SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 4
Shalat di Injury Time || Menyia-nyiakan dan Mengakhirkan Waktu Shalat

Sebuah realita yang mungkin saja kita menjadi salah satu pemeran didalamnya (termasuk saya).
Tulisannya agak panjang, dan boleh jadi anda akan merasa bosan sebelum tuntas membacanya.
Selebihnya, silahkan dibaca, semoga bermanfaat (itupun jika dirasa ada gunanya). (∞ senyum ∞)



ǀǀ Shalat di INJURY TIME ǀǀ

Kalau mendengar terminology di atas, pastilah otak kita langsung mengacu ke pertandingan sepakbola.
Soalnya istilah injury time sangat sering dipakai dalam olahraga itu. Tak perlu heranlah kalau istilah ini
jadi sangat populer. Hampir setiap hari ada pertandingan bola di TV, baik yang langsung, recorded, atau
hanya highlight berupa analisa pakar bola terhadap sebuah Liga tertentu.
Sehingga istilah injury time sangat sering disebut dan dijejalkan pada kita secara terus menerus,
terutama orang-orang yang gila bola.

Injury time dalam sepakbola mempunyai makna detik-detik akhir dari pertandingan. Entah kenapa
sangat sering kejadian, sebuah goal tercetak justru di detik-detik akhir tersebut. Dan yang menyakitkan,
goal tersebut terjadi di menit 92, menit 93 bahkan di menit 96. Padahal pertandingan sepakbola
resminya kan cuma 90 menit.
Kelebihan waktu itu diberikan oleh wasit karena adanya pelanggaran atau kejadian-kejadian yang
memaksa pertandingan berhenti sejenak.

Di kantor saya (penulis), istilah injury time juga sangat terkenal. Tapi istilah ini tak ada hubungannya
(sama sekali) dengan sepakbola. Istilah injury time di kantor justru berhubungan erat dengan jadwal
shalat. Memang istilah ini di adopsi dari istilah sepakbola juga. Karena istilah injury time di kantor saya
ditujukan buat teman-teman yang selalu mendirikan shalat di saat-saat waktu shalat hampir berakhir,
hehehehe.....

Misalnya, ada beberapa teman yang selalu shalat Dzhuhur pas sudah dekat banget sama waktu Ashar.
Jadi misalnya shalat Ashar jam 03.30, maka mereka shalat Dzhuhur jam 03.25. Pokoknya sengaja sampai
mepet banget.

Kalau ditanya kenapa shalat sampai mepet-mepet gitu waktunya, jawabannya macam-macam,
bervariasi, dan beraneka ragam.
Ada yang bilang ‘sibuklah’, ada yang nyahut ‘keasyikan kerja, tau-tau sudah dekat Ashar’.
Ada juga yang jawabnya asal bunyi, “Biar efisien! Jadi shalat Dzhuhur sama Ashar bisa kita lakukan
hanya dengan satu kali wudhu.” (Hahahahaaa.... sinting!)
Tapi yang paling spektakuler adalah yang jawabannya kayak gini, “Kalau di sepakbola ada injury time,
masa’ waktu shalat tidak boleh?!” (Hancur...!!!)

Kebiasaan menunda shalat itu seringkali melahirkan kejadian-kejadian kocak. Misalnya ada seorang
teman, namanya Sarip. Dia yang paling seneng beraksi di saat-saat injury time.

Suatu sore di hari Jum’at, dia lagi brainstorming sama teamnya. Jam sudah menunjukkan pukul 3 lewat.
Tiba-tiba salah satu teamnya ngomong, “Rip, kamu tidak shalat Dzhuhur? Sudah jam 03.20 loh?!”
Sambil menunjukkan jam tangannya.
Si Sarip kaget, terus langsung kabur ke Mushalla. Ambil wudhu secepat kilat, langsung shalat. Saking
takut keburu Ashar, dia shalatnya cepet banget. Tidak tau ada surat-surat yang dikorbankan atau tidak,
yang jelas dia bisa menyelesaikan shalatnya hanya dalam waktu kurang dari 1 menit.
Wah, hebat banget! Bisa masuk museum rekor Muri tuh!!? (ckckckck.........)

Selesai shalat, dengan kepala masih basah oleh air wudhu dan sambil mengenakan kembali jam
tangannya dia balik lagi ke teamnya. Dengan senyum-senyum puas karena masih sempat Dzhuhur dia
tanya ke yang lain, “Kalian semua tidak shalat? Sudah injury time loh?!”
Mendadak semua orang pecah ketawanya. Ada yang ngakak sambil pegang perut saking gelinya, ada
yang ketawa sambil mengeluarkan suara jeritan, pokoknya heboh bangetlah.
Si Sarip bingung dong? Apanya yang lucu?
Bukannya sudah biasa, semua orang shalat di saat injury time?

Setelah suasana agak tenang, salah seorang staff, namanya Agus ngomong, “Rip, ngapain shalat Dzuhur,
sekarang kan hari Jum’at? Kan tadi kamu sudah shalat Jum’at bareng saya?”
Huahahaaa....!!
Ternyata saking kebiasaan shalat di injury time, Sarip lupa kalau dia sudah shalat Jum’at. Padahal kan
kita tidak perlu lagi shalat Dzhuhur kalau sudah shalat Jum’at. Beginilah jadinya kalau orang suka shalat
di injury time.

Di kantor ada beberapa orang yang sering tidak shalat. Biasanya teman-temannya suka meneror
mereka, khususnya pas shalat Jum’at. Ada-ada saja cara meneror mereka. Yang paling sering kena terror
di kantor adalah Edo.
“Edo, kamu kan habis menang tender, masa sih tidak mau sujud syukur sekali saja, sekalian shalat
Jum’at?” kata salah seorang ‘teroris’.
“Saya ada janji sama teman jam 1, takutnya tidak sempat. Lain kali deh saya usahakan,” sahut Edo
berusaha berkelit.
“Jadi kamu lebih memilih temen daripada ALLAH? Itu sudah sirik namanya. Kamu sudah
menempatkan temen lebih penting daripada Tuhan. Astaghfirulah!!” kata si Peneror.
Lalu dia bergaya kayak orang lagi berdoa, “Ya ALLAH, hindarkanlah Edo dari siksa api neraka. Aamiin!”
kata si Peneror sambil mengusap kedua tangannya ke wajah.

Kalau sudah begitu biasanya Edo langsung tidak enak. Akhirnya dia mau juga ikutan shalat Jum’at. Tapi,
namanya juga langka ke Mesjid, ada-ada saja kejadian-kejadian lucu yang belum pernah terpikirkan oleh
yang biasa shalat.
Misalnya ketika banyak orang mengajak bersalaman (biasanya sehabis shalat, orang suka mengajak kita
salaman kan?), Si Edo langsung keheranan. Dikiranya orang yang mengajak salaman itu mau ajak
kenalan.
Makanya, sebagaimana layaknya orang kenalan, Edo menyambut tangan orang yang mengajak salaman
sambil menyebut namanya, “Edo!” Salaman lagi sama yang lain, dia bilang lagi, “Edo”! Salaman lagi,
ngomong lagi, “Saya Edo!”

Pas pulang dari Mesjid, diperjalanan menuju kantor, dia bilang begini, “Wah, saya nyesel banget tidak
bawa kartu nama. Tadi di Masjid banyak banget yang mengajak kenalan.”
Huahahahaaa.....!!

Ada lagi peristiwa yang juga kocak. Saat shalat Jum’at rakaat pertama, tiba-tiba hape si Edo bunyi. Suara
hapenya nyaring sekali dan berasal dari NSP, lagunya lagu dangdut berjudul ‘Kucing Garong’.
Semua orang pastinya (sangat) kesal dan geli mendengar suara hape itu. Si Edo juga panik, sehingga
entah sadar atau tidak, dia mengambil hapenya dari kantong celana. Dengan suara berbisik dia
menjawab panggilan telpon, “Ntar saya telpon lagi ya, saya lagi shalat.” Klik! HP langsung di-off-kan,
dan dia melanjutkan shalatnya tanpa memulai lagi dari awal.
Heheheee.....!!

Pernah juga Si Edo shalat Jum’at bareng sama saya. Pas lagi khutbah, dia berbisik, “Bud, saya mau
tanya. Kamu kan biasanya orangnya blak-blakan, cerewet, dan heboh. Kenapa sih kalau didalam
Mesjid kok kamu sok wibawa?”
Saya nyahut bisik-bisik juga, “Sok wibawa? Kok kamu bisa punya pikiran gitu?”
“Buktinya dari tadi kamu tidak ngomong sepatah kata pun. Kamu tidak cerita atau bikin joke, saya
perhatikan kamu diaaaam saja dari tadi.”
Hampir saya ketawa ngakak. Setelah mengerahkan energi untuk menahan tawa, saya nyahut lagi ke dia,
“Emang aturannya begitu, kalau Khatib lagi khutbah kita tidak boleh ngomong.”
Edo langsung sadar, “Oh, gitu ya?! Wah, maap deh, saya tidak tau. Kalau gitu kita sms-an aja yuk?
Gimana? Kan tanpa suara?”
Hahahaaa..... parah!!

Tidak semua orang kayak Edo. Ada beberapa orang yang sama sekali tidak terpengaruh sama ajakan
atau teror temannya. Setiap kali ada yang mengajak shalat Jum’at, ada yang bilangnya begini, “Shalat
Jum’at? Tidak ah! Sudah pernah.” Atau, “Saya sudah khatam.”
Ada lagi yang ngomong, “Dari kecil saya sudah shalat Jum’at, sampai sekarang tak ada inovasinya,
gerakannya itu-itu aja dari dulu.”
Hahahaaa....!!
Pokoknya, macam-macam jawabannya.

Bahkan seorang anak magang nyahutnya lebih gila lagi. Setiap kali di ajak shalat, sahutannya bener-
bener unexpected.
Dia bilang begini, “Shalat? Shalat itu mah no. 2!”
Teman-temannya kaget dong sama jawabannya. Kok bisa-bisanya dia punya pemahaman seperti itu.
Tapi mereka nanya juga, “Kok shalat no. 2? Yang no. 1 apa?”
Si Magang nyahut lagi, “Yang no. 1, mengucapkan 2 kalimat syahadat. No. 2, shalat 5 waktu. No. 3,
berpuasa di bulan Ramadhan. No. 4, berzakat. No. 5, pergi Haji jika mampu.”
Heheheee..... dia malah bacain Rukun Islam loh?!
Ada-ada saja!

Asep, seorang copywriter sering berkomentar terhadap orang yang susah di ajak shalat. Komentarnya
menarik, “Saya kagum sama si Uli. Imannya kuat banget! Di ajak shalat sama temannya, nolak. Di
himbau shalat sama atasannya, ogah. Di paksa shalat sama istrinya, malah ngamuk. Dia susah
dipengaruhi, kuat banget imannya.” (ckckckck.... kacau!)

Kembali ke masalah injury time. Pernah ada peristiwa yang sangat menghebohkan dan sulit dilupakan
oleh siapa saja yang mengalaminya.
Jadi ceritanya begini. Seperti biasa, jam 05.58, Sarip mau shalat Ashar. Shalat Ashar loh ya, bukan shalat
Maghrib. Baru saja wudhu, tiba-tiba ada 6 orang yang datang ke Mushalla. Dan sesuai perkiraan, mereka
mau shalat Ashar semua. Penyakit injury time memang sudah susah disembuhkan kalau sudah stadium
8.
Nah, ceritanya mereka pun mulai shalat, dimulai dengan iqamat atau adzan kecil dulu oleh salah seorang
makmum. Sarip yang menjadi imamnya. Mungkin karena shalat berjama’ah, Sarip tidak enak kalau harus
ngebut shalatnya. Dia shalat dengan kecepatan normal.
Suasana shalat terlihat cukup khusyuk. Belum selesai mereka menyelesaikan shalat Asharnya, tiba-tiba
suara adzan Magrib bergema menggetarkan selaput gendang telinga semua orang. Semua yang shalat
terlihat gelisah. Kayaknya mereka bingung apakah shalat Asharnya harus diteruskan atau tidak. Akan
tetapi sang Imam, Sarip, terus saja melanjutkan shalat.
Kebingungan makin menjadi ketika Sarip tiba-tiba duduk di raka’at ke-3 dan melakukan tahiyat akhir.
Shalat Ashar kan 4 raka’at, seharusnya tahiyat akhir harus dilakukan di raka’at ke-4. Tapi namanya juga
makmum, mereka ikuti saja apa yang dilakukan si Imam.

Setelah mengucapkan 2 kali salam kiri dan kanan, semua makmum langsung protes!
“Rip, baru 3 raka’at nih. Shalat Ashar kan 4 raka’at?”
Yang lainnya juga bilang, “Iya Rip, kamu salah hitung. Baru 3 raka’at.”
Yang lain lagi punya ide, “Yuk, kita tambahkan 1 raka’at lagi, biar pas jadi 4.”

Dan apa jawaban Sarip?!
Dengan tenang dan dengan mimik seakan seorang pakar agama, dia menjawab, “Sebetulnya tadinya
emang kita mau shalat Ashar, tapi di tengah perjalanan tiba-tiba waktu Maghrib sudah masuk, kan?!”
“Terus, gimana maksud kamu?” tanya yang lain.
“Nah, begitu terdengar adzan Maghrib, saya memutuskan untuk mengganti shalat kita ini, dari Ashar
jadi Magrib. Makanya pas raka’at ke-3 tadi, saya langsung tahiyat akhir. Shalat Maghrib kan cuma 3
raka’at?”
Hahahaaa.......
Hancur banget ya, anak-anak kantor saya?! (termasuk saya juga sih, hehehee.....)

Karena itulah secara berkala, Presdir kantor kami suka memanggil Ustadz ke kantor. Dalam acara
siraman rohani itu semua kelakuan dan pertanyaan yang ada langsung jadi topik bahasan.
Semua ditanyakan pada ustadz tersebut. Dari sms-an di Mesjid, hape berdering pas lagi shalat, dan tentu
saja penyakit yang paling akut didalam diri kita (walau mungkin tidak semua): “Shalat di Injury Time”.



~bersambung.....

Más contenido relacionado

Destacado (16)

Larissa e camila 6C
Larissa e camila 6CLarissa e camila 6C
Larissa e camila 6C
 
A praia vera leda wilmalenicy
A praia vera leda wilmalenicyA praia vera leda wilmalenicy
A praia vera leda wilmalenicy
 
Piercings
PiercingsPiercings
Piercings
 
Referencial cartesiano
Referencial cartesianoReferencial cartesiano
Referencial cartesiano
 
Graham Arvidson_CET Presentation Feb 2015_FINAL_PDF-3.PDF
Graham Arvidson_CET Presentation Feb 2015_FINAL_PDF-3.PDFGraham Arvidson_CET Presentation Feb 2015_FINAL_PDF-3.PDF
Graham Arvidson_CET Presentation Feb 2015_FINAL_PDF-3.PDF
 
LA UNIVERSIDAD EN EL SIGLO DE LA INCERTIDUMBRE
LA UNIVERSIDAD EN EL SIGLO DE LA INCERTIDUMBRELA UNIVERSIDAD EN EL SIGLO DE LA INCERTIDUMBRE
LA UNIVERSIDAD EN EL SIGLO DE LA INCERTIDUMBRE
 
Masculinos
MasculinosMasculinos
Masculinos
 
bilkent_transcript_tulay
bilkent_transcript_tulaybilkent_transcript_tulay
bilkent_transcript_tulay
 
ex
exex
ex
 
Clase Talleres ICAB 17/10/08
Clase Talleres ICAB 17/10/08Clase Talleres ICAB 17/10/08
Clase Talleres ICAB 17/10/08
 
Apostila inss 2014
Apostila inss 2014Apostila inss 2014
Apostila inss 2014
 
Mi Tarea
Mi  TareaMi  Tarea
Mi Tarea
 
Laboratorio 1
Laboratorio 1Laboratorio 1
Laboratorio 1
 
Las tic y sus aportaciones a la sociedad
Las tic y sus aportaciones a la sociedadLas tic y sus aportaciones a la sociedad
Las tic y sus aportaciones a la sociedad
 
Inacreditavel
InacreditavelInacreditavel
Inacreditavel
 
Flora e Mayara 6A
Flora e Mayara 6AFlora e Mayara 6A
Flora e Mayara 6A
 

Shalat di injury time menyia-nyiakan dan mengakhirkan waktu shalat

  • 1. Shalat di Injury Time || Menyia-nyiakan dan Mengakhirkan Waktu Shalat Sebuah realita yang mungkin saja kita menjadi salah satu pemeran didalamnya (termasuk saya). Tulisannya agak panjang, dan boleh jadi anda akan merasa bosan sebelum tuntas membacanya. Selebihnya, silahkan dibaca, semoga bermanfaat (itupun jika dirasa ada gunanya). (∞ senyum ∞) ǀǀ Shalat di INJURY TIME ǀǀ Kalau mendengar terminology di atas, pastilah otak kita langsung mengacu ke pertandingan sepakbola. Soalnya istilah injury time sangat sering dipakai dalam olahraga itu. Tak perlu heranlah kalau istilah ini jadi sangat populer. Hampir setiap hari ada pertandingan bola di TV, baik yang langsung, recorded, atau hanya highlight berupa analisa pakar bola terhadap sebuah Liga tertentu. Sehingga istilah injury time sangat sering disebut dan dijejalkan pada kita secara terus menerus, terutama orang-orang yang gila bola. Injury time dalam sepakbola mempunyai makna detik-detik akhir dari pertandingan. Entah kenapa sangat sering kejadian, sebuah goal tercetak justru di detik-detik akhir tersebut. Dan yang menyakitkan, goal tersebut terjadi di menit 92, menit 93 bahkan di menit 96. Padahal pertandingan sepakbola resminya kan cuma 90 menit. Kelebihan waktu itu diberikan oleh wasit karena adanya pelanggaran atau kejadian-kejadian yang memaksa pertandingan berhenti sejenak. Di kantor saya (penulis), istilah injury time juga sangat terkenal. Tapi istilah ini tak ada hubungannya (sama sekali) dengan sepakbola. Istilah injury time di kantor justru berhubungan erat dengan jadwal shalat. Memang istilah ini di adopsi dari istilah sepakbola juga. Karena istilah injury time di kantor saya ditujukan buat teman-teman yang selalu mendirikan shalat di saat-saat waktu shalat hampir berakhir, hehehehe..... Misalnya, ada beberapa teman yang selalu shalat Dzhuhur pas sudah dekat banget sama waktu Ashar. Jadi misalnya shalat Ashar jam 03.30, maka mereka shalat Dzhuhur jam 03.25. Pokoknya sengaja sampai mepet banget. Kalau ditanya kenapa shalat sampai mepet-mepet gitu waktunya, jawabannya macam-macam, bervariasi, dan beraneka ragam. Ada yang bilang ‘sibuklah’, ada yang nyahut ‘keasyikan kerja, tau-tau sudah dekat Ashar’. Ada juga yang jawabnya asal bunyi, “Biar efisien! Jadi shalat Dzhuhur sama Ashar bisa kita lakukan hanya dengan satu kali wudhu.” (Hahahahaaa.... sinting!) Tapi yang paling spektakuler adalah yang jawabannya kayak gini, “Kalau di sepakbola ada injury time, masa’ waktu shalat tidak boleh?!” (Hancur...!!!) Kebiasaan menunda shalat itu seringkali melahirkan kejadian-kejadian kocak. Misalnya ada seorang teman, namanya Sarip. Dia yang paling seneng beraksi di saat-saat injury time. Suatu sore di hari Jum’at, dia lagi brainstorming sama teamnya. Jam sudah menunjukkan pukul 3 lewat. Tiba-tiba salah satu teamnya ngomong, “Rip, kamu tidak shalat Dzhuhur? Sudah jam 03.20 loh?!” Sambil menunjukkan jam tangannya.
  • 2. Si Sarip kaget, terus langsung kabur ke Mushalla. Ambil wudhu secepat kilat, langsung shalat. Saking takut keburu Ashar, dia shalatnya cepet banget. Tidak tau ada surat-surat yang dikorbankan atau tidak, yang jelas dia bisa menyelesaikan shalatnya hanya dalam waktu kurang dari 1 menit. Wah, hebat banget! Bisa masuk museum rekor Muri tuh!!? (ckckckck.........) Selesai shalat, dengan kepala masih basah oleh air wudhu dan sambil mengenakan kembali jam tangannya dia balik lagi ke teamnya. Dengan senyum-senyum puas karena masih sempat Dzhuhur dia tanya ke yang lain, “Kalian semua tidak shalat? Sudah injury time loh?!” Mendadak semua orang pecah ketawanya. Ada yang ngakak sambil pegang perut saking gelinya, ada yang ketawa sambil mengeluarkan suara jeritan, pokoknya heboh bangetlah. Si Sarip bingung dong? Apanya yang lucu? Bukannya sudah biasa, semua orang shalat di saat injury time? Setelah suasana agak tenang, salah seorang staff, namanya Agus ngomong, “Rip, ngapain shalat Dzuhur, sekarang kan hari Jum’at? Kan tadi kamu sudah shalat Jum’at bareng saya?” Huahahaaa....!! Ternyata saking kebiasaan shalat di injury time, Sarip lupa kalau dia sudah shalat Jum’at. Padahal kan kita tidak perlu lagi shalat Dzhuhur kalau sudah shalat Jum’at. Beginilah jadinya kalau orang suka shalat di injury time. Di kantor ada beberapa orang yang sering tidak shalat. Biasanya teman-temannya suka meneror mereka, khususnya pas shalat Jum’at. Ada-ada saja cara meneror mereka. Yang paling sering kena terror di kantor adalah Edo. “Edo, kamu kan habis menang tender, masa sih tidak mau sujud syukur sekali saja, sekalian shalat Jum’at?” kata salah seorang ‘teroris’. “Saya ada janji sama teman jam 1, takutnya tidak sempat. Lain kali deh saya usahakan,” sahut Edo berusaha berkelit. “Jadi kamu lebih memilih temen daripada ALLAH? Itu sudah sirik namanya. Kamu sudah menempatkan temen lebih penting daripada Tuhan. Astaghfirulah!!” kata si Peneror. Lalu dia bergaya kayak orang lagi berdoa, “Ya ALLAH, hindarkanlah Edo dari siksa api neraka. Aamiin!” kata si Peneror sambil mengusap kedua tangannya ke wajah. Kalau sudah begitu biasanya Edo langsung tidak enak. Akhirnya dia mau juga ikutan shalat Jum’at. Tapi, namanya juga langka ke Mesjid, ada-ada saja kejadian-kejadian lucu yang belum pernah terpikirkan oleh yang biasa shalat. Misalnya ketika banyak orang mengajak bersalaman (biasanya sehabis shalat, orang suka mengajak kita salaman kan?), Si Edo langsung keheranan. Dikiranya orang yang mengajak salaman itu mau ajak kenalan. Makanya, sebagaimana layaknya orang kenalan, Edo menyambut tangan orang yang mengajak salaman sambil menyebut namanya, “Edo!” Salaman lagi sama yang lain, dia bilang lagi, “Edo”! Salaman lagi, ngomong lagi, “Saya Edo!” Pas pulang dari Mesjid, diperjalanan menuju kantor, dia bilang begini, “Wah, saya nyesel banget tidak bawa kartu nama. Tadi di Masjid banyak banget yang mengajak kenalan.” Huahahahaaa.....!! Ada lagi peristiwa yang juga kocak. Saat shalat Jum’at rakaat pertama, tiba-tiba hape si Edo bunyi. Suara hapenya nyaring sekali dan berasal dari NSP, lagunya lagu dangdut berjudul ‘Kucing Garong’.
  • 3. Semua orang pastinya (sangat) kesal dan geli mendengar suara hape itu. Si Edo juga panik, sehingga entah sadar atau tidak, dia mengambil hapenya dari kantong celana. Dengan suara berbisik dia menjawab panggilan telpon, “Ntar saya telpon lagi ya, saya lagi shalat.” Klik! HP langsung di-off-kan, dan dia melanjutkan shalatnya tanpa memulai lagi dari awal. Heheheee.....!! Pernah juga Si Edo shalat Jum’at bareng sama saya. Pas lagi khutbah, dia berbisik, “Bud, saya mau tanya. Kamu kan biasanya orangnya blak-blakan, cerewet, dan heboh. Kenapa sih kalau didalam Mesjid kok kamu sok wibawa?” Saya nyahut bisik-bisik juga, “Sok wibawa? Kok kamu bisa punya pikiran gitu?” “Buktinya dari tadi kamu tidak ngomong sepatah kata pun. Kamu tidak cerita atau bikin joke, saya perhatikan kamu diaaaam saja dari tadi.” Hampir saya ketawa ngakak. Setelah mengerahkan energi untuk menahan tawa, saya nyahut lagi ke dia, “Emang aturannya begitu, kalau Khatib lagi khutbah kita tidak boleh ngomong.” Edo langsung sadar, “Oh, gitu ya?! Wah, maap deh, saya tidak tau. Kalau gitu kita sms-an aja yuk? Gimana? Kan tanpa suara?” Hahahaaa..... parah!! Tidak semua orang kayak Edo. Ada beberapa orang yang sama sekali tidak terpengaruh sama ajakan atau teror temannya. Setiap kali ada yang mengajak shalat Jum’at, ada yang bilangnya begini, “Shalat Jum’at? Tidak ah! Sudah pernah.” Atau, “Saya sudah khatam.” Ada lagi yang ngomong, “Dari kecil saya sudah shalat Jum’at, sampai sekarang tak ada inovasinya, gerakannya itu-itu aja dari dulu.” Hahahaaa....!! Pokoknya, macam-macam jawabannya. Bahkan seorang anak magang nyahutnya lebih gila lagi. Setiap kali di ajak shalat, sahutannya bener- bener unexpected. Dia bilang begini, “Shalat? Shalat itu mah no. 2!” Teman-temannya kaget dong sama jawabannya. Kok bisa-bisanya dia punya pemahaman seperti itu. Tapi mereka nanya juga, “Kok shalat no. 2? Yang no. 1 apa?” Si Magang nyahut lagi, “Yang no. 1, mengucapkan 2 kalimat syahadat. No. 2, shalat 5 waktu. No. 3, berpuasa di bulan Ramadhan. No. 4, berzakat. No. 5, pergi Haji jika mampu.” Heheheee..... dia malah bacain Rukun Islam loh?! Ada-ada saja! Asep, seorang copywriter sering berkomentar terhadap orang yang susah di ajak shalat. Komentarnya menarik, “Saya kagum sama si Uli. Imannya kuat banget! Di ajak shalat sama temannya, nolak. Di himbau shalat sama atasannya, ogah. Di paksa shalat sama istrinya, malah ngamuk. Dia susah dipengaruhi, kuat banget imannya.” (ckckckck.... kacau!) Kembali ke masalah injury time. Pernah ada peristiwa yang sangat menghebohkan dan sulit dilupakan oleh siapa saja yang mengalaminya. Jadi ceritanya begini. Seperti biasa, jam 05.58, Sarip mau shalat Ashar. Shalat Ashar loh ya, bukan shalat Maghrib. Baru saja wudhu, tiba-tiba ada 6 orang yang datang ke Mushalla. Dan sesuai perkiraan, mereka mau shalat Ashar semua. Penyakit injury time memang sudah susah disembuhkan kalau sudah stadium 8.
  • 4. Nah, ceritanya mereka pun mulai shalat, dimulai dengan iqamat atau adzan kecil dulu oleh salah seorang makmum. Sarip yang menjadi imamnya. Mungkin karena shalat berjama’ah, Sarip tidak enak kalau harus ngebut shalatnya. Dia shalat dengan kecepatan normal. Suasana shalat terlihat cukup khusyuk. Belum selesai mereka menyelesaikan shalat Asharnya, tiba-tiba suara adzan Magrib bergema menggetarkan selaput gendang telinga semua orang. Semua yang shalat terlihat gelisah. Kayaknya mereka bingung apakah shalat Asharnya harus diteruskan atau tidak. Akan tetapi sang Imam, Sarip, terus saja melanjutkan shalat. Kebingungan makin menjadi ketika Sarip tiba-tiba duduk di raka’at ke-3 dan melakukan tahiyat akhir. Shalat Ashar kan 4 raka’at, seharusnya tahiyat akhir harus dilakukan di raka’at ke-4. Tapi namanya juga makmum, mereka ikuti saja apa yang dilakukan si Imam. Setelah mengucapkan 2 kali salam kiri dan kanan, semua makmum langsung protes! “Rip, baru 3 raka’at nih. Shalat Ashar kan 4 raka’at?” Yang lainnya juga bilang, “Iya Rip, kamu salah hitung. Baru 3 raka’at.” Yang lain lagi punya ide, “Yuk, kita tambahkan 1 raka’at lagi, biar pas jadi 4.” Dan apa jawaban Sarip?! Dengan tenang dan dengan mimik seakan seorang pakar agama, dia menjawab, “Sebetulnya tadinya emang kita mau shalat Ashar, tapi di tengah perjalanan tiba-tiba waktu Maghrib sudah masuk, kan?!” “Terus, gimana maksud kamu?” tanya yang lain. “Nah, begitu terdengar adzan Maghrib, saya memutuskan untuk mengganti shalat kita ini, dari Ashar jadi Magrib. Makanya pas raka’at ke-3 tadi, saya langsung tahiyat akhir. Shalat Maghrib kan cuma 3 raka’at?” Hahahaaa....... Hancur banget ya, anak-anak kantor saya?! (termasuk saya juga sih, hehehee.....) Karena itulah secara berkala, Presdir kantor kami suka memanggil Ustadz ke kantor. Dalam acara siraman rohani itu semua kelakuan dan pertanyaan yang ada langsung jadi topik bahasan. Semua ditanyakan pada ustadz tersebut. Dari sms-an di Mesjid, hape berdering pas lagi shalat, dan tentu saja penyakit yang paling akut didalam diri kita (walau mungkin tidak semua): “Shalat di Injury Time”. ~bersambung.....