Sumber-sumber hukum adat terdiri dari berbagai dokumen sejarah, peraturan, dan kebiasaan yang terkait dengan tradisi rakyat. Sistem hukum adat didasarkan pada sistem sosial masyarakat dan bersifat tidak tertulis, dengan tujuan menyelaraskan hak dan kewajiban individu dengan komunitas serta alam semesta secara menyeluruh.
2. • Pepatah-pepatah adat.
• Yurisprudensi adat.
• Laporan-laporan dari komisi-komisi penelitian yang
khusus dibentuk, contoh: komisi Mr. W. B. Bergsma yang
meneliti tentang hukum tanah di Jawa dan Madura.
• Dokumen-dokumen yang memuat ketentuan-ketentuan
hukum yang hidup pada waktu itu, baik berupa piagam
(contoh: papakem Cirebon), peraturan-peraturan (awig-
awig), maupun ketentuan -ketentuan keputusan-
keputusan (contoh: rapang-rapang di makassar).
• Buku-buku undang-undang yang dikeluarkan oleh raja-
raja atau sultan-sultan. Contoh: Buku Undang-Undang
Kerajaan Bone.
• Buku-buku karangan para sarjana. Contoh: buku
karangan Christian Snouk Hugronje, Van Vollenhoven,
Supomo, dan lain-lain.
3. • Kaidah-kaidah hukum (hukum) yang tidak tertulis.
• Kitab-kitab hukum tradisionil.
• Peraturan-peraturan untuk golongan asli.
• Peraturan-peraturan dari raja-raja dan kepala-kepala
pemerintahan.
4. Kaidah-kaidah (hukum) yang tidak tertulis. Hukum rakyat tidak
tertulis, kaidah-kaidah tersebut hidup dalam masyarakat dan
dikenal oleh masyarakat dalam suatu sistem hukum yang penuh
dengan pepatah dan simbolik serta penuh kiasan. hukum rakyat
tersebut harus dicari dan diselidiki dengan cara menelitinya dan
hidup dalam masyarakat sendiri. hukum tidak tertulis dapat
ditemukan melalui:
• kaidah kehidupan sehari-hari yang penting di dalam pergaulan
masyarakat dan yang dikenal oleh masyarakat yang
bersangkutan yang dapat kita pahami dengan cara ikut serta
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut karena
hukum tidak tertulis tersebut senantiasa selalu berkembangan,
penuh pepatah dan kiasan.
• keputusan-keputusan penguasa masyarakat tersebut.
• kesusastraan masyarakat yang bersangkutan.
• tulisan-tulisan, karangan-karangan ilmiah tentang masyarakat
yang dimaksud para sarjana.
5.
6. Peraturan ini berupa kumpulan hasil
catatan dari perorangan namun ada
pula yang sengaja dikeluarkan oleh
masyarakat yang bersangkutan,
contoh: awig-awig di Bali. Di Jawa
juga terdapat peraturan namun
tidak dicatat atau didokumentasikan.
7. Peraturan ini biasanya dibuat karena sebab
suatu Peraturan yang sudah ada tidak sesuai
bagi raja-raja dan kepala-kepala sendiri.
Terdapat pula peraturan yang dibuat untuk
menetapkan, memberi sanksi atas apa yang
telah dianggap sebagai adat, misalnya
peraturan tentang taklet adat (janji dalam, janji
ratu), yang telah dijalankan oleh raja-raja
matam supaya dapat dihindarkan akibat-
akibat buruk bagi istri-istri orang yang
menggembara.
8. • Kebiasaan dan adat istiadat yang
berhubungan dengan tradisi rakyat (Van
Vollenhoven).
• Kebudayaan Tradisional Rakyat (Terhaar).
• Ugeran-ugeran yang langsung timbul
sebagai pernyataan kebudayaan orang
Indonesia asli, sebagai pernyataan rasa
keadilannya dalam hubungan pamrih
(Djojodiguno).
• Perasaan keadilan yang hidup di dalam
hati nurani rakyat (Soepomo).
9. Sistem hukum adat merupakan bagian
yang integral dari sistem sosial secara
menyeluruh. Dasar sistem hukum adat
adalah sistem sosial yang menjadi
wadahnya yang secara tradisional akan
dapat kembali pada faktor kekerabatan
dan wilayah atau kesatuan tempat tinggal.
• adanya pengaruh yang menentukan dari sistem sosial atau sistem
kemasyarakatan yang dapat dikembalikan pada faktor
kekerabatan dan ikatan tempat tinggal atau wilayah.
• Fungsi utamanya adalah untuk menyerasikan hak dan kewajiban
pribadi dengan hak dan kewajiban umum serta alam semesta.
• sistem hukum adat merupakan refleksi yang konkret dari harapan
masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku.
• sistem hukum adat merupakan sistem hukum yang tidak tertulis.
• yang penting adalah adanya harmoni internal dan eksternal,
dikenakannya sanksi negatif hanya merupakan suatu sarana untuk
mencapai tujuan tersebut.
• hukum adat berorientasi pada kedudukan seseorang di dalam
hukum ajektif atau hukum acaranya.
• cita pemikiran yang dipergunakan bersifat induktif walaupun
terdapat unsur-unsur yang bersifat umum bagi suatu masyarakat
hukum adat atau persekutuan hukum adat tertentu.
• cita-cita tentang kedaulatan tidak diformulasikan sebagai sesuatu
yang secara mutlak harus dipenuhi. cita-cita itu lebih diwujudkan
dalam konsepsi tentang dunia yang nyata di mana manusia dan
alam semesta merupakan bagian dari suatu kesatuan yang bulat
dan menyeluruh.