SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 44
Descargar para leer sin conexión
Subjek Pajak Penghasilan




Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.

Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak meliputi :
 • orang pribadi;
 • warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
 • badan; dan
 • bentuk usaha tetap (BUT).




Subjek Pajak dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.




Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:
  - Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.




- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi kriteria pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan, pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD, penerimaannya
dimasukan dalam anggaran pusat atau daerah, pembukuannya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional negara.




- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.




Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
  - Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih
 dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.




- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat



                                                                                           1/9
Subjek Pajak Penghasilan




kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.




Tidak termasuk Subjek Pajak
  1. Badan perwakilan negara asing;

2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka, dengan syarat:
    • bukan warga Negara Indonesia; dan
    • di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut; serta
    • negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

3.Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
dengan syarat :
    • Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
    • tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran
para anggota;

4.Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat :
   • bukan warga negara Indonesia; dan
   • tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.




 Objek Pajak Penghasilan
  Adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
  a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun
atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak
Penghasilan;
  b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
  c. laba usaha;
  d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
     - keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya



                                                                                         2/9
Subjek Pajak Penghasilan




sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
       - keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
       - keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau
pengambilalihan usaha;
       - keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
   e.penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
   f. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
   g.dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ;
   h. royalti;
   i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
   j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan
utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
   l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
   m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
   n. premi asuransi;
   o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang
 menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
   p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Surplus Bank Indonesia
s. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mnegatur mengenai KUP.




 




Objek Pajak yang dikenakan PPh final
 Atas penghasilan berupa:
 • bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
 • penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
 • penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
 • penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.




Tidak Termasuk Objek Pajak
  1. a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah     dan para penerima



                                                                                         3/9
Subjek Pajak Penghasilan




zakat yang berhak.
    b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau           badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha,             pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak ybs;
  2. Warisan;
  3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;
  4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang di terima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi Dwiguna dan asuransi beasiswa;
  6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
Dalam Negeri,koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
     - dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
     - bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
  7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
  8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
  9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi;
  10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima)
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
  11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
      - merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
      - sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.




FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG MENANAMKAN MODAL
PADA BIDANG TERTENTU ATAU PADA BIDANG TERTENTU DAN DAERAH TERTENTU
(PERATURAN PEMERINTAH No.1 Tahun 2007)




Latar Belakang



                                                                                     4/9
Subjek Pajak Penghasilan




 1. Investasi langsung baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal
dalam negeri merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,
pemerataan pembangunan, dan percepatan pembangunan untuk bidang-bidang usaha tertentu
dan atau daerah-daerah tertentu;

2. Untuk mendorong investasi tersebut perlu diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan sesuai
dengan Pasal 31 A Undang-Undang Pajak Penghasilan;




Dasar Hukum
 •Pasal 31 A Undang-undang Pajak Penghasilan
 •Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007-07-20 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
16/PMK.03/2007
 •Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ./2007




Siapa Saja yang Berhak Mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan ?
  Fasilitas Pajak Penghasilan ini dapat diberikan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri yang
berbentuk :
  • Perseroan terbatas; atau
  • Koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah asa, yang melakukan penanaman
modal baik untuk:
  • Penanaman modal baru; maupun
  • Perluasan dari usaha yang telah ada, pada bidang usaha tertentu atau pada bidang tertentu
dan daerah tertentu;




Penanaman modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang
digunakan untuk kegiatan utama usaha.Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di
sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional. Daerah-daerah
Tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan.




Bentuk Fasilitas Pajak Penghasilan apa saja dapat diberikan ?
Kepada Wajib Pajak tersebut dapat diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan dalam bentuk :

  a.pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman
Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per
tahun;
  Contoh :
  PT ABC melakukan penanaman modal sebesar Rp 100 miliar berupa pembelian aktiva tetap
berupa tanah, bangunan dan mesin. Terhadap PT ABC dapat diberikan fasilitas pengurangan



                                                                                           5/9
Subjek Pajak Penghasilan




penghasilan neto (investment allowance) sebesar 5% x Rp 100 miliar = Rp 5 miliar setiap
tahunnya selama 6 tahun yang dimulai sejak tahun pemberian fasilitas.

 b. Penyusutan dan amortisasi dipercepat, sebagai berikut :




Kelompok Aktiva tetap berwujud




Masa Manfaat Menjadi




Tarif Amortisasi berdasarkan garis lurus




Penyusutan berdasarkan metode saldo menurun




I.                         Bukan Bangunan
Kelompok I

Kelompok II
Kelompok III
Kelompok IV




II. Bangunan
       Permanen
Tidak Permanen




      2 tahun

       4 tahun
       8 tahun
       10 tahun



                                                                                          6/9
Subjek Pajak Penghasilan




10 tahun
     5 tahun




50%

        25%
        12,5%
        10%




10%
        20%




100%(dibebankan sekaligus)
     50%
     25%
     20%




-
-




c. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak luar
negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku;

    Contoh :



                                                                                        7/9
Subjek Pajak Penghasilan




  Investor dari negara X memperoleh dividen dari Wajib Pajak (WP) badan dalam negeri yang
telah ditetapkan untuk memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.1
Tahun 2007. Apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di negara yang belum memiliki
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Pemerintah Republik Indonesia
(RI), atau bertempat kedudukan di negara yang telah memiliki P3B dengan Pemerintah RI
dengan tarif pajak dividen untuk WP luar negeri 10% atau lebih, maka atas dividen hanya akan
dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia sebesar 10%. Namun apabila investor X
tersebut bertempat kedudukan di suatu negara yang telah memiliki P3B dengan Pemerintah RI
dengan tarif pajak dividen tersebut dikenakan PPh di Indonesia sesuai tarif yang diatur dalam
P3B tersebut.

d. kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh)
tahun dengan ketentuan sebagai berikut :
  1) tambahan 1 tahun :
  apabila penanaman modal baru pada bidang usaha tertentu yang dilakukan di kawasan
industri dan kawasan berikat.

   2) tambahan 1 tahun :
   apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 orang tenaga kerja Indonesia selama 5
(lima) tahun berturut -turut;

  3) tambahan 1 tahun :
  Apabila penanaman modal baru memerlukan investasi/pengeluaran untuk infrastruktur
ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp10 miliar
  4) tambahan 1 tahun :
  Apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka
pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% dari investasi dalam jangka
waktu 5 tahun; dan/atau

  5) tambahan 1 tahun :
  Apabila menggunakan bahan baku dan atau komponen hasil produksi dalam negeri paling
sedikit 70% sejak tahun ke 4.




Hal Hal Yang harus diperhatikan dalam PP 1 /2007
  • Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan setelah
mempertimbangkan usulan dari Kepala BKPM
  • Sebelum lewat 6 tahun sejak tanggal pemberian fasilitas Wajib Pajak tidak boleh :
  a. Menggunakan aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas untuk tujuan selain yang diberikan
fasilitas, atau
  b. Mengalihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas kecuali aktiva
tetap yang dialihkan tersebut diganti dengan aktiva tetap baru.



                                                                                           8/9
Subjek Pajak Penghasilan




  • Apabila Wajib Pajak yang telah mendapatkan fasilitas tidak memenuhi ketentuan tersebut,
maka :
  a. Fasilitas yang telah diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dicabut;
  b. Terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dan
  c. Tidak dapat lagi diberikan fasilitas berdasarkan peraturan pemerintah ini.
  • Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan
wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak laporan mengenai hal-hal sebagai berikut
:
  a. Realisasi penanaman modal sampai dengan selesainya seluruh investasi;
  (Laporan ini disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester terhitung sejak
dimulainya realisasi penanaman modal sampai dengan selesainya seluruh investasi, paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan)
  b. Realisasi produksi sejak saaat dimulainya produksi komersial;
  c. Penggunaan aktiva tetap yang digunakan untuk tujuan selain yang diberikan fasilitas;
  d. Pengalihan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas; dan
  e. Penggantian aktiva tetap yang dialihkan yang diganti dengan aktiva tetap yang
baru.(Laporan ini (huruf b,c,d dan e) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap
semester, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan
selama 6 (enam) tahun sejak saat dimulainya produksi komersial).
  • Wajib Pajak yang telah mendapat fasilitas Pajak Penghasilan wajib melampirkan laporan
keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik pada Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan.
  • Pelaksanaan PP ini akan dievaluasi dalam jangka waktu paling lama 1 tahun sejak
ditetapkan
  • Evaluasi dilakukan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi yang dibentuk dengan Keputusan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
  • Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas perpajakan atas kegiatan usaha di Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 147 Tahun 2000, maka atas
kegiatan usaha tersebut tidak lagi diberikan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007.




                                                                                       9/9
Pajak Penghasilan Pasal 21




1. Pajak Penghasilan Pasal 21
 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan  kegiatan.




2. Pemotong PPh Pasal 21
 a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
 b. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
 c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT
Taspen, PT ASABRI.
 d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang
pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan dan magang.
 e. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
 f.  Penyelenggara kegiatan.




3. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
 a. Pegawai tetap.
 b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek,
peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan
sejenis.
 c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang
menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
 d. Penerima honorarium.
 e. Penerima upah.
 f.  Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan
Aktuaris).
g. Peserta Kegiatan.




4. Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21
 a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama mereka, dengan  syarat:
 - bukan warga negara Indonesia dan
 - di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya  tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;




                                                                                          1 / 11
Pajak Penghasilan Pasal 21




b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau
kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.




5. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
 a. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur
berupa gaji,
 uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris
atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang  sokongan, uang tunggu,
uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan,
tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan
pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan
teratur lainnya dengan nama apapun;
 b. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai
secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari
raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang
sifatnya tidak tetap;
 c. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau
diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan
yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon
pegawai;
 d. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon
dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja;
 e. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari :
 1. tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris)
 2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, penari,
pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
 3. olahragawan;
 4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
 5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
 6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
 7. agen iklan;
 8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan
peserta sidang atau rapat;
 9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
 10. peserta perlombaan;
 11. petugas penjaja barang dagangan;
 12. petugas dinas luar asuransi;
 13. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon
pegawai;



                                                                                           2 / 11
Pajak Penghasilan Pasal 21




14. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

 f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium
atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri
Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang
pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.




6. Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
 a. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
 b. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan
oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain
Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang
dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
 c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang
dibayar oleh pemberi kerja;
 d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
e. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Psl 3(1) UU PPh). Ketentuannya di atur lebih
lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008




Lain-Lain
 1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun
tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai
tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon,
dan penerima dana pensiun.
 2. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan
(form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan
dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir.
 3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti
Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2 ) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya
satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
 4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh
Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau
pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri.




Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21



                                                                                            3 / 11
Pajak Penghasilan Pasal 21




Tarif dan Penerapannya
 1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon
pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17
Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung
berdasarkan sebagai berikut:
 - Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto,
maksimum Rp 6.000.000,- setahun atau Rp 500.000,- (sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran
jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
 - Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan
bruto, maksimum Rp 2.400.000,- setahun atau Rp 200.000,- sebulan); dikurangi PTKP.
 - Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang
diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan.
 - Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis; penghasilan bruto tiap
bulan dikurangi PTKP perbulan.




2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan
pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas
dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan
pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun
yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17
Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto




3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh Psl 17 x 50% dari perkiraan
penghasilan bruto - PTKP perbulan




4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak
tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan
uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim
jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,- dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka
PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari
penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya
melebihi Rp.1.320.000,- sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu
hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang
bersangkutan dibagi 360.




                                                                                            4 / 11
Pajak Penghasilan Pasal 21




5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang
dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut:
- 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000.
- 10% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000.
- 15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 s.d.Rp. 200.000.000.
- 25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000.
Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari pemotongan pajak.




6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima  honorarium dan imbalan lain
yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh
Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan
kepada PNS Gol. lId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I
Kebawah.




7. PTKP adalah :


No

Keterangan




Setahun




1.




Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi




Rp.       15.840.000


     2.




                                                                                        5 / 11
Pajak Penghasilan Pasal 21




Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin




Rp.   1.320.000,-




3.




Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya   digabung dengan penghasilan suami.




Rp.   15.840.000,-




4.




Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah    semenda dalam garis keturunan lurus serta anak




Rp.   1.320.000,-




8. Tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:


Lapisan Penghasilan Kena Pajak




Tarif Pajak



                                                                                     6 / 11
Pajak Penghasilan Pasal 21




Sampai    dengan Rp. 50.000.000,-




5%




Diatas   Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-




15%




Diatas   Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-




25%




Diatas   Rp. 500.000.000,-




30%




Contoh Penghitungan Pemotongan PPh PasaL 21



                                                             7 / 11
Pajak Penghasilan Pasal 21




1. Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan
Contoh:
Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2009. la
memperoleh gaji
sebulan sebesar Rp. 2.000.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,- sebulan.
Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).




Penghitungan PPh Ps. 21
Penghitungan PPh Ps. 21 terutang
Gaji Sebulan = 2.000.000
Pengh. bruto = 2.000.000




Pengurangan
Biaya Jabatan: = 5%x 2.000.000 = 100.000
Iuran pensiun = 25.000
Total Pengurangan = 125.000
Pengh netto sebulan = 1.875.000
Pengh. Netto setahun 12 x 1.875.000 = 22.500.000
PTKP setahun:
WP sendiri = 15.840.000
Tambahan WP kawin = 1.320.000
Total PTKP = 17.160.000
PKP setahun = 5.340.000
PPh Ps. 21 = 5 % x 5.340.000 = 267.000
PPh Ps. 21 sebulan = 22.250




2. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan
Contoh:
Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2009. Tahun 2009 Teja
menerima pensiun sebulan Rp. 2.000.000,-




Penghitungan PPh Ps. 21 :
Pensiun sebulan = Rp. 2.000.000




                                                                                     8 / 11
Pajak Penghasilan Pasal 21




Pengurangan
Biaya Pensiun 5% x 2.000.000 = Rp. 100.000
Penghasilan Netto sebulan = Rp. 1.900.000
Penghasilan Netto setahun = Rp. 22.800.000
PTKP(K/1) = Rp. 18.480.000
PKP = Rp. 4.320.000
PPh Ps. 21 setahun = 5% x 4.320.000 = Rp. 216.000
PPh Ps. 21 sebulan (Rp. 216.000: 12) = Rp. 18.000




3. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem,Tunjangan Hari Raya atau tahun
baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali
setahun.
Contoh :
Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. la memperoleh gaji
bulan Desember sebesar Rp. 2.200.000,00 menerima THR sebesar Rp. 600.000,00 dan
membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi
belum mempunyai anak (status K/0)




PPh Pasal 21 atas gaji dan THR
Penghasilan Bruto setahun = 12x 2.200.000 = Rp. 26.400.000
THR = Rp. 600.000
Jumlah Penghasilan Bruto Rp. 27.000.000




Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5%x 27.000.000 = 1.350.000
Iuran pensiun 12x25.000 = 300.000
Total Pengurangan = Rp. 1.650.000




Penghasilan netto setahun Rp. 25.350.000
PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000
PKP setahun = Rp. 8.190.000
PPh Ps. 21 terutang:
5% x 8.190.000 = Rp. 409.500




PPh Pasal 21 atas gaji
Penghasilan Bruto setahun = 12x 2.200.000 = Rp. 26.400.000



                                                                                     9 / 11
Pajak Penghasilan Pasal 21




Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5%x 26.400.000 = 1350.000
Iuran pensiun 12x25.000 = 300.000
Total Pengurangan = Rp. 1.650.000




Penghasilan netto setahun Rp. 24.750.000
PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000
PKP setahun = Rp. 7.590.000
PPh Ps. 21 terutang: 5% x 7.590.000 = Rp. 379.500




PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji:
= Rp. 409.500,00 - Rp. 379.500,00
= Rp. 30.000,00




4. Penerima Honorarium atau Pembayaran lain.
Contoh :
Ali seorang penceramah memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp.
1.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong (tarif Pasal 17) :
5%xRp.1.000.000,00 = Rp. 50.000,00




5. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar
asuransi.
Contoh:
Tri seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya, dalam bulan April 2009
menerima komisi sebesar Rp. 750.000,00
PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 750.000,00 = Rp. 37.500,00




6. Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan.
Contoh:
Ali pemain tenis yang tinggal di Jakarta, menjadi juara dalam suatu turnamen dan mendapat
hadiah Rp. 30.000.000,00  PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen adalah :
5% x Rp. 30.000.000,- = Rp. 1.500.000,-



                                                                                      10 / 11
Pajak Penghasilan Pasal 21




7. Honorarium yang diterima tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
Contoh :
Gatot seorang arsitek, bulan Maret 2009 menerima honorarium Rp.20.000.000,00 dari
PT.Abang sebagai imbalan atas jasa teknik.

 Penghitungan PPh Pasal 21 :
 15% x 50% x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00




8. Penghasilan atas Upah Harian.
Contoh :
Eko pada bulan Agustus 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. la
bekerja sehari sebesar Rp. 120.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Upah sehari = Rp. 120.000,00
Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh = Rp. 150.000,00
PKP Sehari = Rp. 0,00
PPh Pasal 21 Sehari = (5% x Rp. 0,00) = Rp. 0,00




9.Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan uang
pesangon yang dibayarkan sekaligus oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri
Keuangan.
Contoh :
Eko bulan Maret 2009 menerima tebusan pensiun dari Dana  Pensiun “ X” Rp. 70.000,000.
Penghasilan Bruto Rp.70.000.000, Dikecualikan dari Pemotongan Rp.25.000.000
Penghasilan dikenakan pajak Rp.45.000.000,
PPh Pasal 21 terutang:
5% x Rp. 45.000.000,00                = Rp. 2.250.000,-
Jumlah PPh Pasal 21 terutang          = Rp. 2.250.000,-




 




                                                                                    11 / 11
Pajak Penghasilan Pasal 22




I. Pengertian
   Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
   1. Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;




2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.




II. Pemungut & Objek PPh Pasal 22
   1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;




2. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah yang
melakukan pembayaran, atas pembelian barang;




3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja
negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD);




4. Bank Indonesia (Bl), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara
(PLN), PT. Garuda Indonesia, PT.Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank
BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun
dari non APBN;




5. Industri semen, industri rokok putih, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri;




                                                                                               1/6
Pajak Penghasilan Pasal 22




6. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak
jenis premix, super TT dan gas, atas penjualan hasil produksinya.




7. Industri dan eksportir perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Paja, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor mereka dari pedagang pengumpul.




III. Tarif PPh Pasal 22
   1. Atas impor:
     a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari
nilai impor;
     b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
     c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/BUMD
(angka II butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian dan
tidak final.

 3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak, yaitu:
 - Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
 - Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
 - Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 - Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final)
 - Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)




  4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh Pertamina dan badan usaha
lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas
adalah sebagai berikut:




Jenis Bahan Bakar




                                                                                         2/6
Pajak Penghasilan Pasal 22




SPBI Swastanisasi (%dari penjualan)




SPBU Pertamina (%dari penjualan)




Premiun




0,3




0,25




Solar




0,3




0,25




Premix/SuperTT




0,3




0,25




                                      3/6
Pajak Penghasilan Pasal 22




Minyak Tanah




 




0,3




Gas LPG




 




0,3




Pelumas




 




0




 Catatan:
  Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur /dealer/agen,bersifat final.

5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul (angka II butir 7) ditetapkan sebesar 0,5 % dari harga pembelian tidak termasuk



                                                                                        4/6
Pajak Penghasilan Pasal 22




PPN.




IV. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
  2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai;
dilaksanakan oleh DJBC.
  3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali,
dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
  4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM,
benda-benda pos.
  6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
  7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara.
  8. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
  9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.




V. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
  1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang
dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
  2. Atas pembelian barang (angka II butir 2,3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat
pembayaran;
  3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
  4. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat
Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
  5. Atas pembelian bahan-bahan (angka II butir 7) terutang dan dipungut pada saat
pembelian.




VI. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
  1. PPh Pasal 22 atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importir dengan
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP).PPh Pasal 22 atas
impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan
Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemu-ngutan pajak dan dilaporkan ke KPP



                                                                                           5/6
Pajak Penghasilan Pasal 22




secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
  2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas
nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif
pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut
menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu:
  - lembar pertama untuk pembeli;
  - lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
  - lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP
paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir.
  3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 4) disetor oleh pemungut atas nama
Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke
KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
  4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut
atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut
menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
berakhir.
  5. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir6) disetor sendiri oleh Wajib
Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran
Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti
pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
  - lembar pertama untuk pembeli;
  - lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
  - lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
  Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat
20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.




                                                                                         6/6
Pajak Penghasilan Pasal 23




Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal
dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21.




Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1. Pemotong PPh Pasal 23:
a. badan pemerintah;
b. Wajib Pajak badan dalam negeri;
c. penyelenggaraan kegiatan;
d. bentuk usaha tetap (BUT);
e. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f. Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
a. WP dalam negeri;
b. BUT

Tarif dan Objek PPh Pasal 23 dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari
jumlah bruto dan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai

Saat Terutang, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 23
a. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

b. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.

c. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir.

Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak
Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.




                                                                                           1/1
Pajak Penghasilan Pasal 26




Pengertian
  Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/ dipotong atas penghasilan
yang bersumberdari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak(WP) luar negeri selain
bentuk usaha tetap (BUT) diIndonesia.




Pemotong PPh Pasal 26
 - Badan Pemerintah;
 - Subjek Pajak dalam negeri;
 - Penyelenggara Kegiatan;
 - BUT;
 - Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selainBUT di Indonesia.




Tarif dan Objek PPh Pasal 26
  1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yangditerima atau diperoleh Wajib Pajak Luar
Negeri berupa :
  a.dividen;
  b.bunga, premium, diskonto, premi swap,dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian hutang;
  c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
  e. hadiah dan penghargaan
  f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

  2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
  a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
  b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

  3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

  4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia
dengan negara pihak pada persetujuan.




                                                                                         1/2
Pajak Penghasilan Pasal 26




Saat Terutang, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 26
  1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.

 2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
 - lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
 - lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
 - lembar ketiga untuk arsip Pemotong.

  3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan
saat terutangnya pajak.

  4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar
kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
  Contoh :
  Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2001, penyetoran paling lambat tanggal
10 Juni 2001; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2001.




Pengecualian
  1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan
syarat:
   a. dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
  b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambatlambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun
pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
  c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam
waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi
komersil.

 2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.




                                                                                       2/2
Fiskal Luar Negeri




1. Pengertian




   1. Wajib Pajak adalah Wajib Pajakyang sedang dalam proses pengajuan tender untuk
pengadaan barang/jasa untuk keperluaninstansi Pemerintah.
   2. Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun
pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
   3. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah subjek Pajak orang pribadi dalam negeri
yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
   4. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri  yang bertolak keluar negeri adalah wajib pajak
orang pribadi dalam negeri yang meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia melalui
darat, laut, udara kecuali awak pesawat terbang dan awak kapal laut yang bertugas melakukan
penerbangan dan pelayaran ke luar negeri.
   5. Menjadi tanggungan sepenuhnya adalah berdasarkan keadaan yang dapat terlihat dari
keadaan yang nyata yaitu, tinggal bersama-sama dengan Wajib Pajak dan seluruh biaya
hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak, yang dibuktikan dengan dokumen pendukung sesuai
dengan hukum yang berlaku
   6. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang
diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakannya, yang terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit
pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode
Administrasi Perpajakan.
   7. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP, adalah instansi vertikal
Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Kantor Wilayah.
   8. Surat Keterangan Terdaftar yang selanjutnya disebut dengan SKT adalah surat
keterangan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemberitahuan bahwa Wajib
Pajak terdaftar pada KPP tertentu yang berisikan antara lain NPWP dan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak
   9. Surat Keterangan Terdaftar Sementara yang selanjutnya disebut dengan SKTS adalah
surat keterangan yang dicetak oleh Wajib Pajak melalui sistem          e-Registration yang
menyatakan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar pada KPP tertentu yang berisikan antara lain
NPWP dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersifat sementara
   10. Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut FLN adalah Pajak Penghasilan yang wajib
dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
   11. Unit Pelaksana Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut UPFLN, adalah satuan
tugas di lingkungan KPP yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan FLN di bandar
udara, pelabuhan laut.
   12. Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut TBPFLN, adalah



                                                                                         1/7
Fiskal Luar Negeri




formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri dalam rangka pembayaran FLN.
   13. Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut SKBFLN, adalah
formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri yang memenuhi persyaratan
untuk dikecualikan dari kewajiban membayar FLN.




 




2. Hal-hal yang berhubungan dengan fiskal

  1.Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21
(dua puluh satu) tahun yang akan bertolak ke luar negeri wajib membayar FLN.

  2.Termasuk Wajib Pajak orang pribadi adalah isteri atau suami, anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak dan diakui oleh Wajib Pajak tersebut berdasarkan
dokumen pendukung dan hukum yang berlaku.

3.Pembayaran FLN oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar
negeri dilakukan dengan menggunakan Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri.
(TBPFLN).

4.Pelunasan TBFLN wajib dilakukan di:
  a.Bank yang ditunjuk oleh Kantor Wilayah atau Kepala KPP sebagai penerima pembayaran
FLN;
  b.UPFLN tertentu yang dapat menerima pembayaran jika di bandar udara atau pelabuhan
laut tempat pemberangkatan ke luar negeri tidak terdapat bank penerima pembayaran; atau
  c.Tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

5.FLN yang dibayar Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri
merupakan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan.

6.Termasuk angsuran Pajak Penghasilan adalah pembayaran FLN atas nama Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri.

7.Angsuran pembayaran Pajak Penghasilan dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan



                                                                                       2/7
Fiskal Luar Negeri




yang terutang pada akhir tahun yang bersangkutan setelah Wajib Pajak tersebut memiliki
NPWP.

8.Orang pribadi yang telah melunasi pembayaran FLN, karena sesuatu hal membatalkan
keberangkatannya ke luar negeri dapat meminta kembali pembayaran tersebut.




   3. Tarif Fiskal Luar Negeri adalah :
     a. Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan
menggunakan
        pesawat udara;
     b. Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan menggunakan
kapal laut




4. Pengecualian Fiskai Luar Negeri

Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri dikecualikan dari pembayaran FLN dengan
cara sebagai berikut:
  - pembebasan langsung, diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang;
  - pembebasan melalui pemberian Surat Keterangan Bebas Fiskai Luar Negeri (SKBFLN)
diterbitkan Unit Fiskal Luar Negeri (UPFLN) DJP.




Pembebasan Langsung:

1. Orang asing yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dengan menunjukkan visa kunjungan atau visa singgah.




2.Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing, termasuk anggota keluarganya dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka,
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, sepanjang  bukan warga
negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik, dengan menunjukkan paspor Diplomatik.




                                                                                                 3/7
Fiskal Luar Negeri




Dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri,
pembebasan diberikan juga kepada isteri dan anak-anaknya yang merupakan anggota
keluarga yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum mempunyai penghasilan, masih
menjadi tanggungan dan tinggal bersama di wilayah akreditasi sesuai dengan ketentuan Pasal
4 huruf b angka (2) Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/993/PD/XI/72 tanggal 12 Juni
1972.




3. Pejabat-pejabat dari perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak
Penghasilan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, termasuk anggota keluarganya,
sepanjang  bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menunjukkan paspor
Diplomatik.

Dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri,
pembebasan diberikan juga kepada isteri dan anak-anaknya yang merupakan anggota
keluarga yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum mempunyai penghasilan, masih
menjadi tanggungan dan tinggal bersama di wilayah akreditasi sesuai dengan ketentuan Pasal
4 huruf b angka (2) Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/993/PD/XI/72 tanggal 12 Juni
1972.

 4. Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal tetap di luar negeri yang memiliki dokumen
resmi sebagai penduduk negeri tersebut, dengan menunjukkan salah satu dari tanda pengenal
resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri berikut ini: 
 a. Green Card;,
 b. Identity Card;
 c. Student Card;
 d.  Pengesahan alamat di luar negeri pada Paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri;
 e.  Surat Keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor  Perwakilan
Republik Indonesia di luar 
      negeri;
  f. Tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.

Meskipun seseorang mempunyai salah satu tanda pengenal resmi sebagaimana huruf a s.d. f,
tetapi dalam kenyataannya tidak tinggal di negara tersebut tetapi tinggal di Indonesia lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang
bersangkutan wajib membayar FLN pada saat akan bertolak ke luar negeri.




5. Jemaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh instansi yang berwenang, dengan



                                                                                             4/7
Fiskal Luar Negeri




menunjukkan daftar nama para jemaah haji oleh pimpinan rombongan dan petugas pelaksana
pemberangkatan haji yang pembiayaannya dibebankan pada Biaya Perjalanan Ibadah Haji
(BPIH) dengan menyerahkan surat dari Departemen Agama.
Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi Jemaah Haji Khusus yang penyelenggaraannya
dibebankan pada BPIH Khusus.
 
6. Orang pribadi yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia melalui
darat.

7. Para pekerja Warga Negara Indonesia yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka
program pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI), sepanjang tidak menerima penghasilan dari
sumber di dalam negeri dengan
      a. menunjukkan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN); atau
      b. menyerahkan persetujuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.




8. Mahasiswa dari negara asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan
rekomendasi dari perguruan tinggi tempat mereka belajar dan tidak menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menyerahkan surat pernyataan tidak
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi sebagai
mahasiswa atau pelajar dari pimpinan perguruan tinggi sekolah yang bersangkutan.
Pembebasan tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga
lainnya.




9. Orang asing yang berada di Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia yang melaksanakan:
          a. penelitian di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah koordinasi lembaga
pemerintah terkait;
          b. program kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan
          c. tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di bawah koordinasi 
instansi terkait,

dengan menyerahkan surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia dan surat rekomendasi atau persetujuan dari instansi terkait. Pengecualian tersebut
tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya.
 
10. Tenaga kerja warga negara asing, pendatang, yang bekerja di Pulau Batam, Pulau Bintan,
Pulau Karimun, sepanjang mereka telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja,
dengan menyerahkan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau Pasal 26
yang telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam atau Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Tanjung Pinang atau Pejabat yang ditunjuk.
Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi
sosial termasuk 1 (satu) orang pendamping, dengan menyerahkan surat persetujuan dari



                                                                                         5/7
Fiskal Luar Negeri




Menteri Kesehatan atau yang mewakilinya.




11.Anggota misi kesenian, misi kebudayaan, misi olah raga  atau misi keagamaan yang
mewakili Pemerintah Republik Indonesia ke luar negeri, dengan menyerahkan surat
persetujuan dari menteri terkait atau yang mewakilinya dengan ketentuan sebagai
berikut:          

          a. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata untuk misi kesenian dan misi kebudayaaan;
          b. Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga untuk misi olah raga;
          c. Menteri Agama untuk misi keagamaan;

Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga
lainnya dari anggota misi.
 
12. Mahasiswa atau pelajar yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan belajar di
luar negeri dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang
diselenggarakan pemerintah atau badan asing dengan persetujuan menteri terkait.




13. Mahasiswa atau pelajar yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran FLN adalah:
     a. Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota
Polisi Republik Indonesia 
     (POLRI) yang dilengkapi dengan paspor dinas dan surat tugas atau perjalanan dinas;
     b. Mahasiswa atau pelajar dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar
yang
     diselenggarakan oleh Pemerintah atau Badan Asing dengan persetujuan Menteri
Pendidikan Nasional;

Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga
lainnya.
 




Prosedur pengecualian dari kewajiban pembayaran FLN adalah sebagai berikut:
1. untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau
lebih diberikan melalui pengecekan validasi NPWP oleh UPFLN Direktorat Jenderal Pajak yang
bertugas di bandara udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri sepanjang
NPWPtersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum hari keberangkatan.



                                                                                           6/7
Fiskal Luar Negeri




2. Untuk wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP sendiri, diberikan melalui pengecekan validasi
NPWP wajib Pajak yang memberikan tanggungan sepenuhnya dan
   a. Fotokopi Kartu Keluarga; dan/atau
b. Surat pernyataan menanggung sepenuhnya orang tua yang tidak terdaftar dalam Kartu
Keluarga oleh orang pribadi yang memiliki NPWP oleh UPFLN Direktorat JEnderal Pajak yang
bertugas di Bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan keluar negeri sepanjang NPWP
tersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sbelum hari keberangkatan. 

3. untuk angka 1 s.d. angka 7a diberikan secara langsung oleh UPFLN Direktorat Jenderal
Pajak yang bertugas di bandara udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri,
termasuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang berusia kurang dari 21 (dua puluh satu)
tahun.




4. untuk angka 7 huruf b s.d. angka 13 diberikan melalui penerbitan SKBFLN oleh UPFLN
Direktorat Jenderal Pajak di bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri
atau KPP yang melakukan pengelolaan FLN atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
 




                                                                                        7/7
PPh Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI




Pengertian
  - Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dipotong Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final.
  - Termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang
ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri di Indonesia.




Objek dan Tarif
 Atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI dikenakan PPh final sebesar:
 a. 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk
Usaha Tetap (BUT).
 b. 20% (duapuluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri.




Pemotong PPh
  Pemotong PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto adalah :
  - Bank Pembayar Bunga;
  - Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan dan Bank yang menjual kembali
sertifikat Bl (SBI) kepada pihak lain yang bukan dana pensiun yang pendiriannya belum
disahkan oleh Menteri Keuangan dan bukan bank wajib memotong PPh atau diskonto SBI
tersebut.




Dikecualikan dari Pemotongan PPh
  1. Jumlah deposito dan tabungan serta SBI tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000 (tujuh juta
lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan Jumlah yang dipecah pecah.
  2. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang Bank luar negeri di Indonesia.
  3. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana
Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya
diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 Undang-undang 11
tahun 1992 tentang Dana Pensiun, diberikan berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB),
yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat dana pensiun terdaftar.
  4. Bunga tabungan pada Bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan Rumah
Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana; kavling siap bangun untuk Rumah Sederhana dan



                                                                                        1/2
PPh Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI




Rumah Sangat Sederhana atau Rumah Susun Sederhana sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, untuk dihuni sendiri. Ketentuan pada butir 3 dan 4 diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri terkait.




Lain-lain :
  Orang pribadi subyek pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam satu tahun
pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, atas pajak
yang telah dipotong, dapat mengajukan permohonan pengembalian (Restitusi).




                                                                                         2/2
Pajak Penghasilan Atas Hadiah dan Penghargaan




Pengertian


  - Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan
melalui undian.
  - Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan
melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan.
  - Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan lainnya adalah hadiah dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan
kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah.
  - Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan
tertentu.




Pemotong PPh
 Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) adalah:
 - penyelenggara undian;
 - pemberi hadiah




Tarif
  - Atas hadiah undian dikenakan PPh sebesar 25% (duapuluh lima persen) dari jumlah bruto
hadiah atau nilai pasar hadiah berupa natura dan bersifat final.
  - Atas hadiah atau penghargaan, perlombaan, penghargaan dan hadiah sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan lainnya, dikenakan PPh dengan ketentuan sebagai berikut:
  a. dikenakan PPh pasal 21 sebesar tarif PPh pasal 17 Undang-undang PPh, bila penerima
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
  b. dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dan final dari jumlah bruto
dengan memperhatikan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang
berlaku, bila penerima Wajib Pajak Luar Negeri selain BUT.
  c. dikenakan PPh pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penghasilan bruto,
bila penerima Wajib Pajak badan termasuk BUT.




Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
    1. Saat terutang
  - PPh atas hadiah dan penghargaan terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran
atau diserahkannya hadiah tergantung peristiwa yang terjadi lebih dahulu.
  - PPh dipotong oleh penyelenggara (hadiah dan penghargaan) sebelum hadiah atau
penghargaan diserahkan kepada yang berhak.
  - Penyelenggara wajib membuat dan memberikan bukti pemotongan PPh atas Hadiah atau
Undian, rangkap 3:
  - lembar ke-1 untuk penerima hadiah (Wajib Pajak);



                                                                                     1/2
Pajak Penghasilan Atas Hadiah dan Penghargaan




 - lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak;
 - lembar ke-3 untuk Penyelenggara/ Pemotong.




2. Penyetoran dan Pelaporan
  Penyelenggara undian atau penghargaan wajib:
  - menyetor PPh yang telah dipotong dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat
terutangnya Pajak (secara kolektif).
  - menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pemotong terdaftar paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah
dibayarkannya atau diserahkannya hadiah undian tersebut.




Lain-lain
  Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan PPh adalah
hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua
pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh
konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.




                                                                                      2/2
Pajak Penghasilan Atas Jasa Konstruksi




Pengertian


  1.Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi pengawasan
konstruksi;

2.Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain;

  3. Pengguna jasa adalah orang pribadi atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik
pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi;

  4. Penyedia jasa adalah orang pribadi atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan
layanan jasa konstruksi.Penyedia jasa terdiri dari perencana konstruksi, pelaksana konstruksi
dan pengawas konstruksi.




Subjek dan Objek Pajak
  Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha di
bidang jasa konstruksi.




Tarif dan Tata Cara Pemotongan
   Tarif
  1. Wajib Pajak dalam negeri dan BUT yang menerima penghasilan dari jasa konstruksi
dikenakan:
  a. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, Subjek
Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. Dipotong PPh Pasal 23 pada saat pembayaran
uang muka dan termijn, dan tidak final,

   b. Pajak berdasarkan ketentuan PPh Pasal 25 bila pengguna jasanya selain huruf a dan
tidak final,

  c. Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 tersebut adalah 15% dari perkiraan penghasilan
neto. Perkiraan penghasilan neto untuk jasa konstruksi adalah:
  - Atas WP penyedia jasa perencanaan konstruksi = 26 2/3%;
  - Atas WP penyedia jasa pelaksanaan konstruksi = 13 1/3%;
  - Atas WP penyedia jasa pengawasan konstruksi = 26 2/3% dari jumlah bruto.

 d. Jumlah bruto adalah jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya, termasuk pemberian



                                                                                          1/2
Pajak Penghasilan Atas Jasa Konstruksi




jasa dan pengadaan material/barangnya.




2. Wajib Pajak Dalam Negeri dengan kualifikasi usaha kecil berdasarkan sertifikasi yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, dan nilai pengadaannya sampai dengan Rp. 1
milyar, dikenakan PPh Final: (PP 140/200)
  - 4 % dari jumlah bruto atas jasa perencanaan konstruksi;
  - 2 % dari jumlah bruto atas jasa pelaksanaan konstruksi;
  - 4 % dari jumlah bruto atas jasa pengawasan konstruksi;




 Tata Cara Pemotongan
  a. Bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk
usaha tetap atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak, dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran.




b. Bila pengguna jasa adalah selain huruf a, disetor sendiri oleh penerima penghasilan pada
saat pembayaran.

 Dalam hal wajib pajak telah memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat
yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, tetapi nilai pengadaannya lebih dari Rp.
1.000.000.000,-(satu milyar rupiah), maka atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dikenakan PPh berdasarkan ketentuan umum Undangundang PPh .

Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan
  1. Pembayaran/penyetoran pajak, baik atas pemotongan maupun atas penyetoran sendiri
dilakukan ke bank persepsi atau PT Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir

  2. WP wajib menyampaikan laporan pemotongan, dan atau penyetoran pajaknya paling
lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.




                                                                                         2/2
Pajak Penghasilan Atas Sewa Tanah Bangunan




Pengertian
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari Persewaan tanah
dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak Penghasilan
yang bersifat final.

Objek dan Tarif
 Atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh final sebesar 10%
 (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Yang dimaksud
dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh
penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun jug yang berkaitan dengan tanah dan/atau
bangunan yang disewakan termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan,
biaya fasilitas lainnya dan “service charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah
maupun yang disatukan.

 Pemotong PPh
Pemotong PPh atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan
adalah :
1. Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan, dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar
negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak
Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib memberikan bukti
potong (formulir F.1.33.12) kepada yang menyewakan atau yang menerima penghasilan ;


2. Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang
tersebut pada butir 1 di atas, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh
pihak yang menyewakan




 Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
 1. Saat terutang
 PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat
pembayaran atau terutangnya sewa.

 2. Penyetoran dan Pelaporan
 - Dalam hal PPh terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, penyetoran ke
bank persepsi dan Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya sewa                                  dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) atau formulir F.2.0.32.01.

Untuk pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selam
bat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutny setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa
dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2) atau formulir F.1.1.32.04;




                                                                                         1/2
Pajak Penghasilan Atas Sewa Tanah Bangunan




- Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang
menyewakan wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya
sewa                      dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau formulir
F.2.0.32.01.

Untuk pelaporan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya ta
nggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa
dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2) atau formulir F.1.1.32.04.




                                                                                    2/2

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak PenghasilanObjek Pajak Penghasilan
Objek Pajak PenghasilanBbe Mee
 
Pajak penghasilan
Pajak penghasilanPajak penghasilan
Pajak penghasilaneryeryey
 
Undang-undang Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak PenghasilanUndang-undang Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak PenghasilanDudi Wahyudi
 
Pajak penghasilan dosen pak taufikur rohman M.Si
Pajak penghasilan dosen pak taufikur rohman M.SiPajak penghasilan dosen pak taufikur rohman M.Si
Pajak penghasilan dosen pak taufikur rohman M.Simas karebet
 
PPh umum in Bahasa Indonesia
PPh umum in Bahasa IndonesiaPPh umum in Bahasa Indonesia
PPh umum in Bahasa IndonesiaYesica Adicondro
 
Tugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakanTugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakankristina105
 
Pajak penghasilan
Pajak penghasilanPajak penghasilan
Pajak penghasilan22091993GS
 
01 biaya fiskal
01 biaya fiskal01 biaya fiskal
01 biaya fiskalFajri A
 
Materi Pajak Penghasilan_Zul Afdal_Yayasan Pendidikan Persada Bunda
Materi Pajak Penghasilan_Zul Afdal_Yayasan Pendidikan Persada BundaMateri Pajak Penghasilan_Zul Afdal_Yayasan Pendidikan Persada Bunda
Materi Pajak Penghasilan_Zul Afdal_Yayasan Pendidikan Persada BundaIkbalAdytiaNst
 

La actualidad más candente (20)

Booklet pph
Booklet pphBooklet pph
Booklet pph
 
Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak PenghasilanObjek Pajak Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan
 
Booklet koperasi-oke
Booklet koperasi-okeBooklet koperasi-oke
Booklet koperasi-oke
 
Bab ix-expatriate-baru
Bab ix-expatriate-baruBab ix-expatriate-baru
Bab ix-expatriate-baru
 
objek pajak penghasilan
objek pajak penghasilanobjek pajak penghasilan
objek pajak penghasilan
 
PPh
PPhPPh
PPh
 
Pajak penghasilan
Pajak penghasilanPajak penghasilan
Pajak penghasilan
 
Pajak Penghasilan
Pajak PenghasilanPajak Penghasilan
Pajak Penghasilan
 
Perpajakan
PerpajakanPerpajakan
Perpajakan
 
Dasarhukum pph
Dasarhukum pphDasarhukum pph
Dasarhukum pph
 
Pph op
Pph opPph op
Pph op
 
Undang-undang Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak PenghasilanUndang-undang Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak Penghasilan
 
Pajak penghasilan dosen pak taufikur rohman M.Si
Pajak penghasilan dosen pak taufikur rohman M.SiPajak penghasilan dosen pak taufikur rohman M.Si
Pajak penghasilan dosen pak taufikur rohman M.Si
 
Pertemuan 7
Pertemuan 7Pertemuan 7
Pertemuan 7
 
PPh umum in Bahasa Indonesia
PPh umum in Bahasa IndonesiaPPh umum in Bahasa Indonesia
PPh umum in Bahasa Indonesia
 
Tugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakanTugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakan
 
Pajak penghasilan
Pajak penghasilanPajak penghasilan
Pajak penghasilan
 
01 biaya fiskal
01 biaya fiskal01 biaya fiskal
01 biaya fiskal
 
Materi Pajak Penghasilan_Zul Afdal_Yayasan Pendidikan Persada Bunda
Materi Pajak Penghasilan_Zul Afdal_Yayasan Pendidikan Persada BundaMateri Pajak Penghasilan_Zul Afdal_Yayasan Pendidikan Persada Bunda
Materi Pajak Penghasilan_Zul Afdal_Yayasan Pendidikan Persada Bunda
 
Presentasi pph
Presentasi pphPresentasi pph
Presentasi pph
 

Destacado

Kode etik agen [final mar 06]
Kode etik agen [final   mar 06]Kode etik agen [final   mar 06]
Kode etik agen [final mar 06]Ketut Swandana
 
nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak
nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajaknomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak
nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajakaulawendi
 
NPWP Dan PPh Bagi WP OP Karyawan 1
NPWP Dan PPh Bagi WP OP Karyawan 1NPWP Dan PPh Bagi WP OP Karyawan 1
NPWP Dan PPh Bagi WP OP Karyawan 1Triyani Budianto
 
3 analisa laporan keuangan
3 analisa laporan keuangan3 analisa laporan keuangan
3 analisa laporan keuanganSidik Abdullah
 
PPh Pasal 21 + soal
PPh Pasal 21 + soalPPh Pasal 21 + soal
PPh Pasal 21 + soalYABES HULU
 

Destacado (6)

P ph pasal 21 new
P ph pasal 21 newP ph pasal 21 new
P ph pasal 21 new
 
Kode etik agen [final mar 06]
Kode etik agen [final   mar 06]Kode etik agen [final   mar 06]
Kode etik agen [final mar 06]
 
nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak
nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajaknomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak
nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak
 
NPWP Dan PPh Bagi WP OP Karyawan 1
NPWP Dan PPh Bagi WP OP Karyawan 1NPWP Dan PPh Bagi WP OP Karyawan 1
NPWP Dan PPh Bagi WP OP Karyawan 1
 
3 analisa laporan keuangan
3 analisa laporan keuangan3 analisa laporan keuangan
3 analisa laporan keuangan
 
PPh Pasal 21 + soal
PPh Pasal 21 + soalPPh Pasal 21 + soal
PPh Pasal 21 + soal
 

Similar a PPh 21,22.23.26

PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdf
PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdfPPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdf
PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdfNathaniaAprillya
 
pajak penghasilan umum
pajak penghasilan umumpajak penghasilan umum
pajak penghasilan umumSeptiana Ulum
 
IHT Penyegaran UU PPh 18012022 All Potput OP Badan.pptx
IHT Penyegaran UU PPh 18012022 All Potput OP Badan.pptxIHT Penyegaran UU PPh 18012022 All Potput OP Badan.pptx
IHT Penyegaran UU PPh 18012022 All Potput OP Badan.pptxMarkLee622262
 
PPT TAX PLANNING III.pptx
PPT TAX PLANNING III.pptxPPT TAX PLANNING III.pptx
PPT TAX PLANNING III.pptxSifaArsyanda1
 
Materi PPh Keren.pptx.pdf
Materi PPh Keren.pptx.pdfMateri PPh Keren.pptx.pdf
Materi PPh Keren.pptx.pdfIinIndiana1
 
Pertemuan 13.pptx
Pertemuan 13.pptxPertemuan 13.pptx
Pertemuan 13.pptxSaveFile1
 
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskal
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskalRek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskal
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskalMuhammad Madridista
 
Slide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadiSlide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadiNaila Karima
 
Kel 1. subjek & objek pajak
Kel 1. subjek & objek pajakKel 1. subjek & objek pajak
Kel 1. subjek & objek pajakanisa93
 
iai pph badan sesi I -- ab
iai pph badan sesi I -- abiai pph badan sesi I -- ab
iai pph badan sesi I -- abFajri A
 
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptxAlleAldine
 
Penghasilan PPH orang pribadi
Penghasilan PPH orang pribadiPenghasilan PPH orang pribadi
Penghasilan PPH orang pribadiAsep suryadi
 
INISIASI pajak penghasilan umum.pptx
INISIASI pajak penghasilan umum.pptxINISIASI pajak penghasilan umum.pptx
INISIASI pajak penghasilan umum.pptxYudhiAprianto3
 
D1 Pajak: Analisis Pajak Penghasilan Toko Hijab Khadijah
D1 Pajak: Analisis Pajak Penghasilan Toko Hijab KhadijahD1 Pajak: Analisis Pajak Penghasilan Toko Hijab Khadijah
D1 Pajak: Analisis Pajak Penghasilan Toko Hijab KhadijahNur Rina Martyas Ningrum
 
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...BillyReihan
 
Revisi Tugas Kelompok 2_Perpajakan.pptx
Revisi Tugas Kelompok 2_Perpajakan.pptxRevisi Tugas Kelompok 2_Perpajakan.pptx
Revisi Tugas Kelompok 2_Perpajakan.pptxmatius7
 

Similar a PPh 21,22.23.26 (19)

Pajak penghasilan
Pajak penghasilanPajak penghasilan
Pajak penghasilan
 
PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdf
PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdfPPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdf
PPT UKRIDA - Dasar Perpajakan 1 (Pertemuan 5).pptx.pdf
 
pajak penghasilan umum
pajak penghasilan umumpajak penghasilan umum
pajak penghasilan umum
 
IHT Penyegaran UU PPh 18012022 All Potput OP Badan.pptx
IHT Penyegaran UU PPh 18012022 All Potput OP Badan.pptxIHT Penyegaran UU PPh 18012022 All Potput OP Badan.pptx
IHT Penyegaran UU PPh 18012022 All Potput OP Badan.pptx
 
PPT TAX PLANNING III.pptx
PPT TAX PLANNING III.pptxPPT TAX PLANNING III.pptx
PPT TAX PLANNING III.pptx
 
Objek PPh.pdf
Objek PPh.pdfObjek PPh.pdf
Objek PPh.pdf
 
Materi PPh Keren.pptx.pdf
Materi PPh Keren.pptx.pdfMateri PPh Keren.pptx.pdf
Materi PPh Keren.pptx.pdf
 
Pertemuan 13.pptx
Pertemuan 13.pptxPertemuan 13.pptx
Pertemuan 13.pptx
 
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskal
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskalRek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskal
Rek onsiliasi lk_komersial_ke_lk_fiskal
 
Slide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadiSlide pph orang pribadi
Slide pph orang pribadi
 
Kel 1. subjek & objek pajak
Kel 1. subjek & objek pajakKel 1. subjek & objek pajak
Kel 1. subjek & objek pajak
 
Pajak penghasilan umum
Pajak penghasilan umumPajak penghasilan umum
Pajak penghasilan umum
 
iai pph badan sesi I -- ab
iai pph badan sesi I -- abiai pph badan sesi I -- ab
iai pph badan sesi I -- ab
 
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx
(4) PENYUSUTAN, PAJAK PENGHASILAN BADAN PRIBADI.pptx
 
Penghasilan PPH orang pribadi
Penghasilan PPH orang pribadiPenghasilan PPH orang pribadi
Penghasilan PPH orang pribadi
 
INISIASI pajak penghasilan umum.pptx
INISIASI pajak penghasilan umum.pptxINISIASI pajak penghasilan umum.pptx
INISIASI pajak penghasilan umum.pptx
 
D1 Pajak: Analisis Pajak Penghasilan Toko Hijab Khadijah
D1 Pajak: Analisis Pajak Penghasilan Toko Hijab KhadijahD1 Pajak: Analisis Pajak Penghasilan Toko Hijab Khadijah
D1 Pajak: Analisis Pajak Penghasilan Toko Hijab Khadijah
 
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...
Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu per...
 
Revisi Tugas Kelompok 2_Perpajakan.pptx
Revisi Tugas Kelompok 2_Perpajakan.pptxRevisi Tugas Kelompok 2_Perpajakan.pptx
Revisi Tugas Kelompok 2_Perpajakan.pptx
 

Más de Sidik Abdullah

Surat undangan kerja bakti
Surat undangan kerja baktiSurat undangan kerja bakti
Surat undangan kerja baktiSidik Abdullah
 
Surat keterangan meninggal dunia
Surat keterangan meninggal duniaSurat keterangan meninggal dunia
Surat keterangan meninggal duniaSidik Abdullah
 
Notulen rapat 02 maret 2014
Notulen rapat 02 maret 2014 Notulen rapat 02 maret 2014
Notulen rapat 02 maret 2014 Sidik Abdullah
 
Surat keterangan meninggal dunia
Surat keterangan meninggal duniaSurat keterangan meninggal dunia
Surat keterangan meninggal duniaSidik Abdullah
 
Surat Keterangan domisili
Surat Keterangan domisiliSurat Keterangan domisili
Surat Keterangan domisiliSidik Abdullah
 
Surat Undangan Kerja Bakti
Surat Undangan Kerja BaktiSurat Undangan Kerja Bakti
Surat Undangan Kerja BaktiSidik Abdullah
 
Surat pengantar RT. 07
Surat pengantar RT. 07Surat pengantar RT. 07
Surat pengantar RT. 07Sidik Abdullah
 
Notulen rapat 02 maret 2014
Notulen rapat 02 maret 2014 Notulen rapat 02 maret 2014
Notulen rapat 02 maret 2014 Sidik Abdullah
 
Cara membuat input data di excel dengan form
Cara  membuat input data di excel dengan formCara  membuat input data di excel dengan form
Cara membuat input data di excel dengan formSidik Abdullah
 
Sosialisasi Faktur Pajak per 24/PJ/2012 (PPN)
Sosialisasi Faktur Pajak per 24/PJ/2012 (PPN)Sosialisasi Faktur Pajak per 24/PJ/2012 (PPN)
Sosialisasi Faktur Pajak per 24/PJ/2012 (PPN)Sidik Abdullah
 
PMK 224/PMK.011/2012 (PPH Psl. 22)
PMK 224/PMK.011/2012 (PPH Psl. 22)PMK 224/PMK.011/2012 (PPH Psl. 22)
PMK 224/PMK.011/2012 (PPH Psl. 22)Sidik Abdullah
 
membuat-jaringan-peer-to-peer-menggunakan-wifi-internal-laptop-wi fi-ad-hoc1
membuat-jaringan-peer-to-peer-menggunakan-wifi-internal-laptop-wi fi-ad-hoc1membuat-jaringan-peer-to-peer-menggunakan-wifi-internal-laptop-wi fi-ad-hoc1
membuat-jaringan-peer-to-peer-menggunakan-wifi-internal-laptop-wi fi-ad-hoc1Sidik Abdullah
 
Menghubungkan dua Laptop dengan Wireless
Menghubungkan dua Laptop dengan WirelessMenghubungkan dua Laptop dengan Wireless
Menghubungkan dua Laptop dengan WirelessSidik Abdullah
 
kamus-keuangan-versi-indonesia
kamus-keuangan-versi-indonesiakamus-keuangan-versi-indonesia
kamus-keuangan-versi-indonesiaSidik Abdullah
 
Lembar persyaratan seminar
Lembar persyaratan seminarLembar persyaratan seminar
Lembar persyaratan seminarSidik Abdullah
 

Más de Sidik Abdullah (20)

Surat undangan kerja bakti
Surat undangan kerja baktiSurat undangan kerja bakti
Surat undangan kerja bakti
 
Surat pengantar
Surat pengantarSurat pengantar
Surat pengantar
 
Surat keterangan meninggal dunia
Surat keterangan meninggal duniaSurat keterangan meninggal dunia
Surat keterangan meninggal dunia
 
Surat domisili
Surat domisiliSurat domisili
Surat domisili
 
Notulen rapat 02 maret 2014
Notulen rapat 02 maret 2014 Notulen rapat 02 maret 2014
Notulen rapat 02 maret 2014
 
Surat keterangan meninggal dunia
Surat keterangan meninggal duniaSurat keterangan meninggal dunia
Surat keterangan meninggal dunia
 
Surat Keterangan domisili
Surat Keterangan domisiliSurat Keterangan domisili
Surat Keterangan domisili
 
Surat Undangan Kerja Bakti
Surat Undangan Kerja BaktiSurat Undangan Kerja Bakti
Surat Undangan Kerja Bakti
 
Surat pengantar RT. 07
Surat pengantar RT. 07Surat pengantar RT. 07
Surat pengantar RT. 07
 
Notulen rapat 02 maret 2014
Notulen rapat 02 maret 2014 Notulen rapat 02 maret 2014
Notulen rapat 02 maret 2014
 
PMK 146 2013
PMK 146 2013PMK 146 2013
PMK 146 2013
 
Per 08/PJ/2013 (PPN)
Per 08/PJ/2013 (PPN)Per 08/PJ/2013 (PPN)
Per 08/PJ/2013 (PPN)
 
Cara membuat input data di excel dengan form
Cara  membuat input data di excel dengan formCara  membuat input data di excel dengan form
Cara membuat input data di excel dengan form
 
Sosialisasi Faktur Pajak per 24/PJ/2012 (PPN)
Sosialisasi Faktur Pajak per 24/PJ/2012 (PPN)Sosialisasi Faktur Pajak per 24/PJ/2012 (PPN)
Sosialisasi Faktur Pajak per 24/PJ/2012 (PPN)
 
PMK 224/PMK.011/2012 (PPH Psl. 22)
PMK 224/PMK.011/2012 (PPH Psl. 22)PMK 224/PMK.011/2012 (PPH Psl. 22)
PMK 224/PMK.011/2012 (PPH Psl. 22)
 
membuat-jaringan-peer-to-peer-menggunakan-wifi-internal-laptop-wi fi-ad-hoc1
membuat-jaringan-peer-to-peer-menggunakan-wifi-internal-laptop-wi fi-ad-hoc1membuat-jaringan-peer-to-peer-menggunakan-wifi-internal-laptop-wi fi-ad-hoc1
membuat-jaringan-peer-to-peer-menggunakan-wifi-internal-laptop-wi fi-ad-hoc1
 
Menghubungkan dua Laptop dengan Wireless
Menghubungkan dua Laptop dengan WirelessMenghubungkan dua Laptop dengan Wireless
Menghubungkan dua Laptop dengan Wireless
 
kamus-keuangan-versi-indonesia
kamus-keuangan-versi-indonesiakamus-keuangan-versi-indonesia
kamus-keuangan-versi-indonesia
 
Lembar persyaratan seminar
Lembar persyaratan seminarLembar persyaratan seminar
Lembar persyaratan seminar
 
Skripsi lengkap
Skripsi lengkapSkripsi lengkap
Skripsi lengkap
 

PPh 21,22.23.26

  • 1. Subjek Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Subjek Pajak Penghasilan Subjek Pajak meliputi : • orang pribadi; • warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; • badan; dan • bentuk usaha tetap (BUT). Subjek Pajak dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri. Subjek Pajak Dalam Negeri adalah: - Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. - Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD, penerimaannya dimasukan dalam anggaran pusat atau daerah, pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. - Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Subjek Pajak Luar Negeri adalah: - Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. - Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat 1/9
  • 2. Subjek Pajak Penghasilan kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. Tidak termasuk Subjek Pajak 1. Badan perwakilan negara asing; 2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat: • bukan warga Negara Indonesia; dan • di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta • negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 3.Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : • Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; • tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; 4.Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : • bukan warga negara Indonesia; dan • tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Objek Pajak Penghasilan Adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk: a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan; b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan; c. laba usaha; d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: - keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya 2/9
  • 3. Subjek Pajak Penghasilan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; - keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ; - keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha; - keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; e.penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; f. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g.dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ; h. royalti; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. q. penghasilan dari usaha berbasis syariah. r. Surplus Bank Indonesia s. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mnegatur mengenai KUP.   Objek Pajak yang dikenakan PPh final Atas penghasilan berupa: • bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya; • penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek; • penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta • penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tidak Termasuk Objek Pajak 1. a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima 3/9
  • 4. Subjek Pajak Penghasilan zakat yang berhak. b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak ybs; 2. Warisan; 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang di terima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah; 5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi Dwiguna dan asuransi beasiswa; 6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri,koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : - dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan - bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut; 7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi; 10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha; 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: - merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan - sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG MENANAMKAN MODAL PADA BIDANG TERTENTU ATAU PADA BIDANG TERTENTU DAN DAERAH TERTENTU (PERATURAN PEMERINTAH No.1 Tahun 2007) Latar Belakang 4/9
  • 5. Subjek Pajak Penghasilan 1. Investasi langsung baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan percepatan pembangunan untuk bidang-bidang usaha tertentu dan atau daerah-daerah tertentu; 2. Untuk mendorong investasi tersebut perlu diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 31 A Undang-Undang Pajak Penghasilan; Dasar Hukum •Pasal 31 A Undang-undang Pajak Penghasilan •Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007-07-20 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2007 •Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ./2007 Siapa Saja yang Berhak Mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan ? Fasilitas Pajak Penghasilan ini dapat diberikan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk : • Perseroan terbatas; atau • Koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah asa, yang melakukan penanaman modal baik untuk: • Penanaman modal baru; maupun • Perluasan dari usaha yang telah ada, pada bidang usaha tertentu atau pada bidang tertentu dan daerah tertentu; Penanaman modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha.Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional. Daerah-daerah Tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan. Bentuk Fasilitas Pajak Penghasilan apa saja dapat diberikan ? Kepada Wajib Pajak tersebut dapat diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan dalam bentuk : a.pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun; Contoh : PT ABC melakukan penanaman modal sebesar Rp 100 miliar berupa pembelian aktiva tetap berupa tanah, bangunan dan mesin. Terhadap PT ABC dapat diberikan fasilitas pengurangan 5/9
  • 6. Subjek Pajak Penghasilan penghasilan neto (investment allowance) sebesar 5% x Rp 100 miliar = Rp 5 miliar setiap tahunnya selama 6 tahun yang dimulai sejak tahun pemberian fasilitas. b. Penyusutan dan amortisasi dipercepat, sebagai berikut : Kelompok Aktiva tetap berwujud Masa Manfaat Menjadi Tarif Amortisasi berdasarkan garis lurus Penyusutan berdasarkan metode saldo menurun I. Bukan Bangunan Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV II. Bangunan Permanen Tidak Permanen 2 tahun 4 tahun 8 tahun 10 tahun 6/9
  • 7. Subjek Pajak Penghasilan 10 tahun 5 tahun 50% 25% 12,5% 10% 10% 20% 100%(dibebankan sekaligus) 50% 25% 20% - - c. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku; Contoh : 7/9
  • 8. Subjek Pajak Penghasilan Investor dari negara X memperoleh dividen dari Wajib Pajak (WP) badan dalam negeri yang telah ditetapkan untuk memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2007. Apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di negara yang belum memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Pemerintah Republik Indonesia (RI), atau bertempat kedudukan di negara yang telah memiliki P3B dengan Pemerintah RI dengan tarif pajak dividen untuk WP luar negeri 10% atau lebih, maka atas dividen hanya akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia sebesar 10%. Namun apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di suatu negara yang telah memiliki P3B dengan Pemerintah RI dengan tarif pajak dividen tersebut dikenakan PPh di Indonesia sesuai tarif yang diatur dalam P3B tersebut. d. kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan sebagai berikut : 1) tambahan 1 tahun : apabila penanaman modal baru pada bidang usaha tertentu yang dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat. 2) tambahan 1 tahun : apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut -turut; 3) tambahan 1 tahun : Apabila penanaman modal baru memerlukan investasi/pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp10 miliar 4) tambahan 1 tahun : Apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun; dan/atau 5) tambahan 1 tahun : Apabila menggunakan bahan baku dan atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% sejak tahun ke 4. Hal Hal Yang harus diperhatikan dalam PP 1 /2007 • Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan setelah mempertimbangkan usulan dari Kepala BKPM • Sebelum lewat 6 tahun sejak tanggal pemberian fasilitas Wajib Pajak tidak boleh : a. Menggunakan aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas untuk tujuan selain yang diberikan fasilitas, atau b. Mengalihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas kecuali aktiva tetap yang dialihkan tersebut diganti dengan aktiva tetap baru. 8/9
  • 9. Subjek Pajak Penghasilan • Apabila Wajib Pajak yang telah mendapatkan fasilitas tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka : a. Fasilitas yang telah diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dicabut; b. Terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dan c. Tidak dapat lagi diberikan fasilitas berdasarkan peraturan pemerintah ini. • Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak laporan mengenai hal-hal sebagai berikut : a. Realisasi penanaman modal sampai dengan selesainya seluruh investasi; (Laporan ini disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester terhitung sejak dimulainya realisasi penanaman modal sampai dengan selesainya seluruh investasi, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan) b. Realisasi produksi sejak saaat dimulainya produksi komersial; c. Penggunaan aktiva tetap yang digunakan untuk tujuan selain yang diberikan fasilitas; d. Pengalihan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas; dan e. Penggantian aktiva tetap yang dialihkan yang diganti dengan aktiva tetap yang baru.(Laporan ini (huruf b,c,d dan e) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan selama 6 (enam) tahun sejak saat dimulainya produksi komersial). • Wajib Pajak yang telah mendapat fasilitas Pajak Penghasilan wajib melampirkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. • Pelaksanaan PP ini akan dievaluasi dalam jangka waktu paling lama 1 tahun sejak ditetapkan • Evaluasi dilakukan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian • Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas perpajakan atas kegiatan usaha di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 147 Tahun 2000, maka atas kegiatan usaha tersebut tidak lagi diberikan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007. 9/9
  • 10. Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan  kegiatan. 2. Pemotong PPh Pasal 21 a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. b. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI. d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan dan magang. e. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. f.  Penyelenggara kegiatan. 3. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 a. Pegawai tetap. b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis. c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. d. Penerima honorarium. e. Penerima upah. f.  Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris). g. Peserta Kegiatan. 4. Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan  syarat: - bukan warga negara Indonesia dan - di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya  tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 1 / 11
  • 11. Pajak Penghasilan Pasal 21 b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. 5. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : a. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang  sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun; b. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap; c. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai; d. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja; e. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari : 1. tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris) 2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; 3. olahragawan; 4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; 5. pengarang, peneliti, dan penerjemah; 6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial; 7. agen iklan; 8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat; 9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan; 10. peserta perlombaan; 11. petugas penjaja barang dagangan; 12. petugas dinas luar asuransi; 13. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai; 2 / 11
  • 12. Pajak Penghasilan Pasal 21 14. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya. 6. Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : a. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; b. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja; d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. e. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Psl 3(1) UU PPh). Ketentuannya di atur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008 Lain-Lain 1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun. 2. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir. 3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2 ) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. 4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 3 / 11
  • 13. Pajak Penghasilan Pasal 21 Tarif dan Penerapannya 1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut: - Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,- setahun atau Rp 500.000,- (sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). - Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,- setahun atau Rp 200.000,- sebulan); dikurangi PTKP. - Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan. - Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis; penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan. 2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto 3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh Psl 17 x 50% dari perkiraan penghasilan bruto - PTKP perbulan 4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,- dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000,- sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360. 4 / 11
  • 14. Pajak Penghasilan Pasal 21 5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut: - 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000. - 10% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000. - 15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 s.d.Rp. 200.000.000. - 25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000. Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari pemotongan pajak. 6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima  honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. lId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I Kebawah. 7. PTKP adalah : No Keterangan Setahun 1. Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000 2. 5 / 11
  • 15. Pajak Penghasilan Pasal 21 Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp.   1.320.000,- 3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. Rp. 15.840.000,- 4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak Rp.   1.320.000,- 8. Tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak 6 / 11
  • 16. Pajak Penghasilan Pasal 21 Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5% Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,- 15% Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- 25% Diatas Rp. 500.000.000,- 30% Contoh Penghitungan Pemotongan PPh PasaL 21 7 / 11
  • 17. Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan Contoh: Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2009. la memperoleh gaji sebulan sebesar Rp. 2.000.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,- sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Penghitungan PPh Ps. 21 Penghitungan PPh Ps. 21 terutang Gaji Sebulan = 2.000.000 Pengh. bruto = 2.000.000 Pengurangan Biaya Jabatan: = 5%x 2.000.000 = 100.000 Iuran pensiun = 25.000 Total Pengurangan = 125.000 Pengh netto sebulan = 1.875.000 Pengh. Netto setahun 12 x 1.875.000 = 22.500.000 PTKP setahun: WP sendiri = 15.840.000 Tambahan WP kawin = 1.320.000 Total PTKP = 17.160.000 PKP setahun = 5.340.000 PPh Ps. 21 = 5 % x 5.340.000 = 267.000 PPh Ps. 21 sebulan = 22.250 2. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan Contoh: Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2009. Tahun 2009 Teja menerima pensiun sebulan Rp. 2.000.000,- Penghitungan PPh Ps. 21 : Pensiun sebulan = Rp. 2.000.000 8 / 11
  • 18. Pajak Penghasilan Pasal 21 Pengurangan Biaya Pensiun 5% x 2.000.000 = Rp. 100.000 Penghasilan Netto sebulan = Rp. 1.900.000 Penghasilan Netto setahun = Rp. 22.800.000 PTKP(K/1) = Rp. 18.480.000 PKP = Rp. 4.320.000 PPh Ps. 21 setahun = 5% x 4.320.000 = Rp. 216.000 PPh Ps. 21 sebulan (Rp. 216.000: 12) = Rp. 18.000 3. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem,Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun. Contoh : Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. la memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp. 2.200.000,00 menerima THR sebesar Rp. 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0) PPh Pasal 21 atas gaji dan THR Penghasilan Bruto setahun = 12x 2.200.000 = Rp. 26.400.000 THR = Rp. 600.000 Jumlah Penghasilan Bruto Rp. 27.000.000 Pengurangan: Biaya Jabatan: 5%x 27.000.000 = 1.350.000 Iuran pensiun 12x25.000 = 300.000 Total Pengurangan = Rp. 1.650.000 Penghasilan netto setahun Rp. 25.350.000 PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000 PKP setahun = Rp. 8.190.000 PPh Ps. 21 terutang: 5% x 8.190.000 = Rp. 409.500 PPh Pasal 21 atas gaji Penghasilan Bruto setahun = 12x 2.200.000 = Rp. 26.400.000 9 / 11
  • 19. Pajak Penghasilan Pasal 21 Pengurangan: Biaya Jabatan: 5%x 26.400.000 = 1350.000 Iuran pensiun 12x25.000 = 300.000 Total Pengurangan = Rp. 1.650.000 Penghasilan netto setahun Rp. 24.750.000 PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000 PKP setahun = Rp. 7.590.000 PPh Ps. 21 terutang: 5% x 7.590.000 = Rp. 379.500 PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji: = Rp. 409.500,00 - Rp. 379.500,00 = Rp. 30.000,00 4. Penerima Honorarium atau Pembayaran lain. Contoh : Ali seorang penceramah memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp. 1.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong (tarif Pasal 17) : 5%xRp.1.000.000,00 = Rp. 50.000,00 5. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi. Contoh: Tri seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya, dalam bulan April 2009 menerima komisi sebesar Rp. 750.000,00 PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 750.000,00 = Rp. 37.500,00 6. Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan. Contoh: Ali pemain tenis yang tinggal di Jakarta, menjadi juara dalam suatu turnamen dan mendapat hadiah Rp. 30.000.000,00  PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen adalah : 5% x Rp. 30.000.000,- = Rp. 1.500.000,- 10 / 11
  • 20. Pajak Penghasilan Pasal 21 7. Honorarium yang diterima tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas. Contoh : Gatot seorang arsitek, bulan Maret 2009 menerima honorarium Rp.20.000.000,00 dari PT.Abang sebagai imbalan atas jasa teknik. Penghitungan PPh Pasal 21 : 15% x 50% x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00 8. Penghasilan atas Upah Harian. Contoh : Eko pada bulan Agustus 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. la bekerja sehari sebesar Rp. 120.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang : Upah sehari = Rp. 120.000,00 Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh = Rp. 150.000,00 PKP Sehari = Rp. 0,00 PPh Pasal 21 Sehari = (5% x Rp. 0,00) = Rp. 0,00 9.Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan uang pesangon yang dibayarkan sekaligus oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan. Contoh : Eko bulan Maret 2009 menerima tebusan pensiun dari Dana  Pensiun “ X” Rp. 70.000,000. Penghasilan Bruto Rp.70.000.000, Dikecualikan dari Pemotongan Rp.25.000.000 Penghasilan dikenakan pajak Rp.45.000.000, PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp. 45.000.000,00                = Rp. 2.250.000,- Jumlah PPh Pasal 21 terutang          = Rp. 2.250.000,-   11 / 11
  • 21. Pajak Penghasilan Pasal 22 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang; 2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. II. Pemungut & Objek PPh Pasal 22 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang; 2. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang; 3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD); 4. Bank Indonesia (Bl), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT.Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN; 5. Industri semen, industri rokok putih, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; 1/6
  • 22. Pajak Penghasilan Pasal 22 6. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas, atas penjualan hasil produksinya. 7. Industri dan eksportir perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Paja, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. III. Tarif PPh Pasal 22 1. Atas impor: a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor; b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang. 2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/BUMD (angka II butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian dan tidak final. 3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu: - Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final) - Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final) - Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final) - Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final) - Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final) 4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut: Jenis Bahan Bakar 2/6
  • 23. Pajak Penghasilan Pasal 22 SPBI Swastanisasi (%dari penjualan) SPBU Pertamina (%dari penjualan) Premiun 0,3 0,25 Solar 0,3 0,25 Premix/SuperTT 0,3 0,25 3/6
  • 24. Pajak Penghasilan Pasal 22 Minyak Tanah   0,3 Gas LPG   0,3 Pelumas   0  Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur /dealer/agen,bersifat final. 5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (angka II butir 7) ditetapkan sebesar 0,5 % dari harga pembelian tidak termasuk 4/6
  • 25. Pajak Penghasilan Pasal 22 PPN. IV. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB). 2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC. 3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC. 4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. 5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos. 6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB. 7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara. 8. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC. 9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog. V. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22 1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB); 2. Atas pembelian barang (angka II butir 2,3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran; 3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan; 4. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order); 5. Atas pembelian bahan-bahan (angka II butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian. VI. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22 1. PPh Pasal 22 atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP).PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemu-ngutan pajak dan dilaporkan ke KPP 5/6
  • 26. Pajak Penghasilan Pasal 22 secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir. 2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu: - lembar pertama untuk pembeli; - lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak; - lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir. 3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 4) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir. 4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir. 5. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu: - lembar pertama untuk pembeli; - lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak; - lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. 6/6
  • 27. Pajak Penghasilan Pasal 23 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23 1. Pemotong PPh Pasal 23: a. badan pemerintah; b. Wajib Pajak badan dalam negeri; c. penyelenggaraan kegiatan; d. bentuk usaha tetap (BUT); e. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; f. Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. 2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23: a. WP dalam negeri; b. BUT Tarif dan Objek PPh Pasal 23 dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto dan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai Saat Terutang, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 23 a. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. b. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak. c. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. Bukti Pemotong PPh Pasal 23 Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23. 1/1
  • 28. Pajak Penghasilan Pasal 26 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/ dipotong atas penghasilan yang bersumberdari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) diIndonesia. Pemotong PPh Pasal 26 - Badan Pemerintah; - Subjek Pajak dalam negeri; - Penyelenggara Kegiatan; - BUT; - Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selainBUT di Indonesia. Tarif dan Objek PPh Pasal 26 1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yangditerima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa : a.dividen; b.bunga, premium, diskonto, premi swap,dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang; c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; e. hadiah dan penghargaan f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya. 2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa : a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri. 3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. 4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan. 1/2
  • 29. Pajak Penghasilan Pasal 26 Saat Terutang, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 26 1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu. 2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 : - lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri; - lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak; - lembar ketiga untuk arsip Pemotong. 3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. 4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. Contoh : Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2001, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2001; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2001. Pengecualian 1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat: a. dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan; b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambatlambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut; c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil. 2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 2/2
  • 30. Fiskal Luar Negeri 1. Pengertian 1. Wajib Pajak adalah Wajib Pajakyang sedang dalam proses pengajuan tender untuk pengadaan barang/jasa untuk keperluaninstansi Pemerintah. 2. Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 3. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah subjek Pajak orang pribadi dalam negeri yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 4. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri  yang bertolak keluar negeri adalah wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia melalui darat, laut, udara kecuali awak pesawat terbang dan awak kapal laut yang bertugas melakukan penerbangan dan pelayaran ke luar negeri. 5. Menjadi tanggungan sepenuhnya adalah berdasarkan keadaan yang dapat terlihat dari keadaan yang nyata yaitu, tinggal bersama-sama dengan Wajib Pajak dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak, yang dibuktikan dengan dokumen pendukung sesuai dengan hukum yang berlaku 6. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, yang terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan. 7. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. 8. Surat Keterangan Terdaftar yang selanjutnya disebut dengan SKT adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemberitahuan bahwa Wajib Pajak terdaftar pada KPP tertentu yang berisikan antara lain NPWP dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak 9. Surat Keterangan Terdaftar Sementara yang selanjutnya disebut dengan SKTS adalah surat keterangan yang dicetak oleh Wajib Pajak melalui sistem e-Registration yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar pada KPP tertentu yang berisikan antara lain NPWP dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersifat sementara 10. Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut FLN adalah Pajak Penghasilan yang wajib dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. 11. Unit Pelaksana Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut UPFLN, adalah satuan tugas di lingkungan KPP yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan FLN di bandar udara, pelabuhan laut. 12. Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut TBPFLN, adalah 1/7
  • 31. Fiskal Luar Negeri formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri dalam rangka pembayaran FLN. 13. Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut SKBFLN, adalah formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri yang memenuhi persyaratan untuk dikecualikan dari kewajiban membayar FLN.   2. Hal-hal yang berhubungan dengan fiskal 1.Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan bertolak ke luar negeri wajib membayar FLN. 2.Termasuk Wajib Pajak orang pribadi adalah isteri atau suami, anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak dan diakui oleh Wajib Pajak tersebut berdasarkan dokumen pendukung dan hukum yang berlaku. 3.Pembayaran FLN oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri dilakukan dengan menggunakan Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri. (TBPFLN). 4.Pelunasan TBFLN wajib dilakukan di: a.Bank yang ditunjuk oleh Kantor Wilayah atau Kepala KPP sebagai penerima pembayaran FLN; b.UPFLN tertentu yang dapat menerima pembayaran jika di bandar udara atau pelabuhan laut tempat pemberangkatan ke luar negeri tidak terdapat bank penerima pembayaran; atau c.Tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. 5.FLN yang dibayar Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri merupakan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan. 6.Termasuk angsuran Pajak Penghasilan adalah pembayaran FLN atas nama Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. 7.Angsuran pembayaran Pajak Penghasilan dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan 2/7
  • 32. Fiskal Luar Negeri yang terutang pada akhir tahun yang bersangkutan setelah Wajib Pajak tersebut memiliki NPWP. 8.Orang pribadi yang telah melunasi pembayaran FLN, karena sesuatu hal membatalkan keberangkatannya ke luar negeri dapat meminta kembali pembayaran tersebut. 3. Tarif Fiskal Luar Negeri adalah :     a. Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan menggunakan         pesawat udara;     b. Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan menggunakan kapal laut 4. Pengecualian Fiskai Luar Negeri Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri dikecualikan dari pembayaran FLN dengan cara sebagai berikut: - pembebasan langsung, diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang; - pembebasan melalui pemberian Surat Keterangan Bebas Fiskai Luar Negeri (SKBFLN) diterbitkan Unit Fiskal Luar Negeri (UPFLN) DJP. Pembebasan Langsung: 1. Orang asing yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dengan menunjukkan visa kunjungan atau visa singgah. 2.Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, termasuk anggota keluarganya dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka, yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, sepanjang  bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik, dengan menunjukkan paspor Diplomatik. 3/7
  • 33. Fiskal Luar Negeri Dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri, pembebasan diberikan juga kepada isteri dan anak-anaknya yang merupakan anggota keluarga yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum mempunyai penghasilan, masih menjadi tanggungan dan tinggal bersama di wilayah akreditasi sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf b angka (2) Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/993/PD/XI/72 tanggal 12 Juni 1972. 3. Pejabat-pejabat dari perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, termasuk anggota keluarganya, sepanjang  bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menunjukkan paspor Diplomatik. Dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri, pembebasan diberikan juga kepada isteri dan anak-anaknya yang merupakan anggota keluarga yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum mempunyai penghasilan, masih menjadi tanggungan dan tinggal bersama di wilayah akreditasi sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf b angka (2) Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/993/PD/XI/72 tanggal 12 Juni 1972. 4. Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal tetap di luar negeri yang memiliki dokumen resmi sebagai penduduk negeri tersebut, dengan menunjukkan salah satu dari tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri berikut ini:   a. Green Card;,  b. Identity Card;  c. Student Card;  d.  Pengesahan alamat di luar negeri pada Paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;  e.  Surat Keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor  Perwakilan Republik Indonesia di luar        negeri;   f. Tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat. Meskipun seseorang mempunyai salah satu tanda pengenal resmi sebagaimana huruf a s.d. f, tetapi dalam kenyataannya tidak tinggal di negara tersebut tetapi tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang bersangkutan wajib membayar FLN pada saat akan bertolak ke luar negeri. 5. Jemaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh instansi yang berwenang, dengan 4/7
  • 34. Fiskal Luar Negeri menunjukkan daftar nama para jemaah haji oleh pimpinan rombongan dan petugas pelaksana pemberangkatan haji yang pembiayaannya dibebankan pada Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dengan menyerahkan surat dari Departemen Agama. Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi Jemaah Haji Khusus yang penyelenggaraannya dibebankan pada BPIH Khusus.   6. Orang pribadi yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia melalui darat. 7. Para pekerja Warga Negara Indonesia yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI), sepanjang tidak menerima penghasilan dari sumber di dalam negeri dengan       a. menunjukkan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN); atau       b. menyerahkan persetujuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 8. Mahasiswa dari negara asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan rekomendasi dari perguruan tinggi tempat mereka belajar dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menyerahkan surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi sebagai mahasiswa atau pelajar dari pimpinan perguruan tinggi sekolah yang bersangkutan. Pembebasan tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya. 9. Orang asing yang berada di Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang melaksanakan:           a. penelitian di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah koordinasi lembaga pemerintah terkait;           b. program kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan           c. tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di bawah koordinasi  instansi terkait, dengan menyerahkan surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi atau persetujuan dari instansi terkait. Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya.   10. Tenaga kerja warga negara asing, pendatang, yang bekerja di Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau Karimun, sepanjang mereka telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja, dengan menyerahkan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau Pasal 26 yang telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanjung Pinang atau Pejabat yang ditunjuk. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk 1 (satu) orang pendamping, dengan menyerahkan surat persetujuan dari 5/7
  • 35. Fiskal Luar Negeri Menteri Kesehatan atau yang mewakilinya. 11.Anggota misi kesenian, misi kebudayaan, misi olah raga  atau misi keagamaan yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia ke luar negeri, dengan menyerahkan surat persetujuan dari menteri terkait atau yang mewakilinya dengan ketentuan sebagai berikut:                     a. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata untuk misi kesenian dan misi kebudayaaan;           b. Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga untuk misi olah raga;           c. Menteri Agama untuk misi keagamaan; Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya dari anggota misi.   12. Mahasiswa atau pelajar yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan belajar di luar negeri dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang diselenggarakan pemerintah atau badan asing dengan persetujuan menteri terkait. 13. Mahasiswa atau pelajar yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran FLN adalah:      a. Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Polisi Republik Indonesia       (POLRI) yang dilengkapi dengan paspor dinas dan surat tugas atau perjalanan dinas;      b. Mahasiswa atau pelajar dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang      diselenggarakan oleh Pemerintah atau Badan Asing dengan persetujuan Menteri Pendidikan Nasional; Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya.   Prosedur pengecualian dari kewajiban pembayaran FLN adalah sebagai berikut: 1. untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih diberikan melalui pengecekan validasi NPWP oleh UPFLN Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas di bandara udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri sepanjang NPWPtersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum hari keberangkatan. 6/7
  • 36. Fiskal Luar Negeri 2. Untuk wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP sendiri, diberikan melalui pengecekan validasi NPWP wajib Pajak yang memberikan tanggungan sepenuhnya dan a. Fotokopi Kartu Keluarga; dan/atau b. Surat pernyataan menanggung sepenuhnya orang tua yang tidak terdaftar dalam Kartu Keluarga oleh orang pribadi yang memiliki NPWP oleh UPFLN Direktorat JEnderal Pajak yang bertugas di Bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan keluar negeri sepanjang NPWP tersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sbelum hari keberangkatan.  3. untuk angka 1 s.d. angka 7a diberikan secara langsung oleh UPFLN Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas di bandara udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri, termasuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang berusia kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun. 4. untuk angka 7 huruf b s.d. angka 13 diberikan melalui penerbitan SKBFLN oleh UPFLN Direktorat Jenderal Pajak di bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri atau KPP yang melakukan pengelolaan FLN atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.   7/7
  • 37. PPh Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI Pengertian - Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dipotong Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final. - Termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. Objek dan Tarif Atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI dikenakan PPh final sebesar: a. 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). b. 20% (duapuluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri. Pemotong PPh Pemotong PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto adalah : - Bank Pembayar Bunga; - Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan dan Bank yang menjual kembali sertifikat Bl (SBI) kepada pihak lain yang bukan dana pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan dan bukan bank wajib memotong PPh atau diskonto SBI tersebut. Dikecualikan dari Pemotongan PPh 1. Jumlah deposito dan tabungan serta SBI tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan Jumlah yang dipecah pecah. 2. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang Bank luar negeri di Indonesia. 3. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 Undang-undang 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, diberikan berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB), yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat dana pensiun terdaftar. 4. Bunga tabungan pada Bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana; kavling siap bangun untuk Rumah Sederhana dan 1/2
  • 38. PPh Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI Rumah Sangat Sederhana atau Rumah Susun Sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri. Ketentuan pada butir 3 dan 4 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri terkait. Lain-lain : Orang pribadi subyek pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam satu tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, atas pajak yang telah dipotong, dapat mengajukan permohonan pengembalian (Restitusi). 2/2
  • 39. Pajak Penghasilan Atas Hadiah dan Penghargaan Pengertian - Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian. - Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan. - Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan lainnya adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah. - Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan tertentu. Pemotong PPh Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) adalah: - penyelenggara undian; - pemberi hadiah Tarif - Atas hadiah undian dikenakan PPh sebesar 25% (duapuluh lima persen) dari jumlah bruto hadiah atau nilai pasar hadiah berupa natura dan bersifat final. - Atas hadiah atau penghargaan, perlombaan, penghargaan dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan lainnya, dikenakan PPh dengan ketentuan sebagai berikut: a. dikenakan PPh pasal 21 sebesar tarif PPh pasal 17 Undang-undang PPh, bila penerima Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri. b. dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dan final dari jumlah bruto dengan memperhatikan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, bila penerima Wajib Pajak Luar Negeri selain BUT. c. dikenakan PPh pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penghasilan bruto, bila penerima Wajib Pajak badan termasuk BUT. Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan 1. Saat terutang - PPh atas hadiah dan penghargaan terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau diserahkannya hadiah tergantung peristiwa yang terjadi lebih dahulu. - PPh dipotong oleh penyelenggara (hadiah dan penghargaan) sebelum hadiah atau penghargaan diserahkan kepada yang berhak. - Penyelenggara wajib membuat dan memberikan bukti pemotongan PPh atas Hadiah atau Undian, rangkap 3: - lembar ke-1 untuk penerima hadiah (Wajib Pajak); 1/2
  • 40. Pajak Penghasilan Atas Hadiah dan Penghargaan - lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak; - lembar ke-3 untuk Penyelenggara/ Pemotong. 2. Penyetoran dan Pelaporan Penyelenggara undian atau penghargaan wajib: - menyetor PPh yang telah dipotong dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya Pajak (secara kolektif). - menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong terdaftar paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah dibayarkannya atau diserahkannya hadiah undian tersebut. Lain-lain Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan PPh adalah hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa. 2/2
  • 41. Pajak Penghasilan Atas Jasa Konstruksi Pengertian 1.Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi; 2.Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain; 3. Pengguna jasa adalah orang pribadi atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi; 4. Penyedia jasa adalah orang pribadi atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi.Penyedia jasa terdiri dari perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi. Subjek dan Objek Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha di bidang jasa konstruksi. Tarif dan Tata Cara Pemotongan Tarif 1. Wajib Pajak dalam negeri dan BUT yang menerima penghasilan dari jasa konstruksi dikenakan: a. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. Dipotong PPh Pasal 23 pada saat pembayaran uang muka dan termijn, dan tidak final, b. Pajak berdasarkan ketentuan PPh Pasal 25 bila pengguna jasanya selain huruf a dan tidak final, c. Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 tersebut adalah 15% dari perkiraan penghasilan neto. Perkiraan penghasilan neto untuk jasa konstruksi adalah: - Atas WP penyedia jasa perencanaan konstruksi = 26 2/3%; - Atas WP penyedia jasa pelaksanaan konstruksi = 13 1/3%; - Atas WP penyedia jasa pengawasan konstruksi = 26 2/3% dari jumlah bruto. d. Jumlah bruto adalah jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya, termasuk pemberian 1/2
  • 42. Pajak Penghasilan Atas Jasa Konstruksi jasa dan pengadaan material/barangnya. 2. Wajib Pajak Dalam Negeri dengan kualifikasi usaha kecil berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, dan nilai pengadaannya sampai dengan Rp. 1 milyar, dikenakan PPh Final: (PP 140/200) - 4 % dari jumlah bruto atas jasa perencanaan konstruksi; - 2 % dari jumlah bruto atas jasa pelaksanaan konstruksi; - 4 % dari jumlah bruto atas jasa pengawasan konstruksi; Tata Cara Pemotongan a. Bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran. b. Bila pengguna jasa adalah selain huruf a, disetor sendiri oleh penerima penghasilan pada saat pembayaran. Dalam hal wajib pajak telah memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, tetapi nilai pengadaannya lebih dari Rp. 1.000.000.000,-(satu milyar rupiah), maka atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dikenakan PPh berdasarkan ketentuan umum Undangundang PPh . Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan 1. Pembayaran/penyetoran pajak, baik atas pemotongan maupun atas penyetoran sendiri dilakukan ke bank persepsi atau PT Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir 2. WP wajib menyampaikan laporan pemotongan, dan atau penyetoran pajaknya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. 2/2
  • 43. Pajak Penghasilan Atas Sewa Tanah Bangunan Pengertian Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari Persewaan tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final. Objek dan Tarif Atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh final sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun jug yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewakan termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan “service charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan. Pemotong PPh Pemotong PPh atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah : 1. Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan, dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib memberikan bukti potong (formulir F.1.33.12) kepada yang menyewakan atau yang menerima penghasilan ; 2. Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir 1 di atas, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan 1. Saat terutang PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa. 2. Penyetoran dan Pelaporan - Dalam hal PPh terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, penyetoran ke bank persepsi dan Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau formulir F.2.0.32.01. Untuk pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selam bat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutny setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2) atau formulir F.1.1.32.04; 1/2
  • 44. Pajak Penghasilan Atas Sewa Tanah Bangunan - Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau formulir F.2.0.32.01. Untuk pelaporan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya ta nggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2) atau formulir F.1.1.32.04. 2/2