Sering terjadi polemik pro dan kontra, tentang penilaian kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan ancaman atau intimidasi berupa Hak Angket yang akan dilakukan oleh Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, yang menyatakan ketidak puasan atas kinerja yang telah dijalankan.
Dengan nada yang sering pula dalam jumlah kasus yang sama, pada akhirnya isu untuk mengadakan Hak Angket, akhirnya terhenti dan hilang dari peredaran dimana terjadinya pengalihan berita yang lebih dominan, seperti kasus tertangkap tangan perbuatan korupsi oleh KPK dimana pejabat publik terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung.
OVERVIEW
Di dalam struktur perudang-udangan, dimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan melakukan penilaian kinerja pada organisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), DPR memiliki kewenangan untuk memberikan pendapat tentang prestasi kerja yang telah dihasilkan, namun di sisi lain KPK memiliki hak untuk menyampaikan pendapat tentang prestasi kerja yang telah dilaksanakan.
1. PENILAIAN KINERJA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Sering terjadi polemik pro dan kontra, tentang penilaian kinerja Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), dengan ancaman atau intimidasi berupa Hak Angket yang akan dilakukan
oleh Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, yang menyatakan
ketidak puasan atas kinerja yang telah dijalankan.
Dengan nada yang sering pula dalam jumlah kasus yang sama, pada akhirnya isu untuk
mengadakan Hak Angket, akhirnya terhenti dan hilang dari peredaran dimana terjadinya
pengalihan berita yang lebih dominan, seperti kasus tertangkap tangan perbuatan korupsi oleh
KPK dimana pejabat publik terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung.
OVERVIEW
Di dalam struktur perudang-udangan, dimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan
melakukan penilaian kinerja pada organisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), DPR
memiliki kewenangan untuk memberikan pendapat tentang prestasi kerja yang telah
dihasilkan, namun di sisi lain KPK memiliki hak untuk menyampaikan pendapat tentang
prestasi kerja yang telah dilaksanakan.
Fungsi DPR di dalam Tata Pemerintahan Negara Republik Indonesia terkait dengan Penilaian
Kinerja KPK adalah:
1. Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden)
2. Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak,
pendidikan dan agama
3. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang disampaikan oleh BPK
4. Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap
perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan negara
Tugas KPK adalah:
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dari fungsi DPR diatas, maka yang menjadi bersinggungan dengan tugas KPK adalah
menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang disampaikan oleh BPK, dimana penggunaan keuangan negara salah satunya dilakukan
oleh KPK.
2. PERMASALAHAN
Tidak adanya keselarasan antara standard kinerja yang dipergunakan oleh DPR, dengan
standard kinerja yang diberlakukan oleh KPK.
PENILAIAN KINERJA
Arti Penilaian Kinerja (Performance Appraisal) KPK oleh DPR adalah proses di mana DPR
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan KPK, yang di dasarkan dengan
pertimbangan penggunaan anggaran keuangan yang dipergunakan oleh KPK untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya berdasarkan Undang-
undang KPK.
Berdasarkan Undang-undang KPK, bahwa tugas KPK adalah:
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Di dalam setiap kriteria pengukuran kinerja, di dalam praktek yang terjadi maka harus dapat
diukur dengan angka (numerik) yang dapat diimplementasikan melalui penggunaan anggaran,
terserapnya asset negara yang berhasil dikembalikan, kurun waktu tertentu dan jumlah kasus
yang ditangani.
Untuk kualitas kasus yang bersifat non-numerik, maka harus dibandingkan dengan kasus
lainnya yang sejenis, seperti jumlah pejabat publik yang terlibat, jangka waktu yang
dibutuhkan dalam menangani kasus sejak tertangkap tangan, atau adanya dugaan keterlibatan
sampai dengan kasus tersebut mendapatkan putusan hakim pada pengadilan tingkat pertama.
Di dalam membandingkan tersebut, juga harus ditetapkan angka tertinggi dari pejabat publik
yang terlibat, tingkatan pejabat publik, dan waktu yang dibutuhkan sampai dengan adanya
putusan pengadilan tingkat pertama.
Untuk kualitas pejabat publik yang terlibat, misalnya:
Struktur Pejabat Publik Organ Pemerintahan
No Jabatan Tingkatan
Kualitas
1
2
3
4
5
6
Kepala Desa (Lurah) dan sekelasnya
Kepala Kecamatan dan sekelasnya
Kepala Daerah Kotamadya (Kabupaten) dan sekelasnya
Kepala Daerah Propinsi dan sekelasnya
Kementrian dan sekelasnya
Anggota DPR (MPR)
1
2
3
4
5
6
3. Struktur Pejabat Eksekutif Organisasi Pemerintahan
No Jabatan Tingkatan
Kualitas
1
2
3
4
5
6
Direktur Jenderal dan sekelasnya
Direktur dan sekelasnya
Kepala Biro/Bidang dan sekelasnya
Kepala Sub Biro/Sub Bidang dan sekelasnya
Kepala Bagian dan sekelasnya
Kepala Sub Bagian dan sekelasnya
1
2
3
4
5
6
Struktur Pejabat Publik pada Badan Usaha Milik Negara (Daerah)
No Jabata Tingkatan
Kualitas
1
2
3
4
Komisaris Utama dan Komisaris dan sekelasnya
Direktur Utama dan Direktur dan sekelasnya
Kepala Divisi dan sekelasnya
Kepala Sub Divisi atau Bagian dan sekelasnya
1
2
3
4
Sementara untuk kasus yang bersifat numerik, maka penilaian kinerja ditujukan untuk
melakukan penilaian atas prestasi yang dihasilkan dalam suatu kurun waktu tertentu, melalui
perbandingan antara jumlah anggaran yang dipergunakan dengan jumlah uang yang terserap
dan kuantitas kasus yang ditangani, maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Penggunaan anggaran dalam kurun waktu tertentu (1 tahun) = Anggaran
2. Jumlah uang yang berhasil dihimpun (1 tahun) = Asset yang diselamatkan
3. Kuantitas Kasus yang ditangani (1 tahun) = Jumlah kasus
4. Kurun waktu 1 tahun = 12 bulan
Rumusan
Kinerja = (Asset yg diselamatkan) x (Jumlah Kasus) x 100%
(Anggaran) (Kurun waktu)
KESIMPULAN
Di dalam setiap penilaian kinerja, akan selalu di dapati 2 kategori yaitu yang bersifat
kuantitatif dan bersifat kualitatif, namun untuk penilaian yang bersifat kualitatif, tetap harus
ditentukan dengan angka melalui hitungan jumlah pejabat publik yang ada dengan
dibandingkan pada pejabat publik terlibat perkara pidana.