SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 23
Descargar para leer sin conexión
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ameloblastoma
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang
tidak menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat
oleh Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya
bersifat intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis bersifat persisten.7
Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial odontogenik. Ameloblastoma
biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal invasif dan sebagian besar tumor ini
bersifat jinak.8
2.2 Etiologi dan Patogenesis
Pada saat ini sebagian penulis mempertimbangkan bahwa tumor ini tumbuh
dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini
belum diketahui.
Tumor ini dapat berasal dari:
 Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis
dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada
perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada
bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata.
Universitas Sumatera Utara
 Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat
pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang
spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi
terbentuknya kista odontogenik
 Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma.
Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957)
mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista
dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista
odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.
 Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber
(1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan
dengan epiteluim oral. 7,9
Gambar 1. Kemungkinan sumber penyebab
ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology.
2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)
Universitas Sumatera Utara
2.3 Tipe Ameloblastoma
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain tipe
solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.1
Gambar 2. Ameloblastoma subtipe klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal (Sapp JP,
Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,
1997: 136-143.)
2.3.1. Tipe solid atau multikistik
Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang
terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada
usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama pada
usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada predileksi jenis kelamin yang
signifikan. Sekitar 85% tumor ini terjadi pada mandibula, paling sering pada daerah
molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi pada maksila biasanya
pada regio posterior.8
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat
pemeriksaan radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan
atau ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh
Universitas Sumatera Utara
lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan parastesia jarang terjadi bahkan
pada tumor yang besar.8
Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain
variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat
bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak memperngaruhi perawatan maupun
prognosis. 10
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka
kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor
ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.11
Ameloblastoma tipe solid/multikistik ini ditandai dengan angka terjadi
rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca perawatan. Oleh karena itu,
ameloblastoma tipe solid atau multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi
dengan margin jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka
panjang bahkan seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini.10
2.3.2 Tipe unikistik
Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini
ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90%
ameloblastoma unikisik ditemukan pada mandibula pada regio posterior.8
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara klinis
maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan
gigi yang tidak erupsi..11
Universitas Sumatera Utara
Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki
komponen kista. Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti
dengan regio parasimfisis dan anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai
ameloblastoma unikistik pertama sekali disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan
Martinez. Mereka melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan
menyarankan enukleasi simple sebagai perawatannya. Studi menunjukan secara
klinis enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukan
angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi simple
merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan perawatan yang lebih
radikal dengan osteotomi periferal atau terapi krio dengan cairan nitrogen atau
keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.10
2.3.3 Tipe periferal/ekstraosseus
Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus
ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva
atau mukosa alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan
ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang di bawahnya. Periferal ameloblastoma
ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku, pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus
atau granular.
Tumor ini diyakini mewakili 2 % sampai 10% dari seluruh kasus
ameloblastoma yang didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada semua
rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini
terjadi kebanyakan pada pria daripada wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1.
Universitas Sumatera Utara
70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian ramus
dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena. Beberapa
penulis lebih suka mengklasifikasikan mereka ke dalam hamartoma daripada
neoplasma dan tumor ini biasnya bersifat jinak, tidak mengalami rekurensi setelah
eksisi simpel komplit.10,11
Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan
perawatan tumor tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal pada
jaringan lunak superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi lokal
dengan mengikutsertakan sebagian kecil dari margin jaringan yang normal. Margin
inferior harus diikutkan periosteoum untuk menyakinkan penetrasi sel tumor ke
tulang tidak terjadi.1
Gambar 3. Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole
LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,
1997: 136-143)
Universitas Sumatera Utara
2.4. Gambaran Histopatologis
Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi bergantung
pada arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO membagi
ameloblastoma secara histologis terdiri dari follikular, pleksiform, acanthomatous,
sel granular dan tipe sel basal.12
2.4.1 Tipe Folikular
Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran histologi yang tipikal
dengan adanya sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah
lapisan periferal dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel
yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata. Degenerasi dari jaringan
yang berbentuk seperti retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan kista. 12
Gambar 4 : Ameloblastoma tipe follikular (www.
pathologyOutlines.com)
2.4.2 Tipe Pleksiform
Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel tumor yang
berbentuk seperti pita yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain. Stroma
Universitas Sumatera Utara
terbentuk dari jaringan ikat yang longar dan edematous fibrous yang mengalami
degenerasi kistik. 12
Gambar 5: Ameloblastoma tipe pleksiform (Shklar
G.Oral Cancer.1st
Ed. Philadelphia;
W.B.SaundersCompany, 1984: 253)
2.4.3 Tipe Acanthomatous
Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adannya squamous
metaplasia dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. Kista kecil
terbentuk di tengah sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan
padat. 12
Gambar 6: Tipe acanthomatous (Sapp JP,
Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral
and Maxillofacial Pathology. 2nd
ed. Missouri :
Mosby, 1997: 140.)
Universitas Sumatera Utara
2.4.4 Tipe Sel Granular
Pada ameloblatoma tipe sel granular ditandai dengan adanya transformasi dari
sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel retikulum stelata, sehingga memberikan
gambaran yang sangat kasar, granular dan eosinofilik. Tipe ini sering melibatkan
periferal sel kolumnar dan kuboidal. Hartman melaporkan 20 kasus dari
ameloblastoma tipe sel granular dan menekankan bahwa tipe sel granular ini
cenderung merupakan lesi agresif ditandai dengan kecenderungan untuk rekurensi
bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada saat operasi pertama. Sebagai
tambahan, beberapa kasus dari tumor ini dilaporkan pernah terjadi metastasis.13
Gambar 7: Tipe sel granular (Sapp JP,
Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary
Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd
ed.
Missouri : Mosby, 1997: 140.)
2.4.5 Tipe Sel Basal
Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada kulit. Sel
epithelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam
lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor ini merupakan tipe
yang paling jarang dijumpai.13
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8: Tipe sel basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki
GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd
ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
2.5. Gambaran Radiologis
Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran
radiolusensi yang multiokular atau uniokular. 12
2.5.1 Multiokular
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah oleh
septa tulang yang memperluas membentuk masa tumor.7
Gambaran multiokular
ditandai dengan lesi yang besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble.
Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan
garis batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resopsi akar jarang terjadi tapi
kadang-kadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat.1
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9: Multiokular ameloblastoma
(http://www.radpod.org/2007/08/01/
ameloblastoma/)
2.5.2 Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau
gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun
keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan
mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat dari
gambaran roentgen.7
Gambar 10: Ameloblastoma tipe uniokular (Sapp JP,
Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri :
Mosby,1997: 136-143.)
Universitas Sumatera Utara
2.6 Perawatan
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang
yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi
ini radioresisten. Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk
dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan
perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir
50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.3
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma
sampai jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan
dengan elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk
mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi
paska operasi ditujukan untuk mengurangi insidensi rekurensi dan harus dilakukan
secara rutin.14
Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang
yang terlibat tumor dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat
radiosensitif tapi Andra (1949) melaporkan bahwa terapi dengan X-ray dan Radium
mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan lesi ini 9
Waldron dan Worman (1931) melakukan enukleasi pada ameloblastoma
yang kecil, sementara sebagian penulis merekomendasikan reseksi total maupun
reseksi sebagian untuk kasus yang lebih besar. Bagaimanapun, ahli bedah yang
pertama kali melakukan operasi kasus ameloblastoma memiliki kesempatan terbaik
untuk mengobati pasien. Byars dan Sarnat (1945) menyimpulkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
ameloblastoma harus dienukleasi bila uniokular, dikauterisasi dengan panas atau
bahan kimia dan jika multiokular direseksi dengan mengikutkan sedikit tulang yang
normal jika ekstensif. Rankow dan Hickey (1954) meninjau ulang 29 kasus
ameloblastoma dan menemukan bahwa insidensi terjadi rekurensi sebanyak 91% jika
dilakukan kuretase lokal, sementara tidak terjadi rekurensi jika dilakukan reseksi (18
kasus). 5
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain:
2.6.1 Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Weder
(1950) pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan
prosedur yang paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus
rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari
pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor
dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi oleh sel tumor.5
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang-
kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum,
maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat
dari tulang. Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf
dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah
operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan
diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak biasanya tidak diperlukan
Universitas Sumatera Utara
perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan endodontik sebelum
operasi dapat dilakukan.15
2.6.2 Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi
sebuah bagian tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan
apabila ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang
meliputi semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang
dapat direseksi di bawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada
outline osteotomi, dengan bur leher panjang Henahan. Osteotom digunakan untuk
melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segmen tulang yang terlibat tumor dibuang
dengan tepi yang aman dari tulang yang normal dan tanpa merusak border tulang.
Setelah meletakkan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk
mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor
saja tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat
tumor dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara
terpisah.5
Universitas Sumatera Utara
Gambar 11: Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral
Surgery. 5th
Ed.Saint Louis;The C.V. Mosby Company,1969:
993)
2.6.3 Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin
saja melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus
dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula sampai ke
regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan
perubahan bentuk wajah yang dinamakan ” Andy Gump Deformity”.16
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal
(bila diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting
bibir bawah. 17
Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai ke
dagu. Insisi itu kemudian dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah
border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus mandibula
sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja
dapat terjadi pendarahan karena adanya neurovascular.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 12: Pola Insisi pada
Hemimandibulektomi (Keith DA.
Atlas of Oral and Maxillofacial
Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder
Company, 1992: 243).
Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan
mendiseksi mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan
secara vertikal di daerah mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara
vertikal. Mandibula terbebas dari otot yang melekat antara lain muskulus depressor
labii inferior, depressor anguli oris dan platysma. Bagian mandibula yang akan
direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa oral dengan hati-hati. Setelah
itu, komponen rahang yang mengandung massa tumor dieksisi dengan margin yang
cukup.18
Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi untuk pemeriksaan untuk
menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau tidak. Jika bagian itu bebas
dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula harus dipertahankan untuk
digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus paling baik dipotong secara
vertikal. Ketika mandibula disartikulasi, maka ada resiko pendarahan karena insersi
Universitas Sumatera Utara
temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat dihindari dengan
membiarkan kondilus dan prosessus koronoid berada tetap in situ. Setelah
hemimandibulektomi, penutupan luka intraoral biasanya dilakukan dengan penjahitan
langsung. 17
Gambar 13: Tipe umum dari reseksi mandibula A. Dengan keterlibatan kondilus
B.Tanpa pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial
Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 1992: 244)
2.6.4. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasnya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson.
Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal
dan infraorbital menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari
maksila dan dari ethmoid.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 14: Pola Insisi Weber
Fergusson (Booth PW, Schendel SA,
Hausamen JE. Maxillofacial Surgery.
2nd
Ed.Missouri;Churhill Livingstone
Elsevier, 2007:431)
Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan
lunak dan ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan
oscillating saw dari lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju
kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar
ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian pemotongan
lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke nasofaring dengan
mengunakan chisel dan gunting Mayo dan kemudian dilakukan pemotongan
posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas maksilektomi yang tepat
diperlukan untuk mengkontrol pendarahan.10
Universitas Sumatera Utara
Gambar 15: Pemotongan tulang pada subtotal
maksilektomi (Booth PW, Schendel SA,
Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd
Ed
Missouri; Churhill Livingstone Elsevier, 2007
:432)
Setelah hemostasis terjadi, manajemen maksilektomi yang tepat dapat
membantu ahli prostodonsia untuk merehabilitasi pasien. Semua bagian tulang yang
tajam dihaluskan. Prosesus koronoid harus diangkat, karena dekat dengan margin
lateral defek yang akan menyebabkan penutup protesa lepas ketika mulut dibuka.
Flap yang ada pada mukosa dikembalikan menutupi margin medial tulang. Skin graft
kemudian dijahit ke tepi luka, lebih baik hanya lembaran tunggal. Permukaan
dibawah flap pipi, tulang, otot periorbita dan bahkan dura semuanya ditutup. Graft
dipertahankan dengan packing iodoform gauze yang diisi benzoin tincture. Packing
yang cukup digunakan untuk mengisi kembali kontur pipi. Obturator bedah yang
sudah dibuat oleh ahli prostodonsi direline dengan soft denture reliner sehingga dapat
mendukung packing dan menutup defek. Obturator dapat dipasangkan ke gigi-gigi
secara fixed atau tidak, tergantung kondisi individual pasien. Flap pipi kemudian
dikembalikan dan menutup lapisan. 17
Universitas Sumatera Utara
2.7 Rekontruksi pasca bedah
2.7.1 Pemakaian protesa obturator
Pemasangan protesa palatal secara imidiate telah menjadi perawatan standard
setelah dilakukan maksilektomi atau palatektomi, kecuali digunakan rekonstruksi free
flap. Cacat bedah dapat memberikan efek samping terhadap kesehatan fungsional dan
psikologis pasien. Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk mengembalikan fungsi
bicara, fungsi pencernaan, menyediakan dukungan terhadap bibir dan pipi dan
membangun kembali proyeksi midfacial. 19
Pasien yang menjalani reseksi maksila akan direhabilitasi dalam tiga fase
masng-masing fase memerlukan protesa obturator yang akan mendukung
kesembuhan pasien. Ketiga obturator protesa ini adalah obturator bedah, obturator
interim, dan obturator definitif.20
2.7.1.1 Obturator Bedah
Rehabilitasi prostodontik dimulai dengan obturator bedah yang mana
dimasukkan pada waktu bedah untuk membantu mempertahankan packing, mencegah
kontaminasi oral dari luka bedah dan skin graft dan memungkinkan pasien untuk
berbicara dan menelan selama periode postoperasi inisial.21
Protesa ini akan
digunakan kira-kira 5 sampai 10 hari. 20
2.7.1.2 Obturator Interim
Obturator bedah akan dikonversi menjadi obturator interim dengan
penambahan bahan-bahan lining untuk adaptasi terhadap defek. Protesa interim ini
secara periodik akan direadaptasi dan direline kembali untuk menyesuaikan terhadap
perubahan dimensional selama proses penyembuhan jaringan defek. Proses ini akan
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kenyamanan dan fungsional pasien.21
Tujuan dari obturator ini adalah
mengembalikan fungsi bicara dengan mengembalikan kontur palatal. Protesa ini akan
digunakan sekitar dua sampai enam bulan. 20
2.7.1.3 Obturator Defenitif
Obturator defenitif akan dibuat ketika penyembuhan jaringan dan kontraksi
telah selesai. Pembuatan protesa defenitif sebelum kontur jaringan stabil memerlukan
penyesuaian termasuk perubahan posisi gigi atau penyesuaian terhadap bagian perifer
protesa. 20
Gambar 16: Obturator A. Defek palatal, B. Obturator bedah, C. Obturator interim, D.Obturator
defenitif (Shklar G. Oral Cancer.1st
Ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1984: 219)
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Pengunaan plat
Tujuan dari rekonstruksi mandibula adalah membangun kontinuitas
mandibula, membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek jaringan
lunak. Pada umumnya kehilangan mandibula yang diakibatkan karena proses
patologis akan meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh. Bila dilakukan
mandibulektomi akan menghasilkan defek tulang yang besar dan jaringan lunak.
Defek pada mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan tidak membutuhkan
rekonstruksi. Kebalikannya defek pada anterior mandibula akan menimbulkan
kecacatan fungsional dan kosmetik yang parah. Waktu yang tepat untuk melakukan
rekonstruksi masih diperdebatkan.22
Pada literatur disebutkan ada berbagai macam metode yang digunakan untuk
mengembalikan defek pada mandibula. Metode ini dapat diklasifikasikan dalam 3
kategori dasar yaitu bahan alloplastik, bahan alloplastik dengan tulang dan tulang
autogenous. Bahan alloplastik telah digunakan secara luas pada rekonstruksi
mandibula dalam bentuk kawat atau plat, material organik (kalsium aluminat, kalsium
apatit, kalsium sulfat) dan bahan sintetik (metilmetakrilat, proplas dan teflon). Dari
semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari stainless steel, AO Plates
(Arbeitsgemeinschaft fur Ostheosynthefragen Plate) , vitallium dan titanium (titorp
plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi ekstrusi/ekspose plat, kehilangan
sekrup, dan fraktur plat.22
Plat rekonstruksi mandibula memiliki keuntungan dari segi:
 Tidak membutuhkan donor
 Pengeluaran
Universitas Sumatera Utara
 Kontur yang baik
 Kemampuan untuk membentuk kondilus.22
Gambar 17. Plat AO (www.emedicine.commandibular
reconstruction,plating)
Universitas Sumatera Utara

Más contenido relacionado

Similar a Chapter ii (20)

10453-25501-1-SM.pdf
10453-25501-1-SM.pdf10453-25501-1-SM.pdf
10453-25501-1-SM.pdf
 
Tumor Tulang (Bone Neoplasma)
Tumor Tulang (Bone Neoplasma)Tumor Tulang (Bone Neoplasma)
Tumor Tulang (Bone Neoplasma)
 
CASE REPORT BEDAH MULUT - ADENOMATOID.pdf
CASE REPORT BEDAH MULUT - ADENOMATOID.pdfCASE REPORT BEDAH MULUT - ADENOMATOID.pdf
CASE REPORT BEDAH MULUT - ADENOMATOID.pdf
 
Introducing neoplasma
Introducing neoplasmaIntroducing neoplasma
Introducing neoplasma
 
RISIKO MESOTHELIOMA
RISIKO MESOTHELIOMARISIKO MESOTHELIOMA
RISIKO MESOTHELIOMA
 
Mklah ro dna
Mklah ro dnaMklah ro dna
Mklah ro dna
 
Lidah dan Rongga Mulut.pptx
 Lidah dan  Rongga Mulut.pptx Lidah dan  Rongga Mulut.pptx
Lidah dan Rongga Mulut.pptx
 
Catatan scenario 2
Catatan scenario 2Catatan scenario 2
Catatan scenario 2
 
Translate 2
Translate 2Translate 2
Translate 2
 
Epulis kongenital
Epulis kongenitalEpulis kongenital
Epulis kongenital
 
Bab ii1
Bab ii1Bab ii1
Bab ii1
 
Ca mulut
Ca mulutCa mulut
Ca mulut
 
Askep tumor mata
Askep tumor mataAskep tumor mata
Askep tumor mata
 
Karsinoma tulang
Karsinoma tulangKarsinoma tulang
Karsinoma tulang
 
1. HEad n Neck.pdf
1. HEad n Neck.pdf1. HEad n Neck.pdf
1. HEad n Neck.pdf
 
Askep pada klien dengan ca AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada klien dengan ca AKPER PEMKAB MUNA Askep pada klien dengan ca AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada klien dengan ca AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep kanker kulit
Askep kanker kulitAskep kanker kulit
Askep kanker kulit
 
Askep pada klien dengan ca AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada klien dengan ca AKPER PEMKAB MUNA Askep pada klien dengan ca AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada klien dengan ca AKPER PEMKAB MUNA
 
Exo 2
Exo 2Exo 2
Exo 2
 
Tugas Biolobi : Kanker
Tugas Biolobi : KankerTugas Biolobi : Kanker
Tugas Biolobi : Kanker
 

Más de Wayan Sutresna Yasa (12)

Bdj 2012. national_clinical_guidelines_for_management_of_the_palatally_ectopi...
Bdj 2012. national_clinical_guidelines_for_management_of_the_palatally_ectopi...Bdj 2012. national_clinical_guidelines_for_management_of_the_palatally_ectopi...
Bdj 2012. national_clinical_guidelines_for_management_of_the_palatally_ectopi...
 
Anitaseptiyani 8 pdf
Anitaseptiyani 8 pdfAnitaseptiyani 8 pdf
Anitaseptiyani 8 pdf
 
5000013382 5000022983-1-sm
5000013382 5000022983-1-sm5000013382 5000022983-1-sm
5000013382 5000022983-1-sm
 
44951
4495144951
44951
 
12105 2009 article_117
12105 2009 article_11712105 2009 article_117
12105 2009 article_117
 
1600
16001600
1600
 
342 1867-1-pb
342 1867-1-pb342 1867-1-pb
342 1867-1-pb
 
165
165165
165
 
25.full
25.full25.full
25.full
 
15 podj
15 podj15 podj
15 podj
 
Manajemen pasien dengan gangguan cairan t ubuh
Manajemen pasien dengan gangguan cairan t ubuhManajemen pasien dengan gangguan cairan t ubuh
Manajemen pasien dengan gangguan cairan t ubuh
 
1 s2.0-s0011393 x10000366-main
1 s2.0-s0011393 x10000366-main1 s2.0-s0011393 x10000366-main
1 s2.0-s0011393 x10000366-main
 

Último

Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintanmodul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x BintanVenyHandayani2
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DAbdiera
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",Kanaidi ken
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...Riyan Hidayatullah
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxLeniMawarti1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptP_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptAfifFikri11
 
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxPPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxdanangpamungkas11
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptssuser940815
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxLATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxnataliadwiasty
 
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptxPPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptxINyomanAgusSeputraSP
 

Último (20)

Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintanmodul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptP_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
 
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxPPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxLATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
 
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptxPPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
 

Chapter ii

  • 1. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ameloblastoma Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang tidak menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat oleh Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya bersifat intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis bersifat persisten.7 Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial odontogenik. Ameloblastoma biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat jinak.8 2.2 Etiologi dan Patogenesis Pada saat ini sebagian penulis mempertimbangkan bahwa tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini belum diketahui. Tumor ini dapat berasal dari:  Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata. Universitas Sumatera Utara
  • 2.  Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista odontogenik  Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.  Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan epiteluim oral. 7,9 Gambar 1. Kemungkinan sumber penyebab ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.) Universitas Sumatera Utara
  • 3. 2.3 Tipe Ameloblastoma Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain tipe solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.1 Gambar 2. Ameloblastoma subtipe klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.) 2.3.1. Tipe solid atau multikistik Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama pada usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada predileksi jenis kelamin yang signifikan. Sekitar 85% tumor ini terjadi pada mandibula, paling sering pada daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi pada maksila biasanya pada regio posterior.8 Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat pemeriksaan radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan atau ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh Universitas Sumatera Utara
  • 4. lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan parastesia jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar.8 Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak memperngaruhi perawatan maupun prognosis. 10 Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.11 Ameloblastoma tipe solid/multikistik ini ditandai dengan angka terjadi rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca perawatan. Oleh karena itu, ameloblastoma tipe solid atau multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi dengan margin jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka panjang bahkan seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini.10 2.3.2 Tipe unikistik Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90% ameloblastoma unikisik ditemukan pada mandibula pada regio posterior.8 Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara klinis maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi..11 Universitas Sumatera Utara
  • 5. Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki komponen kista. Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan regio parasimfisis dan anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai ameloblastoma unikistik pertama sekali disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan Martinez. Mereka melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan menyarankan enukleasi simple sebagai perawatannya. Studi menunjukan secara klinis enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukan angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi simple merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan perawatan yang lebih radikal dengan osteotomi periferal atau terapi krio dengan cairan nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.10 2.3.3 Tipe periferal/ekstraosseus Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau mukosa alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang di bawahnya. Periferal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku, pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus atau granular. Tumor ini diyakini mewakili 2 % sampai 10% dari seluruh kasus ameloblastoma yang didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada semua rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini terjadi kebanyakan pada pria daripada wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1. Universitas Sumatera Utara
  • 6. 70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian ramus dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena. Beberapa penulis lebih suka mengklasifikasikan mereka ke dalam hamartoma daripada neoplasma dan tumor ini biasnya bersifat jinak, tidak mengalami rekurensi setelah eksisi simpel komplit.10,11 Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan perawatan tumor tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal pada jaringan lunak superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi lokal dengan mengikutsertakan sebagian kecil dari margin jaringan yang normal. Margin inferior harus diikutkan periosteoum untuk menyakinkan penetrasi sel tumor ke tulang tidak terjadi.1 Gambar 3. Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143) Universitas Sumatera Utara
  • 7. 2.4. Gambaran Histopatologis Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi bergantung pada arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO membagi ameloblastoma secara histologis terdiri dari follikular, pleksiform, acanthomatous, sel granular dan tipe sel basal.12 2.4.1 Tipe Folikular Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran histologi yang tipikal dengan adanya sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah lapisan periferal dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata. Degenerasi dari jaringan yang berbentuk seperti retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan kista. 12 Gambar 4 : Ameloblastoma tipe follikular (www. pathologyOutlines.com) 2.4.2 Tipe Pleksiform Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel tumor yang berbentuk seperti pita yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain. Stroma Universitas Sumatera Utara
  • 8. terbentuk dari jaringan ikat yang longar dan edematous fibrous yang mengalami degenerasi kistik. 12 Gambar 5: Ameloblastoma tipe pleksiform (Shklar G.Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia; W.B.SaundersCompany, 1984: 253) 2.4.3 Tipe Acanthomatous Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adannya squamous metaplasia dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. Kista kecil terbentuk di tengah sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan padat. 12 Gambar 6: Tipe acanthomatous (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.) Universitas Sumatera Utara
  • 9. 2.4.4 Tipe Sel Granular Pada ameloblatoma tipe sel granular ditandai dengan adanya transformasi dari sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel retikulum stelata, sehingga memberikan gambaran yang sangat kasar, granular dan eosinofilik. Tipe ini sering melibatkan periferal sel kolumnar dan kuboidal. Hartman melaporkan 20 kasus dari ameloblastoma tipe sel granular dan menekankan bahwa tipe sel granular ini cenderung merupakan lesi agresif ditandai dengan kecenderungan untuk rekurensi bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada saat operasi pertama. Sebagai tambahan, beberapa kasus dari tumor ini dilaporkan pernah terjadi metastasis.13 Gambar 7: Tipe sel granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.) 2.4.5 Tipe Sel Basal Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada kulit. Sel epithelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor ini merupakan tipe yang paling jarang dijumpai.13 Universitas Sumatera Utara
  • 10. Gambar 8: Tipe sel basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.) 2.5. Gambaran Radiologis Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran radiolusensi yang multiokular atau uniokular. 12 2.5.1 Multiokular Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah oleh septa tulang yang memperluas membentuk masa tumor.7 Gambaran multiokular ditandai dengan lesi yang besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble. Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan garis batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resopsi akar jarang terjadi tapi kadang-kadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat.1 Universitas Sumatera Utara
  • 11. Gambar 9: Multiokular ameloblastoma (http://www.radpod.org/2007/08/01/ ameloblastoma/) 2.5.2 Uniokular Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat dari gambaran roentgen.7 Gambar 10: Ameloblastoma tipe uniokular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,1997: 136-143.) Universitas Sumatera Utara
  • 12. 2.6 Perawatan Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini radioresisten. Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.3 Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy. Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi paska operasi ditujukan untuk mengurangi insidensi rekurensi dan harus dilakukan secara rutin.14 Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang yang terlibat tumor dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat radiosensitif tapi Andra (1949) melaporkan bahwa terapi dengan X-ray dan Radium mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan lesi ini 9 Waldron dan Worman (1931) melakukan enukleasi pada ameloblastoma yang kecil, sementara sebagian penulis merekomendasikan reseksi total maupun reseksi sebagian untuk kasus yang lebih besar. Bagaimanapun, ahli bedah yang pertama kali melakukan operasi kasus ameloblastoma memiliki kesempatan terbaik untuk mengobati pasien. Byars dan Sarnat (1945) menyimpulkan bahwa Universitas Sumatera Utara
  • 13. ameloblastoma harus dienukleasi bila uniokular, dikauterisasi dengan panas atau bahan kimia dan jika multiokular direseksi dengan mengikutkan sedikit tulang yang normal jika ekstensif. Rankow dan Hickey (1954) meninjau ulang 29 kasus ameloblastoma dan menemukan bahwa insidensi terjadi rekurensi sebanyak 91% jika dilakukan kuretase lokal, sementara tidak terjadi rekurensi jika dilakukan reseksi (18 kasus). 5 Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati ameloblastoma antara lain: 2.6.1 Enukleasi Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Weder (1950) pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi oleh sel tumor.5 Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang- kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum, maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak biasanya tidak diperlukan Universitas Sumatera Utara
  • 14. perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.15 2.6.2 Eksisi Blok Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi sebuah bagian tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan apabila ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang meliputi semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direseksi di bawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi, dengan bur leher panjang Henahan. Osteotom digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segmen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang yang normal dan tanpa merusak border tulang. Setelah meletakkan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor saja tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.5 Universitas Sumatera Utara
  • 15. Gambar 11: Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed.Saint Louis;The C.V. Mosby Company,1969: 993) 2.6.3 Hemimandibulektomi Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin saja melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula sampai ke regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan ” Andy Gump Deformity”.16 Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal (bila diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting bibir bawah. 17 Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai ke dagu. Insisi itu kemudian dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja dapat terjadi pendarahan karena adanya neurovascular. Universitas Sumatera Utara
  • 16. Gambar 12: Pola Insisi pada Hemimandibulektomi (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder Company, 1992: 243). Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan mendiseksi mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan secara vertikal di daerah mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara vertikal. Mandibula terbebas dari otot yang melekat antara lain muskulus depressor labii inferior, depressor anguli oris dan platysma. Bagian mandibula yang akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa oral dengan hati-hati. Setelah itu, komponen rahang yang mengandung massa tumor dieksisi dengan margin yang cukup.18 Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi untuk pemeriksaan untuk menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau tidak. Jika bagian itu bebas dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula harus dipertahankan untuk digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus paling baik dipotong secara vertikal. Ketika mandibula disartikulasi, maka ada resiko pendarahan karena insersi Universitas Sumatera Utara
  • 17. temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat dihindari dengan membiarkan kondilus dan prosessus koronoid berada tetap in situ. Setelah hemimandibulektomi, penutupan luka intraoral biasanya dilakukan dengan penjahitan langsung. 17 Gambar 13: Tipe umum dari reseksi mandibula A. Dengan keterlibatan kondilus B.Tanpa pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 1992: 244) 2.6.4. Hemimaksilektomi Akses ke maksila biasnya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson. Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal dan infraorbital menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari maksila dan dari ethmoid. Universitas Sumatera Utara
  • 18. Gambar 14: Pola Insisi Weber Fergusson (Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed.Missouri;Churhill Livingstone Elsevier, 2007:431) Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan lunak dan ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan oscillating saw dari lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian pemotongan lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke nasofaring dengan mengunakan chisel dan gunting Mayo dan kemudian dilakukan pemotongan posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas maksilektomi yang tepat diperlukan untuk mengkontrol pendarahan.10 Universitas Sumatera Utara
  • 19. Gambar 15: Pemotongan tulang pada subtotal maksilektomi (Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed Missouri; Churhill Livingstone Elsevier, 2007 :432) Setelah hemostasis terjadi, manajemen maksilektomi yang tepat dapat membantu ahli prostodonsia untuk merehabilitasi pasien. Semua bagian tulang yang tajam dihaluskan. Prosesus koronoid harus diangkat, karena dekat dengan margin lateral defek yang akan menyebabkan penutup protesa lepas ketika mulut dibuka. Flap yang ada pada mukosa dikembalikan menutupi margin medial tulang. Skin graft kemudian dijahit ke tepi luka, lebih baik hanya lembaran tunggal. Permukaan dibawah flap pipi, tulang, otot periorbita dan bahkan dura semuanya ditutup. Graft dipertahankan dengan packing iodoform gauze yang diisi benzoin tincture. Packing yang cukup digunakan untuk mengisi kembali kontur pipi. Obturator bedah yang sudah dibuat oleh ahli prostodonsi direline dengan soft denture reliner sehingga dapat mendukung packing dan menutup defek. Obturator dapat dipasangkan ke gigi-gigi secara fixed atau tidak, tergantung kondisi individual pasien. Flap pipi kemudian dikembalikan dan menutup lapisan. 17 Universitas Sumatera Utara
  • 20. 2.7 Rekontruksi pasca bedah 2.7.1 Pemakaian protesa obturator Pemasangan protesa palatal secara imidiate telah menjadi perawatan standard setelah dilakukan maksilektomi atau palatektomi, kecuali digunakan rekonstruksi free flap. Cacat bedah dapat memberikan efek samping terhadap kesehatan fungsional dan psikologis pasien. Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk mengembalikan fungsi bicara, fungsi pencernaan, menyediakan dukungan terhadap bibir dan pipi dan membangun kembali proyeksi midfacial. 19 Pasien yang menjalani reseksi maksila akan direhabilitasi dalam tiga fase masng-masing fase memerlukan protesa obturator yang akan mendukung kesembuhan pasien. Ketiga obturator protesa ini adalah obturator bedah, obturator interim, dan obturator definitif.20 2.7.1.1 Obturator Bedah Rehabilitasi prostodontik dimulai dengan obturator bedah yang mana dimasukkan pada waktu bedah untuk membantu mempertahankan packing, mencegah kontaminasi oral dari luka bedah dan skin graft dan memungkinkan pasien untuk berbicara dan menelan selama periode postoperasi inisial.21 Protesa ini akan digunakan kira-kira 5 sampai 10 hari. 20 2.7.1.2 Obturator Interim Obturator bedah akan dikonversi menjadi obturator interim dengan penambahan bahan-bahan lining untuk adaptasi terhadap defek. Protesa interim ini secara periodik akan direadaptasi dan direline kembali untuk menyesuaikan terhadap perubahan dimensional selama proses penyembuhan jaringan defek. Proses ini akan Universitas Sumatera Utara
  • 21. meningkatkan kenyamanan dan fungsional pasien.21 Tujuan dari obturator ini adalah mengembalikan fungsi bicara dengan mengembalikan kontur palatal. Protesa ini akan digunakan sekitar dua sampai enam bulan. 20 2.7.1.3 Obturator Defenitif Obturator defenitif akan dibuat ketika penyembuhan jaringan dan kontraksi telah selesai. Pembuatan protesa defenitif sebelum kontur jaringan stabil memerlukan penyesuaian termasuk perubahan posisi gigi atau penyesuaian terhadap bagian perifer protesa. 20 Gambar 16: Obturator A. Defek palatal, B. Obturator bedah, C. Obturator interim, D.Obturator defenitif (Shklar G. Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1984: 219) Universitas Sumatera Utara
  • 22. 2.7.2 Pengunaan plat Tujuan dari rekonstruksi mandibula adalah membangun kontinuitas mandibula, membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek jaringan lunak. Pada umumnya kehilangan mandibula yang diakibatkan karena proses patologis akan meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh. Bila dilakukan mandibulektomi akan menghasilkan defek tulang yang besar dan jaringan lunak. Defek pada mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan tidak membutuhkan rekonstruksi. Kebalikannya defek pada anterior mandibula akan menimbulkan kecacatan fungsional dan kosmetik yang parah. Waktu yang tepat untuk melakukan rekonstruksi masih diperdebatkan.22 Pada literatur disebutkan ada berbagai macam metode yang digunakan untuk mengembalikan defek pada mandibula. Metode ini dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori dasar yaitu bahan alloplastik, bahan alloplastik dengan tulang dan tulang autogenous. Bahan alloplastik telah digunakan secara luas pada rekonstruksi mandibula dalam bentuk kawat atau plat, material organik (kalsium aluminat, kalsium apatit, kalsium sulfat) dan bahan sintetik (metilmetakrilat, proplas dan teflon). Dari semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari stainless steel, AO Plates (Arbeitsgemeinschaft fur Ostheosynthefragen Plate) , vitallium dan titanium (titorp plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi ekstrusi/ekspose plat, kehilangan sekrup, dan fraktur plat.22 Plat rekonstruksi mandibula memiliki keuntungan dari segi:  Tidak membutuhkan donor  Pengeluaran Universitas Sumatera Utara
  • 23.  Kontur yang baik  Kemampuan untuk membentuk kondilus.22 Gambar 17. Plat AO (www.emedicine.commandibular reconstruction,plating) Universitas Sumatera Utara