terdapat di Kota Cirebon dengan daerah sekitarnya.
1.2.2 Sasaran
Dalam hal mencapai tujuan diatas, ada beberapa sasaran yang harus dicapai, yaitu:
Mengidentifikasi kondisi umum Kota Cirebon dan wilayah di sekitarnya
Menganalisis interaksi yang ada antara wilayah dengan menggunakan model matriks
asal/tujuan, model gravitasi dan perhitungan Hansen.
Menentukan seberapa besar pengaruh yang diberikan Kota Cirebon kepada wilayah
di sekitarnya.
3. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |2
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam laporan ini terbagi atas 2 (dua) ruang lingkup, yaitu ruang lingkup
wilayah dan ruang lingkup materi.
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam laporan analisis interaksi keruangan ini meliputi Kota
Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten
Indramayu.
1.3.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam laporan analisis interaksi keruangan ini meliputi interaksi
di bidang perdagangan, jasa, industri, pertanian dan perkebunan, serta perikanan.
1.4 Metodologi Pelaksanaan
Dalam laporan analisis interaksi keruangan ini menggunakan dua metode pendekatan,
yaitu metode penyusunan laporan (tahap persiapan, tahap pengumpulan data dan tahap
pengolahan data) dan metode analisis.
1.4.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data tentang wilayah studi, dilakukan dengan menggunakan metode
pengumpulan data sekunder. Data – data sekunder yang digunakan yaitu data-data yang
sudah diketahui sumbernya serta memiliki keterkaitan dengan masalah yang dibahas dalam
laporan ini. Data-data ini dapat diperoleh dari buku-buku referensi atau literatur dan internet,
serta dari instansi-instansi terkait seperti BPS.
1.4.2 Metode Analisis
Metode analisis dalam laporan ini menggunakan data kuantitatif atau data yang
dinotasikan dalam angka serta data kualitatif yang berupa peta. Adapun data yang dianalisis
merupakan data interaksi keruangan yang terjadi di Kota Cirebon dengan daerah sekitarnya.
1.5 Sistematika Penulisan
Laporan analisis Interaksi Keruangan antara Kota Cirebon dengan daerah sekitarnya yang
terdiri dari 5 (lima) bab. Sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metodologi pelaksanaan, dan
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI
Pada bab ini, menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan cara analisis interaksi keruangan
menggunakan metode-metode yang diperlukan.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH
Meliputi kondisi profil wilayah Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan,
Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Indramayu.
BAB IV ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN
Mencakup analisis interaksi keruangan dengan menggunakan matriks asal tujuan, model
gravitasi, dan titik henti.
BAB V KESIMPULAN
Dalam bab ini, mencakup kesimpulan dari hasil analisis interaksi keruangan antara Kota
Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten
Indramayu.
4. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |3
BAB II
KAJIAN TEORI
Analisis keruangan adalah analisis lokasi yang berkaitan dengan tiga unsur jarak
(distance), kaitan (interaction) dan gerakan (movement). Tujuan dari analisis keruangan ini
adalah untuk mengukur apakah kondisi yang ada sesuai sesuai dengan struktur keruangan,
dan menganalisa interaksi antar unit keruangan yaitu hubungan antara ekonomi dan interaksi
keruangan, aksesibilitas antara pusat dan perhentian suatu wilayah, dan hambatan interaksi.
Suatu wilayah tertentu bergantung pada wilayah lain, demikian juga wilayah lain memiliki
ketergantungan pada wilayah tertentu sehingga terjadilah interaksi keruangan.
Tidak semua daerah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Sistem pergerakan
mempunyai dua variabel utama yaitu asal dan tujuan. Variabel ini yang kemudian menjawab
pertanyaan mengapa pergerakan yang terjadi berbeda-beda untuk masing-masing
daerahnya. Selain itu hal tersebut juga dipengaruhi oleh perbedaan kebutuhan, permintaan
dan penawaran yang berbeda, dan perbedaan lokasi yang ingin dicapai yang berbeda
membuat adanya pergerakan menuju tempat dari asal yang berbeda pula.
2.1 Faktor Pendukung Interaksi Keruangan
Ada beberapa faktor terjadinya interaksi keruangan yaitu,
Regional Complementary
Masing-masing tempat memiliki kemampuan sumberdaya yang berbeda. Disatu sisi
terdapat tempat yang surplus sumberdaya sedangkan ditempat lain kekurangan
sumberdaya. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadi pergerakan masing-masing
sumberdaya untuk memenuhi sumberdaya di tempat lain. Sehingga semakin besar
komplementaritas maka semakin besar interaksi yang terjadi.
Intervening Opportunity
Adanya perantara yang mungkin dapat menghambat terjadinya interaksi baik interaksi
manusia maupun barang. Semakin besar Intervening Opportunity maka semakin kecil
interaksi yang terjadi.
Transferability
Berkaitan dengan biaya dan waktu. Fungsi jarak diukur dengan biaya dan waktu.
Lancarnya interaksi bias ditentukan dengan daya transfer tinggi, jarak yang ditempuh,
biaya angkut yang memadai, dan transportasi yang lancar.
Terdapat hubungan antara jarak dan iteraksi yaitu semakin dekat jarak maka interaksi
semakin tinggi, begitu pula sebaliknya, semaik jauh jarak maka interaksi semakin rendah.
Interaksi keruangan bisa dianalisis menggunakan model grafitasi. Interkasi keruangan
dianggap sebagai suatu interaksi tarik menarik seperti tarik menarik antara dua kutub magnet.
Dalam analisis ini daerah dianggap sebagai massa dan hubungan antar daerah dianggap
sama dengan hubungan antar massa.
Terdapat teori yang dikemukakan oleh Hansen bahwa suatu daerah memiliki daya
tariknya masing-masing. Menurut Hansen Tiap wilayah dianggap memiliki daya tarik
tersendiri, suatu kegiatan akan bereaksi terhadap daya tarik tersebut. Daya tarik tersebut
dapat diprediksi berdasarkan beberapa asumsi yaitu:
Lapangan Kerja
Apabila disuatu daerah terdapat lapangan pekerjaan yang masih luas tentu akan
menarik orang-orang baik di daerah tersebut maupun orang di daerah lain untuk masuk.
Hal ini menyebabkan terjadinya interaksi karena adanya daya tarik dari daerah lain.
5. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |4
Tingkat Aksesibilitas
Tingkat aksesibilitas juga mempengaruhi daya tarik karena semakin mudah aksesibilitas
maka daya tarik suatu daerah tersebut juga akan semakin tinggi. Begtu pula sebaliknya,
apabila aksesibilitas rendah maka daya tarik daerah tersebut juga akan rendah.
Lahan yang masih kosong
Lahan yang masih kosong juga dapat mempengaruhi daya tarik untuk suatu daerah.
Lahan kosong tersebut akan menarik orang untuk berinvestasi atau menggunakan
lahan tersebut untuk hal lain.
2.2 Matriks O/D (Matriks Asal/Tujuan)
Interaksi keruangan memiliki 2 komponen yaitu asal (origin) dan tujuan (destination).
Keduanya memiliki pengaruh dan dampak yang berbeda. Origin lebih mengarah sebagai
faktor pendorong untuk melakukan pergerakan. Sebagai contohnya karena di Kota X tidak
ada pasar, maka kita harus ke Kota Y yang ada pasarnya. Sedangkan destination memiliki
faktor penarik untuk merangsang manusia melakukan pergerakan. Contohnya adalah seperti
kota Y di contoh pertama tadi. Dari interaksi tersebut antara origin dan destination maka
kemudian akan muncul dampak masing-masing bagi keduanya. Untuk mengetahui besarnya
interaksi bisa dihitung menggunakan matriks origin/destination (matriks O/D). berikut adalah
contoh matriks origin:
Tabel II.1
Matriks Asal dan Tujuan (Origin/Destination)
A B C D Ti
A 0
B 0
C 0
D 0
Tj
Pada matrik O/D jumlah baris (Ti) merupakan total output dari lokasi (arus asal),
sedangkan jumlah dari kolom (Tj) merupakan input total (arus terikat) dari lokasi .
Penjumlahan input selalu sama dengan penjumlahan dari output. Jika tidak, terdapat gerakan
yang datang dari atau pergi keluar dari sistem. Jumlah dari output atau input memberikan
aliran total yang terjadi dalam sistem (T). Hal ini juga memungkinkan untuk membuat matriks
O/Dberdasarkan kelompok usia, pendapatan, jenis kelamin, dan sebagainya. Dalam keadaan
seperti itu, mereka dicap sebagai sub-matriks karena mereka hanya memperhitungkan total
aliran.
2.3 Model Gravitasi
Seorang ilmuwan Inggris, Newton, mengemukakan teori yang menarik tentang gravitasi.
Teorinya ini kemudian dianalogikan menjadi perhitungan interaksi keruangan. Model gravitasi
dapat digunakan untuk menghitung keseluruhan perilaku manusia dihubungkan dengan
interaksi spasial terutama membahas migrasi, arus pergerakan, dan kegiatan berbelanja
kebutuhan. Dasarnya adalah bahwa hukum Newton menyatakan gaya tarik-menarik antara
dua benda dipengaruhi langsung oleh ukurannya dan berbanding terbalik dengan jaraknya.
OD
6. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |5
Tabel II.2
Perbedaan Komponen Interaksi Keruangan
Komponen Faktor penarik/pendorong Dampak
origin Ingin mengungsi (kehidupan lbh baik) Penduduk berkurang
Keputusan export SDA menipis
destination Pariwisata Relokasi
Peluang retail Inflasi/deflasi
Kemudahan akses ke lokasi lain
Model gravitasi dihitung dengan menggunakan beberapa variabel. Perlu menggunakan
variabel populasi masing-masing origin dan destination, serta variabel jarak antara kedua
tempat. Perhitungannya dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:
𝑰𝒊𝒋 =
𝑷𝒊 𝑷𝒋
𝒅𝒊𝒋
𝒃
Bila ada dua lokasi i dan j, maka Iij interaksi antara kedua lokasi tersebut. P adalah
populasi, d adalah jarak antara kedua lokasi, dan b adalah pangkat jarak.
2.4 Titik Henti
Titik Henti digunakan untuk mengetahui jangkauan atau pengaruh suatu kota (pusat
pelayanan). Untuk mengetahui titik henti dapat mengunakan rumus sebagai berikut:
Thv=
𝑱
𝟏+√(𝑷𝒙/𝑷𝒚)
Keterangan
Th : Titik henti
J : Jarak antara kota X dan Y
Px : Penduduk kota x
Py : Penduduk kota y
Keterangan
Iij : Interaksi antara 2 area i dan j
Pi dan Pj : Populasi tiap wilayah atau area
d ij : Jarak diantara wilayah atu area
b : Jarak eksponen
7. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |6
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH
3.1 Kota Cirebon
3.1.1 Kondisi Geografis
Kota Cirebon adalah salah satu kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota Cirebon
terletak di daerah pantai utara Propinsi Jawa Barat bagian timur. Kota ini berada di jalur
pantura yang menghubungkan Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya. Letak tersebut
menjadikan suatu keuntungan bagi Kota Cirebon, terutama dari segi perhubungan dan
komunikasi. Geografis Kota Cirebon terletak pada posisi 108°33 BT dan 6°41’ LU. Kota
Cirebon terletak pada lokasi yang strategis dan menjadi simpulpergerakan transportasiantara
Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letaknya yang berada di wilayah pantai menjadikan Kota
Cirebon memiliki wilayah dataran yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah
perbukitannya. Luas Kota Cirebon adalah 37,54 km2
dengan dominasi penggunaan lahan
untuk perumahan (32%) dan tanah pertanian (38%). Ketinggian kota dari permukaan laut
adalah 5 meter dengan demikian Kota Cirebon merupakan daerah dataran rendah. Sebagian
besar wilayah merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0-2000 dpl, sementara
kemiringan lereng antara 0-40 % dimana 0-3 % merupakan daerah berkarateristik kota, 3-25
% daerah transmisi dan 25-40 % merupakan pinggiran. Berikut ini merupakan batas
administrasi Kota Cirebon:
Sebelah Utara : Sungai Kedung Pane
Sebelah Timur : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Sungai Kalijaga
Sebelah Barat : Sungai Banjir Kanal / Kabupaten Cirebon
3.1.2 Kondisi Demografi
Menurut hasil Suseda Jawa Barat Tahun 2010 jumlah penduduk Kota Cirebon telah
mencapai jumlah 298 ribu jiwa. Dengan komposisi penduduk laki-laki sekitar 145 ribu jiwa dan
perempuan sekitar 153 ribu jiwa, dan ratio jenis kelamin sekitar 94,85. Penduduk Kota Cirebon
tersebar di lima kecamatan, kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi
adalah Kecamatan Pekalipan sebesar 21,5 ribu jiwa/km², terpadat kedua adalah Kecamatan
Kejaksan 11,8 ribu jiwa/km², kemudian Kecamatan Kesambi 8,8 ribu jiwa/km², Kecamatan
Lemahwungkuk 8,45 ribu jiwa/km², dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan
Harjamukti hampir 5,48 ribu jiwa/km². Pada akhir tahun 2013, kota Cirebon berpenduduk
369.355 jiwa, naik dari 300.434 jiwa pada tahun 2012.
8. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |7
3.2 Kabupaten Cirebon
Kabupaten Cirebon berada di daerah pesisir Laut Jawa. Berdasarkan letak
geografisnya, wilayah Kabupaten Cirebon berada pada posisi 6°30’–7°00’ LS dan 108°40’-
108°48’ BT. Bagian utara merupakan dataran rendah, sedang bagian barat daya berupa
pegunungan, yakni Lereng Gunung Ciremai. Letak daratannya memanjang dari barat laut ke
tenggara. Batas administrasisebelah utara adalah Kota Cirebon dan Laut Jawa, sebelah barat
daya berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Indramayu, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuningan, dan
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Brebes (Jawa Tengah). Luas wilayah
Kabupaten Cirebon adalah 1.071,05 km2
. Menurut sensus penduduk tahun 2010 jumlah
penduduk Kabupaten Cirebon sebesar 2.065.142 jiwa dengan komposisi 1.057.501 jiwa
penduduk laki-laki dan 1.007.641 jiwa penduduk perempuan. Kepadatan penduduknya adalah
sebesar 1.928,15 jiwa/km2
. Kecamatan Sumber merupakan wilayah dengan jumlah
penduduknya paling banyak yaitu sebesar 80.914 jiwa dan berikutnya adalah Kecamatan
Gunungjati yaitu sebanyak 77.712 jiwa. Sedangkan wilayah dengan jumlah penduduk paling
sedikit di Kabupaten Cirebon adalah Kecamatan Pasaleman yaitu sebanyak 24.912 jiwa dan
Kecamatan Karangwareng sebanyak 26.554 jiwa.
3.3 Kabupaten Kuningan
Kabupaten Kuningan adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Ibukotanya adalah Kuningan. Kabupaten Kuningan terletak pada titik koordinat 108°23’ -
108°47’ Bujur Timur dan 6°47’ - 7°12’ Lintang Selatan. Bagian timur wilayah kabupaten ini
adalah dataran rendah, sedang di bagian barat berupa pegunungan, dengan puncaknya
Gunung Ciremai (3.076 m) di perbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Gunung Ciremai
adalah gunung tertinggi di Jawa Barat. Dilihat dari posisi geografisnya terletak di bagian timur
Jawa Barat berada pada lintasan jalan regional yang menghubungkan kota Cirebon dengan
wilayah Priangan Secaraadministratif, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Cirebon,
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Brebes (Jawa Tengah), sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah), dan sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Permukaan tanah Kabupaten Kuningan
relatif datar dengan variasi berbukit-bukit terutama Kuningan bagian Barat dan bagian Selatan
yang mempunyai ketinggian berkisar 700 meter di atas permukaan laut, sampai ke dataran
yang agak rendah seperti wilayah Kuningan bagian Timur dengan ketinggian antara 120
meter sampai dengan 222 meter di atas permukaan laut. Luas Kabupaten Kuningan adalah
sebesar 1.178,58 km2
dengan kepadatan penduduk sebesar 967,92 jiwa/km2.
Penduduk Kabupaten Kuningan Tahun 2010 Menurut Hasil Suseda sebanyak
1.122.376 orang dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 0,48% pertahun.
Penduduk laki-laki sebanyak 580.796 orang dan penduduk perempuan sebanyak 564.801
orang dengan sex ratio sebesar 99,3 % artinya jumlah penduduk perempuan lebih banyak
dibanding penduduk laki-laki. Diperkirakan hampir 25% penduduk Kuningan bersifat comuter,
mereka banyak yang bermigrasike kota-kota besarseperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan
sebagainya.
3.4 Kabupaten Indramayu
Kabupaten Indramayu adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Ibu kotanya adalah Indramayu yang merupakan pusat pemerintahan, sedangkan titik
keramaian justru berada di kecamatan Jatibarang dan Haurgeulis. Hal ini dikarenakan di
Jatibarang terdapat pusat pasar dan memiliki akses yang mudah seperti jalur Pantura.
9. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |8
Kabupaten ini juga dilintasi oleh jalur kereta api lintas utara Pulau Jawa, dengan salah satu
stasiun terbesarnya adalah Stasiun Jatibarang yang berada di kota Jatibarang, sekitar 19 km
ke selatan dari pusat Kota Indramayu. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara,
Kabupaten Cirebon di tenggara, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sumedang di
Selatan, serta Kabupaten Subang di barat. Luas Kabupaten Indramayu adalah sebesar
2.000,99 km2
. Total penduduk adalah sebanyak 1.795.372 jiwa dengan kepadatan 897,24
jiwa/km2
.
3.5 Kabupaten Majalengka
Kabupaten Majalengka, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Ibukotanya adalah Majalengka. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Indramayu di
utara, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan di timur, Kabupaten Ciamis dan
Kabupaten Tasikmalaya di selatan, sertaKabupaten Sumedang di barat. Bagian utara wilayah
kabupaten ini adalah dataran rendah, sedang di bagian selatan berupa pegunungan. Gunung
Ciremai (3.076 m) berada di bagian timur, yakni di perbatasan dengan Kabupaten Kuningan.
Luas Kabupaten Majalengka adalah sebesar 1.204,24 km2
. Total populasi sebanyak
1.204.379 jiwa dengan kepadatan 1.000,12 jiwa/ km2
.
10. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |9
BAB IV
ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN
4.1 Faktor Pendukung Interaksi Keruangan
4.1.1 Regional Complementarity
Setiap wilayah memiliki ketersediaan sumber daya yang berbeda-beda antara satu
dengan yang lainnya. Ini mengakibatkan terjadinya interaksi antar wilayah demi terpenuhinya
kebutuhan masing-masing wilayah. Berikut merupakan interaksi keruangan yang terjadi
antara Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu, dan
Kabupaten Majalengka.
Sumber:Analisis Kelompok,2014
Gambar 4.1
Skema Interaksi Keruangan antara Kota Cirebon, Kab. Cirebon, Kab.
Indramayu, Kab. Kuningan, dan Kab. Majalengka
Pada skema tersebut terlihat bahwa masing-masing wilayah mempunyai kelebihan
dan kekurangan dalam beberapa sektor. Kota Cirebon tidak dapat menyediakan hasil
pertanian dan perkebunan sendiri sehingga ia membutuhkan wilayah lain yang mempunyai
sumberdaya pertanian dan perkebunan, seperti Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu,
dan Kabupaten Majalengka. Hal ini menyebabkan adanya interaksi barang pertanian dan
perkebunan ke Kota Cirebon. Sebaliknya, Kota Cirebon yang memounyai sumber daya di
sektor perdagangan dan jasa memberi pengaruh terhadap daerah sekitarnya yang
kekurangan sumber daya tersebut.
4.1.2 Intervening Opportunity
Kota Cirebon mempunyai kekurangan sumber daya pertanian dan perkebunan. Hal ini
menyebabkan adanya interaksi dari Kabupaten Majalengka untuk menyuplai hasil pertanian
dan perkebunannya ke Kota Cirebon, contohnya buah mangga gincu yang terkenal di
Kabupaten Majalengka. Namun, keberadaan Kabupaten Indramayu yang juga menawarkan
mangga gincu kepada Kota Cirebon dapat memperkecil interaksi yang terjadi antara
Kabupaten Majalengka dan Kota Cirebon.
11. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |10
4.1.3 Spatial Transfer Ability
Kota Cirebon mempunyai kekurangan sumber daya pertanian dan perkebunan, hal ini
menyebabkan adanya pergerakan barang, contohnya buah mangga gincu, dari Kabupaten
Indramayu menuju Kota Cirebon. Aksesibilitas kedua wilayah ini termasuk tinggi karena kedua
wilayah ini berada pada jalur pantura dan didukung oleh adanya rel kereta yang
menghubungkan Stasiun Kejaksaan Cirebon dengan Stasiun Jatibarang, menyebabkan
adanya transfer dalam ruang yang menjamin lancarnya interaksi.
4.2 Matriks O/D (Origin and Destination)
Pada hakikatnya, dalam sebuah interaksi pasti ada dua variabel yang mengikat, yaitu
asal (origin) dan tujuan (destination). Matriks O/D atau matriks asal/tujuan digunakan untuk
mengetahui hubungan antara jarak dan interaksi dalam suatu wilayah, Tabel IV.1
memperlihatkan matriks O/D wilayah Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Majalengka.
Tabel IV.1
Matriks Asal dan Tujuan Wilayah Studi
O/D
Kota
Cirebon
Kab.
Cirebon
Kab.
Kuningan
Kab.
Indramayu
Kab.
Majalengka
Kota Cirebon 0 14,9 36 51,9 63,7
Kab. Cirebon 14,9 0 29,4 65 54,7
Kab. Kuningan 36 29,4 0 87,9 29,3
Kab. Indramayu 51,9 65 87,9 0 98,3
Kab. Majalengka 63,7 54,7 29,3 98,3 0
Sumber:Provinsi Jawa Barat Dalam Angka,2012
4.3 Model Gravitasi
Data yang dibutuhkan dalam menganalisis interaksi keruangan menggunakan model
gravitasi adalah data jumlah penduduk kedua wilayah dan jarak antar wilayah. Pada Tabel
IV.2 Diperlihatkan data jumlah penduduk wilayah Metropolitan Cirebon Raya tahun 2012,
sedangkan data jarak antar wilayah diperlihatkan dalam matriks O/D.
Tabel IV.2
Jumlah Penduduk Wilayah Studi Tahun 2012
No Nama Wilayah Jumlah Penduduk Tahun 2012
1 Kota Cirebon 301720
2 Kab. Cirebon 2110147
3 Kab. Kuningan 1129233
4 Kab. Indramayu 1696598
5 Kab. Majalengka 1176117
Sumber:Badan PusatStatistik Jawa Barat, 2012
Tabel IV.3
Perhitungan Model Gravitasi
No Interaksi Gravitasi X Y X * Y R b R^b I = (X*Y) / Rb
1 Cirebon – Kab. Cirebon 301720 2110147 636673552840 14,9 2 222,01 2867769708,9
2 Cirebon – Kuningan 301720 1129233 340712180760 36 2 1296,00 262895201,2
3 Cirebon – Indramayu 301720 1696598 511897548560 51,9 2 2693,61 190041449,4
12. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |11
4 Cirebon - Majalengka 301720 1176117 354858021240 63,7 2 4057,69 87453211,37
Sumber:Analisis Kelompok,2014
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, kuat tidaknya interaksi ditunjukkan dengan
tebal tipisnya anak panah yang digambarkan pada Gambar 4.2 berikut:
Sumber:Analisis Kelompok,2014
Gambar 4.2
Kuat Tidaknya Interaksi Keruangan antara Kota Cirebon dengan Wilayah
di Sekitarnya
Interaksi yang terjadi dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Interaksi Kuat, yaitu Kota Cirebon – Kabupaten Cirebon.
b. Interaksi Sedang, yaitu Kota Cirebon – Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon –
Kabupaten Indramayu.
c. Interaksi Lemah, yaitu Kota Cirebon – Kabupaten Majalengka.
Pada gambar terlihat interaksi yang kuat ditunjukkan dengan anak panah yang paling
tebal, yaitu antara Kota Cirebon dengan Kabupaten Cirebon. Hal ini disebabkan oleh jarak
Kabupaten Cirebon yang berdekatan dengan Kota Cirebon karena orang cenderung untuk
melakukan pergerakan dalam jarak yang dekat. Pergerakan yang terjadi dari Kota Cirebon
menuju Kabupaten Cirebon adalah didominasi sektor perdagangan dan jasa, sebaliknya
pergerakan dari Kabupaten Cirebon menuju Kota Cirebon adalah berupa tenaga kerja.
Interaksi yang kedua terjadi antara Kota Cirebon dengan Kabupaten Kuningan.
Pergerakan yang terjadi dari Kabupaten Kuningan ke Kota Cirebon adalah hasil produksi
pertanian, perkebunan, dan tenaga kerja. Faktor lain yang membuat interaksi kedua wilayah
ini cukup kuat adalah sumber daya air yang dialirkan dari waduk Damar di Kabupaten
Kuningan menuju Kota Cirebon. Letak geografis Kabupaten Kuningan yang berada pada kaki
13. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |12
gunung Ceremai menyebabkan wilayah ini menjadi pemasok kebutuhan air wilayah
sekitarnya, termasuk Kota Cirebon sehingga wilayah ini tidak bisa berdiri sendiri.
Berikutnya adalah interaksi yang terjadi antara Kota Cirebon dengan Kabupaten
Indramayu dan interaksi yang terlemah ditunjukkan dengan anak panah yang paling tipis
terjadi antara Kota Cirebon dengan Kabupaten Majalengka.
Sumber:Analisis Kelompok,2014
Gambar 4.3
Grafik Interaksi Keruangan Kota Cirebon dengan Wilayah di Sekitarnya
Grafik di atas menujukkan hubungan interaksi dengan jarak antar wilayah. Jarak yang
paling dekat dengan Kota Cirebon, yaitu Kabupaten Cirebon memiliki interaksi yang paling
kuat, sedangkan jarak yang paling jauh dengan Kota Cirebon, yaitu Kabupaten Majalengka
memiliki interaksi yang paling lemah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa interaksi
yang terjadi antara Kota Cirebon dengan wilayah di sekitarnya ini berbanding lurus dengan
jarak.
4.4 Titik Henti
Titik Henti digunakan untuk mengetahui jangkauan atau pengaruh suatu kota (pusat
pelayanan) sehingga dapat berpengaruh terhadap interaksi yang ada. Pada TabelIV.4 terlihat
bahwa titik henti terjauh berada antara Kota Cirebon dan Kabupaten Majalengka.
Tabel IV.3
Perhitungan Titik Henti
No Asal Tujuan Jarak Pc Px Pc/Px SQRT(Pc/Px)
1 +
SQRT(Pc/Px)
Th = R/(1 +
√(Pc/Px))
1 Cirebon
Kab.
Cirebon
14,9 301720 2110147
0,14 0,38 1,38
10,81
2 Cirebon Kuningan 36 301720 1129233 0,27 0,52 1,52 23,73
3 Cirebon Indramayu 51,9 301720 1696598 0,18 0,42 1,42 36,51
4 Cirebon Majalengka 63,7 301720 1176117 0,26 0,51 1,51 42,28
Sumber:Analisis Kelompok,2014
[CELLRANGE];
2,305,740,951.13
[CELLRANGE];
491,260,457.44
[CELLRANGE];
126,489,054.01
[CELLRANGE];
87,453,211.37
0
500,000,000
1,000,000,000
1,500,000,000
2,000,000,000
2,500,000,000
14.9 36 51.9 63.7
INTERAKSIGRAVITASI
JARAK
Interaksi Keruangan Kota Cirebon dengan Wilayah di
Sekitarnya
Interaksi
14. InteraksiKeruangan Kota Cirebon dengan Wilayah diSekitarnya |13
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada interaksi Kota Cirebon, Kabupaten
Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Indramayu, dapat
disimpulkan bahwa interaksi antara wilayah ini didasari oleh permintaan dan penawaran
dimana tiap daerah memiliki kelebihan sumberdaya yang dapat memenuhi kebutuhan daerah
sekitarnya. Melalui perhitungan menggunakan 2 model perhitungan, yaitu gravitasi dan titik
henti didapat daerah mana yang memiliki interaksi yang kuat, sedang, lemah. Pada hal ini,
yang memiliki interaksi yang kuat adalah antara Kota Cirebon – Kabupaten Cirebon, interaksi
sedang adalah Kota Cirebon – Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon – Kabupaten
Indramayu, sedangkan yang interaksi lemah adalah Kota Bandung – Kabupaten Majalengka.
Dalam hal ini jarak menentukan tinggi rendahnya interaksi dalam ruang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. “Kabupaten Indramayu Profil Daerah” dalam www.jabarprov.go.id . Diunduh
pada 20 November 2014
Anonim. 2014. “Kabupaten Kuningan Profil Daerah” dalam www.jabarprov.go.id . Diunduh
pada 20 November 2014
Anonim. 2014. “Kabupaten Majalengka Profil Daerah” dalam www.jabarprov.go.id . Diunduh
pada 20 November 2014
Anonim. 2014. “Letak Geografis” dalam www.cirebonkota.go.id . Diunduh pada 20 November
2014
Badan Pusat Statistik. 2012. Provinsi Jawa Barat Dalam Angka 2012. Jakarta: BPS