Hiperemesis Gravidarum adalah keadaan dimana seorang wanita hamil yang memuntahkan segala sesuatu yang dimakan dan diminum sehingga menyebabkan berat badan sangat turun dan gangguan kesehatan lainnya. Penyebabnya belum jelas tetapi diduga karena perubahan hormon yang cepat selama kehamilan. Gejalanya bervariasi mulai dari mual, muntah, dehidrasi hingga yang parah dapat menyebabkan gangguan organ vital. Penatalaksanaann
1. HIPEREMESIS
2.1 Definisi Hyperemesis Gravidarum
Hyperemesis Gravidarum adalah keadaan dimana seorang wanita hamil yang
memuntahkan sagala apa yang dimakan dan diminum Hingga berat badan sangat
turun,Turgor kulit kurang,diereses kurang dan timbul aceton dalam air kencing
.(Obstetri patologi Unpad 1984).
Hyperemesis Gravidarum adalah keluhan mual muntah yang dikategorikan
berat jika jika ibu hamil selalu muntah setiap kali minum ataupun
makan.Akibatnya,Tubuh sangat lemas,muka pucat,dan frekuensi buang air kecil
menurun drastis aktifitas sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum terganggu
(Cunningham 2005).
2.2 Etiologi hyperemisis gravidarum
Penyebab pasti keluhan mual dan muntah selama kehamilan masih belum
jelas. Sebagian besar bukti memperlihatkan bahwa keadaan ini disebabkan oleh
perubahan kadar hormone yang sangat cepat. Fluktuasi ini mengakibatkan perubahan
pada pola kontraksi dan relaksasi otot polos lambung dan usus sehingga menyebabkan
keluhan mual dan muntah
Hormon yang berperan dalam kejadian ini adalah human chorionic gonadotropin
(hCG), estrogen, dan progesterone. Kadar abnormal dari hormon tiroid dijumpai pada
hyperemesis gravidarum, meskipun hubungan sebab akibat dalam hal ini juga tidak
jelas. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa keluhan mual dan muntah ini
semakin hebat bila kadar gula darah rendah
Peneliti juga menemukan kenyataan bahwa wanita yang mengalami komplikasi mual
akibat pemakaian pil kontrasepsi oral, migraines, ataur mabuk kendaraan memiliki
resiko tinggi untuk mengalami keluhan hyperemesis gravidarum
Teori penyebab dari hiperemesia gravidarum :
Faktor-faktor penyebab hyperemesis Gravidarum
1. Hormonal: Meningkatnya kadar human chorionic gonadotropin (hCG) atau komponen
dari hormone ini berperan dalam menginduksi EG. Thyrotoxicosis atau
2. hyperthyroidism diduga memiliki kaitan dengan EG.Hormon lain yang terkait adalah
serotonin. Serotonin adalah bahan kimiawi dalam otak yang mempengaruhi sistem
saraf pusat dan saluran gastrointestinal (GI) . Selama kehamilan , aktivitas saluran
gastrointestinal bagian atas menurun dan menyebabkan terjadinya mual dan muntah.
Peningkatan level estrogen. Mempengaruhi bagian otak yang mengontrol mual dan
muntah .Hal ini terjadi karena peningkatan kadar hormon estrogen dan HCG serum
yang membuat motilitas gastrointestinal, terutama lambung dan usus menjadi lebih
lambat. Dan peningkatan tersebut dapat merangsang reseptor di otak, yaitu reseptor
CTZ di hipotalamus untuk merangsang muntah. Oleh karena itu pada pasien ini
diterapi dengan berpuasa yang bertujuan untuk pengosongan lambung, sehingga perut
tak terasa penuh dan pemberian neurobion untuk memperbaiki respon otak untuk
menghentikan respon muntah dan memberikan ketenangan pada pasien.
2. Gastrointestinal: Helicobacter pylori bakteri dalam usus yang dapat menyebabkan
ulcus peptikum atau tukak lambung. Bakteri ini dijumpai pada sebagian besar wanita
hamil dan lebih banyak lagi pada kasus EG.Untuk mengatasi keadaan ini seringkali
digunakan antibiotika.
3. Psikosiosial : Masih merupakan kontroversi , sejumlahpeneliti menemukan kaitan
antara EG dengan reaksi penolakan wanita terhadap kehamilan akibat konflik
keluarga atau lingkungannya. Dengan demikian maka pada kasus HG seringkali
diperlukan konsultasi psikologis.
3. Hiperemesis Gravidarum: Keadaan ini terjadi bila keluhan mual dan muntah
menyebabkan berat badan turun > 5% dan terjadinya dehidrasi. HG adalah keadaan
ekstrim yang menyebabkan terganggunya aktivitas keseharian pasien dan memerlukan
perawatan di rumah sakit.
2.3 Patofisiologi hyperemesis gravidarum
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda bila
terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan
alkalosis hipokloremik.
1. Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis
terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna
terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton – asetik, asam hidroksi butirik
dan aseton dalam darah.
2. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan karena muntah menyebabkan
dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida
darah dan khlorida air kemih turun. Selain itu juga dapat menyebabkan
hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke jaringan berkurang
3. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat
ginjal menambah frekuensi muntah – muntah lebih banyak, dapat merusak hati yang
menyebabkan terjadinya degenerasi lemak dan nekrosis (kematian sel sebagai akibat
dari kerusakan sel akut atau trauma) sehingga terjadilah lingkaran setan yang sulit
dipatahkan
4. Selain dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit dapat terjadi robekan pada
selaput lendir esofagus dan lambung (Sindroma Mallory-Weiss) dengan akibat
perdarahan gastrointestinal
4. 2.4 Tanda dan Gejala Hyperemesis Gravidarum
Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan hiperemesis
gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya ini
dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum menurut berat
ringannya gejala dapat dibagi :
1. Tingkatan I
a. Muntah terus menerus sehingga menimbulkan :
1) Dehidrasi : turgor kulit turun
2) Nafsu makan berkurang
3) Berat badan turun
4) Mata cekung dan lidah kering
b. Epigastrium nyeri
karena asam lambung meningkat dan terjadi regurgitasi ke esofagus
c. Nadi meningkat dan tekanan darah turun
d. Frekuensi nadi sekitar 100 kali/menit
e. Tampak lemah dan lemas
2. Tingkatan II
a. Dehidrasi semakin meningkat akibatnya :
1) Turgor kulit makin turun
2) Lidah kering dan kotor
3) Mata tampak cekung dan sedikit ikteris
b. Kardiovaskuler
1) Frekuensi nadi semakin cepat > 100 kali/menit
2) Nadi kecil karena volume darah turun
5. 3) Suhu badan meningkat
4) Tekanan darah turun
c. Liver
1) Fungsi hati terganggu sehingga menimbulkan ikterus
d. Ginjal
Dehidrasi menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang yang menyebabkan :
1) Oliguria
2) Anuria
3) Terdapat timbunan benda keton aseton
Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan
e. Kadang – kadang muntah bercampur darah akibat ruptur esofagus
3. Tingkatan III
a. Keadaan umum lebih parah
b. Muntah berhenti
c. Sindrom mallory weiss
d. Keadaan kesadran makin menurun hingga mencapai somnollen atau koma
e. Terdapat ensefalopati werniche :
1) Nistagmus
2) Diplopia
3) Gangguan mental
f. Kardiovaskuler
1) Nadi kecil, tekanan darh menurun, dan temperatur meningkat
g. Gastrointestinal
1) Ikterus semakin berat
2) Terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam
h. Ginjal
1) Oliguria semakin parah dan menjadi anuria
2.5 Pencegahan Hyperemesis Gravidarum
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak terjadi hiperemesis
gravidarum dengan cara :
1. Memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu
proses yang fisiologik
6. 2. Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang – kadang muntah merupakan
gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah
kehamilan 4 bulan.
3. Menganjurkan mengubah makan sehari – hari dengan makanan dalam jumlah
kecil tapi sering
4. Menganjurkan pada waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur,
terlebih dahulu makan roti kering atau biskuit dengan dengan teh hangat.
5. makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan
6. Makanan seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin
7. Defekasi teratur
8. Menghindari kekurangan karbohidrat merupakan faktor penting, dianjurkan
makanan yang banyak mengandung gula.
Wanita yang mulai mengkonsumsi vitamin sejak kehamilan dini dapat menurunkan
risiko hiperemesis gravidarum. Satu kali gejala HG muncul, maka perlu penatalaksanaan
sejak dini agar tidak terjadi perburukan.
2.6. Penatalaksanaan Hyperemesis Gravidarum
Pencegahan terhadap Hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan
memberikan penjelasan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang
fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang – kadang muntah merupakan
gejala yang flsiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan,
mengajurkan mengubah makan sehari – hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi lebih
sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk
makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.
Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman
sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin.
1. Obat-obatan
Sedativa yang sering digunakan adalah Phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan
Vitamin B1 dan B6 Keadaan yang lebih berat diberikan antiemetik sepeiti Disiklomin
7. hidrokhloride atau Khlorpromasin. Anti histamin ini juga dianjurkan seperti
Dramamin, Avomin
2. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang tetapi cerah dan peredaran udara
yang baik. Tidak diberikan makan / minuman selama 24 -28 jam. Kadang-kadang
dengan isolasi saja gejaia-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
3. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan
rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan yang serta menghilangkan
masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
4. Cairan parenteral
Berikan cairan- parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan
Glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter per hari. Bila perlu
dapat ditambah Kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C.
Bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intra vena.
5. Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan
mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatri bila keadaan memburuk. Delirium,
kebutaan, tachikardi, ikterus anuria dan perdarahan merupakan manifestasi
komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk
mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit
diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain
pihak tak
boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.
6. Diet
a. Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat I
Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan
bersama makanan tetapi 1 – 2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua
zat – zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
b. Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara
berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi linggi. Minuman tidak
diberikan bersama makanan . Makanan ini rendah dalam semua zat-zal gizi
kecuali vitamin A dan D.
8. c. Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.
Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan.
Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium.
7. Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis Hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.
Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat,
penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.
9. ABORTUS
2.1. DEFINISI ABORTUS
Definisi Abortus (aborsi, abortion) adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun
sebelum janin mampu bertahan hidup. Di Amerika Serikat, definisi ini terbatas pada
terminasi kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid
normal terakhir. Definisi lain yang sering digunakan adalah keluarnya janin-neonatus
yang beratnya kurang dari 500 g. (Obstetri Willliams, Edisi 21 , hal : 951). Abortus
adalah berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar. Anak baru
mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur
kehamilan 28 minggu. (Obstetri Patologi, hal: 7). Abortus adalah ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram(FKUI : Kapita Selekta Kedokteran (2001:260)).Istilah abortus
dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan.
Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable
(yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 g atau usia kehamilan
20 minggu. (terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22 minggu).
Jenis- jenis aborsi :
Aborsi Spontan
Didefinisikan sebagai hilangnya kehamilan sebelum tercapai vibialitas janin (22
minggu gestasi).Abortus ini terjadi dengan tidak didahului factor-faktor mekanis atau
pun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh factor-faktor alamiah.
Tahap-tahap aborsi spontan meliputi :
a. Abortus Imminen
Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya
(keguguran mengancam). Diagnosis abortus imminen dipikirkan apabila terjadi
perdarahan pervaginaam pada paruh pertama kehamilan. Hal ini sangat sering
dijumpai dan satu dari empat atau lima wanita mengalami bercak(spotting).
10. Abortus tingkat awal, dimana ostium uteri tertutup dan hasil konsepsi masih
dalam kandungan.
Gambar 1. Abortus iminens
b. Abortus Insipien
Abortus ini sudah berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi(keguguran
berlangsung). Abortus mengancam, dimana serviks mendatar, ostium membuka,
tapi hasil konsepsi masih di dalam kavum uteri.
Gambar 2. Abortus insipiens
c. Abortus Inkomplit
Sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan tapi sebagian (biasanya jaringan
plasenta) masih tertinggal di dalam rahim ( keguguran tidak lengkap). Atau
sebagian hasil konsepsi telah keluar dari cavum uteri.
Gejala : didapati amenore, sakit perut, dan mulas-mulas; perdarahan yang bias
sedikit atau banyak, dan biasanya berupa stolsel (darah beku); sudah ada
fetus atau jaringan yang keluar; pada abortus yang sudah lama terjadi
sering terjadi infeksi. Pada pemeriksaan dalam, untuk abortus yang baru
terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa
jaringan dalam kanalis servikalisatau kavum uteri, serta uterus yang
berukuran lebih kecil dari yang seharusnya.
11. Gambar 3. Abortus incompletus
d. Abotus complitus
Seluruh buah kehamilan telah di lahirkan dengan lengkap (keguguran lengkap)
atau seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri.
Gambar 4. Abortus complitus
Missed Abortion
Adalah keadaan dimana janin sudah matipada umur kehamilan kurang dari 22
minggu, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau
lebih.
Fetus yang meninggal ini (a) bisa keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah
fetus mati; (b) bisa diresobsi kembali sehingga hilang; (c) bisa terjadi mengering dan
menipis yang disebut dengan fetus papyraceus; (d) bisa jadi mola kamosa, dimana
12. fetus yang sudah mati 1 minggu akan mengalami degenerasi dan air ketubannya
direarbsorbsi.
Gejala : didapati amenore, perdarahan sedikit-sedikit selama observasi fundus tidak
bertambah tinggi, malah bertambah rendah.Kalau tedinya da tanda-tanda
gejala kehamilan, belakangan menghilang, diiringi dengan reaksi kehamilan
yang menjadi negative pada 2-3 minggu sesudah fetus mati.Pada
pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit.Sekali-sekali
pasien merasa perutnya dingin atau kosong.
Abortus tidak aman
Prosedur yang di lakukan oleh individu yang kurang terampil atau dilakukan di
tempat yang tidak memiliki standar medis minimal atau keduanya sehingga dapat
membahayakan keselamatan jiwa pasien.
13. Gambar 7. Unsafe abortion
Abortus Infeksiosa
Abortus Infeksiosa adalahAbortus yang disertai infeksi genital.
Diagnosis :
a. adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong
dirumah sakit.
b. Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, terba jaringan, perdarahan
c. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan berbau, nyeri
tekan, uterus besar dan lembek
Abortus septik
Abortus yang di persulit oleh infeksi. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi jika ada
organisme di saluran genital bagian bawah setelah aborsi spontan atau aborsi tidak
aman. Sepsis lebih cenderung terjadi jika terdapat retensi hasil konsepsi dan evakuasi
terlambat.
14. Keguguran ini di sertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya
kedalam peredaran darah atau peritoneum.
Diagnosis : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah turun sampai syok. Perlu di observasi apakah ada tanda
perforasi atau akut abdomen.
Abortus Habitualis
Terjadi abortus sampai 3 kali berturut turu atau lebih. Menurut HERTIG abortus
spontan terjadi dalam 10% dari kehamilan dan abortus habitualis 3,6-9,8 % dari
abortus spontan. Kalau seorang penderita telah mengalami abortus dua kali berturut-
turut maka optimism untuk kehamilan berikutnya berjalan normal sekitar 63%.Kalau
abortus 3 kali berturut-turt, maka kemungkinan kehamilan ke empat berjalan normal
hanya sekitar 16%.
Pemeriksaan :
1. Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus subjmukosa
dan anomaly kongenital.
2. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak
gangguan glandula tyroidea.
3. Psikoanalisis.
Abortus yang di sengaja (abortusprovokatus)
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
Abortus ini terbagi menjadi 2 :
a. Abortus medisinalis
15. Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alas an bila kehamilan
dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
Biasanya perlu mendapatkan persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
b. Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis.
Diagnosis perdarahan per vagina pada awal kehamilan
Gejala yang timbul serta Tanda dan gejala yang Kemungkinan diagnosis
tanda dan gejala lain yang kadang kala timbul
biasanya timbul
Perdarahan ringan Kram /nyeri Aborsi Imminen
Serviks tertutup abdomen bagian
16. Uterus sesuai usia bawah
kehamilan Uterus lebih lunak
dari normal
Perdarahan berat Kram/nyeri Aborsi insipien
Serviks membuka abdomen bagian
Uterus sesuai usia bawah
kehamilan Nyeri tekan uterus
Tidak ada
pengeluaran hasil
konsepsi
Perdarahan ringan Kram/nyeri Abortus komplit
Serviks tertutup abdomen bagian
Uterus lebih kecil bawah yang ringan
dari usia kehamilan Riwayat
Uterus lebih lunak pengeluaran hasil
dari normal konsepsi
Perdarahan berat Kram/nyeri Abortus inkomplit
Serviks membuka abdomen bagian
Uterus lebih kecil bawah
dari usia kehamilan Pengeluaran
sebagian hasil
konsepsi
2.2. ETIOLOGI
Factor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah factor ovum sendiri, factor
ibu, dan factor bapak.
1. Kelainan Ovum
Menurut HERTIG dkk, pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan
abortus spontan. Menurut penyelidikan mereka, dari 1000 abortus spontan maka
48,9% disebabkan karena ovum yang patologis, 3,2% disebbakan oleh letak embrio,
17. dan 9,6% disebabkan oleh plasenta yang abnormal. Pada ovum abnormal 6%
diantaranya terdapat degenerasi hidatid vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh
karena kelainan ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari
1 bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar
kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50-80 %).
2. Kelainan Genetalia Ibu
Misalnya pada ibu yang menderita:
- Anomaly kongeenital(hypoplasia uteri, uterus bikornis, dll)
- Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata
- Tidak semuanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang
sudah dibuahi, seperti kurangnya progesterone atau estrogen, endometritis,
mioma submukosa.
- Uterus terlalu cepat teregang(kehamilan ganda, mola)
3. Gangguan sirkulasi plasenta
Kita jumpai pada ibu yang menderita penyakitt nefritis, hipertensi, toxemia
gravidarum, anomaly plasenta, dan endarteritis oleh karena luwes.
4. Penyakit-penyakit ibu
Misalnya pada :
- Penyakit ifeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia,
lifoid,pielitis, rubeola, demam malta, dsb. Kematian fetu dapat disebabkan
karena toksin dari ibu atau infasi kuman atau virus pada fetus.
- Keracunan PB , nikotin, gas racun, alcohol, dll
- Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat,
anemi grafis
- Malnutrisi, avitaminosis, dan gangguan metabolism, hypotiroidisme,
kekurangan vitamin A,C, atau E, diabetes mellitus
5. Antagonis Rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus
sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
6. Terlalu cepatnya korpus luteum mnejadi atrofis atau factor serviks
7. Rangsangan pada ibuyang menyebabkan uterus berkontraksi
Misalnya: sangat terkejut, obat-obatan uterotonika, ketakutan, laparotomy, dll.
Atau dapat juga krena trauma langsung terhadap fetus : selaput janin rusak karena
instrument, benda, dan obat-obatan.
18. 8. Penyakit bapak
Umur lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, anemi, dekompensasi kordis,
malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan(alcohol, nikotin,PB, dll), sinar rontgen,
avitaminosis
2.3. PATOFISOLOGI
Kehamilan < 20 minggu
Faktor – faktor yang mempengaruhi
Perdarahan desidua basalis
Nekrois jaringan disekitarnya
Hasil konsepsi lepas
Kontraksi pada uterus
Kehamilan < 8 minggu Kehamilan > 14 minggu
Kehamilan 8-14 minggu
(villi cerviks belum menembus (villi conealis sudah menembus
lebih dalam)
Dinding basalis secara dalam)
Hasil konsepsi dikeluarkan Placenta hanya lepas sebagian Janin dikeluarkan lebih dahulu
seluruhnya (abortus completus) (abortus incomplete)
Abortus Abortus
insipiens imminen
Perdarahan padaibu (corpus uteri (corpus uteri
membuka) menutup) Perdarahan pada ibu
anemia anemia
Janin masi
bisa
dipertahankan
Janin mati
Gangguan psikologi
pada ibu
19. Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar
yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus.Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, villi kotaris belum menembus desidua secara
dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Terjadi perdarahan pada ibu
dimana dapat menyebabkan anemia serta janin mati, sehingga dapat menyebabkan
gangguan psikologis pada ibu karena merasa kehilangan calon bayinya.
Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta
tidak dilepaskan sempurna sehingga jika corpus uteri masih menutup kemungkinan janin
masi bisa dipertahankan namun jika corpus uteri membuka terjadi abortus insipiens,
dimana janin sudah mati, ibu merasa kehilangan calon bayi dan kemungkinan besar dapat
terjadi gangguan psikologis pada ibu.
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada
plasenta.Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion
atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (lighted ovum) janin lahir mati, mola kruenta,
fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus sehingga janin mati dan kemungkinan
besar mengakibatkan terjadinya gangguan psikologis pada ibu.
Manifetasi Kliniss
Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat.
Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus
Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva
20. b. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada/tidak jaringan keluardari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk
dario ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak
nyeri saat porsio dogoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi,
tidak menonjol dan tidak nyeri.
Diagnosis
Amenore pada masa reproduksi dengan plano test(+) atau pernah (+)
Perdarahan pervaginaam dan mungkin dengan pengeluaran hasil konsepsi
Rasa sakit atau kram pada perut diatas simfisis
Pemeriksaan Penunjang
Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah
abortus
Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
Komplikasi
Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi
Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan
pembekuan darah.
2.4. PENATALAKSANAAN
1. Abortus Iminens
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya
dilatasi serviks.Ciri : perdarahan pervaginam, dengan atau tanpa disertai kontraksi,
serviks masih tertutup Jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan bahkan
sampai kehamilan aterm dan lahir normal. Jika terjadi kematian janin, dalam waktu
21. singkat dapat terjadi abortus spontan.Penentuan kehidupan janin dilakukan ideal
dengan ultrasonografi, dilihat gerakan denyut jantung janin dan gerakan janin. Jika
sarana terbatas, pada usia di atas 12-16 minggu denyut jantung janin dicoba
didengarkan dengan alat Doppler atau Laennec. Keadaan janin sebaiknya segera
ditentukan, karena mempengaruhi rencana penatalaksanaan / tindakan.
Penatalaksanaan
Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan
tiap empat jam bila pasien panas
Tes kehamilan dapat dilakuka.Bila hasil negatif mungkin janin sudah
mati.Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
Berikan obat penenang, biasanya fenobarbiotal 3 x 30 mg, Berikan preparat
hematinik misalnya sulfas ferosus 600 – 1.000 mg
Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C
Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptik untuk
mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
2. Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil
konsepsi masih berada di dalam uterus.Ciri : perdarahan pervaginam, dengan
kontraksi makin lama makin kuat makin sering, serviks terbuka.
Penatalaksanaan :
Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,
tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus,
disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg
intramuskular.
22. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
deksrtose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus
sampai terjadi abortus komplit.
Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
3. Abortus Inkomplit
Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan
keluar.
Penatalaksanaan :
Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah
Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuscular
Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
Berikan antibiotik untuk mencegah infeks
4. Abortus Komplit
Abortus kompletus adalah terjadinya pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi
sebelum usia kehamilan 20 minggu. Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus,
ostium serviks sudah menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
Diagnosis komplet ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa
kelengkapannya.
Penatalaksanaan :
Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 – 5 hari
Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi darah
Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.
23. 5. Abortus Abortion
Kematian janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama lebih
dari 4 minggu atau lebih (beberapa buku : 8 minggu). Biasanya didahului tanda dan
gejala abortus imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang setelah
pengobatan.
Penatalaksaan :
Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan cunam
ovum lalu dengan kuret tajam
Bila kadar finrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dalatator
Hegar kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret
tajam.
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3 x 5 mg lalu infus
oksitosin 10 IU dalam dektrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per menit dan
naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100
IU dalam 8 jam.Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat
satu hari.
Bila fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan
menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.
24. 6. Abortus Septik
Sepsis akibat tindakan abortus yang terinfeksi (misalnya dilakukan oleh dukun atau
awam).Bahaya terbesar adalah kematian ibu.Abortus septik harus dirujuk kerumah
sakit
Penanggulangan infeksi :
a. Obat pilihn pertama : penisilin prokain 800.000 IU intramuskular tiap 12 jam
ditambah kloramfenikol 1 gr peroral selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam
b. Obat pilihan kedua : ampisilin 1 g peroral selanjutnya 500 g tiap 4 jam
ditambah metronidazol 5000 mg tiap 6 jam
c. Obat pilihan lainnya : ampisilin dan kloramfenikol, penisilin, dan
metronidazol, ampisilin dan gentamisin, penisilin dan gentamisin.
Tingkatkan asupan cairan
Bila perdarahan banyak , lakukan transfusi darah
Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotik atau lebih cepat lagi
bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.
Pada pasien yang menolak dirujuk beri pengobatan samadengan yang diberikan pada
pasien yang hendak dirujuk, selama 10 hari .
Di rumah sakit :
Rawat pasien di ruangan khusus untuk kasus infeksi
Berikan antibiotik intravena, penisilin 10-20 juta IU dan streptomisin 2 g
Infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat disesuaikan kebutuhan cairan
Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah , denyut nadi dan suhu badan
Oksigenasi bila diperlukan, kecepatan 6 – 8 liter per menit
Pasang kateter Folley untuk memantau produksi urin
Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, hematokrit, golongan darah serta
reaksi silang, analisi gas darah, kultur darah, dan tes resistensi.
Apabila kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan pengangkatan
sumber infeksi
25. Abortus septik dapat mengalami komplikasi menjadi syok septik yang tanda-
tandanya ialah panas tinggi atau hipotermi, bradikardi, ikterus, kesadaran
menurun, tekanan darah menurun dan sesak nafas
2.5. TEKNIK PENGELUARAN ABORTUS (KURETASE)
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok
kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam
untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus.Gunanya untuk
mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi.
Persiapan Sebelum Kuretase:
Persiapan Penderita
Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung, dan
Paru – paru dan sebagainya.
Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis
Persiapan Alat – alat Kuretase
Alat – alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam keadaan
aseptic (suci hama) berisi :Speculum dua buah, Sonde (penduga) uterus,
Cunam muzeus atau Cunam porsio, Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar,
Bermacam – macam ukuran sendok kerokan (kuret), Cunam abortus kecil dan
besar
Pinset dan klem, Kain steril, dan sarung tangan dua pasang.
Penderita ditidurkan dalam posisi lithotomi
Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara IV
dengan ketalar.
26. Set kuretase pada abortus:
1 cunam tampon
1 tenakulum
2 klem ovum lurus dan lengkung
1 set sendok kuret
1 penala kavum uteri(sonde uterus)
2 spekulum sim’s atau L
1 kateter karet
Cara Kuretase :
1. Pasien dalam posisi litotomi
2. Suntikkan valium 10 mg dan atropine sulfat 0,25 mg intravena
3. Tindakan antisepsis genetalia eksterna, vagina, dan seerviks
4. Kosongkan kandung kemih
5. Pasang speculum vagina, selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum
menjepit dinding dengan porsio pada jam 12. Angkat speculum depan dan dan
speculum belakang dipegang oleh seorang asisten.
6. Masukkan sonde uterus dengan hati-hati untuk menentukan besar dan arah uterus
7. Keluarkan jaringan dengan cunam abortus, dilanjutkan dengan kuret tumpul secara
sistematis menurut putaran jarum jam. Usahakan seluruh kavum uteri dikerok.
8. Setelah diyakini tidak ada perdarahan, tindakan dihentikan. Awasi tanda vital 15 – 30
menit pascatindakan.
27. KET
2.1 DEFINISI
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan ―berada di
luar tempat yang semestinya‖. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau
pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan
ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan
berkembang di luar endometrium cavum uteri. ( Chrisdiono : 100)
Adalah kehamilan yang berimplantasi di luar endometrium normal. (Ida Bagus Gde
Manuaba: 232)
Ialah kehamilan dengan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh tidak di
tempat yang normal yakni dalam endometrium cavum uteri. (Sarwono : 250)
Ialah kehamilan dimana hasil implantasi (blastokis) tertanam di luar cavum uteri.
(obstetri william : 599)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga
uterus , tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi
kehamilan ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang
terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk
uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Sebagian besar wanita yang
mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata
30 tahun,frekwensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara
0%-14,6%. (Sarwono Prawiroharjho, Ilmu Kebidanan, 2005)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar
endometrium kavum uteri. (kapita selekta kedokteran,2001)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi,berimplantasi dan
tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri.
Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang
masih juga dipakai,oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang
berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal. (Sarwono
prawirohardjo, ilmu kandungan, 2005)
2.2 KLASIFIKASI
28. 1. Kehamilan Tuba
Gambar 2.2 kehamilan tuba
Sebab- sebab kehamilan tuba ialah :
a. Hal – hal yang mempersulit perjalanan telur ke dalam cavum uteri, diantaranya :
salphinginitis kronika
perlekatan tuba dengan alat alat sekitarnya
kelainan kongenital tuba
tumor –tumor yang menekan pada tuba
migratio eksterna : perjalan telur panjang dan lama, hingga sudah terbentuk
trofoblast sebelum telur ada dalam cavum uteri
b. Tuba yang panjang seperti pada hipoplasia uteri
c. Hal – hal yang memudahkan nidasi
adanya endometrium yang ektopik di dalam tuba namun hal ini jarang terjadi
Menurut tempat implantasinya:
1. Kehamilan ampuler : dalam ampula tuba
2. Kehamilan isthmik : dalam istmus tuba
3. Kehamilan interstisiil (intramularis) : dalam pars interstitialis tuba
Karena dinding agak tebal, dapat menahan khamilan samapai 4 bulan atau
lebih, kadang kala samapai aterm. Kalau pecah dapat menyebabkan perdaran
yang banyak dan keluarnya janin dalam rongga perut.
29. Gambar 2.2 Lokasi Kehamilan Ektopik
Berakhirnya kehamilan tuba ada dua cara :
1. abortus tuber
Pada abortus tuber, telur karena bertambah besar menenmbus endoslping
(selaput lendir tuba) masuk ke dalam liang tuba dan di keluarkan ke arah
infundibulum. Hal ini terutama terjadi kalau telur berimplantasi di daerah
ampula tuba. Disini biasanya telur tertanam kolumner karena lipatan –
lipatan selaput lendir tinggi dan banyak. Selain itu rongga tuba agak besar
hingga telur mudah tumbuh ke arah rongga tuba dan lebih mudah menembus
desidua kapsularis yang tipis dari pada lapisan otot tubuh. Abortus tuber kira
– kira terjadi pada minggu ke-6 sampai 12.
2. ruptura tuba
Pada ruptura tuba telur menembus lapisan otot tuba ke arah cavum
peritonium. Terjadi terutama kalau implantasi telur dalam istmus tuba. Disini
lipatan-lipatan selaput lendir tidak seberapa, jadi besar kemungkinan
implantasi interkolumner. Trofoblasr cepat sampai ke lapisan otot tuba,
kemungkinan pertumbuhan ke arah rongga tuba kecil karena rongga tuba
sempit maka telur menembus dinding tuba ke arah rongga perut. Terjadilah
luka pada dinding tuba dan perdarahan dalam rongga perut.
30. 2. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ini jarang terdapat. Terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de
graaf yang baru saja pecah dan menyatukan diri dengan ovum yang masih tinggal di
dalam folikel. Nasib kehamilan ini adalah ovum yang di buahi mati atau terjadi
ruptura.
Untuk dapat membuat diagnosis kehamilan ovarial murni, harus di penuhi
beberapa syarat (Spiegelberg) yaitu:
1. Tuba pada tempat kehamilan harus normal, bebas dan terpisah dari ovarium
2. kantong janin harus terletak dalam ovarium
3. ovarium yang mengandung kantong janin, harus berhubungan denga uterus
lewat ligamentum ovarii proprium
4. harus ditemukan jaringa ovarium dalam dinding kantong janiN
3. Kehamilan Servikal
Jarang terjadi, nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya
telur, serviks menggembung. Kehamilan serviks biasanya berakhir pada kehamo;an
muda, karena menimbulkan perdarahan hebat yang memaksa pengguguran.
Kehamilan ini jarang sekali berlangsung lewatr 20 minggu. Perdarahan yang banyak
merupakan indikasi untuk mengambil tindakan terdiri atas kerokan kavum uteri dan
kanalis servikalis.
4. Kehamilan Abdominal
Kehamilan abdominal ada dua macam:
Primer : dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut
Sekunder : yang asalnya kehamilan tuba dan setelah ruptur menjadi kehamilan
abdominal
Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder, maka
biasanya plasenta terdapat pada daerah tuba, permukaan belakang rahim dan
ligamentum latum. Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur
cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim adalah bahwa janin mati sebelum
31. tercapai maturitas (bulan ke-5 atau ke-6) karena pengambilan makanan yang kurang
sempurna.
Kalau kehamilan sampai terjadi aterm maka akan timbul his, artinya pasien
merasa nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa. Pada pemeriksaan dalam
ditemukan bahwa pembukaan tidak menjadi besar, paling-paling sebesar 1-2 jari dan
serviks tidak merata. Jika kita masukkan jari ke dalam cavum uteri maka teraba
uterus kosong.
Gambar 2.2 kehamilan abdominal
Gejala klinis :
Pasien lebih kesakitan karena perangsangan peritonium, misalnya sering mual,
muntah, gembung perut, obsstipasi dan nyeri perut sering ditemukan
Mengalami sakit perut hebat disertai pusing atau pingsan
Tumor yang mengandung janin tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi
braxton hicks)
Pergerakan anak dirasakan nyeri oleh ibu
Bunyi jantung janin lebih jelas terdengar
Bagian janin lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh lapisan dinding perut
32. 2.3 EPIDEMIOLOGI
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40
tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada
wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal didaerah dengan
prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi (Wibowo, 2007).
2.4 ETIOLOGI
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba, sehingga setiap gangguan
pada tuba yang disebabkan infeksi akan menimbulkan gangguan dalam perjalanan hasil
konsepsi menuju rahim. Sebagai gambaran penyebab kehamilan ektopik dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang
telah di buahi ke dalam cavum uteri.
Salpingitis, khususnya endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi lipatan
arboressen mukosa tuba dengan penyempitan lumen / pembentukan kantong-
kantong buntu. Berkurangnya siliasi mukosa tuba akibat infeksi dapat turut
menyebabkan implantasi zigot dalam tuba falopi.
Adesi peritubal, setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas, apendisitis
ataupun endometriesis menyebabkan tertekukknya tuba dan penyempitan
lumennya.
Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, osthium assesorius dan
hypoplasia.
Kehamilan ektopik sebelumnya, sesudah sekali mengalami kehamilan ektopik
insiden kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi 7 hingga 15% (Breen dkk,
1970.)
Pembedahan sebelumnya pada tuba.
Aborrtus induksi yang dilakukan lebih dari 1 kali, akan memperbesar resiko
terjadinya kehamila ektopik yang kemungkinan terjadi akibat peningkatan yang
kecil tetapi bermakna pada angka insiden salpingitis.
Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim.
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3 – 4%),Karena alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) dapat
33. mengganggu mortilitas tuba dan memperlambat transportasi ovum, atau
menyebabkan infeksi, dan sebagai akibatnya dapat menyebabkan kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik. Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah
dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim
b. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah dibuahi
kedalam cavum uteri.
Migrasi eksternal ovum, kelambatan pengangkutan ovum yang telah dibuahi
lewat saluran tuba / oviduk akibat migrasi eksternal akan meningkatkan sifat-sifat
invasif blastokis saat masih berada di dalam oviduk.
Refluks menstrual, kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan menstruasi
pada waktu sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat mencegah masuknya
ovum ke dalam uterus / menyebabkan ovum tersebut berbalik kembali ke dalam
tuba.
Berubahnya motilitas tuba, dapat terjadi mengikuti perubahan pada kadar
estrogen dan progesteron dalam serum.
2.5 PATOFISIOLOGI
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi
tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen,
serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar
tuba maupun secara interkolumnar.
Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot
endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan
kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua
jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang
menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah
menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas
pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang, dan
perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi,
ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
34. Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami
hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda
kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun
berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium
menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya
bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella.
Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk
berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi.
Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah:
1) hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi,
2) abortus ke dalam lumen tuba, dan
3) ruptur dinding tuba.
Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada
abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka
perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit,
terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan
darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul
di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.
Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal,
karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars
interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di
dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars
interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal
karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan
pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi.
Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun
diindikasikan.
Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars
interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus
dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba,
masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka
kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin,
35. plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus,
usus dan ligamen (Rachimhadhi, 2005).
PATOGENESIS
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi
secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan
telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara
dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh
lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis
menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan
dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor,
yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi
oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar,
nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang
dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma
mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis.
Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang
degeneratif.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10
minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin
tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi
adalah:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
36. 2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah
perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba
terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui
ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut
perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam
lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum
yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan
muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih
lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan
seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina.
2.6 GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya. Tanda
dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan
tersebut. Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain:
a. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik terganggu
adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan gastrointestinal dan
vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal
insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping keterlambatan
diagnosis.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan, khususnya dengan
menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per empat kasus kehamilan
ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat
sebelum ruptur terjadinya.
c. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu
sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim pada
37. kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan
tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak
ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai
lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya
sedikit-sedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.
e. Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa ektopik
tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi darah,
uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh
sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat
disertai oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan
abortus dari kavum uteri.
f. Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada denyut nadi
dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti yang terlihat pada
tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah
atau respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.
g. Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk
merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume darah
yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul
hipovolemi yang serius.
h. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan menurun.
Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi. Karena
itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara kehamilan
tuba yang mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu
tubuh umumnya diatas 38oC.
i. Masa pelvis
Masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut mempunyai ukuran,
konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran 5-15 cm, sering
38. teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang
luas oleh darah masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis
ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan
kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvik
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan diikuti oleh
perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba, kavum peritonium atau
keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan
dapat mereda, namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam panggul,
kurang lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk
hematokel pelvis.
2.7 DIAGNOSIS
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan
diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus
kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk
dibuat diagnosis.
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan
ektopik:
1. HCG-β
Pengukuran subunit beta dari HCG-β (Human Chorionic Gonadotropin-Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.
2. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna
hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi.
3. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang
cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
4. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil-
hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu
meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.
5. Ultrasonografi
39. Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya
tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan
apakah kavum Douglas berisi cairan.
6. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya
kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin dapat
diraba suatu tumor.
7. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada
foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.
8. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin
diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik terganngu
sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance
Imagine)
Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore.
Adapun gejala-gejala yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosis ialah :
a. Adanya amenorhea.
Sering ditemukan walaupun hanya pendek saja sebelum diikuti oleh perdarahan,
malah kadang-kadang tidak ada amenorhea.
b. Perdarahan
Ganguuan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan perdarahn yang berasala
dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung continue dan biasanya berwarna hitam.
c. Rasa nyeri
Nyeri perut merupakan gejala penting. Pada kehamilan ektopik yang terganggu rasa
nyeri perut bawah bertambah sering dan keras.
d. Keadaan umum penderita
Tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba , keadaan umum ialah
kurang lebih normal sampai gawat dengan syok berat dan anemi. Pada abortus tuba
yang sudah berlangsung beberapa waktu, suhu badan agak meningkat dan terdapat
40. leukositosis. Hb dan hematokrit perlu diperiksa pada dugaan kehamilan ektopik
terganggu.
e. Perut
Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi uterus, dan pada
pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual ditemukan tumor yang tidak begitu
padat, nyeri tekan dan dengan batas-batas yang tidak rata di samping uterus. Pada
ruptura tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas
dalam peritoneum.
2.8 DIAGNOSA BANDING
1. Salpingitis
Pada salpingitis, perdarahan abnormal tidak begitu sering seperti gejala spoting yang
menjadi ciri khas kehamilan tuba. Rasa nyeri tekan lebih besar kemungkinannya
terdapat bilateral pada salpingitis.
2. Abortus pada Kehamilan Intrauteri
Pada abortus imminens atau incomplete kehamilan intrauteri, perdarahan uterus
biasanya lebih banyak dan syok yang terjadi karena hipovolemia, biasanya
sebanding dengan derajat perdarahan pervaginam. Namun, pada kehamilan ektopik
syok hipovolemik yang terjadi hampir selalu melebihi derajat yang diperkirakan dari
pengeluaran darah pervaginam yang terlihat. Rasa nyeri pada abortus uteri umumnya
tidak begitu hebat, kemungkinan berirama, dan terletak rendah pada garis tengah
abdomen; sementara itu pada kehamilan tuba bersifat unilateral atau menyeluruh,
nyeri yang sangat hebat.
3. Ruptura Korpus Luteum atau Kista Folikuler
Perdarahan intraperitoneal dari kista ovari mungkin sulit dibedakan dengan
perdarahan ruptura kehamilan tuba. Meskipun hasil pemeriksaan korionik
ginadotropin kadang-kadang membangtu menegakkan diagnosis pra bedah namun
diagnosis sering baru bisa dibuat pada saat dilakukan laparotomi eksplorasi untuk
hemoperitoneum.
4. Torsi Kista atau Apendisitis
Massa yang terbentuk akibat torsi kista ovarii biasanya lebih diskrit, sedangkan pada
kehamilan tuba batasnya tidak begitu jelas. Pada apendisitis, kadang-kadang lewat
41. pemeriksaan pervaginam dapat diraba benjolan, dan rasa nyeri ketika serviks
digerakkan jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan ruptura kehamilan tuba.
5. Gangguan Gastrointerstisial
Pada sebagian wanita dengan ruptura kehamilan ektopik, keluhan yang menonjol
adalah diare, nausea, dan vomitus bersama nyeri abdomen.
6. IUD
Nyeri panggul bersifat kram dan perdarahan dari uterus, yang keduanya merupakan
gambaran khas untuk kehamilan ektopik, dapat disebabkan oleh IUD.
7. Riwayat tubektomi
Operasi tubektomi tidak secara mutlak mencegah kehamilan. Kurang lebih 16% dari
kehamilan yang terjadi setelah kegagalan tubektomi merupakan kehamilan ektopik.
(Tatum dan Schmidt : 1977)
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama
berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi
Infeksi
Sterilitas
Pecahnya tuba falopii
Sub ileus karena masa pelvik
Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio
Gambar 2.9
komplikasi kehamilan ektopik
(perdarahan)
42. 2.10 PENANGANAN DAN PENATALAKSAAN
1. Setelah diagnosis di tegakkan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif
gawat darurat
2. Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan
opertif karena sumber perdaran harus segera di hentikan
3. Upaya stbilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan
kristaloid NS atau RL ( 500 ml dalm 15 menit pertama ) atau 2 liter dalam 2 jam
pertama ( termasuk selama tindakan berlangsung )
4. Bila darah pengganti belm terssedia, berikan autotransfusion berikut ini :
Pastikan darah yang dihisap dalam rongga abdomen telah melalui alat penghisap
dan wadah penampung yang steril
Saring darah yang tertampung dalam kain steril dan masukkan kedalam kantung
daraah,.Apa bila kantung darah tida tersedia, masukkan dalam botol bekas cairan
infuse ( yang baru terpakai dan bersih ) dengna diberikan larutan sodium siltrat 10
ml untuk setiap 90 ml darah
Transfusikan darah melalui selang transfuse yang mempunyai saringan pada
bagian tabung tetesan.
5. Tindakan pada tuba dapat berupa :
Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung
hasil konsepsi
Salpingostomi ( hanya dilakukan sebagai upaya konserfasi dimana tuba tersebut
erupakn salah satu yang masih ada )yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu
sekmen tuba kemudian di ikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan
ini adalah kontol perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi ( hamil
ektopik ulangan )
6. Mengingat kehamian ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transfortasi tuba
yag disebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien diberi antibiotika
kombinasi atau tunggal dengan spectrum yang luas.
7. Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat diberikan :
Ketoproven 100 mg supositorial
Tramadol 200 mg IV
Pethidin 50 mg IV
43. 8. Atasi anemia dengan tablet besi ( SF) 600 mg per hari
9. Konseling pasca tindakan
Kelanjutan fungsi reproduksi
Resiko hamilo ektopik ulangan
Kontasepsi yang sesuai
Asuhan mandiri selama di rumah
Jadwal kunjungan ulang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui kehamilan seseorang,
sedangkan untuk mengetahui kehamilan ektopik seorang dokter dapat melakukan:
a. Pemeriksaan panggul untuk mengkonfirmasi ukuran rahim dalam masa kehamilan
dan merasakan perut yang keras
b. Tes Kehamilan: Apabila tesnya positif, itu dapat membantu diagnosis khususnya
terhadap tumor-tumor adneksa yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehamilan
c. Pemeriksaan laboratorium : yaitu dengan cara pemeriksaa darah untuk mengecek
hormon ß-hCG. Pemeriksaan ini diulangi 2 hari kemudian. Pemeriksaan Hb setiap 1
jam menunjukkan penurunan kadar Hb, ditemukan juga adanya leukositosis. Pada
kehamilan muda, level hormon ini meningkat sebanyak 2 kali setiap 2 hari. Kadar
hormon yang rendah menunjukkan adanya suatu masalah seperti kehamilan ektopik
d. Pemeriksaan ultrosonografi (USG). Pemeriksaan ini dapat menggambarkan isi dari
rahim seorang wanita. Pemeriksaan USG dapat melihat dimana lokasi kehamilan
seseorang, baik di rahim, saluran tuba, indung telur, maupun di tempat lain.
Diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantung gestasi di luar uterus yang di
dalamnya tampak denyut jantung janin.
e. Kuldosintesis : Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum Douglas ada darah. Jika darah segar berwarna merah yang dalam beberapa
menit akan membeku; darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk,
sedangkan darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang
berupa bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
Dilakukan dengan menusukkan jarum dengan lumen yang agak besar di kavum
douglas di garis tengah di belakang serviks uteri, serviks di tarik ke atas dan keluar.
Adanya darah yang dihisap berwarna hitam (darah tua) biarpun sedikit,
44. membuktikan adanya darah di dalam kavum douglas. Jika yang dihisap darah baru,
ini mungkin dari pembuluh darah dinding vagina yang di coblos. Jika hasilnya
positive, sebaiknya segera dilakukan laparotomi karena dengan tindakan itu dapat
dibawa kuman dari luar kedalam darah yang terkumpul di kavun douglas dan dapat
terjadi infeksi.
f. Laparoskopi : Hanya digunakan sebagai alat diagnosis terakhir untuk kehamilan
ektopik. Dikerjakan apabila pada pemeriksaan klinik tidak dijumpai tanda klasik dari
kehamilan ektopik yang pecah, ataupun hasil kuldosintesis tidak positif.
g. Dilatasi dan kerokan : Biasanya dilakukan apabila setelah amenorea terjadi
perdarahan yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata disamping uterus,
sehingga dipikirkan abortus inkompletus atau perdarahan uterus disfungsional.
Apabila pada spesimen kerokan itu tidak dijumpai villus korealis sekalipun terdapat
desidua dengan atau tanpa reaksi Arias-Stella pada endometriumnya, maka diagnosis
kehamilan ektopik dapat ditegakkan.
h. Histerosalpingogravi dan test pitosin.
Dua pemeriksaan ini mempunyai tempatnya pada kehamilan ektopik yang lanjut.
TATALAKSANA
Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan
pengakhiran kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran kehamilan
dapat dilakukan melalui:
1. Obat-obatan
Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Obat yang
digunakan adalah methotrexate (obat anti kanker)
2. Operasi
Untuk kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa minggu, operasi adalah
tindakan yang lebih aman dan memiliki angka keberhasilan lebih besar daripada
obat-obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan operasi laparaskopi
3. Salpingektomi
Pengangkatan tuba falopii yang koyak dan mengalami perdarahan.
4. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi pernah di
anjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan penderita
45. maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik berikutnya (Jef –
fcoate, 1967)
5. Sterilisasi
6. Menyelamatkan tuba falopii
7. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan panjang yang
biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam bagian distal tuba falopii.
8. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini di anjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami ruptur dalam
bagian istmus tuba, mengingatsalpingotomi atau salpingostomi kemungkinan akan
menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan lumen tuba yang kecil
(Stangel dkk, 1976)
9. Evakuasi fimbrie
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal di usahakan untuk
mengosongkan hasil konsepsi dengan cara mengurut atau menghisap implantasi
ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak di anjurkan karena akan
disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua kali lipat bila di
bandingkan denagn salpingotomi (Sherman dkk, 1982 ; Stromme, 1953)
10. Salpingotomi
Prosedur ini pertama – tama di kemukakan oleh Stromme dalam tahun 1953. Suatu
insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesentrik tuba falopii langsung di
daerah implantasi ektopik.
Gambar 2.10 Operasi Salpingostomi
46. KEMUNGKINAN KEHAMILAN DI MASA DEPAN
Adalah suatu kewajaran untuk khawatir menganai masalah kesuburan setelah
mengalami kehamilan ektopik. Seseorang yang mengalami kehamilan ektopik bukan
berarti tidak dapat mengalami kehamilan normal namun berarti seseorang memiliki
kemungkinan untuk mengalami kehamilan ektopik lagi di masa depan.
Apabila saluran tuba ruptur (pecah) akibat kehamilan ektopik dan diangkat
melalui operasi, seorang wanita akan tetap menghasilkan ovum (sel telur) melalui
saluran tuba sebelahnya namun kemungkinan hamil berkurang sebesar 50 %. Apabila
salah satu saluran tuba terganggu (contoh karena perlekatan) maka terdapat
kemungkinan saluran tuba yang di sebelahnya mengalami gangguan juga. Hal ini dapat
menurunkan angka kehamilan berikutnya dan meningkatkan angka kehamilan ektopik
selanjutnya. Pada kasus yang berkaitan dengan pemakaian spiral, tidak ada peningkatan
risiko kehamilan ektopik apabila spiral diangkat.
47. Infeksi Tumor yg Hipoplasia Operasi plastic tuba Endometri Ganggua Migrasi Pemakaian alkon yg
pada menekan Fertilisasi in
tuba ( pertu ( rekontruksi yg gaggal) osis pada n fungsi eksternal mengandung hormone
tuba dinding tuba vitro
tuba pada cilia dr ovum progresteron
mbuhan fallopi tuba
tuba yg
abnormal)
Motilitas tuba
Cilia bergerak lambat menurun
Perlengketan
pada tuba
Tuba menyempit
Terjadi pembuahan (ovum + sperma)
Ovum yang telah dibuahi tak sampai berimplantasi diendometrium cavum uteri
Kehamilan ektopik
Rupture tuba
abortus
48. Perdarahan di lumen tuba
Tumor dalam rongga perut kumpulan darah di tuba dan sekitarnya )
Merangsang peritonium
anemia infeksi Gangguan Nyeri tekan Syok
kencing hypovolumia
PATOFISIOLOGI KET
49. ANEMIA
A. Pengertian anemia
Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya
hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital
pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika
konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney H, 2006).
Anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari
10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat. Jika hemoglobin < 6,00 gr% disebut
anemia gravis.Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan hematokrit
adalah 35,00-45,00%. (Mellyna,2005).
Anemia dalam kandungan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr%. Pada
trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Adanya perbedaan
dengan kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada trimester II
(Sarwono P, 2002).
Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin
yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas.
Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal kehamilan
dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang
memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas alasan tersebut, Centers for
disease control (1990) mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11
g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua
(Suheimi, 2007).
Darah bertambah banyak dalam kehamilan,yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma,sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut
berbanding sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan hemoglobin 19%.
Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan
dan bermanfaat bagi wanita.Pertama-tama pengenceran itu merigankan beban jantung
yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hidremia
cardiacoutput meningkat.Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah rendah
49
50. sehingga resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik.Kedua pada
perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit
dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental.
B. Klasifikasi anemia
Klasifikasi Derajat Anemia Menurut WHO yang dikutip dalam buku Handayani
W, dan Haribowo A S, (2008):
1. Ringan sekali Hb 10 gr% -13 gr%
2. Ringan Hb 8 gr% -9,9 gr%
3. Sedang Hb 6gr% -7,9 gr%
4. Berat Hb < 6 gr%
Klasifikasi anemia menurut Setiawan Y (2006), anemia dalam kehamilan dapat dibagi
menjadi:
1. Anemia Zat Besi (kejadian 62,30%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat
kekurangan zat besi.Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya
unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan
terlalu banyaknya zat besi.
2. Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%)
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi
asam folat.
3. Anemia Hipoplastik (kejadian 80,00%). Anemia pada wanita hamil yang
disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah
merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis,
sinar rontgen, racun dan obat-obatan.
4. Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%)
Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria.
50
51. 5. Anemia Lain
Pembagian anemia berdasarkan pemeriksaan hemoglobin menurut
Manuaba (2007), adalah :
a. Tidak anemia : Hb 11,00 gr%.
b. Anemia ringan : Hb 9,00-10,00 gr%.
c. Anemia sedang : Hb 7,00-8,00 gr%.
d. Anemia berat : Hb < 7,00 gr%
Menurut Prof.Dr.SpOG.Sarwono Prawirohardjo anemia dapat digolongkan menjadi :
a. Anemia Defisiensi Besi (Fe) Anemia yang disebabkan kekurangan zat besi
b. Anemia Megaloblastik Anemia yang disebabkan kekurangan asan folik
c. Anemia Hipoplastik Anemia yang disebabkan karena hipofungsi sumsum tulang
d. Anemia Hemolitik Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatannya.
Menurut http://www.tabloidnova.com/artisle.asp?id=12496 terdapat dua tipe anemia
yang dikenal:
a. Anemia Gizi Biasanya terjadi akibat adanya defisiensi zat besi yang diperlukan
dalam pembentukan dan produksi sel darah merah. Anemia gizi sendiri ada
beberapa macam seperti anemia besi, anemia gizi vitamin E, Anemia gizi asam
folat, anemia gizi vitamin B12, Anemia gizi vitamin B6.
b. Anemia Non Gizi adalah kurang darah yang disebabkan karena adanya
perdarahan ( luka, menstruasi, dan lain-lain) atau penyakit darah yang bersifat
genetik seperti hemofilia, thalasemia, penyakit ini dapat menimbulkan kondisi
anemia.
C. Etiologi anemia
Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu:Hipervolemia,
menyebabkan terjadinya pengenceran darah.Pertambahan darah tidak sebanding
51
52. dengan pertambahan plasma.Kurangnya zat besi dalam makanan.Kebutuhan zat besi
meningkat.Gangguanpencernaan dan absorbsi. Anemia umumnya disebabkan :
a. Kekurangan zat besi, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C dan asam folat
b. Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal
c. Perdarahan kronik
d. Penghancuran sel darah merah
e. Kehilangan darah akibat perdarahan dalam atau siklus haid wanita
f. Penyakit kronik : TBC, Paru, Cacing Usus
g. Penyakit darah yang bersifat genetik : hemofilia. Thalasemia
h. Parasit dan penyakit lain yang merusak darah : malaria
i. Terlalu sering menjadi donor darah
j. Gangguan penyerapan nutrisi (malabsorbsi)
k. Infeksi HIV
Etiologi Terjadinya AnemiaMenurut Mochtar (1998), disebutkan bahwa penyebab
terjadinya anemia adalah :
a. Kurang Gizi (Mal Nutrisi)
Disebabkan karena kurang nutrisi kemungkinan menderita anemia.Kurang
Zat Besi Dalam DietDiet berpantang telur, daging, hati atau ikan dapat
membuka kemungkinan menderita anemia karena diet.
b. Mal Absorbsi
Penderita gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat menderita
anemia.Bisa terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya
52
53. substansi penghambat seperti kopi, teh atau serat makanan tertentu tanpa
asupan zat besi yang cukup.
c. Kehilangan banyak darah
persalinan yang lalu, dan lain-lainSemakin sering seorang anemia mengalami
kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan akan
menjadi anemia. Jika cadangan zat besi minimal, maka setiap kehamian akan
menguras persediaan zat besi tubuh dan akan menimbulkan anemia pada
kehamilan berikutnya.
d. Penyakit-Penyakit Kronis
Penyakit-penyakit kronis seperti : TBC Paru, Cacing usus, dan Malaria dapat
menyebabkan anemia.
D. Patofisiologi anemia
Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma, sehingga pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding
a. plasma 30,00%,
b. sel darah merah 18,00% dan
c. Hemoglobin 19,00%.
Tetapi pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat sehingga menyebabkan
kekurangan sel darah merah atau anemia.Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri
secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran
dapat meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa kehamilan,
karena sebagai akibat hidremia cardiac output untuk meningkatkan kerja jantung lebih
ringan apabila viskositas rendah.Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah
tidak naik, kedua perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih
sedikit dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap kental.Tetapi pengenceran darah
yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang seimbang dapat menyebabkan
anemia.Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10
minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu (Setiawan Y,
2006).
53
54. Menurut barbara R. Stright dalam keperawatan ibu-bayi baru lahir edidi 3 hal
249:
a. Kadar hemoglobin untuk wanita tidak hamil biasanya adalah 13,5 gr/dl.
Namun, kadar hemoglobin selama trimester kedua dan ketiga kehamilan
berkisar 11,6 gr/dl sebagai akibat pengenceran darah ibu karena
peningkatan volume plasma. Ini disebut sebagai anemia fisiologi dan
merupakan keadaan normal selama kehamilan.
b. Selama kehamilan, zat besi tidak dapat dipenuhi secara adekuat dalam
makanan sehari-hari. Zat dalam makanan seperti susu, teh, dan kopi,
menurunkan absorbsi besi. Selama kehamilan, tambahan zat besi
diperlukan untuk meningkatkan sel-sel darah merah ibu dan transer ke
janin untuk penimpan cukup zat besi pada 4 sampai 6 bulan terakhir
selama kehamilan.
c. Selama trimester 3, jika asupan besi wanita tersebut tidak memadai,
hemoglobinnya tidak akan meningkat sampai nilai 12,5g/dl dan dapat
terjadi anemia karen nutrisi. Ini akan mengakibatkan penurunan transfer
zat besi ke janin.
d. Hemoglobinopati, seperti thalasemia, penyakit sel sabit, dan G-6-PD
mengakibatkan anemia melalui hemolisis atau peningkatan penghancuran
sel-sel darah merah.
54
55. E. Diagnosis dan gambaran klinis anemia
& Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat
bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang
menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala
penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-
kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu,
lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah
55
56. disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda
anemia akan jelas.
& Gejala Yang Sering TerjadiKelelahan dan kelemahan umum dapat merupakan satu-
satunya gejala kapasitas oksigen. Banyak pasien asimtomatik, bahkan dengan anemia
derajat sedang.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu anemia refrakter, sering infeksi atau kolelitiasis atau
riwayat keluarga anemia menggambarkan kemungkinan Hemoglobinopati genetik.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum : Takikardi, takipnea, dan tekanan nadi yang melebar
merupakan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan
pengangkutan oksigen ke organ utama. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik.
Gambaran fisik lain yang menyertai anemia berat meliputi kardiomegali, bising,
hepatomegali dan splenomegali.
3. Tes LaboratoriumHitung sel darah merah dan asupan darah : untuk tujuan
praktis maka anemia selama kehamilan dapat didefinisikan sebagai Hb < 10,00 atau
11,00 gr% dan hemotokrit < 30,00-33,00%. Asupan darah tepi memberikan
evaluasi morfologi, eritrosit, hitung jenis leukosit dan perkiraan kekuatan trombosit
(Taber, 1994).
Bila Hb < 11 g/dL atau hematorit < 33%, harus dilakukan investigasi klinik
yang baik untuk menghindari tranfusi darah kelak. Sebagian besar AG adalah akibat
defisiensi zat besi, tetapi di belahan dunia lain dapat pula disebabkan oleh thalassemia
atau ―sickle cell‖ anaemia. Pada anemia yang berat (kurang dari 6.5 g/L) hal ini
mungkin disebabkan oleh anemia megaloblastik.Pemeriksaan hemoglobin dilakukan
pada kunjungan ANC pertama, minggu ke 30 dan minggu ke 36 .Jenis tes bervariasi
tergantung pada kondisi lokal (tabel 35.2).Bila anemia terdeteksi secara klinis ( Hb< 10
g/L) maka MCV dan serum ferritin harus diperiksa. Pemeriksaan MCV penting untuk
menyingkirkan thalasemia. Bila terdapat batas: MCV <80 uL dan kadar RDW(red cell
distrubution width)>14% mencurigai akan penyakit ini. Kadar HbF>2% dan HbA2 yang
abnormal akan menentukan jenis thalasemia.
56
57. & Kebutuhan Zat Besi selama Kehamilan:
Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari pada laki – laki karena terjadi
menstruasi dengan perdarahan sebanyak kurang lebih 50 cc – 80 cc setiap bulan pada
wanita dan kehamilan, zat besi yang berkurang sebesar 30 – 40 mg.
Pada saat kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk menambahkan sel
darah merah dan membentuk sel darah merah pada janin dan placenta. Semakin sering
wanita hamil dan melahirkan maka akan semakin banyak wanita itu kehilangan zat besi
dan menjadi semakin anemis.
Gambaran banyaknya kebutuhan zat besi setiap kehamilan :
Meningkatkan sel darah Ibu 500 mg Fe
Terdapat dalam placenta 300 mg Fe
Untuk darah janin 100 mg Fe +
Jumlah 900 mg Fe
Jika persediaan Fe minimal, maka disetiap kehamilan akan menguras Fe dan
akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada setiap kehamilan
relatif mengalami anemia dikarenakan darah Ibu mengalami Hemodilusi (pengenceran)
dan meningkatkan volume 38 % - 40 % yang puncaknya pada kehamilan 32 – 34
mgu.Jumlah pertambahan sel darah 18 % - 30 % dan HB sekitar 19 %. Bila HB sebelum
hamil sekitar 11 gr maka dengan terjadinya Hemodilusi akan mengakibatkan anemia
fisiologi, dan HB Ibu akan turun menjadi kurang lebih 9,5 – 10 gr %.
Setelah persalinan dengan lahirnya Bayi dan placenta maka akan kehilangan zat
besikurang lebih900 mg dari perdarahan yang dialami Ibu saat persalinan. Saat laktasi
Ibu memerlukan kesehatan jasmani yang optimal sehingga dapat menyiapkan ASI
unntuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.Dalam keadaan anemia laktasi tidak dapat
terlaksana dengan baik maka dari itu sbisa mungkin ibu tidak anemis.
57
58. Catatan :
1. Kebutuhan maternal total dihitung dari:
o Kehilangan zat besi dari epitel yang mati 1 mg/hari
o Kenaikan masa eritrosit dan perkembangan otot 1.6 mg /hari
o Simpanan akibat amenorea 0.6 mg/hari
o Kebutuhan harian 2.0 mg / hari
2. Anggapan penggunaan harian adalah 20 – 25% dari asupan zat besi dasar
58
59. & The Diagnosis of Anemia in Pregnancy
F. Pengaruh anemia pada kehamilan
Pengaruh terhadap kehamilan, persalinan, dan nifas
1. Keguguran
2. Partus prematurus
3. Inersia uteri dan partus lama, ibu lemah
4. Atonia uteri dan menyebabkan perdarahan
5. Syok
6. Afibrinogenemia dan hipofibrinogemia
7. Infeksi intra partum dan dalam nifas
8. Bila terjadi anemia grafis(hb <4%) terjadi payah jantung, yang bukan saja
menyulitkan kehamilan dan persalinan, bahkan bisa fatal.
Pengaruh anemia terhadap hasil konsepsi
Hasil konsepsi(janin, plasenta, darah) membutuhkan zat besi dalam jumlah
besar untuk pembuatan butir-butir darah merah dan pertumbuhannya, yaitu
sebanyak berat besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh besi dalam tubuh.
59
60. Terjadinya anemi dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan besi
dalam hati, limfa, dan sumsum tulang.
Selama masih mempunyai cukup persediaan besi, hb tidak akan turun dan bila
persediaan ini habis, hb akan turun. Ini terjadi pada bulan kelima sampai enam
kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi anemia,
pengaruhnya terhadap hasil konsepsi adalah:
1. Kematian mudigah(keguguran)
2. Kematian janin dalam kandungan
3. Kematian janin waktu lahir(stillbirt)
4. Kematian perinatal tinggi
5. Prematuritas
6. Dapat terjadi cacat bawaan
7. Cadangan besi kurang
Komplikasi anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh langsung terhadap janin,
sedangkan pengaruh komplikasi pada kehamilan dapat diuraikan, sebagai berikut :
1. Bahaya Pada Trimester I
Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion,
kelainan congenital, abortuskeguguran
2. BahayaPada Trimester II
Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature,
perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim,
asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi,
dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu.
3. Bahaya Saat Persalinan
Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer,
sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan
tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu
tindakan operatif (Mansjoer dkk, 2008).
G. Penanganan anemia
60