SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
[1]
                  LEMBAGA KEPRESIDENAN
                       DAN PEMILIHAN
                PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
                   LANGSUNG OLEH RAKYAT
        Absolutisme lembaga kepresidenan ini tidak terlepas dari kelemahan UUD 1945
dan system pemilihan presiden secara bertahap lewat Majelis Permusyawaratan Rakyat,
MPR. Dengan memanfaatkan kelemahan itu, Soeharto bisa dipilih berkali-kali dan
berkuasa selama lebih dari 30 tahun.
        Pemilihan kepala pemerintah secara bertahap lewat badan perwakilan rakyat atau
parlemen ini pada umumnya berlangsung dalam system parlemen. Indonesia, yang
menganut system presidensiil masih memilih presiden, yang merangkap jabatan kepala
negara dan kepala pemerintah sekaligus, melalui sebuah badan perwakilan rakyat seperti
MPR. Keadaan in dianggap sebagai sesuatu yang tidak umum.
        Sebab, Presiden sebagai kepala pemerintah dan kepala negara dengan demikian
tidak mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya langsung kepada rakyat, tetapi
kepada MPR. Demikianlah kenyataannya selama rezim Orde Baru berkuasa, Presiden
Soeharto mampu mengelabui rakyat dengan memperlihatkan bahwa MPR selalu
menerima pertanggungjawaban meskipun rakyat mempunyai penilaian lain. Memang
tidak semua anggota MPR yang 1.000 orang itu adalah pilihan rakyat, sehingga mudah
diintervensi oleh kekuasaan besar seorang presiden. Pemilihan langsung oleh seluruh
rakyat tentu akan dijauhkan dari kemungkinan intervensi atau rekayasa untuk
memenangkan calon tertentu. Dengan pemilihan oleh MPR, Soeharto mampu menduduki
jabatan presiden hingga tujuh kali selama lebih dari 30 tahun. Bahkan, setiap kali
pemilihan, dia selalu menjadi calon tunggal.
        Pemilihan Presiden RI oleh MPR juga menimbulkan kontradiksi dalam system
pemerintahan, antara presindentiil dan parlementer. Dan kontradiksi ini merupakan salah
satu kelemahan UUD 1945. Dalam Pasal 4(1) memang disebutkan kepala negara dan
kepala pemerintah menyatu di tangan presiden, yang menunjukkan ciri system
presidensiil. Dipertegas oleh pasal-pasal 10 sampai dengan 15 yang menunjukkan
kedudukan pesiden sebagai kepala negara. Sedang Pasal 6(2) yang mengatakan, bahwa
presiden dipilih oleh para wakil rakyat di MPR, yang dapat diartikan pula bahwa presiden
bisa dijatuhkan oleh MPR, menunjukkan ciri system parlementer. Apalagi mengingat
Pasal 1(2) menyebutkan, bahwa kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh MPR
seakan-akan wakil rakyat ini bisa melakukan apa saja termasuk menjatuhkan presiden,
lewat mosi tidak percaya, dalam sebuah Sidang Istimewa(SI) MPR sebagaimana
disebutkan oleh Penjelasan UUD-1945, misalnya.
        Kontradiksi ini diperkuat oleh ketentuan dalam pasal 3 di mana MPR menetapkan
GBHN yang lalu disodorkan oleh MPR sebagai amanat yang harus dilaksanakan oleh
presiden. Kalau itu dilanggar(Penjelasan UUD 1945) oleh Presiden, maka DPR bisa
meminta diadakan SI-MPR. Penjelasan UUD 1945 tentang peranan SI-MPR ini tentu
tidak sama dengan prinsip impeachment yang dapat dilakukan oleh Kongres Amerika
Serikat terhadap Presiden. Sebaab di dalam sistem penyelenggaraan negara di AS tidak
dikenal GBHN(blue print pembangunan, khususnya ekonomo) seperti di Indonesia.
Kediktatoran Soeharto di atsas kekuasaan MPR, kalau mau jujur, pada hakekatnya
bermaksud menghilangkan kontradiksi tersebut. Sebab, dalam sistem presidensiil yang
kita sepakai berlaku dalam UUD 1945, juga berlaku concentration of power and
responsibility upon the president. Sehingga Soeharto sengaja “mengambil alih”
kekuasaan MPR yang dualistis dengan kekuasaan presiden itu. Pertama, 600 orang dari
1.000 orang anggota MPR diangkat sendiri oleh Soeharto, tidak lewat pemilu. Dan kedua,
GBHN juga dibuat sendiri oleh Soeharto dan orang-orangnya di MPR.
       Gusdur-Megawati dan DPR/ MPR hasil Pemilihan Umum(Pemilu) 1999 tidak
menyadari adanya dualisme itu, sehingga terjadilah kekacauan dalam sistem
pemerintahan sekarang di mana pihak yang satu(pemerintah) merasa lebih “kuat”
daripada yang lain (MPR), dan sebaliknya. Gusdur terutama ngotot untuk tidak mau
dijatuhkan ditengah jalan, sedang MPR bersekukuh bisa memaksa Gusdur mundur karena
melanggar haluan negara.
       Oleh sebab itu, sudah saatnya Indonesia memilih presidennya, dan wakilnya,
secara langsung oleh rakyat. Dengan cara itu, kontradiksi di atas dihilangkan melalui
penguatan sistem presidensiil, di mana presiden tidak bisa dijatuhkan oleh wakil rakyat
melalui mosi tidak percaya meskipun kekuasaannya dikurangi. Presiden dan wakil
Presiden adalah pasangan dalam satu paket ideologi, partai, atau kebijakan yang
berkarakter. Oleh sebab itu,kalau presiden berhalangan tetap, wakil presiden otomatis
segera menggantikannya sampai masanya habis.
       Kalau akyat tidak puas terhadap pilihannya, maka pasangan presiden dan wakil
presiden itu tetap berkuasa sampai habis waktunya dalam periode pertama, tetapi bisa
tidak terpilih lagi dalam periode kedua. Hanya kalau presiden/ wakil presiden
melakukan pelanggaran nyata terhadap konstitusi atau melakukan tindak pidana,
mereka bisa dijatuhkan di tengah jalan.

UUD 1945 DAN ABSOLUTISME EKSEKUTIF
        UUD 1945 dikenal sebagai excecutive heavy, karena memberi peluang kepada
pihak eksekutif(pemerintah, atau khususnya presiden) untuk berperan sangat dominan.
Bahkan, dominasi presiden bisa melebihi kekuasaan-kekuasaan penyelenggara negara
lainnya sehingga menjadi absolut.
        Pemilihan Presiden diatur melalui dua pasal. Pasal 6(2) mengatakan, presiden dan
wakil dipilih o/ MPR berdasarkan suara terbanyak. Sedangkan pasal 7 mengatakan bahwa
presiden dan wakil presiden dipilih untuk waktu lima tahun dan setelah itu bisa dipilih
kembali.
        Pertama, melalui Pasal 1(2) yg mengatakan bahwa kedaulatan ada di tangan
rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh MPR. Kata “sepenuhnya” itu, maka rakyat pada
hakekatnya tidak lagi berdaulat. Di lain pihak, kata “sepenuhnya” itulah yang justru
dipegang teguh Soeharto. Dari sini Soeharto berusaha merekayasa keputusan-keputusan
MPR untuk selalu berpihak kepadanya sehingga seolah-olah berbagai keputusan tersebut
telah sesuai dengan dan bertumpu pada kehendak rakyat. Dengan cara itulah, Soeharto
“memegang kendali” atas MPR.
        Kedua, melalui Pasal 5(1) yang mengadakan kekuasaan membuat undang-undang
ada di tangan Presiden. DPR hanya sekedar memberikan persetujuan. Sehingga, pasal
2(1) mengatakan bahwa susunan MPR ditetapkan dengan UU, maka Soeharto
“menyusun” MPR dengan cara mengangkat 60% dari anggota MPR bagi kepentingannya
sendiri, yaitu fraksi ABRI, Utusan Daerah dan Utusan Golongan. Di zaman Soekarno
manipulasi seperti ini sudah pernah terjadi, tetapi pada waktu itu ABRI dimasukkan
sebagai bagian dari Utusan Golongan (yaitu “golongan fungsionil”). Sedangkan di zaman
Soeharto, fraksi ABRI seakan-akan menjadi sebuah “golongan” di luar “utusan
golongan”.
        Pasal 19 mengatakan bahwa susunan DPR ditetapkan dengan UU, maka Soeharto
juga “menyusun” DPR dengan membuat Paket Lima UU Politik, antara lain, UU
Kepartaian, UU Pemilu dan UU Susunan DPR/ MPR sesuai dengan seleranya.
Ditundukkanlah partai-partai dan para pemimpinnya, dan dicurangi pulalah Pemilu.
Dibangunlah banyak organisasi massa melalui UU Organisasi Kemasyarakatan.
Semuanya itu utk menghasilkan Pemilu yang harus dimenangkan Golkar, partai
pendukungnya.
        Khusus melalui Pasal 5(1) tersebut, rezim Orba memanipulasi lebih lanjut pasal-
pasal lain dalam UUD 1945 untuk menampilkan peranan presiden pemegang kekuasaan
membuat UU. Dari ketentuan dalam Pasal 23, maka presidenlah yang dianggap
mempunyai kekuasaan menetapkan belanja negara, sehingga tidak pernah dalam sejarah
Orba rancanan UU APBN yang dibuat oleh pemerintah bisa diubah sesenpun o/ DPR.
        Pasal 24 dan 25. Undang-undang yang mengatur pengangkatan hakim dan
kekuasaan kehakiman itu berada di bawah mengaruh kekuasaan presiden. Penjelasan
UUD 1945 yang mengatakan bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari kekuasaan
pemerintah ternyata tidak ada artinya.
        Dalam pasal 28, kemerdekaan berkumpul, berserikat dan menyampaikan pikiran
yang merupakan HAM juga harus diartikan tergantung kemauan Presiden.
        Dalam pasal 16 UUD 1945 dikenal Dewan Pertimbangan Agung sebagai sebuah
lembaga tertinggi negara yang berfungsi penasehat kepada presiden dan pemerintah.
Soeharto memanfaatkannya, dan mengatur siapa yang harus duduk sebagai anggota
dewan tersebut. Karena tidak jelas kewenangannya, DPA tidak perlu ada dalam Indonesia
Baru.
        Dibangunlah pula ABRI menjadi sebuah kekuatan politik untuk mendukung
rezim Orba. Demikian pula diciptakanlah pengertian, bahwa Presiden adalah Mandataris
MPR. Sehingga, seakan-akan Presiden adalah MPR sendiri, dan dia pulalah
“penjelmaan” kedaulatan rakyat.
        Khusus tentang peranan ABRI dalam politik, Soeharto mengikuti jejak
pendahulunya, Soekarno, yang menggabungkan Angkatan Kepolisian dan TNI beberapa
waktu sebelum Soekarno jatuh. Pasal 10 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden
memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, & AU ikut memudahkan manipulasi
Soeharto dengan “mengikutsertakan”militer dalam politik penyelenggaraan negara untuk
mendukung kekuasaannya. Padahal, pasal tersebut seharusnya hanya berlaku ketika
keadaan negara dalam bahaya atau perang.
        Terakhir, diterbitkan UU Referendum (dalam paket Lima UU Politik) dan
ketetapan (Tap) MPR (No. 1 dan IV tahun 1983) dengan tujuan melestarikan UUD 1945.
dengan pelestarian itu, Soeharto dapat memanfaatkan pula berbagai kelemahan pasal-
pasal konstitusi di atas untuk mendukung kemauannya.
        Ketiga, Pasal 6(2). Presiden Soeharto mengartikan pemilihan o/ MPR
“berdasarkan suara terbanyak” dengan menabukan pemungutan suara(voting), sebab
voting diartikan sebagai demokrasi liberal. Menurut Soeharto, “suara terbanyak” yang
sesuai dengan Demokrasi Pancasila adalah “fraksiisme”: anggota DPR/ MRP dilarang
bersuara lain dari suara fraksi. Dan jumlah suara fraksi yang dominan dan berpihak
kepada Soeharto itulah yang harus diikuti oleh fraksi-fraksi lain sehingga membangun
suara aklamasi. Sehingga tidak ada suara yang terpecah(tapi bulat), dan dengan begitu
calon presiden harus pula bulat atau tunggal.
       Keempat, Pasal 7. Soeharto mengartikan kata-kata “bisa dipilih kembali” bagi
seorang Presiden RI sebagai “bisa dipilih berkali-kali” lagi. Hal ini tentu merupakan akal-
akalannya Soeharto. Meskipun begitu, tidak ada yang bisa membantah, bahwa Pasal 7
tersebut memang multi interpretatif, meskipun dalam penjelasannya dikatakan “jelas”.

MENANTANG SOEHARTO DAN REZIM ORDE BARU.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan, bahwa absolutisme kekuasaan presiden itu
tidak terlepas dari kelemahan UUD 1945 yg bersifat inheren, absolutisme mana dapat
dimanipulasi untuk menempatkan kedudukan presiden di atas konstitusi. Hal ini telah
disadari sepenuhnya o/ Sri Bintang Pamungkas, pada ceramahnya di Berlin pada awal
1995 yang menyatakan pendapatnya tentang Presiden Soekarno dan Soeharto, “… Jadi,
tentang Soekarno dan Soeharto itu sama saja. Mereka sebetulnya menyeleweng. Nah,
kalau orang menyeleweng dari UUD, ya seperti itulah jadinya. Dia akan jatuh atau
dijatuhkan. Dan saya melihat, bahwa keadaan ini tidak terlepas dari UUD kita yang
mempunyai kelemahan.”
        Sri Bintang dituntut di pengadilan karena ucapan-ucapan yang dianggap
“menghina” Presiden Soeharto itu melanggar Pasal 134 KUHP, dan dijatuhi hukuman
penjara o/ rezim Soeharto dua tahun dan sepuluh bulan(Sri-Bintang, 2000, hal. 65-67).
Tetapi, kebenaran kata-kata itu, selain bisa dibuktikan o/ jatuhnya Presiden
Soekarno(1966), juga o/ jatuhnya Presiden Soekaro sendiri pada 21 Mei 1998, setelah
rakyat bergerak menentang kediktatoranya itu.
        Jadi, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI langsung o/ rakyat bukan lagi
merupakan ide baru. Ide pertama kal di zaman Orde Baru itu dilontarkan dalam upacara
deklarasi pembentukan Partai Uni Dekomkrasi Indonesi(PUDI), tanggal 29 Mei 1996. ide
itu kemudian didemonstrasikan o/ Sri-Bintangm Ketua PUDI, dan Julius Usman, Wakil
Ketua PUDI, yang memproklamasikan dirinya masing-masing sebagai calon presiden dan
calon wakil presiden periode 1998-2003.

MEMILIH WAKIL PRESIDEN.
Menang Presiden dan wakil presiden seharusnya merupakan satu pasangan yang serasi.
Soeharto menggunakan dalil itu untuk memilih sendiri wakilnya setelah dirinya terpilih
menjadi presiden.
       Tetapi sebelumnya, Presiden juga mempunyai tadisi untuk memilih calonnya dari
hasil pendapat beberapa orang atau pembantu dekatnya. Pra orang dekatnya tu
dimasukkannya ke dalam sebuah tim, Tim-11 yang terdiri dari lima orang sipil dan enam
orang anggota ABRI. Di antara orang-orang sipil itu adalah menterinya. Demikian pula di
antara anggota ABRI adalah Panglima ABRI sendiri. Dari Tim-11 itulah Soeharto
memperoleh nama calon wakil presiden yang kemudian “diajukannya” kepada pimpinan
MPR untuk “disetujui” MPR.
       Tentu saja “prosedur” itu dilakukannya dari “balik tirai”. Dalam keadaan
sebenarnya, pimpinan MPR mengunjungi presiden terpilih untuk melakukan
“konsultasi”. Dan dari konsultasi tadi diperolehlah nama calon wakil presiden hasil dari
Tim-11 presiden itu.
        Pasal 8 UUD 1945 yang mengatakan, bahwa jika presiden mangkat, berhenti atau
tidak bisa melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti o/ wakil presiden
sampai habis waktunya. Memang ada dua permasalah di situ yang patut menjadi
perhatian tentang absah atau tidaknya Pasal 8 digunakan dalam peristiwa itu.
Pertama, sesungguhnya berhentinya Presiden Soeharto tidak terlepas dari tuntutan
mahasiswa dan masyarakat yang meminta rezim Orde Baru mundur. Bukan sekedar
mundurnya Presiden Soeharto. Jadi, mestinya Wakil Presiden Habibie juga sekaligus
mundur, karena Habibie adalah bagian dari Orde Baru.
Kedua, sehubungan dengan pasal 6(2) tentang pemilihan presiden dan wakil presiden o/
MPR berdasarkan suara terbanyak. Tersirat dalam pasal tersebut, bahwa calon presiden
dan wakil presiden harus ada dalam satu paket. Tetapi Soeharto dan Habibie,
sebagaimana praktek pemilihan wakil presiden Orba, tidak pernah merupakan pasangan
yang dipilih o/ MPR.

Jadi, sekiranya Pasal 8 UUD 1945 bisa digunakan hanya dengan syarat Pasal 6, dengan
pengertian selain presiden dan wakil presiden ada dalam satu paket tetapi juga satu
pasangan yang bersama-sama dipilih o/ MPR, maka sebetulnya Pasal 8 tidak bisa
digunakan untuk mengangkat Habibie menjadi Presiden. Jadi, pengangkatan Habibie
sebagai Presiden RI ketiga adalah tidak absah.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mensahkan
tiga keputusan(Loethan, 1972, hal. 260):
    (1) UUD 1945 sebagai konstitusi RI;
    (2) Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI;
    (3) Presiden dibantu sementara waktu o/ sebuah Komite Nasional.
Dalam peristiwa itu, presiden dan wakil presiden dipilih sekaligus, bahkan sebagai Dwi-
Tunggal.

Memang dari Pasal 6(2) UUD 1945 tidak diperoleh kejelasan, apakah presiden dan wakil
harus berada dalam satu paket dan merupakan pasangan sejak dalam pencalonan atau
tidak. Akan tetapi mengingat bunyinya Pasal 8, maka menjadi jelas bahwa Presiden dan
wakil Presiden harus datang dari paket yang sama. Sebab, kalau tidak, maka wakil
presiden tidak bisa otomatis menggantikan presiden. Artinya, Pasal 8 dimaksudkan untuk
penggantian Presiden o/ wakil Presiden jika hanya jika keduanya, selain bisa bekerja
sama dan tidak saling beroposisi(satu pasangan), juga mempunyai ideologi yang sama
atau berasal dari kubu yang sama(satu paket).
        Kalau memang demikian halnya, maka Megawati tidak mungkin menjadi
Presiden secara otomatis menggantikan Gusdur melalui Pasal 8 sekiranya Gusdur
berhalangan tetap di tengah jalan sebelum 2004, karena mereka tidak berada dalam satu
paket dan tidak menjadi satu pasangan. Syarat satu paket dan satu pasangan juga
mengundang kesalahan berikutnya yang juga dilakukan o/ MPR, baik secara sadar
ataupun tidak, yaitu ketika pemilihan presiden dan wakil presiden 1999 itu dilakukan
secara bertahap: presiden dipilih terlebih dahulu, baru wakil presiden dipilih kemudian.
Keadaan itu mengakibatkan calon-calon presiden yang “kalah”; lalu berubah pikiran
dengan ikut serta dalam pencalonan wakil presiden. Megawati melakukan itu, dengan
mencalonkan diri sebagai wakil presiden setelah dikalahkan dalam pemilihan presiden.
“Perubahan pikiran” itu mestinya mengurangi “kehormatan” Megawati yang dapat dinilai
hanya mau “cari tempat” saja.
       Seharusnya MPR(dan para pimpinannya) digugat karena menyalahi ketentuan
UUD 1945, khususnya Pasal 6(2) dan Pasal 8. Dengan kata lain, pemilihan Gusdur dan
Megawati pada 21 Oktober 1999 yang lalu itu tidak absah secara hukum.
       Ketua Amien Rais yang berubah-ubah dalam kurun tahun 2000 ini. Amien
menyatakan sekiranya Gusdur harus mundur, maka Wakil Presiden Megawati tidak bisa
naik menggantikan Gusdur menjadi Presiden, karena Megawati tidak satu paket dengan
Gusdur. Pernyataan berikutnya mengatakan, bahwa kalau Husdur akhirnya tergusur dan
Megawati naik menjadi presiden, maka Amien siap menjadi wakil presidennya. Tentu
pernyataan Amien ini menunjukkan ketidaktahuannya tentang sikap seharusnya seorang
negarawan dalam bernegara. Kalau pertanyaannya yang pertama betul, maka tentu
pernyataanya yang kedua salah besar, dan sebaliknya.

More Related Content

What's hot

Sistem politik demokrasi pancasila
Sistem politik demokrasi pancasilaSistem politik demokrasi pancasila
Sistem politik demokrasi pancasilaRochimudin
 
Kelas 8 BAB Sistem pemerintahan indonesia
Kelas 8 BAB Sistem pemerintahan indonesiaKelas 8 BAB Sistem pemerintahan indonesia
Kelas 8 BAB Sistem pemerintahan indonesiaAdhitong_
 
Sejarahsistempemerintahanindonesia 111205195822-phpapp01
Sejarahsistempemerintahanindonesia 111205195822-phpapp01Sejarahsistempemerintahanindonesia 111205195822-phpapp01
Sejarahsistempemerintahanindonesia 111205195822-phpapp01Asep Misdan
 
Musni Umar: Pemilu Sarana Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Musni Umar:  Pemilu Sarana Pelaksanaan Demokrasi di IndonesiaMusni Umar:  Pemilu Sarana Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Musni Umar: Pemilu Sarana Pelaksanaan Demokrasi di Indonesiamusniumar
 
Pkn-pelaksanaan demokrasi di indonesia
Pkn-pelaksanaan demokrasi di indonesiaPkn-pelaksanaan demokrasi di indonesia
Pkn-pelaksanaan demokrasi di indonesiaReza Aulia
 
Sejarah demokrasi di indonesia - tugas pkn
Sejarah demokrasi di indonesia - tugas pknSejarah demokrasi di indonesia - tugas pkn
Sejarah demokrasi di indonesia - tugas pkn_aima
 
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))Putri Alfisyahrini
 
Pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1945 1949
Pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1945 1949Pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1945 1949
Pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1945 1949MagdaNae
 
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998PT.Ajor Makmur
 
Dinamika Sistem Pemerintahan Indonesia
Dinamika Sistem Pemerintahan IndonesiaDinamika Sistem Pemerintahan Indonesia
Dinamika Sistem Pemerintahan Indonesiarusdiman1
 
Perkembangan demokrasi di indonesia
Perkembangan demokrasi di indonesiaPerkembangan demokrasi di indonesia
Perkembangan demokrasi di indonesiaJohanez Diaz
 
Sejarah sistem pemerintahan indonesia
Sejarah sistem pemerintahan indonesiaSejarah sistem pemerintahan indonesia
Sejarah sistem pemerintahan indonesiaandrika63
 
Perbedaan uud 1945 sebelum dan sesudah amandemen
Perbedaan uud 1945 sebelum dan sesudah amandemenPerbedaan uud 1945 sebelum dan sesudah amandemen
Perbedaan uud 1945 sebelum dan sesudah amandemenOperator Warnet Vast Raha
 

What's hot (19)

Sistem politik demokrasi pancasila
Sistem politik demokrasi pancasilaSistem politik demokrasi pancasila
Sistem politik demokrasi pancasila
 
LEMBAGA KEPRESIDENAN
LEMBAGA KEPRESIDENANLEMBAGA KEPRESIDENAN
LEMBAGA KEPRESIDENAN
 
Kelas 8 BAB Sistem pemerintahan indonesia
Kelas 8 BAB Sistem pemerintahan indonesiaKelas 8 BAB Sistem pemerintahan indonesia
Kelas 8 BAB Sistem pemerintahan indonesia
 
K.d 3.3 ppkn
K.d 3.3 ppknK.d 3.3 ppkn
K.d 3.3 ppkn
 
Sejarahsistempemerintahanindonesia 111205195822-phpapp01
Sejarahsistempemerintahanindonesia 111205195822-phpapp01Sejarahsistempemerintahanindonesia 111205195822-phpapp01
Sejarahsistempemerintahanindonesia 111205195822-phpapp01
 
Sistem pemerintahan indonesia
Sistem pemerintahan indonesiaSistem pemerintahan indonesia
Sistem pemerintahan indonesia
 
Musni Umar: Pemilu Sarana Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Musni Umar:  Pemilu Sarana Pelaksanaan Demokrasi di IndonesiaMusni Umar:  Pemilu Sarana Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Musni Umar: Pemilu Sarana Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
 
Pkn-pelaksanaan demokrasi di indonesia
Pkn-pelaksanaan demokrasi di indonesiaPkn-pelaksanaan demokrasi di indonesia
Pkn-pelaksanaan demokrasi di indonesia
 
Sistem pemerintahan indonesia
Sistem pemerintahan indonesiaSistem pemerintahan indonesia
Sistem pemerintahan indonesia
 
Sejarah demokrasi di indonesia - tugas pkn
Sejarah demokrasi di indonesia - tugas pknSejarah demokrasi di indonesia - tugas pkn
Sejarah demokrasi di indonesia - tugas pkn
 
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))
 
Pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1945 1949
Pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1945 1949Pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1945 1949
Pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1945 1949
 
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998
Ppt pelaksanaan demokrasi di indonesia periode 1965-1998
 
Hukum kepolisian
Hukum kepolisianHukum kepolisian
Hukum kepolisian
 
Dinamika Sistem Pemerintahan Indonesia
Dinamika Sistem Pemerintahan IndonesiaDinamika Sistem Pemerintahan Indonesia
Dinamika Sistem Pemerintahan Indonesia
 
Perkembangan demokrasi di indonesia
Perkembangan demokrasi di indonesiaPerkembangan demokrasi di indonesia
Perkembangan demokrasi di indonesia
 
Sejarah sistem pemerintahan indonesia
Sejarah sistem pemerintahan indonesiaSejarah sistem pemerintahan indonesia
Sejarah sistem pemerintahan indonesia
 
Rangkuman pkn
Rangkuman pknRangkuman pkn
Rangkuman pkn
 
Perbedaan uud 1945 sebelum dan sesudah amandemen
Perbedaan uud 1945 sebelum dan sesudah amandemenPerbedaan uud 1945 sebelum dan sesudah amandemen
Perbedaan uud 1945 sebelum dan sesudah amandemen
 

Viewers also liked

Parco Industriale Samorin
Parco Industriale SamorinParco Industriale Samorin
Parco Industriale SamorinItaloblog
 
Service Projects
Service ProjectsService Projects
Service ProjectsAnn Gregson
 
Vladimir Zlacky: FDI facts and medium term outlook for SlovakiaConference 23r...
Vladimir Zlacky: FDI facts and medium term outlook for SlovakiaConference 23r...Vladimir Zlacky: FDI facts and medium term outlook for SlovakiaConference 23r...
Vladimir Zlacky: FDI facts and medium term outlook for SlovakiaConference 23r...Italoblog
 
EPM2010 SP1 - How does it impact you? And, the Mystery behind Patching Process
EPM2010 SP1 - How does it impact you? And, the Mystery behind Patching ProcessEPM2010 SP1 - How does it impact you? And, the Mystery behind Patching Process
EPM2010 SP1 - How does it impact you? And, the Mystery behind Patching ProcessPJ Mistry
 
Open Source Adoption Challenges in the Enterprise
Open Source Adoption Challenges in the EnterpriseOpen Source Adoption Challenges in the Enterprise
Open Source Adoption Challenges in the EnterpriseVenkat Mangudi
 
Vademecum_it
Vademecum_itVademecum_it
Vademecum_itItaloblog
 
Tsok may 2012 ita
Tsok may 2012 itaTsok may 2012 ita
Tsok may 2012 itaItaloblog
 
Paras Multi Location Functionality
Paras Multi Location FunctionalityParas Multi Location Functionality
Paras Multi Location FunctionalityAnshuman Kumar
 
Italo a venezia
Italo a veneziaItalo a venezia
Italo a veneziaItaloblog
 
PRILEZITOSTI V AGROSEKTORE A PROJEKTOVY MANAZMENT
PRILEZITOSTI V AGROSEKTORE A PROJEKTOVY MANAZMENTPRILEZITOSTI V AGROSEKTORE A PROJEKTOVY MANAZMENT
PRILEZITOSTI V AGROSEKTORE A PROJEKTOVY MANAZMENTItaloblog
 
Tax seminar 2013 physical persons
Tax seminar 2013   physical personsTax seminar 2013   physical persons
Tax seminar 2013 physical personsItaloblog
 
Quello che non si dice sull'Italia
Quello che non si dice sull'ItaliaQuello che non si dice sull'Italia
Quello che non si dice sull'ItaliaItaloblog
 
GBE Factory Award
GBE Factory AwardGBE Factory Award
GBE Factory AwardItaloblog
 
Psp1243. Karma
Psp1243. KarmaPsp1243. Karma
Psp1243. Karmaarthur812
 
Terra Santa'09
Terra Santa'09Terra Santa'09
Terra Santa'09Fulvio
 

Viewers also liked (20)

Parco Industriale Samorin
Parco Industriale SamorinParco Industriale Samorin
Parco Industriale Samorin
 
Real girls survey
Real girls surveyReal girls survey
Real girls survey
 
Erazo cartagena rafael antonio presentación
Erazo cartagena rafael antonio presentaciónErazo cartagena rafael antonio presentación
Erazo cartagena rafael antonio presentación
 
Service Projects
Service ProjectsService Projects
Service Projects
 
Vladimir Zlacky: FDI facts and medium term outlook for SlovakiaConference 23r...
Vladimir Zlacky: FDI facts and medium term outlook for SlovakiaConference 23r...Vladimir Zlacky: FDI facts and medium term outlook for SlovakiaConference 23r...
Vladimir Zlacky: FDI facts and medium term outlook for SlovakiaConference 23r...
 
EPM2010 SP1 - How does it impact you? And, the Mystery behind Patching Process
EPM2010 SP1 - How does it impact you? And, the Mystery behind Patching ProcessEPM2010 SP1 - How does it impact you? And, the Mystery behind Patching Process
EPM2010 SP1 - How does it impact you? And, the Mystery behind Patching Process
 
Amaguestu330
Amaguestu330Amaguestu330
Amaguestu330
 
Open Source Adoption Challenges in the Enterprise
Open Source Adoption Challenges in the EnterpriseOpen Source Adoption Challenges in the Enterprise
Open Source Adoption Challenges in the Enterprise
 
Vademecum_it
Vademecum_itVademecum_it
Vademecum_it
 
Globalvillage11
Globalvillage11Globalvillage11
Globalvillage11
 
Tsok may 2012 ita
Tsok may 2012 itaTsok may 2012 ita
Tsok may 2012 ita
 
Paras Multi Location Functionality
Paras Multi Location FunctionalityParas Multi Location Functionality
Paras Multi Location Functionality
 
Bright Arts N Crafts Jaipur
Bright Arts N Crafts JaipurBright Arts N Crafts Jaipur
Bright Arts N Crafts Jaipur
 
Italo a venezia
Italo a veneziaItalo a venezia
Italo a venezia
 
PRILEZITOSTI V AGROSEKTORE A PROJEKTOVY MANAZMENT
PRILEZITOSTI V AGROSEKTORE A PROJEKTOVY MANAZMENTPRILEZITOSTI V AGROSEKTORE A PROJEKTOVY MANAZMENT
PRILEZITOSTI V AGROSEKTORE A PROJEKTOVY MANAZMENT
 
Tax seminar 2013 physical persons
Tax seminar 2013   physical personsTax seminar 2013   physical persons
Tax seminar 2013 physical persons
 
Quello che non si dice sull'Italia
Quello che non si dice sull'ItaliaQuello che non si dice sull'Italia
Quello che non si dice sull'Italia
 
GBE Factory Award
GBE Factory AwardGBE Factory Award
GBE Factory Award
 
Psp1243. Karma
Psp1243. KarmaPsp1243. Karma
Psp1243. Karma
 
Terra Santa'09
Terra Santa'09Terra Santa'09
Terra Santa'09
 

Similar to Dari Orde Baru ke Indonesia Baru lewat Reformasi Total - 1. L E M B A G A K E P R E S I D E N A N D A N W A K I L P R E S I D E N L A N G S U N G O R A K Y A T

1 lembaga-kepresidenan-dan-wakil-presiden-langsung-o-rakyat-1253460661-phpapp01
1 lembaga-kepresidenan-dan-wakil-presiden-langsung-o-rakyat-1253460661-phpapp011 lembaga-kepresidenan-dan-wakil-presiden-langsung-o-rakyat-1253460661-phpapp01
1 lembaga-kepresidenan-dan-wakil-presiden-langsung-o-rakyat-1253460661-phpapp01Operator Warnet Vast Raha
 
2 pemilihan-presiden-langsung-lembaga-kepresidenan-1253460710-phpapp02
2 pemilihan-presiden-langsung-lembaga-kepresidenan-1253460710-phpapp022 pemilihan-presiden-langsung-lembaga-kepresidenan-1253460710-phpapp02
2 pemilihan-presiden-langsung-lembaga-kepresidenan-1253460710-phpapp02Operator Warnet Vast Raha
 
kelompok6-160302140711.pptx
kelompok6-160302140711.pptxkelompok6-160302140711.pptx
kelompok6-160302140711.pptxpancaparhusip1
 
Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan di Indonesia
Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan di IndonesiaKelebihan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan di Indonesia
Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan di IndonesiaEddy Mahendra
 
Perjalanan demokrasi indonesia
Perjalanan demokrasi indonesiaPerjalanan demokrasi indonesia
Perjalanan demokrasi indonesiadedyprasetyo01
 
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Eric
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia EricPelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Eric
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Ericomcivics
 
Badan yudikatif di indonesia
Badan yudikatif di indonesiaBadan yudikatif di indonesia
Badan yudikatif di indonesiaRissa Vilia
 
Pelaksanaan demokrasi di indonesia
Pelaksanaan demokrasi di indonesiaPelaksanaan demokrasi di indonesia
Pelaksanaan demokrasi di indonesiaIntan Oktavia
 
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)Rajabul Gufron
 
Latihan Soal Tentang Pemilu dan Teori Politik.doc
Latihan Soal Tentang Pemilu dan Teori Politik.docLatihan Soal Tentang Pemilu dan Teori Politik.doc
Latihan Soal Tentang Pemilu dan Teori Politik.docSicomoFullVideos
 
Presentasi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan "ORDE LAMA"
Presentasi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan "ORDE LAMA"Presentasi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan "ORDE LAMA"
Presentasi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan "ORDE LAMA"bawon15505124020
 
Perbandingan sistem pemerintahan antara negara indonesia dengan australia
Perbandingan sistem pemerintahan antara negara indonesia dengan australiaPerbandingan sistem pemerintahan antara negara indonesia dengan australia
Perbandingan sistem pemerintahan antara negara indonesia dengan australiaChaing Saing
 
Majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia atau cukup disebut majelis ...
Majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia atau cukup disebut majelis ...Majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia atau cukup disebut majelis ...
Majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia atau cukup disebut majelis ...deperealisman
 

Similar to Dari Orde Baru ke Indonesia Baru lewat Reformasi Total - 1. L E M B A G A K E P R E S I D E N A N D A N W A K I L P R E S I D E N L A N G S U N G O R A K Y A T (20)

1 lembaga-kepresidenan-dan-wakil-presiden-langsung-o-rakyat-1253460661-phpapp01
1 lembaga-kepresidenan-dan-wakil-presiden-langsung-o-rakyat-1253460661-phpapp011 lembaga-kepresidenan-dan-wakil-presiden-langsung-o-rakyat-1253460661-phpapp01
1 lembaga-kepresidenan-dan-wakil-presiden-langsung-o-rakyat-1253460661-phpapp01
 
2 pemilihan-presiden-langsung-lembaga-kepresidenan-1253460710-phpapp02
2 pemilihan-presiden-langsung-lembaga-kepresidenan-1253460710-phpapp022 pemilihan-presiden-langsung-lembaga-kepresidenan-1253460710-phpapp02
2 pemilihan-presiden-langsung-lembaga-kepresidenan-1253460710-phpapp02
 
119921204 politik-pemerintahan
119921204 politik-pemerintahan119921204 politik-pemerintahan
119921204 politik-pemerintahan
 
kelompok6-160302140711.pptx
kelompok6-160302140711.pptxkelompok6-160302140711.pptx
kelompok6-160302140711.pptx
 
Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan di Indonesia
Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan di IndonesiaKelebihan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan di Indonesia
Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan di Indonesia
 
Demokrasi Terpimpin
Demokrasi TerpimpinDemokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin
 
Perjalanan demokrasi indonesia
Perjalanan demokrasi indonesiaPerjalanan demokrasi indonesia
Perjalanan demokrasi indonesia
 
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Eric
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia EricPelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Eric
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Eric
 
Badan yudikatif di indonesia
Badan yudikatif di indonesiaBadan yudikatif di indonesia
Badan yudikatif di indonesia
 
Demokrasi pancasila.revisi
Demokrasi pancasila.revisiDemokrasi pancasila.revisi
Demokrasi pancasila.revisi
 
Pelaksanaan demokrasi di indonesia
Pelaksanaan demokrasi di indonesiaPelaksanaan demokrasi di indonesia
Pelaksanaan demokrasi di indonesia
 
173889925 sistem-pemerintahan
173889925 sistem-pemerintahan173889925 sistem-pemerintahan
173889925 sistem-pemerintahan
 
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
 
Latihan Soal Tentang Pemilu dan Teori Politik.doc
Latihan Soal Tentang Pemilu dan Teori Politik.docLatihan Soal Tentang Pemilu dan Teori Politik.doc
Latihan Soal Tentang Pemilu dan Teori Politik.doc
 
Presentasi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan "ORDE LAMA"
Presentasi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan "ORDE LAMA"Presentasi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan "ORDE LAMA"
Presentasi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan "ORDE LAMA"
 
pro pemilu langsung
pro pemilu langsungpro pemilu langsung
pro pemilu langsung
 
Perbandingan sistem pemerintahan antara negara indonesia dengan australia
Perbandingan sistem pemerintahan antara negara indonesia dengan australiaPerbandingan sistem pemerintahan antara negara indonesia dengan australia
Perbandingan sistem pemerintahan antara negara indonesia dengan australia
 
Trikameralisme dpd ex ofacio
Trikameralisme dpd ex ofacioTrikameralisme dpd ex ofacio
Trikameralisme dpd ex ofacio
 
Majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia atau cukup disebut majelis ...
Majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia atau cukup disebut majelis ...Majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia atau cukup disebut majelis ...
Majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia atau cukup disebut majelis ...
 
FORMAT KELEMBAGAAN NEGARA DAN PERGESERAN KEKUASAAN DALAM UUD 1945
FORMAT KELEMBAGAAN NEGARA DAN PERGESERAN KEKUASAAN DALAM UUD 1945FORMAT KELEMBAGAAN NEGARA DAN PERGESERAN KEKUASAAN DALAM UUD 1945
FORMAT KELEMBAGAAN NEGARA DAN PERGESERAN KEKUASAAN DALAM UUD 1945
 

Dari Orde Baru ke Indonesia Baru lewat Reformasi Total - 1. L E M B A G A K E P R E S I D E N A N D A N W A K I L P R E S I D E N L A N G S U N G O R A K Y A T

  • 1. [1] LEMBAGA KEPRESIDENAN DAN PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN LANGSUNG OLEH RAKYAT Absolutisme lembaga kepresidenan ini tidak terlepas dari kelemahan UUD 1945 dan system pemilihan presiden secara bertahap lewat Majelis Permusyawaratan Rakyat, MPR. Dengan memanfaatkan kelemahan itu, Soeharto bisa dipilih berkali-kali dan berkuasa selama lebih dari 30 tahun. Pemilihan kepala pemerintah secara bertahap lewat badan perwakilan rakyat atau parlemen ini pada umumnya berlangsung dalam system parlemen. Indonesia, yang menganut system presidensiil masih memilih presiden, yang merangkap jabatan kepala negara dan kepala pemerintah sekaligus, melalui sebuah badan perwakilan rakyat seperti MPR. Keadaan in dianggap sebagai sesuatu yang tidak umum. Sebab, Presiden sebagai kepala pemerintah dan kepala negara dengan demikian tidak mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya langsung kepada rakyat, tetapi kepada MPR. Demikianlah kenyataannya selama rezim Orde Baru berkuasa, Presiden Soeharto mampu mengelabui rakyat dengan memperlihatkan bahwa MPR selalu menerima pertanggungjawaban meskipun rakyat mempunyai penilaian lain. Memang tidak semua anggota MPR yang 1.000 orang itu adalah pilihan rakyat, sehingga mudah diintervensi oleh kekuasaan besar seorang presiden. Pemilihan langsung oleh seluruh rakyat tentu akan dijauhkan dari kemungkinan intervensi atau rekayasa untuk memenangkan calon tertentu. Dengan pemilihan oleh MPR, Soeharto mampu menduduki jabatan presiden hingga tujuh kali selama lebih dari 30 tahun. Bahkan, setiap kali pemilihan, dia selalu menjadi calon tunggal. Pemilihan Presiden RI oleh MPR juga menimbulkan kontradiksi dalam system pemerintahan, antara presindentiil dan parlementer. Dan kontradiksi ini merupakan salah satu kelemahan UUD 1945. Dalam Pasal 4(1) memang disebutkan kepala negara dan kepala pemerintah menyatu di tangan presiden, yang menunjukkan ciri system presidensiil. Dipertegas oleh pasal-pasal 10 sampai dengan 15 yang menunjukkan kedudukan pesiden sebagai kepala negara. Sedang Pasal 6(2) yang mengatakan, bahwa presiden dipilih oleh para wakil rakyat di MPR, yang dapat diartikan pula bahwa presiden bisa dijatuhkan oleh MPR, menunjukkan ciri system parlementer. Apalagi mengingat Pasal 1(2) menyebutkan, bahwa kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh MPR seakan-akan wakil rakyat ini bisa melakukan apa saja termasuk menjatuhkan presiden, lewat mosi tidak percaya, dalam sebuah Sidang Istimewa(SI) MPR sebagaimana disebutkan oleh Penjelasan UUD-1945, misalnya. Kontradiksi ini diperkuat oleh ketentuan dalam pasal 3 di mana MPR menetapkan GBHN yang lalu disodorkan oleh MPR sebagai amanat yang harus dilaksanakan oleh presiden. Kalau itu dilanggar(Penjelasan UUD 1945) oleh Presiden, maka DPR bisa meminta diadakan SI-MPR. Penjelasan UUD 1945 tentang peranan SI-MPR ini tentu tidak sama dengan prinsip impeachment yang dapat dilakukan oleh Kongres Amerika Serikat terhadap Presiden. Sebaab di dalam sistem penyelenggaraan negara di AS tidak dikenal GBHN(blue print pembangunan, khususnya ekonomo) seperti di Indonesia.
  • 2. Kediktatoran Soeharto di atsas kekuasaan MPR, kalau mau jujur, pada hakekatnya bermaksud menghilangkan kontradiksi tersebut. Sebab, dalam sistem presidensiil yang kita sepakai berlaku dalam UUD 1945, juga berlaku concentration of power and responsibility upon the president. Sehingga Soeharto sengaja “mengambil alih” kekuasaan MPR yang dualistis dengan kekuasaan presiden itu. Pertama, 600 orang dari 1.000 orang anggota MPR diangkat sendiri oleh Soeharto, tidak lewat pemilu. Dan kedua, GBHN juga dibuat sendiri oleh Soeharto dan orang-orangnya di MPR. Gusdur-Megawati dan DPR/ MPR hasil Pemilihan Umum(Pemilu) 1999 tidak menyadari adanya dualisme itu, sehingga terjadilah kekacauan dalam sistem pemerintahan sekarang di mana pihak yang satu(pemerintah) merasa lebih “kuat” daripada yang lain (MPR), dan sebaliknya. Gusdur terutama ngotot untuk tidak mau dijatuhkan ditengah jalan, sedang MPR bersekukuh bisa memaksa Gusdur mundur karena melanggar haluan negara. Oleh sebab itu, sudah saatnya Indonesia memilih presidennya, dan wakilnya, secara langsung oleh rakyat. Dengan cara itu, kontradiksi di atas dihilangkan melalui penguatan sistem presidensiil, di mana presiden tidak bisa dijatuhkan oleh wakil rakyat melalui mosi tidak percaya meskipun kekuasaannya dikurangi. Presiden dan wakil Presiden adalah pasangan dalam satu paket ideologi, partai, atau kebijakan yang berkarakter. Oleh sebab itu,kalau presiden berhalangan tetap, wakil presiden otomatis segera menggantikannya sampai masanya habis. Kalau akyat tidak puas terhadap pilihannya, maka pasangan presiden dan wakil presiden itu tetap berkuasa sampai habis waktunya dalam periode pertama, tetapi bisa tidak terpilih lagi dalam periode kedua. Hanya kalau presiden/ wakil presiden melakukan pelanggaran nyata terhadap konstitusi atau melakukan tindak pidana, mereka bisa dijatuhkan di tengah jalan. UUD 1945 DAN ABSOLUTISME EKSEKUTIF UUD 1945 dikenal sebagai excecutive heavy, karena memberi peluang kepada pihak eksekutif(pemerintah, atau khususnya presiden) untuk berperan sangat dominan. Bahkan, dominasi presiden bisa melebihi kekuasaan-kekuasaan penyelenggara negara lainnya sehingga menjadi absolut. Pemilihan Presiden diatur melalui dua pasal. Pasal 6(2) mengatakan, presiden dan wakil dipilih o/ MPR berdasarkan suara terbanyak. Sedangkan pasal 7 mengatakan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih untuk waktu lima tahun dan setelah itu bisa dipilih kembali. Pertama, melalui Pasal 1(2) yg mengatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh MPR. Kata “sepenuhnya” itu, maka rakyat pada hakekatnya tidak lagi berdaulat. Di lain pihak, kata “sepenuhnya” itulah yang justru dipegang teguh Soeharto. Dari sini Soeharto berusaha merekayasa keputusan-keputusan MPR untuk selalu berpihak kepadanya sehingga seolah-olah berbagai keputusan tersebut telah sesuai dengan dan bertumpu pada kehendak rakyat. Dengan cara itulah, Soeharto “memegang kendali” atas MPR. Kedua, melalui Pasal 5(1) yang mengadakan kekuasaan membuat undang-undang ada di tangan Presiden. DPR hanya sekedar memberikan persetujuan. Sehingga, pasal 2(1) mengatakan bahwa susunan MPR ditetapkan dengan UU, maka Soeharto “menyusun” MPR dengan cara mengangkat 60% dari anggota MPR bagi kepentingannya
  • 3. sendiri, yaitu fraksi ABRI, Utusan Daerah dan Utusan Golongan. Di zaman Soekarno manipulasi seperti ini sudah pernah terjadi, tetapi pada waktu itu ABRI dimasukkan sebagai bagian dari Utusan Golongan (yaitu “golongan fungsionil”). Sedangkan di zaman Soeharto, fraksi ABRI seakan-akan menjadi sebuah “golongan” di luar “utusan golongan”. Pasal 19 mengatakan bahwa susunan DPR ditetapkan dengan UU, maka Soeharto juga “menyusun” DPR dengan membuat Paket Lima UU Politik, antara lain, UU Kepartaian, UU Pemilu dan UU Susunan DPR/ MPR sesuai dengan seleranya. Ditundukkanlah partai-partai dan para pemimpinnya, dan dicurangi pulalah Pemilu. Dibangunlah banyak organisasi massa melalui UU Organisasi Kemasyarakatan. Semuanya itu utk menghasilkan Pemilu yang harus dimenangkan Golkar, partai pendukungnya. Khusus melalui Pasal 5(1) tersebut, rezim Orba memanipulasi lebih lanjut pasal- pasal lain dalam UUD 1945 untuk menampilkan peranan presiden pemegang kekuasaan membuat UU. Dari ketentuan dalam Pasal 23, maka presidenlah yang dianggap mempunyai kekuasaan menetapkan belanja negara, sehingga tidak pernah dalam sejarah Orba rancanan UU APBN yang dibuat oleh pemerintah bisa diubah sesenpun o/ DPR. Pasal 24 dan 25. Undang-undang yang mengatur pengangkatan hakim dan kekuasaan kehakiman itu berada di bawah mengaruh kekuasaan presiden. Penjelasan UUD 1945 yang mengatakan bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari kekuasaan pemerintah ternyata tidak ada artinya. Dalam pasal 28, kemerdekaan berkumpul, berserikat dan menyampaikan pikiran yang merupakan HAM juga harus diartikan tergantung kemauan Presiden. Dalam pasal 16 UUD 1945 dikenal Dewan Pertimbangan Agung sebagai sebuah lembaga tertinggi negara yang berfungsi penasehat kepada presiden dan pemerintah. Soeharto memanfaatkannya, dan mengatur siapa yang harus duduk sebagai anggota dewan tersebut. Karena tidak jelas kewenangannya, DPA tidak perlu ada dalam Indonesia Baru. Dibangunlah pula ABRI menjadi sebuah kekuatan politik untuk mendukung rezim Orba. Demikian pula diciptakanlah pengertian, bahwa Presiden adalah Mandataris MPR. Sehingga, seakan-akan Presiden adalah MPR sendiri, dan dia pulalah “penjelmaan” kedaulatan rakyat. Khusus tentang peranan ABRI dalam politik, Soeharto mengikuti jejak pendahulunya, Soekarno, yang menggabungkan Angkatan Kepolisian dan TNI beberapa waktu sebelum Soekarno jatuh. Pasal 10 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, & AU ikut memudahkan manipulasi Soeharto dengan “mengikutsertakan”militer dalam politik penyelenggaraan negara untuk mendukung kekuasaannya. Padahal, pasal tersebut seharusnya hanya berlaku ketika keadaan negara dalam bahaya atau perang. Terakhir, diterbitkan UU Referendum (dalam paket Lima UU Politik) dan ketetapan (Tap) MPR (No. 1 dan IV tahun 1983) dengan tujuan melestarikan UUD 1945. dengan pelestarian itu, Soeharto dapat memanfaatkan pula berbagai kelemahan pasal- pasal konstitusi di atas untuk mendukung kemauannya. Ketiga, Pasal 6(2). Presiden Soeharto mengartikan pemilihan o/ MPR “berdasarkan suara terbanyak” dengan menabukan pemungutan suara(voting), sebab voting diartikan sebagai demokrasi liberal. Menurut Soeharto, “suara terbanyak” yang
  • 4. sesuai dengan Demokrasi Pancasila adalah “fraksiisme”: anggota DPR/ MRP dilarang bersuara lain dari suara fraksi. Dan jumlah suara fraksi yang dominan dan berpihak kepada Soeharto itulah yang harus diikuti oleh fraksi-fraksi lain sehingga membangun suara aklamasi. Sehingga tidak ada suara yang terpecah(tapi bulat), dan dengan begitu calon presiden harus pula bulat atau tunggal. Keempat, Pasal 7. Soeharto mengartikan kata-kata “bisa dipilih kembali” bagi seorang Presiden RI sebagai “bisa dipilih berkali-kali” lagi. Hal ini tentu merupakan akal- akalannya Soeharto. Meskipun begitu, tidak ada yang bisa membantah, bahwa Pasal 7 tersebut memang multi interpretatif, meskipun dalam penjelasannya dikatakan “jelas”. MENANTANG SOEHARTO DAN REZIM ORDE BARU. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan, bahwa absolutisme kekuasaan presiden itu tidak terlepas dari kelemahan UUD 1945 yg bersifat inheren, absolutisme mana dapat dimanipulasi untuk menempatkan kedudukan presiden di atas konstitusi. Hal ini telah disadari sepenuhnya o/ Sri Bintang Pamungkas, pada ceramahnya di Berlin pada awal 1995 yang menyatakan pendapatnya tentang Presiden Soekarno dan Soeharto, “… Jadi, tentang Soekarno dan Soeharto itu sama saja. Mereka sebetulnya menyeleweng. Nah, kalau orang menyeleweng dari UUD, ya seperti itulah jadinya. Dia akan jatuh atau dijatuhkan. Dan saya melihat, bahwa keadaan ini tidak terlepas dari UUD kita yang mempunyai kelemahan.” Sri Bintang dituntut di pengadilan karena ucapan-ucapan yang dianggap “menghina” Presiden Soeharto itu melanggar Pasal 134 KUHP, dan dijatuhi hukuman penjara o/ rezim Soeharto dua tahun dan sepuluh bulan(Sri-Bintang, 2000, hal. 65-67). Tetapi, kebenaran kata-kata itu, selain bisa dibuktikan o/ jatuhnya Presiden Soekarno(1966), juga o/ jatuhnya Presiden Soekaro sendiri pada 21 Mei 1998, setelah rakyat bergerak menentang kediktatoranya itu. Jadi, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI langsung o/ rakyat bukan lagi merupakan ide baru. Ide pertama kal di zaman Orde Baru itu dilontarkan dalam upacara deklarasi pembentukan Partai Uni Dekomkrasi Indonesi(PUDI), tanggal 29 Mei 1996. ide itu kemudian didemonstrasikan o/ Sri-Bintangm Ketua PUDI, dan Julius Usman, Wakil Ketua PUDI, yang memproklamasikan dirinya masing-masing sebagai calon presiden dan calon wakil presiden periode 1998-2003. MEMILIH WAKIL PRESIDEN. Menang Presiden dan wakil presiden seharusnya merupakan satu pasangan yang serasi. Soeharto menggunakan dalil itu untuk memilih sendiri wakilnya setelah dirinya terpilih menjadi presiden. Tetapi sebelumnya, Presiden juga mempunyai tadisi untuk memilih calonnya dari hasil pendapat beberapa orang atau pembantu dekatnya. Pra orang dekatnya tu dimasukkannya ke dalam sebuah tim, Tim-11 yang terdiri dari lima orang sipil dan enam orang anggota ABRI. Di antara orang-orang sipil itu adalah menterinya. Demikian pula di antara anggota ABRI adalah Panglima ABRI sendiri. Dari Tim-11 itulah Soeharto memperoleh nama calon wakil presiden yang kemudian “diajukannya” kepada pimpinan MPR untuk “disetujui” MPR. Tentu saja “prosedur” itu dilakukannya dari “balik tirai”. Dalam keadaan sebenarnya, pimpinan MPR mengunjungi presiden terpilih untuk melakukan
  • 5. “konsultasi”. Dan dari konsultasi tadi diperolehlah nama calon wakil presiden hasil dari Tim-11 presiden itu. Pasal 8 UUD 1945 yang mengatakan, bahwa jika presiden mangkat, berhenti atau tidak bisa melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti o/ wakil presiden sampai habis waktunya. Memang ada dua permasalah di situ yang patut menjadi perhatian tentang absah atau tidaknya Pasal 8 digunakan dalam peristiwa itu. Pertama, sesungguhnya berhentinya Presiden Soeharto tidak terlepas dari tuntutan mahasiswa dan masyarakat yang meminta rezim Orde Baru mundur. Bukan sekedar mundurnya Presiden Soeharto. Jadi, mestinya Wakil Presiden Habibie juga sekaligus mundur, karena Habibie adalah bagian dari Orde Baru. Kedua, sehubungan dengan pasal 6(2) tentang pemilihan presiden dan wakil presiden o/ MPR berdasarkan suara terbanyak. Tersirat dalam pasal tersebut, bahwa calon presiden dan wakil presiden harus ada dalam satu paket. Tetapi Soeharto dan Habibie, sebagaimana praktek pemilihan wakil presiden Orba, tidak pernah merupakan pasangan yang dipilih o/ MPR. Jadi, sekiranya Pasal 8 UUD 1945 bisa digunakan hanya dengan syarat Pasal 6, dengan pengertian selain presiden dan wakil presiden ada dalam satu paket tetapi juga satu pasangan yang bersama-sama dipilih o/ MPR, maka sebetulnya Pasal 8 tidak bisa digunakan untuk mengangkat Habibie menjadi Presiden. Jadi, pengangkatan Habibie sebagai Presiden RI ketiga adalah tidak absah. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mensahkan tiga keputusan(Loethan, 1972, hal. 260): (1) UUD 1945 sebagai konstitusi RI; (2) Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI; (3) Presiden dibantu sementara waktu o/ sebuah Komite Nasional. Dalam peristiwa itu, presiden dan wakil presiden dipilih sekaligus, bahkan sebagai Dwi- Tunggal. Memang dari Pasal 6(2) UUD 1945 tidak diperoleh kejelasan, apakah presiden dan wakil harus berada dalam satu paket dan merupakan pasangan sejak dalam pencalonan atau tidak. Akan tetapi mengingat bunyinya Pasal 8, maka menjadi jelas bahwa Presiden dan wakil Presiden harus datang dari paket yang sama. Sebab, kalau tidak, maka wakil presiden tidak bisa otomatis menggantikan presiden. Artinya, Pasal 8 dimaksudkan untuk penggantian Presiden o/ wakil Presiden jika hanya jika keduanya, selain bisa bekerja sama dan tidak saling beroposisi(satu pasangan), juga mempunyai ideologi yang sama atau berasal dari kubu yang sama(satu paket). Kalau memang demikian halnya, maka Megawati tidak mungkin menjadi Presiden secara otomatis menggantikan Gusdur melalui Pasal 8 sekiranya Gusdur berhalangan tetap di tengah jalan sebelum 2004, karena mereka tidak berada dalam satu paket dan tidak menjadi satu pasangan. Syarat satu paket dan satu pasangan juga mengundang kesalahan berikutnya yang juga dilakukan o/ MPR, baik secara sadar ataupun tidak, yaitu ketika pemilihan presiden dan wakil presiden 1999 itu dilakukan secara bertahap: presiden dipilih terlebih dahulu, baru wakil presiden dipilih kemudian. Keadaan itu mengakibatkan calon-calon presiden yang “kalah”; lalu berubah pikiran
  • 6. dengan ikut serta dalam pencalonan wakil presiden. Megawati melakukan itu, dengan mencalonkan diri sebagai wakil presiden setelah dikalahkan dalam pemilihan presiden. “Perubahan pikiran” itu mestinya mengurangi “kehormatan” Megawati yang dapat dinilai hanya mau “cari tempat” saja. Seharusnya MPR(dan para pimpinannya) digugat karena menyalahi ketentuan UUD 1945, khususnya Pasal 6(2) dan Pasal 8. Dengan kata lain, pemilihan Gusdur dan Megawati pada 21 Oktober 1999 yang lalu itu tidak absah secara hukum. Ketua Amien Rais yang berubah-ubah dalam kurun tahun 2000 ini. Amien menyatakan sekiranya Gusdur harus mundur, maka Wakil Presiden Megawati tidak bisa naik menggantikan Gusdur menjadi Presiden, karena Megawati tidak satu paket dengan Gusdur. Pernyataan berikutnya mengatakan, bahwa kalau Husdur akhirnya tergusur dan Megawati naik menjadi presiden, maka Amien siap menjadi wakil presidennya. Tentu pernyataan Amien ini menunjukkan ketidaktahuannya tentang sikap seharusnya seorang negarawan dalam bernegara. Kalau pertanyaannya yang pertama betul, maka tentu pernyataanya yang kedua salah besar, dan sebaliknya.