SlideShare a Scribd company logo
1 of 82
Download to read offline
KARYA TULIS PRESTASI PERSEORANGAN




        Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik
Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian pada
          Pusat Kajian Manajemen Kebijakan




                    DISUSUN OLEH:



         NAMA            : TRI WIDODO WAHYU UTOMO
         NDH             : 53
         KELAS           : B
         ASAL INSTANSI   : LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA




            LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
      PROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II, ANGKATAN XXXI
                    JAKARTA, 2011


                           0
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
PUSDIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINAN
PROGRAM DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II




                      PERSETUJUAN PENYAJIAN
                KARYA TULIS PRESTASI PERSEORANGAN



               PENINGKATAN KUALITAS KEBIJAKAN PUBLIK
       MELALUI PENGUATAN MANAJEMEN DAN PRODUK KAJIAN PADA
                 PUSAT KAJIAN MANAJEMEN KEBIJAKAN



                              Disusun Oleh:

                       TRI WIDODO WAHYU UTOMO
                               NDH : 53
                                KELAS: B



                              Disetujui Oleh:

              Kepala Pusat Diklat SPIMNAS Bidang Kepemimpinan




                       ( Drs. Makhdum Priyatno, MA )




                   LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
             PROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II, ANGKATAN XXXI
                           JAKARTA, 2011

                                     i
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
PUSDIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINAN
PROGRAM DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II




                           PENGESAHAN KTP-2



               PENINGKATAN KUALITAS KEBIJAKAN PUBLIK
       MELALUI PENGUATAN MANAJEMEN DAN PRODUK KAJIAN PADA
                 PUSAT KAJIAN MANAJEMEN KEBIJAKAN



                              Disusun Oleh:
                       TRI WIDODO WAHYU UTOMO
                               NDH : 53
                                KELAS: B



                            Disajikan Pada:
                       HARI     : Jum’at
                       TANGGAL : 19 Agustus 2011



                              Disetujui Oleh:

              Kepala Pusat Diklat SPIMNAS Bidang Kepemimpinan




                        (Drs. Makhdum Priyatno, MA)




                   LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
             PROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II, ANGKATAN XXXI
                           JAKARTA, 2011

                                     ii
EXECUTIVE SUMMARY



       Pusat Kajian Manajemen Kebijakan (PKMK), Lembaga Administrasi Negara,
selanjutnya disebut PKMK-LAN adalah unit kerja dibawah Deputi Kajian Manajemen
Kebijakan dan Pelayanan LAN, dan memiliki tugas pokok melaksanakan penyusunan
rencana, penelaahan kebijakan, pengkajian, dan evaluasi pelaksanaan program kajian
manajemen kebijakan dan pembangunan, manajemen perekonomian negara, serta
pemberian bantuan teknis dan administratif kepada Pusat dan kelompok jabatan
fungsional di lingkungannya.
       Sehubungan dengan hal tersebut, PKMK-LAN merasa perlu untuk melakukan
beberapa hal sebagai prasyarat keberhasilan pelaksanaan tupoksinya dengan baik.
Salah satunya adalah dengan mengidentifikasi pelanggan (stakeholders) PKMK-LAN
beserta ekspektasinya. Hal ini penting dilakukan dengan tujuan agar program dan
pelayanan yang diberikan PKMK-LAN benar-benar dapat diaplikasikan untuk kemajuan
stakeholders. Selain itu, PKMK-LAN juga terus-menerus berusaha menyempurnakan
manajemen kajian, yang meliputi perencanaan kajian, penerapan metodologi,
pengembangan kapasitas SDM khususnya peneliti, serta penguatan koordinasi atau
networking.
       Jika manajemen kajian kebijakan dapat dilakukan secara optimal, maka diyakini
produk kajian pada PKMK-LAN akan lebih berbobot, sehingga akan meningkatkan
kontribusi kajian kebijakan dalam upaya mewujudkan kebijakan publik yang jauh lebih
berkualitas, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Namun, selama ini terdapat
fenomena bahwa manajemen kajian di PKMK-LAN relatif masih lemah, yang
berdampak pada belum optimalnya kontribusi kajian kebijakan dalam peningkatan
kualitas kebijakan publik. Issu inilah yang ditetapkan sebagai rumusan masalah pada
penulisan KTP-2 ini. Dan atas dasar rumusan masalah tersebut, maka fokus penulisan
KTP-2 ini adalah pembenahan manajemen kajian.
       Dalam rangka menganalisis masalah yang telah dirumuskan diatas, penulis
menggunakan tools antara lain analisis kebijakan, serta piranti analisis manajemen
strategis yang meliputi SWOT Analysis, dan Scenario Planning dengan perpaduan
Systems Thinking.
       Dari hasil analisis ditemukan 3 (tiga) variabel utama yang menjadi leverage atau
pengungkit dalam mewujudkan tupoksi PKMK-LAN, yakni: 1) pengembangan kapasitas
/ kompetensi SDM khususnya Peneliti; 2) peningkatan frekuensi dan jenis layanan;
serta 3) redefinisi visi dan misi organisasi. Ketiga variabel tadi, apabila diterapkan
memiliki tujuan masing-masing sebagai berikut:


                                          iii
• Meningkatkan kapasitas / kompetensi SDM guna memperkuat kualitas produk kajian
   dan meningkatkan kontribusi kajian kebijakan terhadap peningkatan kualitas
   kebijakan publik.
• Memperkokoh budaya kerja untuk menciptakan prakondisi dan lingkungan yang
   ideal (enabling) bagi terselenggaranya manajemen kajian yang efektif, serta budaya
   pelayanan yang maksimal.
• Mempertajam perencanaan yang berfungsi sebagai masterplan program kajian
    kebijakan yang berorientasi pemecahan masalah, berpikir kedepan (forward
    looking), serta memenuhi kebutuhan stakeholders.
       Dengan kata lain, ketiga hal tersebut merupakan variabel prioritas dalam
memperkuat fungsi manajemen kajian di PKMK-LAN, dan jika dapat diwujudkan
menjadi faktor kunci untuk mewujudkan produk kajian yang bermutu serta kontribusi
yang positif dalam membangun kebijakan publik yang berkualitas di tanah air.
       Dengan telah terpetakannya leverage untuk peningkatan kinerja serta faktor-
faktor lingkungan strategis, maka PKMK-LAN perlu segera merumuskan strategi yang
harus dilakukan baik pada jangka pendek maupun jangka panjang, untuk kemudian
dimonitor secara regular, dan jika perlu dilakukan penyesuaian secara berkala seiring
dengan dinamika lingkungan yang cenderung terus bergerak. Pada saat yang
bersamaan, PKMK-LAN harus memberi perhatian serius untuk membangun kapasitas
SDM, khususnya fungsional Peneliti. Jika tidak, maka pada jangka panjang akan
menjadi bumerang buat organisasi karena tidak akan mampu merespon kebutuhan dan
tuntutan stakeholders-nya.




                                         iv
KATA PENGANTAR



       Tiada sesuatupun yang dapat penulis ungkapkan atas terselesaikannya KTP-2
ini kecuali syukur yang terdalam kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-
Nya, sehingga meski dalam serba-keterbatasan, penulis tetap mampu menyelesaikan
kewajiban dalam rangkaian keikutsertaan penulis sebagai peserta Diklat Kepemimpinan
Tingkat II, Angkatan XXXI, Kelas B.
       Terimakasih yang tulus juga penulis haturkan atas bimbingan, perhatian, serta
curahan ilmu dan daya upaya dari para Widyaiswara seperti bapak Suwaris, bapak Idrin
M. Su’ud, bapak Safuan Tingal, bapak Frans Turangan, bapak Sutrisno, dan bapak
Husni Bahri Tob. Penulis berdoa semoga Allah SWT memberi balasan berlipat atas
amal jariyah bapak-bapak semua.
       Ucapan dan doa yang sama penulis persembahkan untuk seluruh jajaran
penyelenggara, dari bapak Makhdum Priyatno, mas Sudardi, mbak Erna Novianti, jeng
Reni Suzanna, kang Dadan Sidqul Anwar, mbak Rita, kang Rudi, dan para pekerja
keras lainnya di lingkungan Pusdiklat Spimnas Bidang Kepemimpinan yang tidak bisa
penulis sebut satu per satu. Penulis sangat mengapresiasi komitmen dan dedikasinya
untuk sebuah proses pembelajaran yang semakin professional.
       Tidak ketinggalan pula, kepada jajaran staf PKMK-LAN: Erna Irawati, Ginting
Suradi, Octa Suhartono, Wisber Wiryanto, Asropi, Sahadi, Zuraida, dan Irma Sofia,
penulis sampaikan terima kasih atas dukungannya selama ini serta semangat
pengabdiannya untuk kesuksesan PKMK-LAN. Sudah sepantasnya pula bagi penulis
untuk mohon maaf jika selama mengikuti program Diklatpim kurang memberi perhatian
yang cukup untuk unit kerja tercinta. Semoga jalinan keakraban dan sinergi diantara
kita semua dapat terus kita pupuk dan kembangkan dimasa-masa mendatang.
       Tentu, penulis sangat berterimakasih kepada pimpinan instansi, Kepala LAN
bapak Asmawi Rewansyah, Sestama LAN bapak Panani, atasan langsung bapak
Noorsyamsa Djumara (mantan Deputi KMKP), dan bapak Desi Fernanda (Plh. Deputi
KMKP) yang telah memberi kepercayaan kepada penulis selaku pembantu beliau, juga
untuk dorongan dan dukungan penuhnya, sehingga penulis dapat menjalani semua
tugas dengan baik. Penulispun memanjatkan doa semoga bapak-bapak dianugerahi
umur yang panjang, kesehatan lahir batin, serta kekuatan untuk terus memimpin LAN
beserta seluruh perangkatnya.
       Last but not least, rasa terimakasih dan cinta dari lubuk hati terdalam penulis
hadiahkan untuk istri penulis, R. Kania, beserta anak-anak yang cantik dan sholehah,
Teteh Syifa, Mbak Rara, Kakak Tria, dan Adik Bayi Kembar yang masih berada dalam
alam rahim ibunya. Perjuangan penulis rasanya tidak berarti dibanding dengan

                                          v
perjuangan, pengorbanan, doa, dan kasih sayang mereka untuk penulis. Semoga Allah
memberi balasan dengan pahala berlipat ganda serta dengan syurga-Nya. Semoga
pula Allah SWT mengekalkan cinta diantara kita, memelihara iman kita,
membahagiakan hidup kita, dan senantiasa menuntun kita menuju ridha-Nya.
        KTP-2 ini secara formal merupakan kertas kerja yang dipersyaratkan dalam
program Diklatpim II. Namun esensinya lebih dari sekedar syarat formal. Sebab, KTP-
ini sesungguhnya merupakan sebuah latihan berpikir cerdas dan visioner (intellectual
exercise) yang lahir dari proses panjang selama 11 minggu. Selain itu, KTP-2 juga
berisi sebuah perencanaan kinerja yang sayang apabila tidak ada implementasi dan
tindak lanjutnya. Dengan kata lain, KTP-2 adalah sebuah dokumen perencanaan, yang
seyogyanya dapat diintegrasikan dengan dokumen perencanaan yang lebih terstruktur
dari instansi induk.
        Dengan memahami urgensi KTP-2 yang begitu tinggi, maka penulis mencoba
semampu mungkin untuk menghasilkan sebuah analisis yang terbaik. Meskipun
demikian, penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa KTP-2 ini masih menyimpan
sejuta kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, dengan hati terbuka disertai ucapan
terima kasih, penulis mengundang semua pihak untuk memberi saran, kritik, dan
rekomendasi membangun untuk penyempurnaan kertas kerja ini.
        Semoga, karya sederhana ini mampu memberi nuansa berbeda baik dalam
rangkaian penyelenggaraan Diklatpim II Angkatan XXXI maupun dalam implementasi
kelak di permanent system.
        Salam semangat tak pernah padam … !!



Jakarta, 16 Agustus 2011

Tri Widodo Wahyu Utomo
NDH. 53




                                         vi
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
                PUSAT DIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINAN




                                PAKTA INTEGRITAS



Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa
Karya Tulis Prestasi Perseorangan (KTP-2) saya susun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Diklatpim Tingkat II yang seluruhnya merupakan hasil karya sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan KTP-2 yang saya kutip secara
langsung atau tidak langsung dari hasil karya orang lain telah saya tuliskan sumbernya
secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian KTP-2 ini bukan karya tulis
saya sendiri, atau ada indikasi adanya plagiasi di bagian-bagian tertentu, saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Pakta Integritas ini dibuat dengan sebenarnya, tanpa tekanan dari siapapun, dan Pakta
Integritas ini digunakan untuk seperlunya.



                                                      Jakarta, 16 Agustus 2011




                                                      Tri Widodo Wahyu Utomo
                                                      NDH. 53


                                          vii
DAFTAR ISI



Persetujuan Judul KTP-2
Lembar Persetujuan Penyajian KTP-2 …………………………………………………                      i
Lembar Pengesahan KTP-2 ………………………………………………………………                           ii
Executive Summary ……………………………………………………………………….                            iii
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………                               v
Pakta Integritas ……………………………………………………………………………                           vii
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………                              viii
Daftar Tabel ……………………………………………………………………………….                               x
Daftar Gambar …………………………………………………………………………….                              xi

BAB I    PENDAHULUAN ……………………………………………………………                               1
         A. Latar Belakang      ………………………………………………………..                    1
            1. Tupoksi, Visi Misi, dan Nilai-Nilai PKMK-LAN ……………………       1
            2. Identifikasi dan Ekspektasi Pelanggan PKMK-LAN …………….       3
            3. PKMK-LAN dan Kajian Kebijakan ………………………………..                7
         B. Rumusan Masalah      ……………………………………………………..                    9
         C. Deskripsi Masalah    ……………………………………………………..                  10
         D. Kerangka Pikir   ………………………………………………………….                     10
         E. Tujuan, Sasaran, dan Indikator Hasil yang Diharapkan ……………   11

BAB II   KERANGKA KONSEPTUAL ………………………………………………                          13
         A. Teori Kebijakan Publik   …………………………………………………                 13
            1.   Negara dan Kebijakan Publik ……………………………………..            13
            2.   Proses / Siklus Kebijakan Publik ………………………………….         14
            3.   Analisis Kebijakan Publik ………………………………………….             15
            4.   Bentuk Kebijakan Publik …………………………………………..              18
         B. Kebijakan Publik dan Kinerjanya Secara Umum ……………………         19
         C. Kajian Kebijakan dan Kondisinya   …………………………………….            22
         D. Permasalahan Umum Manajemen Kajian di LAN dan Peran PKMK-
            LAN Dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan ……………………….          24
            1. Permasalahan Manajemen Kajian di LAN Secara Umum ………      24

                                      viii
2. Peran PKMK-LAN Dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan …….   26
           E. Upaya Restorasi Kajian Manajemen Kebijakan   …………………….          28

BAB III    INSTRUMEN ANALISIS ……………………………………………………                            30
           A. Analisis Kebijakan (Policy Analisys) …………………………………..            30
              1. Iceberg (Gunung Es) Maani and Canava ………………………..             30
              2. Agenda Setting James Anderson …………………………………                  30
              3. Policy System Mustopadidjaja ……………………………………                  32
              4. Problem Formulation William Dunn ………………………………                32
           B. Analisis Manajemen Strategis ……………………………………….                   34
              1. SWOT ……………………………………………………………….                               34
              2. Scenario Planning dipadukan dengan Systems Thinking ………      35

BAB IV     ANALISIS       ………………………………………………………………….                          37
           A. Analisis Kebijakan ……………………………………………………..                       37
              1. Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg
                 Theory) ………………………………………………………………                             37
              2. Penetapan Agenda Kebijakan (Agenda Setting) ………………..         38
              3. Keterkaitan Antar Elemen Kebijakan (Sistem Kebijakan) ………    40
              4. Perumusan Masalah/Pengkajian Persoalan …………………….             41
              5. Penetapan Tujuan dan Peramalan Kebijakan ……………………            43
           B. Analisis Manajemen Strategis …………………………………………                   44
              1. Analisis Lingkungan Strategis (SWOT) …………………………...           44
              2. Scenario Planning Dipadukan dengan Systems Thinking ………      51

BAB V      REKOMENDASI DAN RENCANA AKSI …………………………………                         61
           A. Rekomendasi      …………………………………………………………..                       61
           B. Rencana Aksi     …………………………………………………………..                       62

BAB VI     PENUTUP        ………………………………………………………………….                          66

Daftar Pustaka    ……………………………………………………………………………                               68




                                        ix
DAFTAR TABEL




Tabel 1.1.    Identifikasi Pelanggan PKMK-LAN dan Ekspektasinya …………….            4
Tabel 1.2.    Komposisi Pegawai di PKMK-LAN ……………………………………                        9
Tabel 2.1.    Perbandingan Siklus/Proses Kebijakan ………………………………                  14
Tabel 2.2.    Perbedaan Karakteristik Peraturan (Regeling) dan Keputusan
              (Beschikking)   ……………………………………………………………                            19
Tabel 2.3.    Jumlah Perda yang Dibatalkan Pemerintah Pusat Berdasarkan
              Tahun …………………………………………………………………….                                  22
Tabel 4.1.    Perumusan Masalah PKMK-LAN         …………………………………….                 41
Tabel 4.2.    Penetapan Tujuan dan Peramalan Kebijakan Publik ……………….            43
Tabel 4.3.    Analisis Faktor Internal (KAFI) dan Eksternal (KAFE) PKMK-LAN …    46
Tabel 4.4.    Formulasi Asumsi Strategi PKMK-LAN (KAFI v.s. KAFE) …………..         47
Tabel 4.5.    Pilihan Asumsi Strategi PKMK-LAN    ………………………………….                 47
Tabel 4.6.    Pilihan Strategi PKMK-LAN dan Urutannya ………………………….                48
Tabel 4.7.    Faktor Kunci Keberhasilan (Critical Success Factors) PKMK-LAN ..   49
Tabel 4.8.    Perumusan Tujuan PKMK-LAN       ………………………………………                    50
Tabel 4.9.    Driving Force PKMK-LAN ………………………………………………                          51
Tabel 4.10.   Evaluasi dan Penilaian Driving Force PKMK-LAN Dengan Teknik
              Linier ……………………………………………………………………..                                52
Tabel 4.11.   Analisis Leverage PKMK-LAN     ………………………………………..                   53
Tabel 4.12.   Persandingan    Tujuan   dan    Leverage   Utama     PKMK-LAN
              Berdasarkan Hasil Analisis Kebijakan Publik, SWOT, dan Scenario
              Planning   ………………………………………………………………..                              56
Tabel 4.13.   Narasi Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN ………         59
Tabel 5.1.    Kriteria Rencana Aksi PKMK-LAN ……………………………………                      62




                                        x
DAFTAR GAMBAR




Gambar 1.1.   Kerangka Pikir (Logical Framework) Penguatan Manajemen Kajian
              Untuk Meningkatkan Kualitas Kebijakan Publik ……………………..             11
Gambar 2.1.   Hubungan Antara Kajian Manajemen Kebijakan dengan Kajian
              Substantif Lain di Lingkungan LAN    ………………………………….                 26
Gambar 2.2.   Peran dan Posisi Program Kajian Pusat PKMK-LAN Dalam
              Konstelasi Kebijakan Publik ……………………………………………                       27
Gambar 2.3.   Urgensi Kajian Kebijakan Dalam Meningkatkan Kualitas Kebijakan
              Publik dan Mewujudkan Cita-Cita Konstitusi     ………………………..          29
Gambar 3.1.   Perbandingan     Tahap   Perumusan   Masalah     Menurut    James
              Anderson dan William Dunn ……………………………………………                         31
Gambar 3.2.   Sistem Kebijakan (Kombinasi William Dunn dan Mustopadidjaja) …      32
Gambar 3.3.   Tahap/Teknik Perumusan Masalah (William Dunn)      ………………..         33
Gambar 4.1.   Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg
              Theory)      ………………………………………………………………….                             37
Gambar 4.2.   Agenda Setting Penguatan Manajemen Kajian Kebijakan …………            39
Gambar 4.3.   Program      Penguatan   Manajemen    Kajian    Kebijakan   Dalam
              Perspektif Sistem Kebijakan     …………………………………………..                  41
Gambar 4.4.   Identifikasi Faktor Lingkungan Strategis PKMK-LAN ……………….           45
Gambar 4.5.   Evaluasi dan Penilaian Driving Force PKMK-LAN Dengan Teknik
              Non-linier    ……………………………………………………………….                             53
Gambar 4.6.   Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN ……………….             57
Gambar 4.7.   Ciri-Ciri Kunci Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN .   59




                                         xi
BAB I
                             PENDAHULUAN




A. Latar Belakang

  1. Tupoksi, Visi Misi, dan Nilai-Nilai PKMK-LAN
           Pusat Kajian Manajemen Kebijakan Lembaga Administrasi Negara,
     selanjutnya disebut PKMK-LAN, adalah unit kerja struktural dibawah Deputi
     Kajian Manajemen Kebijakan dan Pelayanan, yang memiliki tugas pokok
     melaksanakan penyusunan rencana, penelaahan kebijakan, pengkajian, dan
     evaluasi pelaksanaan program kajian manajemen kebijakan dan pembangunan,
     manajemen perekonomian negara, serta pemberian bantuan teknis dan
     administratif kepada Pusat dan kelompok jabatan fungsional di lingkungannya.
     Adapun fungsi yang diemban untuk melaksanakan tugas pokok tersebut adalah:
     a. Perencanaan program kajian        manajemen      kebijakan dan manajemen
        pembangunan     serta   manajemen      perekonomian     negara   di   bidang
        pembangunan administrasi negara;
     b. Pelaksanaan   dan   evaluasi    pelaksanaan     program kajian   manajemen
        kebijakan dan pembangunan serta manajemen perekonomian negara di
        bidang pembangunan administrasi negara;
     c. Pelaksanaan pemberian bantuan teknis dan administratif kepada Pusat dan
        kelompok jabatan fungsional di lingkungannya;
     d. Pelaksanaan bimbingan kelompok jabatan fungsional di lingkungannya
        (Pasal 66-67 Peraturan Kepala LAN No. 4/2004 tentang Organisasi dan Tata
        Kerja Lembaga Administrasi Negara).
           Dalam rangka menyelenggarakan tupoksi tersebut, selama ini PKMK-LAN
     belum merumuskan visi dan misi secara mandiri, namun masih mengacu pada
     Visi level eselon I, yakni Deputi Kajian Manajemen Kebijakan dan Pelayanan
     (KMKP). Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa PKMK-LAN, meski



                                         1
berkedudukan sebagai unit kerja eselon II, namun bukan merupakan Satuan
Kerja (Satker). Adapun Visi Deputi KMKP adalah:


         “Menjadi Institusi yang Handal Dalam Pengkajian dan
         Pengembangan Manajemen Kebijakan dan Pelayanan di
         Bidang Pembangunan Administrasi Negara”


      Oleh karena Visi PKMK-LAN masih mengacu pada Visi Deputi KMKP,
maka demikian pula dengan Misinya. Dalam hubungan ini, Misi PKMK-LAN
diturunkan dari sebagian Misi Deputi KMKP, sebagai berikut:
a. Penyusunan telaahan kebijakan di bidang manajemen kebijakan dan
   pembangunan      dan     manajemen    perekonomian     negara   di   bidang
   pembangunan administrasi negara;
b. Penyusunan agenda kajian kebijakan di bidang manajemen kebijakan dan
   pembangunan,     serta   manajemen     perekonomian    negara   di   bidang
   pembangunan administrasi negara;
c. Pengkajian dan pengembangan sistem manajemen kebijakan dan
   pembangunan, manajemen perekonomian negara di bidang pembangunan
   administrasi negara.
      Selain visi dan misi diatas, ada beberapa sistem nilai (values) yang
memberikan inspirasi dan panduan secara moral dalam pelaksanaan Tupoksi
organisasi. Beberapa nilai yang dipegang teguh tersebut adalah:
a. Kualitas, artinya PKMK-LAN selalu berusaha untuk menghasilkan produk
   kajian berupa laporan penelitian, rekomendasi kebijakan, atau rancangan
   kebijakan sebaik mungkin dan mengurangi sekecil mungkin kemungkinan
   kesalahan.
b. Obyektivitas, artinya PKMK-LAN tidak memiliki dan/atau memperjuangkan
   kepentingan tertentu dalam pelaksanaan Tupoksinya, serta mengambil
   kesimpulan berdasarkan data dan fakta, tidak semata-mata berdasarkan
   opini dan judgement peneliti secara professional.



                                    2
c. Profesionalitas, artinya dalam menjalankan Tupoksinya PKMK-LAN selalu
     mengacu pada kaidah-kaidah atau norma akademis serta berlandaskan pada
     peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para peneliti PKMK-LAN juga
     berusaha       untuk   terus-menerus     meningkatkan   pengetahuan    dan
     kemampuannya agar dapat memebrikan hasil yang terbaik untuk organisasi
     serta stakeholders yang dilayani.
  d. Keseimbangan / Proporsionalitas, artinya PKMK-LAN berusaha tidak
     berpihak pada paham atau pendapat tertentu, serta tidak memberikan
     prioritas dalam melayani stakeholders.
  e. Kontribusi dan Kemanfaatan, artinya PKMK-LAN berusaha sekuat mungkin
     untuk menghasilkan produk kajian yang benar-benar berorientasi pada
     pemecahan masalah (problem solving) yang dihadapi stakeholder serta
     membawa perbaikan bagi pengembangan sistem administrasi negara pada
     umumnya serta kebijakan publik pada khususnya.


2. Identifikasi dan Ekspektasi Pelanggan PKMK-LAN
            Salah satu hal yang sangat krusial dalam upaya meningkatkan
  kemanfaatan kajian dan efektivitas kebijakan adalah dengan memahami sedetil
  mungkin pelanggan organisasi kita. Dengan kata lain, pelanggan (costumer) atau
  stakeholder bagi sebuah organisasi adalah komponen yang paling penting.
  Tanpa adanya pelanggan atau stakeholder ini, maka eksistensi sebuah
  organisasi menjadi tidak relevan lagi alias cukup alasan untuk dibubarkan.
  Bahkan identifikasi pelanggan ini harus menjadi langkah pertama ketika
  mendesain pembentukan sebuah kelembagaan baik di sektor publik maupun
  privat.
            PKMK-LAN sendiri memandang bahwa pelanggan bukan hanya institusi
  yang mendapatkan manfaat dari PKMK-LAN, namun termasuk juga mitra kerja,
  yakni semua pihak yang bekerjasama dengan PKMK-LAN dalam pelaksanaan
  kajian kebijakan. Selain itu, perlu diinformasikan bahwa PKMK-LAN belum
  pernah melakukan survey secara langsung dan regular tentang harapan



                                         3
(expectation) pelanggan. Namun dari interaksi selama ini dapat diidentifikasikan
  pelanggan (stakeholder) beserta ekspektasinya sebagai berikut:
         Tabel 1.1. Identifikasi Pelanggan PKMK-LAN dan Ekspektasinya

                                                  Ekspektasi / Harapan (Berdasar
           Pelanggan (dan Mitra)
                                                        Urutan Prioritas)

                                    INTERNAL

1. Pegawai                                     1. Kesejahteraan yang memadai.
                                               2. Program pengembangan pegawai/
                                                  diklat fungsional peneliti.
                                               3. Anggaran litbang yang cukup.
                                               4. Adanya data-base sektoral yang
                                                  lengkap.

2. Pimpinan                                    1. Peneliti yang profesional.
                                               2. Kualitas hasil kajian yang berbobot.
                                               3. Program yang dapat mengkaji issu
                                                  aktual secara cepat.
                                               4. Konsentrasi peneliti pada bidang
                                                  tugasnya.

                                   EKSTERNAL

1. DPR/DPRD, khususnya Badan Legislasi,        1. Hasil penelitian yang up to date.
   termasuk DPD beserta Sekretariat Jenderal
                                               2. Rekomendasi kebijakan yang cepat,
   masing-masing.
                                                  akurat, dan memberi alternatif solusi
                                                  terhadap permasalahan yang ada.
2. Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota,
   khususnya yang menangani organisasi,        3. Publikasi yang dapat dijadikan
   kepegawaian, hukum, dan pemerintahan.          bahan referensi/rujukan dalam
                                                  menganalisis issu kebijakan
3. Badan Litbang Daerah Provinsi dan              tertentu.
   Kab/Kota                                    4. Kerjasama dalam perumusan dan
                                                  pengembangan kebijakan, baik
4. Balai Litbang Kementerian/Lembaga di
                                                  berupa kajian/penelitian, bimbingan
   Daerah
                                                  teknis, seminar dan sosialisasi, dan
                                                  bentuk kerjasama lainnya.
5. Lembaga Kajian/Litbang Kebijakan
                                               5. Akses terhadap produk kajian, baik
   Pemerintah (Kementerian/ Lembaga),             berupa buku, naskah akademik,
   misalnya:                                      laporan penelitian, makalah
   a. Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian         kebijakan (policy papers), maupun
      Keuangan, beserta Pusat-Pusat               publikasi online.
      dibawahnya:                              6. Pemberian konsultansi dan
      • Pusat Kebijakan Pendapatan                advokasi bidang kebijakan publik.
         Negara (PKPN);

                                        4
•   Pusat Kebijakan Anggaran           7. Adanya forum koordinasi yang rutin
         Pendapatan dan Belanja Negara         dan berkesinambungan.
         (PKAPBN);
     •   Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
         (PKEM);
     •   Pusat Kebijakan Kerja Sama
         Internasional (PKKSI).
b. Balitbang Kementerian Pertanian,
   beserta Puslitbang dibawahnya:
   • Puslitbang Tanaman Pangan;
   • Puslitbang Hortikultura;
   • Puslitbang Perkebunan;
   • Puslitbang Peternakan;
   • Pusat Sosial Ekonomi dan
       Kebijakan Pertanian.
c. Direktorat Aparatur Negara Bappenas,
   dan Pusat Pengembangan Kebijakan
   Pengadaan Barang dan Jasa Publik,
   Bappenas.
d. Pusat Analisis Kebijakan Manajemen
   Kepegawaian, BKN (dan Pusat-Pusat
   Analisis bidang Kepegawaian lainnya).
e. Badan Pengkajian dan Pengembangan
   Kebijakan (BPPK), Kementerian Luar
   Negeri (beserta Pusat-Pusat
   Pengkajian dibawahnya).
f.   Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan
     Teknologi, BPPT, beserta Pusat-Pusat
     Pengkajian dibawahnya:
     • Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi
        Teknologi;
     • Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi
        Teknologi;
     • Pusat Pengkajian Kebijakan
        Peningkatan Daya Saing.
g. LIPI, khususnya pusat-pusat yang
   menangani bidang non-eksakta.
h. Badan Pengkajian dan Pengembangan
   Kebijakan Perdagangan, Kementerian
   Perdagangan, beserta Pusat-Pusat
   Pengkajian dibawahnya:
   • Pusat Kebijakan Perdagangan
      Dalam Negeri;
   • Pusat Kebijakan Perdagangan LN;
   • Pusat Kebijakan Kerja Sama
      Perdagangan Internasional.


                                      5
i.   Seluruh Deputi dan Asisten Deputi di
        lingkungan Kementerian PAN dan RB,
        dan lain-lain.


6. Lembaga Kajian/Litbang Kebijakan
   Perguruan Tinggi, misalnya:
   a. Pusat Kajian Kebijakan Publik, UI.
   b. Pusat Penelitian Kebijakan Publik dan
      Pengembangan Wilayah, Lembaga
      Penelitian Unpad.
   c. Pusat Kebijakan Publik dan
      Kepemerintahan, LPPM ITB.
   d. Pusat Kebijakan Keenergian, ITB.
   e. Pusat Pengkajian Strategi dan
      Kebijakan, UGM.
   f. Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan
      Publik, UGM.
   g. Pusat Studi Kebijakan dan
      Kependudukan UGM.
   h. Pusat Kebijakan Pendidikan, UNY.
   i. Pusat Pengkajian Kebijakan dan
      Kelembagaan Daerah, LPPM UNS.
   j. Pusat Studi Kebijakan Publik, Lembaga
      Penelitian Unila.
   k. Sentra Kajian Kebijakan Publik dan
      HAM, Universitas Lampung.
   l. Pusat Studi Kebijakan Hubungan Pusat
      dan Daerah, Fakultas Hukum
      Universitas Sriwijaya.
   m. Pusat Studi Manajemen dan Kebijakan
      Pembangunan (PSKMP), Universitas
      Hasanuddin, dan lain-lain.


7. Lembaga Kajian/Litbang Kebijakan Swasta,
   misalnya:
   a. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
      Indonesia (PSHK).
   b. Pusat Kajian Kebijakan Publik
      “Akademika”, Bekasi.
   c. Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi).
   d. Pusat Analisis Kebijakan Sumber Daya
      Alam (PAKSDA), Jakarta Selatan.
   e. Lembaga Studi Kebijakan Publik
      (LSKP), Makassar.
   f. Pusat Studi Strategi dan Kebijakan,
      Bandar Lampung, dan lain-lain.


                                        6
8. Komisi-Komisi Negara yang relevan,
    misalnya Komisi Kepegawaian Negara (jika
    sudah terbentuk), Komnas Pengawas
    Aparatur Negara, Komisi Yudisial, dan lain-
    lain.

 9. Interest groups (kelompok lain yang terkait
    atau berkepentingan), misalnya Media,
    LSM/NGO, Organisasi Profesi, Partai
    Politik, Organisasi Kemasyarakatan,
    Kelompok Warga, dan lain-lain.

Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2011).


3. PKMK-LAN dan Kajian Kebijakan
            Dari tupoksi tersebut dapat dipahami bahwa PKMK-LAN memiliki peranan
   dan tanggungjawab yang strategis untuk turut serta dalam pembenahan sistem
   kebijakan, pembangunan dan perekonomian negara. Dengan kata lain, PKMK-
   LAN sangat berkepentingan untuk mengawal kebijakan publik agar dapat
   diimplementasikan secara efektif guna mencapai tujuan negara mewujudkan
   kesejahteraan masyarakat.
            Sebagaimana diketahui, kebijakan publik adalah instrumen yang dimiliki
   oleh negara kesejahteraan (welfare state) untuk menjamin kehidupan warganya
   secara lebih baik. Namun, harus diakui bahwa perangkat kebijakan yang ada
   belum mampu mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana
   diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan kata lain, kinerja kebijakan
   publik di tanah air dewasa ini masih kurang memuaskan. Tentu saja banyak
   faktor    yang   dapat    menyebabkan          kondisi   tersebut.   Diantara   berbagai
   kemungkinan penyebabnya, dapat diasumsikan bahwa kualitas kebijakan publik
   sendiri relatif masih rendah.
            Rendahnya kualitas kebijakan publik ini sedikit banyak dipengaruhi oleh
   kontribusi kajian/litbang kebijakan yang belum optimal. Faktanya, proses
   formulasi dan implementasi kebijakan publik di Indonesia belum didasarkan pada
   sebuah analisa akademis yang dapat dipertanggungjawabkan (research-based
   policy). Kajian kebijakan diharapkan dapat berfungsi untuk membuat antisipasi
   terhadap suatu kondisi, prediksi terhadap suatu trend, rekomendasi dan solusi

                                           7
terhadap sebuah permasalahan, serta formulasi kebijakan dalam rangka
pengaturan di bidang tertentu.
       Agar kajian kebijakan dapat memberi kontribusi yang lebih konkrit dan
lebih terukur terhadap kualitas kebijakan publik, maka harus dijamin bahwa hasil
kajian benar-benar berbobot yang ditunjang oleh metodologi dan manajemen
kajian yang professional. Sayangnya, hingga saat ini kelembagaan dan fungsi
kajian kebijakan masih menghadapi berbagai permasalahan yang cukup rumit.
Perencanaan kajian belum dilakukan secara matang, sementara networking dan
koordinasi yang sinergis antara instansi teknis sektoral dengan lembaga litbang,
serta antar lembaga litbang sendiri, belum terbangun dengan baik. Pada saat
yang sama, kapasitas SDM Peneliti juga belum begitu menggembirakan, baik
dilihat secara kuantitas maupun kualitasnya.
       Dari aspek perencanaan, harus diakui hingga saat ini PKMK-LAN belum
memiliki dokumen analisis kebutuhan kajian yang komprehensif, berwawasan
kedepan (forward looking), dan berorientasi pemecahan masalah (problem
solving oriented). Program dan kegiatan kajian lebih merupakan penjabaran
Renstra semata atau menampung keinginan mitra kerja tertentu, misalnya
Bappenas. Sementara issu-issu kontemporer yang sebenarnya membutuhkan
kajian secara cepat, justru sering tidak tersentuh.
       Dari aspek koordinasi dan networking, selama ini PKMK-LAN juga belum
memiliki media khusus yang dapat difungsikan untuk mengkomunikasikan
program kerja, hasil kajian, serta pemanfaatannya. Forum konsultasi publik atau
semacam stakeholder meeting juga belum pernah dilakukan. Satu-satunya
media sosialisasi hanyalah website PKMK-LAN (http://pkmk-lanri.org/) yang tentu
masih banyak kelemahannya, termasuk hasil laporan yang belum bisa diunduh
dan masih bersifat informatif belaka (belum interaktif). Koordinasi yang terjadi
lebih banyak menginduk pada forum koordinasi internal yang diselenggarakan
oleh Biro POK LAN. Padahal, koordinasi yang baik akan sangat mempengaruhi
kualitas kebijakan. Hal ini sesuai pernyataan Beschel Jr. and Manning (2000)
sebagai berikut: ”experience shows that central mechanisms for policy



                                      8
formulation and coordination play an essential role in ensuring the consistency,
     transparency, and predictability of government policy”.
            Dari aspek SDM, jumlah keseluruhan pejabat structural, tenaga fungsional
     peneliti, maupun fungsional umum hanya sembilan orang, sebagaimana dapat
     disimak dari Tabel dibawah ini:
                                              Tabel 1.1.
                               Komposisi Pegawai di PKMK-LAN

                 No.              Jabatan                  Jumlah Pegawai

                 1.    Kepala Pusat                              1
                 2.    Kepala Bagian Administrasi                1
                 3.    Fungsional Peneliti                       4
                 4.    Fungsional Umum                           3


            Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa tenaga fungsional peneliti sendiri
     hanya empat orang, sehingga dapat dikatakan bahwa PKMK-LAN belum
     mencerminkan organisasi yang professional atau berbasis kompetensi. Hal ini
     diperparah dengan kesempatan yang sangat terbatas untuk penambahan
     formasi peneliti baru serta terbatasnya kesempatan mengikuti diklat fungsional
     peneliti.
            Gambaran diatas menjadi tantangan bagi komunitas kelitbangan pada
     umumnya dan PKMK-LAN khususnya untuk memperbaiki manajemen internal di
     lembaga masing-masing, baik menyangkut aspek metodologis, kemampuan
     tenaga peneliti, kecermatan dalam mengidentifikasikan kebutuhan program
     kajian, maupun peningkatan mutu produknya. Selain itu, aspek koordinasi serta
     perencanaan       program kajian        juga   menjadi   agenda   pembenahan   yang
     mendesak.


B. Rumusan Masalah
        Dari paparan diatas dapat dirumuskan pokok masalahnya sebagai berikut:
  ”Masih lemahnya manajemen kajian di PKMK-LAN yang berdampak pada belum
  optimalnya kontribusi kajian kebijakan dalam peningkatan kualitas kebijakan publik”.

                                               9
C. Deskripsi Masalah
        Dari rumusan masalah diatas, dapat dideskripsikan lebih lanjut bahwa yang
  dimaksud dengan kelemahan manajemen kajian meliputi belum optimalnya aspek-
  aspek pengelolaan program kajian seperti perencanaan kajian, penerapan
  metodologi, SDM Peneliti, serta koordinasi lintas instansi/stakeholder. Lemahnya
  manajemen tadi pada gilirannya menyebabkan kualitas produk kajian yang belum
  optimal pula, sehingga menjadikan kajian kebijakan belum dapat berkontribusi
  secara maksimal dalam pembenahan sistem kebijakan publik di Indonesia.
        Berdasarkan permasalahan tersebut, fokus yang akan diambil dalam
  penulisan KTP-2 ini adalah ”Pembenahan Manajemen Kajian”, yang meliputi aspek
  perencanaan kajian, penerapan metodologi, peningkatan kapasitas SDM Peneliti,
  serta penyelenggaraan koordinasi lintas instansi/stakeholder yang lebih efektif.
  ”Pembenahan Manajemen Kajian” ini diduga merupakan faktor yang menjadi daya
  ungkit (leverage), atau menjadi entry point dalam rangka pembenahan sistem
  kebijakan publik melalui penyediaan produk kajian kebijakan yang berkualitas.


D. Kerangka Pikir
        Diatas sudah disinggung bahwa permasalahan pokok yang diangkat dalam
  penulisan KTP-2 ini adalah lemahnya manajemen kajian yang berdampak pada
  belum optimalnya kontribusi kajian kebijakan dalam peningkatan kualitas kebijakan
  publik. Masalah ini terjadi di lingkup internal PKMK-LAN, yang jika bisa ditingkatkan
  diyakini akan membawa efek perubahan yang sangat positif bukan hanya bagi dunia
  penelitian, namun juga dalam pembenahan sistem kebijakan secara nasional.
        Dalam perspektif sistem, kerangka logis permasalahan diatas dapat dipahami
  dari interaksi empat komponen sistem, yakni Input, Proses, Output/Outcomes, dan
  Benefit/Impact. Pada level input, terdapat variabel perencanaan kajian, metodologi,
  SDM Peneliti, serta koordinasi/networking. Keempat variabel ini sesungguhnya
  merupakan indikator bagi variabel pada level proses, yakni manajemen kajian
  kebijakan. Dengan kata lain, perencanaan, penerapan metodologi, SDM Peneliti,



                                         10
dan koordinasi adalah dimensi-dimensi yang akan dikembangkan dalam rangka
   menyempurnakan manajemen kajian kebijakan di lingkungan PKMK-LAN.
          Secara     sederhana,   pemodelan    pola    pikir   dan   fokus   KTP-2   dapat
   digambarkan sebagai berikut:


          INPUT              PROSES                OUTPUT/                   BENEFIT/
                                                  OUTCOMES                    IMPACT

     Perencanaan
        Kajian
                                                 Produk Kajian
                                                   Kebijakan
      Penerapan
      Metodologi              Manajemen                                       Kualitas
                                Kajian                                       Kebijakan
      Kapasitas               Kebijakan                                        Publik
     SDM Peneliti
                                                      Kontribusi
      Koordinasi /                                     Kajian
      Networking


                                        Gambar 1.1.
           Kerangka Pikir (Logical Framework) Penguatan Manajemen Kajian Untuk
                           Meningkatkan Kualitas Kebijakan Publik

E. Tujuan, Sasaran, dan Indikator Hasil
   1. Tujuan
      Tujuan penulisan KTP-2 ini adalah untuk menghasilkan rekomendasi yang
      diperlukan dalam pembenahan manajemen kajian guna meningkatkan kontribusi
      kajian kebijakan dalam peningkatan kualitas kebijakan publik.
   2. Sasaran
      Agar tujuan tersebut dapat dicapai, maka perlu diidentifikasikan sasaran-sasaran
      sebagai berikut:
      •   Teridentifikasikannya variabel-variabel yang mempengaruhi baik buruknya
          manajemen kajian kebijakan.
      •   Teridentifikasikannya pola hubungan antar variabel yang logis, realistis, dan
          sistematis, sehingga dapat tergambarkan kerangka pikir yang jelas dalam

                                          11
meningkatkan kualitas kebijakan publik melalui pembenahan manajemen
       kajian (business process internal).
3. Indikator Hasil/Rencana Tindak Lanjut
   Indikator yang akan dikembangkan untuk mengukur sejauhmana tujuan dan
   sasaran diatas tercapai, antara lain adalah sebagai berikut:
   •   Jumlah kegiatan yang dilakukan sebagai prasyarat untuk membenahi
       manajemen kajian, misalnya rapat koordinasi (stakeholder meeting), berbagai
       training untuk peningkatan kompetensi/kapasitas peneliti, dan lain-lain.
   •   Persentase penggunaan produk-produk kajian PKMK-LAN atau jumlah akses
       publik terhadap jasa publikasi online.




                                        12
BAB II
                                 KERANGKA KONSEPTUAL




A. Teori Kebijakan Publik

    1. Negara dan Kebijakan Publik
               Lahirnya sebuah negara dengan perangkat birokrasinya, secara filosofis
        ditujukan    untuk     melayani     dan       melindungi    kepentingan     masyarakat,
        membebaskan          penduduk     dari    rasa     takut,   sekaligus     meningkatkan
        kesejahteraannya.1 Bahkan Suseno (1988) mengatakan bahwa raison d’etre
        atau alasan satu-satunya bagi eksistensi negara adalah kepentingan umum. 2
        Dalam konteks Indonesia, birokrasi pemerintahan harus mampu mewujudkan
        tujuan pembangunan nasional yaitu tercapainya masyarakat yang maju, mandiri
        dan sejahtera, atau masyarakat yang adil dan makmur.
               Untuk merealisasikan fungsi kesejahteraan dan pelayanan tersebut,
        birokrasi pemerintahan harus menjalankan “kebijakan-kebijakan negara”, dan
        untuk keperluan itu, ia dilengkapi dengan berbagai instrumen maupun sarana
        untuk mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan secara baik dan
        lancer (discretion of power). Sehubungan dengan hal tersebut, maka sisi
        normatif yang melekat pada setiap tindakan pejabat pemerintah (sebagai unsur
        pelaksana tugas negara) adalah bahwa tindakan atau kebijakan tadi haruslah
        selalu mengacu kepada upaya mencapai kesejahteraan publik dan masyarakat
        yang berdayaguna, terutama secara ekonomis. Ini berarti pula bahwa esensi
        kebijakan publik sesungguhnya adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat
        melalui upaya pemberdayaan yang sistemik.
               Dengan demikian, negara dan kebijakan ibarat sekeping koin dengan dua
        sisi yang berbeda namun berkaitan satu dengan yang lain. Dalam sebuah


1
    Untuk telaahan teoretis mengenai fungsi atau tugas Negara, lihat Basri (1996), Budiman (1996),
    Kumorotomo (1992).
2
    Ia juga menandaskan bahwa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi
    dalam suatu negara (salus populi suprema lex).

                                                 13
negara selalu melekat kebijakan, sedangkan kebijakan adalah alat negara yang
   sah yang harus digunakan untuk mencapai sebesar mungkin kesejahteraan
   rakyatnya.


2. Proses / Siklus Kebijakan Publik
         Salah satu aspek yang sangat penting dalam sistem kebijakan adalah
   siklus atau proses kebijakan. Dalam hal ini, banyak pakar yang telah
   mengemukakan pandangan mengenai proses, siklus dan/atau model-model
   dalam analisis kebijakan, misalnya yang dikemukakan oleh Charles O. Jones,
   William N. Dunn, Owen, Mustopadidjaja, Patton and Sawicki, maupun James E.
   Anderson. Perbandingan pandangan antar pakar kebijakan publik tersebut dalam
   diringkaskan sebagai berikut:

   Tabel 2.1. Perbandingan Siklus/Proses Kebijakan
                       Proses / Siklus                               Proses / Siklus
   Sumber                                          Sumber
                         Kebijakan                                     Kebijakan
Charles O.       •   Perception/Definition; William N.           • Structuring Policy
Jones            •   Aggregation;           Dunn                  Problems;
                 •   Organization;                               • Forecasting Policy
                 •   Representation;                               Future;
                 •   Agenda Setting;                             • Recommending Policy
                 •   Formulation;                                  Action;
                 •   Legitimation;                               • Monitoring Policy
                                                                   Outcomes;
                 •   Budgeting;
                                                                 • Evaluating Policy
                 •   Implementation;
                                                                   Performances.
                 •   Evaluation;
                 •   Adjustment/Termination
Owen             • Verify, Refine, and          Mustopadidjaja • Policy Formulation:
                     Detail the Problem;                          o Pengkajian
                 • Established Evaluation                             permasalahan;
                     Criteria;                                    o Penyusunan
                 • Identify Alternative                               Model;
                   Policies;                                      o Penentuan Tujuan;
                 • Evaluate Alternative                           o Pengembangan
                   Policies;                                          Alternatif;
                                                                  o Penentuan Kriteria
                 • Display & Select                                   Penilaian;
                   among Alternative
                                                                  o Penilaian Alternatif;
                   Policies;
                                                                  o Rekomendasi

                                           14
• Monitor Policy                                    Kebijakan.
                   Outcomes.                                  • Policy Implementation.
                                                              • Performance
                                                                Evaluation.

Patton and       • Defining the Problem;       James E.       • Agenda Setting;
Sawicki          • Identifying the Decision    Anderson       • Formation;
                   Criteria;                                  • Adoption;
                 • Generating Possible                        • Implementation;
                   Alternatives;                              • Evaluation.
                 • Analyzing and
                   Evaluating each
                   Criterion;
                 • Evaluates each
                   Alternative;
                 • Policy Implementation.

3. Analisis Kebijakan Publik
          Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk
   membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-
   masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi
   berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang
   berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan
   kepada pihak pembuat kebijakan.
          Dalam hubungan ini, William Dunn (1998) mendefinisikan analisis
   kebijakan sebagai suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai
   macam     metodologi     penelitian   dan    argumen    untuk    menghasilkan   dan
   mentransformasikan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan
   dalam lingkungan       politik   tertentu   untuk   memecahkan     masalah-masalah
   kebijakan. Dalam analisis kebijakan publik tersebut terdapat dua aspek yang
   sangat penting yaitu aspek informasi yang relevan dengan kebijakan (policy
   relevant information) dan aspek metodologi atau prosedur dalam menganalisis
   kebijakan. Informasi yang relevan bagi analisis kebijakan publik (policy relevant
   information) meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
   •   Policy problem. Informasi ini menyangkut pertanyaan masalah apa yang
       dihadapi? Jawaban pertanyaan ini yang akan memberikan informasi tentang
       masalah-masalah kebijakan.

                                          15
•   Policy alternative / policy future. Informasi ini menyangkut pertanyaan
    alternatif-alternatif apakah yang tersedia untuk memecahkan masalah
    tersebut, dan apakah memungkinkan untuk masa depan? Jawaban
    pertanyaan ini memberikan informasi tentang kebijakan di masa depan.
•   Policy action. Informasi ini menyangkut pertanyaan alternatif-alternatif
    tindakan apakah yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut?
    Jawaban pertanyaan tersebut akan memberikan informasi tentang tindakan-
    tindakan kebijakan.
•   Policy performance. Informasi ini menyangkut pertanyaan bagaimana nilai
    atau tujuan yang dicapai dari hasil-hasil kebijakan tersebut dalam
    memecahkan masalah. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan memberikan
    informasi tentang kinerja kebijakan.
•   Policy outcome. Informasi ini menyangkut pertanyaan kebijakan-kebijakan
    apa yang telah dibuat untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, baik
    pada masa sekarang maupun masa lalu dan hasil-hasil apakah yang telah
    dicapai. Jawaban dari pertanyaan ini akan memberikan informasi tentang
    hasil-hasil dari kebijakan.
       Sementara itu, Patton and Sawicki dalam bukunya yang berjudul Basic
Methods of Policy Analysis and Planning (Prentice-Hall, New Jersey), yang
membagi analisis kebijakan menjadi 6 (enam) langkah sebagai berikut:
•   Menentukan      atau   mendefinisikan   masalah    kebijakan    dengan    cara
    menganalisis data dan informasi yang relevan dengan masalah tersebut
    (Defining the problem by analyzing the data and the information gathered).
•   Mengidentifikasikan atau mengembangkan kriteria-kriteria untuk pemecahan
    masalah. Dalam hal ini, seorang pengambil kebijakan harus memperhatikan
    faktor-faktor terkait sebelum memutuskan sesuatu (Identifying the decision
    criteria that will be important in solving the problem. The decision maker must
    determine the relevant factors to take into account when making the
    decision).




                                     16
•   Membuat daftar alternatif yang akan dipilih sebagai kebijakan terbaik dalam
    menyelesaikan masalah kebijakan (A brief list of the possible alternatives
    must be generated; these could succeed to resolve the problem).
•   Melakukan analisis dan evaluasi terhadap setiap kriteria yang dikembangkan,
    dengan memberikan bobot terhadap setiap kriteria (A critical analyses and
    evaluation of each criterion is brought through. For example strength and
    weakness tables of each alternative are drawn and used for comparative
    basis. The decision maker then weights the previously identified criteria in
    order to give the alternative policies a correct priority in the decision).
•   Melakukan evaluasi terhadap setiap alternatif berdasarkan kriteria yang telah
    ditentukan, untuk kemudian memilih alternatif terbaik sebagai kebijakan
    terpilih (The decision-maker evaluates each alternative against the criteria
    and selects the preferred alternative).
•   Menjalankan kebijakan yang telah dipilih (The policy is brought through).
       Dalam membuat atau melakukan analisis kebijakan publik, terdapat
beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan, yakni:
•   Fokus pada kriteria pokok permasalahan (Learn to focus quickly on the
    central decision criterion of the problem).
•   Pikirkan jenis-jenis tindakan kebijakan yang layak dipilih untuk menyelesaikan
    pokok masalah tadi (Think about the types of policy actions that can be
    taken).
•   Hindari pendekatan bongkar pasang dalam proses analisis (Avoid the tool-
    box approach to analyzing policy).
•   Siap dengan hal-hal yang tidak terduga (Learn to deal with uncertainty).
•   Manfaatkan data-data numerik dan statistik (Say it with numbers).
•   Lakukan analisis sesederhana dan setransparan mungkin (Make the analysis
    simple and transparent).
•   Periksa dan konfirmasi fakta-fakta yang mendukung analisis (Check the
    facts).
•   Berikan analisis dan alternatif-alternatif kepada pelanggan, bukan keputusan
    (Give the client analysis, not decisions).

                                       17
•   Tidak ada kebenaran yang absolut, paling rasional, atau analisis yang paling
      lengkap (Be aware that there is no such thing as an absolutely correct,
      rational, and complete analysis).


4. Jenis dan Bentuk Kebijakan Publik
           Jenis dan bentuk kebijakan publik sangat beragam tergantung dari pakar
  yang menyusun klasifikasi maupun karakteristik kebijakan tersebut. James
  Anderson, misalnya, membedakan kebijakan publik menjadi dua, yakni kebijakan
  substantive dan kebijakan procedural. Substantive policy adalah kebijakan dilihat
  dari subtansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah; sedangkan procedural
  policy    adalah    kebijakan   dilihat    dari   pihak-pihak   yang   terlibat   dalam
  perumusannya (policy stakeholders).
           Selain itu, dilihat dari tujuan atau fungsinya, kebijakan publik dapat dibagi
  menjadi tiga macam, yakni:
  a. Distributive policy, yaitu kebijakan yang mengatur tentang pemberian
      pelayanan kepada individu-individu atau kelompok tertentu.
  b. Redistributive policy, yaitu kebijakan yang mengatur tentang pemindahan
      alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak tertentu.
  c. Regulatory Policy, yaitu kebijakan yang mengatur tentang pembatasan atau
      pelarangan terhadap perbuatan/ tindakan tertentu.
           Kebijakan publik juga bisa dilihat dari lingkup pengaturannya. Dalam hal
  ini, Public Goods Policy adalah kebijakan yang mengatur tentang penyediaan
  barang dan pelayanan untuk kepentingan orang banyak. Sedangkan Private
  Goods Policy adalah kebijakan yg mengatur tentang penyediaan barang dan
  pelayanan untuk kepentingan perorangan di pasar bebas, dengan imbalan biaya
  tertentu.
           Adapun bentuk kebijakan publik secara umum dapat dibedakan menjadi
  tiga, yakni kebijakan publik yang bersifat mengatur dan berlaku umum (regeling),
  kebijakan publik yang bersifat menetapkan dan berlaku secara individual
  (beschikking atau verwaltungsakt), serta kebijakan publik yang berisi kegiatan
  nyata pemerintah (feitelijke rechtshandelingen).


                                            18
Bentuk kebijakan publik yang ketiga ini sangat berhubungan dengan
     definisi kebijakan yang menyatakan bahwa kebijakan publik menyangkut pula
     sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Artinya, meskipun pemerintah
     tidak berbuat sesuatu (misalnya tidak mengeluarkan ijin yang dimohon oleh
     seseorang), sesungguhnya ia telah berbuat sesuatu secara nyata. Namun ada
     pula yang berpendapat bahwa perbuatan nyata bukan termasuk dalam
     perbuatan hukum karena tidak mengakibatkan munculnya akibat-akibat hukum,
     seperti dalam hal menghadiri undangan, memasang pengumuman, meresmikan
     undangan, dan sebagainya. Dalam perspektif kebijakan publik, perbuatan yang
     dilakukan (aparat) pemerintah meski tidak menimbulkan akibat hukum, tetap
     masuk dalam kategori kebijakan publik.
            Bentuk kebijakan publik yang pertama dan kedua, yakni regeling dan
     beschikking, meskipun sama-sama berupa dokumen hukum yang tertulis, namun
     memiliki perbedaan yang cukup mendasar, seperti terlihat pada Tabel berikut.
     Tabel 2.2. Perbedaan Karakteristik Peraturan (Regeling) dan Keputusan
                 (Beschikking).

             Peraturan (Regeling)                Keputusan (Beschikking)

                                            Bersifat menetapkan (declaratory,
       Bersifat mengatur (regulatory)
                                            executory)

       Bersifat umum, baik substansi /      Bersifat konkrit (materinya), dan
       materi maupun subyeknya.             individual (subyeknya)

       Bertingkat (Tata Urut)               Tidak Bertingkat

       Judicial Review ke MK (untuk UU),    Gugatan ke PTUN atau Upaya
       atau MA (dibawah UU)                 Administratif melalui Atasan.


B. Kebijakan Publik dan Kinerjanya Secara Umum
        Eksistensi    negara    beserta    lembaga    pemerintahan      pada     hakekatnya
  dimaksudkan     untuk    meningkatkan     derajat   hidup    warga    negara    sekaligus
  memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dalam rangka mewujudkan hal
  tersebut, pemerintah memiliki instrumen yang disebut sebagai kebijakan publik


                                           19
(public policy). Dengan demikian, kebijakan publik adalah instrumen yang dimiliki
oleh negara kesejahteraan (welfare state) untuk menjamin kehidupan warganya
secara lebih baik.
         Kebijakan Publik dapat pula dipandang sebagai seperangkat tata nilai yang
dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah sebagai pedoman perilaku bagi masyarakat
dan aparat pemerintah. Atau dengan kata lain, kebijakan publik adalah sebuah
instrumen yang dimiliki oleh negara untuk menjalankan fungsinya memberikan
pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan warga negara. Hal ini sesuai dengan
pengertian yang paling lazim tentang kebijakan, yakni segala sesuatu yang
dilakukan maupun yang tidak dilakukan oleh pemerintah (whatever the governments
choose to do or not to do). Sedangkan output dari kebijakan adalah serangkaian
tindakan yang dibutuhkan untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi
sekaligus mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
         Oleh   karena   kebijakan   merupakan   instrumen   untuk   melayani   dan
membangun kesejahteraan publik, maka harus dijamin bahwa kebijakan tadi benar-
benar dibuat melalui proses dan analisis yang cermat serta dengan menetapkan
target atau tujuan-tujuan yang rasional dan sesuai kebutuhan masyarakat.
Kegagalan dalam mengidentifikasikan tujuan kebijakan serta proses formulasi yang
tepat, akan berdampak pada kegagalan implementasi kebijakan itu sendiri.
         Dalam kenyataannya, harus diakui bahwa perangkat kebijakan yang ada
belum mampu mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Kemiskinan dan angka pengangguran
masih menjadi masalah besar dan membentuk lingkaran setan (vicious circle).
Pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar juga belum merata dan belum
berkontribusi signifikan pada Indeks Pembangunan Manusia (human development
index) Indonesia sebesar 0.734 pada tahun 2009, dan berada pada peringkat ke
111 dari 182 negara, atau berada dalam kategori menengah seperti tahun
sebelumnya (UNDP, Mengatasi Hambatan: Mobilitas Manusia dan Pembangunan,
2009).
         Sementara itu pada sektor pemerintahan, Indonesia memperoleh skor
efektivitas (government effectiveness) sebesar -0,43 pada tahun 2004 dan


                                        20
meningkat menjadi -0,29 pada tahun 2008. Perkembangan skor ini memperlihatkan
adanya kemajuan kapasitas kelembagaan birokrasi pemerintah meskipun belum
signifikan dan masih kalah jauh dibanding negara lain, termasuk negara-negara di
Asia Tenggara (Daniel Kaufman, Aart Kray, Massimo Mastruzzi, Governance
Matters VIII: Aggregate and Individual Governance Indicators 1996-2008).
      Selanjutnya dalam hal doing business, peringkat Indonesia cenderung
membaik namun jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia
masih tertinggal. Salah satu parameter kemudahan berusaha adalah jumlah hari
yang dibutuhkan untuk memulai usaha yang di Indonesia membutuhkan waktu lima
kali lebih lama dibanding dengan Malaysia. Dalam hal ini, pada tahun 2010
Indonesia berada di peringkat ke 122 dari 183 negara, membaik dari peringkat 129
di tahun sebelumnya (International Finance Corporation, Bank Dunia, 2009).
      Fakta diatas mengilustrasikan bahwa kinerja kebijakan publik di tanah air
dewasa ini masih kurang memuaskan. Tentu saja, banyak faktor yang dapat
menyebabkan kondisi tersebut, baik pada tataran internal maupun eksternal. Namun
diantara berbagai kemungkinan penyebabnya, dapat diasumsikan bahwa kualitas
kebijakan publik sendiri relatif masih rendah. Di tingkat daerah, rendahnya kualitas
kebijakan ini antara lain dapat dilihat dari banyaknya Peraturan Daerah (Perda)
bermasalah. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pada periode 2001-
2008, Kementerian ini telah mengevaluasi 1.121 Raperda, dan 67% di antaranya
dibatalkan (Kompas, 12/12/2008). Perda yang dibatalkan sebagian besar soal
pungutan, dimana dari 11.401 perda, 15% di antaranya di sektor perhubungan, 13%
pertanian, 13% industri dan perdagangan, dan 11% kehutanan (Kompas,
12/12/2008).
      Data terbaru Kementerian Dalam Negeri tentang pembatalan Perda
sebagaimana terlihat dalam Tabel 2.3. dibawah ini mengilustrasikan bahwa hasrat
memproduksi aneka ragam Perda tentang pungutan bukannya semakin berkurang,
namun justru semakin menjadi-jadi.




                                       21
Table 2.3.
         Jumlah Perda yang Dibatalkan Pemerintah Pusat Berdasarkan Tahun
                     Jumlah Perda                            Jumlah Perda yang
       Tahun                                    Tahun
                    yang Dibatalkan                             Dibatalkan
        2002              19                    2007                173
        2003              105                   2008                229
        2004              236                   2009                876
        2005              126                   2010                407
        2006              114                2011 (Maret)           114
   Sumber: Kementerian Dalam Negeri (2011, diolah)

        Sementara di tingkat pusat, lemahnya kebijakan publik misalnya dapat terlihat
  dari cukup banyaknya permohonan uji materi (judicial review) Undang-Undang
  kepada Mahkamah Konstitusi. Periode 2003-2009, MK telah menerima 247
  permohonan Uji Materi terhadap UU, dan 58 diantaranya dinyatakan bertentangan
  dengan UUD 1945. Sedangkan pada tahun lalu, terdapat 78 permohonan dan 14
  diantaranya dikabulkan. Menyikapi banyaknya permohonan uji materi ini, Ketua MK
  bahkan menyatakan bahwa banyaknya ketentuan perundangan yang dinyatakan
  inkonstitusional menunjukkan kemampuan legislasi anggota DPR rendah (Refleksi
  Kinerja MK, 29/12/2009).


C. Kajian Kebijakan dan Kondisinya
        Secara   normatif,   peran   atau    kontribusi   program   dan   kelembagaan
  litbang/kajian terhadap proses pengambilan keputusan strategis pemerintahan, telah
  mendapat pengakuan yang cukup luas. Artinya, segala bentuk peraturan
  perundang-undangan baik di Pusat maupun di Daerah secara ideal baru dapat
  ditetapkan dan/atau dijalankan setelah melalui proses pengkajian yang matang dan
  mendalam. Hal ini antara lain diperkuat oleh pendapat Dukeshire dan Thurlow
  (Understanding the Link between Research and Policy, 2002) yang menyatakan
  bahwa kajian kebijakan akan memberi pengetahuan dan pemahaman tentang
  faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan, sehingga
  membantu dalam mengenali masalah-masalah yang ada di tengah masyarakat,




                                        22
sekaligus membangun ide-ide konstruktif untuk mengembangkan rencana dan aksi
      kebijakan yang diperlukan.3
              Namun dalam prakteknya, pemanfaatan program dan kelembagaan litbang
      masih sangat minimal dalam menunjang formulasi kebijakan bidang tertentu hingga
      ke tahap implementasinya. Dengan kata lain, proses formulasi dan implementasi
      kebijakan pembangunan di Indonesia pada umumnya dan di daerah pada
      khususnya, belum didasarkan pada sebuah analisa akademis yang dapat
      dipertanggungjawabkan (research-based policy).
              Dampak logis dari situasi diatas adalah bahwa unit litbang/kajian belum
      mampu menjadi garda terdepan dalam proses pengambilan keputusan dan
      perumusan kebijakan pembangunan instansi pemerintah. Padahal, di era globalisasi
      dan kemajuan teknologi informasi saat ini, perubahan kebijakan dan lingkungan
      strategis aparatur serta dinamika kehidupan sektor publik dan privat berlangsung
      begitu cepat. Hal ini tentu saja mensyaratkan perlu adanya sebuah kajian
      komprehensif atau multidimensional yang berfungsi untuk membuat antisipasi
      terhadap suatu kondisi, prediksi terhadap suatu trend, serta formulasi kebijakan
      terhadap suatu pengaturan bidang tertentu. Dalam konteks seperti inilah, fungsi
      perencanaan litbang/kajian dalam proses pengambilan keputusan dan/atau
      perumusan kebijakan politis maupun administratif menjadi sangat penting, dan
      sangat menentukan efektif tidaknya suatu kebijakan.
              Kelemahan diatas diperparah dengan kurang terjalinnya network dan
      koordinasi yang sinergis antara instansi teknis sektoral dengan lembaga litbang di
      pusat maupun di daerah, serta antar lembaga litbang sendiri. Hal inilah yang
      menyebabkan program kajian/litbang masih bersifat parsial atau piecemeal, dan
      tidak terpadu dalam kerangka pembangunan daerah / wilayah yang komprehensif,
      inklusif, saling terkait, dan berkesinambungan. Padahal, meskipun setiap institusi
      kajian memiliki visi misi dan program yang spesifik sesuai Tupoksinya masing-
      masing, namun visi misi dan program tadi seyogyanya mengarah pada tujuan akhir
      yang sama, yakni meningkatnya daya saing daerah dan kesejahteraan masyarakat

3
    Untuk referensi lain tentang kaitan antara riset dengan kebijakan, lihat Dickson, Geri L. and Linda Flynn,
    2008, Nursing Policy Research: Turning Evidence-Based Research Into Health Policy, Springer
    Publishing Company, LLC, New York

                                                      23
yang lebih baik, melalui formulasi dan implementasi kebijakan (lintas sektor dan
  lintas departemen) yang smart, visioner, valid, serta berdayaguna dan berhasilguna.
        Gambaran keadaan diatas, tentu saja, menjadi tantangan tersendiri bagi
  komunitas kelitbangan untuk memperbaiki manajemen internal di lembaga masing-
  masing, baik menyangkut aspek metodologis, kemampuan tenaga peneliti, maupun
  kecermatan atau keakurasian dalam mengidentifikasikan kebutuhan program
  kajian/litbang. Dengan kata lain, smart development policy hanya dapat diwujudkan
  jika terdapat sinergitas dan kohesivitas yang solid antar institusi litbang sebagai
  think tank manajemen kebijakan dan pembangunan nasional dan daerah.
        Oleh sebab itu, adanya kebijakan yang didasarkan pada hasil kajian
  (research-based policy), atau kebijakan yang dirumuskan dengan memperhatikan
  bukti-bukti nyata (evidence-based policy), sangat perlu untuk dibudayakan. Dengan
  research-based policy, sebuah kebijakan hanya layak diimplementasikan apabila
  telah mengalami telaah akademis melalui kajian yang komprehensif dan teruji.
  Dengan evidence-based policy, sebuah kebijakan akan dibuat dan dilaksanakan
  apabila fakta-fakta obyektif memang menuntut untuk itu. Dengan kata lain, kedua
  hal ini diharapkan dapat menghindari jebakan kebijakan berupa symbolic policy.


D. Permasalahan Umum Manajemen Kajian di LAN dan Peran PKMK-LAN Dalam
  Peningkatan Kualitas Kebijakan

  1. Permasalahan Manajemen Kajian di LAN Secara Umum
            Secara umum, manajemen kajian di lingkungan LAN (baik Pusat Kajian di
     pusat maupun PKP2A) masih menghadapi beberapa permasalahan sebagai
     berikut:
        Belum ada sebuah “Meta Model” yg menjelaskan posisi dan kontribusi
        masing-masing Pusat Kajian dalam membangun SANKRI. Saat ini terdapat
        indikasi adanya kegiatan yang overlap, tidak sinergis, berjalan secara
        divergen. Jika kajian dikelola dengan meta model, maka akan tercapai
        kondisi “parties become known to each other”, sehingga masing-masing unit




                                        24
kajian dengan seperangkat kegiatannya dapat saling melengkapi, saling
   mengisi kekurangan, dan saling mengkonfirmasi.
   Indikasi ketidakjelasan wilayah substansi antar unit kajian di LAN. Sebagai
   contoh, Otda yang dijalankan oleh PKKOD adalah tentang Kebijakan;
   Manajemen Pelayanan yang menjadi domein PKMP adalah juga Kebijakan.
   Demikian pula issu kelembagaan dan SDA yang dilaksanakan oleh PKKK
   dan PKKSDA selalu menyentuh soal kebijakan. Dengan demikian, secara
   substansi, PKMK dapat masuk ke substansi pusat-pusat kajian lainnya,
   begitu pula sebaliknya. Ketika batas-batas wilayah substansi antar unit kajian
   tidak teridentifikasikan secara jelas, maka berpotensi menimbulkan ragam
   interpretasi, yang pada akhirnya menjadikan hasil kajian LAN kurang
   meyakinkan, bahkan bagi internal LAN sendiri.
      Dalam menyikapi kondisi tersebut, maka perlu dibangun konsensus antar
unit kajian menyangkut wilayah substansi, inter-linkages antar unit; target
capaian masing-masing, dan sebagainya. Dalam hal ini, salah satu instrumen
yang menjanjikan untuk mengeliminasi permasalahan yang ada, sekaligus
mempertajam manajemen dan hasil-hasil kajian LAN, adalah Renstra Litbang
Administrasi. Renstra Litbang Administrasi ini merupakan manifestasi dari
seluruh Renstra Deputi Kajian atau Pusat Kajian dan mensinergikan menjadi
sebuah framework besar Litbang Administrasi.
      Selain itu, pemetaan batas-batas tanggungjawab substansial serta
hubungan relasional antar unit kajian juga perlu dikembangkan. Dalam hal ini,
sebagai sebuah usulan, model relasional antara PKMK dengan unit kajian lain
secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut.




                                   25
Gambar 2.1.
              Hubungan Antara Kajian Manajemen Kebijakan dengan
                   Kajian Substantif Lain di Lingkungan LAN

        Pola hubungan (pattern of interaction) dari gambar diatas dapat
  dikembangkan lebih lanjut dalam beberapa opsi, yakni:
     Hubungan Umum – Khusus: PKMK general (makro/messo); kajian lain
     spesifik (messo/mikro).
     Hubungan Stratifikasi Kebijakan: PKMK level Konstitusi & UU; kajian lain
     level UU dan kebijakan dibawahnya.
     Hubungan Hulu – Hilir: PKMK pada tahap formulasi; kajian lain pada
     implementasi.
     Hubungan Filosofis: PKMK ontologi dan epistemologi; kajian lain aksiologi.
     Hubungan Skala Kebijakan: PKMK multiple (multi sektor, multi disiplin, muti
     pendekatan), kajian lain single.

2. Peran PKMK-LAN Dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan
        Sebagaimana disinggung diatas, kajian kebijakan yang dilakukan oleh
  PKMK haruslah berkontribusi secara positif terhadap peningkatan kualitas
  kebijakan publik. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, maka program kajian
  kebijakan harus ditempatkan dalam kerangka sistem kebijakan itu sendiri.


                                        26
Program kajian Pusat KMK jelas tidak mampu menyentuh keseluruhan
tahapan dalam proses analisis kebijakan. Disamping LAN, masih terdapat
banyak pihak lain yang berkepentingan terhadap kebijakan (policy stakeholder),
sehingga sudah cukup ideal apabila PKMK dapat melakukan telaahan/kajian
yang mendalam pada tahap perencanaan kebijakan (yakni dalam penyusunan
naskah akademis), serta tahap evaluasi terhadap implementasi kebijakan. Jika
kedua tahap dalam proses kebijakan ini dapat dikaji secara matang, diyakini
akan memberi sumbangan signifikan terhadap pencapaian kinerja kebijakan
publik yang jauh lebih baik dimasa mendatang.
      Gambar dibawah ini memberi ilustrasi tentang posisi dan peran program
kajian PKMK dalam konstelasi dan konfigurasi sistem kebijakan publik.




                                 Gambar 2.2.
          Peran dan Posisi Program Kajian Pusat PKMK-LAN Dalam
                        Konstelasi Kebijakan Publik




                                   27
E. Upaya Restorasi Kajian Manajemen Kebijakan
         Dalam rangka penguatan manajemen kajian di lingkungan PKMK LAN di
  masa mendatang, program yang direncanakan dan metodologi yang diterapkan
  akan diarahkan pada terselenggaranya penelitian/kajian kebijakan (policy research
  atau policy studies). Dalam hal ini, kajian kebijakan didefinisikan sebagai:

         “Policy Research is a special type of research that can provide
         communities and decision-makers with useful recommendations and
         possible actions for resolving fundamental problems. It provides
         policy-makers with pragmatic, action-oriented recommendations for
         addressing an issue, question, or problem. The primary focus of policy
         research is linked to the public policy” (Majchrzak, “Technical
         analysis”, in Methods For Policy Research, Sage: Beverly Hills, 1984:
         3).

         Paling tidak, ada 4 (empat) produk dari kajian kebijakan yang dihasilkan LAN
  pada umumnya dan PKMK-LAN pada khususnya, yakni:
     Policy Paper, yakni naskah akademik berisi analisis terhadap permasalahan dan
     berbagai alternatif solusinya.
     Policy Recommendation, yakni hasil analisis yg telah mempertimbangkan
     berbagai aspek (positif dan negatif) dan memberi pilihan / opsi kebijakan bagi
     policy makers sesuai prioritasnya.
     Policy Actions, yakni agenda yang harus dijabarkan oleh instansi/aparat
     pemerintah lengkap dengan kerangka kerja implementasinya.
     Policy Draft / Legal Draft, yakni konsep pengaturan dalam format tertentu sesuai
     jenis, tingkatan maupun kepentingan.
         Jika kajian kebijakan dapat dikelola dengan baik, maka akan melahirkan
  kebijakan yang berkualitas. Dan jika kebijakan publik memiliki kualitas tinggi, maka
  akan dihasilkan outcomes berupa peningkatan kinerja pemerintah. Akhirnya, jika
  kinerja pemerintah meningkat, maka tujuan, mandat, dan cita-cita yang tertuang
  dalam Konstitusi, yakni mewujudkan kesejahteraan rakyat akan semakin mudah
  tercapai. Pola pikir ini secara sederhana dapat digambarkan dalam skema sebagai
  berikut:




                                          28
Gambar 2.3.
Urgensi Kajian Kebijakan Dalam Meningkatkan Kualitas Kebijakan Publik dan
                      Mewujudkan Cita-Cita Konstitusi




                                29
BAB III
                                 INSTRUMEN ANALISIS




A. Analisis Kebijakan (Policy Analisys)
         Sesungguhnya banyak sekali tools atau instrument yang dapat dipilih untuk
   melakukan analisis kebijakan. Namun dalam konteks penulisan KTP-2 ini hanya
   akan difokuskan pada beberapa tools, yakni teori gunung es (iceberg theory) dari
   Maani dan Canava, agenda setting dari James Anderson, policy system dari
   Mustopadidjaja, serta problem formulation dari William Dunn.

   1. Iceberg (Gunung Es) Maani and Canava
              Teori gunung es (Iceberg Theory) yang dikembangkan oleh Maani and
      Canava (2000) ini sangat penting untuk memberikan pemahaman tentang
      masalah    yang      dihadapi   sebuah    organisasi, apakah termasuk       masalah
      simptomatik yang berada di permukaan, ataukah masalah fundamental yang sulit
      dikenali karena hanya menampakkan gejala saja. Dengan memahami jenis-jenis
      masalah, maka akan dapat ditentukan jenis tindakan yang diperlukan untuk
      merespon masalah tersebut, apakah dibutuhkan tindakan yang bersifat reaktif,
      responsif, generatif, ataukah fundamental. Selain itu, dengan kemampuan untuk
      membedakan antara gejala dengan masalah yang sesungguhnya, maka akan
      dapat    dilakukan    pemecahan     masalah    yang   efektif   sekaligus   dihindari
      kemungkinan terjadinya “kesalahan tipe ketiga”, yakni memecahkan masalah
      yang salah.

   2. Agenda Setting James Anderson
              Agenda setting atau agenda formation sendiri pada hakekatnya memuat
      masalah kebijakan, untuk kemudian ditetapkan menjadi masalah institusional
      (istilah Anderson) atau masalah formal (istilah Dunn). Gambar dibawah ini
      mengilustrasikan adanya kemiripan tahapan dalam analisis masalah model
      Anderson dan model Dunn.

                                           30
Gambar 3.1.
         Perbandingan Tahap Perumusan Masalah Menurut James Anderson
                               dan William Dunn

      Menurut     Anderson,     proses     agenda     setting   dimulai    dengan
mengidentifikasi masalah individual (private problem) yang dilanjutkan dengan
mengidentifikasi masalah kolektif (public problem). Private problem sendiri
didefinisikan sebagai problems that have a limited effect, being of concern only to
one or a few persons who are directly involved (masalah yang memiliki efek
terbatas hanya pada satu atau beberapa orang saja); sedangkan public problem
diartikan sebagai those that have a broad effect, including consequences for
persons not directly involved (masalah yang memiiki efek luas, termasuk
konsekuensi bagi orang yang tidak terkait langsung dengan masalah tersebut).
      Selanjutnya, public problems ini dikonversikan ke dalam Issue, yakni
suatu kondisi perbedaan pendapat yang ditemui di tengah masyarakat tentang
solusi dalam menangani masalah. Dari issue, masalah kebijakan mengalir ke
systemic agenda dan terakhir ke dalam institutional agenda. Systemic agenda
adalah semua issu yang dirasakan oleh masyarakat, yang patut mendapat
perhatian publik dan issu tersebut memang berada dalam yurisdiksi kewenangan
pemerintah.




                                    31
3. Policy System Mustopadidjaja
            Menurut William Dunn, sistem kebijakan terdiri dari tiga komponen dasar,
  yakni lingkungan kebijakan, pelaku kebijakan, serta kebijakan publik itu sendiri.
  Tiga komponen ini oleh Mustopadidjaja dilengkapi dengan satu komponen lagi
  yakni kelompok sasaran (target groups). Keempat komponen inilah yang
  membentuk sebuah sistem kebijakan.
            Sebagai konsekuensi dari sebuah sistem, maka masalah-masalah yang
  dirumuskan diatas pada hakekatnya memiliki keterkaitan dengan elemen
  kebijakan lainnya seperti pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan, kelompok
  sasaran, serta kebijakan publik itu sendiri. Artinya, masalah institusional yang
  telah berhasil dirumuskan pada dasarnya hidup dalam sebuah milieu atau
  lingkungan kebijakan yang sangat dinamis, dan oleh karena itu harus mendapat
  perhatian sepenuhnya dalam proses perumusan hingga implementasi kebijakan
  publik.




                                       Gambar 3.2.
                Sistem Kebijakan (Kombinasi William Dunn dan Mustopadidjaja)

4. Problem Formulation William Dunn
            Analisis kebijakan model William Dunn sering dikenal sebagai analisis
  yang berpusat pada masalah (problem centric). Tahap perumusan masalah
  menyita porsi yang cukup besar dari keseluruhan rangkaian proses analisis
  kebijakan. Itulah sebabnya, tidak mengherankan jika kemudian muncul sebuah
  adagium bahwa jika perumusan masalah benar, maka 50% pemecahan masalah
  telah tercapai.

                                        32
Langkah awal dalam perumusan masalah adalah dengan mengenali
situasi atau mengenali masalah. Pengenalan situasi ini akan menghasilkan
situasi masalah. Dari situasi masalah kemudian dikembangkan dengan proses
pencarian masalah yang lebih detil dan membentuk sebuah meta masalah.
Dengan demikian, meta masalah adalah masalah diatas masalah, atau dikenal
juga sebagai “tumpukan masalah yang belum terstruktur”. Dari meta masalah ini
dilakukan pendefinisian atau pengklasifikasian masalah, sehingga menghasilkan
masalah substantif. Dari sejumlah masalah substantif yang ada, kemudian
ditentukan beberapa masalah yang akan segera ditangani sesuai dengan
kemampuan pemerintah, yang disebut dengan masalah formal.
       Dari masalah formal yang telah ditemukan melalui teknik perumusan
masalah,    kemudian       ditentukan   kebijakan   publik   yang   diyakini   mampu
memecahkan masalah tersebut serta tujuan yang diharapkan atau target yang
harus dicapai dengan ditempuhnya kebijakan tersebut. Selain itu, seiring dengan
tujuan yang ditetapkan, perlu pula dirumuskan ramalan masa depan dan dampak
yang mungkin timbul dari diimplementasikannya kebijakan publik tersebut.
       Dalam bentuk siklus, model perumusan masalah William Dunn dapat
dilihat sebagai berikut.




                                     Gambar 3.3.
                    Tahap/Teknik Perumusan Masalah (William Dunn)



                                        33
B. Analisis Manajemen Strategis
        Sebagaimana dalam analisis kebijakan publik, teknik analisis manajemen
  strategis juga memiliki beberapa tools atau instrument, yang tidak mungkin dipilih
  semuanya dalam penulisan KTP-2 ini. Oleh karena itu, penulis hanya ingin
  memaparkan beberapa saja yang dinilai memiliki relevansi dengan Tupoksi serta
  visi misi PKMK-LAN, yakni analisis SWOT, Scenario Planning dan Balanced
  Scorecard.

  1. SWOT
            Analisis SWOT merupakan suatu proses kreatif dalam merencanakan
     strategi, kebijakan dan program-program kerja suatu organisasi – atau unit
     organisasi – dengan memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan internal dan
     eksternal organisasi tersebut, baik pada sisi positif maupun sisi negatifnya.
     Dengan kata lain, analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara
     sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan/organisasi, dengan cara
     memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun pada saat bersamaan dapat
     meminimalkan kelemahan dan ancaman (Freddy Rangkuti, 1997: 19).
            Langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan mengidentifikasi
     faktor-faktor lingkungan stratejik organisasi, baik internal maupun eksternal.
     Selanjutnya, terhadap faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi
     diatas, dilakukan analisis dengan memberi pembobotan untuk menentukan
     kekuatan relatif faktor-faktor tersebut dalam pencapaian visi misi organisasi.
            Langkah     berikutnya   adalah    memadukan,      mengintegrasikan,      atau
     menginteraksikan antar faktor lingkungan strategis atau kekuatan kunci
     keberhasilan, dalam rangka merumuskan kesatuan arah dan sinergi dalam
     mencapai tujuan organisasi. Teknik menginteraksikan faktor-faktor kunci
     keberhasilan ini akan menghasilkan asumsi strategi yang dapat dirumuskan
     dalam empat quadran SWOT yakni:
     a. Asumsi Strategi Ekspansi (quadran 1), yakni interaksi antara faktor kekuatan
        dan    faktor   peluang,   yang   bersifat   agresif/ekspansif   dan   cenderung
        berorientasi pertumbuhan (growth-oriented strategy).


                                          34
b. Asumsi Strategi Diversifikasi (quadran 2), yakni interaksi antara faktor
     kekuatan dan faktor ancaman, dengan melakukan mobilisasi kekuatan guna
     mendorong inovasi, pembaharuan, atau modifikasi di bidang tertentu.
  c. Asumsi Strategi Stabilitas/Rasionalisasi (quadran 3), yakni interaksi antara
     faktor kelemahan dengan peluang, yang bertujuan meminimalisir persoalan
     internal sehingga sering disebut dengan turn-around strategy.
  d. Asumsi Strategi Defensif/Survival (quadran 4), yakni interaksi antara faktor
     kelemahan dan ancaman, untuk melakukan efisiensi sebesar mungkin.
        Analisis silang dan penginteraksian faktor internal dan eksternal diatas
  dimaksudkan untuk menemukan asumsi strategi organisasi, yang kemudian
  dihubungkan dengan visi, misi dan nilai-nilai yang telah ditetapkan. Hasil dari
  pembobotan ini adalah diketemukannya pilihan-pilihan strategi berdasarkan
  urutan atau rankingnya.
        Setelah pilihan strategi ditemukan, maka dilakukan pengintegrasian atau
  analisis silang dengan pernyataan misi, untuk menghasilkan FKK (faktor kunci
  keberhasilan) atau Critical Success Factors (CSF). FKK atau CSF sendiri adalah
  faktor yang berkaitan erat dengan misi organisasi, dan berfungsi untuk lebih
  memfokuskan strategi dalam rangka pencapaian visi dan misi organisasi secara
  efektif dan efisien. Adapun langkah terakhir dari rangkaian analisis SWOT adalah
  menentukan tujuan organisasi yang diperoleh dari interaksi antara FKK dengan
  tugas pokok organisasi.

2. Scenario Planning Dipadukan dengan Systems Thinking
        Scenario    planning   adalah    sebuah    narasi   atau   cerita   mengenai
  kemungkinan-kemungkinan tentang masa depan, yang berisi uraian tentang apa
  yang mungkin terjadi, bukan apa yang harus terjadi. Dengan demikian, scenario
  planning bukan prediksi (prediction), ramalan (forecasting), atau perencanaan
  (planning) tentang masa depan, bukan pula sebuah rekayasa. Scenario planning
  adalah deskripsi, bukan preskripsi tentang masa depan. Gill Ringland (1998)
  memberi definisi scenario planning sebagai “part of strategic planning which
  relates to the tools and technologies for managing the uncertainties of the future”.


                                        35
Oleh karena scenario planning bukan sebuah perencanaan, maka istilah yang
         lebih tepat adalah scenario development atau scenario thinking.
                 Langkah pertama dalam scenario thinking adalah menentukan focal
         concern (FC), yang disusul dengan menentukan driving force (DF) atau variabel-
         variabel yang menentukan keberhasilan pencapaian FC. Dalam kaitan ini, DF
         dirumuskan dari asumsi strategi yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya
         dengan analisis SWOT. Dari driving force yang sudah diidentifikasikan,
         kemudian dilakukan evaluasi dan penilaian, baik dengan teknik linier ataupun
         non-linier. Teknik non linier adalah sebuah cara pembobotan terhadap variabel
         atau driving force dengan menggunakan kriteria urgensi (importancy) dan
         ketidakpastian       (uncertainty).4     Semakin       besar     kadar     urgensi     maupun
         ketidakpastian sebuah variabel di masa yang akan datang, maka akan semakin
         besar pula bobot yang akan diperoleh variabel tersebut. Bobot variabel
         selanjutnya dikalikan dengan rating urgensi dan ketidakpastian, sehingga
         menghasilkan skor total variabel tertentu. Setelah semua variabel diketahui skor-
         nya, maka akan dapat diketahui peringkat atau ranking-nya.
                 Selain itu, terhadap variabel atau driving force yang telah ditetapkan
         sebelumnya, akan diklasifikasi berdasarkan aspeknya, apakah masuk aspek
         politik, ekonomi, sosial, teknologi atau aspek lainnya. Oleh karena ada empat
         aspek utama yang dipertimbangkan, maka matriks/teknik ini sering dikenal
         dengan teknik PEST (politik, ekonomi, sosial/budaya, teknologi). Ada pula yang
         menyebut dengan teknik PEST-PLUS, dengan “plus”-nya adalah aspek-aspek
         diluar aspek pokok, misalnya administrasi, kelembagaan, SDM, dan lain-lain.
                 Sementara itu, teknik non linier adalah sebuah cara menganalisis variabel
         atau driving force dengan menggunakan piranti systems thinking yaitu causal
         loop diagram (CLD) guna menemukan variabel pengungkit utamanya (leverage).
         Dua leverage teratas, selanjutnya akan ditetapkan sebagai Driving Force
         Pengungkit, dan akan dipilih untuk menyusun skenario.


4
    Kees Van der Heijden dalam bukunya berjudul Scenario, the Art of Strategic Conversation, 1996, John
    Wiley & Sons, mengidentifikasi tiga bentuk ketidakpastian, yakni: risks, structural uncertainties, and
    unknowables.

                                                    36
BAB IV
                                  ANALISIS




A. Analisis Kebijakan

   1. Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg Theory)
            Pada Bab III telah disinggung bahwa analisis gunung es adalah salah satu
      tools yang dapat digunakan dalam analisis kebijakan. Tools ini pada dasarnya
      bermanfaat untuk memilah permasalahan dalam suatu organisasi, antara
      simptomatik yang berada di permukaan dengan masalah fundamental, sehingga
      akan dapat dirumuskan kebijakan yang paling baik untuk memecahkan masalah
      yang ada. Dalam konteks judul laporan ini, maka pemetaan dan pemilahan
      masalah dari masalah pokok yang dihadapi PKMK-LAN dapat dilihat dalam
      skema Gunung Es sebagai berikut:




                                      Gambar 4.1.
            Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg Theory)

                                         37
Dari analisis gunung es tersebut dapat diketahui dan dibedakan mana
  masalah yang masuk kategori masalah simptomatik dan tindakan yang
  dieprlukan   untuk   mengatasinya,     serta   mana   masalah     mendasar   yang
  memerlukan tindakan fundamental pula. Dalam kaitan ini, tidak dimanfaatkannya
  hasil kajian untuk perumusan kebijakan publik adalah masalah simptomatik,
  yang memerlukan tindakan simptomatik berupa sosialisasi dan diseminasi hasil
  kajian. Adapun masalah yang paling fundamental adalah masih merebaknya
  mentalitas para pengambil kebijakan dalam mengambil kebijakan secara instan
  tanpa melalui pertimbangan akademik yang memadai. Inilah masalah yang dapat
  dikatakan sebagai biang atas munculnya masalah-masalah simptomatik.


2. Penetapan Agenda Kebijakan (Agenda Setting)
         Dari pemetaan permasalahan yang dihasilkan melalui analisis gunung es
  diatas, selanjutnya dilakukan proses pencarian dan penentuan agenda kebijakan
  (agenda setting). Agenda setting atau agenda formation sendiri pada hakekatnya
  memuat masalah kebijakan, untuk kemudian ditetapkan menjadi masalah
  institusional (istilah Anderson) atau masalah formal (istilah Dunn).
         Dalam kaitan dengan fokus pembahasan pada KTP-2 ini, maka agenda
  setting dapat dirumuskan sebagai berikut:




                                       38
Gambar 4.2.
           Agenda Setting Penguatan Manajemen Kajian Kebijakan

      Dari gambar diatas dapat dielaborasi lebih rinci bahwa private problem
adalah masalah yang dihadapi oleh lembaga kajian secara individual dan
dampak yang timbul dari masalah itupun hanya berskala individual. Namun jika
mayoritas lembaga kajian mengalaminya, maka skala masalah tersebut menjadi
meluas sehingga akan menjadi masalah bersama atau public problem. Dari
masalah bersama ini kemudian dikonversi menjadi issu (public issu) yang harus
direspon oleh sistem kebijakan (termasuk instansi pemerintah) agar tidak
berkembang kearah yang negatif.
      Respon sistem kebijakan terhadap issu itulah yang menjadi esensi
agenda setting. Dalam hal ini, agar issu dapat masuk dalam systemic agenda
harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain: 1) issu itu memperoleh perhatian
luas dan dapat menimbulkan kesadaran masyarakat; 2) adanya opini publik yang
luas bahwa tindakan publik diperlukan untuk mengatasi issu tersebut; dan 3)
adanya persepsi publik bahwa issu/masalah tersebut merupakan tanggungjawab
yang sah dari beberapa instansi pemerintah untuk memecahkannya. Penulis

                                   39
memandang bahwa seluruh issu yang tertera dalam Gambar diatas telah
   memenuhi tiga kriteria tersebut, sehingga ketiganya dimasukkan dalam agenda
   sistemik.
          Selanjutnya, dari gambar diatas terlihat bahwa systemic agenda sama
   dengan institutional agenda. Hal ini disebabkan karena ketiganya dianggap
   berada dalam yurisdiksi kewenangan instansi pemerintah dan diyakini ada
   kemampuan untuk memecahkannya.

3. Keterkaitan Antar Elemen Kebijakan (Sistem Kebijakan)
          Institusional agenda yang telah berhasil dirumuskan diatas pada dasarnya
   hidup dalam sebuah milieu atau lingkungan kebijakan yang sangat dinamis, serta
   memiliki keterkaitan dengan elemen kebijakan lainnya seperti pelaku kebijakan,
   lingkungan kebijakan, kelompok sasaran, serta kebijakan publik itu sendiri.
          Dalam    hal   ini,   lingkungan   kebijakan   dicirikan    oleh   banyaknya
   permasalahan dalam bidang pengembangan SDM, tingkat kemanfaatan hasil
   kajian yang rendah, kontribusi kajian terhadap kualitas kebijakan publik yang
   juga masih lemah, dan sebagainya. Dengan karakter lingkungan seperti itu,
   maka pelaku kebijakan (policy actor) harus benar-benar dapat mencermatinya,
   agar dapat dihasilkan kebijakan publik yang akurat.
          Dalam hal ini, kebijakan publik yang dianggap tepat untuk mengatasi
   masalah formal yang ada adalah melalui peningkatan kapasitas SDM (capacity
   building),   pembentukan     forum   koordinasi   yang   lebih    permanen,   serta
   penyusunan dokumen perencanaan kebutuhan kajian dengan memperhatikan
   kebutuhan pelanggan (stakeholder).
          Secara diagramatis, program penguatan manajemen kajian kebijakan
   dalam perspektif sistem kebijakan dapat dilihat sebagai berikut:




                                        40
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian
Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

More Related Content

What's hot

Paparan data dalam perencanaan pembangunan
Paparan data dalam perencanaan pembangunanPaparan data dalam perencanaan pembangunan
Paparan data dalam perencanaan pembangunanSiti Sahati
 
Penyusunan Policy Brief
Penyusunan Policy BriefPenyusunan Policy Brief
Penyusunan Policy BriefDadang Solihin
 
DIAGNOSA ORGANISASI PKA.pdf
DIAGNOSA ORGANISASI PKA.pdfDIAGNOSA ORGANISASI PKA.pdf
DIAGNOSA ORGANISASI PKA.pdfTriSarjaka1
 
Mekanisme dan Proses Perencanaan Pembangunan Daerah berdasarkan UU 25/2004
Mekanisme dan Proses Perencanaan Pembangunan Daerah  berdasarkan UU 25/2004Mekanisme dan Proses Perencanaan Pembangunan Daerah  berdasarkan UU 25/2004
Mekanisme dan Proses Perencanaan Pembangunan Daerah berdasarkan UU 25/2004Dadang Solihin
 
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daerahaRian Saifulloh
 
Monitoring dan Evaluasi Kinerja Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Kinerja PembangunanMonitoring dan Evaluasi Kinerja Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Kinerja PembangunanDadang Solihin
 
ORIENTASI LAPANGAN PIM III PKP2A II LAN Makassar (Muskamal.S.Sos, M.Si)
ORIENTASI LAPANGAN PIM III PKP2A II LAN Makassar (Muskamal.S.Sos, M.Si)ORIENTASI LAPANGAN PIM III PKP2A II LAN Makassar (Muskamal.S.Sos, M.Si)
ORIENTASI LAPANGAN PIM III PKP2A II LAN Makassar (Muskamal.S.Sos, M.Si)Muskamal Lau
 
Pendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunanPendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunanQiu El Fahmi
 
Rancanga yuyun matriks tabel
Rancanga yuyun matriks tabelRancanga yuyun matriks tabel
Rancanga yuyun matriks tabeltemanna #LABEDDU
 
Makalah jpt pratama 2018 kominfo
Makalah jpt pratama 2018 kominfoMakalah jpt pratama 2018 kominfo
Makalah jpt pratama 2018 kominfoIr. Zakaria, M.M
 
Pengelolaan jf widyaiswara paparan kapus rakor 20 sept 19
Pengelolaan jf widyaiswara   paparan kapus rakor 20 sept 19Pengelolaan jf widyaiswara   paparan kapus rakor 20 sept 19
Pengelolaan jf widyaiswara paparan kapus rakor 20 sept 19temanna #LABEDDU
 
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis KebijakanModul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakanunitpublikasi
 
Makalah jpt pratama 2018 ketahanan pangan dan penyuluhan 2018
Makalah jpt pratama 2018 ketahanan pangan dan penyuluhan 2018Makalah jpt pratama 2018 ketahanan pangan dan penyuluhan 2018
Makalah jpt pratama 2018 ketahanan pangan dan penyuluhan 2018Ir. Zakaria, M.M
 
PROPOSAL PROYEK PERUBAHAN. Penataan Arsip Terpadu
PROPOSAL PROYEK PERUBAHAN. Penataan Arsip TerpaduPROPOSAL PROYEK PERUBAHAN. Penataan Arsip Terpadu
PROPOSAL PROYEK PERUBAHAN. Penataan Arsip TerpaduSujud Marwoto
 
Menulis Naskah Rekomendasi Kebijakan
Menulis Naskah Rekomendasi KebijakanMenulis Naskah Rekomendasi Kebijakan
Menulis Naskah Rekomendasi KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)Joy Irman
 

What's hot (20)

Paparan data dalam perencanaan pembangunan
Paparan data dalam perencanaan pembangunanPaparan data dalam perencanaan pembangunan
Paparan data dalam perencanaan pembangunan
 
Penyusunan Policy Brief
Penyusunan Policy BriefPenyusunan Policy Brief
Penyusunan Policy Brief
 
DIAGNOSA ORGANISASI PKA.pdf
DIAGNOSA ORGANISASI PKA.pdfDIAGNOSA ORGANISASI PKA.pdf
DIAGNOSA ORGANISASI PKA.pdf
 
Mekanisme dan Proses Perencanaan Pembangunan Daerah berdasarkan UU 25/2004
Mekanisme dan Proses Perencanaan Pembangunan Daerah  berdasarkan UU 25/2004Mekanisme dan Proses Perencanaan Pembangunan Daerah  berdasarkan UU 25/2004
Mekanisme dan Proses Perencanaan Pembangunan Daerah berdasarkan UU 25/2004
 
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
 
Monitoring dan Evaluasi Kinerja Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Kinerja PembangunanMonitoring dan Evaluasi Kinerja Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Kinerja Pembangunan
 
ORIENTASI LAPANGAN PIM III PKP2A II LAN Makassar (Muskamal.S.Sos, M.Si)
ORIENTASI LAPANGAN PIM III PKP2A II LAN Makassar (Muskamal.S.Sos, M.Si)ORIENTASI LAPANGAN PIM III PKP2A II LAN Makassar (Muskamal.S.Sos, M.Si)
ORIENTASI LAPANGAN PIM III PKP2A II LAN Makassar (Muskamal.S.Sos, M.Si)
 
Pendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunanPendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunan
 
Rancanga yuyun matriks tabel
Rancanga yuyun matriks tabelRancanga yuyun matriks tabel
Rancanga yuyun matriks tabel
 
Makalah jpt pratama 2018 kominfo
Makalah jpt pratama 2018 kominfoMakalah jpt pratama 2018 kominfo
Makalah jpt pratama 2018 kominfo
 
Pengelolaan jf widyaiswara paparan kapus rakor 20 sept 19
Pengelolaan jf widyaiswara   paparan kapus rakor 20 sept 19Pengelolaan jf widyaiswara   paparan kapus rakor 20 sept 19
Pengelolaan jf widyaiswara paparan kapus rakor 20 sept 19
 
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis KebijakanModul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
 
Makalah jpt pratama 2018 ketahanan pangan dan penyuluhan 2018
Makalah jpt pratama 2018 ketahanan pangan dan penyuluhan 2018Makalah jpt pratama 2018 ketahanan pangan dan penyuluhan 2018
Makalah jpt pratama 2018 ketahanan pangan dan penyuluhan 2018
 
Materi Kebijakan publik
Materi Kebijakan publikMateri Kebijakan publik
Materi Kebijakan publik
 
PROPOSAL PROYEK PERUBAHAN. Penataan Arsip Terpadu
PROPOSAL PROYEK PERUBAHAN. Penataan Arsip TerpaduPROPOSAL PROYEK PERUBAHAN. Penataan Arsip Terpadu
PROPOSAL PROYEK PERUBAHAN. Penataan Arsip Terpadu
 
Bab 5. Strategi Monitoring dan Evaluasi
 Bab 5. Strategi Monitoring dan Evaluasi Bab 5. Strategi Monitoring dan Evaluasi
Bab 5. Strategi Monitoring dan Evaluasi
 
Manajemen Pembangunan
Manajemen  PembangunanManajemen  Pembangunan
Manajemen Pembangunan
 
Menulis Naskah Rekomendasi Kebijakan
Menulis Naskah Rekomendasi KebijakanMenulis Naskah Rekomendasi Kebijakan
Menulis Naskah Rekomendasi Kebijakan
 
Formulasi kebijakan
Formulasi kebijakanFormulasi kebijakan
Formulasi kebijakan
 
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
 

Viewers also liked

Formulasi Kebijakan
Formulasi Kebijakan Formulasi Kebijakan
Formulasi Kebijakan Amri Syam
 
Menerawang Pembangunan Wilayah di masa depan dengan analisis skenario (skenar...
Menerawang Pembangunan Wilayah di masa depan dengan analisis skenario (skenar...Menerawang Pembangunan Wilayah di masa depan dengan analisis skenario (skenar...
Menerawang Pembangunan Wilayah di masa depan dengan analisis skenario (skenar...Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...Tri Widodo W. UTOMO
 
Intisari Buku Public Policy Analysis (William N. Dunn)
Intisari Buku Public Policy Analysis (William N. Dunn)Intisari Buku Public Policy Analysis (William N. Dunn)
Intisari Buku Public Policy Analysis (William N. Dunn)Asep Sufyan Tsauri
 

Viewers also liked (6)

Formulasi Kebijakan
Formulasi Kebijakan Formulasi Kebijakan
Formulasi Kebijakan
 
Pertemuan ke 13 - naskah kebijakan sosial
Pertemuan ke 13 - naskah kebijakan sosialPertemuan ke 13 - naskah kebijakan sosial
Pertemuan ke 13 - naskah kebijakan sosial
 
Menerawang Pembangunan Wilayah di masa depan dengan analisis skenario (skenar...
Menerawang Pembangunan Wilayah di masa depan dengan analisis skenario (skenar...Menerawang Pembangunan Wilayah di masa depan dengan analisis skenario (skenar...
Menerawang Pembangunan Wilayah di masa depan dengan analisis skenario (skenar...
 
Makalah bela negara
Makalah bela negaraMakalah bela negara
Makalah bela negara
 
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
 
Intisari Buku Public Policy Analysis (William N. Dunn)
Intisari Buku Public Policy Analysis (William N. Dunn)Intisari Buku Public Policy Analysis (William N. Dunn)
Intisari Buku Public Policy Analysis (William N. Dunn)
 

Similar to Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

buku_panduan_ahd_2023_revisi 27 06 2023.pdf
buku_panduan_ahd_2023_revisi 27 06 2023.pdfbuku_panduan_ahd_2023_revisi 27 06 2023.pdf
buku_panduan_ahd_2023_revisi 27 06 2023.pdfAchmadSyauqi9
 
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pelaksanaannya
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PelaksanaannyaSistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pelaksanaannya
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PelaksanaannyaDadang Solihin
 
pendidikan tinggi yang berkualitas melalui implementasi tri darma perguruan t...
pendidikan tinggi yang berkualitas melalui implementasi tri darma perguruan t...pendidikan tinggi yang berkualitas melalui implementasi tri darma perguruan t...
pendidikan tinggi yang berkualitas melalui implementasi tri darma perguruan t...taqiudinzarkasi
 
JURNAL PDP VOL 1 NO 2 Benny Agus Setiono Kualitas Pelayanan
JURNAL PDP VOL 1 NO 2 Benny Agus Setiono Kualitas PelayananJURNAL PDP VOL 1 NO 2 Benny Agus Setiono Kualitas Pelayanan
JURNAL PDP VOL 1 NO 2 Benny Agus Setiono Kualitas Pelayananbennyagussetiono
 
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setionoDidik Purwiyanto Vay
 
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setionoDidik Purwiyanto Vay
 
Monitoring dan Evaluasi: Pengertian, Metode, Teknik, dan Pengendaliannya
Monitoring dan Evaluasi: Pengertian, Metode, Teknik, dan PengendaliannyaMonitoring dan Evaluasi: Pengertian, Metode, Teknik, dan Pengendaliannya
Monitoring dan Evaluasi: Pengertian, Metode, Teknik, dan PengendaliannyaDadang Solihin
 
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...Ahmad Irfansyah
 
Laporan penelitian ahmad irfansyah
Laporan penelitian ahmad irfansyahLaporan penelitian ahmad irfansyah
Laporan penelitian ahmad irfansyahAhmad Irfansyah
 
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN   KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN   KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...Oswar Mungkasa
 
REVIEW JURNAL INTERNASIONAL MONA NOVITA " ASSESSMENT OF THE QUALITY MANAGEMEN...
REVIEW JURNAL INTERNASIONAL MONA NOVITA " ASSESSMENT OF THE QUALITY MANAGEMEN...REVIEW JURNAL INTERNASIONAL MONA NOVITA " ASSESSMENT OF THE QUALITY MANAGEMEN...
REVIEW JURNAL INTERNASIONAL MONA NOVITA " ASSESSMENT OF THE QUALITY MANAGEMEN...Mona Novita
 
Modul 4 eselon 4 manajemen proyek
Modul 4 eselon 4 manajemen proyekModul 4 eselon 4 manajemen proyek
Modul 4 eselon 4 manajemen proyekDhiangga Jauhary
 
Buku 3 b borang institusi pengelola program diploma
Buku 3 b borang institusi pengelola program diplomaBuku 3 b borang institusi pengelola program diploma
Buku 3 b borang institusi pengelola program diplomaOperator Warnet Vast Raha
 
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019Khrisna Ariyudha
 
Isu Manajemen Strategik dalam Pengembangan Pengajaran Berbasis Teknologi Inf...
Isu Manajemen Strategik  dalam Pengembangan Pengajaran Berbasis Teknologi Inf...Isu Manajemen Strategik  dalam Pengembangan Pengajaran Berbasis Teknologi Inf...
Isu Manajemen Strategik dalam Pengembangan Pengajaran Berbasis Teknologi Inf...ediPuJa1
 

Similar to Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian (20)

buku_panduan_ahd_2023_revisi 27 06 2023.pdf
buku_panduan_ahd_2023_revisi 27 06 2023.pdfbuku_panduan_ahd_2023_revisi 27 06 2023.pdf
buku_panduan_ahd_2023_revisi 27 06 2023.pdf
 
SANKRI
SANKRISANKRI
SANKRI
 
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pelaksanaannya
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PelaksanaannyaSistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pelaksanaannya
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pelaksanaannya
 
pendidikan tinggi yang berkualitas melalui implementasi tri darma perguruan t...
pendidikan tinggi yang berkualitas melalui implementasi tri darma perguruan t...pendidikan tinggi yang berkualitas melalui implementasi tri darma perguruan t...
pendidikan tinggi yang berkualitas melalui implementasi tri darma perguruan t...
 
JURNAL PDP VOL 1 NO 2 Benny Agus Setiono Kualitas Pelayanan
JURNAL PDP VOL 1 NO 2 Benny Agus Setiono Kualitas PelayananJURNAL PDP VOL 1 NO 2 Benny Agus Setiono Kualitas Pelayanan
JURNAL PDP VOL 1 NO 2 Benny Agus Setiono Kualitas Pelayanan
 
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono
 
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono
5. analisis kualitas pelayanan berdasarkan ikm benny agus setiono
 
konsep aktualisasi
konsep aktualisasikonsep aktualisasi
konsep aktualisasi
 
Monitoring dan Evaluasi: Pengertian, Metode, Teknik, dan Pengendaliannya
Monitoring dan Evaluasi: Pengertian, Metode, Teknik, dan PengendaliannyaMonitoring dan Evaluasi: Pengertian, Metode, Teknik, dan Pengendaliannya
Monitoring dan Evaluasi: Pengertian, Metode, Teknik, dan Pengendaliannya
 
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...
 
Laporan penelitian ahmad irfansyah
Laporan penelitian ahmad irfansyahLaporan penelitian ahmad irfansyah
Laporan penelitian ahmad irfansyah
 
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN   KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN   KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAK...
 
Tugasan 1
Tugasan 1Tugasan 1
Tugasan 1
 
864-2454-2-PB.pdf
864-2454-2-PB.pdf864-2454-2-PB.pdf
864-2454-2-PB.pdf
 
REVIEW JURNAL INTERNASIONAL MONA NOVITA " ASSESSMENT OF THE QUALITY MANAGEMEN...
REVIEW JURNAL INTERNASIONAL MONA NOVITA " ASSESSMENT OF THE QUALITY MANAGEMEN...REVIEW JURNAL INTERNASIONAL MONA NOVITA " ASSESSMENT OF THE QUALITY MANAGEMEN...
REVIEW JURNAL INTERNASIONAL MONA NOVITA " ASSESSMENT OF THE QUALITY MANAGEMEN...
 
Modul 4 eselon 4 manajemen proyek
Modul 4 eselon 4 manajemen proyekModul 4 eselon 4 manajemen proyek
Modul 4 eselon 4 manajemen proyek
 
Buku 3 b borang institusi pengelola program diploma
Buku 3 b borang institusi pengelola program diplomaBuku 3 b borang institusi pengelola program diploma
Buku 3 b borang institusi pengelola program diploma
 
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
 
Isu Manajemen Strategik dalam Pengembangan Pengajaran Berbasis Teknologi Inf...
Isu Manajemen Strategik  dalam Pengembangan Pengajaran Berbasis Teknologi Inf...Isu Manajemen Strategik  dalam Pengembangan Pengajaran Berbasis Teknologi Inf...
Isu Manajemen Strategik dalam Pengembangan Pengajaran Berbasis Teknologi Inf...
 
hilirisasi.pdf
hilirisasi.pdfhilirisasi.pdf
hilirisasi.pdf
 

More from Tri Widodo W. UTOMO

Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian KesehatanBeyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian KesehatanTri Widodo W. UTOMO
 
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanStrategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanTri Widodo W. UTOMO
 
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTransformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTri Widodo W. UTOMO
 
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluStrategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluTri Widodo W. UTOMO
 
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNPengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNTri Widodo W. UTOMO
 
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTri Widodo W. UTOMO
 
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikManajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikTri Widodo W. UTOMO
 
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarProspek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarTri Widodo W. UTOMO
 
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightGamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightTri Widodo W. UTOMO
 
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahSignifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahTri Widodo W. UTOMO
 
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaPeta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaTri Widodo W. UTOMO
 
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiKab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiTri Widodo W. UTOMO
 
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanPerumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Recharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangRecharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTransformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTransformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTri Widodo W. UTOMO
 
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaKorpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaTri Widodo W. UTOMO
 
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakInovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakTri Widodo W. UTOMO
 

More from Tri Widodo W. UTOMO (20)

Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian KesehatanBeyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
 
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanStrategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
 
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
 
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTransformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
 
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluStrategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
 
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNPengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
 
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
 
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikManajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
 
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarProspek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
 
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightGamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
 
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahSignifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
 
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaPeta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
 
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiKab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
 
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanPerumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Recharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangRecharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang Panjang
 
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTransformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
 
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTransformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
 
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaKorpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
 
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakInovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
 

Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

  • 1. KARYA TULIS PRESTASI PERSEORANGAN Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian pada Pusat Kajian Manajemen Kebijakan DISUSUN OLEH: NAMA : TRI WIDODO WAHYU UTOMO NDH : 53 KELAS : B ASAL INSTANSI : LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II, ANGKATAN XXXI JAKARTA, 2011 0
  • 2. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA PUSDIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINAN PROGRAM DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II PERSETUJUAN PENYAJIAN KARYA TULIS PRESTASI PERSEORANGAN PENINGKATAN KUALITAS KEBIJAKAN PUBLIK MELALUI PENGUATAN MANAJEMEN DAN PRODUK KAJIAN PADA PUSAT KAJIAN MANAJEMEN KEBIJAKAN Disusun Oleh: TRI WIDODO WAHYU UTOMO NDH : 53 KELAS: B Disetujui Oleh: Kepala Pusat Diklat SPIMNAS Bidang Kepemimpinan ( Drs. Makhdum Priyatno, MA ) LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II, ANGKATAN XXXI JAKARTA, 2011 i
  • 3. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA PUSDIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINAN PROGRAM DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II PENGESAHAN KTP-2 PENINGKATAN KUALITAS KEBIJAKAN PUBLIK MELALUI PENGUATAN MANAJEMEN DAN PRODUK KAJIAN PADA PUSAT KAJIAN MANAJEMEN KEBIJAKAN Disusun Oleh: TRI WIDODO WAHYU UTOMO NDH : 53 KELAS: B Disajikan Pada: HARI : Jum’at TANGGAL : 19 Agustus 2011 Disetujui Oleh: Kepala Pusat Diklat SPIMNAS Bidang Kepemimpinan (Drs. Makhdum Priyatno, MA) LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II, ANGKATAN XXXI JAKARTA, 2011 ii
  • 4. EXECUTIVE SUMMARY Pusat Kajian Manajemen Kebijakan (PKMK), Lembaga Administrasi Negara, selanjutnya disebut PKMK-LAN adalah unit kerja dibawah Deputi Kajian Manajemen Kebijakan dan Pelayanan LAN, dan memiliki tugas pokok melaksanakan penyusunan rencana, penelaahan kebijakan, pengkajian, dan evaluasi pelaksanaan program kajian manajemen kebijakan dan pembangunan, manajemen perekonomian negara, serta pemberian bantuan teknis dan administratif kepada Pusat dan kelompok jabatan fungsional di lingkungannya. Sehubungan dengan hal tersebut, PKMK-LAN merasa perlu untuk melakukan beberapa hal sebagai prasyarat keberhasilan pelaksanaan tupoksinya dengan baik. Salah satunya adalah dengan mengidentifikasi pelanggan (stakeholders) PKMK-LAN beserta ekspektasinya. Hal ini penting dilakukan dengan tujuan agar program dan pelayanan yang diberikan PKMK-LAN benar-benar dapat diaplikasikan untuk kemajuan stakeholders. Selain itu, PKMK-LAN juga terus-menerus berusaha menyempurnakan manajemen kajian, yang meliputi perencanaan kajian, penerapan metodologi, pengembangan kapasitas SDM khususnya peneliti, serta penguatan koordinasi atau networking. Jika manajemen kajian kebijakan dapat dilakukan secara optimal, maka diyakini produk kajian pada PKMK-LAN akan lebih berbobot, sehingga akan meningkatkan kontribusi kajian kebijakan dalam upaya mewujudkan kebijakan publik yang jauh lebih berkualitas, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Namun, selama ini terdapat fenomena bahwa manajemen kajian di PKMK-LAN relatif masih lemah, yang berdampak pada belum optimalnya kontribusi kajian kebijakan dalam peningkatan kualitas kebijakan publik. Issu inilah yang ditetapkan sebagai rumusan masalah pada penulisan KTP-2 ini. Dan atas dasar rumusan masalah tersebut, maka fokus penulisan KTP-2 ini adalah pembenahan manajemen kajian. Dalam rangka menganalisis masalah yang telah dirumuskan diatas, penulis menggunakan tools antara lain analisis kebijakan, serta piranti analisis manajemen strategis yang meliputi SWOT Analysis, dan Scenario Planning dengan perpaduan Systems Thinking. Dari hasil analisis ditemukan 3 (tiga) variabel utama yang menjadi leverage atau pengungkit dalam mewujudkan tupoksi PKMK-LAN, yakni: 1) pengembangan kapasitas / kompetensi SDM khususnya Peneliti; 2) peningkatan frekuensi dan jenis layanan; serta 3) redefinisi visi dan misi organisasi. Ketiga variabel tadi, apabila diterapkan memiliki tujuan masing-masing sebagai berikut: iii
  • 5. • Meningkatkan kapasitas / kompetensi SDM guna memperkuat kualitas produk kajian dan meningkatkan kontribusi kajian kebijakan terhadap peningkatan kualitas kebijakan publik. • Memperkokoh budaya kerja untuk menciptakan prakondisi dan lingkungan yang ideal (enabling) bagi terselenggaranya manajemen kajian yang efektif, serta budaya pelayanan yang maksimal. • Mempertajam perencanaan yang berfungsi sebagai masterplan program kajian kebijakan yang berorientasi pemecahan masalah, berpikir kedepan (forward looking), serta memenuhi kebutuhan stakeholders. Dengan kata lain, ketiga hal tersebut merupakan variabel prioritas dalam memperkuat fungsi manajemen kajian di PKMK-LAN, dan jika dapat diwujudkan menjadi faktor kunci untuk mewujudkan produk kajian yang bermutu serta kontribusi yang positif dalam membangun kebijakan publik yang berkualitas di tanah air. Dengan telah terpetakannya leverage untuk peningkatan kinerja serta faktor- faktor lingkungan strategis, maka PKMK-LAN perlu segera merumuskan strategi yang harus dilakukan baik pada jangka pendek maupun jangka panjang, untuk kemudian dimonitor secara regular, dan jika perlu dilakukan penyesuaian secara berkala seiring dengan dinamika lingkungan yang cenderung terus bergerak. Pada saat yang bersamaan, PKMK-LAN harus memberi perhatian serius untuk membangun kapasitas SDM, khususnya fungsional Peneliti. Jika tidak, maka pada jangka panjang akan menjadi bumerang buat organisasi karena tidak akan mampu merespon kebutuhan dan tuntutan stakeholders-nya. iv
  • 6. KATA PENGANTAR Tiada sesuatupun yang dapat penulis ungkapkan atas terselesaikannya KTP-2 ini kecuali syukur yang terdalam kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia- Nya, sehingga meski dalam serba-keterbatasan, penulis tetap mampu menyelesaikan kewajiban dalam rangkaian keikutsertaan penulis sebagai peserta Diklat Kepemimpinan Tingkat II, Angkatan XXXI, Kelas B. Terimakasih yang tulus juga penulis haturkan atas bimbingan, perhatian, serta curahan ilmu dan daya upaya dari para Widyaiswara seperti bapak Suwaris, bapak Idrin M. Su’ud, bapak Safuan Tingal, bapak Frans Turangan, bapak Sutrisno, dan bapak Husni Bahri Tob. Penulis berdoa semoga Allah SWT memberi balasan berlipat atas amal jariyah bapak-bapak semua. Ucapan dan doa yang sama penulis persembahkan untuk seluruh jajaran penyelenggara, dari bapak Makhdum Priyatno, mas Sudardi, mbak Erna Novianti, jeng Reni Suzanna, kang Dadan Sidqul Anwar, mbak Rita, kang Rudi, dan para pekerja keras lainnya di lingkungan Pusdiklat Spimnas Bidang Kepemimpinan yang tidak bisa penulis sebut satu per satu. Penulis sangat mengapresiasi komitmen dan dedikasinya untuk sebuah proses pembelajaran yang semakin professional. Tidak ketinggalan pula, kepada jajaran staf PKMK-LAN: Erna Irawati, Ginting Suradi, Octa Suhartono, Wisber Wiryanto, Asropi, Sahadi, Zuraida, dan Irma Sofia, penulis sampaikan terima kasih atas dukungannya selama ini serta semangat pengabdiannya untuk kesuksesan PKMK-LAN. Sudah sepantasnya pula bagi penulis untuk mohon maaf jika selama mengikuti program Diklatpim kurang memberi perhatian yang cukup untuk unit kerja tercinta. Semoga jalinan keakraban dan sinergi diantara kita semua dapat terus kita pupuk dan kembangkan dimasa-masa mendatang. Tentu, penulis sangat berterimakasih kepada pimpinan instansi, Kepala LAN bapak Asmawi Rewansyah, Sestama LAN bapak Panani, atasan langsung bapak Noorsyamsa Djumara (mantan Deputi KMKP), dan bapak Desi Fernanda (Plh. Deputi KMKP) yang telah memberi kepercayaan kepada penulis selaku pembantu beliau, juga untuk dorongan dan dukungan penuhnya, sehingga penulis dapat menjalani semua tugas dengan baik. Penulispun memanjatkan doa semoga bapak-bapak dianugerahi umur yang panjang, kesehatan lahir batin, serta kekuatan untuk terus memimpin LAN beserta seluruh perangkatnya. Last but not least, rasa terimakasih dan cinta dari lubuk hati terdalam penulis hadiahkan untuk istri penulis, R. Kania, beserta anak-anak yang cantik dan sholehah, Teteh Syifa, Mbak Rara, Kakak Tria, dan Adik Bayi Kembar yang masih berada dalam alam rahim ibunya. Perjuangan penulis rasanya tidak berarti dibanding dengan v
  • 7. perjuangan, pengorbanan, doa, dan kasih sayang mereka untuk penulis. Semoga Allah memberi balasan dengan pahala berlipat ganda serta dengan syurga-Nya. Semoga pula Allah SWT mengekalkan cinta diantara kita, memelihara iman kita, membahagiakan hidup kita, dan senantiasa menuntun kita menuju ridha-Nya. KTP-2 ini secara formal merupakan kertas kerja yang dipersyaratkan dalam program Diklatpim II. Namun esensinya lebih dari sekedar syarat formal. Sebab, KTP- ini sesungguhnya merupakan sebuah latihan berpikir cerdas dan visioner (intellectual exercise) yang lahir dari proses panjang selama 11 minggu. Selain itu, KTP-2 juga berisi sebuah perencanaan kinerja yang sayang apabila tidak ada implementasi dan tindak lanjutnya. Dengan kata lain, KTP-2 adalah sebuah dokumen perencanaan, yang seyogyanya dapat diintegrasikan dengan dokumen perencanaan yang lebih terstruktur dari instansi induk. Dengan memahami urgensi KTP-2 yang begitu tinggi, maka penulis mencoba semampu mungkin untuk menghasilkan sebuah analisis yang terbaik. Meskipun demikian, penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa KTP-2 ini masih menyimpan sejuta kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, dengan hati terbuka disertai ucapan terima kasih, penulis mengundang semua pihak untuk memberi saran, kritik, dan rekomendasi membangun untuk penyempurnaan kertas kerja ini. Semoga, karya sederhana ini mampu memberi nuansa berbeda baik dalam rangkaian penyelenggaraan Diklatpim II Angkatan XXXI maupun dalam implementasi kelak di permanent system. Salam semangat tak pernah padam … !! Jakarta, 16 Agustus 2011 Tri Widodo Wahyu Utomo NDH. 53 vi
  • 8. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA PUSAT DIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINAN PAKTA INTEGRITAS Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa Karya Tulis Prestasi Perseorangan (KTP-2) saya susun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Diklatpim Tingkat II yang seluruhnya merupakan hasil karya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan KTP-2 yang saya kutip secara langsung atau tidak langsung dari hasil karya orang lain telah saya tuliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian KTP-2 ini bukan karya tulis saya sendiri, atau ada indikasi adanya plagiasi di bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Pakta Integritas ini dibuat dengan sebenarnya, tanpa tekanan dari siapapun, dan Pakta Integritas ini digunakan untuk seperlunya. Jakarta, 16 Agustus 2011 Tri Widodo Wahyu Utomo NDH. 53 vii
  • 9. DAFTAR ISI Persetujuan Judul KTP-2 Lembar Persetujuan Penyajian KTP-2 ………………………………………………… i Lembar Pengesahan KTP-2 ……………………………………………………………… ii Executive Summary ………………………………………………………………………. iii Kata Pengantar …………………………………………………………………………… v Pakta Integritas …………………………………………………………………………… vii Daftar Isi …………………………………………………………………………………… viii Daftar Tabel ………………………………………………………………………………. x Daftar Gambar ……………………………………………………………………………. xi BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………… 1 A. Latar Belakang ……………………………………………………….. 1 1. Tupoksi, Visi Misi, dan Nilai-Nilai PKMK-LAN …………………… 1 2. Identifikasi dan Ekspektasi Pelanggan PKMK-LAN ……………. 3 3. PKMK-LAN dan Kajian Kebijakan ……………………………….. 7 B. Rumusan Masalah …………………………………………………….. 9 C. Deskripsi Masalah …………………………………………………….. 10 D. Kerangka Pikir …………………………………………………………. 10 E. Tujuan, Sasaran, dan Indikator Hasil yang Diharapkan …………… 11 BAB II KERANGKA KONSEPTUAL ……………………………………………… 13 A. Teori Kebijakan Publik ………………………………………………… 13 1. Negara dan Kebijakan Publik …………………………………….. 13 2. Proses / Siklus Kebijakan Publik …………………………………. 14 3. Analisis Kebijakan Publik …………………………………………. 15 4. Bentuk Kebijakan Publik ………………………………………….. 18 B. Kebijakan Publik dan Kinerjanya Secara Umum …………………… 19 C. Kajian Kebijakan dan Kondisinya ……………………………………. 22 D. Permasalahan Umum Manajemen Kajian di LAN dan Peran PKMK- LAN Dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan ………………………. 24 1. Permasalahan Manajemen Kajian di LAN Secara Umum ……… 24 viii
  • 10. 2. Peran PKMK-LAN Dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan ……. 26 E. Upaya Restorasi Kajian Manajemen Kebijakan ……………………. 28 BAB III INSTRUMEN ANALISIS …………………………………………………… 30 A. Analisis Kebijakan (Policy Analisys) ………………………………….. 30 1. Iceberg (Gunung Es) Maani and Canava ……………………….. 30 2. Agenda Setting James Anderson ………………………………… 30 3. Policy System Mustopadidjaja …………………………………… 32 4. Problem Formulation William Dunn ……………………………… 32 B. Analisis Manajemen Strategis ………………………………………. 34 1. SWOT ………………………………………………………………. 34 2. Scenario Planning dipadukan dengan Systems Thinking ……… 35 BAB IV ANALISIS …………………………………………………………………. 37 A. Analisis Kebijakan …………………………………………………….. 37 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg Theory) ……………………………………………………………… 37 2. Penetapan Agenda Kebijakan (Agenda Setting) ……………….. 38 3. Keterkaitan Antar Elemen Kebijakan (Sistem Kebijakan) ……… 40 4. Perumusan Masalah/Pengkajian Persoalan ……………………. 41 5. Penetapan Tujuan dan Peramalan Kebijakan …………………… 43 B. Analisis Manajemen Strategis ………………………………………… 44 1. Analisis Lingkungan Strategis (SWOT) …………………………... 44 2. Scenario Planning Dipadukan dengan Systems Thinking ……… 51 BAB V REKOMENDASI DAN RENCANA AKSI ………………………………… 61 A. Rekomendasi ………………………………………………………….. 61 B. Rencana Aksi ………………………………………………………….. 62 BAB VI PENUTUP …………………………………………………………………. 66 Daftar Pustaka …………………………………………………………………………… 68 ix
  • 11. DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Identifikasi Pelanggan PKMK-LAN dan Ekspektasinya ……………. 4 Tabel 1.2. Komposisi Pegawai di PKMK-LAN …………………………………… 9 Tabel 2.1. Perbandingan Siklus/Proses Kebijakan ……………………………… 14 Tabel 2.2. Perbedaan Karakteristik Peraturan (Regeling) dan Keputusan (Beschikking) …………………………………………………………… 19 Tabel 2.3. Jumlah Perda yang Dibatalkan Pemerintah Pusat Berdasarkan Tahun ……………………………………………………………………. 22 Tabel 4.1. Perumusan Masalah PKMK-LAN ……………………………………. 41 Tabel 4.2. Penetapan Tujuan dan Peramalan Kebijakan Publik ………………. 43 Tabel 4.3. Analisis Faktor Internal (KAFI) dan Eksternal (KAFE) PKMK-LAN … 46 Tabel 4.4. Formulasi Asumsi Strategi PKMK-LAN (KAFI v.s. KAFE) ………….. 47 Tabel 4.5. Pilihan Asumsi Strategi PKMK-LAN …………………………………. 47 Tabel 4.6. Pilihan Strategi PKMK-LAN dan Urutannya …………………………. 48 Tabel 4.7. Faktor Kunci Keberhasilan (Critical Success Factors) PKMK-LAN .. 49 Tabel 4.8. Perumusan Tujuan PKMK-LAN ……………………………………… 50 Tabel 4.9. Driving Force PKMK-LAN ……………………………………………… 51 Tabel 4.10. Evaluasi dan Penilaian Driving Force PKMK-LAN Dengan Teknik Linier …………………………………………………………………….. 52 Tabel 4.11. Analisis Leverage PKMK-LAN ……………………………………….. 53 Tabel 4.12. Persandingan Tujuan dan Leverage Utama PKMK-LAN Berdasarkan Hasil Analisis Kebijakan Publik, SWOT, dan Scenario Planning ……………………………………………………………….. 56 Tabel 4.13. Narasi Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN ……… 59 Tabel 5.1. Kriteria Rencana Aksi PKMK-LAN …………………………………… 62 x
  • 12. DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Kerangka Pikir (Logical Framework) Penguatan Manajemen Kajian Untuk Meningkatkan Kualitas Kebijakan Publik …………………….. 11 Gambar 2.1. Hubungan Antara Kajian Manajemen Kebijakan dengan Kajian Substantif Lain di Lingkungan LAN …………………………………. 26 Gambar 2.2. Peran dan Posisi Program Kajian Pusat PKMK-LAN Dalam Konstelasi Kebijakan Publik …………………………………………… 27 Gambar 2.3. Urgensi Kajian Kebijakan Dalam Meningkatkan Kualitas Kebijakan Publik dan Mewujudkan Cita-Cita Konstitusi ……………………….. 29 Gambar 3.1. Perbandingan Tahap Perumusan Masalah Menurut James Anderson dan William Dunn …………………………………………… 31 Gambar 3.2. Sistem Kebijakan (Kombinasi William Dunn dan Mustopadidjaja) … 32 Gambar 3.3. Tahap/Teknik Perumusan Masalah (William Dunn) ……………….. 33 Gambar 4.1. Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg Theory) …………………………………………………………………. 37 Gambar 4.2. Agenda Setting Penguatan Manajemen Kajian Kebijakan ………… 39 Gambar 4.3. Program Penguatan Manajemen Kajian Kebijakan Dalam Perspektif Sistem Kebijakan ………………………………………….. 41 Gambar 4.4. Identifikasi Faktor Lingkungan Strategis PKMK-LAN ………………. 45 Gambar 4.5. Evaluasi dan Penilaian Driving Force PKMK-LAN Dengan Teknik Non-linier ………………………………………………………………. 53 Gambar 4.6. Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN ………………. 57 Gambar 4.7. Ciri-Ciri Kunci Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN . 59 xi
  • 13. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Tupoksi, Visi Misi, dan Nilai-Nilai PKMK-LAN Pusat Kajian Manajemen Kebijakan Lembaga Administrasi Negara, selanjutnya disebut PKMK-LAN, adalah unit kerja struktural dibawah Deputi Kajian Manajemen Kebijakan dan Pelayanan, yang memiliki tugas pokok melaksanakan penyusunan rencana, penelaahan kebijakan, pengkajian, dan evaluasi pelaksanaan program kajian manajemen kebijakan dan pembangunan, manajemen perekonomian negara, serta pemberian bantuan teknis dan administratif kepada Pusat dan kelompok jabatan fungsional di lingkungannya. Adapun fungsi yang diemban untuk melaksanakan tugas pokok tersebut adalah: a. Perencanaan program kajian manajemen kebijakan dan manajemen pembangunan serta manajemen perekonomian negara di bidang pembangunan administrasi negara; b. Pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan program kajian manajemen kebijakan dan pembangunan serta manajemen perekonomian negara di bidang pembangunan administrasi negara; c. Pelaksanaan pemberian bantuan teknis dan administratif kepada Pusat dan kelompok jabatan fungsional di lingkungannya; d. Pelaksanaan bimbingan kelompok jabatan fungsional di lingkungannya (Pasal 66-67 Peraturan Kepala LAN No. 4/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Administrasi Negara). Dalam rangka menyelenggarakan tupoksi tersebut, selama ini PKMK-LAN belum merumuskan visi dan misi secara mandiri, namun masih mengacu pada Visi level eselon I, yakni Deputi Kajian Manajemen Kebijakan dan Pelayanan (KMKP). Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa PKMK-LAN, meski 1
  • 14. berkedudukan sebagai unit kerja eselon II, namun bukan merupakan Satuan Kerja (Satker). Adapun Visi Deputi KMKP adalah: “Menjadi Institusi yang Handal Dalam Pengkajian dan Pengembangan Manajemen Kebijakan dan Pelayanan di Bidang Pembangunan Administrasi Negara” Oleh karena Visi PKMK-LAN masih mengacu pada Visi Deputi KMKP, maka demikian pula dengan Misinya. Dalam hubungan ini, Misi PKMK-LAN diturunkan dari sebagian Misi Deputi KMKP, sebagai berikut: a. Penyusunan telaahan kebijakan di bidang manajemen kebijakan dan pembangunan dan manajemen perekonomian negara di bidang pembangunan administrasi negara; b. Penyusunan agenda kajian kebijakan di bidang manajemen kebijakan dan pembangunan, serta manajemen perekonomian negara di bidang pembangunan administrasi negara; c. Pengkajian dan pengembangan sistem manajemen kebijakan dan pembangunan, manajemen perekonomian negara di bidang pembangunan administrasi negara. Selain visi dan misi diatas, ada beberapa sistem nilai (values) yang memberikan inspirasi dan panduan secara moral dalam pelaksanaan Tupoksi organisasi. Beberapa nilai yang dipegang teguh tersebut adalah: a. Kualitas, artinya PKMK-LAN selalu berusaha untuk menghasilkan produk kajian berupa laporan penelitian, rekomendasi kebijakan, atau rancangan kebijakan sebaik mungkin dan mengurangi sekecil mungkin kemungkinan kesalahan. b. Obyektivitas, artinya PKMK-LAN tidak memiliki dan/atau memperjuangkan kepentingan tertentu dalam pelaksanaan Tupoksinya, serta mengambil kesimpulan berdasarkan data dan fakta, tidak semata-mata berdasarkan opini dan judgement peneliti secara professional. 2
  • 15. c. Profesionalitas, artinya dalam menjalankan Tupoksinya PKMK-LAN selalu mengacu pada kaidah-kaidah atau norma akademis serta berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para peneliti PKMK-LAN juga berusaha untuk terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya agar dapat memebrikan hasil yang terbaik untuk organisasi serta stakeholders yang dilayani. d. Keseimbangan / Proporsionalitas, artinya PKMK-LAN berusaha tidak berpihak pada paham atau pendapat tertentu, serta tidak memberikan prioritas dalam melayani stakeholders. e. Kontribusi dan Kemanfaatan, artinya PKMK-LAN berusaha sekuat mungkin untuk menghasilkan produk kajian yang benar-benar berorientasi pada pemecahan masalah (problem solving) yang dihadapi stakeholder serta membawa perbaikan bagi pengembangan sistem administrasi negara pada umumnya serta kebijakan publik pada khususnya. 2. Identifikasi dan Ekspektasi Pelanggan PKMK-LAN Salah satu hal yang sangat krusial dalam upaya meningkatkan kemanfaatan kajian dan efektivitas kebijakan adalah dengan memahami sedetil mungkin pelanggan organisasi kita. Dengan kata lain, pelanggan (costumer) atau stakeholder bagi sebuah organisasi adalah komponen yang paling penting. Tanpa adanya pelanggan atau stakeholder ini, maka eksistensi sebuah organisasi menjadi tidak relevan lagi alias cukup alasan untuk dibubarkan. Bahkan identifikasi pelanggan ini harus menjadi langkah pertama ketika mendesain pembentukan sebuah kelembagaan baik di sektor publik maupun privat. PKMK-LAN sendiri memandang bahwa pelanggan bukan hanya institusi yang mendapatkan manfaat dari PKMK-LAN, namun termasuk juga mitra kerja, yakni semua pihak yang bekerjasama dengan PKMK-LAN dalam pelaksanaan kajian kebijakan. Selain itu, perlu diinformasikan bahwa PKMK-LAN belum pernah melakukan survey secara langsung dan regular tentang harapan 3
  • 16. (expectation) pelanggan. Namun dari interaksi selama ini dapat diidentifikasikan pelanggan (stakeholder) beserta ekspektasinya sebagai berikut: Tabel 1.1. Identifikasi Pelanggan PKMK-LAN dan Ekspektasinya Ekspektasi / Harapan (Berdasar Pelanggan (dan Mitra) Urutan Prioritas) INTERNAL 1. Pegawai 1. Kesejahteraan yang memadai. 2. Program pengembangan pegawai/ diklat fungsional peneliti. 3. Anggaran litbang yang cukup. 4. Adanya data-base sektoral yang lengkap. 2. Pimpinan 1. Peneliti yang profesional. 2. Kualitas hasil kajian yang berbobot. 3. Program yang dapat mengkaji issu aktual secara cepat. 4. Konsentrasi peneliti pada bidang tugasnya. EKSTERNAL 1. DPR/DPRD, khususnya Badan Legislasi, 1. Hasil penelitian yang up to date. termasuk DPD beserta Sekretariat Jenderal 2. Rekomendasi kebijakan yang cepat, masing-masing. akurat, dan memberi alternatif solusi terhadap permasalahan yang ada. 2. Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota, khususnya yang menangani organisasi, 3. Publikasi yang dapat dijadikan kepegawaian, hukum, dan pemerintahan. bahan referensi/rujukan dalam menganalisis issu kebijakan 3. Badan Litbang Daerah Provinsi dan tertentu. Kab/Kota 4. Kerjasama dalam perumusan dan pengembangan kebijakan, baik 4. Balai Litbang Kementerian/Lembaga di berupa kajian/penelitian, bimbingan Daerah teknis, seminar dan sosialisasi, dan bentuk kerjasama lainnya. 5. Lembaga Kajian/Litbang Kebijakan 5. Akses terhadap produk kajian, baik Pemerintah (Kementerian/ Lembaga), berupa buku, naskah akademik, misalnya: laporan penelitian, makalah a. Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian kebijakan (policy papers), maupun Keuangan, beserta Pusat-Pusat publikasi online. dibawahnya: 6. Pemberian konsultansi dan • Pusat Kebijakan Pendapatan advokasi bidang kebijakan publik. Negara (PKPN); 4
  • 17. Pusat Kebijakan Anggaran 7. Adanya forum koordinasi yang rutin Pendapatan dan Belanja Negara dan berkesinambungan. (PKAPBN); • Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM); • Pusat Kebijakan Kerja Sama Internasional (PKKSI). b. Balitbang Kementerian Pertanian, beserta Puslitbang dibawahnya: • Puslitbang Tanaman Pangan; • Puslitbang Hortikultura; • Puslitbang Perkebunan; • Puslitbang Peternakan; • Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. c. Direktorat Aparatur Negara Bappenas, dan Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik, Bappenas. d. Pusat Analisis Kebijakan Manajemen Kepegawaian, BKN (dan Pusat-Pusat Analisis bidang Kepegawaian lainnya). e. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK), Kementerian Luar Negeri (beserta Pusat-Pusat Pengkajian dibawahnya). f. Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, BPPT, beserta Pusat-Pusat Pengkajian dibawahnya: • Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi; • Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi; • Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing. g. LIPI, khususnya pusat-pusat yang menangani bidang non-eksakta. h. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, beserta Pusat-Pusat Pengkajian dibawahnya: • Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri; • Pusat Kebijakan Perdagangan LN; • Pusat Kebijakan Kerja Sama Perdagangan Internasional. 5
  • 18. i. Seluruh Deputi dan Asisten Deputi di lingkungan Kementerian PAN dan RB, dan lain-lain. 6. Lembaga Kajian/Litbang Kebijakan Perguruan Tinggi, misalnya: a. Pusat Kajian Kebijakan Publik, UI. b. Pusat Penelitian Kebijakan Publik dan Pengembangan Wilayah, Lembaga Penelitian Unpad. c. Pusat Kebijakan Publik dan Kepemerintahan, LPPM ITB. d. Pusat Kebijakan Keenergian, ITB. e. Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan, UGM. f. Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik, UGM. g. Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan UGM. h. Pusat Kebijakan Pendidikan, UNY. i. Pusat Pengkajian Kebijakan dan Kelembagaan Daerah, LPPM UNS. j. Pusat Studi Kebijakan Publik, Lembaga Penelitian Unila. k. Sentra Kajian Kebijakan Publik dan HAM, Universitas Lampung. l. Pusat Studi Kebijakan Hubungan Pusat dan Daerah, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. m. Pusat Studi Manajemen dan Kebijakan Pembangunan (PSKMP), Universitas Hasanuddin, dan lain-lain. 7. Lembaga Kajian/Litbang Kebijakan Swasta, misalnya: a. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). b. Pusat Kajian Kebijakan Publik “Akademika”, Bekasi. c. Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi). d. Pusat Analisis Kebijakan Sumber Daya Alam (PAKSDA), Jakarta Selatan. e. Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP), Makassar. f. Pusat Studi Strategi dan Kebijakan, Bandar Lampung, dan lain-lain. 6
  • 19. 8. Komisi-Komisi Negara yang relevan, misalnya Komisi Kepegawaian Negara (jika sudah terbentuk), Komnas Pengawas Aparatur Negara, Komisi Yudisial, dan lain- lain. 9. Interest groups (kelompok lain yang terkait atau berkepentingan), misalnya Media, LSM/NGO, Organisasi Profesi, Partai Politik, Organisasi Kemasyarakatan, Kelompok Warga, dan lain-lain. Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2011). 3. PKMK-LAN dan Kajian Kebijakan Dari tupoksi tersebut dapat dipahami bahwa PKMK-LAN memiliki peranan dan tanggungjawab yang strategis untuk turut serta dalam pembenahan sistem kebijakan, pembangunan dan perekonomian negara. Dengan kata lain, PKMK- LAN sangat berkepentingan untuk mengawal kebijakan publik agar dapat diimplementasikan secara efektif guna mencapai tujuan negara mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana diketahui, kebijakan publik adalah instrumen yang dimiliki oleh negara kesejahteraan (welfare state) untuk menjamin kehidupan warganya secara lebih baik. Namun, harus diakui bahwa perangkat kebijakan yang ada belum mampu mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan kata lain, kinerja kebijakan publik di tanah air dewasa ini masih kurang memuaskan. Tentu saja banyak faktor yang dapat menyebabkan kondisi tersebut. Diantara berbagai kemungkinan penyebabnya, dapat diasumsikan bahwa kualitas kebijakan publik sendiri relatif masih rendah. Rendahnya kualitas kebijakan publik ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kontribusi kajian/litbang kebijakan yang belum optimal. Faktanya, proses formulasi dan implementasi kebijakan publik di Indonesia belum didasarkan pada sebuah analisa akademis yang dapat dipertanggungjawabkan (research-based policy). Kajian kebijakan diharapkan dapat berfungsi untuk membuat antisipasi terhadap suatu kondisi, prediksi terhadap suatu trend, rekomendasi dan solusi 7
  • 20. terhadap sebuah permasalahan, serta formulasi kebijakan dalam rangka pengaturan di bidang tertentu. Agar kajian kebijakan dapat memberi kontribusi yang lebih konkrit dan lebih terukur terhadap kualitas kebijakan publik, maka harus dijamin bahwa hasil kajian benar-benar berbobot yang ditunjang oleh metodologi dan manajemen kajian yang professional. Sayangnya, hingga saat ini kelembagaan dan fungsi kajian kebijakan masih menghadapi berbagai permasalahan yang cukup rumit. Perencanaan kajian belum dilakukan secara matang, sementara networking dan koordinasi yang sinergis antara instansi teknis sektoral dengan lembaga litbang, serta antar lembaga litbang sendiri, belum terbangun dengan baik. Pada saat yang sama, kapasitas SDM Peneliti juga belum begitu menggembirakan, baik dilihat secara kuantitas maupun kualitasnya. Dari aspek perencanaan, harus diakui hingga saat ini PKMK-LAN belum memiliki dokumen analisis kebutuhan kajian yang komprehensif, berwawasan kedepan (forward looking), dan berorientasi pemecahan masalah (problem solving oriented). Program dan kegiatan kajian lebih merupakan penjabaran Renstra semata atau menampung keinginan mitra kerja tertentu, misalnya Bappenas. Sementara issu-issu kontemporer yang sebenarnya membutuhkan kajian secara cepat, justru sering tidak tersentuh. Dari aspek koordinasi dan networking, selama ini PKMK-LAN juga belum memiliki media khusus yang dapat difungsikan untuk mengkomunikasikan program kerja, hasil kajian, serta pemanfaatannya. Forum konsultasi publik atau semacam stakeholder meeting juga belum pernah dilakukan. Satu-satunya media sosialisasi hanyalah website PKMK-LAN (http://pkmk-lanri.org/) yang tentu masih banyak kelemahannya, termasuk hasil laporan yang belum bisa diunduh dan masih bersifat informatif belaka (belum interaktif). Koordinasi yang terjadi lebih banyak menginduk pada forum koordinasi internal yang diselenggarakan oleh Biro POK LAN. Padahal, koordinasi yang baik akan sangat mempengaruhi kualitas kebijakan. Hal ini sesuai pernyataan Beschel Jr. and Manning (2000) sebagai berikut: ”experience shows that central mechanisms for policy 8
  • 21. formulation and coordination play an essential role in ensuring the consistency, transparency, and predictability of government policy”. Dari aspek SDM, jumlah keseluruhan pejabat structural, tenaga fungsional peneliti, maupun fungsional umum hanya sembilan orang, sebagaimana dapat disimak dari Tabel dibawah ini: Tabel 1.1. Komposisi Pegawai di PKMK-LAN No. Jabatan Jumlah Pegawai 1. Kepala Pusat 1 2. Kepala Bagian Administrasi 1 3. Fungsional Peneliti 4 4. Fungsional Umum 3 Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa tenaga fungsional peneliti sendiri hanya empat orang, sehingga dapat dikatakan bahwa PKMK-LAN belum mencerminkan organisasi yang professional atau berbasis kompetensi. Hal ini diperparah dengan kesempatan yang sangat terbatas untuk penambahan formasi peneliti baru serta terbatasnya kesempatan mengikuti diklat fungsional peneliti. Gambaran diatas menjadi tantangan bagi komunitas kelitbangan pada umumnya dan PKMK-LAN khususnya untuk memperbaiki manajemen internal di lembaga masing-masing, baik menyangkut aspek metodologis, kemampuan tenaga peneliti, kecermatan dalam mengidentifikasikan kebutuhan program kajian, maupun peningkatan mutu produknya. Selain itu, aspek koordinasi serta perencanaan program kajian juga menjadi agenda pembenahan yang mendesak. B. Rumusan Masalah Dari paparan diatas dapat dirumuskan pokok masalahnya sebagai berikut: ”Masih lemahnya manajemen kajian di PKMK-LAN yang berdampak pada belum optimalnya kontribusi kajian kebijakan dalam peningkatan kualitas kebijakan publik”. 9
  • 22. C. Deskripsi Masalah Dari rumusan masalah diatas, dapat dideskripsikan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan kelemahan manajemen kajian meliputi belum optimalnya aspek- aspek pengelolaan program kajian seperti perencanaan kajian, penerapan metodologi, SDM Peneliti, serta koordinasi lintas instansi/stakeholder. Lemahnya manajemen tadi pada gilirannya menyebabkan kualitas produk kajian yang belum optimal pula, sehingga menjadikan kajian kebijakan belum dapat berkontribusi secara maksimal dalam pembenahan sistem kebijakan publik di Indonesia. Berdasarkan permasalahan tersebut, fokus yang akan diambil dalam penulisan KTP-2 ini adalah ”Pembenahan Manajemen Kajian”, yang meliputi aspek perencanaan kajian, penerapan metodologi, peningkatan kapasitas SDM Peneliti, serta penyelenggaraan koordinasi lintas instansi/stakeholder yang lebih efektif. ”Pembenahan Manajemen Kajian” ini diduga merupakan faktor yang menjadi daya ungkit (leverage), atau menjadi entry point dalam rangka pembenahan sistem kebijakan publik melalui penyediaan produk kajian kebijakan yang berkualitas. D. Kerangka Pikir Diatas sudah disinggung bahwa permasalahan pokok yang diangkat dalam penulisan KTP-2 ini adalah lemahnya manajemen kajian yang berdampak pada belum optimalnya kontribusi kajian kebijakan dalam peningkatan kualitas kebijakan publik. Masalah ini terjadi di lingkup internal PKMK-LAN, yang jika bisa ditingkatkan diyakini akan membawa efek perubahan yang sangat positif bukan hanya bagi dunia penelitian, namun juga dalam pembenahan sistem kebijakan secara nasional. Dalam perspektif sistem, kerangka logis permasalahan diatas dapat dipahami dari interaksi empat komponen sistem, yakni Input, Proses, Output/Outcomes, dan Benefit/Impact. Pada level input, terdapat variabel perencanaan kajian, metodologi, SDM Peneliti, serta koordinasi/networking. Keempat variabel ini sesungguhnya merupakan indikator bagi variabel pada level proses, yakni manajemen kajian kebijakan. Dengan kata lain, perencanaan, penerapan metodologi, SDM Peneliti, 10
  • 23. dan koordinasi adalah dimensi-dimensi yang akan dikembangkan dalam rangka menyempurnakan manajemen kajian kebijakan di lingkungan PKMK-LAN. Secara sederhana, pemodelan pola pikir dan fokus KTP-2 dapat digambarkan sebagai berikut: INPUT PROSES OUTPUT/ BENEFIT/ OUTCOMES IMPACT Perencanaan Kajian Produk Kajian Kebijakan Penerapan Metodologi Manajemen Kualitas Kajian Kebijakan Kapasitas Kebijakan Publik SDM Peneliti Kontribusi Koordinasi / Kajian Networking Gambar 1.1. Kerangka Pikir (Logical Framework) Penguatan Manajemen Kajian Untuk Meningkatkan Kualitas Kebijakan Publik E. Tujuan, Sasaran, dan Indikator Hasil 1. Tujuan Tujuan penulisan KTP-2 ini adalah untuk menghasilkan rekomendasi yang diperlukan dalam pembenahan manajemen kajian guna meningkatkan kontribusi kajian kebijakan dalam peningkatan kualitas kebijakan publik. 2. Sasaran Agar tujuan tersebut dapat dicapai, maka perlu diidentifikasikan sasaran-sasaran sebagai berikut: • Teridentifikasikannya variabel-variabel yang mempengaruhi baik buruknya manajemen kajian kebijakan. • Teridentifikasikannya pola hubungan antar variabel yang logis, realistis, dan sistematis, sehingga dapat tergambarkan kerangka pikir yang jelas dalam 11
  • 24. meningkatkan kualitas kebijakan publik melalui pembenahan manajemen kajian (business process internal). 3. Indikator Hasil/Rencana Tindak Lanjut Indikator yang akan dikembangkan untuk mengukur sejauhmana tujuan dan sasaran diatas tercapai, antara lain adalah sebagai berikut: • Jumlah kegiatan yang dilakukan sebagai prasyarat untuk membenahi manajemen kajian, misalnya rapat koordinasi (stakeholder meeting), berbagai training untuk peningkatan kompetensi/kapasitas peneliti, dan lain-lain. • Persentase penggunaan produk-produk kajian PKMK-LAN atau jumlah akses publik terhadap jasa publikasi online. 12
  • 25. BAB II KERANGKA KONSEPTUAL A. Teori Kebijakan Publik 1. Negara dan Kebijakan Publik Lahirnya sebuah negara dengan perangkat birokrasinya, secara filosofis ditujukan untuk melayani dan melindungi kepentingan masyarakat, membebaskan penduduk dari rasa takut, sekaligus meningkatkan kesejahteraannya.1 Bahkan Suseno (1988) mengatakan bahwa raison d’etre atau alasan satu-satunya bagi eksistensi negara adalah kepentingan umum. 2 Dalam konteks Indonesia, birokrasi pemerintahan harus mampu mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu tercapainya masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera, atau masyarakat yang adil dan makmur. Untuk merealisasikan fungsi kesejahteraan dan pelayanan tersebut, birokrasi pemerintahan harus menjalankan “kebijakan-kebijakan negara”, dan untuk keperluan itu, ia dilengkapi dengan berbagai instrumen maupun sarana untuk mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan secara baik dan lancer (discretion of power). Sehubungan dengan hal tersebut, maka sisi normatif yang melekat pada setiap tindakan pejabat pemerintah (sebagai unsur pelaksana tugas negara) adalah bahwa tindakan atau kebijakan tadi haruslah selalu mengacu kepada upaya mencapai kesejahteraan publik dan masyarakat yang berdayaguna, terutama secara ekonomis. Ini berarti pula bahwa esensi kebijakan publik sesungguhnya adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pemberdayaan yang sistemik. Dengan demikian, negara dan kebijakan ibarat sekeping koin dengan dua sisi yang berbeda namun berkaitan satu dengan yang lain. Dalam sebuah 1 Untuk telaahan teoretis mengenai fungsi atau tugas Negara, lihat Basri (1996), Budiman (1996), Kumorotomo (1992). 2 Ia juga menandaskan bahwa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi dalam suatu negara (salus populi suprema lex). 13
  • 26. negara selalu melekat kebijakan, sedangkan kebijakan adalah alat negara yang sah yang harus digunakan untuk mencapai sebesar mungkin kesejahteraan rakyatnya. 2. Proses / Siklus Kebijakan Publik Salah satu aspek yang sangat penting dalam sistem kebijakan adalah siklus atau proses kebijakan. Dalam hal ini, banyak pakar yang telah mengemukakan pandangan mengenai proses, siklus dan/atau model-model dalam analisis kebijakan, misalnya yang dikemukakan oleh Charles O. Jones, William N. Dunn, Owen, Mustopadidjaja, Patton and Sawicki, maupun James E. Anderson. Perbandingan pandangan antar pakar kebijakan publik tersebut dalam diringkaskan sebagai berikut: Tabel 2.1. Perbandingan Siklus/Proses Kebijakan Proses / Siklus Proses / Siklus Sumber Sumber Kebijakan Kebijakan Charles O. • Perception/Definition; William N. • Structuring Policy Jones • Aggregation; Dunn Problems; • Organization; • Forecasting Policy • Representation; Future; • Agenda Setting; • Recommending Policy • Formulation; Action; • Legitimation; • Monitoring Policy Outcomes; • Budgeting; • Evaluating Policy • Implementation; Performances. • Evaluation; • Adjustment/Termination Owen • Verify, Refine, and Mustopadidjaja • Policy Formulation: Detail the Problem; o Pengkajian • Established Evaluation permasalahan; Criteria; o Penyusunan • Identify Alternative Model; Policies; o Penentuan Tujuan; • Evaluate Alternative o Pengembangan Policies; Alternatif; o Penentuan Kriteria • Display & Select Penilaian; among Alternative o Penilaian Alternatif; Policies; o Rekomendasi 14
  • 27. • Monitor Policy Kebijakan. Outcomes. • Policy Implementation. • Performance Evaluation. Patton and • Defining the Problem; James E. • Agenda Setting; Sawicki • Identifying the Decision Anderson • Formation; Criteria; • Adoption; • Generating Possible • Implementation; Alternatives; • Evaluation. • Analyzing and Evaluating each Criterion; • Evaluates each Alternative; • Policy Implementation. 3. Analisis Kebijakan Publik Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah- masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan. Dalam hubungan ini, William Dunn (1998) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metodologi penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan dalam lingkungan politik tertentu untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan. Dalam analisis kebijakan publik tersebut terdapat dua aspek yang sangat penting yaitu aspek informasi yang relevan dengan kebijakan (policy relevant information) dan aspek metodologi atau prosedur dalam menganalisis kebijakan. Informasi yang relevan bagi analisis kebijakan publik (policy relevant information) meliputi unsur-unsur sebagai berikut: • Policy problem. Informasi ini menyangkut pertanyaan masalah apa yang dihadapi? Jawaban pertanyaan ini yang akan memberikan informasi tentang masalah-masalah kebijakan. 15
  • 28. Policy alternative / policy future. Informasi ini menyangkut pertanyaan alternatif-alternatif apakah yang tersedia untuk memecahkan masalah tersebut, dan apakah memungkinkan untuk masa depan? Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang kebijakan di masa depan. • Policy action. Informasi ini menyangkut pertanyaan alternatif-alternatif tindakan apakah yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut? Jawaban pertanyaan tersebut akan memberikan informasi tentang tindakan- tindakan kebijakan. • Policy performance. Informasi ini menyangkut pertanyaan bagaimana nilai atau tujuan yang dicapai dari hasil-hasil kebijakan tersebut dalam memecahkan masalah. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan memberikan informasi tentang kinerja kebijakan. • Policy outcome. Informasi ini menyangkut pertanyaan kebijakan-kebijakan apa yang telah dibuat untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, baik pada masa sekarang maupun masa lalu dan hasil-hasil apakah yang telah dicapai. Jawaban dari pertanyaan ini akan memberikan informasi tentang hasil-hasil dari kebijakan. Sementara itu, Patton and Sawicki dalam bukunya yang berjudul Basic Methods of Policy Analysis and Planning (Prentice-Hall, New Jersey), yang membagi analisis kebijakan menjadi 6 (enam) langkah sebagai berikut: • Menentukan atau mendefinisikan masalah kebijakan dengan cara menganalisis data dan informasi yang relevan dengan masalah tersebut (Defining the problem by analyzing the data and the information gathered). • Mengidentifikasikan atau mengembangkan kriteria-kriteria untuk pemecahan masalah. Dalam hal ini, seorang pengambil kebijakan harus memperhatikan faktor-faktor terkait sebelum memutuskan sesuatu (Identifying the decision criteria that will be important in solving the problem. The decision maker must determine the relevant factors to take into account when making the decision). 16
  • 29. Membuat daftar alternatif yang akan dipilih sebagai kebijakan terbaik dalam menyelesaikan masalah kebijakan (A brief list of the possible alternatives must be generated; these could succeed to resolve the problem). • Melakukan analisis dan evaluasi terhadap setiap kriteria yang dikembangkan, dengan memberikan bobot terhadap setiap kriteria (A critical analyses and evaluation of each criterion is brought through. For example strength and weakness tables of each alternative are drawn and used for comparative basis. The decision maker then weights the previously identified criteria in order to give the alternative policies a correct priority in the decision). • Melakukan evaluasi terhadap setiap alternatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, untuk kemudian memilih alternatif terbaik sebagai kebijakan terpilih (The decision-maker evaluates each alternative against the criteria and selects the preferred alternative). • Menjalankan kebijakan yang telah dipilih (The policy is brought through). Dalam membuat atau melakukan analisis kebijakan publik, terdapat beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan, yakni: • Fokus pada kriteria pokok permasalahan (Learn to focus quickly on the central decision criterion of the problem). • Pikirkan jenis-jenis tindakan kebijakan yang layak dipilih untuk menyelesaikan pokok masalah tadi (Think about the types of policy actions that can be taken). • Hindari pendekatan bongkar pasang dalam proses analisis (Avoid the tool- box approach to analyzing policy). • Siap dengan hal-hal yang tidak terduga (Learn to deal with uncertainty). • Manfaatkan data-data numerik dan statistik (Say it with numbers). • Lakukan analisis sesederhana dan setransparan mungkin (Make the analysis simple and transparent). • Periksa dan konfirmasi fakta-fakta yang mendukung analisis (Check the facts). • Berikan analisis dan alternatif-alternatif kepada pelanggan, bukan keputusan (Give the client analysis, not decisions). 17
  • 30. Tidak ada kebenaran yang absolut, paling rasional, atau analisis yang paling lengkap (Be aware that there is no such thing as an absolutely correct, rational, and complete analysis). 4. Jenis dan Bentuk Kebijakan Publik Jenis dan bentuk kebijakan publik sangat beragam tergantung dari pakar yang menyusun klasifikasi maupun karakteristik kebijakan tersebut. James Anderson, misalnya, membedakan kebijakan publik menjadi dua, yakni kebijakan substantive dan kebijakan procedural. Substantive policy adalah kebijakan dilihat dari subtansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah; sedangkan procedural policy adalah kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam perumusannya (policy stakeholders). Selain itu, dilihat dari tujuan atau fungsinya, kebijakan publik dapat dibagi menjadi tiga macam, yakni: a. Distributive policy, yaitu kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan kepada individu-individu atau kelompok tertentu. b. Redistributive policy, yaitu kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak tertentu. c. Regulatory Policy, yaitu kebijakan yang mengatur tentang pembatasan atau pelarangan terhadap perbuatan/ tindakan tertentu. Kebijakan publik juga bisa dilihat dari lingkup pengaturannya. Dalam hal ini, Public Goods Policy adalah kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang dan pelayanan untuk kepentingan orang banyak. Sedangkan Private Goods Policy adalah kebijakan yg mengatur tentang penyediaan barang dan pelayanan untuk kepentingan perorangan di pasar bebas, dengan imbalan biaya tertentu. Adapun bentuk kebijakan publik secara umum dapat dibedakan menjadi tiga, yakni kebijakan publik yang bersifat mengatur dan berlaku umum (regeling), kebijakan publik yang bersifat menetapkan dan berlaku secara individual (beschikking atau verwaltungsakt), serta kebijakan publik yang berisi kegiatan nyata pemerintah (feitelijke rechtshandelingen). 18
  • 31. Bentuk kebijakan publik yang ketiga ini sangat berhubungan dengan definisi kebijakan yang menyatakan bahwa kebijakan publik menyangkut pula sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Artinya, meskipun pemerintah tidak berbuat sesuatu (misalnya tidak mengeluarkan ijin yang dimohon oleh seseorang), sesungguhnya ia telah berbuat sesuatu secara nyata. Namun ada pula yang berpendapat bahwa perbuatan nyata bukan termasuk dalam perbuatan hukum karena tidak mengakibatkan munculnya akibat-akibat hukum, seperti dalam hal menghadiri undangan, memasang pengumuman, meresmikan undangan, dan sebagainya. Dalam perspektif kebijakan publik, perbuatan yang dilakukan (aparat) pemerintah meski tidak menimbulkan akibat hukum, tetap masuk dalam kategori kebijakan publik. Bentuk kebijakan publik yang pertama dan kedua, yakni regeling dan beschikking, meskipun sama-sama berupa dokumen hukum yang tertulis, namun memiliki perbedaan yang cukup mendasar, seperti terlihat pada Tabel berikut. Tabel 2.2. Perbedaan Karakteristik Peraturan (Regeling) dan Keputusan (Beschikking). Peraturan (Regeling) Keputusan (Beschikking) Bersifat menetapkan (declaratory, Bersifat mengatur (regulatory) executory) Bersifat umum, baik substansi / Bersifat konkrit (materinya), dan materi maupun subyeknya. individual (subyeknya) Bertingkat (Tata Urut) Tidak Bertingkat Judicial Review ke MK (untuk UU), Gugatan ke PTUN atau Upaya atau MA (dibawah UU) Administratif melalui Atasan. B. Kebijakan Publik dan Kinerjanya Secara Umum Eksistensi negara beserta lembaga pemerintahan pada hakekatnya dimaksudkan untuk meningkatkan derajat hidup warga negara sekaligus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, pemerintah memiliki instrumen yang disebut sebagai kebijakan publik 19
  • 32. (public policy). Dengan demikian, kebijakan publik adalah instrumen yang dimiliki oleh negara kesejahteraan (welfare state) untuk menjamin kehidupan warganya secara lebih baik. Kebijakan Publik dapat pula dipandang sebagai seperangkat tata nilai yang dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah sebagai pedoman perilaku bagi masyarakat dan aparat pemerintah. Atau dengan kata lain, kebijakan publik adalah sebuah instrumen yang dimiliki oleh negara untuk menjalankan fungsinya memberikan pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan warga negara. Hal ini sesuai dengan pengertian yang paling lazim tentang kebijakan, yakni segala sesuatu yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan oleh pemerintah (whatever the governments choose to do or not to do). Sedangkan output dari kebijakan adalah serangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi sekaligus mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena kebijakan merupakan instrumen untuk melayani dan membangun kesejahteraan publik, maka harus dijamin bahwa kebijakan tadi benar- benar dibuat melalui proses dan analisis yang cermat serta dengan menetapkan target atau tujuan-tujuan yang rasional dan sesuai kebutuhan masyarakat. Kegagalan dalam mengidentifikasikan tujuan kebijakan serta proses formulasi yang tepat, akan berdampak pada kegagalan implementasi kebijakan itu sendiri. Dalam kenyataannya, harus diakui bahwa perangkat kebijakan yang ada belum mampu mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Kemiskinan dan angka pengangguran masih menjadi masalah besar dan membentuk lingkaran setan (vicious circle). Pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar juga belum merata dan belum berkontribusi signifikan pada Indeks Pembangunan Manusia (human development index) Indonesia sebesar 0.734 pada tahun 2009, dan berada pada peringkat ke 111 dari 182 negara, atau berada dalam kategori menengah seperti tahun sebelumnya (UNDP, Mengatasi Hambatan: Mobilitas Manusia dan Pembangunan, 2009). Sementara itu pada sektor pemerintahan, Indonesia memperoleh skor efektivitas (government effectiveness) sebesar -0,43 pada tahun 2004 dan 20
  • 33. meningkat menjadi -0,29 pada tahun 2008. Perkembangan skor ini memperlihatkan adanya kemajuan kapasitas kelembagaan birokrasi pemerintah meskipun belum signifikan dan masih kalah jauh dibanding negara lain, termasuk negara-negara di Asia Tenggara (Daniel Kaufman, Aart Kray, Massimo Mastruzzi, Governance Matters VIII: Aggregate and Individual Governance Indicators 1996-2008). Selanjutnya dalam hal doing business, peringkat Indonesia cenderung membaik namun jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia masih tertinggal. Salah satu parameter kemudahan berusaha adalah jumlah hari yang dibutuhkan untuk memulai usaha yang di Indonesia membutuhkan waktu lima kali lebih lama dibanding dengan Malaysia. Dalam hal ini, pada tahun 2010 Indonesia berada di peringkat ke 122 dari 183 negara, membaik dari peringkat 129 di tahun sebelumnya (International Finance Corporation, Bank Dunia, 2009). Fakta diatas mengilustrasikan bahwa kinerja kebijakan publik di tanah air dewasa ini masih kurang memuaskan. Tentu saja, banyak faktor yang dapat menyebabkan kondisi tersebut, baik pada tataran internal maupun eksternal. Namun diantara berbagai kemungkinan penyebabnya, dapat diasumsikan bahwa kualitas kebijakan publik sendiri relatif masih rendah. Di tingkat daerah, rendahnya kualitas kebijakan ini antara lain dapat dilihat dari banyaknya Peraturan Daerah (Perda) bermasalah. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pada periode 2001- 2008, Kementerian ini telah mengevaluasi 1.121 Raperda, dan 67% di antaranya dibatalkan (Kompas, 12/12/2008). Perda yang dibatalkan sebagian besar soal pungutan, dimana dari 11.401 perda, 15% di antaranya di sektor perhubungan, 13% pertanian, 13% industri dan perdagangan, dan 11% kehutanan (Kompas, 12/12/2008). Data terbaru Kementerian Dalam Negeri tentang pembatalan Perda sebagaimana terlihat dalam Tabel 2.3. dibawah ini mengilustrasikan bahwa hasrat memproduksi aneka ragam Perda tentang pungutan bukannya semakin berkurang, namun justru semakin menjadi-jadi. 21
  • 34. Table 2.3. Jumlah Perda yang Dibatalkan Pemerintah Pusat Berdasarkan Tahun Jumlah Perda Jumlah Perda yang Tahun Tahun yang Dibatalkan Dibatalkan 2002 19 2007 173 2003 105 2008 229 2004 236 2009 876 2005 126 2010 407 2006 114 2011 (Maret) 114 Sumber: Kementerian Dalam Negeri (2011, diolah) Sementara di tingkat pusat, lemahnya kebijakan publik misalnya dapat terlihat dari cukup banyaknya permohonan uji materi (judicial review) Undang-Undang kepada Mahkamah Konstitusi. Periode 2003-2009, MK telah menerima 247 permohonan Uji Materi terhadap UU, dan 58 diantaranya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Sedangkan pada tahun lalu, terdapat 78 permohonan dan 14 diantaranya dikabulkan. Menyikapi banyaknya permohonan uji materi ini, Ketua MK bahkan menyatakan bahwa banyaknya ketentuan perundangan yang dinyatakan inkonstitusional menunjukkan kemampuan legislasi anggota DPR rendah (Refleksi Kinerja MK, 29/12/2009). C. Kajian Kebijakan dan Kondisinya Secara normatif, peran atau kontribusi program dan kelembagaan litbang/kajian terhadap proses pengambilan keputusan strategis pemerintahan, telah mendapat pengakuan yang cukup luas. Artinya, segala bentuk peraturan perundang-undangan baik di Pusat maupun di Daerah secara ideal baru dapat ditetapkan dan/atau dijalankan setelah melalui proses pengkajian yang matang dan mendalam. Hal ini antara lain diperkuat oleh pendapat Dukeshire dan Thurlow (Understanding the Link between Research and Policy, 2002) yang menyatakan bahwa kajian kebijakan akan memberi pengetahuan dan pemahaman tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan, sehingga membantu dalam mengenali masalah-masalah yang ada di tengah masyarakat, 22
  • 35. sekaligus membangun ide-ide konstruktif untuk mengembangkan rencana dan aksi kebijakan yang diperlukan.3 Namun dalam prakteknya, pemanfaatan program dan kelembagaan litbang masih sangat minimal dalam menunjang formulasi kebijakan bidang tertentu hingga ke tahap implementasinya. Dengan kata lain, proses formulasi dan implementasi kebijakan pembangunan di Indonesia pada umumnya dan di daerah pada khususnya, belum didasarkan pada sebuah analisa akademis yang dapat dipertanggungjawabkan (research-based policy). Dampak logis dari situasi diatas adalah bahwa unit litbang/kajian belum mampu menjadi garda terdepan dalam proses pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan pembangunan instansi pemerintah. Padahal, di era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi saat ini, perubahan kebijakan dan lingkungan strategis aparatur serta dinamika kehidupan sektor publik dan privat berlangsung begitu cepat. Hal ini tentu saja mensyaratkan perlu adanya sebuah kajian komprehensif atau multidimensional yang berfungsi untuk membuat antisipasi terhadap suatu kondisi, prediksi terhadap suatu trend, serta formulasi kebijakan terhadap suatu pengaturan bidang tertentu. Dalam konteks seperti inilah, fungsi perencanaan litbang/kajian dalam proses pengambilan keputusan dan/atau perumusan kebijakan politis maupun administratif menjadi sangat penting, dan sangat menentukan efektif tidaknya suatu kebijakan. Kelemahan diatas diperparah dengan kurang terjalinnya network dan koordinasi yang sinergis antara instansi teknis sektoral dengan lembaga litbang di pusat maupun di daerah, serta antar lembaga litbang sendiri. Hal inilah yang menyebabkan program kajian/litbang masih bersifat parsial atau piecemeal, dan tidak terpadu dalam kerangka pembangunan daerah / wilayah yang komprehensif, inklusif, saling terkait, dan berkesinambungan. Padahal, meskipun setiap institusi kajian memiliki visi misi dan program yang spesifik sesuai Tupoksinya masing- masing, namun visi misi dan program tadi seyogyanya mengarah pada tujuan akhir yang sama, yakni meningkatnya daya saing daerah dan kesejahteraan masyarakat 3 Untuk referensi lain tentang kaitan antara riset dengan kebijakan, lihat Dickson, Geri L. and Linda Flynn, 2008, Nursing Policy Research: Turning Evidence-Based Research Into Health Policy, Springer Publishing Company, LLC, New York 23
  • 36. yang lebih baik, melalui formulasi dan implementasi kebijakan (lintas sektor dan lintas departemen) yang smart, visioner, valid, serta berdayaguna dan berhasilguna. Gambaran keadaan diatas, tentu saja, menjadi tantangan tersendiri bagi komunitas kelitbangan untuk memperbaiki manajemen internal di lembaga masing- masing, baik menyangkut aspek metodologis, kemampuan tenaga peneliti, maupun kecermatan atau keakurasian dalam mengidentifikasikan kebutuhan program kajian/litbang. Dengan kata lain, smart development policy hanya dapat diwujudkan jika terdapat sinergitas dan kohesivitas yang solid antar institusi litbang sebagai think tank manajemen kebijakan dan pembangunan nasional dan daerah. Oleh sebab itu, adanya kebijakan yang didasarkan pada hasil kajian (research-based policy), atau kebijakan yang dirumuskan dengan memperhatikan bukti-bukti nyata (evidence-based policy), sangat perlu untuk dibudayakan. Dengan research-based policy, sebuah kebijakan hanya layak diimplementasikan apabila telah mengalami telaah akademis melalui kajian yang komprehensif dan teruji. Dengan evidence-based policy, sebuah kebijakan akan dibuat dan dilaksanakan apabila fakta-fakta obyektif memang menuntut untuk itu. Dengan kata lain, kedua hal ini diharapkan dapat menghindari jebakan kebijakan berupa symbolic policy. D. Permasalahan Umum Manajemen Kajian di LAN dan Peran PKMK-LAN Dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan 1. Permasalahan Manajemen Kajian di LAN Secara Umum Secara umum, manajemen kajian di lingkungan LAN (baik Pusat Kajian di pusat maupun PKP2A) masih menghadapi beberapa permasalahan sebagai berikut: Belum ada sebuah “Meta Model” yg menjelaskan posisi dan kontribusi masing-masing Pusat Kajian dalam membangun SANKRI. Saat ini terdapat indikasi adanya kegiatan yang overlap, tidak sinergis, berjalan secara divergen. Jika kajian dikelola dengan meta model, maka akan tercapai kondisi “parties become known to each other”, sehingga masing-masing unit 24
  • 37. kajian dengan seperangkat kegiatannya dapat saling melengkapi, saling mengisi kekurangan, dan saling mengkonfirmasi. Indikasi ketidakjelasan wilayah substansi antar unit kajian di LAN. Sebagai contoh, Otda yang dijalankan oleh PKKOD adalah tentang Kebijakan; Manajemen Pelayanan yang menjadi domein PKMP adalah juga Kebijakan. Demikian pula issu kelembagaan dan SDA yang dilaksanakan oleh PKKK dan PKKSDA selalu menyentuh soal kebijakan. Dengan demikian, secara substansi, PKMK dapat masuk ke substansi pusat-pusat kajian lainnya, begitu pula sebaliknya. Ketika batas-batas wilayah substansi antar unit kajian tidak teridentifikasikan secara jelas, maka berpotensi menimbulkan ragam interpretasi, yang pada akhirnya menjadikan hasil kajian LAN kurang meyakinkan, bahkan bagi internal LAN sendiri. Dalam menyikapi kondisi tersebut, maka perlu dibangun konsensus antar unit kajian menyangkut wilayah substansi, inter-linkages antar unit; target capaian masing-masing, dan sebagainya. Dalam hal ini, salah satu instrumen yang menjanjikan untuk mengeliminasi permasalahan yang ada, sekaligus mempertajam manajemen dan hasil-hasil kajian LAN, adalah Renstra Litbang Administrasi. Renstra Litbang Administrasi ini merupakan manifestasi dari seluruh Renstra Deputi Kajian atau Pusat Kajian dan mensinergikan menjadi sebuah framework besar Litbang Administrasi. Selain itu, pemetaan batas-batas tanggungjawab substansial serta hubungan relasional antar unit kajian juga perlu dikembangkan. Dalam hal ini, sebagai sebuah usulan, model relasional antara PKMK dengan unit kajian lain secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut. 25
  • 38. Gambar 2.1. Hubungan Antara Kajian Manajemen Kebijakan dengan Kajian Substantif Lain di Lingkungan LAN Pola hubungan (pattern of interaction) dari gambar diatas dapat dikembangkan lebih lanjut dalam beberapa opsi, yakni: Hubungan Umum – Khusus: PKMK general (makro/messo); kajian lain spesifik (messo/mikro). Hubungan Stratifikasi Kebijakan: PKMK level Konstitusi & UU; kajian lain level UU dan kebijakan dibawahnya. Hubungan Hulu – Hilir: PKMK pada tahap formulasi; kajian lain pada implementasi. Hubungan Filosofis: PKMK ontologi dan epistemologi; kajian lain aksiologi. Hubungan Skala Kebijakan: PKMK multiple (multi sektor, multi disiplin, muti pendekatan), kajian lain single. 2. Peran PKMK-LAN Dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan Sebagaimana disinggung diatas, kajian kebijakan yang dilakukan oleh PKMK haruslah berkontribusi secara positif terhadap peningkatan kualitas kebijakan publik. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, maka program kajian kebijakan harus ditempatkan dalam kerangka sistem kebijakan itu sendiri. 26
  • 39. Program kajian Pusat KMK jelas tidak mampu menyentuh keseluruhan tahapan dalam proses analisis kebijakan. Disamping LAN, masih terdapat banyak pihak lain yang berkepentingan terhadap kebijakan (policy stakeholder), sehingga sudah cukup ideal apabila PKMK dapat melakukan telaahan/kajian yang mendalam pada tahap perencanaan kebijakan (yakni dalam penyusunan naskah akademis), serta tahap evaluasi terhadap implementasi kebijakan. Jika kedua tahap dalam proses kebijakan ini dapat dikaji secara matang, diyakini akan memberi sumbangan signifikan terhadap pencapaian kinerja kebijakan publik yang jauh lebih baik dimasa mendatang. Gambar dibawah ini memberi ilustrasi tentang posisi dan peran program kajian PKMK dalam konstelasi dan konfigurasi sistem kebijakan publik. Gambar 2.2. Peran dan Posisi Program Kajian Pusat PKMK-LAN Dalam Konstelasi Kebijakan Publik 27
  • 40. E. Upaya Restorasi Kajian Manajemen Kebijakan Dalam rangka penguatan manajemen kajian di lingkungan PKMK LAN di masa mendatang, program yang direncanakan dan metodologi yang diterapkan akan diarahkan pada terselenggaranya penelitian/kajian kebijakan (policy research atau policy studies). Dalam hal ini, kajian kebijakan didefinisikan sebagai: “Policy Research is a special type of research that can provide communities and decision-makers with useful recommendations and possible actions for resolving fundamental problems. It provides policy-makers with pragmatic, action-oriented recommendations for addressing an issue, question, or problem. The primary focus of policy research is linked to the public policy” (Majchrzak, “Technical analysis”, in Methods For Policy Research, Sage: Beverly Hills, 1984: 3). Paling tidak, ada 4 (empat) produk dari kajian kebijakan yang dihasilkan LAN pada umumnya dan PKMK-LAN pada khususnya, yakni: Policy Paper, yakni naskah akademik berisi analisis terhadap permasalahan dan berbagai alternatif solusinya. Policy Recommendation, yakni hasil analisis yg telah mempertimbangkan berbagai aspek (positif dan negatif) dan memberi pilihan / opsi kebijakan bagi policy makers sesuai prioritasnya. Policy Actions, yakni agenda yang harus dijabarkan oleh instansi/aparat pemerintah lengkap dengan kerangka kerja implementasinya. Policy Draft / Legal Draft, yakni konsep pengaturan dalam format tertentu sesuai jenis, tingkatan maupun kepentingan. Jika kajian kebijakan dapat dikelola dengan baik, maka akan melahirkan kebijakan yang berkualitas. Dan jika kebijakan publik memiliki kualitas tinggi, maka akan dihasilkan outcomes berupa peningkatan kinerja pemerintah. Akhirnya, jika kinerja pemerintah meningkat, maka tujuan, mandat, dan cita-cita yang tertuang dalam Konstitusi, yakni mewujudkan kesejahteraan rakyat akan semakin mudah tercapai. Pola pikir ini secara sederhana dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut: 28
  • 41. Gambar 2.3. Urgensi Kajian Kebijakan Dalam Meningkatkan Kualitas Kebijakan Publik dan Mewujudkan Cita-Cita Konstitusi 29
  • 42. BAB III INSTRUMEN ANALISIS A. Analisis Kebijakan (Policy Analisys) Sesungguhnya banyak sekali tools atau instrument yang dapat dipilih untuk melakukan analisis kebijakan. Namun dalam konteks penulisan KTP-2 ini hanya akan difokuskan pada beberapa tools, yakni teori gunung es (iceberg theory) dari Maani dan Canava, agenda setting dari James Anderson, policy system dari Mustopadidjaja, serta problem formulation dari William Dunn. 1. Iceberg (Gunung Es) Maani and Canava Teori gunung es (Iceberg Theory) yang dikembangkan oleh Maani and Canava (2000) ini sangat penting untuk memberikan pemahaman tentang masalah yang dihadapi sebuah organisasi, apakah termasuk masalah simptomatik yang berada di permukaan, ataukah masalah fundamental yang sulit dikenali karena hanya menampakkan gejala saja. Dengan memahami jenis-jenis masalah, maka akan dapat ditentukan jenis tindakan yang diperlukan untuk merespon masalah tersebut, apakah dibutuhkan tindakan yang bersifat reaktif, responsif, generatif, ataukah fundamental. Selain itu, dengan kemampuan untuk membedakan antara gejala dengan masalah yang sesungguhnya, maka akan dapat dilakukan pemecahan masalah yang efektif sekaligus dihindari kemungkinan terjadinya “kesalahan tipe ketiga”, yakni memecahkan masalah yang salah. 2. Agenda Setting James Anderson Agenda setting atau agenda formation sendiri pada hakekatnya memuat masalah kebijakan, untuk kemudian ditetapkan menjadi masalah institusional (istilah Anderson) atau masalah formal (istilah Dunn). Gambar dibawah ini mengilustrasikan adanya kemiripan tahapan dalam analisis masalah model Anderson dan model Dunn. 30
  • 43. Gambar 3.1. Perbandingan Tahap Perumusan Masalah Menurut James Anderson dan William Dunn Menurut Anderson, proses agenda setting dimulai dengan mengidentifikasi masalah individual (private problem) yang dilanjutkan dengan mengidentifikasi masalah kolektif (public problem). Private problem sendiri didefinisikan sebagai problems that have a limited effect, being of concern only to one or a few persons who are directly involved (masalah yang memiliki efek terbatas hanya pada satu atau beberapa orang saja); sedangkan public problem diartikan sebagai those that have a broad effect, including consequences for persons not directly involved (masalah yang memiiki efek luas, termasuk konsekuensi bagi orang yang tidak terkait langsung dengan masalah tersebut). Selanjutnya, public problems ini dikonversikan ke dalam Issue, yakni suatu kondisi perbedaan pendapat yang ditemui di tengah masyarakat tentang solusi dalam menangani masalah. Dari issue, masalah kebijakan mengalir ke systemic agenda dan terakhir ke dalam institutional agenda. Systemic agenda adalah semua issu yang dirasakan oleh masyarakat, yang patut mendapat perhatian publik dan issu tersebut memang berada dalam yurisdiksi kewenangan pemerintah. 31
  • 44. 3. Policy System Mustopadidjaja Menurut William Dunn, sistem kebijakan terdiri dari tiga komponen dasar, yakni lingkungan kebijakan, pelaku kebijakan, serta kebijakan publik itu sendiri. Tiga komponen ini oleh Mustopadidjaja dilengkapi dengan satu komponen lagi yakni kelompok sasaran (target groups). Keempat komponen inilah yang membentuk sebuah sistem kebijakan. Sebagai konsekuensi dari sebuah sistem, maka masalah-masalah yang dirumuskan diatas pada hakekatnya memiliki keterkaitan dengan elemen kebijakan lainnya seperti pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan, kelompok sasaran, serta kebijakan publik itu sendiri. Artinya, masalah institusional yang telah berhasil dirumuskan pada dasarnya hidup dalam sebuah milieu atau lingkungan kebijakan yang sangat dinamis, dan oleh karena itu harus mendapat perhatian sepenuhnya dalam proses perumusan hingga implementasi kebijakan publik. Gambar 3.2. Sistem Kebijakan (Kombinasi William Dunn dan Mustopadidjaja) 4. Problem Formulation William Dunn Analisis kebijakan model William Dunn sering dikenal sebagai analisis yang berpusat pada masalah (problem centric). Tahap perumusan masalah menyita porsi yang cukup besar dari keseluruhan rangkaian proses analisis kebijakan. Itulah sebabnya, tidak mengherankan jika kemudian muncul sebuah adagium bahwa jika perumusan masalah benar, maka 50% pemecahan masalah telah tercapai. 32
  • 45. Langkah awal dalam perumusan masalah adalah dengan mengenali situasi atau mengenali masalah. Pengenalan situasi ini akan menghasilkan situasi masalah. Dari situasi masalah kemudian dikembangkan dengan proses pencarian masalah yang lebih detil dan membentuk sebuah meta masalah. Dengan demikian, meta masalah adalah masalah diatas masalah, atau dikenal juga sebagai “tumpukan masalah yang belum terstruktur”. Dari meta masalah ini dilakukan pendefinisian atau pengklasifikasian masalah, sehingga menghasilkan masalah substantif. Dari sejumlah masalah substantif yang ada, kemudian ditentukan beberapa masalah yang akan segera ditangani sesuai dengan kemampuan pemerintah, yang disebut dengan masalah formal. Dari masalah formal yang telah ditemukan melalui teknik perumusan masalah, kemudian ditentukan kebijakan publik yang diyakini mampu memecahkan masalah tersebut serta tujuan yang diharapkan atau target yang harus dicapai dengan ditempuhnya kebijakan tersebut. Selain itu, seiring dengan tujuan yang ditetapkan, perlu pula dirumuskan ramalan masa depan dan dampak yang mungkin timbul dari diimplementasikannya kebijakan publik tersebut. Dalam bentuk siklus, model perumusan masalah William Dunn dapat dilihat sebagai berikut. Gambar 3.3. Tahap/Teknik Perumusan Masalah (William Dunn) 33
  • 46. B. Analisis Manajemen Strategis Sebagaimana dalam analisis kebijakan publik, teknik analisis manajemen strategis juga memiliki beberapa tools atau instrument, yang tidak mungkin dipilih semuanya dalam penulisan KTP-2 ini. Oleh karena itu, penulis hanya ingin memaparkan beberapa saja yang dinilai memiliki relevansi dengan Tupoksi serta visi misi PKMK-LAN, yakni analisis SWOT, Scenario Planning dan Balanced Scorecard. 1. SWOT Analisis SWOT merupakan suatu proses kreatif dalam merencanakan strategi, kebijakan dan program-program kerja suatu organisasi – atau unit organisasi – dengan memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan internal dan eksternal organisasi tersebut, baik pada sisi positif maupun sisi negatifnya. Dengan kata lain, analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan/organisasi, dengan cara memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun pada saat bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (Freddy Rangkuti, 1997: 19). Langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan stratejik organisasi, baik internal maupun eksternal. Selanjutnya, terhadap faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi diatas, dilakukan analisis dengan memberi pembobotan untuk menentukan kekuatan relatif faktor-faktor tersebut dalam pencapaian visi misi organisasi. Langkah berikutnya adalah memadukan, mengintegrasikan, atau menginteraksikan antar faktor lingkungan strategis atau kekuatan kunci keberhasilan, dalam rangka merumuskan kesatuan arah dan sinergi dalam mencapai tujuan organisasi. Teknik menginteraksikan faktor-faktor kunci keberhasilan ini akan menghasilkan asumsi strategi yang dapat dirumuskan dalam empat quadran SWOT yakni: a. Asumsi Strategi Ekspansi (quadran 1), yakni interaksi antara faktor kekuatan dan faktor peluang, yang bersifat agresif/ekspansif dan cenderung berorientasi pertumbuhan (growth-oriented strategy). 34
  • 47. b. Asumsi Strategi Diversifikasi (quadran 2), yakni interaksi antara faktor kekuatan dan faktor ancaman, dengan melakukan mobilisasi kekuatan guna mendorong inovasi, pembaharuan, atau modifikasi di bidang tertentu. c. Asumsi Strategi Stabilitas/Rasionalisasi (quadran 3), yakni interaksi antara faktor kelemahan dengan peluang, yang bertujuan meminimalisir persoalan internal sehingga sering disebut dengan turn-around strategy. d. Asumsi Strategi Defensif/Survival (quadran 4), yakni interaksi antara faktor kelemahan dan ancaman, untuk melakukan efisiensi sebesar mungkin. Analisis silang dan penginteraksian faktor internal dan eksternal diatas dimaksudkan untuk menemukan asumsi strategi organisasi, yang kemudian dihubungkan dengan visi, misi dan nilai-nilai yang telah ditetapkan. Hasil dari pembobotan ini adalah diketemukannya pilihan-pilihan strategi berdasarkan urutan atau rankingnya. Setelah pilihan strategi ditemukan, maka dilakukan pengintegrasian atau analisis silang dengan pernyataan misi, untuk menghasilkan FKK (faktor kunci keberhasilan) atau Critical Success Factors (CSF). FKK atau CSF sendiri adalah faktor yang berkaitan erat dengan misi organisasi, dan berfungsi untuk lebih memfokuskan strategi dalam rangka pencapaian visi dan misi organisasi secara efektif dan efisien. Adapun langkah terakhir dari rangkaian analisis SWOT adalah menentukan tujuan organisasi yang diperoleh dari interaksi antara FKK dengan tugas pokok organisasi. 2. Scenario Planning Dipadukan dengan Systems Thinking Scenario planning adalah sebuah narasi atau cerita mengenai kemungkinan-kemungkinan tentang masa depan, yang berisi uraian tentang apa yang mungkin terjadi, bukan apa yang harus terjadi. Dengan demikian, scenario planning bukan prediksi (prediction), ramalan (forecasting), atau perencanaan (planning) tentang masa depan, bukan pula sebuah rekayasa. Scenario planning adalah deskripsi, bukan preskripsi tentang masa depan. Gill Ringland (1998) memberi definisi scenario planning sebagai “part of strategic planning which relates to the tools and technologies for managing the uncertainties of the future”. 35
  • 48. Oleh karena scenario planning bukan sebuah perencanaan, maka istilah yang lebih tepat adalah scenario development atau scenario thinking. Langkah pertama dalam scenario thinking adalah menentukan focal concern (FC), yang disusul dengan menentukan driving force (DF) atau variabel- variabel yang menentukan keberhasilan pencapaian FC. Dalam kaitan ini, DF dirumuskan dari asumsi strategi yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya dengan analisis SWOT. Dari driving force yang sudah diidentifikasikan, kemudian dilakukan evaluasi dan penilaian, baik dengan teknik linier ataupun non-linier. Teknik non linier adalah sebuah cara pembobotan terhadap variabel atau driving force dengan menggunakan kriteria urgensi (importancy) dan ketidakpastian (uncertainty).4 Semakin besar kadar urgensi maupun ketidakpastian sebuah variabel di masa yang akan datang, maka akan semakin besar pula bobot yang akan diperoleh variabel tersebut. Bobot variabel selanjutnya dikalikan dengan rating urgensi dan ketidakpastian, sehingga menghasilkan skor total variabel tertentu. Setelah semua variabel diketahui skor- nya, maka akan dapat diketahui peringkat atau ranking-nya. Selain itu, terhadap variabel atau driving force yang telah ditetapkan sebelumnya, akan diklasifikasi berdasarkan aspeknya, apakah masuk aspek politik, ekonomi, sosial, teknologi atau aspek lainnya. Oleh karena ada empat aspek utama yang dipertimbangkan, maka matriks/teknik ini sering dikenal dengan teknik PEST (politik, ekonomi, sosial/budaya, teknologi). Ada pula yang menyebut dengan teknik PEST-PLUS, dengan “plus”-nya adalah aspek-aspek diluar aspek pokok, misalnya administrasi, kelembagaan, SDM, dan lain-lain. Sementara itu, teknik non linier adalah sebuah cara menganalisis variabel atau driving force dengan menggunakan piranti systems thinking yaitu causal loop diagram (CLD) guna menemukan variabel pengungkit utamanya (leverage). Dua leverage teratas, selanjutnya akan ditetapkan sebagai Driving Force Pengungkit, dan akan dipilih untuk menyusun skenario. 4 Kees Van der Heijden dalam bukunya berjudul Scenario, the Art of Strategic Conversation, 1996, John Wiley & Sons, mengidentifikasi tiga bentuk ketidakpastian, yakni: risks, structural uncertainties, and unknowables. 36
  • 49. BAB IV ANALISIS A. Analisis Kebijakan 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg Theory) Pada Bab III telah disinggung bahwa analisis gunung es adalah salah satu tools yang dapat digunakan dalam analisis kebijakan. Tools ini pada dasarnya bermanfaat untuk memilah permasalahan dalam suatu organisasi, antara simptomatik yang berada di permukaan dengan masalah fundamental, sehingga akan dapat dirumuskan kebijakan yang paling baik untuk memecahkan masalah yang ada. Dalam konteks judul laporan ini, maka pemetaan dan pemilahan masalah dari masalah pokok yang dihadapi PKMK-LAN dapat dilihat dalam skema Gunung Es sebagai berikut: Gambar 4.1. Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg Theory) 37
  • 50. Dari analisis gunung es tersebut dapat diketahui dan dibedakan mana masalah yang masuk kategori masalah simptomatik dan tindakan yang dieprlukan untuk mengatasinya, serta mana masalah mendasar yang memerlukan tindakan fundamental pula. Dalam kaitan ini, tidak dimanfaatkannya hasil kajian untuk perumusan kebijakan publik adalah masalah simptomatik, yang memerlukan tindakan simptomatik berupa sosialisasi dan diseminasi hasil kajian. Adapun masalah yang paling fundamental adalah masih merebaknya mentalitas para pengambil kebijakan dalam mengambil kebijakan secara instan tanpa melalui pertimbangan akademik yang memadai. Inilah masalah yang dapat dikatakan sebagai biang atas munculnya masalah-masalah simptomatik. 2. Penetapan Agenda Kebijakan (Agenda Setting) Dari pemetaan permasalahan yang dihasilkan melalui analisis gunung es diatas, selanjutnya dilakukan proses pencarian dan penentuan agenda kebijakan (agenda setting). Agenda setting atau agenda formation sendiri pada hakekatnya memuat masalah kebijakan, untuk kemudian ditetapkan menjadi masalah institusional (istilah Anderson) atau masalah formal (istilah Dunn). Dalam kaitan dengan fokus pembahasan pada KTP-2 ini, maka agenda setting dapat dirumuskan sebagai berikut: 38
  • 51. Gambar 4.2. Agenda Setting Penguatan Manajemen Kajian Kebijakan Dari gambar diatas dapat dielaborasi lebih rinci bahwa private problem adalah masalah yang dihadapi oleh lembaga kajian secara individual dan dampak yang timbul dari masalah itupun hanya berskala individual. Namun jika mayoritas lembaga kajian mengalaminya, maka skala masalah tersebut menjadi meluas sehingga akan menjadi masalah bersama atau public problem. Dari masalah bersama ini kemudian dikonversi menjadi issu (public issu) yang harus direspon oleh sistem kebijakan (termasuk instansi pemerintah) agar tidak berkembang kearah yang negatif. Respon sistem kebijakan terhadap issu itulah yang menjadi esensi agenda setting. Dalam hal ini, agar issu dapat masuk dalam systemic agenda harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain: 1) issu itu memperoleh perhatian luas dan dapat menimbulkan kesadaran masyarakat; 2) adanya opini publik yang luas bahwa tindakan publik diperlukan untuk mengatasi issu tersebut; dan 3) adanya persepsi publik bahwa issu/masalah tersebut merupakan tanggungjawab yang sah dari beberapa instansi pemerintah untuk memecahkannya. Penulis 39
  • 52. memandang bahwa seluruh issu yang tertera dalam Gambar diatas telah memenuhi tiga kriteria tersebut, sehingga ketiganya dimasukkan dalam agenda sistemik. Selanjutnya, dari gambar diatas terlihat bahwa systemic agenda sama dengan institutional agenda. Hal ini disebabkan karena ketiganya dianggap berada dalam yurisdiksi kewenangan instansi pemerintah dan diyakini ada kemampuan untuk memecahkannya. 3. Keterkaitan Antar Elemen Kebijakan (Sistem Kebijakan) Institusional agenda yang telah berhasil dirumuskan diatas pada dasarnya hidup dalam sebuah milieu atau lingkungan kebijakan yang sangat dinamis, serta memiliki keterkaitan dengan elemen kebijakan lainnya seperti pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan, kelompok sasaran, serta kebijakan publik itu sendiri. Dalam hal ini, lingkungan kebijakan dicirikan oleh banyaknya permasalahan dalam bidang pengembangan SDM, tingkat kemanfaatan hasil kajian yang rendah, kontribusi kajian terhadap kualitas kebijakan publik yang juga masih lemah, dan sebagainya. Dengan karakter lingkungan seperti itu, maka pelaku kebijakan (policy actor) harus benar-benar dapat mencermatinya, agar dapat dihasilkan kebijakan publik yang akurat. Dalam hal ini, kebijakan publik yang dianggap tepat untuk mengatasi masalah formal yang ada adalah melalui peningkatan kapasitas SDM (capacity building), pembentukan forum koordinasi yang lebih permanen, serta penyusunan dokumen perencanaan kebutuhan kajian dengan memperhatikan kebutuhan pelanggan (stakeholder). Secara diagramatis, program penguatan manajemen kajian kebijakan dalam perspektif sistem kebijakan dapat dilihat sebagai berikut: 40