SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 42
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya penyakit saluran pernapasan di masyarakat, kita akan
mendapati lebih banyak pasien hamil dengan penyalit saluran pernapsan daripada
sebelumnya. Pada kehamilan terjadi perubahan fungsi dan anatomi tubuh termasuk
saluran pernapasan. Juga terjadi perbedaan patofisiologi penyakit pada saluran
pernapasan selama kehamilan. Perawatan pasien dengan penyakit saluran pernapasan
sebaiknya dilakukan bersama dengan dokter spesialis penyakit dalam. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal, perlu dipahami penyakit saluran pernapasan dan
pengaruhnya terhadap kehamilan serta penatalaksanaannya berdasarkan evidenced
based selama kehamilan, persalinan, dan nifas.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Memahami definisi penyakit asma
2. Memahami etiologi penyakit
3. Memahami morfologi penyakit
4. Memahami gejala penyakit
5. Memahami patogenesis penyakit
6. Memahami diagnosis dan manifestasi klinis penyakit
7. Memahami efek penyakit
8. Memahami komplikasi penyakit
9. Memahami penanganan dan pengobatan
10. Memahami pencegahan
11. Memahami peran bidan dalam kehamilan
C. Manfaat
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah
meningkatnya pemahaman bidan terhadap konsep penyakit asma pada kehamilan.
Dengan demikian, strategi untuk memberikan dampak positif terhadap pengurangan
angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi dapat dipraktikkan secara langsung dalam
pelaksanaan asuhan kebidanan yang secara khusus dapat dilaksanakan dalam program
yang komprehensif.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Asma adalah radang kronis pada jalan nafas yang berkaitan dengan obstruksi
reversible dari spasme, edema, dan produksi mucus dan respon yang berlebihan terhadap
stimuli. (Varney, Helen. 2003)
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman,
1990).
Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel,
dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang. (Sylvia
Anderson (1995 : 149)
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel
netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-kumatan,
batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair,
1994)
Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau
hiper reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda peradangan saluran
nafas disertai infliltrasi sel eosinofil. (Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994)
Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang ditandai dengan spasme
bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama pada jalan nafas) (Joyce M.
Black,1996).
Asma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit dari sistem pernafasan yang meliputi
peradangan dari jalan nafas dengan gejala bronkospasme yang reversibel. (Crocket (1997)
ETIOLOGI
Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh semacam reaksi alergi.
Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap allergen, yakni zat-zat yang tidak berbahaya bagi
kebanyakan orang yang peka. Alergen menyebabkan alergi pada orang-orang yang peka.
Alergen menyebabkan otot saluran nafas menjadi mengkerut dan selaput lendir menjadi
menebal. Selain produksi lendir yang meningkat, dinding saluran nafas juga menjadi
membengkak. Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak. Alergi yang
diderita pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat kambuh apabila
penderita mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress secara psikis dan fisik,
sehingga daya tahan tubuh selama hamil cenderung menurun, daya tahan tubuh yang
menurun akan memperbesar kemungkinan tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat
kambuh. (Ilmu Penyakit Dalam)
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma atau sering disebut sebagai faktor
pencetus adalah:
 Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan
asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus)
spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
 Infeksi Saluran Nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor
pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga
penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas
(Sundaru, 1991).
 Stress
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol
dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan
kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu
bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
 Olah raga/ kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan
olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah
menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise
induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan
jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
 Obat – obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
 Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok,
asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
 Lingkungan Kerja
Diperkirakan 2 – 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja
(Sundaru, 1991).
A. ASMA DALAM KEHAMILAN
SISTEM PERNAFASAN SELAMA KEHAMILAN
Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan yang disebabkan oleh
perubahan hormonal dan faktor mekanik. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk
mencukupi peningkatan kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin,
plasenta dan uterus.
Selama kehamilan kapasitas vital pernapasan tetap sama dengan kapasitas sebelum hamil
yaitu 3200 cc, akan tetapi terjadi peningkatan volume tidal dari 450 cc menjadi 600 cc, yang
menyebabkan terjadinya peningkatan ventilasi permenit selama kehamilan antara 19-50 %.
Peningkatan volume tidal ini diduga disebabkan oleh efek progesteron terhadap resistensi
saluran nafas dan dengan meningkatkan sensitifitas pusat pernapasan terhadap
karbondioksida.
Dari faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama setelah pertengahan kedua
kehamilan akibat membesarnya janin, menyebabkan turunnya kapasitas residu fungsional,
yang merupakan volume udara yang tidak digunakan dalam paru, sebesar 20%. Selama
kehamilan normal terjadi penurunan resistensi saluran napas sebesar 50%.
Perubahan-perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kimia dan gas darah.
Karena meningkatnya ventilasi maka terjadi penurunan pCO2 menjadi 30 mm Hg, sedangkan
pO2 tetap berkisar dari 90-106 mmHg, sebagai penurunan pCO2 akan terjadi mekanisme
sekunder ginjal untuk mengurangi plasma bikarbonat menjadi 18-22 mEq/L, sehingga pH
darah tidak mengalami perubahan.
Secara anatomi terjadi peningkatan sudut subkostal dari 68,5 – 103,5 selama kehamilan.
Perubahan fisik ini disebabkan karena elevasi diafragma sekitar 4 cm dan peningkatan
diameter tranversal dada maksimal sebesar 2 cm. Adanya perubahan-perubahan ini
menyebabkan perubahan pola pernapasan dari pernapasan abdominal menjadi torakal
yang juga memberikan pengaruh untuk memenuhi peningkatan konsumsi oksigen
maternal selama kehamilan.
Laju basal metabolisme meningkat selama kehamilan seperti terbukti oleh peningkatan
konsumsi oksigen. Selama melahirkan, konsumsi O2 dapat meningkat 20-25 %. Bila fungsi
paru terganggu karena penyakit paru, kemampuan untuk meningkatkan konsumsi oksigen
terbatas dan mungkin tidak cukup untuk mendukung partus normal, sebagai konsekuensi fetal
distress dapat terjadi.
PENGARUH PERUBAHAN HORMONAL SELAMA KEHAMILAN
Keadaan hormonal selama kehamilan sangat berbeda dengan keadaan tidak hamil dan
mengalami perubahan selama perjalanan kehamilan. Perubahan-perubahan ini akan
memberikan pengaruh terhadap fungsi paru. Progesteron tampaknya memberikan pengaruh
awal dengan meningkatkan sensitifitas terhadap CO2, yang menyebabkan terjadinya
hiperventilasi ringan, yang bisa disebut sebagai dispnea selama kehamilan. Lebih lanjut dapat
dilihat adanya efek relaksasi otot polos. Pengaruh total progesteron selama kehamilan karena
peningkatannya yang mencapai 50-100 kali dari keadaan tidak hamil, masih diperdebatkan
dengan adanya berbagai temuan klinis yang terbuka diperdebatkan.
Selama kehamilan kadar estrogen meningkat, dan terdapat data-data yang menunjukkan
bahwa peningkatan ini menyebabkan menurunnya kapasitas difusi pada jalinan kapiler karena
meningkatnya jumlah sekresi asam mukopolisakarida perikapiler. Estrogen memberikan
pengaruh terhadap asma selama kehamilan.dengan menurunkan klirens metabolik
glukokortikoid sehingga terjadi peningkatan kadar kortisol. Estrogen juga mempotensiasi
relaksasi bronkial yang diinduksi oleh isoproterenol.
Kadar kortisol bebas plasma meningkat selama kehamilan, demikian pula kadar total kortisol
plasma. Peningkatan kadar kortisol ini seharusnya memberikan perbaikan terhadap keadaan
penderita asma, akan tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Tampaknya beberapa wanita
hamil refrakter terhadap kortisol meskipun terjadi peningkatan kadar dalam serum 2-3 kali
lipat. Hal ini mungkin disebabkan terjadinya kompetisi pada reseptor glukoortikoid oleh
progesteron, deoksikortikosteron dan aldosteron yang semuanya meningkat selama
kehamilan.
Semua tipe prostaglandin meningkat dalam serum maternal selama kehamilan, terutama
menjelang persalinan aterm. Meskipun dijumpai adanya peningkatan kadar matabolit
prostalandin PGF 2x yang merupakan suatu bronkokonstriktor kuat, dalam serum sebesar
10%-30%, hal ini tidak selalu memberikan pengaruh buruk pada penderita asma selama
persalinan.
Pada jaringan janin ditemukan histamin dalam konsentrasi tinggi. Sebagai respon terhadap
stimulus ini maka plasenta menghasilkan histaminase (diaminoksidase) dalam jumlah besar
mencapai 1000 kali lipat dibandingkan wanita yang tidak hamil. Penelitian dewasa ini belum
membuktikan perubahan biokkimiawi ini dengan pengaruh klinik yang ditimbulkannya.
PREVALENSI
Di Indonesia, prevalensi asma sekitar 5 - 6 % dari populasi. Prevalensi asma dalam
kehamilan sekitar 3,7 – 4 %. Hal tersebut membuat asma menjadi salah satu permasalahan
yang biasa ditemukan dalam kehamilan.
GEJALA
Penilaian secara subyektif tidak dapat secara akurat menentukan derajat asma. Gejala klinik
bervariasi mulai dari wheezing ringan sampai bronkokonstriksi berat. Pada keadaan ringan,
hipoksia dapat dikompensasi hiperventilasi. Namun, bila bertambah berat akan terjadi
kelelahan yang menyebabkan retensi O2 akibat hiperventilasi. Bila terjadi gagal napas,
ditandai asidosis, hiperkapnea, adanya pernapasan dalam, takikardi, pulsus paradoksus,
ekspirasi memanjang, penggunaan otot asesoris pernapasan, sianosis sentral, sampai
gangguan kesadaran. Keadaan ini bersifat reversible dan dapat ditoleransi. Namun, pada
kehamilan sangat berbahaya akibat adanya penurunan kapasitas residu.
Manifestasi klinis asma ditandai dengan dyspnea, kesesakan dada, wheezing, dan batuk
malam hari, di mana hanya menjadi tanda dalam beberapa kasus. Pasien melaporkan gejala
seperti gangguan tidur dan nyeri dada.
Batuk yang memicu spasme atau kesesakan dalam saluran pernapasan, atau berlanjut terus,
dapat berbahaya. Beberapa serangan dimulai dengan batuk yang menjadi progresif lebih
“sesak”, dan kemudian bunyi wheezing terjadi. Ada pula yang berbeda, beberapa penderita
asma hanya dimulai wheezing tanpa batuk. Beberapa yang lain tidak pernah wheezing tetapi
hanya batuk selama serangan asma terjadi.
Selama serangan asma, mucus cenderung menjadi kering dan sukar, sebagian karena cepat,
beratnya pernapasan umumnya terjadi saat serangan asma. Mucus juga menjadi lebih kental
karena sel-sel mati terkelupas.
Kontraksi otot bronkus menyebabkan saluran udara menyempit atau konstriksi. Hal ini
disebut brokokonstriksi yang memperbesar obstruksi yaitu asma.
Dengan demikian ada derajat asma :
1. Tingkat pertama : secara klinis normal, tetapi asma timbul jika ada faktor pencetus.
2. Tingkat kedua : penderita asma tidak mengeluh dan pada pemeriksaan fisik tanpa
kelainan tetapi fungsi parunya menunjukkan obstruksi jalan nafas. Disini banyak
ditemukan pada penderita yang baru sembuh dari serangan asma
3. Tingkat ketiga : penderita tidak ada keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun
maupun fungsi paru menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
4. Tingkat keempat : penderita mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi.Pada
pemeriksaan fisik maupun spirometri akan dijumpai tanda-tanda obstruksi jalan
napas.
5. Tingkat kelima : adalah status asmatikus, yaitu suatu keadaan darurat medik berupa
serangan akut asma yang berat, bersifat refrakter terhadap pengobatan yang biasa
dipakai.
Scoggin membagi perjalanan klinis asma sebagai berikut :
1. Asma akut intermiten :
Di luar serangan, tidak ada gejala sama sekali. Pemeriksaan fungsi paru tanpa provokasi tetap
normal. Penderita ini sangat jarang jatuh ke dalam status asmatikus dan dalam pengobatannya
sangat jarang memerlukan kortikosteroid.
2. Asma akut dan status asmatikus:
Serangan asma dapat demikian beratnya sehingga penderita segera mencari pertolongan. Bila
serangan asma akut tidak dapat diatasi dengan obat-obat adrenergik beta dan teofilin disebut
status asmatikus.
3. Asma kronik persisten (asma kronik):
Pada asma kronik selalu ditemukan gejala-gejala obstruksi jalan napas, sehingga diperlukan
pengobatan yang terus menerus. Hal tersebut disebabkan oleh karena saluran nafas penderita
terlalu sensitif selain adanya faktor pencetus yang terus-menerus.
Modifikasi asma berdasarkan National Asthma Education Program (NAEPP) yaitu :
1. Asma Ringan
 Singkat (< 1 jam ) eksaserbasi symptomatic < dua kali/minggu.
 Puncak aliran udara ekspirasi > 80% diduga akan tanpa gejala.
2. Asma Sedang
 Gejala asma kambuh >2 kali / mingggu
 Kekambuhan mempengaruhi aktivitasnya
 Kekambuhan mungkin berlangsung berhari-hari
 Kemampuan puncak ekspirasi /detik dan kemampuan volume ekspirasi berkisar
antara 60-80%.
3. Asma Berat
 Gejala terus menerus menganggu aktivitas sehari-hari
 Puncak aliran ekspirasi dan kemampuan volume ekspirasi kurang dari 60%
dengan variasi luas
 Diperlukan kortikosteroid oral untuk menghilangkan gejala.
PATOFISIOLOGI ASMA PADA KEHAMILAN
Pada asma terdapat penyempitan saluran pernafasan yang disebabkan oleh spasme otot polos
saluran nafas, edema mukosa dan adanya hipersekresi yang kental. Penyempitan ini akan
menyebabkan gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi tidak merata dalam
sirkulasi darah pulmonal dan gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Akhirnya akan
berkembang menjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis pada tingkat lanjut.
Ciri patofisiologi asma adalah inflamasi kronis and hiperaktif bronkial termasuk interaksi
antara banyak sel dan mediator radang. Sel infiltrate saluran pernapasan yang radang
termasuk T sel aktif, terdiri dari yang terbesar adalah eosinofil dan limfosit TH2. Karena
alasan inilah, agen anti-inflamasi merupakan hal pokok dalam pengawasan asma persisten.
Walaupun kortikosteroid mengurangi produksi sitokin dan chemokines pada pasien asma atau
dengan rhinitis dan alur pengobatan utama untuk banyak pasien, leukotriene modifiers and
antagonis juga bersifat anti-inflamasi. Timbulnya serangan asma disebabkan terjadinya reaksi
antigen antibodi pada permukaan sel mast paru, yang akan diikuti dengan pelepasan berbagai
mediator kimia untuk reaksi hipersentifitas cepat. Terlepasnya mediator-mediator ini
menimbulkan efek langsung cepat pada otot polos saluran nafas dan permiabilitas kapiler
bronkus. Mediator yang dilepaskan meliputi bradikinin, leukotrien C,D,E, prostaglandin
PGG2, PGD2a, PGD2, dan tromboksan A2. Mediator-mediator ini menimbulkan reaksi
peradangan dengan bronkokonstriksi, kongesti vaskuler dan timbulnya edema, di samping
kemampuan mediator-mediator ini untuk menimbulkan bronkokontriksi, leukotrien juga
meningkatkan sekresi mukus dan menyebabkan terganggunya mekanisme transpor mukosilia.
Pada asma dengan kausa non alergenik terjadinya bronkokontriksi tampaknya diperantarai
oleh perubahan aktifitas eferen vagal yang mana terjadi ketidak seimbangan antara tonus
simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis dengan reseptor beta-2 menimbulkan
bronkodilatasi, sedangkan saraf parasimpatis menimbulkan bronkokontriksi.
Patofisiologi asma yang terbaru berbicara mengenai konsep inflamasi saluran pernapasan
mutakhir dan strategi terapeutik di masa mendatang.
Perubahan fisiologis selama kehamilan mengubah prognosis asma, Hal ini berhubungan
dengan perubahan hormonal selama kehamilan. Bronkodilatasi yang dimediasi oleh
progesteron serta peningkatan kadar kortisol serum bebas merupakan salah satu perubahan
fisiologis kehamilan yang dapat memperbaiki gejala asma, sedangkan prostaglandin F2 dapat
memperburuk gejala asma karena efek bronkokonstriksi yang ditimbulkannya (Nelson and
Piercy, 2001).
Pengaruh kehamilan pada asma
Perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan mempengaruhi hidung , sinus dan paru.
Peningkatan hormon estrogen menyebabkan kongesti kapiler hidung, terutama selama
trimester ketiga, sedangkan peningkatan kadar hormon progesteron menyebabkan
peningkatan laju pernapasan (ACAAI, 2002).
Beecroft dkk mengatakan bahwa jenis kelamin janin dapat mempengaruhi serangan asma
pada kehamilan. Pada studi prospektif blind, ditemukan 50% ibu bayi perempuan mengalami
peningkatan gejala asma selama kehamilan dibandingkan dengan 22,2% ibu bayi laki-laki.
Ibu dengan bayi laki-laki menunjukkan perbaikan gejala asma (44,4%), sementara tidak satu
pun ibu dari bayi perempuan mengalami perbaikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
gejolak adrenergik yang dialami ibu selama mengandung janin laki-laki dapat meringankan
gejala asma (Frezzo et al., 2002).
Ada hubungan antara keadaan asma sebelum hamil dan morbiditasnya pada kehamilan. Pada
asma ringan 13 % mengalami serangan pada kehamilan, pada asma moderat 26 %, dan asma
berat 50 %. Sebanyak 20 % dari ibu dengan asma ringan dan moderat mengalami serangan
intrapartum, serta peningkatan risiko serangan 18 kali lipat setelah persalinan dengan seksio
sesarea jika dibandingkan dengan persalinan per vaginam.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama,
bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan
kehamilan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu
sampai 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan beratnya serangan
asma, karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan hipoksia jika tidak segera
diatasi tentu akan memberikan pengaruh buruk pada janin, berupa abortus, persalinan
prematur, dan berat janin yang tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi. Turner et al dalam suatu penelitian yang
melibatkan 1054 wanita hamil yang menderita asma menemukan bahwa 29% kasus membaik
dengan terjadinya kehamilan, 49% kasus tetap seperti sebelum terjadinya kehamilan, dan
22% kasus memburuk dengan bertambahnya umur kehamilan. Sekitar 60% wanita hamil
yang mendapat serangan asma dapat menyelesaikan kehamilannya dengan baik. Sekitar 10%
akan mengalami eksaserbasi pada persalinan. Mabie dkk (1992) melaporkan peningkatan 18
kali lipat resiko eksaserbasi pada persalinan dengan seksio sesarea dibandingkan dengan
pervaginam
Pengaruh asma pada kehamilan
Asma pada kehamilan pada umumnya tidak mempengaruhi janin, namun serangan asma berat
dan asma yang tak terkontrol dapat menyebabkan hipoksemia ibu sehingga berefek pada
janin (Nelson and Piercy, 2001). Hipoksia janin terjadi sebelum hipoksia ibu terjadi. Asma
pada kehamilan berdampak penting bagi ibu dan janin selama kehamilan dan persalinan.
Dampak yang terjadi dapat berupa kelahiran prematur, usia kehamilan muda, hipertensi pada
kehamilan, abrupsio plasenta, korioamnionitis, dan seksio sesaria (Liu et al.,2000; Bhatia and
Bhatia,2000).
DIAGNOSIS DAN PEMANTAUAN PENYAKIT
Diagnosis asma ditegakkan berdasar gejala episodic obstruksi aliran jalan nafas, yang bersifat
reversibel atau reversibel sebagian. Derajat berat asma dapat dikelompokkan sebagai asma
intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang dan asma persisten berat, tergantung
pada frekwensi dan derajat berat gejalanya, termasuk gejala malam, episode serangan dan
faal paru (Sharma, 2004).
Kelompok kerja National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) berpendapat
bahwa pasien asma persisten harus dievaluasi minimal setiap bulannya selama kehamilan.
Evaluasi termasuk riwayat penyakit (frekuensi gejala, asma malam hari, gangguan aktivitas,
serangan dan penggunaan obat ), auskultasi paru, serta faal paru (NAEPP, 2005).
Uji spirometri dilakukan pada diagnosis pertama kali, dan dilanjutkan dengan pemantauan
rutin pada kunjungan pasien selanjutnya, tetapi pengukuran APE dengan peak flow meter
biasanya sudah cukup. Pasien dengan VEP1 60-80% prediksi meningkatkan risiko terjadinya
asma pada kehamilan, dan pasien dengan VEP1 kurang dari 60% prediksi memiliki risiko
yang lebih tinggi (NAEPP, 2005).
Asma pada kehamilan berhubungan dengan kejadian Intra Uterine Growth Retardation
(IUGR) dan kelahiran prematur, sangatlah penting untuk menegakkan waktu kehamilan
secara akurat melalui pemeriksaan USG pada trimester pertama. Menurut pendapat kelompok
kerja NAEPP, evaluasi aktivitas dan perkembangan janin dengan pemeriksaan USG rutin
dipertimbangkan bagi : 1) wanita dengan asma terkontrol; 2) wanita dengan asma sedang
sampai berat, mulai kehamilan minggu ke-32; 3) wanita setelah pulih dari serangan asma
berat (NAEPP, 2005).
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
 Bronchitis kronis
 Bronchiectasis
 Hypogammaglobulinemia
 Emfisema
 Obstruksi laring
 Endobronchial space-occuping lesion
 Disfungsi glottis
 Occult cardiac disease
 Multiple pulmonary emboli
 Eosinophilic pneumonia syndromes
 Systemic vasculitis
 Gastroesophageal reflux
 Cough secondary to drigs
 Carcinoid
PENATALAKSANAAN ASMA PADA KEHAMILAN
Penatalaksanaan asma selama kehamilan membutuhkan pendekatan kooperatif antara dokter
kandungan, bidan, dokter paru serta perawat yang khusus menangani asma dan ibu hamil itu
sendiri. Tujuan serta terapi pada prinsipnya sama dengan pada penderita asma yang tidak
hamil. Terapi medikasi asma selama kehamilan hampir sama dengan terapi penderita asma
tidak hamil, dengan pelega kerja singkat serta terapi harian jangka panjang untuk mengatasi
inflamasi (Nelson and Piercy, 2001). Pentingnya pengobatan asma adalah mencegah
kematian, kegagalan pernapasan, status asmatikus, perawatan di ruang emergensi, dan cacat
wheezing.
Penatalaksaan asma kronis pada kehamilan harus mencakup hal-hal berikut.
Penilaian obyektif fungsi paru dan kesejahteraan janin
Pasien harus mengukur PEFR 2 kali sehari dengan target 380 – 550 liter/menit. Tiap pasien
memiliki nilai baseline masing-masing sehingga terapi dapat disesuaikan.
Menghindari faktor pencetus asma
Mengenali serta menghindari faktor pencetus asma dapat meningkatkan kesejahteraan ibu
dengan kebutuhan medikasi yang minimal (NAEPP, 2005). Asma dapat dicetuskan oleh
berbagai faktor termasuk alergi, infeksi saluran napas atas, sinusitis, exercise, aspirin, obat-
obatan anti inflamasi non steroid (NSAID), dan iritan, misalnya: asap rokok, asap kimiawi,
kelembaban, emosi (Kramer, 2001; ACAAI, 2002). Di samping itu, pencetus terkemuka
serangan asma termasuk serbuk/tepung, tungau, jamur, amukan hewan, makanan, dan
hormone. Pada umumnya kucing merupakan hewan kesayangan yang menyebabkan asma.
Semua hewan pengerat, kelinci, dan hewan peliharaan dapat menyebabkan asma, termasuk
kecoak.
Gastroesophageal reflux (GER) dikenal sebagai pencetus asma dan terjadi pada hampir 1/3
wanita hamil. Asma yang dicetuskan oleh GER dapat disebabkan oleh aspirasi isi lambung
kedalam paru sehingga menyebabkan bronkospasme, maupun aktivasi arkus refleks vagal
dari esofagus ke paru sehingga menyebabkan bronkokonstriksi (Kahrilas, 1996).
Wanita hamil perokok harus berhenti merokok, dan menghindari paparan asap tembakau
serta iritan lain di sekitarnya. Wanita hamil yang merokok berhubungan dengan peningkatan
risiko wheezing dan kejadian asma pada anaknya (Blaiss, 2004; Nelson and Piercy, 2001;
NAEPP, 2005).
Edukasi
Mengontrol asma selama kehamilan penting bagi kesejahteraan janin. Ibu hamil harus
mampu mengenali dan mengobati tanda-tanda asma yang memburuk agar mencegah
hipoksia ibu dan janin. Ibu hamil harus mengerti cara mengurangi paparan agar dapat
mengendalikan faktor-faktor pencetus asma (NAEPP, 2005).
Terapi farmakologi selama kehamilan
Kelompok kerja NAEPP merekomendasikan prinsip serta pendekatan terapi farmakologi
dalam penatalaksanaan asma pada kehamilan dan laktasi (tabel.1). Prednison, teofilin,
antihistamin, kortikosteroid inhalasi, β2 agonis dan kromolin bukan merupakan kontra
indikasi pada penderita asma yang menyusui. Rekomendasi penatalaksanaan asma selama
laktasi sama dengan penatalaksanaan asma selama kehamilan (NAEPP, 2005). Terapi asma
modern dengan teofilin, kortikosreoid dan beta agonis menurunkan risiko komplikasi
kehamilan menjadi rendah baik pada ibu maupun janin. Farmakoterapi tdak boleh bersifat
teratogenik pada janin atau berbahaya pada ibu. Penggunaan beta agonis, seperti
metaproterenol, dan albuterol, dapat digunakan dalam pengobatan darurat pada asma berat
dalam kehamilan, tetapi penggunaan jangka panjang seharusnya dihindari pada kehamilan
muda, terutama sekali sejak efek pada janin tidak diketahui.(Greenberger, 1985).
Tahap 1: Asma Intermitten
Bronkodilator kerja singkat, terutama β2 agonis inhalasi direkomendasikan sebagai
pengobatan pelega cepat untuk mengobati gejala pada asma intermiten. Aksi utama β2 agonis
adalah untuk merelaksasikan otot polos jalan napas dengan menstimulus β2 reseptor,
sehingga meningkatkan siklik AMP dan menyebabkan bronkodilatasi. Salbutamol adalah β2
agonis inhalasi yang memiliki profil keamanan baik. Belum terdapat data yang membuktikan
kejadian cidera janin pada penggunaan β2 agonis inhalasi kerja singkat maupun kontra
indikasi selama menyusui (NAEPP, 2005).
Tahap 2 : Asma Persisten Ringan
Terapi yang dianjurkan untuk pengobatan kontrol jangka lama pada asma persisten ringan
adalah kortikosteroid inhalasi dosis rendah. Kortikosteroid merupakan terapi preventif dan
bekerja luas pada proses inflamasi. Efek klinisnya ialah mengurangi gejala beratnya
serangan, perbaikan arus puncak ekspirasi dan spirometri, mengurangi hiperresponsif jalan
napas, mencegah serangan dan mencegah remodeling dinding jalan napas (NAEPP, 2005).
Kortikosteroid mencegah pelepasan sitokin, pengangkutan eosinofil jalan napas dan
pelepasan mediator inflamasi (NAEPP, 2003). Kortikosteroid inhalasi mencegah eksarsebasi
asma dalam kehamilan dan merupakan terapi profilaksis pilihan (Nelson and Piercy, 2001).
Dibandingkan dengan kortikosteroid inhalasi lainnya, budesonid lebih banyak digunakan
pada wanita hamil. Belum terdapat data yang menunjukkan bahwa penggunaan kortikosteroid
inhalasi selain budesonid tidak aman selama kehamilan. Oleh karenanya, kortikosteroid
inhalasi selain budesonid juga dapat diteruskan pada pasien yang sudah terkontrol dengan
baik sebelum kehamilan, terutama bila terdapat dugaan perubahan formulasi dapat
membahayakan asma yang terkontrol (NAEPP, 2005).
Kortikosteroid oral selama kehamilan meningkatkan risiko preeklampsia, kelahiran prematur
dan berat bayi lahir rendah (Nelson and Piercy, 2001; Gluck and Gluck,2005; NAEPP,2005;
Sharma,2004). Bagaimanapun juga, mengingat pengaruh serangan asma berat bagi ibu dan
janin, penggunaan kortikosteroid oral tetap diindikasikan secara klinis selama kehamilan
(Nelson and Piercy, 2001). Selama kehamilan, penggunaan prednison untuk mengontrol
gejala asma penting diberikan bila terdapat kemungkinan terjadinya hipoksemia ibu dan
oksigenasi janin yang tidak adekuat (Greenberger, 1997).
Prednisolon dimetabolisme sangat rendah oleh plasenta (10%). Beberapa studi menyebutkan
tidak ada peningkatan risiko aborsi, bayi lahir mati, kelainan kongenital, reaksi penolakan
janin ataupun kematian neonatus yang disebabkan pengobatan ibu dengan steroid (Nelson
and Piercy,2001; NAEPP,2003; Rotschild et al.,1997)
Kromolin sodium memiliki toleransi dan profil keamanan yang baik, tetapi kurang efektif
dalam mengurangi manifestasi asma baik secara objektif maupun subjektif bila dibandingkan
dengan kortikosteroid inhalasi. Kromolin sodium memiliki kemampuan anti inflamasi,
mekanismenya berhubungan dengan blokade saluran klorida. Kromolin ialah suatu terapi
alternatif, bukan terapi yang dianjurkan bagi asma persisten ringan (NAEPP, 2005).
Antagonis reseptor leukotrien (montelukast dan zafirlukast) digunakan untuk
mempertahankan terapi terkontrol pada pasien asma sebelum hamil. Menurut opini kelompok
kerja NAEPP, saat memulai terapi baru untuk asma pada kehamilan, antagonis reseptor
leukotrien merupakan terapi alternatif, dan tidak dianjurkan sebagai terapi pilihan bagi asma
persisten ringan (NAEPP, 2005).
Teofilin menyebabkan bronkodilatasi ringan sampai sedang pada asma. Konsentrasi rendah
teofilin dalam serum beraksi sebagai anti inflamasi ringan. Teofilin memiliki potensi
toksisitas serius bila dosisnya berlebihan atau terdapat interaksi dengan obat lain (misal
dengan eritromisin). Penggunaan teofilin selama kehamilan membutuhkan dosis titrasi yang
hati-hati serta pemantauan ketat untuk mempertahankan konsentrasi teofilin serum 5 – 12
mcg/mL. Penggunaan teofilin dosis rendah merupakan terapi alternatif, tapi tidak dianjurkan
pada asma persisten ringan (NAEPP, 2005).
Tahap 3 : Asma Persisten Sedang
Terdapat dua pilihan terapi : kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan β2 agonis
inhalasi kerja lama atau meningkatkan dosis kortikosteroid inhalasi sampai dosis medium.
Data yang menunjukkan keefektivan dan atau keamanan penggunaan kombinasi terapi ini
selama kehamilan sangat terbatas, tetapi menurut data uji coba kontrol acak pada orang
dewasa tidak hamil menunjukkan bahwa penambahan β2 agonis inhalasi kerja lama pada
kortiko steroid inhalasi dosis rendah menghasilkan asma yang lebih terkontrol daripada hanya
meningkatkan dosis kortikosteroid (NAEPP, 2005).
Profil farmakologi dan toksikologi β2 agonis inhalasi kerja lama dan singkat hampir sama,
terdapat justifikasi bahwa β2 agonis inhalasi kerja lama memiliki profil keamanan yang sama
dengan salbutamol, dan β2 agonis inhalasi kerja lama aman digunakan selama kehamilan.
Contoh β2 agonis inhalasi kerja lama adalah salmeterol dan formoterol (NAEPP, 2005).
Bracken dkk menyimpulkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada berat
lahir dan panjang lahir bayi, kelahiran prematur, maupun preeklampsia, pada penggunaan β2
agonis inhalasi kerja lama bila dibandingkan dengan Salmeterol selama kehamilan (Gluck
and Gluck, 2005).
Tahap 4 : Asma Persisten Berat
Jika pengobatan asma persisten sedang telah dicapai tetapi masih membutuhkan tambahan
terapi, maka dosis kortikosteroid inhalasi harus dinaikkan sampai batas dosis tinggi, serta
penambahan terapi budesonid. Jika cara ini gagal dalam mengatasi gejala asma, maka
dianjurkan untuk penambahan kortikosteroid sistemik (NAEPP, 2005). Dosis kortikosteroid
sistemik sebagai pengontol jangka panjang selama kehamilan dan laktasi dapat dilihat pada
Tabel.3.
Penatalaksaan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut.
Penanganan asma akut pada kehamilan sama dengan non-hamil, tetapi hospitaliyy threshold
lebih rendah. Dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena, pemberian masker
oksigen, pemeriksaan analisis gas darah, pengukuran FEV1 (forced expiratory volume in one
second), PEFR, pulse oximetry, dan fetal monitoring.
Penanganan lini pertama adalah β adrenergic agonis (sub-kutan, oral, inhalasi) loading dose 4
– 6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis 0,8 – 1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar
terapeutik dalam plasma sebesar 10 – 20 µg/ml, Dan kortikosteroid, metilprednisolon 40- 60
mg I.V. tiap 6 jam. Terapi selanjutnya bergantung pada pemantauan respons hasil terapi.
Asma berat yang tidak berespons terhadap terapi dalam 30 – 60 menit dimasukkan dalam
kategori status asmatikus. Penanganan aktif, di ICU dan intubasi dini, serta penggunaan
ventilasi mekanik pada keadaan kelelahan, retensi CO2, dan hipoksemia akan memperbaiki
morbiditas dan mortalitas.
PENATALAKSANAAN ASMA PADA PERSALINAN
Serangan asma akut selama kelahiran dan persalinan sangat jarang ditemukan. Ibu hamil
dapat melanjutkan penggunaan inhaler rutin sampai persalinan. Pada ibu dengan asma yang
selama kehamilan telah menggunakan steroid oral (>7,5 mg prednisolon setiap hari selama
lebih dari 2 minggu) saat awal kelahiran atau persalinan harus mendapatkan steroid parenteral
(hidrokortison 100mg setiap 6-8 jam) selama persalinan, sampai ia mampu memulai kembali
pengobatan oralnya.
Pada kehamilan dengan asma yang terkontrol baik, tidak diperlukan suatu intervensi obstetri
awal. Pertumbuhan janin harus dimonitor dengan ultrasonografi dan parameter-parameter
klinik, khususnya pada penderita-penderita dengan asma berat atau yang steroid dependen,
karena mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami masalah pertumbuhan
janin. Onset spontan persalinan harus diperbolehkan, intervensi preterm hanya dibenarkan
untuk alasan obstetrik.
Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 l/menit, maka persalinan harus
berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk menangani komplikasi pernapasan yang
berat; peneliti menunjukkan bahwa 10% wanita memberat gejala asmanya pada waktu
persalinan.
Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus diteruskan, ibu yang
sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid harus hidrokortison 100 mg
intravena, dan diulangi tiap 8 jam sampai persalinan. Bila mendapat serangan akut selama
persalinan, penanganannya sama dengan penanganan serangan akut dalam kehamilan seperti
telah diuraikan di atas.
Pada persalinan kala II persalinan per vaginam merupakan pilihan terbaik untuk penderita
asma, kecuali jika indikasi obstetrik menghendaki dilakukannya seksio sesarea. Jika
dilakukan seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea lebih dipilih anestesi regional
daripada anestesi umum karena intubasi trakea dapat memacu terjadinya bronkospasme yang
berat.
Pada penderita yang mengalami kesulitan pernapasan selama persalinan pervaginam,
memperpendek, kala II dengan menggunakan ekstraksi vakum atau forceps akan bermanfaat.
Prostaglandin E2 adalah suatu bronkodilator yang aman digunakan sebagai induksi persalinan
untuk mematangkan serviks atau untuk terminasi awal kehamilan. Prostaglandin F2α yang
diindikasikan untuk perdarahan post partum berat, harus digunakan dengan hati-hati karena
menyebabkan bronkospasme (Nelson and Piercy, 2001).
Dalam memilih anestesi dalam persalinan, golongan narkotik yang tidak melepaskan
histamin seperti fentanyl lebih baik digunakan daripada meperidine atau morfin yang melepas
histamin.
Bila persalinan dengan seksio sesarea atas indikasi medik obstetrik yang lain, maka
sebaiknya anestesi cara spinal.
Selama kehamilan semua bentuk penghilang rasa sakit dapat digunakan dengan aman,
termasuk analgetik epidural. Hindarkan penggunaan opiat pada serangan asma akut. Bila
dibutuhkan tindakan anestesi, sebaiknya menggunakan epidural anestesi daripada anestesi
umum karena peningkatan risiko infeksi dada dan atelektasis. Ergometrin dapat
menyebabkan bronkospasme, terutama pada anestesi umum. Sintometrin
(oksitosin/ergometrin) yang digunakan untuk mencegah perdarahan post partum, aman
digunakan pada wanita asma. Sebelum menggunakan obat-obat analgetik harus ditanyakan
mengenai sensitivitas pasien terhadap aspirin atau NSAID (Nelson and Piercy, 2001).
PENANGANAN ASMA POST PARTUM
Penanganan asma post partum dimulai jika secara klinik diperlukan. Perjalanan dan
penanganan klinis asma umumnya tidak berubah secara dramatis setelah post partum. Pada
wanita yang menyusui tidak terdapat kontra indikasi yang berkaitan dengan penyakitnya ini.
Teofilin bisa dijumpai dalam air susu ibu, tetapi jumlahnya kurang dari 10% dari jumlah yang
diterima ibu. Kadar maksimal dalam air susu ibu tercapai 2 jam setelah pemberian, seperti
halnya prednison, keberadaan kedua obat ini dalam air susu ibu masih dalam konsentrasi
yang belum mencukupi untuk menimbulkan pengaruh pada janin.
KOMPLIKASI ASMA PADA KEHAMILAN
Asma pada kehamilan yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan penurunan asupan oksigen
ibu, sehingga berefek negative bagi janin. Asma tak terkontrol pada kehamilan menyebabkan
komplikasi baik bagi ibu maupun janin (OSUMC, 2005).
Komplikasi asma pada kehamilan bagi ibu
Asma tak terkontrol dapat menyebabkan stres yang berlebihan bagi ibu. Komplikasi asma tak
terkontrol bagi ibu termasuk : 1) Preeklampsia (11 %), ditandai dengan peningkatan
tekanan darah, retensi air serta proteinuria; 2) Hipertensi kehamilan, yaitu tekanan darah
tinggi selama kehamilan; 3) Hiperemesis gravidarum, ditandai dengan mual-mual, berat
badan turun serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; 4) Perdarahan pervaginam Induksi
kehamilan dan atau komplikasi kehamilan (OSUMC, 2005).
Komplikasi ini bergantung pada derajat penyakit asma. Status asmatikus dapat menyebabkan
gagal napas, pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, dan aritmia jantung.
Mortalitas meningkat pada penggunaan ventilasi mekanik. Penyulit yang mengancam nyawa
adalah pnemotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, dan
kelelahan otot disertai henti napas. Angka kematian secara substantive meningkatkan apabila
asmanya memerlukan ventilasi mekanis. (Obstetri Williams, 1376-1377)
Komplikasi asma pada kehamilan bagi janin
Kekurangan oksigen ibu ke janin menyebabkan beberapa masalah kesehatan janin, termasuk :
1) Kematian perinatal; 2) IUGR (12 %) , gangguan perkembangan janin dalam rahim
menyebabkan janin lebih kecil dari umur kehamilannya; 3) Kehamilan preterm (12 %); 4)
Hipoksia neonatal, oksigen tidak adekuat bagi sel-sel; 5) Berat bayi lahir rendah (OSUMC,
2005).
Satu studi mencatat kematian janin disebabkan oleh asma berat sebagai akibat episode
wheezing yang tidak terkontrol. Mekanisme penyebab berat bayi lahir rendah pada wanita
asma masih belum diketahui, akan tetapi terdapat beberapa factor yang mendukung seperti
perubahan fungsi plasenta, derajat berat asma dan terapi asma (Murphy et al., 2003; Clifton et
al., 2001).
Plasenta memegang peranan penting dalam mengontrol perkembangan janin dengan memberi
suplai nutrisi dan oksigen dari ibu. Plasenta juga mencegah transfer konsentrasi kortisol
dalam jumlah besar dari ibu ke janin. Enzim plasenta 11β-hidroksisteroid dehidrogenase tipe-
2 (11β-HSD2) berperan sebagai barier dengan memetabolisme kortisol menjadi kortison
inaktif, sehingga dapat menghambat perkembangan janin (NAEPP, 2003; Clifton et al.,
2001).
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa selain factor lingkungan, faktor genetik ikut
menentukan kerentanan seseorang terhadap penyakiit asma. Penyakit ini dapat dijumpai pada
ibu yang sedang hamil, dan dapat menyebabkan komplikasi pada 7% kehamilan (Blaiss,
2004).
EKSASERBASI ASMA
Istilah eksaserbasi asma adalah sama dengan serangan asma atau asma akut yaitu episode
meningkatnya secara prodresif gejala asma seperti sesak nafas, batuk, mengi atau rasa
tertekan di dada atau kombinasi gejala-gejala tadi yang umumnya diikuti juga dengan
penurunan fungsi paru.
Eksaserbasi asma pada kehamilan perlu diobati secara agresif, pengawasan yang ketat,
terlebih lagi bila berat karena tidak sengaja dapat mengancam nyawa ibu tetapi juga janin.
Meskipun kematian karena asma jarang, ada beberapa resiko, kondisi yang berkaitan dengan
kematian pada asma, yaitu21 :
Riwayat eksaserbasi asma yang hampir fatal sampai memerlukan intubasi dan
ventilasi mekanis.
Setahun terakhir dirawat atau mendapat pertolongan darurat karena asma.
Sedang memakai atau baru saja menghentikan pemakaian kortikosteroid oral.
Akhir-akhir ioni tidak memakai kortikosteroid inhalasi.
Bergantung pada agonis β2 inhalasi aksi cepat, terutama yang memakai lebih dari satu
canister/bulan.
Riwayat gangguan psikiatrik atau psikososial, termasuk penggunaan obat-obat sedative.
Riwayat ketidakpatuhan terhadap rencana obat.
Pasien-pasien yang mempunyai resiko ini memerlukan pengawasan yang lebih ketat dan
dianjurkan mencari pertolongan segera bila mengalami eksaserbasi.
Berikut ini disampaikan rekomendasi NAEPP tentang penatalaksanaan asma pada
kehamilan20, terutama yang berkaitan dengan eksaserbasi asma baik di rumah maupun di
rumah sakit.
MDI : Metode-dose inhaler
*Aktifitas janin di pantau melalui observasi jumlah tandangan janin apakah menurun sesuai dengan
berjalannya waktu
Gambar 2. Penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan laktasi : pengobatan di rumah20
Untuk penatalaksanaan di rumah sakit dapat di gambarkan sebagai berikut :
Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan laktasi : di
Ruang Gawat Darurat dan Rumah Sakit20
Pengobatan Awal
Inhalasi MDI 2-4 semprot
atau nebulizer boleh samapi
3x dengan selang waktu 15
menit
Respon Baik
- Eksaserbasi ringan
- APE > 80% prediksi
- Tidak ada mengi / sesak napas
- Respons terhadap inhalasi
agonis β2 bertahan selama 4 jam
- Aktivitas janin wajar*
Pengobatan
- Agonis β2 inhalasi setiap 3-4
jam untuk 1-2 hari
- Pada pasien yang telah
menggunakan kortikosteroid
inhalasi dosis ditingkatkan 2x
nya untuk 7-10 hari
Respon Tidak Baik
- Eksaserbasi sedang
- APE 50-80%
prediksi
- Mengi / sesak napas
menetap
- Aktivitas janin
menurun
Pengobatan
- Tambahkan
kortikosteroid oral
- Teruskan inhalasi
agonis β2 aksi
pendek
Respons Buruk
- Eksaserbasiberat
- APE <50% prediksi
- Mengi / sesak napas
menonjol
- Aktivitas janin menurun
Pengobatan
- Tambahkan kortikosteroid
oral
- Ulangi inhalasi agonis β2
segera
- Bila distress pernapasan
berat dan tidak responsive
segera hubungi dokter dan
pergi ke IGD
Hubungi dokter untuk instruksi
berikutnya
Hubungi dokter untuk
instruksi berikutnya
Kunjungi segera Instalasi
Gawat Darurat
Rawat ICU
 42 mmHg
Penilaian Awal
Anamnesis, Pemeriksaan fisik (frekuensi napas, denyut jantung, penggunaan otot napas tambahan, auskultasi). APE atau VPE 1,
saturasi oksigen dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi. Mulai pemeriksaan janin (pergunakan alat pemantau janin elektronik
secara kontinyu dan atau profil biofisk bila kehamilan telah mencapai viabilitas janin.
VEP 1 atau APE > 50%
 Agonis β2 kerja singkat dengan MDI
atau nebulizer sampai dengan 3
dosis pada jam pertama
 Oksigen untuk mencapai saturasi >
95%
 Steroid oral bila tidak respons
segera atau pasien telah minum
steroid oral sebelumnya
VEP 1 atau APE < 50%
(Eksaserbasi Berat)
 Agonis β2 kerja singkat dosis tinggi setiap
20 menit atau terus menerus selama 1 jam
+ ipatropium bromide inhalasi
 Oksigen untuk mencapai saturasi > 95%
 Steroid oral sistemik
Ancaman / actual henti napas
 Intubasi dan ventilasi mekanik
dengan O2 100%
 Agonis β2 kerja singkat +
ipatropium bromide dengan
nebulizer
 Steroid intravena
PENILAIAN ULANG
Gejala, pemeriksaan fisik, APE, saturasi oksigen dan tes
lainnya sesuai indikasi. Lanjutkan penilaian janin.
Eksaserbasi Sedang
VEP atau APE 50-80% prediksi terbaik. Pemeriksaan
fisik : gejala sedang
 Agonis β2 kerja singkat setiap 60 menit
 Steroid sistemik
 Oksigen untuk mempertahankan saturasi O2 > 95%
 Lanjutkan terapi selama 1-3 jam, sampai ada
perbaikan
Eksaserbasi Berat
VEP atau APE < 50% prediksi terbaik Pemeriksaan
fisik : gejala sesak berat pada istirahat, penggunaan
otot napas tambahan, retraksi dinding dada.
 Agonis β2 kerja singkat setiap jam atau terus
menerus + ipatropium bromide inhalasi
 Oksigen
 Steroid sistemik
Respons Baik
 VEP 1 atau APE > 70%
 Respons bertahan 60 menit setelah
pengobatan terakhir
 Tidak ada distress pernapasan
 Pemeriksaan fisik normal
 Pastikan kembali keadaan janin
Respons Tidak Komplit
 VEP 1 atau APE > 50% tapi <
70%
 Gejala ringan – sedang
 Lanjutkan penilaian janin
Respons Buruk
 VEP 1 atau APE < 50%
 PCO2 >42 mmHg
 Pemeriksaan fisik : sesak hebat,
bingung, mengantuk
 Lanjutkan penilaian janin
Keputusan perawatan berdasarkan
tiap individu
Dipulangkan ke rumah
o Lanjutkan terapi dengan agonis
β2 kerja singkat
o Lanjutkan steroid oral
o Mulai atau lanjutkan steroid
inhalasi sampai follow up
selanjutnya
o Edukasi pasien
o Tinjau ulang penggunaan obat
o Tinjau ulang / mulai rencana
tindakan
o Dianjurkan untuk tindak lanjut
secara ketat
Rawat di Rumah Sakit
o Inhalasi agonis β2 kerja singkat +
ipatropium bromide
o Steroid oral atau intravena
o Oksigen
o Pantau VEP 1 atau APE, saturasi
oksigen, nadi
o Lanjutkan penilaian janin sampai
pasien stabil
Rawat di ICU
o Inhalasi agonis β2 kerja singkat
setiap jam atau terus menerus +
inhalasi ipapropium bromide
o Steroid intravena
o Oksigen
o Pikirkan kemungkinan intubasi
dan ventilasi mekanik
o Lanjutkan penilaian janin
sampai pasien stabil
PERBAIKAN
Tabel 1. Langkah penanganan asma pada kehamilan
Sebelum kehamilan Konseling mengenai pengaruh kahamilan dan asma, serta pengobatan.
Penyesuaian terapi maintenance untuk optimalisasi fungsi respirasi,
Hindari factor pencetus,alergen.
Rujukan dini pada pemeriksaan antenatal.
Selama kehamilan Penyesuaian terapi untukmengatasi gejala. Pemantauan kadar teofilkin dalam
darah, karena selama hamil terjadi hemodilusi sehingga memerlukan dosis yang
lebih tinggi.
Pengobatn untukmencegah serangan dan penanganan dini bila terjadi serangan.
Pemberian obat sebaiknya inhalasi, untukmenghindari efek sistemik pada janin.
Pemeriksaan fungsi paru ibu.
Pada pasien yang stabil, NST dilakukan pada akhir trimester II/awal trimester
III.
Konsultasianestesiuntuk persiapan persalinan.
Saat persalinan Pemeriksaan FEV1, PEFR saat masuk rumah sakit dan diulang bila timbul
gejala.
Pemberian oksigen adekuat.
Kortikosteroid sistemik (hidrokortison 100 mg i.v. tiap 8 jam) diberika 4
minggu sebelum persalinan dan terapi maintenance diberikan selama persalinan.
Anestesiepidural dapat digunakan selama proses persalinan. Pada persalinan
operatif lebih baik digunakan anestesiregional untukmenghindari rangsangan
pada intubasitrakea. Penanganan hemoragi pascapersalinan sebaiknya
menggunakan uterotonika atau PGE2 karena PGE dapat merangsang
bronkospasme.
Pascapersalian Fisioterapi untuk membantu pengeluaran mucus paru, latihan pernapasan untuk
mencegh atau meminimalisasi atelektasis, mnulai pemberian terapi
maintenance.
Pemberian ASI tidak merupakan kontraindikasi meskipun ibu mendapat obat
antiasma termasuk prednisone.
(Dikutip dari : Williams Obstetrics 22nd ed, 2005)
Tabel 2. Terapi farmakologi asma selama kehamilan dan laktasi
Derajat Penyakit : Gambaran Klinis sebelum terapi atau
kontrol
Pengobatan yang dibutuhkan untuk
memelihara efek jangka panjang
Tahap 4
Persisten Berat
Gejala harian
Gejala malam
Terus menerus
Sering
APE atau VEP1
Variabilitas APE
≤ 60%
>30%
Pengobatan harian
Terapi yang dianjurkan :
Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi,
dan
β-2 Agonis inhalasi kerja lama, dan
jika perlu
Kortikosteroid tablet atau sirup
(2mg/kg/hari, tidak>60mg/hari)
Terapi alternatif :
Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi,
dan
Teofilin lepas lambat sampai kadar
serum 5-12mcg/mL
Tahap 3
Persisten
Sedang
setiap hari
> 1 malam dlm 1
minggu
<60%-<80%
>30%
Terapi yang dianjurkan :
Kortikosteroid inhalasi dosis rendah,
dan
β-2 Agonis inhalasi kerja lama
atau :
Kortikosteroid inhalasi dosis sedang,
jika perlu
( terutama pada pasien serangan
berat berulang)
Kortikosteroid inhalasi dosis sedang
dan
β-2 Agonis inhalasi kerja lama
Terapi alternatif :
Kortikosteroid inhalasi dosis rendah
dan
Teofilin atau antagonis reseptor
leukotrien, jika perlu
Kortikosteroid inhalasi dosis sedang
dan
Teofilin atau antagonis reseptor
leukotrien
Tahap 2
Persisten
Ringan
>2 hari dalam 1
minggu
tetapi < setiap
hari
>2 malam dalam
1 bulan
≥80%
20%-30%
Terapi yang dianjurkan :
Kortikosteroid inhalasi dosis rendah
Terapi alternatif :
Kromolin
Antagonis reseptorleukotrien, atau
Teofilin lepas lambat sampai kadar
serum 5-12mcg/mL
Tahap 1
Intermitten
≤2 hari dalam 1
Minggu
≤2 malam dalam
1 bulan
≥ 80%
≤ 20%
Tidak diperlukan pengobatan harian
Bila terjadi serangan asma berat,
dianjurkan
pemberian kortikosteroid sistemik
untuk jangka waktu singkat
Pelega cepat
Bronkodilator kerja singkat : 2-4
semprot β-2 agonis inhalasi kerja
singkat,untuk mengatasi gejala
semua pasien
Intensitas terapi tergantung pada
berat serangan,jika intensitasnya
lebih dari 3
pengobatan dalam interval waktu 20
menit atau memerlukan terapi
inhalasi, maka
dianjurkan pemberian kortikosteroid
sistemik
Penggunaan β-2 agonis inhalasi kerja
singkat lebih dari 2 kali dalam 1
minggu pada asma intermitten
(setiap hari,atau kebutuhan inhaler
yang meningkat pada asma persisten)
menandakan peningkatan kebutuhan
terapi kontrol jangka lama
Dikutip dari (NAEPP, 2005)
Tabel 3. Dosis pengobatan kontrol jangka lama selama kehamilan dan laktasi
Jenis Obat Sediaan Dosis Dewasa
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Metilprednisolon
Prednisolon
Prednison
Beta-2 agonis inhalasi kerja lama
Salmeterol
Formoterol
Obat Kombinasi
Fluticasone/
Salmeterol
Kromolin
Kromolin
Antagonis ReseptorLeukotrien
Montelukast
Zafirlukast
Metilxantin
Teofilin
tablet 2,4,8,16,32 mg
tablet 5 mg
5 mg/ 5 cc
15 mg/ 5 cc
tablet 1, 2,5, 5, 10, 20,
50 mg
5 mg/ cc
5 mg/ 5 cc
MDI 21 mcg/puff
DPI 50 mcg/puff
DPI 12 mcg/ kapsul
sekali pakai
DPI 100, 250 atau 500 mcg/50 mcg
MDI 1 mg/puff
Nebulisasi 20 mg/ampul
tablet 10 mg
tablet 10 atau 20 mg
cair, tablet lepas lambat dan kapsul
7,5-60 mg perhari sebagai dosis
tunggaldi pagi hari
short course "burst" sebagai
kontrol
40-60 mg perhari dosis tunggal
atau dosis terbagi
untuk 3-10 hari
2 puff setiap 12 jam
1 blister setiap 12 jam
1 kapsul setiap 12 jam
1 puff 2 kali sehari : dosis
tergantung pada derajat berat asma
2-4 puff 3-4 kali sehari
1 ampul 3-4 kali sehari
10 mg qhs
40 mg perhari (20 mg tablet bid)
dosis dimulai 10 mg/kg/hari
sampai maks. 300 mg
biasanya maksimum 800
mg/hari
Dikutip dari (NAEPP,2005)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEBIDANAN
I. Pengkajian
Jam: Tanggal:
A. Data Subyektif
1. Biodata
a. Nama klien : Ny. x
b. Usia klien : 28 th
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan ini adalah kehamilannya yang pertama, saat ini usia
kehamilan sudah 7 bulan, mengeluh sering sesak napas dan batuk pada
malam hari
3. Riwayat Obstetri
a. Riwayat kehamilan saat ini
Ibu mengatakan selama hamil sudan periksa lebih dari 4x sesuai jadwal
yang dibuat bersama bidan, imunisasi TT sudah lengkap.
Selama TM I mengeluh sering mual muntah tapi membaik setelah bulan
ke 4, TM II tidak ada keluhan, dan sejak 2 minguu yang lalu mengeluh
sering sesak napas dan batuk pada malam hari, ibu mempunyai riwayat
asthma sebelumnya.
HPHT : 23 11 1009
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatanyang lalu
Ibu punya riwayat penyakit asma sejak sebelum hamil, kambuh bila ibu
makan ikan laut atau kedinginan, tapi jarang kambuh karena ibu selalu
menghindari factor alergen. Penyakit menurun, menular lainnya tidak
ada.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Selama 2 minggu ini asma ibu sering kambuh walau tidak ada factor
allergen, dan batuk pada malam hari.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Di keluarga pasien ada keturunan penyakit asma, penyakit menular dan
menurun lainnya tidak ada.
5. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Pola istirahat tidur
 Tidur siang normalnya 1 – 2 jam/hari.
 Tidur malam normalnya 6 – 7 jam/hari.
 Akhir – akhir ini tidur malam sering terganggu karena batuk.
b. Pola aktifitas.
c. Pola eliminasi
d. Pola nutrisi
Makan: 3x/hari dengan menu seimbang (nasi, sayur, lauk pauk, buah),
dan menghindari ikan laut karena alergi
Minum: ± 8 gelas/hari (teh, susu, air putih).
e. Pola personal hygiene
f. Pola kebiasaan
g. Pola seksualitas
h. Pola rekreasi.
B. Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : baik
TD : 110/ 70 mmHg
Suhu : 36, 4º C
Nadi : 84x/ menit
RR : 24x/ menit, wheezing (+)
BB : 64 kg
TB : 153 cm
Lila : 24 cm
HPL : 30-09-2010
b. Pemeriksaan khusus
 Inspeksi
 Palpasi.
Abdomen
Leopold I : TFU 3 setengah px - pusat, teraba satu bagian bayi,
besar, lunak, kurang bulat, dan tidak melenting.
Leopold II : teraba satu bagian tubuh janin, keras dan
memanjang seperti papan pada sisi kiri perut ib, dan
teraba bagian – bagian kecil janin pada sisi kanan
perut ibu.
Leopold III : teraba satu bagian janin, bulat, keras dan masih
dapat digoyang (bagian terendah belummasuk PAP).
Leopold IV : kedua tangan dalam keadaan konvergenAuskultasi
Dada : terdengar suara wheezing pada saat ibu bernafas.
Abdomen : DJJ terdengar jelas pada perut ibu sebelah kiri disekitar pusat
frekuensi 144 x/ menit (dengan dopler), intensitas kuat, irama teratur.
 Perkusi
Refleks patella (+)/(+).
II. Identifikasi Diagnosa dan Masalah
Dx : G1 P00000 UK: 30 minggu, tunggal, hidup, intrauterin, letak kepala,
keadaan umum ibu baik dengan asthma.
Ds : ibu mengatakan ini adalah kehamilannya yang ertama, saat ini usia
kehamilannya sudah 7 bulan, mengeluh asma dan batuk pada malam
hari sejak 2 minggu yang lalu
HPHT: 23 11 2009
Do : Keadaan umum : baik
TD : 110/ 70 mmHg
Suhu : 36, 4º C
Nadi : 84x/ menit
RR : 24x/ menit, wheezing (+)
BB : 64 kg
TB : 153 cm
Lila : 24 cm
Abdomen
Leopold I : TFU 3 setengah px - pusat, teraba satu bagian bayi,
besar, lunak, kurang bulat, dan tidak melenting.
Leopold II : teraba satu bagian tubuh janin, keras dan
memanjang seperti papan pada sisi kiri perut ib, dan
teraba bagian – bagian kecil janin pada sisi kanan
perut ibu.
Leopold III : teraba satu bagian janin, bulat, keras dan masih
dapat digoyang (bagian terendah belummasuk PAP).
Leopold IV : kedua tangan dalam keadaan konvergenAuskultasi
Dada : terdengar suara wheezing pada saat ibu bernafas.
Abdomen : DJJ terdengar jelas pada perut ibu sebelah kiri disekitar
pusat frekuensi 144 x/ menit (dengan dopler), intensitas kuat,
irama teratur
Masalah : berkurangnya perfusi ksigen ke janin karena asma ibu yang sering
kambuh seiring dengan bertambahnya usia kehamilan
Kebutuhan : konseling mengenai penyakit ibu dan penanganan asma.
III. Intervensi
Jam: Tanggal:
Dx : G1 P00000 UK: 30 minggu, tunggal, hidup, intrauterin, letak kepala,
keadaan umum ibu baik dengan asthma.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 30 menit diharapkan
klien dapat mengerti dan memahami kondisinya saat ini.
Kriteria :
- klien dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan dan akan melakukan
sesuai penjelasan yang diberikan petugas kesehatan.
- DJJ dalam batas normal 120 – 160x/ menit.
Intervensi:
1. Lakukan pendekatan terapeutik pada klien.
R/ dengan pendekatan terapeutik akan terjalin kerjasama yang kooperatif antara
klien dan petugas kesehatan.
2. Jelaskan pada klien tentang keadaan kehamilannya saat ini.
R/ klien bisa lebih tenang dengan keadaannya dan benar – benar menjaga
kehamilannya.
3. Lakukan Penilaian obyektif fungsi paru dan kesejahteraan janin
R/ Tiap pasien memiliki nilai baseline masing-masing sehingga terapi dapat
disesuaikan.
4. Anjurkan pada ibu untuk menghindari factor pencetus
R/ Mengenali serta menghindari faktor pencetus asma dapat meningkatkan
kesejahteraan ibu
5. Lakukan edukasi pada ibu terkait asma yang diderita
R/ Mengontrol asma selama kehamilan penting bagi kesejahteraan janin
6. Lakukankolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi farmakologi selama
kehamilan
R/ terapi farmakologis dapat mempekecil kemungkinan asma untuk kambuh selama
kehamilan.
7. Jelaskan juga pada klien tentang tanda bahaya kehamilan dan persalinan.
R/ klien bisa lebih mengerti dan lebih waspada dengan deteksi dini adanya kelainan.
8. Jelaskan dan ajarkan kembali cara perawatan payudara sewaktu hamil.
R/ mengaktifkan kelenjar – kelenjar payudara yang memproduksi ASI serta
melancarkan saluran ait susu menuju sinus laktiferus sampai puting susu.
9. Ingatkan kembali klien tentang pentingnya senam hamil.
R/ memperkuat elastisitas otot – otot dasar panggul, merangsang memperlancar
peredaran darah dan memperlancar proses persalinan.
10. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup dan mengurangi aktivitas yang berlebihan.
R/ relaksasi yang sempurna mempengaruhi metabolisme tubuh.
11. Ingatkan ibu untuk tetap mengkonsumsi makanan seimbang ibu hamil.
R/ gizi seimbang dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan untuk persiapan
persalinan.
12. Ingatkan ibu tentang personal hygiene yang baik.
R/ kebersihan diri akan meminimalisir bibit penyakit masuk.
13. Anjurkan klien untuk kontrol 1 minggu lagi atau bila ada keluhan.
R/ ibu dapat lebih mengetahui perkembangan kehamilannya.
IV. Implementasi
V. Evaluasi
Jam: Tanggal:
S : Ibu mengatakan
 Sudah mengerti penjelasan bidan tentang kodisinya saat ini
sehubungan dengan asma dalam kehamilan yang dideritanya, apa
yang harus dilakukan serta bagaimana memenuhi kebutuhannya
selama hamil
 Telah mendapat obat dari dokter untuk keluhannya.
O : Ibu mampu menjelaskan kembali penjelasan dari bidan, dan mengerti cara
mengatasi masalah dan keluhan serta kebutuhannya selama hamil
A : Ibu hamil dengan asma telah mendapatkan pelayanan
P : Anjurkan ibu kembali untuk control ulang satu minggu lagi atau sewaktu –
waktu bila ada keluhan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan yang disebabkan oleh
perubahan hormonal dan faktor mekanik. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk
mencukupi peningkatan kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin,
plasenta dan uterus.
Keadaan hormonal selama kehamilan sangat berbeda dengan keadaan tidak hamil dan
mengalami perubahan selama perjalanan kehamilan. Perubahan-perubahan ini akan
memberikan pengaruh terhadap fungsi paru. Progesteron tampaknya memberikan
pengaruh awal dengan meningkatkan sensitifitas terhadap CO2, yang menyebabkan
terjadinya hiperventilasi ringan, yang bisa disebut sebagai dispnea selama kehamilan.
Lebih lanjut dapat dilihat adanya efek relaksasi otot polos. Pengaruh total progesteron
selama kehamilan karena peningkatannya yang mencapai 50-100 kali dari keadaan
tidak hamil, masih diperdebatkan dengan adanya berbagai temuan klinis yang terbuka
diperdebatkan.
B. Saran
Petugas kesehatan khususnya bidan diharapkan untuk lebih meningkatkan
asuhan kebidanan terutama dalam pengembangan kompetensi asuhan yang
komprehensif mengenai penanggulangan dan pencegahan terhadap penyakit saluran
pernapasan pada kehamilan. Dengan demikian diharapkan dalam memberikan
pelayanan kebidanan selalu berfokus pada KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) di
pelayanan kesehatan khusus dan juga di komunitas.
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, kami menyadari bahwa
banyak sekali kekurangan yang ada dalam makalah ini sehingga kritik dan saran yang
membangun sangatlah kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Gary. 2006. Obstetric Williams. Ed. 21. Vol. 2. EGC
Price, Sylvia Anderson et al. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jilid 2.
Edisi 4.
Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006. Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Revisi 20. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Arifin, Laily. 12 Juni 2007. Pregnancy and Tuberculosis. http://lely-
nursinginfo.blogspot.com/2007/06/Pregnancy-and-tuberculosis/html
Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya : Airlangga University Press.
Mirmayanti, Bernadeta. 21 Desember 2007. Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Ibu
Hamil. http://yosefw.wordpress.com/2007/12/21/Penggunaan-Obat-
Antituberkulosis-Pada-Ibu-Hamil/
Rao, Sanjay dkk. 2006. Journal : Tuberculosis in Pregnancy and The Impact of Directly
Observed-Short Course (DOTS).
http://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htm
Frieri, Marianne. Management of Asthma in Women. 402-412 WOMEN’S HEALTH IN
PRIMARY CARE. Volume 7 Number 8 September 2004.
Greenberger, Paul A. dan Patterson, Roy. 1985. Management of Asthma during
Pregnancy. (34 – 36). Obstetrical and Gynecological Survey. Williams and Wilkins
(Eds.) Vol. 1 Number 1. January 1986.
Rosenstreich, David L et al. Asthma and the Environment (24-29). JOURNAL OF
ASTHMA Editor David G. Tinkelman, M. D etc. Vol. 40 2003
Subijanto, Achmad Arman Review : Keanekaragaman Genetik HLA-DR dan Variasi
Kerentanan terhadap Penyakit Asma; Tinjauan Khusus pada Asma dalam
Kehamilan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
BIODIVERSITAS Vol. 8, No. 3, Juli 2008, hal. 237-243
240
Warouw, Najoan Nan. Penyakit Saluran Pernapasan. (810 -813). Abdul Bari Syaifuddun
(Eds.). 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Ed. 4 Cet. 1. Jakarta : PT Bina
Husada Sarwono Prawirohardjo.
Wray, Betty B. and McCann, William. 1-4, Bronchial Asthma---“The Plumbing”
JOURNAL OF ASTHMA Editor David G. Tinkelman, M. D etc. Vol. 40 2003
Manuaba, I Bagus Gde. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Laksmi, Purwita W dkk. 2008. Penyakit-penyakit pada Kehamilan: Peran Seseorang
Internis. Jakarta: Interna Publishing
http://www.emir-fakhrudin.com/2009/12/hamil-dengan-asma-bronkhial.html

Más contenido relacionado

La actualidad más candente (20)

Ph care asma
Ph care asmaPh care asma
Ph care asma
 
Asma
AsmaAsma
Asma
 
Power point asma bronkial
Power point asma  bronkialPower point asma  bronkial
Power point asma bronkial
 
Tugas kesol (asma) mistia
Tugas kesol (asma)  mistiaTugas kesol (asma)  mistia
Tugas kesol (asma) mistia
 
Asma bronkial
Asma bronkialAsma bronkial
Asma bronkial
 
Asma
AsmaAsma
Asma
 
Penyakit asma revisi
Penyakit asma revisiPenyakit asma revisi
Penyakit asma revisi
 
Asma
AsmaAsma
Asma
 
Ppt Penyakit Asma
Ppt Penyakit AsmaPpt Penyakit Asma
Ppt Penyakit Asma
 
228747728 sap-asma
228747728 sap-asma228747728 sap-asma
228747728 sap-asma
 
Kti asma bab 1 dan 2
Kti asma bab 1 dan 2Kti asma bab 1 dan 2
Kti asma bab 1 dan 2
 
Ikun asma bab 1 dan 2
Ikun asma bab 1 dan 2Ikun asma bab 1 dan 2
Ikun asma bab 1 dan 2
 
Tinjauan teoritis asma
Tinjauan teoritis asmaTinjauan teoritis asma
Tinjauan teoritis asma
 
Ppt ppok
Ppt ppokPpt ppok
Ppt ppok
 
Asma 01
Asma 01Asma 01
Asma 01
 
Pbl 7 a modul sesak batuk
Pbl 7 a modul sesak batukPbl 7 a modul sesak batuk
Pbl 7 a modul sesak batuk
 
SAP Asma Anak
SAP Asma AnakSAP Asma Anak
SAP Asma Anak
 
Leaflet asma hitam putih
Leaflet asma hitam putihLeaflet asma hitam putih
Leaflet asma hitam putih
 
Askep kejang
Askep kejangAskep kejang
Askep kejang
 
Leaflet asma
Leaflet asmaLeaflet asma
Leaflet asma
 

Similar a Asthma pathophysiology (20)

89948381 006-akbid-asma-pada-ibu-hamil
89948381 006-akbid-asma-pada-ibu-hamil89948381 006-akbid-asma-pada-ibu-hamil
89948381 006-akbid-asma-pada-ibu-hamil
 
materi pendidikan khusus
materi pendidikan khususmateri pendidikan khusus
materi pendidikan khusus
 
Modul 1 pernafasan ok
Modul 1 pernafasan okModul 1 pernafasan ok
Modul 1 pernafasan ok
 
Copd Akper pemkab muna
Copd  Akper pemkab munaCopd  Akper pemkab muna
Copd Akper pemkab muna
 
Askep pada pasien dengan gangguan pernafasan akibat peradangan
Askep pada pasien dengan gangguan pernafasan akibat peradanganAskep pada pasien dengan gangguan pernafasan akibat peradangan
Askep pada pasien dengan gangguan pernafasan akibat peradangan
 
Askep pada pasien dengan gangguan pernafasan akibat peradangan
Askep pada pasien dengan gangguan pernafasan akibat peradanganAskep pada pasien dengan gangguan pernafasan akibat peradangan
Askep pada pasien dengan gangguan pernafasan akibat peradangan
 
Ppom
PpomPpom
Ppom
 
Ppom AKPER PEMKAB MUNA
Ppom AKPER PEMKAB MUNA Ppom AKPER PEMKAB MUNA
Ppom AKPER PEMKAB MUNA
 
Copd
Copd Copd
Copd
 
Satpel ppok
Satpel ppokSatpel ppok
Satpel ppok
 
askep gawat darurat Kasus asma
askep gawat darurat Kasus asma askep gawat darurat Kasus asma
askep gawat darurat Kasus asma
 
Makalah sistem pernapasan
Makalah sistem pernapasanMakalah sistem pernapasan
Makalah sistem pernapasan
 
Makalah sistem pernapasan
Makalah sistem pernapasanMakalah sistem pernapasan
Makalah sistem pernapasan
 
Dok surya
Dok suryaDok surya
Dok surya
 
Copd
Copd Copd
Copd
 
1620 3030-1-sm
1620 3030-1-sm1620 3030-1-sm
1620 3030-1-sm
 
Patofisiologi asma
Patofisiologi asmaPatofisiologi asma
Patofisiologi asma
 
Materi ppok
Materi ppokMateri ppok
Materi ppok
 
Patofisiologi asma
Patofisiologi asmaPatofisiologi asma
Patofisiologi asma
 
Makalah anvis "enfisema"
Makalah anvis "enfisema"Makalah anvis "enfisema"
Makalah anvis "enfisema"
 

Más de Agilannadarajan4

Más de Agilannadarajan4 (20)

Schizopherenia -skizofrenia
Schizopherenia  -skizofreniaSchizopherenia  -skizofrenia
Schizopherenia -skizofrenia
 
KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...
KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...
KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...
 
Definisi hepatitis
Definisi hepatitisDefinisi hepatitis
Definisi hepatitis
 
Vomiting during pregnancy causes
Vomiting during pregnancy causesVomiting during pregnancy causes
Vomiting during pregnancy causes
 
Tata laksana delayed puberty
Tata laksana delayed pubertyTata laksana delayed puberty
Tata laksana delayed puberty
 
Stilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafasStilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafas
 
Short stature
Short statureShort stature
Short stature
 
Pp hdocx
Pp hdocxPp hdocx
Pp hdocx
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Pneumoni1
Pneumoni1Pneumoni1
Pneumoni1
 
Perawakan pendek atau
Perawakan pendek atauPerawakan pendek atau
Perawakan pendek atau
 
Penyebab tbc
Penyebab tbcPenyebab tbc
Penyebab tbc
 
Osteoartritis
OsteoartritisOsteoartritis
Osteoartritis
 
Nyeri dada
Nyeri dadaNyeri dada
Nyeri dada
 
Nursing care of patients
Nursing care of patientsNursing care of patients
Nursing care of patients
 
Lep141 144
Lep141 144Lep141 144
Lep141 144
 
Indikasi tranfusi darah pada postpartum hemorrhage
Indikasi tranfusi darah pada postpartum hemorrhageIndikasi tranfusi darah pada postpartum hemorrhage
Indikasi tranfusi darah pada postpartum hemorrhage
 
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak adekuat p...
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak adekuat p...Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak adekuat p...
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak adekuat p...
 
Dermatofitosis
DermatofitosisDermatofitosis
Dermatofitosis
 
Definis1 demam rhematic
Definis1 demam rhematicDefinis1 demam rhematic
Definis1 demam rhematic
 

Último

MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiaNILAMSARI269850
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajarHafidRanggasi
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMIGustiBagusGending
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...Kanaidi ken
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptAgusRahmat39
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 

Último (20)

MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 

Asthma pathophysiology

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya penyakit saluran pernapasan di masyarakat, kita akan mendapati lebih banyak pasien hamil dengan penyalit saluran pernapsan daripada sebelumnya. Pada kehamilan terjadi perubahan fungsi dan anatomi tubuh termasuk saluran pernapasan. Juga terjadi perbedaan patofisiologi penyakit pada saluran pernapasan selama kehamilan. Perawatan pasien dengan penyakit saluran pernapasan sebaiknya dilakukan bersama dengan dokter spesialis penyakit dalam. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, perlu dipahami penyakit saluran pernapasan dan pengaruhnya terhadap kehamilan serta penatalaksanaannya berdasarkan evidenced based selama kehamilan, persalinan, dan nifas. B. Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah : 1. Memahami definisi penyakit asma 2. Memahami etiologi penyakit 3. Memahami morfologi penyakit 4. Memahami gejala penyakit 5. Memahami patogenesis penyakit 6. Memahami diagnosis dan manifestasi klinis penyakit 7. Memahami efek penyakit 8. Memahami komplikasi penyakit 9. Memahami penanganan dan pengobatan
  • 2. 10. Memahami pencegahan 11. Memahami peran bidan dalam kehamilan C. Manfaat Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah meningkatnya pemahaman bidan terhadap konsep penyakit asma pada kehamilan. Dengan demikian, strategi untuk memberikan dampak positif terhadap pengurangan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi dapat dipraktikkan secara langsung dalam pelaksanaan asuhan kebidanan yang secara khusus dapat dilaksanakan dalam program yang komprehensif.
  • 3. BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Asma adalah radang kronis pada jalan nafas yang berkaitan dengan obstruksi reversible dari spasme, edema, dan produksi mucus dan respon yang berlebihan terhadap stimuli. (Varney, Helen. 2003) Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990). Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang. (Sylvia Anderson (1995 : 149) Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1994) Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil. (Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994) Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang ditandai dengan spasme bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama pada jalan nafas) (Joyce M. Black,1996).
  • 4. Asma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dengan gejala bronkospasme yang reversibel. (Crocket (1997) ETIOLOGI Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh semacam reaksi alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap allergen, yakni zat-zat yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka. Alergen menyebabkan alergi pada orang-orang yang peka. Alergen menyebabkan otot saluran nafas menjadi mengkerut dan selaput lendir menjadi menebal. Selain produksi lendir yang meningkat, dinding saluran nafas juga menjadi membengkak. Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak. Alergi yang diderita pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat kambuh apabila penderita mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress secara psikis dan fisik, sehingga daya tahan tubuh selama hamil cenderung menurun, daya tahan tubuh yang menurun akan memperbesar kemungkinan tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat kambuh. (Ilmu Penyakit Dalam) FAKTOR PREDISPOSISI Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah:  Alergen Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
  • 5.  Infeksi Saluran Nafas Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).  Stress Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.  Olah raga/ kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.  Obat – obatan Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
  • 6.  Polusi udara Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.  Lingkungan Kerja Diperkirakan 2 – 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru, 1991). A. ASMA DALAM KEHAMILAN SISTEM PERNAFASAN SELAMA KEHAMILAN Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan yang disebabkan oleh perubahan hormonal dan faktor mekanik. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mencukupi peningkatan kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin, plasenta dan uterus. Selama kehamilan kapasitas vital pernapasan tetap sama dengan kapasitas sebelum hamil yaitu 3200 cc, akan tetapi terjadi peningkatan volume tidal dari 450 cc menjadi 600 cc, yang menyebabkan terjadinya peningkatan ventilasi permenit selama kehamilan antara 19-50 %. Peningkatan volume tidal ini diduga disebabkan oleh efek progesteron terhadap resistensi saluran nafas dan dengan meningkatkan sensitifitas pusat pernapasan terhadap karbondioksida. Dari faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama setelah pertengahan kedua kehamilan akibat membesarnya janin, menyebabkan turunnya kapasitas residu fungsional, yang merupakan volume udara yang tidak digunakan dalam paru, sebesar 20%. Selama kehamilan normal terjadi penurunan resistensi saluran napas sebesar 50%.
  • 7. Perubahan-perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kimia dan gas darah. Karena meningkatnya ventilasi maka terjadi penurunan pCO2 menjadi 30 mm Hg, sedangkan pO2 tetap berkisar dari 90-106 mmHg, sebagai penurunan pCO2 akan terjadi mekanisme sekunder ginjal untuk mengurangi plasma bikarbonat menjadi 18-22 mEq/L, sehingga pH darah tidak mengalami perubahan. Secara anatomi terjadi peningkatan sudut subkostal dari 68,5 – 103,5 selama kehamilan. Perubahan fisik ini disebabkan karena elevasi diafragma sekitar 4 cm dan peningkatan diameter tranversal dada maksimal sebesar 2 cm. Adanya perubahan-perubahan ini menyebabkan perubahan pola pernapasan dari pernapasan abdominal menjadi torakal yang juga memberikan pengaruh untuk memenuhi peningkatan konsumsi oksigen maternal selama kehamilan. Laju basal metabolisme meningkat selama kehamilan seperti terbukti oleh peningkatan konsumsi oksigen. Selama melahirkan, konsumsi O2 dapat meningkat 20-25 %. Bila fungsi paru terganggu karena penyakit paru, kemampuan untuk meningkatkan konsumsi oksigen terbatas dan mungkin tidak cukup untuk mendukung partus normal, sebagai konsekuensi fetal distress dapat terjadi. PENGARUH PERUBAHAN HORMONAL SELAMA KEHAMILAN Keadaan hormonal selama kehamilan sangat berbeda dengan keadaan tidak hamil dan mengalami perubahan selama perjalanan kehamilan. Perubahan-perubahan ini akan memberikan pengaruh terhadap fungsi paru. Progesteron tampaknya memberikan pengaruh awal dengan meningkatkan sensitifitas terhadap CO2, yang menyebabkan terjadinya hiperventilasi ringan, yang bisa disebut sebagai dispnea selama kehamilan. Lebih lanjut dapat dilihat adanya efek relaksasi otot polos. Pengaruh total progesteron selama kehamilan karena
  • 8. peningkatannya yang mencapai 50-100 kali dari keadaan tidak hamil, masih diperdebatkan dengan adanya berbagai temuan klinis yang terbuka diperdebatkan. Selama kehamilan kadar estrogen meningkat, dan terdapat data-data yang menunjukkan bahwa peningkatan ini menyebabkan menurunnya kapasitas difusi pada jalinan kapiler karena meningkatnya jumlah sekresi asam mukopolisakarida perikapiler. Estrogen memberikan pengaruh terhadap asma selama kehamilan.dengan menurunkan klirens metabolik glukokortikoid sehingga terjadi peningkatan kadar kortisol. Estrogen juga mempotensiasi relaksasi bronkial yang diinduksi oleh isoproterenol. Kadar kortisol bebas plasma meningkat selama kehamilan, demikian pula kadar total kortisol plasma. Peningkatan kadar kortisol ini seharusnya memberikan perbaikan terhadap keadaan penderita asma, akan tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Tampaknya beberapa wanita hamil refrakter terhadap kortisol meskipun terjadi peningkatan kadar dalam serum 2-3 kali lipat. Hal ini mungkin disebabkan terjadinya kompetisi pada reseptor glukoortikoid oleh progesteron, deoksikortikosteron dan aldosteron yang semuanya meningkat selama kehamilan. Semua tipe prostaglandin meningkat dalam serum maternal selama kehamilan, terutama menjelang persalinan aterm. Meskipun dijumpai adanya peningkatan kadar matabolit prostalandin PGF 2x yang merupakan suatu bronkokonstriktor kuat, dalam serum sebesar 10%-30%, hal ini tidak selalu memberikan pengaruh buruk pada penderita asma selama persalinan. Pada jaringan janin ditemukan histamin dalam konsentrasi tinggi. Sebagai respon terhadap stimulus ini maka plasenta menghasilkan histaminase (diaminoksidase) dalam jumlah besar mencapai 1000 kali lipat dibandingkan wanita yang tidak hamil. Penelitian dewasa ini belum membuktikan perubahan biokkimiawi ini dengan pengaruh klinik yang ditimbulkannya.
  • 9. PREVALENSI Di Indonesia, prevalensi asma sekitar 5 - 6 % dari populasi. Prevalensi asma dalam kehamilan sekitar 3,7 – 4 %. Hal tersebut membuat asma menjadi salah satu permasalahan yang biasa ditemukan dalam kehamilan. GEJALA Penilaian secara subyektif tidak dapat secara akurat menentukan derajat asma. Gejala klinik bervariasi mulai dari wheezing ringan sampai bronkokonstriksi berat. Pada keadaan ringan, hipoksia dapat dikompensasi hiperventilasi. Namun, bila bertambah berat akan terjadi kelelahan yang menyebabkan retensi O2 akibat hiperventilasi. Bila terjadi gagal napas, ditandai asidosis, hiperkapnea, adanya pernapasan dalam, takikardi, pulsus paradoksus, ekspirasi memanjang, penggunaan otot asesoris pernapasan, sianosis sentral, sampai gangguan kesadaran. Keadaan ini bersifat reversible dan dapat ditoleransi. Namun, pada kehamilan sangat berbahaya akibat adanya penurunan kapasitas residu. Manifestasi klinis asma ditandai dengan dyspnea, kesesakan dada, wheezing, dan batuk malam hari, di mana hanya menjadi tanda dalam beberapa kasus. Pasien melaporkan gejala seperti gangguan tidur dan nyeri dada. Batuk yang memicu spasme atau kesesakan dalam saluran pernapasan, atau berlanjut terus, dapat berbahaya. Beberapa serangan dimulai dengan batuk yang menjadi progresif lebih “sesak”, dan kemudian bunyi wheezing terjadi. Ada pula yang berbeda, beberapa penderita asma hanya dimulai wheezing tanpa batuk. Beberapa yang lain tidak pernah wheezing tetapi hanya batuk selama serangan asma terjadi.
  • 10. Selama serangan asma, mucus cenderung menjadi kering dan sukar, sebagian karena cepat, beratnya pernapasan umumnya terjadi saat serangan asma. Mucus juga menjadi lebih kental karena sel-sel mati terkelupas. Kontraksi otot bronkus menyebabkan saluran udara menyempit atau konstriksi. Hal ini disebut brokokonstriksi yang memperbesar obstruksi yaitu asma. Dengan demikian ada derajat asma : 1. Tingkat pertama : secara klinis normal, tetapi asma timbul jika ada faktor pencetus. 2. Tingkat kedua : penderita asma tidak mengeluh dan pada pemeriksaan fisik tanpa kelainan tetapi fungsi parunya menunjukkan obstruksi jalan nafas. Disini banyak ditemukan pada penderita yang baru sembuh dari serangan asma 3. Tingkat ketiga : penderita tidak ada keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun maupun fungsi paru menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan nafas. 4. Tingkat keempat : penderita mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi.Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan dijumpai tanda-tanda obstruksi jalan napas. 5. Tingkat kelima : adalah status asmatikus, yaitu suatu keadaan darurat medik berupa serangan akut asma yang berat, bersifat refrakter terhadap pengobatan yang biasa dipakai. Scoggin membagi perjalanan klinis asma sebagai berikut : 1. Asma akut intermiten : Di luar serangan, tidak ada gejala sama sekali. Pemeriksaan fungsi paru tanpa provokasi tetap normal. Penderita ini sangat jarang jatuh ke dalam status asmatikus dan dalam pengobatannya sangat jarang memerlukan kortikosteroid.
  • 11. 2. Asma akut dan status asmatikus: Serangan asma dapat demikian beratnya sehingga penderita segera mencari pertolongan. Bila serangan asma akut tidak dapat diatasi dengan obat-obat adrenergik beta dan teofilin disebut status asmatikus. 3. Asma kronik persisten (asma kronik): Pada asma kronik selalu ditemukan gejala-gejala obstruksi jalan napas, sehingga diperlukan pengobatan yang terus menerus. Hal tersebut disebabkan oleh karena saluran nafas penderita terlalu sensitif selain adanya faktor pencetus yang terus-menerus. Modifikasi asma berdasarkan National Asthma Education Program (NAEPP) yaitu : 1. Asma Ringan  Singkat (< 1 jam ) eksaserbasi symptomatic < dua kali/minggu.  Puncak aliran udara ekspirasi > 80% diduga akan tanpa gejala. 2. Asma Sedang  Gejala asma kambuh >2 kali / mingggu  Kekambuhan mempengaruhi aktivitasnya  Kekambuhan mungkin berlangsung berhari-hari  Kemampuan puncak ekspirasi /detik dan kemampuan volume ekspirasi berkisar antara 60-80%. 3. Asma Berat  Gejala terus menerus menganggu aktivitas sehari-hari
  • 12.  Puncak aliran ekspirasi dan kemampuan volume ekspirasi kurang dari 60% dengan variasi luas  Diperlukan kortikosteroid oral untuk menghilangkan gejala. PATOFISIOLOGI ASMA PADA KEHAMILAN Pada asma terdapat penyempitan saluran pernafasan yang disebabkan oleh spasme otot polos saluran nafas, edema mukosa dan adanya hipersekresi yang kental. Penyempitan ini akan menyebabkan gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi tidak merata dalam sirkulasi darah pulmonal dan gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Akhirnya akan berkembang menjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis pada tingkat lanjut. Ciri patofisiologi asma adalah inflamasi kronis and hiperaktif bronkial termasuk interaksi antara banyak sel dan mediator radang. Sel infiltrate saluran pernapasan yang radang termasuk T sel aktif, terdiri dari yang terbesar adalah eosinofil dan limfosit TH2. Karena alasan inilah, agen anti-inflamasi merupakan hal pokok dalam pengawasan asma persisten. Walaupun kortikosteroid mengurangi produksi sitokin dan chemokines pada pasien asma atau dengan rhinitis dan alur pengobatan utama untuk banyak pasien, leukotriene modifiers and antagonis juga bersifat anti-inflamasi. Timbulnya serangan asma disebabkan terjadinya reaksi antigen antibodi pada permukaan sel mast paru, yang akan diikuti dengan pelepasan berbagai mediator kimia untuk reaksi hipersentifitas cepat. Terlepasnya mediator-mediator ini menimbulkan efek langsung cepat pada otot polos saluran nafas dan permiabilitas kapiler bronkus. Mediator yang dilepaskan meliputi bradikinin, leukotrien C,D,E, prostaglandin PGG2, PGD2a, PGD2, dan tromboksan A2. Mediator-mediator ini menimbulkan reaksi peradangan dengan bronkokonstriksi, kongesti vaskuler dan timbulnya edema, di samping kemampuan mediator-mediator ini untuk menimbulkan bronkokontriksi, leukotrien juga meningkatkan sekresi mukus dan menyebabkan terganggunya mekanisme transpor mukosilia.
  • 13. Pada asma dengan kausa non alergenik terjadinya bronkokontriksi tampaknya diperantarai oleh perubahan aktifitas eferen vagal yang mana terjadi ketidak seimbangan antara tonus simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis dengan reseptor beta-2 menimbulkan bronkodilatasi, sedangkan saraf parasimpatis menimbulkan bronkokontriksi. Patofisiologi asma yang terbaru berbicara mengenai konsep inflamasi saluran pernapasan mutakhir dan strategi terapeutik di masa mendatang. Perubahan fisiologis selama kehamilan mengubah prognosis asma, Hal ini berhubungan dengan perubahan hormonal selama kehamilan. Bronkodilatasi yang dimediasi oleh progesteron serta peningkatan kadar kortisol serum bebas merupakan salah satu perubahan fisiologis kehamilan yang dapat memperbaiki gejala asma, sedangkan prostaglandin F2 dapat memperburuk gejala asma karena efek bronkokonstriksi yang ditimbulkannya (Nelson and Piercy, 2001). Pengaruh kehamilan pada asma Perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan mempengaruhi hidung , sinus dan paru. Peningkatan hormon estrogen menyebabkan kongesti kapiler hidung, terutama selama trimester ketiga, sedangkan peningkatan kadar hormon progesteron menyebabkan peningkatan laju pernapasan (ACAAI, 2002). Beecroft dkk mengatakan bahwa jenis kelamin janin dapat mempengaruhi serangan asma pada kehamilan. Pada studi prospektif blind, ditemukan 50% ibu bayi perempuan mengalami peningkatan gejala asma selama kehamilan dibandingkan dengan 22,2% ibu bayi laki-laki. Ibu dengan bayi laki-laki menunjukkan perbaikan gejala asma (44,4%), sementara tidak satu pun ibu dari bayi perempuan mengalami perbaikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gejolak adrenergik yang dialami ibu selama mengandung janin laki-laki dapat meringankan gejala asma (Frezzo et al., 2002).
  • 14. Ada hubungan antara keadaan asma sebelum hamil dan morbiditasnya pada kehamilan. Pada asma ringan 13 % mengalami serangan pada kehamilan, pada asma moderat 26 %, dan asma berat 50 %. Sebanyak 20 % dari ibu dengan asma ringan dan moderat mengalami serangan intrapartum, serta peningkatan risiko serangan 18 kali lipat setelah persalinan dengan seksio sesarea jika dibandingkan dengan persalinan per vaginam. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan. Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan beratnya serangan asma, karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan hipoksia jika tidak segera diatasi tentu akan memberikan pengaruh buruk pada janin, berupa abortus, persalinan prematur, dan berat janin yang tidak sesuai dengan umur kehamilan. Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi. Turner et al dalam suatu penelitian yang melibatkan 1054 wanita hamil yang menderita asma menemukan bahwa 29% kasus membaik dengan terjadinya kehamilan, 49% kasus tetap seperti sebelum terjadinya kehamilan, dan 22% kasus memburuk dengan bertambahnya umur kehamilan. Sekitar 60% wanita hamil yang mendapat serangan asma dapat menyelesaikan kehamilannya dengan baik. Sekitar 10% akan mengalami eksaserbasi pada persalinan. Mabie dkk (1992) melaporkan peningkatan 18 kali lipat resiko eksaserbasi pada persalinan dengan seksio sesarea dibandingkan dengan pervaginam Pengaruh asma pada kehamilan Asma pada kehamilan pada umumnya tidak mempengaruhi janin, namun serangan asma berat dan asma yang tak terkontrol dapat menyebabkan hipoksemia ibu sehingga berefek pada
  • 15. janin (Nelson and Piercy, 2001). Hipoksia janin terjadi sebelum hipoksia ibu terjadi. Asma pada kehamilan berdampak penting bagi ibu dan janin selama kehamilan dan persalinan. Dampak yang terjadi dapat berupa kelahiran prematur, usia kehamilan muda, hipertensi pada kehamilan, abrupsio plasenta, korioamnionitis, dan seksio sesaria (Liu et al.,2000; Bhatia and Bhatia,2000). DIAGNOSIS DAN PEMANTAUAN PENYAKIT Diagnosis asma ditegakkan berdasar gejala episodic obstruksi aliran jalan nafas, yang bersifat reversibel atau reversibel sebagian. Derajat berat asma dapat dikelompokkan sebagai asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang dan asma persisten berat, tergantung pada frekwensi dan derajat berat gejalanya, termasuk gejala malam, episode serangan dan faal paru (Sharma, 2004). Kelompok kerja National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) berpendapat bahwa pasien asma persisten harus dievaluasi minimal setiap bulannya selama kehamilan. Evaluasi termasuk riwayat penyakit (frekuensi gejala, asma malam hari, gangguan aktivitas, serangan dan penggunaan obat ), auskultasi paru, serta faal paru (NAEPP, 2005). Uji spirometri dilakukan pada diagnosis pertama kali, dan dilanjutkan dengan pemantauan rutin pada kunjungan pasien selanjutnya, tetapi pengukuran APE dengan peak flow meter biasanya sudah cukup. Pasien dengan VEP1 60-80% prediksi meningkatkan risiko terjadinya asma pada kehamilan, dan pasien dengan VEP1 kurang dari 60% prediksi memiliki risiko yang lebih tinggi (NAEPP, 2005). Asma pada kehamilan berhubungan dengan kejadian Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan kelahiran prematur, sangatlah penting untuk menegakkan waktu kehamilan secara akurat melalui pemeriksaan USG pada trimester pertama. Menurut pendapat kelompok kerja NAEPP, evaluasi aktivitas dan perkembangan janin dengan pemeriksaan USG rutin dipertimbangkan bagi : 1) wanita dengan asma terkontrol; 2) wanita dengan asma sedang
  • 16. sampai berat, mulai kehamilan minggu ke-32; 3) wanita setelah pulih dari serangan asma berat (NAEPP, 2005). DIAGNOSIS DIFERENSIAL  Bronchitis kronis  Bronchiectasis  Hypogammaglobulinemia  Emfisema  Obstruksi laring  Endobronchial space-occuping lesion  Disfungsi glottis  Occult cardiac disease  Multiple pulmonary emboli  Eosinophilic pneumonia syndromes  Systemic vasculitis  Gastroesophageal reflux  Cough secondary to drigs  Carcinoid PENATALAKSANAAN ASMA PADA KEHAMILAN Penatalaksanaan asma selama kehamilan membutuhkan pendekatan kooperatif antara dokter kandungan, bidan, dokter paru serta perawat yang khusus menangani asma dan ibu hamil itu sendiri. Tujuan serta terapi pada prinsipnya sama dengan pada penderita asma yang tidak hamil. Terapi medikasi asma selama kehamilan hampir sama dengan terapi penderita asma tidak hamil, dengan pelega kerja singkat serta terapi harian jangka panjang untuk mengatasi inflamasi (Nelson and Piercy, 2001). Pentingnya pengobatan asma adalah mencegah
  • 17. kematian, kegagalan pernapasan, status asmatikus, perawatan di ruang emergensi, dan cacat wheezing. Penatalaksaan asma kronis pada kehamilan harus mencakup hal-hal berikut. Penilaian obyektif fungsi paru dan kesejahteraan janin Pasien harus mengukur PEFR 2 kali sehari dengan target 380 – 550 liter/menit. Tiap pasien memiliki nilai baseline masing-masing sehingga terapi dapat disesuaikan. Menghindari faktor pencetus asma Mengenali serta menghindari faktor pencetus asma dapat meningkatkan kesejahteraan ibu dengan kebutuhan medikasi yang minimal (NAEPP, 2005). Asma dapat dicetuskan oleh berbagai faktor termasuk alergi, infeksi saluran napas atas, sinusitis, exercise, aspirin, obat- obatan anti inflamasi non steroid (NSAID), dan iritan, misalnya: asap rokok, asap kimiawi, kelembaban, emosi (Kramer, 2001; ACAAI, 2002). Di samping itu, pencetus terkemuka serangan asma termasuk serbuk/tepung, tungau, jamur, amukan hewan, makanan, dan hormone. Pada umumnya kucing merupakan hewan kesayangan yang menyebabkan asma. Semua hewan pengerat, kelinci, dan hewan peliharaan dapat menyebabkan asma, termasuk kecoak. Gastroesophageal reflux (GER) dikenal sebagai pencetus asma dan terjadi pada hampir 1/3 wanita hamil. Asma yang dicetuskan oleh GER dapat disebabkan oleh aspirasi isi lambung kedalam paru sehingga menyebabkan bronkospasme, maupun aktivasi arkus refleks vagal dari esofagus ke paru sehingga menyebabkan bronkokonstriksi (Kahrilas, 1996). Wanita hamil perokok harus berhenti merokok, dan menghindari paparan asap tembakau serta iritan lain di sekitarnya. Wanita hamil yang merokok berhubungan dengan peningkatan
  • 18. risiko wheezing dan kejadian asma pada anaknya (Blaiss, 2004; Nelson and Piercy, 2001; NAEPP, 2005). Edukasi Mengontrol asma selama kehamilan penting bagi kesejahteraan janin. Ibu hamil harus mampu mengenali dan mengobati tanda-tanda asma yang memburuk agar mencegah hipoksia ibu dan janin. Ibu hamil harus mengerti cara mengurangi paparan agar dapat mengendalikan faktor-faktor pencetus asma (NAEPP, 2005). Terapi farmakologi selama kehamilan Kelompok kerja NAEPP merekomendasikan prinsip serta pendekatan terapi farmakologi dalam penatalaksanaan asma pada kehamilan dan laktasi (tabel.1). Prednison, teofilin, antihistamin, kortikosteroid inhalasi, β2 agonis dan kromolin bukan merupakan kontra indikasi pada penderita asma yang menyusui. Rekomendasi penatalaksanaan asma selama laktasi sama dengan penatalaksanaan asma selama kehamilan (NAEPP, 2005). Terapi asma modern dengan teofilin, kortikosreoid dan beta agonis menurunkan risiko komplikasi kehamilan menjadi rendah baik pada ibu maupun janin. Farmakoterapi tdak boleh bersifat teratogenik pada janin atau berbahaya pada ibu. Penggunaan beta agonis, seperti metaproterenol, dan albuterol, dapat digunakan dalam pengobatan darurat pada asma berat dalam kehamilan, tetapi penggunaan jangka panjang seharusnya dihindari pada kehamilan muda, terutama sekali sejak efek pada janin tidak diketahui.(Greenberger, 1985). Tahap 1: Asma Intermitten Bronkodilator kerja singkat, terutama β2 agonis inhalasi direkomendasikan sebagai pengobatan pelega cepat untuk mengobati gejala pada asma intermiten. Aksi utama β2 agonis adalah untuk merelaksasikan otot polos jalan napas dengan menstimulus β2 reseptor, sehingga meningkatkan siklik AMP dan menyebabkan bronkodilatasi. Salbutamol adalah β2
  • 19. agonis inhalasi yang memiliki profil keamanan baik. Belum terdapat data yang membuktikan kejadian cidera janin pada penggunaan β2 agonis inhalasi kerja singkat maupun kontra indikasi selama menyusui (NAEPP, 2005). Tahap 2 : Asma Persisten Ringan Terapi yang dianjurkan untuk pengobatan kontrol jangka lama pada asma persisten ringan adalah kortikosteroid inhalasi dosis rendah. Kortikosteroid merupakan terapi preventif dan bekerja luas pada proses inflamasi. Efek klinisnya ialah mengurangi gejala beratnya serangan, perbaikan arus puncak ekspirasi dan spirometri, mengurangi hiperresponsif jalan napas, mencegah serangan dan mencegah remodeling dinding jalan napas (NAEPP, 2005). Kortikosteroid mencegah pelepasan sitokin, pengangkutan eosinofil jalan napas dan pelepasan mediator inflamasi (NAEPP, 2003). Kortikosteroid inhalasi mencegah eksarsebasi asma dalam kehamilan dan merupakan terapi profilaksis pilihan (Nelson and Piercy, 2001). Dibandingkan dengan kortikosteroid inhalasi lainnya, budesonid lebih banyak digunakan pada wanita hamil. Belum terdapat data yang menunjukkan bahwa penggunaan kortikosteroid inhalasi selain budesonid tidak aman selama kehamilan. Oleh karenanya, kortikosteroid inhalasi selain budesonid juga dapat diteruskan pada pasien yang sudah terkontrol dengan baik sebelum kehamilan, terutama bila terdapat dugaan perubahan formulasi dapat membahayakan asma yang terkontrol (NAEPP, 2005). Kortikosteroid oral selama kehamilan meningkatkan risiko preeklampsia, kelahiran prematur dan berat bayi lahir rendah (Nelson and Piercy, 2001; Gluck and Gluck,2005; NAEPP,2005; Sharma,2004). Bagaimanapun juga, mengingat pengaruh serangan asma berat bagi ibu dan janin, penggunaan kortikosteroid oral tetap diindikasikan secara klinis selama kehamilan (Nelson and Piercy, 2001). Selama kehamilan, penggunaan prednison untuk mengontrol gejala asma penting diberikan bila terdapat kemungkinan terjadinya hipoksemia ibu dan oksigenasi janin yang tidak adekuat (Greenberger, 1997).
  • 20. Prednisolon dimetabolisme sangat rendah oleh plasenta (10%). Beberapa studi menyebutkan tidak ada peningkatan risiko aborsi, bayi lahir mati, kelainan kongenital, reaksi penolakan janin ataupun kematian neonatus yang disebabkan pengobatan ibu dengan steroid (Nelson and Piercy,2001; NAEPP,2003; Rotschild et al.,1997) Kromolin sodium memiliki toleransi dan profil keamanan yang baik, tetapi kurang efektif dalam mengurangi manifestasi asma baik secara objektif maupun subjektif bila dibandingkan dengan kortikosteroid inhalasi. Kromolin sodium memiliki kemampuan anti inflamasi, mekanismenya berhubungan dengan blokade saluran klorida. Kromolin ialah suatu terapi alternatif, bukan terapi yang dianjurkan bagi asma persisten ringan (NAEPP, 2005). Antagonis reseptor leukotrien (montelukast dan zafirlukast) digunakan untuk mempertahankan terapi terkontrol pada pasien asma sebelum hamil. Menurut opini kelompok kerja NAEPP, saat memulai terapi baru untuk asma pada kehamilan, antagonis reseptor leukotrien merupakan terapi alternatif, dan tidak dianjurkan sebagai terapi pilihan bagi asma persisten ringan (NAEPP, 2005). Teofilin menyebabkan bronkodilatasi ringan sampai sedang pada asma. Konsentrasi rendah teofilin dalam serum beraksi sebagai anti inflamasi ringan. Teofilin memiliki potensi toksisitas serius bila dosisnya berlebihan atau terdapat interaksi dengan obat lain (misal dengan eritromisin). Penggunaan teofilin selama kehamilan membutuhkan dosis titrasi yang hati-hati serta pemantauan ketat untuk mempertahankan konsentrasi teofilin serum 5 – 12 mcg/mL. Penggunaan teofilin dosis rendah merupakan terapi alternatif, tapi tidak dianjurkan pada asma persisten ringan (NAEPP, 2005). Tahap 3 : Asma Persisten Sedang Terdapat dua pilihan terapi : kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan β2 agonis inhalasi kerja lama atau meningkatkan dosis kortikosteroid inhalasi sampai dosis medium. Data yang menunjukkan keefektivan dan atau keamanan penggunaan kombinasi terapi ini
  • 21. selama kehamilan sangat terbatas, tetapi menurut data uji coba kontrol acak pada orang dewasa tidak hamil menunjukkan bahwa penambahan β2 agonis inhalasi kerja lama pada kortiko steroid inhalasi dosis rendah menghasilkan asma yang lebih terkontrol daripada hanya meningkatkan dosis kortikosteroid (NAEPP, 2005). Profil farmakologi dan toksikologi β2 agonis inhalasi kerja lama dan singkat hampir sama, terdapat justifikasi bahwa β2 agonis inhalasi kerja lama memiliki profil keamanan yang sama dengan salbutamol, dan β2 agonis inhalasi kerja lama aman digunakan selama kehamilan. Contoh β2 agonis inhalasi kerja lama adalah salmeterol dan formoterol (NAEPP, 2005). Bracken dkk menyimpulkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada berat lahir dan panjang lahir bayi, kelahiran prematur, maupun preeklampsia, pada penggunaan β2 agonis inhalasi kerja lama bila dibandingkan dengan Salmeterol selama kehamilan (Gluck and Gluck, 2005). Tahap 4 : Asma Persisten Berat Jika pengobatan asma persisten sedang telah dicapai tetapi masih membutuhkan tambahan terapi, maka dosis kortikosteroid inhalasi harus dinaikkan sampai batas dosis tinggi, serta penambahan terapi budesonid. Jika cara ini gagal dalam mengatasi gejala asma, maka dianjurkan untuk penambahan kortikosteroid sistemik (NAEPP, 2005). Dosis kortikosteroid sistemik sebagai pengontol jangka panjang selama kehamilan dan laktasi dapat dilihat pada Tabel.3. Penatalaksaan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut. Penanganan asma akut pada kehamilan sama dengan non-hamil, tetapi hospitaliyy threshold lebih rendah. Dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena, pemberian masker oksigen, pemeriksaan analisis gas darah, pengukuran FEV1 (forced expiratory volume in one second), PEFR, pulse oximetry, dan fetal monitoring.
  • 22. Penanganan lini pertama adalah β adrenergic agonis (sub-kutan, oral, inhalasi) loading dose 4 – 6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis 0,8 – 1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma sebesar 10 – 20 µg/ml, Dan kortikosteroid, metilprednisolon 40- 60 mg I.V. tiap 6 jam. Terapi selanjutnya bergantung pada pemantauan respons hasil terapi. Asma berat yang tidak berespons terhadap terapi dalam 30 – 60 menit dimasukkan dalam kategori status asmatikus. Penanganan aktif, di ICU dan intubasi dini, serta penggunaan ventilasi mekanik pada keadaan kelelahan, retensi CO2, dan hipoksemia akan memperbaiki morbiditas dan mortalitas. PENATALAKSANAAN ASMA PADA PERSALINAN Serangan asma akut selama kelahiran dan persalinan sangat jarang ditemukan. Ibu hamil dapat melanjutkan penggunaan inhaler rutin sampai persalinan. Pada ibu dengan asma yang selama kehamilan telah menggunakan steroid oral (>7,5 mg prednisolon setiap hari selama lebih dari 2 minggu) saat awal kelahiran atau persalinan harus mendapatkan steroid parenteral (hidrokortison 100mg setiap 6-8 jam) selama persalinan, sampai ia mampu memulai kembali pengobatan oralnya. Pada kehamilan dengan asma yang terkontrol baik, tidak diperlukan suatu intervensi obstetri awal. Pertumbuhan janin harus dimonitor dengan ultrasonografi dan parameter-parameter klinik, khususnya pada penderita-penderita dengan asma berat atau yang steroid dependen, karena mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami masalah pertumbuhan janin. Onset spontan persalinan harus diperbolehkan, intervensi preterm hanya dibenarkan untuk alasan obstetrik. Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 l/menit, maka persalinan harus berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk menangani komplikasi pernapasan yang berat; peneliti menunjukkan bahwa 10% wanita memberat gejala asmanya pada waktu persalinan.
  • 23. Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus diteruskan, ibu yang sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid harus hidrokortison 100 mg intravena, dan diulangi tiap 8 jam sampai persalinan. Bila mendapat serangan akut selama persalinan, penanganannya sama dengan penanganan serangan akut dalam kehamilan seperti telah diuraikan di atas. Pada persalinan kala II persalinan per vaginam merupakan pilihan terbaik untuk penderita asma, kecuali jika indikasi obstetrik menghendaki dilakukannya seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea lebih dipilih anestesi regional daripada anestesi umum karena intubasi trakea dapat memacu terjadinya bronkospasme yang berat. Pada penderita yang mengalami kesulitan pernapasan selama persalinan pervaginam, memperpendek, kala II dengan menggunakan ekstraksi vakum atau forceps akan bermanfaat. Prostaglandin E2 adalah suatu bronkodilator yang aman digunakan sebagai induksi persalinan untuk mematangkan serviks atau untuk terminasi awal kehamilan. Prostaglandin F2α yang diindikasikan untuk perdarahan post partum berat, harus digunakan dengan hati-hati karena menyebabkan bronkospasme (Nelson and Piercy, 2001). Dalam memilih anestesi dalam persalinan, golongan narkotik yang tidak melepaskan histamin seperti fentanyl lebih baik digunakan daripada meperidine atau morfin yang melepas histamin. Bila persalinan dengan seksio sesarea atas indikasi medik obstetrik yang lain, maka sebaiknya anestesi cara spinal. Selama kehamilan semua bentuk penghilang rasa sakit dapat digunakan dengan aman, termasuk analgetik epidural. Hindarkan penggunaan opiat pada serangan asma akut. Bila
  • 24. dibutuhkan tindakan anestesi, sebaiknya menggunakan epidural anestesi daripada anestesi umum karena peningkatan risiko infeksi dada dan atelektasis. Ergometrin dapat menyebabkan bronkospasme, terutama pada anestesi umum. Sintometrin (oksitosin/ergometrin) yang digunakan untuk mencegah perdarahan post partum, aman digunakan pada wanita asma. Sebelum menggunakan obat-obat analgetik harus ditanyakan mengenai sensitivitas pasien terhadap aspirin atau NSAID (Nelson and Piercy, 2001). PENANGANAN ASMA POST PARTUM Penanganan asma post partum dimulai jika secara klinik diperlukan. Perjalanan dan penanganan klinis asma umumnya tidak berubah secara dramatis setelah post partum. Pada wanita yang menyusui tidak terdapat kontra indikasi yang berkaitan dengan penyakitnya ini. Teofilin bisa dijumpai dalam air susu ibu, tetapi jumlahnya kurang dari 10% dari jumlah yang diterima ibu. Kadar maksimal dalam air susu ibu tercapai 2 jam setelah pemberian, seperti halnya prednison, keberadaan kedua obat ini dalam air susu ibu masih dalam konsentrasi yang belum mencukupi untuk menimbulkan pengaruh pada janin. KOMPLIKASI ASMA PADA KEHAMILAN Asma pada kehamilan yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan penurunan asupan oksigen ibu, sehingga berefek negative bagi janin. Asma tak terkontrol pada kehamilan menyebabkan komplikasi baik bagi ibu maupun janin (OSUMC, 2005). Komplikasi asma pada kehamilan bagi ibu Asma tak terkontrol dapat menyebabkan stres yang berlebihan bagi ibu. Komplikasi asma tak terkontrol bagi ibu termasuk : 1) Preeklampsia (11 %), ditandai dengan peningkatan tekanan darah, retensi air serta proteinuria; 2) Hipertensi kehamilan, yaitu tekanan darah tinggi selama kehamilan; 3) Hiperemesis gravidarum, ditandai dengan mual-mual, berat
  • 25. badan turun serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; 4) Perdarahan pervaginam Induksi kehamilan dan atau komplikasi kehamilan (OSUMC, 2005). Komplikasi ini bergantung pada derajat penyakit asma. Status asmatikus dapat menyebabkan gagal napas, pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, dan aritmia jantung. Mortalitas meningkat pada penggunaan ventilasi mekanik. Penyulit yang mengancam nyawa adalah pnemotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, dan kelelahan otot disertai henti napas. Angka kematian secara substantive meningkatkan apabila asmanya memerlukan ventilasi mekanis. (Obstetri Williams, 1376-1377) Komplikasi asma pada kehamilan bagi janin Kekurangan oksigen ibu ke janin menyebabkan beberapa masalah kesehatan janin, termasuk : 1) Kematian perinatal; 2) IUGR (12 %) , gangguan perkembangan janin dalam rahim menyebabkan janin lebih kecil dari umur kehamilannya; 3) Kehamilan preterm (12 %); 4) Hipoksia neonatal, oksigen tidak adekuat bagi sel-sel; 5) Berat bayi lahir rendah (OSUMC, 2005). Satu studi mencatat kematian janin disebabkan oleh asma berat sebagai akibat episode wheezing yang tidak terkontrol. Mekanisme penyebab berat bayi lahir rendah pada wanita asma masih belum diketahui, akan tetapi terdapat beberapa factor yang mendukung seperti perubahan fungsi plasenta, derajat berat asma dan terapi asma (Murphy et al., 2003; Clifton et al., 2001). Plasenta memegang peranan penting dalam mengontrol perkembangan janin dengan memberi suplai nutrisi dan oksigen dari ibu. Plasenta juga mencegah transfer konsentrasi kortisol dalam jumlah besar dari ibu ke janin. Enzim plasenta 11β-hidroksisteroid dehidrogenase tipe- 2 (11β-HSD2) berperan sebagai barier dengan memetabolisme kortisol menjadi kortison inaktif, sehingga dapat menghambat perkembangan janin (NAEPP, 2003; Clifton et al., 2001).
  • 26. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa selain factor lingkungan, faktor genetik ikut menentukan kerentanan seseorang terhadap penyakiit asma. Penyakit ini dapat dijumpai pada ibu yang sedang hamil, dan dapat menyebabkan komplikasi pada 7% kehamilan (Blaiss, 2004). EKSASERBASI ASMA Istilah eksaserbasi asma adalah sama dengan serangan asma atau asma akut yaitu episode meningkatnya secara prodresif gejala asma seperti sesak nafas, batuk, mengi atau rasa tertekan di dada atau kombinasi gejala-gejala tadi yang umumnya diikuti juga dengan penurunan fungsi paru. Eksaserbasi asma pada kehamilan perlu diobati secara agresif, pengawasan yang ketat, terlebih lagi bila berat karena tidak sengaja dapat mengancam nyawa ibu tetapi juga janin. Meskipun kematian karena asma jarang, ada beberapa resiko, kondisi yang berkaitan dengan kematian pada asma, yaitu21 : Riwayat eksaserbasi asma yang hampir fatal sampai memerlukan intubasi dan ventilasi mekanis. Setahun terakhir dirawat atau mendapat pertolongan darurat karena asma. Sedang memakai atau baru saja menghentikan pemakaian kortikosteroid oral. Akhir-akhir ioni tidak memakai kortikosteroid inhalasi. Bergantung pada agonis β2 inhalasi aksi cepat, terutama yang memakai lebih dari satu canister/bulan. Riwayat gangguan psikiatrik atau psikososial, termasuk penggunaan obat-obat sedative. Riwayat ketidakpatuhan terhadap rencana obat.
  • 27. Pasien-pasien yang mempunyai resiko ini memerlukan pengawasan yang lebih ketat dan dianjurkan mencari pertolongan segera bila mengalami eksaserbasi. Berikut ini disampaikan rekomendasi NAEPP tentang penatalaksanaan asma pada kehamilan20, terutama yang berkaitan dengan eksaserbasi asma baik di rumah maupun di rumah sakit.
  • 28. MDI : Metode-dose inhaler *Aktifitas janin di pantau melalui observasi jumlah tandangan janin apakah menurun sesuai dengan berjalannya waktu Gambar 2. Penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan laktasi : pengobatan di rumah20 Untuk penatalaksanaan di rumah sakit dapat di gambarkan sebagai berikut : Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan laktasi : di Ruang Gawat Darurat dan Rumah Sakit20 Pengobatan Awal Inhalasi MDI 2-4 semprot atau nebulizer boleh samapi 3x dengan selang waktu 15 menit Respon Baik - Eksaserbasi ringan - APE > 80% prediksi - Tidak ada mengi / sesak napas - Respons terhadap inhalasi agonis β2 bertahan selama 4 jam - Aktivitas janin wajar* Pengobatan - Agonis β2 inhalasi setiap 3-4 jam untuk 1-2 hari - Pada pasien yang telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dosis ditingkatkan 2x nya untuk 7-10 hari Respon Tidak Baik - Eksaserbasi sedang - APE 50-80% prediksi - Mengi / sesak napas menetap - Aktivitas janin menurun Pengobatan - Tambahkan kortikosteroid oral - Teruskan inhalasi agonis β2 aksi pendek Respons Buruk - Eksaserbasiberat - APE <50% prediksi - Mengi / sesak napas menonjol - Aktivitas janin menurun Pengobatan - Tambahkan kortikosteroid oral - Ulangi inhalasi agonis β2 segera - Bila distress pernapasan berat dan tidak responsive segera hubungi dokter dan pergi ke IGD Hubungi dokter untuk instruksi berikutnya Hubungi dokter untuk instruksi berikutnya Kunjungi segera Instalasi Gawat Darurat
  • 29. Rawat ICU  42 mmHg Penilaian Awal Anamnesis, Pemeriksaan fisik (frekuensi napas, denyut jantung, penggunaan otot napas tambahan, auskultasi). APE atau VPE 1, saturasi oksigen dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi. Mulai pemeriksaan janin (pergunakan alat pemantau janin elektronik secara kontinyu dan atau profil biofisk bila kehamilan telah mencapai viabilitas janin. VEP 1 atau APE > 50%  Agonis β2 kerja singkat dengan MDI atau nebulizer sampai dengan 3 dosis pada jam pertama  Oksigen untuk mencapai saturasi > 95%  Steroid oral bila tidak respons segera atau pasien telah minum steroid oral sebelumnya VEP 1 atau APE < 50% (Eksaserbasi Berat)  Agonis β2 kerja singkat dosis tinggi setiap 20 menit atau terus menerus selama 1 jam + ipatropium bromide inhalasi  Oksigen untuk mencapai saturasi > 95%  Steroid oral sistemik Ancaman / actual henti napas  Intubasi dan ventilasi mekanik dengan O2 100%  Agonis β2 kerja singkat + ipatropium bromide dengan nebulizer  Steroid intravena PENILAIAN ULANG Gejala, pemeriksaan fisik, APE, saturasi oksigen dan tes lainnya sesuai indikasi. Lanjutkan penilaian janin. Eksaserbasi Sedang VEP atau APE 50-80% prediksi terbaik. Pemeriksaan fisik : gejala sedang  Agonis β2 kerja singkat setiap 60 menit  Steroid sistemik  Oksigen untuk mempertahankan saturasi O2 > 95%  Lanjutkan terapi selama 1-3 jam, sampai ada perbaikan Eksaserbasi Berat VEP atau APE < 50% prediksi terbaik Pemeriksaan fisik : gejala sesak berat pada istirahat, penggunaan otot napas tambahan, retraksi dinding dada.  Agonis β2 kerja singkat setiap jam atau terus menerus + ipatropium bromide inhalasi  Oksigen  Steroid sistemik Respons Baik  VEP 1 atau APE > 70%  Respons bertahan 60 menit setelah pengobatan terakhir  Tidak ada distress pernapasan  Pemeriksaan fisik normal  Pastikan kembali keadaan janin Respons Tidak Komplit  VEP 1 atau APE > 50% tapi < 70%  Gejala ringan – sedang  Lanjutkan penilaian janin Respons Buruk  VEP 1 atau APE < 50%  PCO2 >42 mmHg  Pemeriksaan fisik : sesak hebat, bingung, mengantuk  Lanjutkan penilaian janin Keputusan perawatan berdasarkan tiap individu Dipulangkan ke rumah o Lanjutkan terapi dengan agonis β2 kerja singkat o Lanjutkan steroid oral o Mulai atau lanjutkan steroid inhalasi sampai follow up selanjutnya o Edukasi pasien o Tinjau ulang penggunaan obat o Tinjau ulang / mulai rencana tindakan o Dianjurkan untuk tindak lanjut secara ketat Rawat di Rumah Sakit o Inhalasi agonis β2 kerja singkat + ipatropium bromide o Steroid oral atau intravena o Oksigen o Pantau VEP 1 atau APE, saturasi oksigen, nadi o Lanjutkan penilaian janin sampai pasien stabil Rawat di ICU o Inhalasi agonis β2 kerja singkat setiap jam atau terus menerus + inhalasi ipapropium bromide o Steroid intravena o Oksigen o Pikirkan kemungkinan intubasi dan ventilasi mekanik o Lanjutkan penilaian janin sampai pasien stabil PERBAIKAN
  • 30. Tabel 1. Langkah penanganan asma pada kehamilan Sebelum kehamilan Konseling mengenai pengaruh kahamilan dan asma, serta pengobatan. Penyesuaian terapi maintenance untuk optimalisasi fungsi respirasi, Hindari factor pencetus,alergen. Rujukan dini pada pemeriksaan antenatal. Selama kehamilan Penyesuaian terapi untukmengatasi gejala. Pemantauan kadar teofilkin dalam darah, karena selama hamil terjadi hemodilusi sehingga memerlukan dosis yang lebih tinggi. Pengobatn untukmencegah serangan dan penanganan dini bila terjadi serangan. Pemberian obat sebaiknya inhalasi, untukmenghindari efek sistemik pada janin. Pemeriksaan fungsi paru ibu. Pada pasien yang stabil, NST dilakukan pada akhir trimester II/awal trimester III. Konsultasianestesiuntuk persiapan persalinan. Saat persalinan Pemeriksaan FEV1, PEFR saat masuk rumah sakit dan diulang bila timbul gejala. Pemberian oksigen adekuat. Kortikosteroid sistemik (hidrokortison 100 mg i.v. tiap 8 jam) diberika 4 minggu sebelum persalinan dan terapi maintenance diberikan selama persalinan. Anestesiepidural dapat digunakan selama proses persalinan. Pada persalinan operatif lebih baik digunakan anestesiregional untukmenghindari rangsangan pada intubasitrakea. Penanganan hemoragi pascapersalinan sebaiknya menggunakan uterotonika atau PGE2 karena PGE dapat merangsang bronkospasme. Pascapersalian Fisioterapi untuk membantu pengeluaran mucus paru, latihan pernapasan untuk mencegh atau meminimalisasi atelektasis, mnulai pemberian terapi maintenance. Pemberian ASI tidak merupakan kontraindikasi meskipun ibu mendapat obat antiasma termasuk prednisone. (Dikutip dari : Williams Obstetrics 22nd ed, 2005) Tabel 2. Terapi farmakologi asma selama kehamilan dan laktasi Derajat Penyakit : Gambaran Klinis sebelum terapi atau kontrol Pengobatan yang dibutuhkan untuk memelihara efek jangka panjang Tahap 4 Persisten Berat Gejala harian Gejala malam Terus menerus Sering APE atau VEP1 Variabilitas APE ≤ 60% >30% Pengobatan harian Terapi yang dianjurkan : Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi, dan β-2 Agonis inhalasi kerja lama, dan jika perlu Kortikosteroid tablet atau sirup (2mg/kg/hari, tidak>60mg/hari) Terapi alternatif : Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi, dan Teofilin lepas lambat sampai kadar serum 5-12mcg/mL Tahap 3 Persisten Sedang setiap hari > 1 malam dlm 1 minggu <60%-<80% >30% Terapi yang dianjurkan : Kortikosteroid inhalasi dosis rendah, dan β-2 Agonis inhalasi kerja lama atau : Kortikosteroid inhalasi dosis sedang, jika perlu
  • 31. ( terutama pada pasien serangan berat berulang) Kortikosteroid inhalasi dosis sedang dan β-2 Agonis inhalasi kerja lama Terapi alternatif : Kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan Teofilin atau antagonis reseptor leukotrien, jika perlu Kortikosteroid inhalasi dosis sedang dan Teofilin atau antagonis reseptor leukotrien Tahap 2 Persisten Ringan >2 hari dalam 1 minggu tetapi < setiap hari >2 malam dalam 1 bulan ≥80% 20%-30% Terapi yang dianjurkan : Kortikosteroid inhalasi dosis rendah Terapi alternatif : Kromolin Antagonis reseptorleukotrien, atau Teofilin lepas lambat sampai kadar serum 5-12mcg/mL Tahap 1 Intermitten ≤2 hari dalam 1 Minggu ≤2 malam dalam 1 bulan ≥ 80% ≤ 20% Tidak diperlukan pengobatan harian Bila terjadi serangan asma berat, dianjurkan pemberian kortikosteroid sistemik untuk jangka waktu singkat Pelega cepat Bronkodilator kerja singkat : 2-4 semprot β-2 agonis inhalasi kerja singkat,untuk mengatasi gejala semua pasien Intensitas terapi tergantung pada berat serangan,jika intensitasnya lebih dari 3 pengobatan dalam interval waktu 20 menit atau memerlukan terapi inhalasi, maka dianjurkan pemberian kortikosteroid sistemik Penggunaan β-2 agonis inhalasi kerja singkat lebih dari 2 kali dalam 1 minggu pada asma intermitten (setiap hari,atau kebutuhan inhaler yang meningkat pada asma persisten) menandakan peningkatan kebutuhan terapi kontrol jangka lama Dikutip dari (NAEPP, 2005)
  • 32. Tabel 3. Dosis pengobatan kontrol jangka lama selama kehamilan dan laktasi Jenis Obat Sediaan Dosis Dewasa Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Metilprednisolon Prednisolon Prednison Beta-2 agonis inhalasi kerja lama Salmeterol Formoterol Obat Kombinasi Fluticasone/ Salmeterol Kromolin Kromolin Antagonis ReseptorLeukotrien Montelukast Zafirlukast Metilxantin Teofilin tablet 2,4,8,16,32 mg tablet 5 mg 5 mg/ 5 cc 15 mg/ 5 cc tablet 1, 2,5, 5, 10, 20, 50 mg 5 mg/ cc 5 mg/ 5 cc MDI 21 mcg/puff DPI 50 mcg/puff DPI 12 mcg/ kapsul sekali pakai DPI 100, 250 atau 500 mcg/50 mcg MDI 1 mg/puff Nebulisasi 20 mg/ampul tablet 10 mg tablet 10 atau 20 mg cair, tablet lepas lambat dan kapsul 7,5-60 mg perhari sebagai dosis tunggaldi pagi hari short course "burst" sebagai kontrol 40-60 mg perhari dosis tunggal atau dosis terbagi untuk 3-10 hari 2 puff setiap 12 jam 1 blister setiap 12 jam 1 kapsul setiap 12 jam 1 puff 2 kali sehari : dosis tergantung pada derajat berat asma 2-4 puff 3-4 kali sehari 1 ampul 3-4 kali sehari 10 mg qhs 40 mg perhari (20 mg tablet bid) dosis dimulai 10 mg/kg/hari sampai maks. 300 mg biasanya maksimum 800 mg/hari Dikutip dari (NAEPP,2005)
  • 33. BAB III KONSEP ASUHAN KEBIDANAN I. Pengkajian Jam: Tanggal: A. Data Subyektif 1. Biodata a. Nama klien : Ny. x b. Usia klien : 28 th 2. Keluhan Utama Ibu mengatakan ini adalah kehamilannya yang pertama, saat ini usia kehamilan sudah 7 bulan, mengeluh sering sesak napas dan batuk pada malam hari 3. Riwayat Obstetri a. Riwayat kehamilan saat ini Ibu mengatakan selama hamil sudan periksa lebih dari 4x sesuai jadwal yang dibuat bersama bidan, imunisasi TT sudah lengkap. Selama TM I mengeluh sering mual muntah tapi membaik setelah bulan ke 4, TM II tidak ada keluhan, dan sejak 2 minguu yang lalu mengeluh sering sesak napas dan batuk pada malam hari, ibu mempunyai riwayat asthma sebelumnya. HPHT : 23 11 1009 4. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatanyang lalu Ibu punya riwayat penyakit asma sejak sebelum hamil, kambuh bila ibu makan ikan laut atau kedinginan, tapi jarang kambuh karena ibu selalu menghindari factor alergen. Penyakit menurun, menular lainnya tidak ada. b. Riwayat kesehatan sekarang Selama 2 minggu ini asma ibu sering kambuh walau tidak ada factor allergen, dan batuk pada malam hari.
  • 34. c. Riwayat kesehatan keluarga Di keluarga pasien ada keturunan penyakit asma, penyakit menular dan menurun lainnya tidak ada. 5. Pola Kebiasaan Sehari-hari a. Pola istirahat tidur  Tidur siang normalnya 1 – 2 jam/hari.  Tidur malam normalnya 6 – 7 jam/hari.  Akhir – akhir ini tidur malam sering terganggu karena batuk. b. Pola aktifitas. c. Pola eliminasi d. Pola nutrisi Makan: 3x/hari dengan menu seimbang (nasi, sayur, lauk pauk, buah), dan menghindari ikan laut karena alergi Minum: ± 8 gelas/hari (teh, susu, air putih). e. Pola personal hygiene f. Pola kebiasaan g. Pola seksualitas h. Pola rekreasi. B. Data Obyektif a. Pemeriksaan umum Keadaan umum : baik TD : 110/ 70 mmHg Suhu : 36, 4º C Nadi : 84x/ menit RR : 24x/ menit, wheezing (+) BB : 64 kg TB : 153 cm Lila : 24 cm HPL : 30-09-2010
  • 35. b. Pemeriksaan khusus  Inspeksi  Palpasi. Abdomen Leopold I : TFU 3 setengah px - pusat, teraba satu bagian bayi, besar, lunak, kurang bulat, dan tidak melenting. Leopold II : teraba satu bagian tubuh janin, keras dan memanjang seperti papan pada sisi kiri perut ib, dan teraba bagian – bagian kecil janin pada sisi kanan perut ibu. Leopold III : teraba satu bagian janin, bulat, keras dan masih dapat digoyang (bagian terendah belummasuk PAP). Leopold IV : kedua tangan dalam keadaan konvergenAuskultasi Dada : terdengar suara wheezing pada saat ibu bernafas. Abdomen : DJJ terdengar jelas pada perut ibu sebelah kiri disekitar pusat frekuensi 144 x/ menit (dengan dopler), intensitas kuat, irama teratur.  Perkusi Refleks patella (+)/(+). II. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Dx : G1 P00000 UK: 30 minggu, tunggal, hidup, intrauterin, letak kepala, keadaan umum ibu baik dengan asthma. Ds : ibu mengatakan ini adalah kehamilannya yang ertama, saat ini usia kehamilannya sudah 7 bulan, mengeluh asma dan batuk pada malam hari sejak 2 minggu yang lalu HPHT: 23 11 2009 Do : Keadaan umum : baik TD : 110/ 70 mmHg Suhu : 36, 4º C
  • 36. Nadi : 84x/ menit RR : 24x/ menit, wheezing (+) BB : 64 kg TB : 153 cm Lila : 24 cm Abdomen Leopold I : TFU 3 setengah px - pusat, teraba satu bagian bayi, besar, lunak, kurang bulat, dan tidak melenting. Leopold II : teraba satu bagian tubuh janin, keras dan memanjang seperti papan pada sisi kiri perut ib, dan teraba bagian – bagian kecil janin pada sisi kanan perut ibu. Leopold III : teraba satu bagian janin, bulat, keras dan masih dapat digoyang (bagian terendah belummasuk PAP). Leopold IV : kedua tangan dalam keadaan konvergenAuskultasi Dada : terdengar suara wheezing pada saat ibu bernafas. Abdomen : DJJ terdengar jelas pada perut ibu sebelah kiri disekitar pusat frekuensi 144 x/ menit (dengan dopler), intensitas kuat, irama teratur Masalah : berkurangnya perfusi ksigen ke janin karena asma ibu yang sering kambuh seiring dengan bertambahnya usia kehamilan Kebutuhan : konseling mengenai penyakit ibu dan penanganan asma. III. Intervensi Jam: Tanggal: Dx : G1 P00000 UK: 30 minggu, tunggal, hidup, intrauterin, letak kepala, keadaan umum ibu baik dengan asthma.
  • 37. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 30 menit diharapkan klien dapat mengerti dan memahami kondisinya saat ini. Kriteria : - klien dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan dan akan melakukan sesuai penjelasan yang diberikan petugas kesehatan. - DJJ dalam batas normal 120 – 160x/ menit. Intervensi: 1. Lakukan pendekatan terapeutik pada klien. R/ dengan pendekatan terapeutik akan terjalin kerjasama yang kooperatif antara klien dan petugas kesehatan. 2. Jelaskan pada klien tentang keadaan kehamilannya saat ini. R/ klien bisa lebih tenang dengan keadaannya dan benar – benar menjaga kehamilannya. 3. Lakukan Penilaian obyektif fungsi paru dan kesejahteraan janin R/ Tiap pasien memiliki nilai baseline masing-masing sehingga terapi dapat disesuaikan. 4. Anjurkan pada ibu untuk menghindari factor pencetus R/ Mengenali serta menghindari faktor pencetus asma dapat meningkatkan kesejahteraan ibu 5. Lakukan edukasi pada ibu terkait asma yang diderita R/ Mengontrol asma selama kehamilan penting bagi kesejahteraan janin 6. Lakukankolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi farmakologi selama kehamilan R/ terapi farmakologis dapat mempekecil kemungkinan asma untuk kambuh selama kehamilan. 7. Jelaskan juga pada klien tentang tanda bahaya kehamilan dan persalinan. R/ klien bisa lebih mengerti dan lebih waspada dengan deteksi dini adanya kelainan. 8. Jelaskan dan ajarkan kembali cara perawatan payudara sewaktu hamil. R/ mengaktifkan kelenjar – kelenjar payudara yang memproduksi ASI serta melancarkan saluran ait susu menuju sinus laktiferus sampai puting susu.
  • 38. 9. Ingatkan kembali klien tentang pentingnya senam hamil. R/ memperkuat elastisitas otot – otot dasar panggul, merangsang memperlancar peredaran darah dan memperlancar proses persalinan. 10. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup dan mengurangi aktivitas yang berlebihan. R/ relaksasi yang sempurna mempengaruhi metabolisme tubuh. 11. Ingatkan ibu untuk tetap mengkonsumsi makanan seimbang ibu hamil. R/ gizi seimbang dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan untuk persiapan persalinan. 12. Ingatkan ibu tentang personal hygiene yang baik. R/ kebersihan diri akan meminimalisir bibit penyakit masuk. 13. Anjurkan klien untuk kontrol 1 minggu lagi atau bila ada keluhan. R/ ibu dapat lebih mengetahui perkembangan kehamilannya. IV. Implementasi V. Evaluasi Jam: Tanggal: S : Ibu mengatakan  Sudah mengerti penjelasan bidan tentang kodisinya saat ini sehubungan dengan asma dalam kehamilan yang dideritanya, apa yang harus dilakukan serta bagaimana memenuhi kebutuhannya selama hamil  Telah mendapat obat dari dokter untuk keluhannya. O : Ibu mampu menjelaskan kembali penjelasan dari bidan, dan mengerti cara mengatasi masalah dan keluhan serta kebutuhannya selama hamil A : Ibu hamil dengan asma telah mendapatkan pelayanan P : Anjurkan ibu kembali untuk control ulang satu minggu lagi atau sewaktu – waktu bila ada keluhan
  • 39. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan yang disebabkan oleh perubahan hormonal dan faktor mekanik. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mencukupi peningkatan kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin, plasenta dan uterus. Keadaan hormonal selama kehamilan sangat berbeda dengan keadaan tidak hamil dan mengalami perubahan selama perjalanan kehamilan. Perubahan-perubahan ini akan memberikan pengaruh terhadap fungsi paru. Progesteron tampaknya memberikan pengaruh awal dengan meningkatkan sensitifitas terhadap CO2, yang menyebabkan terjadinya hiperventilasi ringan, yang bisa disebut sebagai dispnea selama kehamilan. Lebih lanjut dapat dilihat adanya efek relaksasi otot polos. Pengaruh total progesteron selama kehamilan karena peningkatannya yang mencapai 50-100 kali dari keadaan tidak hamil, masih diperdebatkan dengan adanya berbagai temuan klinis yang terbuka diperdebatkan. B. Saran Petugas kesehatan khususnya bidan diharapkan untuk lebih meningkatkan asuhan kebidanan terutama dalam pengembangan kompetensi asuhan yang komprehensif mengenai penanggulangan dan pencegahan terhadap penyakit saluran pernapasan pada kehamilan. Dengan demikian diharapkan dalam memberikan pelayanan kebidanan selalu berfokus pada KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) di pelayanan kesehatan khusus dan juga di komunitas.
  • 40. Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, kami menyadari bahwa banyak sekali kekurangan yang ada dalam makalah ini sehingga kritik dan saran yang membangun sangatlah kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
  • 41. DAFTAR PUSTAKA Cunningham, F. Gary. 2006. Obstetric Williams. Ed. 21. Vol. 2. EGC Price, Sylvia Anderson et al. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jilid 2. Edisi 4. Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006. Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Revisi 20. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Arifin, Laily. 12 Juni 2007. Pregnancy and Tuberculosis. http://lely- nursinginfo.blogspot.com/2007/06/Pregnancy-and-tuberculosis/html Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya : Airlangga University Press. Mirmayanti, Bernadeta. 21 Desember 2007. Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Ibu Hamil. http://yosefw.wordpress.com/2007/12/21/Penggunaan-Obat- Antituberkulosis-Pada-Ibu-Hamil/ Rao, Sanjay dkk. 2006. Journal : Tuberculosis in Pregnancy and The Impact of Directly Observed-Short Course (DOTS). http://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htm Frieri, Marianne. Management of Asthma in Women. 402-412 WOMEN’S HEALTH IN PRIMARY CARE. Volume 7 Number 8 September 2004. Greenberger, Paul A. dan Patterson, Roy. 1985. Management of Asthma during Pregnancy. (34 – 36). Obstetrical and Gynecological Survey. Williams and Wilkins (Eds.) Vol. 1 Number 1. January 1986. Rosenstreich, David L et al. Asthma and the Environment (24-29). JOURNAL OF ASTHMA Editor David G. Tinkelman, M. D etc. Vol. 40 2003 Subijanto, Achmad Arman Review : Keanekaragaman Genetik HLA-DR dan Variasi Kerentanan terhadap Penyakit Asma; Tinjauan Khusus pada Asma dalam Kehamilan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. BIODIVERSITAS Vol. 8, No. 3, Juli 2008, hal. 237-243 240 Warouw, Najoan Nan. Penyakit Saluran Pernapasan. (810 -813). Abdul Bari Syaifuddun (Eds.). 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Ed. 4 Cet. 1. Jakarta : PT Bina Husada Sarwono Prawirohardjo.
  • 42. Wray, Betty B. and McCann, William. 1-4, Bronchial Asthma---“The Plumbing” JOURNAL OF ASTHMA Editor David G. Tinkelman, M. D etc. Vol. 40 2003 Manuaba, I Bagus Gde. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC Laksmi, Purwita W dkk. 2008. Penyakit-penyakit pada Kehamilan: Peran Seseorang Internis. Jakarta: Interna Publishing http://www.emir-fakhrudin.com/2009/12/hamil-dengan-asma-bronkhial.html