4. Hukum E-Commerce Di Indonesia
Hukum e-commerce di Indonesia secara signifikan, tidak
mencover aspek transaksi yang dilakukan secara on-line
(internet), akan tetapi ada beberapa hukum yang bisa menjadi
peganggan untuk melakukan transaksi secara on-line :
1. Undang-undang No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan (UU Dokumen Perusahaan) telah mulai
menjangkau ke arah pembuktian data elektronik.
5. Hukum E-Commerce Di Indonesia (Cont)
2. Pasal 1233 KUHP Perdata, dengan isinya sebagai berikut:
“Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena
undang-undang”. Berarti dengan pasal ini perjajian dalam
bentuk apapun diperbolehkan dalam hukum perdata
Indonesia.
3. Hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan
berkontrak berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata. Asas ini
memberi kebebasan kepada para pihak yang sepakat
untuk membentuk suatu perjanjian untuk menentukan
sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian. Dengan demikian
para pihak yang membuat perjanjian dapat mengatur
sendiri hubungan hukum diantara mereka
6. HUKUM E-COMMERCE INTERNASIONAL
Terdapat beberapa peraturan-peraturan yang dapat dijadikan
pedoman dalam pembuatan peraturan e-commerce , yaitu :
1. UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce.
Peraturan ini dibuat oleh Perserikatan Bangsa Bangsa
atau United Nation. Peraturan ini dapat digunakan oleh
bangsa-bangsa didunia ini baik yang menganut sistem
kontinental atau sistem hukum anglo saxon.
7. Hukum E-Commerce International (Cont)
2. Singapore Electronic Transaction Act ( ETA)
Terdapat 5(lima) hal yang perlu digaris bawahi yaitu :
1. Tidak ada perbedaan antar data elektronik dengan dokumen
tertulis.
2. Suatu data elektronik dapat menggantikan suatu dokumen
tertulis
3. Penjual atau Pembeli atau pihak-pihak bisnis dapat
melakukan kontrak secara elektronik.
4. Suatu data elektronik dapat menjadi alat bukti dipengadilan.
5. Jika data elektronik telah diterima oleh para pihak-pihak yang
berkesepakatan, maka mereka harus bertindak sebagaimana
kesepakatan yang terdapat pada data tersebut.
8. Hukum E-Commerce International (Cont)
3. EU Direct on Electronic Commerce
Peraturan ini menjadi undang-undang pada tanggal 8 Juni
2000, terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi yaitu
1. Setiap negara-negara anggota akan memastikan bahwa sistem
hukum negera yang bersangkutan memperbolehkan kontrak
dibuat dengan menggunakan sarana elektronik.
2. Para negara anggota dapat pula membuat pengecualian
terdapat ketentuan dalam hal :
a. Kontrak untuk membuat atau mengalihkan hak atas real-
estate.
b. Kontrak yang diatur didalam hukum keluarga.
c. Kontrak penjaminan.
d. Kontrak yang melibatkan kewenangan pengadilan.
9. CYBER LAW
Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari
Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap
aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau
subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan
teknologi internet yang dimulai pada saat mulai "online" dan
memasuki dunia cyber atau maya.
• Jenis Kejahatan Cyber
• Aspek Hukum Terhadap Kejahatan Cyber
10. 11.3.1. Jenis Kejahatan Cyber Cyberlaw
a. Joy Computing
adalah pemakaian komputer orang lain tanpa izin . Hal
ini termasuk pencurian waktu operasi kmputer .
b. Hacking
adalah mengakses secara tidak sah atau tanpa izin
dengan alat suatu terminal.
c. The Trojan Horse
manipulasi data atau program dengan jalan mengubah
data atu instruksi pada sebuah program
, menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau
dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau orang
lain.
11. d. Data Leakage Cyberlaw
adalah menyangkut bocornya data keluar terutama
mengenai data yang harus dirahasiakan.
e. Data Diddling
yaitu suatu perbuatan mengubah data valid atau sah
dengan cara tidak sah mengubah input atau output
data.
f. To Frustate Data Communication ata Diddling
yaitu penyia-nyiaan data komputer
g. Software Piracy
yaitu pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta
yang dilindungin HAKI.
12. Cyberlaw
11.3.2. Aspek Hukum terhadap Kejahatan Cyber
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku
dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu
1. Azas Subjective Territoriality
Azas yang menekankan bahwa keberlakuan hukum
ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan
penyelesaian tindak pidananya dilakukan dinegara lain.
2. Azas Objective Territoriality
Azas yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku
adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi
dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi
negara yang bersangkutan.
13. Cyberlaw (Cont)
3. Azas Nasionality
Azas yang menentukan bahwa Negara mempunyai
jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan
kewarganegaraan pelaku.
4. Azas Protective Principle
Azas yang menekankan jurisdiksi berdasarkan
kewarganegaraan korban.
5. Azas Universality
Azas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk
menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan.
14. Cyberlaw (Cont)
6. Azas Protective Principle
Azas yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas
keinginan negara untuk melindungin kepentingan negara dari
kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya yang umumnya
digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.