2. Metode penentuan umur batuan : Umur relatif
• Prinsip kesejajaran atau superposisi
• Prinsip potong memotong
3. Metode penentuan umur batuan :Umur absolut
• Metode isotop
• Radiokarbon atau C-14
• waktu paruh yang digunakan ialah 5730 tahun dan diukur pada material organik dengan
kisaran 0-35.000 tahun. Sangat berguna dalam studi arkeologis.
• Metode Potassium-Argon (K-Ar)
• mengukur akumulasi Argon pada substansi yang berasal dari dekomposisi Potassium. Metode
ini hanya sesuai untuk batuan beku vulkanik yang masih segar
• Kosmogenik
• metode ini dapat mengukur umur erosional dan umur material tersebut tersingkap. Unsur
yang digunakan ialah Cl-36, Be-10, He-3, Al-26
• Metode Pb-210
• waktu paruhnya ialah 22,3 tahun sehingga berguna dalam kisaran umur 150-200 tahun.
Metode ini dapat diaplikasikan untuk mengukur umur hujan salju, sedimen muda, ikan dan
angka historis pencemar lingkungan (logam).
4. Metode penentuan umur batuan :Umur absolut
• Pembongkaran Radiasi
• Metode fission track
• metode ini diterapkan pada batuan vulkanik dan tefra, diamati pada mineral zirkon, titanit,
apatit dan gelas. Terdapat dua jenis jejak peluruhan, yaitu spontaneous dan induced yang
melibatkan 2 isotop, U-238 dan U-235.
• Metode luminescence
• teknik ini mengukur umur pengendapan untuk endapan Kuarter yang didasarkan pada
kenampakan kerapatan butiran sedimen tersebut. Prinsip pengukurannya ialah mengukur
rekaman radiasi ionisasi matahari terhadap butiran mineral dalam sedimen selama erosi dan
transportasi
• Metode resonansi perputaran elektron (ESR)
• prinsip metode ini didasarkan pada fakta bahwa radiasi menyebabkan elektron berpindah
dari posisi atom normalnya dan terperangkap pada kisi dari mineral. Keunggulan metode ini
ialah sampelnya yang tidak dihancurkan sehingga dapat di dating lebih dari satu kali
5. Mata air (spring)
• Mataair (spring) : pemusatan keluarnya airtanah yang muncul di
permukaan tanah sebagai arus dari aliran airtanah
• Berdasarkan sebab terjadinya mataair diklasifikasikan menjadi 2:
• mataair yang dihasilkan oleh tenaga non gravitasi (non gravitational spring)
• mataair vulkanik, mataair celah, mataair hangat, dan mataair panas.
• mataair yang dihasilkan oleh tenaga gravitasi (gravitational spring)
• mataair depresi (depresion spring) yang terbentuk bila permukaan airtanah terpotong
oleh topografi; mataair kontak (contact spring) terjadi bila lapisan yang lulus air terletak
di atas lapisan kedap air; mataair artesis (artesian spring) yang keluar dari akuifer
tertekan; dan mataair turbuler (turbulence spring) yang terdapat pada saluran-saluran
alami pada formasi kulit bumi, seperti goa lava atau joint.
7. Komposisi
airtanah
di
beberapa
litologi
ROCK GROUNDWATER COMPOSITION
Sandstone Low salinity (300-500 mg/l); HCO3
- major anion, Na+, Ca2+, Mg2+ in similar
amount, good taste
Limestone Low salinity (500-800 mg/l); HCO3
- major anion, Ca2+, dominant cation, good
taste
Dolomite Low salinity (300-800 mg/l); HCO3
- major anion, Na+, Mg2+ equals Ca2+, good
taste
Granite Very low salinity (300 mg/l); HCO3
- major anion, Ca2+ and Na+ major cations,
very good taste
Basalt Low salinity (400 mg/l); HCO3
- major anion, Na+, Ca2+, Mg2+ equally important,
good taste
Schist Low salinity (300 mg/l); HCO3
- major anion, Ca2+ and Na+ major cations, good
taste
Marl Medium salinity (1200 mg/l); HCO3
- major anion, Ca2+ and Na+ major cations,
poor taste but potable
Clay and shale Often containing rock salt and gypsum. High salinity (900-2000 mg/l); Cl-
dominant anion, followed by SO4
2-, Na+ major cation; poor taste, occasionally
non-potable
Gypsum High salinity (2000-4000 mg/l), SO4
2- dominant anion, Ca2+ dominant cation,
followed by Mg2+ or Na+, bitter, non-potable
8. Faktor penentu karakteristik mataair
• Jenis litologi akuifer
• Kondisi batuan dan lingkungan lain tempat terjadinya pergerakan
airtanah
• Jarak dari daerah resapan
• Perubahan morfologi lereng
• Proses geomorfologis