SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
Bahan Perkuliahan Ke :4
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Oleh : Drs Muhammad Taufiq, M.H.Kes
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Secara Etimologi Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata
serapan dari bahasa Arab yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa
ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta
dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga
arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.
Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir
ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang
falsafah disebut "filsuf".
Menurut beberapa pakar adalah sebagai berikut :
Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas
segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan
tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the
arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-
ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang
atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari
kebenaran dari seluruh kenyataan.
Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak
menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang
memikul sekaliannya .
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
1
Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang
mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya
ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa
yang penghabisan “.
Sidi Gazalba : Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang
segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Harold H. Titus (1979 ) : (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses
kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat
adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah
analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat
adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya
oleh para ahli filsafat.
Hasbullah Bakry : Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan
itu
Faktor timbulnya keinginan manusia untuk berfilsafat adalah :
• Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran merupakan asal dari
filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk menyelidiki dan mempelajari.
• Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang akan menuntun
pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk menemukan titik pangkal yang
kemudian tidak disangsikan lagi.
• Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa
dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya.
Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa diluar yang terbatas pasti ada
sesuatu yang tdak terbatas.
Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat dalam arti Produk dan filsafat
dalam arti Proses. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai pandangan hidup.
Disamping itu, dikenal pula filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis.
Filsafat dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
2
Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian.
1. Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf
pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat
tertentu, misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme dan lain sebagainya.
2. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari
aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan
yang bersumber pada akal manusia.
Filsafat Sebagai Suatu Proses :
Yaitu bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permaslahan dengan
menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya
B. FILSAFAT PANCASILA
1. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan, yang bagian-bagiannya atau unsur-
unsurnya saling berkaitan, saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu
dan merupakan keseluruhan yang utuh.
Pancasila adalah sebuah system karena pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisah-pisahkan. Esensi seluruh sila-silanya juga merupakan suatu kasatuan. Pancasila
berasal dari kepribadian Bangsa Indonesia dan unsur-unsurnya telah dimiliki oleh Bangsa
Indonesia sejak dahulu.
Secara garis besar Pancasila adalah suatu realita yang keberadan dan kebenaraannya
tidak dapat diragukan. Nilai-nilai Pancasila seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan harus menjadi pedoman dan tolak ukur bagi seluruh kegiatan
kemasyarakatan dan kenegaraan Bangsa Indonesia.
2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Sistem yang dimaksud dalam hal ini adalah satu-kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu, lazimnya memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Satu kesatuan bagian-bagian.
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3. Saling berhubungan, saling ketergantungan.
3
4. Kesemua dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem).
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:122)
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan organik. Sila-sila dalam pancasila saling berkaitan, saling berhubungan bahkan
saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasikan oleh sila-sila lainnya.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu sistem, dalam pengertian
bahwa bagian-bagian (sila-silanya) saling berhubungan secara erat sehingga membentuk
suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari
pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama
manusia, dengan masyarakat bangsa dan negara.
Kenyataan Pancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa
kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari
pengetahuan orang. Sehingga Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan
berbeda dengan sistem-sistem filsafat yang lain misalnya: liberalisme, materialisme,
komunisme, dan aliran filsafat yang lain.
Susunan pancasila dengan suatu system yang bulat dan utuh :
• Sila 1, meliputi,mendasari,menjiwa:sila 2,3,4 dan 5
• Sila 2,diliputi,didasari,dan dijiwai sila 1,serta mendasari dan menjiwai sila 3,4,dan 5
• Sila 3,meliputi,mendasari,dan menjiwai sila 1,2 serta mendasari jiwa ;sila 4 dan 5
• Sila 4, meliputi,didasari,dan di jiwai sila 1,2,dan 3,serta mendasari dan menjiwai sila
5
• Sila 5,meliputi didasari,dan dijiwai sila 1,2,3 dan 4
• Pancasila sebagai suatu substansi. Artinya unsur asli/permanen/primer pancasila
sebagai suatu yang ada mandiri,yaitu unsure-unsurnya berasal dari dirinya sendiri
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat memiliki beberapa nilai yaitu Nilai Obyektif dan
Subyektif.
Nilai-nilai Sistem Filsafat Pancasila adalah senagai berikut :
1. Rumusan dari sila-sila pancasila menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum,
universal dan abstrak. Karena pada hakikatnya pancasila adalah nilai.
2. Inti nilai-nilai Pancasila berlaku tidak terikat oleh ruang. Artinya keberlakuannya
sejak jaman dahulu, masa kini dan juga untuk masa yang akan dating, untuk bangsa
4
Indonesia boleh jadi untuk Negara lain yang secara eksplisit tampak dalm adat
istiadat, kebudayaan, tata hidup kenegaraaan dan tata hidup beragama.
3. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai
pokok kaidah negara yang fundamental, sehingga merupakan suatu sumber hokum
positif di Indonesia. Oleh karena itu hierarki suatu tertib hokum di Indonesia
berkedudukan sebagai tertib hukum tertinggi. Maka secara objektif tidak dapat diubah
secara hokum, sehingga melekat pada kelangsungan hidup Negara. Sebagai
konsekwensinya jikalau nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaa UUD 45 itu
diubah maka sama halnya dengan membubarkan Negara proklamasi 17 Agustus 1945.
C.HAKIKAT SILA-SILA PANCASILA
Hakikat Sila Pertama : KETUHANAN YANG MAHA ESA
1. Peranan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Untuk memahami peranan Sila Ketuhana YME dalam sistem filsafat Pancasila,
kiranya jalan yang terbaik adalah dengan cara mengikuti intrepratasi dari para negarawan
yang tercatat sebagai ‘golongan pendahulu’, “The Founding Farher”. Mereka termasuk
orang-orang yang mengetahui ruh, jiwa dan semangatnya secara langsung karena keterlibat
mereka dalam merumuskan Pancasila itu sendiri.
Berbagai interpretasi terhadap peran sila Ketuhanan YME dalam filsafat Pancasila
tersebut antara lain adalah :
1. Sila Ketuhanan YME berperan sebagai ‘Leitstar’ atau bintang pembimbing yang
akan membimbing bengsa Indonesia dalam mengejar kebijakan dan kebaikan.
Pendapat ini dinyatakan oleh bung Karno.
2. Sila ketuhanan YME berperan sebagai ‘Dasar Moral Bangsa dan Negara RI’,
yang dinyatakan oleh Bung Hatta
3. Sejalan dengan pernyataan Moh Hatta Natsir menyatakan bahwa Sila Ketuhanan
YME berperan sebagai dasar rohani, moral dan susila bangsa dan negra. Pendapat ini
dikemukakan di hadapan pertemuan ‘Pakistan institute of international Affairs’ di
Karachi pada tanggal 9 April 1952.
4. Sila Ketuhana YME berperan sebagai ‘Dasar dari segala sila-sila’. Pernyataan ini
ditegaskan oleh Dyiyarkara yang mengatakan bahwa: “Sila Ketuhanan merupakan
dasar segala sila”
5
Dari berbagai penilaian para negarawan angkatan ”pendahulu” sebagai mana diatas
jelaslah bahwa peranan sila Ketuhanan YME dalam sistem filsafat Pancasila menempati
posisi kunci, posisi yang paling dasar dari semua dasar. Dan karena posisinya yg seperti itu
akhirnya melahirkan kepribadian atau warna yang khas bani negara RI. Disamping itu,
dengan dicamtumkannya sila Ketuhanan YME dalam tata urutan yang pertama dalam sistem
filsafat pancasila akhirnya melahirkan sebuah filsafat yang khas, yang dalam klasifikasi
kefilsafatan kiranya dapat dikategorikan ke dalam aliran ‘Theistic philosophy’, suatu sistem
filsafat hidup yang menempatkan keyakinan akan eksitensi Tuhan selaku satu-satunya
sumber inspirasi, aspirasi dan sumber motivasi dalam seluruh aspek kehidupan manusia.
Dengan mengikuti beberapa penjelasan dari para ‘Pendiri negara’ sebagaimana di atas
jelaslah bahwa dicantumkannya sila Ketuhanan YME ke dalam sistem filasafat pancasila
bukan merupakan sebuah rumusan yang menggambarkan hasil telaah fakir yang terpuncak
ataupun merupakan warisan dari budaya luhur manusia Indonesia. Rumusan sila pertama
sama sekali bukan merupakan sebuah formulasi dari hasil kontemplasi manusia Indonesia. Ia
bukan sebuah rumusan yang menggambarkan tangkapan ide abstrak yang terpuncak, yang
menjadi ttik akhir dari proses berfikir secara kosmologis kausalistik, yang dalam dunia
filsafat disebut dengan istilah “Causa prima atw ‘First Caus’ sebab pertama”. Sila pertama
dirumuskan untuk menggambarkan relitas hidu bangsa Indonesia yang benar-benar yakin dan
beriman kepada Allah, sebagaimana yang telah diwartakan oleh agama. Menurut Syafii
Maarif menegaskan bahwa : atribut ‘YME’ Sesudah “Ketuhanan” dalam sila pertama jelas
sekali menunjukkan bahwa konsep Ketuhanan dalam pancasila bukanlah suatu fenomena
sosiologis, melainkan refleksi dari ajaran tauhid.
Bahwa didalam dunia filsafat terdapat beberapa masalah yang dapat dikategorikan
dengan sebutab ‘kepercayaan’ atau ‘belief’ dimana mereka mengakui bahwa akal fikiran,
betapapun kritisnya tidak lagi berkompeten untuk menjawab, khususnya terhadap hal-hal
yang berada dalam kawasan dunia ‘noumenal’ (inti yang tidak dapat dilihat), sebagai lawan
dari dunia ‘fenomin’ atau sesuatu yang dapat dilihat. Adapun hal-hal yang terdapat di dalam
kawasan dunia noumenal oleh Immanuel Kant disebutnya sebagai postulat atau dalil yang
tidak dapat dibantah lagi. Kant menyatakan bahwa “ Persoalan 2 metafisika yang terdalam
seperti adanya Tuhan, kekekalan nyawa & kebebasan kemauan tak dapat diselesaikan
dengan intelek. Lapangan yang mutlak, yang dapat dikatakan terletak dibelakang ’dunia
peristiwa atau fenomin’, tak dapat kita capai dengan akal ”.
6
Kant mengemukakan empat bukti adanya Tuhan, yaitu pembuktian secara
Kosmologis, suatu bukti yg bertitik tolak dari aspek dunia (cosmos=dunia), Ontologis, yaitu
suatu penbuktian dari titik tolak yang ada (0ntos= Ada), Teleologis, yaitu pembuktian yang
bertitik tolak dari aturan alam semesta, dan tujuan dari aturan itu (telos= tujuan ), dan bukti
pengamalan moral.
a) Pembuktian Kosmologis, yaitu sustu bukti yang sering dikemukakan berhubungan dengan
ide tentang sebab (causality). Plato dalam bukunya ‘Timaeus’, menyatakan bahwa tiap-tiap
benda yang terjadi pasti ada yang menjadikannya.
b) Pembuktian Ontologis, yaitu pembuktian terhadap adanya Tuhan berdasarkaan refleksi
atas kenyataan obyektif dengan berpedoman pada konsep mengenai Ada Yang Sempurna
(perfect Being ). Anselmus menyatakan bahwa Tuhan adalah Ada Yang Sempurna atau
kategori apriori yang dapat dipikirkan sebagai ada yang universal, yang melebihi dari
particular.
c) Pembuktian Teleologis, pembuktian tentang adanya Tuhan dengan berpedoman pada
konsep mengenai desain (keterpolaan ) di dalam alam semesta, yang tidak boleh tidak pasti
membutuhkan ‘desainer. Alam semesta merupkan karya seni terbesar yang menunjukkan
adanya “ a greater intelligent Desaigner”, yaitu Tuhan.
d) Pembuktian moral, yaitu pembuktian tentang adanya Tuhan dengan berpegang pada
pengandaian adanya hokum moral umum yang menunjukkan adanya ‘Penjamin Moral’ (Law-
Giver).
Dalam hubunganya dengan sifat-sifat Tuhan sebagaimana telah disinggung di atas
ternyata ada beberapa konsepsi yang patut untuk disimak dan diperhatikan, natar lai seperti
faham Pantheisme, Deisme, serta Theisme. Munculnya faham Pantheisme, Deisme &
Theisme bermula dari pemikiran yang kritis spekulatif terhadap asal-usul dan kejadian alam
semesta. Dari pertanyaan yang sangat mendasa, yang mempersoalakan bagaimanakah asal-
usul alam semesta (universum ) ini terjadi, Pantheisme berpendapat bahwa alam semesgta ini
muncul dan ada semata-mata karena limphan (alfaidl) atau emanasi-Nya sementara Deisme
dan Theisme berpendapat bahwa alam semesta beserta segala isiya terjadi karena diciptakan
atas kehendak tuhan. Dan Tuhan dalam konsepsi Ketuhanan menurut pancasila bila menilik
dari ketiga pendapat diatas Ketuhanan yang dimaksud bukanlah konsepsi sebaimana halnya
yang dipahami oleh aliran pentheisme dan Deisme, tetapi sesuai dengan konsepsi ketuhana
Theism, dimana Tuhan digambarkan sebagai dzat yang pribadi yang bersifat rohani, yang
transenden terhadap alam semesta, tetapi immanen trehadap alam itu(Huijbers:26). Tuhan
7
yang digambarkan dalam falsafah Pancasila ialah Tuhan yang aktif dalam dalam kehuidupan
sehar-hari, Tuhan yang manusia dapat menyembahNya, Tuhan yang senantiasa mencurahkan
dan memberikan berbagai macam kenikmatan kepada hamba-Nya, memberikan barakah
serta rahmat-Nya kepada umat manusia.
Jadi kalau menurut saya bahwa Sila pertama ini adalah memang merupakan sila
paling fundamental dari sila-sila yang ada karena dari sila-sila ini masyarakat Indonesia
menjadi masyarakay yang merupakan masyarakat yang akan menjadi Negara kuat dan
menjadi Negara jalan ketiga. Dan dengan mengikuti pendapat diatas jelaslah bangsa
Indonesia dalam kehidupannya benar-benar menyakini dan menyadari akan kekuasaan serta
kedaulatan Allah yang bersifat mutlak tak terbagi.
2. Sila Ketuhanan YME sebagai Sumber Ajaran Moral Dasar ( Basic Morality)
Manakala ditelaah secara mendalam terhadap difinisi filsafat hidup atau
weltanschauung, jelaslah bahwa sesungguhnya di dalam kerangka pengertia filsafat hidup
telah dipermasalahkan pula apa yang disebut dengan ajaran nilai (doctrine of value). Salah
satu obyek yang dibahs dalam filsafat hidup adalah menyangkut persoalan moral dalam arti
moral dasar. Yang menurut Muhammad Rasjidi yang dimaksud moral dasar ialah suatu
aturan yang mendasar, yang kita rasakan tidak mungkin dapat menyangkalnya, dan Oki ia
dapat dijadikan pedoman kita dalam keadaan yang berbeda-beda. Notonagoro menyatakan
bahwa hakekat filsafat Pancasila itu merupakan bentuk pemadatan atau kristalisasi dari
keyakinan hidup beragama bangsa Indonesia serta adapt istiadat & kebudayaan bangsa.
Driyangkara dalam analisanya terhadap ’moral dasar’ yang terkandung dalam filsafat
pancasila menyatakan bahwa ‘dengan singkat haruslah dikatakan’ bahwa ketuhanan adalah
dasar dan tujuan dari seluruh kesusilaan. Tanpa Ketuhanan tidak mungkin ada kesusilaan
yang berkembang batul-betul.
Hakekat Sila Kedua: KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Formulasi sila kedua dari falsafah pancasila bila dilihat dari segi sejarahnya adalah
merupakan hasil dari rumusan “ Panitia Sembila “. Sila kedua ini mencerminkan keyakinan
bangsa Indonesia terhadap hakekat sifat manusia sebagai makhluk sosial (homo socius).
Rumusan “kemanusian yang adil dan beradab” seperti ini dilihat dari segi bahasa adalah
mengggambarkan sebuah ungkapan atau ide yang memuat pengertian yang lebih dari cukup.
Karena dengan menggunakan istilah ‘kemanusian’ saja tanpa disertai dengan kata sifat yang
8
adil dan beradab sudah cukup mengisyaratkan satu ungkapan yang didalamnya terkandung
sifat-sifat manusia yang luhur dan mulia.
Dalam menjelaskan pengertian ‘Peri kemanusiaan’ (menselijkheid atau Humanisme)
Bung Karno menyatakan bahwa ’jika kita berbuat sesuatu yang rendah, yang membikin
celaka kepada manusia lain, kita berkata bahwa kita melanggar peri kemanusian, kita
melanggar hukum menselijkheid’. Prinsip kemanusiaan secara tegas mengandung arti adanya
penghargaan & penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang luhur, tanpa harus
dibeda-bedakan antara satu sama lainnya dikarenakan adanya perbedaan keyakinan hidup,
politik ,status sosial dan ekonomi, asal usul keturunan, dsb. Tuhan menciptakan umat
manusia dalam kedudukan yang sama dan sederajat, tanpa ada yang dilebihkan dan dianak
emaskan, tepat sekali dengan ungkapan yang menyatakan bahwa “Mankind is one”,
kemanusian adalah satu. Sineca mensifati manusia sebagai ”Homo Sacra Res Homini”,
manusia adalah makhluk yang menghargai terhadap sesamanya. Dalam agama hindu ada
ajaran yang diungkapkan dalam kalimat yang sangat singkat “Tat Twam Asi”, aku adalah
engkau, engkau adalah aku. Confusius mengajarkan sikap hidup yang berperikamanusian
(Jen) dengan sangat sederhana sekali namun cukup memadai. Sikap kasih saying atau
manusiawai antara sesame manusia mempunyai dua segi, yaitu:
1. Chung (positif): Berbuat baik kepadamu, maka berbuat baiklah kepada orang lain,
2. Shu (negatif); mengandung makna apa yang engkau tidak sukai orang lain berbuat
sesuatu kepadamu, maka janganlah engkau berbuat seperti itu kepada orang lain (Tjie
Tjay, Ing.tth)
Sila kedua dalam falsafah Pancasila memuat pengertian bahwa bangsa Indonesia
dalam merenungkan hakekat hidupnya menyadari sepenuhnya, bahwa dirinya adalah
makhluk Tuhan, yang hidup bersama dengan sesamanya. Pandangan hidup bangsa Indonesia
yang menyadari bahwa dirinya merupakan bagian tak terpisahkan dari umat manusia
sesungguhnya merupakan perwujudan konkrit dari hakekat sifat manusia sebagai mahluk
sosial, atau homo socius yang menyatu dari sejak kejadiannya, atau merupakan sifat dasar
manusia. Pancasila dengan pengertian sebagai suatu kesatuan yang bulat (mono pluralis)
maka tentu saja pengakuan terhadap hak-hak asasi memiliki ciri-cirinya yang khas yang
menjadikan paham humanisme pancasila berbeda dengan humanisme barat.
Di dunia Barat perhatian kepada kehormatan individu atau persona timbul dari
pandangan yang bersifat antroposentris, yaitu manusia dipandang sebagai ukuran bagi segala
sesuatu. Adagium yang sangat terkenal dari masyarakat Yunani kuno yaitu: “man is the
9
measure of all of things”, manusia adalah ukuran segala sesuatu. Faham seperti ini
kemudian berkembang di dunia barat lewat tokoh Desiderius Eramus & diteruskan oleh
August Comte. Dengan bersumber pada filsafat Comte yang terkenal dengan nama filsafat
positivisme dunia barat mengakui kelayakan harkat dan martabat manusia. Faham ini dikenal
dengan faham ‘humanisme’, dan karena humanisme yang dikembangkan oleh mereka
diletakkan pada ukuran manusia semata, maka dinyatakan bahwa humanisme mereka adalah
humanisme yang bersifat antroposentris (Humanisme Antroposentris).
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam falsafah pancasila faham humanisme
tidak dapat dilepaskan dari sifat monopluralis dimana sila ini berarti sila yang menjadi
sumber dari faham menurut Pancasila bukan merupakan suatu sila yang berdiri sendiri,
bersanding dan sejajar dengan sila-sila lainnya, yang oleh karena itu dari padanya akan
melahirkan pengertian yang khalis atau bersih dari pengaruh yang berada di luar dirinya.
Seperti halnya faham humanisme yang secara otomatis melahirkan pengakuan terhadap
HAM, human right, mensens rechten, pengakuan terhadap hak-hak asasi model Barat yang
bersifat antroposentris, akan berbeda pula dengan pemggakuan HAM menurut Filsafat
pancasila. Pengakuan terhadap HAM menurut Filsafat pancasila adalah sebatas hak-hak asasi
yang bersesuaian dengan ajaran Tuhan. Sementara apa yang terjadi di dunua barat penganut
faham humanisme antroposentris seperti aborsi tanpa sebab, perkawinan sejenis, dsbg semua
itu mereka anggap sebagai hak asasi manusia yang tidak semestinya orang ikut campur
terhadap urusan tersebut.
Bila melihat makna hakekat sila kedua tersebut maka dapat diuraikan bahwa
Indonesia adalah suatun Negara yang sangat memang teguh prinsip kemanusian yang
berdasar pada Sila pertama, dimana keduanya adalah merupakan dasar negra yang sangat
tinggi kedudukanya. Dan dalam sila kedua tersebut dapatlah kita ambil maknanya bahwa
sesungguhnya Indonesia adalah suatu Negara yang sangat mendukung pengakuan HAM
namun yang tidak menyalahi aturan agama. Dalam kehidupan sekarang di Indonesia ini sila
kedua ini sudah mulai luntur seiring dengan westernisasi masyarakat yang besar-besaran,
dimana saat ini sudah banyak orang melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar HAM
Indonesia.
Hakekat Sila Ketiga: PERSATUAN INDONESIA
10
Sila ketiga dari falsafah pancasila ialah Persatuan Indonesia. Sila ini semula dalam
konsepsi Bung Karno dinamakan Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme. Sila ini
merupakan suatu formulasi yang mencermikan faham hidup yang dikenal dengan faham
individualisme, yaitu faham yang manakla berdiri sendiri tanpa didampingi oleh faham
lainnya akan menjadi dasar titik tolak lahirnya faham liberlisme. Sila ini semula dimaksudkan
untuk menjadi pengimbang terhadap” internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak
berakar dalam buminya nasionalisme. Fritz Kunkel seorang tokoh psikologi individual dalam
teori kepribadiannya merumuskan bahwa pada hakekatnya pada diri setiap manusia terdapat
dua dorongan nafsu yang paling utama, yaitu dorongan ke-aku-an tau ichhaftigkeit, dorongan
ke-kita-an atau dorongan Wirhaftigkeit. Kedua dorongan tersebut manakala salah satunya
terlalu dominant akan mengakibatkan munculnya penyimpangan psikologi yang akan
menganggu stabilitas kepribadiannya. Bila seseorang yang terlalu didominasi oleh
Ichhaftingkeit atau didorong untuk semata-mata mengabdi pada diri pribadinya sendiri akan
melahirkan sikap ‘ego oriented’ segala sesuatu diukur dari kepentingan dirinya & segala
sesuatu diabdikan untuk dirinya sendiri, walaupun itu merugikan pihak lain. Sebaliknya
manusia yang terlalu dikuasai oleh dorongan ke-kita-an akan melahirkan watak yang terlalu
berlebih-lebihan pengorbanannya untuk kepentingan orang lain, sementara kepentingan
pribadinya sendiri terabaikan. Sikap seperti ini adalah sikap altruistik, yaitu sikap yang
menyebabkan dirinya lebur dan luluh ditengah lautan manusia tanpa pribadi. Kebangaan
terhadap golongan atau kelompoknya ini bagi suatu bangsa bila terlalu berlebihan akan
terlihat dalam bentuk rasa nasionalisme yang tidak sehat, yang lazim dikenal dengan istilah
Chauvinistik. Sebaliknya kalau suatu bangsa telah kehilangan rasa bangga akan dirinya
sebagai suatu bangsa, telah kehilangan national pride dan ntional dignity, maka keadaan
seperti ini akan mengakibatkan timbulnya penyimpangan rasa kebangsaan yang lazim
disebut dengan kosmopolitanistik, yaitu suatu sikap yang melihat yang melihat tidak ada
artinya merasa bangga sebagai suatu bangsa.
Akhirnya dengan melihat ketiga sila yang tersimpul dalam sila pertama,kedua,ketiga,
maka dalam kesatuan pemehaman terlihat bahwa bangsa Indonesia benar-benar telah
menemukan dengan sempurna akan ketiga persoalan yang paling fundamental bagi umat
manusia sepanjang zaman. Ketiga persoalan ini tergambarkan dalam satu kesatuan (totalitas)
yang bulat dan serasi, yang mencerminkan keyakinan hidup bangsa Indonesia, yaitu:
1) Sila pertama mencerminkan kesadaran hidup bangsa Indonesia yang menyakini akan
hakikat dirinya sebagai makhluk Tuhan.
11
2) Sila kedua mencerminkan kesadaran hidup bangsa Indonesia yang meyakini akan
hakekat dirinya sebagai mahkluk sosial.
3) Sila ketiga mencerminkan kesadaran hidup bangsa Indonesia yang meyakini akan
hakikat dirinya sebagai mahluk individual.
Hakekat Sila Keempat: KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT
KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN
Sila ini dalam konsep Bung Karno dinamakan: ’Mufakat atau Demokrasi’. Sila
keempat ini mrupakan rumusan yang menegaskan tentang cara atau langkah yang dipih oleh
bangsa Indonesia untuk mewujudkan tercapainya tujuan hidup berbangsa dan bernegara. Sila
kerakyatan diyakini sebagai salah satu alternatif dari sekian alternatif keyakinan yang dipilih
oleh bangsa Indonesia. Kerakyatan atau demokrasi di samping berfungsi sebagai alat (tool),
ia juga merupakan suatu kepercayaan, satu keyakinan bahwa hanya lewat cara ini sajalah
yang dapat dibenarkan oleh pandangan atau keyakinan hidupnya, dan hanya dengan cara
seperti inilah yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai tujuan hidup berbangsa
dan bernegara. “….bagi kita(demokrasi) bukan sekedar satu alat tehnis saja, tetapi suatu
‘gellof’, satu keperjayaan dalam usaha mencapai bentuk masyarakat yang kita cita-citakan”.
Istilah kerakyatan dalam filsafat mengandung pengertian adanya sifat-sifat dan
keadaan dati dan di dalam negara yang harus sesuai dengan hakekat rakyat, dan semuanya
adalah untuk kepantingan dan keperluan rakyat. Dan karena sifat dan keadaan maka’ Negara
bukan untuk satu orang, bukan negara satu golongan,walau golongan kaya,….tetapi negara
semua untuk semua, satu untuk semua, semua untuk satu’..’negara didasarkan atas rakyat,
tidak pada golongan, tidak pula pada perseorangan (notonagoro). Demokrasi filsafat
Pancasila tidak semata-mata berfungsi sebagai lat untuk mencapai tujuan,melainkan di
samping ia berfungsi sebagai alat demikrasi juga merupakan satu keyakinan (gellof, belief).
Dikatakan sebagai kepercayaan, sebagai keyakinan karena hanya dengan:
1. Prinsip demokrasi sajalah yang diyakini sebagai satu-satunya alat yang paling sesuai
dengan hakekat manusia selaku mahluk Tuhan. Manusia diciptakan dalam kedudukan dan
martabat yang sama sederajat, tidak ada yang berlebihan dan tidak ada yang kurang.
2. Prinsip demokrasi sajalah yang diyakini sebagai satu-satunya alat yang sesuai dengan
hakekat manusia selaku mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial manusia wajib memperlakukan
kepada sesamanya sebagai mahluk yang menyandang kemuliaan dan kehormatan. Adagium
yang menyatakan ‘Manking is one’ hanya dapat diaktualisasikan secara konkrit ditengah-
tengah kehidupan bersama manakala kehidupan bersama diletakan di atas prinsip demokrasi.
12
3. Prinsip demokrasi sajalah satu-satunya alat yang sesuai dengan hakekat manusia
selaku makhluk individu.
Istilah demokrasi pada asalnya berarti ‘rakyat yang berkuasa’ atau “government or
rule by people”. Dalam perkembangannya lebih jauh istilah demokrasi memuat pengertian
yang beragam. Di satu sisi dapat diamati adanya kecenderungan anggapan bahwa semua
bentuk pemerintahan-kecuali sistem monakhi absolute-dapat menyebut dirinya sebagai
pemerintahan yang demokratik. Demokrsi Pancasila betapapun memiliki sifat-sifat yang khas
tetapi ia adalah demokrasi yang tetap berpijak pada konstitusi atau lazim disebut demokrasi
konstitusional.
“ Pemerintahan berdasarkan Konstitusi ” mengandung arti bahwa apapun yang
dilakukan oleh pemerintah adalah hanya sebatas apa yang telah ditegaskan dalam konstitusi,
dan tidak boleh lebih dari itu. Makna yang hakiki dari pengertian rule of law tidak lain ‘…
dimiliknya syarat-syarat esensial tertentu antara lain harus terdapat kondisi2 minimum dari
suatau system hokum di mana HAM dan human dignity dihormati.
Adapun nilai yang mengikat sistem demokrasi yang didasarkan pada falsafah
Pancasila adalah bahwa:
1. Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang sepenuhnya bertanggung jawab kepada Allah,
Tuhan YME. Artinya bahwa dalam mlaksanakan proses demokrsi, baik dalam bidang politik
ataupun dalam bidang2 lainbetapapun rakyat yang akan mengukur dan memtuskannya,
namun nilai-nilai yang mendasari pengukuran dan keputusan tersebut harus berpijak pada
nilai-nilai ajaran Allah, Tuhan. Nilai ajaran parameter bagi pelaksanaan demokrsasi
pancasila.
2. Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang harus sepenuhnya bertanggung jawab kepada
manusia. Artinya bahwa dalam penerapan demokrasi benar-benar harus juga didasarkan pada
kepentingan kemanusian atau rakyat banyak dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
manusia. Dan karena demokrasi pancasila adalah seperti ini maka dalam pengambilan
keputusan harus diupayakan dengan penuh hikmah kebijaksanaan dan kearifan demi
kemaslahatan.
3. Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang sepenuhnya bertanggung jawab dan didasari
asas melestarikan keutuhan kesatuan dan persatuan bangsa dan Negara Indonesia.
Dari tiga nilai yang dijadikan parameter di atas akan terlihat nilai lebih demokrasi pancasila
dibandingkan dengan demokrasi yang dipraktekan di berbagai Negara lain.
13
Hakekat Sila Kelima: KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Dalam konsepsi Bung karno sila ini diformulasikan dengan rumusan ‘ Kesejahteraan
Sosial’. Sila kelima dari falsafah pancasila ini dilihat dari segi fungsinya dapat dikatakan
sebagai sila yang berkedudukan sebagai tujuan. ‘…sila kelima ini bukanlah dasar negara,
tetapi adalah tujuan paling utama, tujuan pokoknya, yaitu mewujudkan suatu keadilan soaial
bagi seluruh rakyat Indonesia (Hazairin). Dengan menunjuk sila kelima sebagai sila yang
berkedudukan sebagai tujuan berarti telah sempurnalah unsur-unsur yang diperlukan untuk
membentuk satu kesatuan pandangan hidup (way of life atau weltanschuung). Apabila sila
pertama, kedua dan ketiga merupakan sila-sila yang menggambarkan pandangan hidup yang
diyakini bangsa Indonesia, sila keempat menggambarkan cara-cara yang harus dilakukan
sesuai dengan tujuan hidup yang dicita-citakan, maka sila kelima menggambarkan tujuan
hidup berbangsa dan bernegara yang dicita-citakan bangsa Indonesia.
Sila kelima intinya terletak pada rumusan “ Keadilan Sosial” (social Justice). Plato
dalam bukunya ‘Republic’ ‘The four cardival virtues’. Empat kebajikan tersebut adalah
pengendalian diri (discipline), keberanian(courage),kearifan (wisdom), dan keadilan (justice).
Sedan Liang Gie berpendapat bahwa kebajikan adalah yang mencakup seluruhnya di atas
( all-embracing virtue).
Istilah keadilan berasal dari bahsa arab :al-ada:lah, yang padanan bahasa I adalah :
justice. Namun sesungguhnya justice sendiri semula berasal dari bahasa latin: justitia (dari
akar kata: jus).Al-‘adlu yang kemudian berubah kata menjadi al-ada:lah diartikan sebagai
menempatkan atau lmeletakan sesuatu pada tempat yang semestinya (proposional). Sedang
istilah justice mempunyai arti ganda. Ia dapat berarti hukum, bisa berarti sikap tidak
memihak (impartiality), dan dapat bearti persamaan dalam perlakuan (equality of treatment).
Dalam khasanah kefilsafatan akan ditemukan beberapa difinisi atau batasan mengenai
keadilan antara lain sbb:
1. Aristoteles mendifinisikan keadilan sebagai kelayakan dalam tindakan manusia (fairness in
human action).adapun yang dimaksud dengan kelayakan adalah sebagai titik tengah di atara
kedua ujung yang ekstrim, atau lebih terkenal dengan teori “ The Golden Means”.
2. Thomas Aquino merumuskan makna keadilan sebagai suatu ‘kemauan untuk memberikan
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya’
3. Samuel pufendorf mendefinisikan keadilan sebagai ‘kecenderungan yang bersifat tetap dan
tak kunjung hilang untuk memberikan kepada setiap orang akan haknya’
14
4. Isaiah Berlin, mendefinisikan keadilan dengan kalimat’keadilan terlaksana bilamana hal-hal
yang sama diperlakukan secara sama, & hal-hal yang tak sama secara tidak sama
5. Notonagoro membatasi pengertian keadilan sabagai’ dipenuhinya segala sesuatu yang
merupakan sesuatu hak di dalam hubungan hidup kemanusiaan sebagai sesuatu wajib
6. Sayid Qutub membatasi pengertian keadilan sebagai ‘satu sikap yang mutlak, yang tidak
memunjukkan kecenderungan cinta atau marah, tidak merubah ketentuan-ketentuan karena
kasih sayang atau benci.
Dari beberapa batasan seperti di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
‘KEADILAN’ adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban,
atau sikap yang mutlak untuk meletakkan hak dan kewajiban secara prorposional, dan tidak
merubah ketentuan-2 karena kasih saying atau benci.
Makna Keadilan Sosial (Social justice)
Ernest barker seorang tokoh pengarang merumuskan makna keadilan sosial sebagai suatu
pengaturan yang tepat dari suatu masyarakat nasioanl, yang bertujuan memupuk dan
medorong perkembangan seganap kapasitas yang setinggi mungkin dari kepribadian seluruh
anggota masyarakat. Umar kayam mendefiniskan keadilan social sebagai suatu kondisi
dimana setiap warga Negara memperoleh kepuasan dalam menggunakan kesempatan yang
diberikan oleh system soaial, dan sistem-sistem yang lain.
Aristoteles membedakan keadilan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Keadilan Distributif (Distributive Justice), yang terwujud bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama, dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan secara tidak sama.
Keadilan disrtibutif ini dalam bentuk konkritnya adalah sikap adilnya Negara terhadap
seluruh warga negara, atau Negara wajib memenuhi keadilan terhadap warganegaranya.
2) Keadilan Legal (legal Justice), yang terwujud bilamana setiap anggota masyarakat
melaksanakan fungsinya dengan baik sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bentuk
konkrtinya ialah sikap adilnya warga masyarakat terhdap Negara. Keadilan ini disebut juga
keadilan bertaat, yaitu warga Negara bersikap adil dalam wujud mentaati segala peraturan
perundang-undangan & peraturan lainya yg dikeluarkan Negara.
3) Keadilan komunitatif (Communitative Justice), yaitu keadilan yang berlangsung dalam
bentuk timbal balik secara proposional dalam kehidupan bersama.
Di samping pembagian macam keadilan seperti di atas, ada pula yang membedakan keadilan
menjadi enam macam, yaitu:
15
1) Justitia Comunitative, memberikan kepada masing-masing haknya atas dasar kesamaan,
di mana prestasi seharga dengan kontra prestasi
2) Justitia Distributive, memberikan kepada masing-masing bagiannya atas dasar
perbedaan, dimana diperhitungkan perbedaan kualita antara satu dengan lainnya.
3) Justitia Vindicativa, memberikan kepada masing-masing bagiannya atas dasar proporsi,
dimana berat ringanya hukuman disesuaikan dengan berat ringanya pelanggaran hokum.
4) Justitia creative; memberikan kepada masing-masing bagian kebebasannya untuk
menciptakan sesuai dengan daya kreatifnya dalam bidang kebudayaan .
5) Justitia Protectiva; keadilan yang berupa memberikan pengayoman hukum kepada
manusia.
6) Justitia Legalis; keadilan yang berupa kebajikan yang menyeluruh yang mencakup
semua kebajikan, kebajikan yang menyeluruh.
Secara prinsip John Rawls menggambarkan adanya dua asas keadilan sosial, yaitu:
1. Setiap orang hendaknya memiliki hak yang sama terhadap system yang menyeluruh
dan yang terluas mengenai kebebasan-kebebasan dasar. Adapun yang dimaksud dengan
kebebasan dasar adalah meliputi:
a) freedom of speech &assembly (kebebasan berbicara & berkumpul)
b) liberty of conscience (kebebasan hati nurani)
c) freddom of thought (kebebasan berfikir)
d) freedom of the person (kebebasan Pribadi)
e) right to hold property (hak memiliki harta benda pribadi) &
f) freedom from arbitrary arrest and seizure (kebebasan dari penahanan dan
penangkapan yang sewenag-wenang).
2. Perbedaan sosial dan ekonomi hendaknya diatur sedemikan hingga
a) meberikan manfaat yang terbesar bagi mereka yang berkedudukan paling tak
menguntungkan
b) bertalian dengan jabatan dan kedudukan yg terbuka bagi semua orang berdasarkan
persamaan kesempatan dan kekayaan.
1. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Makna keadilan sosial yang bernotasi pada dua aspek pencapaian hidup, dapat disimpulkan
bahwa dalam suatu tatanan masyarakat yg berkeadilan didalamnya akan dapat dikemukakan
dua kondisi dasar, yaitu:
1) Masyarakat yang berkeadilan
16
Kondisi masyarakat yang seperti ini menunjuk pada tata kehidupan yang terpenuhi kebutuhan
hidup manusia dalam bidang kejiwaan, rohani, mental, spiritual dsb, yang cirinya antara lain :
a. Berbahagia semua orang
b. Tidak ada penghinaan
c. Tidak ada penindasan
d. Tidak ada penghisapan atau tidaka da eksploitasi
e. Masyarakat yang tentram
2) Masyarakat yang Berkemakmuran
Kondisi masyarakat yang berkemakmuran menunjuk pada tata kehidupan yang terpenuhi
berbagai hidup dari segi lahiriyah, atau aspek fisik materiilnya, yang ciri-cirinya:
a. Kemakmuran yang merata di antara seluruh rakyat, dalam arti kemakmuran yang bersifat
dimanis, hidup & berkembang
b. Karta raharja atau makmur sejahtera, masyarakat yang berkecukupan kebutuhan pokoknya
Dan yang terpenting untuk semua ini adalah adanya idealisme spiritual, suatu idealisme yang
akan mengangkat harkat dan martabat masyarakat Indonesia ketingkat yg lebih luhur dan
terpuji.
17

More Related Content

What's hot

Cabang kajian ilmu filsafat administrasi
Cabang kajian ilmu filsafat administrasiCabang kajian ilmu filsafat administrasi
Cabang kajian ilmu filsafat administrasiIntelektual Aceh
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatAinul Fikri
 
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baru
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baruPemikiran islam dan filsafat ilmu baru
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baruRoby Irzal Maulana
 
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuan
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuanFilsafat sebagai landasan ilmu pengetahuan
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuanIthaa Napashaa Part II
 
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila Sebagai Sistem FilsafatPancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila Sebagai Sistem FilsafatFair Nurfachrizi
 
Pancasila sebagai Sistem Filsafat (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Pancasila sebagai Sistem Filsafat (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)Pancasila sebagai Sistem Filsafat (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Pancasila sebagai Sistem Filsafat (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)Rajabul Gufron
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatRika Mouri
 
Filsafat administrasi 2013
Filsafat administrasi 2013Filsafat administrasi 2013
Filsafat administrasi 2013Damar Firdaus
 
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuPutriAgilya
 
Filsafat administrasi
Filsafat administrasiFilsafat administrasi
Filsafat administrasiAndi Irawan
 
Pemikiran pancasila menurut tokoh notonagoro pend.pancasila naufal habib ikor...
Pemikiran pancasila menurut tokoh notonagoro pend.pancasila naufal habib ikor...Pemikiran pancasila menurut tokoh notonagoro pend.pancasila naufal habib ikor...
Pemikiran pancasila menurut tokoh notonagoro pend.pancasila naufal habib ikor...Naufal Habib
 
Filsafat Pancasila
Filsafat PancasilaFilsafat Pancasila
Filsafat Pancasilaidbloginfo
 
Pemikiran Driyarkara tentang Pancasila
Pemikiran Driyarkara tentang PancasilaPemikiran Driyarkara tentang Pancasila
Pemikiran Driyarkara tentang PancasilaGiovanni Promesso
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatTri Endah Lestari
 

What's hot (20)

Makalah filsafat
Makalah filsafatMakalah filsafat
Makalah filsafat
 
Filsafat Pancasila
Filsafat PancasilaFilsafat Pancasila
Filsafat Pancasila
 
Makalah filsafat
Makalah filsafatMakalah filsafat
Makalah filsafat
 
Cabang kajian ilmu filsafat administrasi
Cabang kajian ilmu filsafat administrasiCabang kajian ilmu filsafat administrasi
Cabang kajian ilmu filsafat administrasi
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat
 
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baru
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baruPemikiran islam dan filsafat ilmu baru
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baru
 
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuan
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuanFilsafat sebagai landasan ilmu pengetahuan
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuan
 
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila Sebagai Sistem FilsafatPancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
 
Pancasila sebagai Sistem Filsafat (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Pancasila sebagai Sistem Filsafat (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)Pancasila sebagai Sistem Filsafat (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Pancasila sebagai Sistem Filsafat (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat
 
Filsafat administrasi 2013
Filsafat administrasi 2013Filsafat administrasi 2013
Filsafat administrasi 2013
 
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
 
Filsafat administrasi
Filsafat administrasiFilsafat administrasi
Filsafat administrasi
 
Pemikiran pancasila menurut tokoh notonagoro pend.pancasila naufal habib ikor...
Pemikiran pancasila menurut tokoh notonagoro pend.pancasila naufal habib ikor...Pemikiran pancasila menurut tokoh notonagoro pend.pancasila naufal habib ikor...
Pemikiran pancasila menurut tokoh notonagoro pend.pancasila naufal habib ikor...
 
Filsafat Pancasila
Filsafat PancasilaFilsafat Pancasila
Filsafat Pancasila
 
Pemikiran Driyarkara tentang Pancasila
Pemikiran Driyarkara tentang PancasilaPemikiran Driyarkara tentang Pancasila
Pemikiran Driyarkara tentang Pancasila
 
Preview tentang Filsafat
Preview tentang FilsafatPreview tentang Filsafat
Preview tentang Filsafat
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat
 
Etika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafatEtika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafat
 
Tugas makalah (1)
Tugas makalah (1)Tugas makalah (1)
Tugas makalah (1)
 

Similar to Bahan perkuliahan ke 4

Materi 9-10. .Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.ppt
Materi 9-10. .Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.pptMateri 9-10. .Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.ppt
Materi 9-10. .Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.pptRasyAlam
 
2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.pdf
2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.pdf2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.pdf
2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.pdfKiradTimbola
 
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFATPANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFATRifin Sugiarto
 
Pertemuan 10. Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pptx
Pertemuan 10. Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pptxPertemuan 10. Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pptx
Pertemuan 10. Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pptxDianRahmadini2
 
Pancasila sebagai sistem filsafat @
Pancasila sebagai sistem filsafat @Pancasila sebagai sistem filsafat @
Pancasila sebagai sistem filsafat @Rahmadani Dani
 
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat lyraismail
 
Ppt pend. pancasila kel.4
Ppt pend. pancasila kel.4Ppt pend. pancasila kel.4
Ppt pend. pancasila kel.4Azza Mafazah
 
Bab 4 pancasila sebagai sistem filsafat
Bab 4 pancasila sebagai sistem filsafatBab 4 pancasila sebagai sistem filsafat
Bab 4 pancasila sebagai sistem filsafattri harto7
 
Pertemuan 3 Pkn.AD Filsafat Pancasila.ppt
Pertemuan 3 Pkn.AD Filsafat Pancasila.pptPertemuan 3 Pkn.AD Filsafat Pancasila.ppt
Pertemuan 3 Pkn.AD Filsafat Pancasila.pptAyaksaM
 
kelompok 5 pancasila sebagai filsafat tugas tik
kelompok 5 pancasila sebagai filsafat tugas tikkelompok 5 pancasila sebagai filsafat tugas tik
kelompok 5 pancasila sebagai filsafat tugas tik02_WandaOcta
 
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.docx
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.docxPancasila sebagai Sistem Filsafat.docx
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.docxSayidsabiq2
 
Tugas Akhir Kelompok 5 PPT Pengantar Filsafat Ilmu.pptx
Tugas Akhir Kelompok 5 PPT Pengantar Filsafat Ilmu.pptxTugas Akhir Kelompok 5 PPT Pengantar Filsafat Ilmu.pptx
Tugas Akhir Kelompok 5 PPT Pengantar Filsafat Ilmu.pptxbungashoumizahro
 
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pdf
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pdfPancasila sebagai Sistem Filsafat.pdf
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pdfWati97
 
pancasila sebagai filsafat.ppt
pancasila sebagai filsafat.pptpancasila sebagai filsafat.ppt
pancasila sebagai filsafat.pptbajingan2
 

Similar to Bahan perkuliahan ke 4 (20)

Filsafat pancasila
Filsafat pancasilaFilsafat pancasila
Filsafat pancasila
 
Materi 9-10. .Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.ppt
Materi 9-10. .Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.pptMateri 9-10. .Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.ppt
Materi 9-10. .Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.ppt
 
2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.pdf
2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.pdf2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.pdf
2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.pdf
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat
 
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFATPANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
 
Pertemuan 10. Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pptx
Pertemuan 10. Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pptxPertemuan 10. Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pptx
Pertemuan 10. Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pptx
 
Filsafat Pancasila
Filsafat PancasilaFilsafat Pancasila
Filsafat Pancasila
 
Pancasila sebagai sistem filsafat @
Pancasila sebagai sistem filsafat @Pancasila sebagai sistem filsafat @
Pancasila sebagai sistem filsafat @
 
Makalah pancasila
Makalah pancasilaMakalah pancasila
Makalah pancasila
 
Filsafat Pancasila
Filsafat PancasilaFilsafat Pancasila
Filsafat Pancasila
 
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
 
Tugas uts
Tugas utsTugas uts
Tugas uts
 
Ppt pend. pancasila kel.4
Ppt pend. pancasila kel.4Ppt pend. pancasila kel.4
Ppt pend. pancasila kel.4
 
Bab 4 pancasila sebagai sistem filsafat
Bab 4 pancasila sebagai sistem filsafatBab 4 pancasila sebagai sistem filsafat
Bab 4 pancasila sebagai sistem filsafat
 
Pertemuan 3 Pkn.AD Filsafat Pancasila.ppt
Pertemuan 3 Pkn.AD Filsafat Pancasila.pptPertemuan 3 Pkn.AD Filsafat Pancasila.ppt
Pertemuan 3 Pkn.AD Filsafat Pancasila.ppt
 
kelompok 5 pancasila sebagai filsafat tugas tik
kelompok 5 pancasila sebagai filsafat tugas tikkelompok 5 pancasila sebagai filsafat tugas tik
kelompok 5 pancasila sebagai filsafat tugas tik
 
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.docx
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.docxPancasila sebagai Sistem Filsafat.docx
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.docx
 
Tugas Akhir Kelompok 5 PPT Pengantar Filsafat Ilmu.pptx
Tugas Akhir Kelompok 5 PPT Pengantar Filsafat Ilmu.pptxTugas Akhir Kelompok 5 PPT Pengantar Filsafat Ilmu.pptx
Tugas Akhir Kelompok 5 PPT Pengantar Filsafat Ilmu.pptx
 
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pdf
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pdfPancasila sebagai Sistem Filsafat.pdf
Pancasila sebagai Sistem Filsafat.pdf
 
pancasila sebagai filsafat.ppt
pancasila sebagai filsafat.pptpancasila sebagai filsafat.ppt
pancasila sebagai filsafat.ppt
 

More from Yabniel Lit Jingga (20)

Mantri ireng manfaat besar ciplukan
Mantri ireng   manfaat besar ciplukanMantri ireng   manfaat besar ciplukan
Mantri ireng manfaat besar ciplukan
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Tumor tulang shb
Tumor tulang shbTumor tulang shb
Tumor tulang shb
 
Skoliosis shb
Skoliosis shbSkoliosis shb
Skoliosis shb
 
Rematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shbRematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shb
 
Perawatan luka
Perawatan lukaPerawatan luka
Perawatan luka
 
Osteoporosis shb
Osteoporosis shbOsteoporosis shb
Osteoporosis shb
 
Osteomalasia pada anak shb
Osteomalasia pada anak shbOsteomalasia pada anak shb
Osteomalasia pada anak shb
 
Osteomalacia dewasa shb
Osteomalacia dewasa shbOsteomalacia dewasa shb
Osteomalacia dewasa shb
 
Lordosis shb
Lordosis shbLordosis shb
Lordosis shb
 
Anatomi fisiologi sistem hematologi
Anatomi fisiologi sistem hematologiAnatomi fisiologi sistem hematologi
Anatomi fisiologi sistem hematologi
 
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologiAnatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
 
Bahan perkuliahan ke 8
Bahan perkuliahan ke 8Bahan perkuliahan ke 8
Bahan perkuliahan ke 8
 
Bahan perkuliahan ke 6
Bahan perkuliahan ke 6Bahan perkuliahan ke 6
Bahan perkuliahan ke 6
 
Bahan perkuliahan ke 5
Bahan perkuliahan ke 5Bahan perkuliahan ke 5
Bahan perkuliahan ke 5
 
Bahan perkuliahan ke 3
Bahan perkuliahan ke 3Bahan perkuliahan ke 3
Bahan perkuliahan ke 3
 
Bahan perkuliahan ke 2
Bahan perkuliahan ke 2Bahan perkuliahan ke 2
Bahan perkuliahan ke 2
 
Bahan perkuliahan ke 1
Bahan perkuliahan ke 1Bahan perkuliahan ke 1
Bahan perkuliahan ke 1
 
Soleh 2078
Soleh 2078Soleh 2078
Soleh 2078
 

Bahan perkuliahan ke 4

  • 1. Bahan Perkuliahan Ke :4 PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT Oleh : Drs Muhammad Taufiq, M.H.Kes A. PENGERTIAN FILSAFAT Secara Etimologi Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf". Menurut beberapa pakar adalah sebagai berikut : Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada. Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu. Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan ) Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu- ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan. Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya . Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika ) Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika ) Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama ) 1
  • 2. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi ) Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat. Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “. Sidi Gazalba : Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal. Harold H. Titus (1979 ) : (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat. Hasbullah Bakry : Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu Faktor timbulnya keinginan manusia untuk berfilsafat adalah : • Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk menyelidiki dan mempelajari. • Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang akan menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk menemukan titik pangkal yang kemudian tidak disangsikan lagi. • Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa diluar yang terbatas pasti ada sesuatu yang tdak terbatas. Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat dalam arti Produk dan filsafat dalam arti Proses. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai pandangan hidup. Disamping itu, dikenal pula filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis. Filsafat dapat di klasifikasikan sebagai berikut: 2
  • 3. Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian. 1. Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat tertentu, misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme dan lain sebagainya. 2. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan yang bersumber pada akal manusia. Filsafat Sebagai Suatu Proses : Yaitu bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permaslahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya B. FILSAFAT PANCASILA 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan, yang bagian-bagiannya atau unsur- unsurnya saling berkaitan, saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan merupakan keseluruhan yang utuh. Pancasila adalah sebuah system karena pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Esensi seluruh sila-silanya juga merupakan suatu kasatuan. Pancasila berasal dari kepribadian Bangsa Indonesia dan unsur-unsurnya telah dimiliki oleh Bangsa Indonesia sejak dahulu. Secara garis besar Pancasila adalah suatu realita yang keberadan dan kebenaraannya tidak dapat diragukan. Nilai-nilai Pancasila seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan harus menjadi pedoman dan tolak ukur bagi seluruh kegiatan kemasyarakatan dan kenegaraan Bangsa Indonesia. 2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Sistem yang dimaksud dalam hal ini adalah satu-kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu, lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Satu kesatuan bagian-bagian. 2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri. 3. Saling berhubungan, saling ketergantungan. 3
  • 4. 4. Kesemua dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem). 5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:122) Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organik. Sila-sila dalam pancasila saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasikan oleh sila-sila lainnya. Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian (sila-silanya) saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa dan negara. Kenyataan Pancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Sehingga Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem-sistem filsafat yang lain misalnya: liberalisme, materialisme, komunisme, dan aliran filsafat yang lain. Susunan pancasila dengan suatu system yang bulat dan utuh : • Sila 1, meliputi,mendasari,menjiwa:sila 2,3,4 dan 5 • Sila 2,diliputi,didasari,dan dijiwai sila 1,serta mendasari dan menjiwai sila 3,4,dan 5 • Sila 3,meliputi,mendasari,dan menjiwai sila 1,2 serta mendasari jiwa ;sila 4 dan 5 • Sila 4, meliputi,didasari,dan di jiwai sila 1,2,dan 3,serta mendasari dan menjiwai sila 5 • Sila 5,meliputi didasari,dan dijiwai sila 1,2,3 dan 4 • Pancasila sebagai suatu substansi. Artinya unsur asli/permanen/primer pancasila sebagai suatu yang ada mandiri,yaitu unsure-unsurnya berasal dari dirinya sendiri Pancasila Sebagai Sistem Filsafat memiliki beberapa nilai yaitu Nilai Obyektif dan Subyektif. Nilai-nilai Sistem Filsafat Pancasila adalah senagai berikut : 1. Rumusan dari sila-sila pancasila menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum, universal dan abstrak. Karena pada hakikatnya pancasila adalah nilai. 2. Inti nilai-nilai Pancasila berlaku tidak terikat oleh ruang. Artinya keberlakuannya sejak jaman dahulu, masa kini dan juga untuk masa yang akan dating, untuk bangsa 4
  • 5. Indonesia boleh jadi untuk Negara lain yang secara eksplisit tampak dalm adat istiadat, kebudayaan, tata hidup kenegaraaan dan tata hidup beragama. 3. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, sehingga merupakan suatu sumber hokum positif di Indonesia. Oleh karena itu hierarki suatu tertib hokum di Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum tertinggi. Maka secara objektif tidak dapat diubah secara hokum, sehingga melekat pada kelangsungan hidup Negara. Sebagai konsekwensinya jikalau nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaa UUD 45 itu diubah maka sama halnya dengan membubarkan Negara proklamasi 17 Agustus 1945. C.HAKIKAT SILA-SILA PANCASILA Hakikat Sila Pertama : KETUHANAN YANG MAHA ESA 1. Peranan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Untuk memahami peranan Sila Ketuhana YME dalam sistem filsafat Pancasila, kiranya jalan yang terbaik adalah dengan cara mengikuti intrepratasi dari para negarawan yang tercatat sebagai ‘golongan pendahulu’, “The Founding Farher”. Mereka termasuk orang-orang yang mengetahui ruh, jiwa dan semangatnya secara langsung karena keterlibat mereka dalam merumuskan Pancasila itu sendiri. Berbagai interpretasi terhadap peran sila Ketuhanan YME dalam filsafat Pancasila tersebut antara lain adalah : 1. Sila Ketuhanan YME berperan sebagai ‘Leitstar’ atau bintang pembimbing yang akan membimbing bengsa Indonesia dalam mengejar kebijakan dan kebaikan. Pendapat ini dinyatakan oleh bung Karno. 2. Sila ketuhanan YME berperan sebagai ‘Dasar Moral Bangsa dan Negara RI’, yang dinyatakan oleh Bung Hatta 3. Sejalan dengan pernyataan Moh Hatta Natsir menyatakan bahwa Sila Ketuhanan YME berperan sebagai dasar rohani, moral dan susila bangsa dan negra. Pendapat ini dikemukakan di hadapan pertemuan ‘Pakistan institute of international Affairs’ di Karachi pada tanggal 9 April 1952. 4. Sila Ketuhana YME berperan sebagai ‘Dasar dari segala sila-sila’. Pernyataan ini ditegaskan oleh Dyiyarkara yang mengatakan bahwa: “Sila Ketuhanan merupakan dasar segala sila” 5
  • 6. Dari berbagai penilaian para negarawan angkatan ”pendahulu” sebagai mana diatas jelaslah bahwa peranan sila Ketuhanan YME dalam sistem filsafat Pancasila menempati posisi kunci, posisi yang paling dasar dari semua dasar. Dan karena posisinya yg seperti itu akhirnya melahirkan kepribadian atau warna yang khas bani negara RI. Disamping itu, dengan dicamtumkannya sila Ketuhanan YME dalam tata urutan yang pertama dalam sistem filsafat pancasila akhirnya melahirkan sebuah filsafat yang khas, yang dalam klasifikasi kefilsafatan kiranya dapat dikategorikan ke dalam aliran ‘Theistic philosophy’, suatu sistem filsafat hidup yang menempatkan keyakinan akan eksitensi Tuhan selaku satu-satunya sumber inspirasi, aspirasi dan sumber motivasi dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Dengan mengikuti beberapa penjelasan dari para ‘Pendiri negara’ sebagaimana di atas jelaslah bahwa dicantumkannya sila Ketuhanan YME ke dalam sistem filasafat pancasila bukan merupakan sebuah rumusan yang menggambarkan hasil telaah fakir yang terpuncak ataupun merupakan warisan dari budaya luhur manusia Indonesia. Rumusan sila pertama sama sekali bukan merupakan sebuah formulasi dari hasil kontemplasi manusia Indonesia. Ia bukan sebuah rumusan yang menggambarkan tangkapan ide abstrak yang terpuncak, yang menjadi ttik akhir dari proses berfikir secara kosmologis kausalistik, yang dalam dunia filsafat disebut dengan istilah “Causa prima atw ‘First Caus’ sebab pertama”. Sila pertama dirumuskan untuk menggambarkan relitas hidu bangsa Indonesia yang benar-benar yakin dan beriman kepada Allah, sebagaimana yang telah diwartakan oleh agama. Menurut Syafii Maarif menegaskan bahwa : atribut ‘YME’ Sesudah “Ketuhanan” dalam sila pertama jelas sekali menunjukkan bahwa konsep Ketuhanan dalam pancasila bukanlah suatu fenomena sosiologis, melainkan refleksi dari ajaran tauhid. Bahwa didalam dunia filsafat terdapat beberapa masalah yang dapat dikategorikan dengan sebutab ‘kepercayaan’ atau ‘belief’ dimana mereka mengakui bahwa akal fikiran, betapapun kritisnya tidak lagi berkompeten untuk menjawab, khususnya terhadap hal-hal yang berada dalam kawasan dunia ‘noumenal’ (inti yang tidak dapat dilihat), sebagai lawan dari dunia ‘fenomin’ atau sesuatu yang dapat dilihat. Adapun hal-hal yang terdapat di dalam kawasan dunia noumenal oleh Immanuel Kant disebutnya sebagai postulat atau dalil yang tidak dapat dibantah lagi. Kant menyatakan bahwa “ Persoalan 2 metafisika yang terdalam seperti adanya Tuhan, kekekalan nyawa & kebebasan kemauan tak dapat diselesaikan dengan intelek. Lapangan yang mutlak, yang dapat dikatakan terletak dibelakang ’dunia peristiwa atau fenomin’, tak dapat kita capai dengan akal ”. 6
  • 7. Kant mengemukakan empat bukti adanya Tuhan, yaitu pembuktian secara Kosmologis, suatu bukti yg bertitik tolak dari aspek dunia (cosmos=dunia), Ontologis, yaitu suatu penbuktian dari titik tolak yang ada (0ntos= Ada), Teleologis, yaitu pembuktian yang bertitik tolak dari aturan alam semesta, dan tujuan dari aturan itu (telos= tujuan ), dan bukti pengamalan moral. a) Pembuktian Kosmologis, yaitu sustu bukti yang sering dikemukakan berhubungan dengan ide tentang sebab (causality). Plato dalam bukunya ‘Timaeus’, menyatakan bahwa tiap-tiap benda yang terjadi pasti ada yang menjadikannya. b) Pembuktian Ontologis, yaitu pembuktian terhadap adanya Tuhan berdasarkaan refleksi atas kenyataan obyektif dengan berpedoman pada konsep mengenai Ada Yang Sempurna (perfect Being ). Anselmus menyatakan bahwa Tuhan adalah Ada Yang Sempurna atau kategori apriori yang dapat dipikirkan sebagai ada yang universal, yang melebihi dari particular. c) Pembuktian Teleologis, pembuktian tentang adanya Tuhan dengan berpedoman pada konsep mengenai desain (keterpolaan ) di dalam alam semesta, yang tidak boleh tidak pasti membutuhkan ‘desainer. Alam semesta merupkan karya seni terbesar yang menunjukkan adanya “ a greater intelligent Desaigner”, yaitu Tuhan. d) Pembuktian moral, yaitu pembuktian tentang adanya Tuhan dengan berpegang pada pengandaian adanya hokum moral umum yang menunjukkan adanya ‘Penjamin Moral’ (Law- Giver). Dalam hubunganya dengan sifat-sifat Tuhan sebagaimana telah disinggung di atas ternyata ada beberapa konsepsi yang patut untuk disimak dan diperhatikan, natar lai seperti faham Pantheisme, Deisme, serta Theisme. Munculnya faham Pantheisme, Deisme & Theisme bermula dari pemikiran yang kritis spekulatif terhadap asal-usul dan kejadian alam semesta. Dari pertanyaan yang sangat mendasa, yang mempersoalakan bagaimanakah asal- usul alam semesta (universum ) ini terjadi, Pantheisme berpendapat bahwa alam semesgta ini muncul dan ada semata-mata karena limphan (alfaidl) atau emanasi-Nya sementara Deisme dan Theisme berpendapat bahwa alam semesta beserta segala isiya terjadi karena diciptakan atas kehendak tuhan. Dan Tuhan dalam konsepsi Ketuhanan menurut pancasila bila menilik dari ketiga pendapat diatas Ketuhanan yang dimaksud bukanlah konsepsi sebaimana halnya yang dipahami oleh aliran pentheisme dan Deisme, tetapi sesuai dengan konsepsi ketuhana Theism, dimana Tuhan digambarkan sebagai dzat yang pribadi yang bersifat rohani, yang transenden terhadap alam semesta, tetapi immanen trehadap alam itu(Huijbers:26). Tuhan 7
  • 8. yang digambarkan dalam falsafah Pancasila ialah Tuhan yang aktif dalam dalam kehuidupan sehar-hari, Tuhan yang manusia dapat menyembahNya, Tuhan yang senantiasa mencurahkan dan memberikan berbagai macam kenikmatan kepada hamba-Nya, memberikan barakah serta rahmat-Nya kepada umat manusia. Jadi kalau menurut saya bahwa Sila pertama ini adalah memang merupakan sila paling fundamental dari sila-sila yang ada karena dari sila-sila ini masyarakat Indonesia menjadi masyarakay yang merupakan masyarakat yang akan menjadi Negara kuat dan menjadi Negara jalan ketiga. Dan dengan mengikuti pendapat diatas jelaslah bangsa Indonesia dalam kehidupannya benar-benar menyakini dan menyadari akan kekuasaan serta kedaulatan Allah yang bersifat mutlak tak terbagi. 2. Sila Ketuhanan YME sebagai Sumber Ajaran Moral Dasar ( Basic Morality) Manakala ditelaah secara mendalam terhadap difinisi filsafat hidup atau weltanschauung, jelaslah bahwa sesungguhnya di dalam kerangka pengertia filsafat hidup telah dipermasalahkan pula apa yang disebut dengan ajaran nilai (doctrine of value). Salah satu obyek yang dibahs dalam filsafat hidup adalah menyangkut persoalan moral dalam arti moral dasar. Yang menurut Muhammad Rasjidi yang dimaksud moral dasar ialah suatu aturan yang mendasar, yang kita rasakan tidak mungkin dapat menyangkalnya, dan Oki ia dapat dijadikan pedoman kita dalam keadaan yang berbeda-beda. Notonagoro menyatakan bahwa hakekat filsafat Pancasila itu merupakan bentuk pemadatan atau kristalisasi dari keyakinan hidup beragama bangsa Indonesia serta adapt istiadat & kebudayaan bangsa. Driyangkara dalam analisanya terhadap ’moral dasar’ yang terkandung dalam filsafat pancasila menyatakan bahwa ‘dengan singkat haruslah dikatakan’ bahwa ketuhanan adalah dasar dan tujuan dari seluruh kesusilaan. Tanpa Ketuhanan tidak mungkin ada kesusilaan yang berkembang batul-betul. Hakekat Sila Kedua: KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB Formulasi sila kedua dari falsafah pancasila bila dilihat dari segi sejarahnya adalah merupakan hasil dari rumusan “ Panitia Sembila “. Sila kedua ini mencerminkan keyakinan bangsa Indonesia terhadap hakekat sifat manusia sebagai makhluk sosial (homo socius). Rumusan “kemanusian yang adil dan beradab” seperti ini dilihat dari segi bahasa adalah mengggambarkan sebuah ungkapan atau ide yang memuat pengertian yang lebih dari cukup. Karena dengan menggunakan istilah ‘kemanusian’ saja tanpa disertai dengan kata sifat yang 8
  • 9. adil dan beradab sudah cukup mengisyaratkan satu ungkapan yang didalamnya terkandung sifat-sifat manusia yang luhur dan mulia. Dalam menjelaskan pengertian ‘Peri kemanusiaan’ (menselijkheid atau Humanisme) Bung Karno menyatakan bahwa ’jika kita berbuat sesuatu yang rendah, yang membikin celaka kepada manusia lain, kita berkata bahwa kita melanggar peri kemanusian, kita melanggar hukum menselijkheid’. Prinsip kemanusiaan secara tegas mengandung arti adanya penghargaan & penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang luhur, tanpa harus dibeda-bedakan antara satu sama lainnya dikarenakan adanya perbedaan keyakinan hidup, politik ,status sosial dan ekonomi, asal usul keturunan, dsb. Tuhan menciptakan umat manusia dalam kedudukan yang sama dan sederajat, tanpa ada yang dilebihkan dan dianak emaskan, tepat sekali dengan ungkapan yang menyatakan bahwa “Mankind is one”, kemanusian adalah satu. Sineca mensifati manusia sebagai ”Homo Sacra Res Homini”, manusia adalah makhluk yang menghargai terhadap sesamanya. Dalam agama hindu ada ajaran yang diungkapkan dalam kalimat yang sangat singkat “Tat Twam Asi”, aku adalah engkau, engkau adalah aku. Confusius mengajarkan sikap hidup yang berperikamanusian (Jen) dengan sangat sederhana sekali namun cukup memadai. Sikap kasih saying atau manusiawai antara sesame manusia mempunyai dua segi, yaitu: 1. Chung (positif): Berbuat baik kepadamu, maka berbuat baiklah kepada orang lain, 2. Shu (negatif); mengandung makna apa yang engkau tidak sukai orang lain berbuat sesuatu kepadamu, maka janganlah engkau berbuat seperti itu kepada orang lain (Tjie Tjay, Ing.tth) Sila kedua dalam falsafah Pancasila memuat pengertian bahwa bangsa Indonesia dalam merenungkan hakekat hidupnya menyadari sepenuhnya, bahwa dirinya adalah makhluk Tuhan, yang hidup bersama dengan sesamanya. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang menyadari bahwa dirinya merupakan bagian tak terpisahkan dari umat manusia sesungguhnya merupakan perwujudan konkrit dari hakekat sifat manusia sebagai mahluk sosial, atau homo socius yang menyatu dari sejak kejadiannya, atau merupakan sifat dasar manusia. Pancasila dengan pengertian sebagai suatu kesatuan yang bulat (mono pluralis) maka tentu saja pengakuan terhadap hak-hak asasi memiliki ciri-cirinya yang khas yang menjadikan paham humanisme pancasila berbeda dengan humanisme barat. Di dunia Barat perhatian kepada kehormatan individu atau persona timbul dari pandangan yang bersifat antroposentris, yaitu manusia dipandang sebagai ukuran bagi segala sesuatu. Adagium yang sangat terkenal dari masyarakat Yunani kuno yaitu: “man is the 9
  • 10. measure of all of things”, manusia adalah ukuran segala sesuatu. Faham seperti ini kemudian berkembang di dunia barat lewat tokoh Desiderius Eramus & diteruskan oleh August Comte. Dengan bersumber pada filsafat Comte yang terkenal dengan nama filsafat positivisme dunia barat mengakui kelayakan harkat dan martabat manusia. Faham ini dikenal dengan faham ‘humanisme’, dan karena humanisme yang dikembangkan oleh mereka diletakkan pada ukuran manusia semata, maka dinyatakan bahwa humanisme mereka adalah humanisme yang bersifat antroposentris (Humanisme Antroposentris). Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam falsafah pancasila faham humanisme tidak dapat dilepaskan dari sifat monopluralis dimana sila ini berarti sila yang menjadi sumber dari faham menurut Pancasila bukan merupakan suatu sila yang berdiri sendiri, bersanding dan sejajar dengan sila-sila lainnya, yang oleh karena itu dari padanya akan melahirkan pengertian yang khalis atau bersih dari pengaruh yang berada di luar dirinya. Seperti halnya faham humanisme yang secara otomatis melahirkan pengakuan terhadap HAM, human right, mensens rechten, pengakuan terhadap hak-hak asasi model Barat yang bersifat antroposentris, akan berbeda pula dengan pemggakuan HAM menurut Filsafat pancasila. Pengakuan terhadap HAM menurut Filsafat pancasila adalah sebatas hak-hak asasi yang bersesuaian dengan ajaran Tuhan. Sementara apa yang terjadi di dunua barat penganut faham humanisme antroposentris seperti aborsi tanpa sebab, perkawinan sejenis, dsbg semua itu mereka anggap sebagai hak asasi manusia yang tidak semestinya orang ikut campur terhadap urusan tersebut. Bila melihat makna hakekat sila kedua tersebut maka dapat diuraikan bahwa Indonesia adalah suatun Negara yang sangat memang teguh prinsip kemanusian yang berdasar pada Sila pertama, dimana keduanya adalah merupakan dasar negra yang sangat tinggi kedudukanya. Dan dalam sila kedua tersebut dapatlah kita ambil maknanya bahwa sesungguhnya Indonesia adalah suatu Negara yang sangat mendukung pengakuan HAM namun yang tidak menyalahi aturan agama. Dalam kehidupan sekarang di Indonesia ini sila kedua ini sudah mulai luntur seiring dengan westernisasi masyarakat yang besar-besaran, dimana saat ini sudah banyak orang melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar HAM Indonesia. Hakekat Sila Ketiga: PERSATUAN INDONESIA 10
  • 11. Sila ketiga dari falsafah pancasila ialah Persatuan Indonesia. Sila ini semula dalam konsepsi Bung Karno dinamakan Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme. Sila ini merupakan suatu formulasi yang mencermikan faham hidup yang dikenal dengan faham individualisme, yaitu faham yang manakla berdiri sendiri tanpa didampingi oleh faham lainnya akan menjadi dasar titik tolak lahirnya faham liberlisme. Sila ini semula dimaksudkan untuk menjadi pengimbang terhadap” internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar dalam buminya nasionalisme. Fritz Kunkel seorang tokoh psikologi individual dalam teori kepribadiannya merumuskan bahwa pada hakekatnya pada diri setiap manusia terdapat dua dorongan nafsu yang paling utama, yaitu dorongan ke-aku-an tau ichhaftigkeit, dorongan ke-kita-an atau dorongan Wirhaftigkeit. Kedua dorongan tersebut manakala salah satunya terlalu dominant akan mengakibatkan munculnya penyimpangan psikologi yang akan menganggu stabilitas kepribadiannya. Bila seseorang yang terlalu didominasi oleh Ichhaftingkeit atau didorong untuk semata-mata mengabdi pada diri pribadinya sendiri akan melahirkan sikap ‘ego oriented’ segala sesuatu diukur dari kepentingan dirinya & segala sesuatu diabdikan untuk dirinya sendiri, walaupun itu merugikan pihak lain. Sebaliknya manusia yang terlalu dikuasai oleh dorongan ke-kita-an akan melahirkan watak yang terlalu berlebih-lebihan pengorbanannya untuk kepentingan orang lain, sementara kepentingan pribadinya sendiri terabaikan. Sikap seperti ini adalah sikap altruistik, yaitu sikap yang menyebabkan dirinya lebur dan luluh ditengah lautan manusia tanpa pribadi. Kebangaan terhadap golongan atau kelompoknya ini bagi suatu bangsa bila terlalu berlebihan akan terlihat dalam bentuk rasa nasionalisme yang tidak sehat, yang lazim dikenal dengan istilah Chauvinistik. Sebaliknya kalau suatu bangsa telah kehilangan rasa bangga akan dirinya sebagai suatu bangsa, telah kehilangan national pride dan ntional dignity, maka keadaan seperti ini akan mengakibatkan timbulnya penyimpangan rasa kebangsaan yang lazim disebut dengan kosmopolitanistik, yaitu suatu sikap yang melihat yang melihat tidak ada artinya merasa bangga sebagai suatu bangsa. Akhirnya dengan melihat ketiga sila yang tersimpul dalam sila pertama,kedua,ketiga, maka dalam kesatuan pemehaman terlihat bahwa bangsa Indonesia benar-benar telah menemukan dengan sempurna akan ketiga persoalan yang paling fundamental bagi umat manusia sepanjang zaman. Ketiga persoalan ini tergambarkan dalam satu kesatuan (totalitas) yang bulat dan serasi, yang mencerminkan keyakinan hidup bangsa Indonesia, yaitu: 1) Sila pertama mencerminkan kesadaran hidup bangsa Indonesia yang menyakini akan hakikat dirinya sebagai makhluk Tuhan. 11
  • 12. 2) Sila kedua mencerminkan kesadaran hidup bangsa Indonesia yang meyakini akan hakekat dirinya sebagai mahkluk sosial. 3) Sila ketiga mencerminkan kesadaran hidup bangsa Indonesia yang meyakini akan hakikat dirinya sebagai mahluk individual. Hakekat Sila Keempat: KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN Sila ini dalam konsep Bung Karno dinamakan: ’Mufakat atau Demokrasi’. Sila keempat ini mrupakan rumusan yang menegaskan tentang cara atau langkah yang dipih oleh bangsa Indonesia untuk mewujudkan tercapainya tujuan hidup berbangsa dan bernegara. Sila kerakyatan diyakini sebagai salah satu alternatif dari sekian alternatif keyakinan yang dipilih oleh bangsa Indonesia. Kerakyatan atau demokrasi di samping berfungsi sebagai alat (tool), ia juga merupakan suatu kepercayaan, satu keyakinan bahwa hanya lewat cara ini sajalah yang dapat dibenarkan oleh pandangan atau keyakinan hidupnya, dan hanya dengan cara seperti inilah yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai tujuan hidup berbangsa dan bernegara. “….bagi kita(demokrasi) bukan sekedar satu alat tehnis saja, tetapi suatu ‘gellof’, satu keperjayaan dalam usaha mencapai bentuk masyarakat yang kita cita-citakan”. Istilah kerakyatan dalam filsafat mengandung pengertian adanya sifat-sifat dan keadaan dati dan di dalam negara yang harus sesuai dengan hakekat rakyat, dan semuanya adalah untuk kepantingan dan keperluan rakyat. Dan karena sifat dan keadaan maka’ Negara bukan untuk satu orang, bukan negara satu golongan,walau golongan kaya,….tetapi negara semua untuk semua, satu untuk semua, semua untuk satu’..’negara didasarkan atas rakyat, tidak pada golongan, tidak pula pada perseorangan (notonagoro). Demokrasi filsafat Pancasila tidak semata-mata berfungsi sebagai lat untuk mencapai tujuan,melainkan di samping ia berfungsi sebagai alat demikrasi juga merupakan satu keyakinan (gellof, belief). Dikatakan sebagai kepercayaan, sebagai keyakinan karena hanya dengan: 1. Prinsip demokrasi sajalah yang diyakini sebagai satu-satunya alat yang paling sesuai dengan hakekat manusia selaku mahluk Tuhan. Manusia diciptakan dalam kedudukan dan martabat yang sama sederajat, tidak ada yang berlebihan dan tidak ada yang kurang. 2. Prinsip demokrasi sajalah yang diyakini sebagai satu-satunya alat yang sesuai dengan hakekat manusia selaku mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial manusia wajib memperlakukan kepada sesamanya sebagai mahluk yang menyandang kemuliaan dan kehormatan. Adagium yang menyatakan ‘Manking is one’ hanya dapat diaktualisasikan secara konkrit ditengah- tengah kehidupan bersama manakala kehidupan bersama diletakan di atas prinsip demokrasi. 12
  • 13. 3. Prinsip demokrasi sajalah satu-satunya alat yang sesuai dengan hakekat manusia selaku makhluk individu. Istilah demokrasi pada asalnya berarti ‘rakyat yang berkuasa’ atau “government or rule by people”. Dalam perkembangannya lebih jauh istilah demokrasi memuat pengertian yang beragam. Di satu sisi dapat diamati adanya kecenderungan anggapan bahwa semua bentuk pemerintahan-kecuali sistem monakhi absolute-dapat menyebut dirinya sebagai pemerintahan yang demokratik. Demokrsi Pancasila betapapun memiliki sifat-sifat yang khas tetapi ia adalah demokrasi yang tetap berpijak pada konstitusi atau lazim disebut demokrasi konstitusional. “ Pemerintahan berdasarkan Konstitusi ” mengandung arti bahwa apapun yang dilakukan oleh pemerintah adalah hanya sebatas apa yang telah ditegaskan dalam konstitusi, dan tidak boleh lebih dari itu. Makna yang hakiki dari pengertian rule of law tidak lain ‘… dimiliknya syarat-syarat esensial tertentu antara lain harus terdapat kondisi2 minimum dari suatau system hokum di mana HAM dan human dignity dihormati. Adapun nilai yang mengikat sistem demokrasi yang didasarkan pada falsafah Pancasila adalah bahwa: 1. Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang sepenuhnya bertanggung jawab kepada Allah, Tuhan YME. Artinya bahwa dalam mlaksanakan proses demokrsi, baik dalam bidang politik ataupun dalam bidang2 lainbetapapun rakyat yang akan mengukur dan memtuskannya, namun nilai-nilai yang mendasari pengukuran dan keputusan tersebut harus berpijak pada nilai-nilai ajaran Allah, Tuhan. Nilai ajaran parameter bagi pelaksanaan demokrsasi pancasila. 2. Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang harus sepenuhnya bertanggung jawab kepada manusia. Artinya bahwa dalam penerapan demokrasi benar-benar harus juga didasarkan pada kepentingan kemanusian atau rakyat banyak dan dapat dipertanggungjawabkan kepada manusia. Dan karena demokrasi pancasila adalah seperti ini maka dalam pengambilan keputusan harus diupayakan dengan penuh hikmah kebijaksanaan dan kearifan demi kemaslahatan. 3. Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang sepenuhnya bertanggung jawab dan didasari asas melestarikan keutuhan kesatuan dan persatuan bangsa dan Negara Indonesia. Dari tiga nilai yang dijadikan parameter di atas akan terlihat nilai lebih demokrasi pancasila dibandingkan dengan demokrasi yang dipraktekan di berbagai Negara lain. 13
  • 14. Hakekat Sila Kelima: KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA Dalam konsepsi Bung karno sila ini diformulasikan dengan rumusan ‘ Kesejahteraan Sosial’. Sila kelima dari falsafah pancasila ini dilihat dari segi fungsinya dapat dikatakan sebagai sila yang berkedudukan sebagai tujuan. ‘…sila kelima ini bukanlah dasar negara, tetapi adalah tujuan paling utama, tujuan pokoknya, yaitu mewujudkan suatu keadilan soaial bagi seluruh rakyat Indonesia (Hazairin). Dengan menunjuk sila kelima sebagai sila yang berkedudukan sebagai tujuan berarti telah sempurnalah unsur-unsur yang diperlukan untuk membentuk satu kesatuan pandangan hidup (way of life atau weltanschuung). Apabila sila pertama, kedua dan ketiga merupakan sila-sila yang menggambarkan pandangan hidup yang diyakini bangsa Indonesia, sila keempat menggambarkan cara-cara yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan hidup yang dicita-citakan, maka sila kelima menggambarkan tujuan hidup berbangsa dan bernegara yang dicita-citakan bangsa Indonesia. Sila kelima intinya terletak pada rumusan “ Keadilan Sosial” (social Justice). Plato dalam bukunya ‘Republic’ ‘The four cardival virtues’. Empat kebajikan tersebut adalah pengendalian diri (discipline), keberanian(courage),kearifan (wisdom), dan keadilan (justice). Sedan Liang Gie berpendapat bahwa kebajikan adalah yang mencakup seluruhnya di atas ( all-embracing virtue). Istilah keadilan berasal dari bahsa arab :al-ada:lah, yang padanan bahasa I adalah : justice. Namun sesungguhnya justice sendiri semula berasal dari bahasa latin: justitia (dari akar kata: jus).Al-‘adlu yang kemudian berubah kata menjadi al-ada:lah diartikan sebagai menempatkan atau lmeletakan sesuatu pada tempat yang semestinya (proposional). Sedang istilah justice mempunyai arti ganda. Ia dapat berarti hukum, bisa berarti sikap tidak memihak (impartiality), dan dapat bearti persamaan dalam perlakuan (equality of treatment). Dalam khasanah kefilsafatan akan ditemukan beberapa difinisi atau batasan mengenai keadilan antara lain sbb: 1. Aristoteles mendifinisikan keadilan sebagai kelayakan dalam tindakan manusia (fairness in human action).adapun yang dimaksud dengan kelayakan adalah sebagai titik tengah di atara kedua ujung yang ekstrim, atau lebih terkenal dengan teori “ The Golden Means”. 2. Thomas Aquino merumuskan makna keadilan sebagai suatu ‘kemauan untuk memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya’ 3. Samuel pufendorf mendefinisikan keadilan sebagai ‘kecenderungan yang bersifat tetap dan tak kunjung hilang untuk memberikan kepada setiap orang akan haknya’ 14
  • 15. 4. Isaiah Berlin, mendefinisikan keadilan dengan kalimat’keadilan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama, & hal-hal yang tak sama secara tidak sama 5. Notonagoro membatasi pengertian keadilan sabagai’ dipenuhinya segala sesuatu yang merupakan sesuatu hak di dalam hubungan hidup kemanusiaan sebagai sesuatu wajib 6. Sayid Qutub membatasi pengertian keadilan sebagai ‘satu sikap yang mutlak, yang tidak memunjukkan kecenderungan cinta atau marah, tidak merubah ketentuan-ketentuan karena kasih sayang atau benci. Dari beberapa batasan seperti di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud ‘KEADILAN’ adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban, atau sikap yang mutlak untuk meletakkan hak dan kewajiban secara prorposional, dan tidak merubah ketentuan-2 karena kasih saying atau benci. Makna Keadilan Sosial (Social justice) Ernest barker seorang tokoh pengarang merumuskan makna keadilan sosial sebagai suatu pengaturan yang tepat dari suatu masyarakat nasioanl, yang bertujuan memupuk dan medorong perkembangan seganap kapasitas yang setinggi mungkin dari kepribadian seluruh anggota masyarakat. Umar kayam mendefiniskan keadilan social sebagai suatu kondisi dimana setiap warga Negara memperoleh kepuasan dalam menggunakan kesempatan yang diberikan oleh system soaial, dan sistem-sistem yang lain. Aristoteles membedakan keadilan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Keadilan Distributif (Distributive Justice), yang terwujud bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama, dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan secara tidak sama. Keadilan disrtibutif ini dalam bentuk konkritnya adalah sikap adilnya Negara terhadap seluruh warga negara, atau Negara wajib memenuhi keadilan terhadap warganegaranya. 2) Keadilan Legal (legal Justice), yang terwujud bilamana setiap anggota masyarakat melaksanakan fungsinya dengan baik sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bentuk konkrtinya ialah sikap adilnya warga masyarakat terhdap Negara. Keadilan ini disebut juga keadilan bertaat, yaitu warga Negara bersikap adil dalam wujud mentaati segala peraturan perundang-undangan & peraturan lainya yg dikeluarkan Negara. 3) Keadilan komunitatif (Communitative Justice), yaitu keadilan yang berlangsung dalam bentuk timbal balik secara proposional dalam kehidupan bersama. Di samping pembagian macam keadilan seperti di atas, ada pula yang membedakan keadilan menjadi enam macam, yaitu: 15
  • 16. 1) Justitia Comunitative, memberikan kepada masing-masing haknya atas dasar kesamaan, di mana prestasi seharga dengan kontra prestasi 2) Justitia Distributive, memberikan kepada masing-masing bagiannya atas dasar perbedaan, dimana diperhitungkan perbedaan kualita antara satu dengan lainnya. 3) Justitia Vindicativa, memberikan kepada masing-masing bagiannya atas dasar proporsi, dimana berat ringanya hukuman disesuaikan dengan berat ringanya pelanggaran hokum. 4) Justitia creative; memberikan kepada masing-masing bagian kebebasannya untuk menciptakan sesuai dengan daya kreatifnya dalam bidang kebudayaan . 5) Justitia Protectiva; keadilan yang berupa memberikan pengayoman hukum kepada manusia. 6) Justitia Legalis; keadilan yang berupa kebajikan yang menyeluruh yang mencakup semua kebajikan, kebajikan yang menyeluruh. Secara prinsip John Rawls menggambarkan adanya dua asas keadilan sosial, yaitu: 1. Setiap orang hendaknya memiliki hak yang sama terhadap system yang menyeluruh dan yang terluas mengenai kebebasan-kebebasan dasar. Adapun yang dimaksud dengan kebebasan dasar adalah meliputi: a) freedom of speech &assembly (kebebasan berbicara & berkumpul) b) liberty of conscience (kebebasan hati nurani) c) freddom of thought (kebebasan berfikir) d) freedom of the person (kebebasan Pribadi) e) right to hold property (hak memiliki harta benda pribadi) & f) freedom from arbitrary arrest and seizure (kebebasan dari penahanan dan penangkapan yang sewenag-wenang). 2. Perbedaan sosial dan ekonomi hendaknya diatur sedemikan hingga a) meberikan manfaat yang terbesar bagi mereka yang berkedudukan paling tak menguntungkan b) bertalian dengan jabatan dan kedudukan yg terbuka bagi semua orang berdasarkan persamaan kesempatan dan kekayaan. 1. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Makna keadilan sosial yang bernotasi pada dua aspek pencapaian hidup, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu tatanan masyarakat yg berkeadilan didalamnya akan dapat dikemukakan dua kondisi dasar, yaitu: 1) Masyarakat yang berkeadilan 16
  • 17. Kondisi masyarakat yang seperti ini menunjuk pada tata kehidupan yang terpenuhi kebutuhan hidup manusia dalam bidang kejiwaan, rohani, mental, spiritual dsb, yang cirinya antara lain : a. Berbahagia semua orang b. Tidak ada penghinaan c. Tidak ada penindasan d. Tidak ada penghisapan atau tidaka da eksploitasi e. Masyarakat yang tentram 2) Masyarakat yang Berkemakmuran Kondisi masyarakat yang berkemakmuran menunjuk pada tata kehidupan yang terpenuhi berbagai hidup dari segi lahiriyah, atau aspek fisik materiilnya, yang ciri-cirinya: a. Kemakmuran yang merata di antara seluruh rakyat, dalam arti kemakmuran yang bersifat dimanis, hidup & berkembang b. Karta raharja atau makmur sejahtera, masyarakat yang berkecukupan kebutuhan pokoknya Dan yang terpenting untuk semua ini adalah adanya idealisme spiritual, suatu idealisme yang akan mengangkat harkat dan martabat masyarakat Indonesia ketingkat yg lebih luhur dan terpuji. 17