Undang-undang OJK mengatur tentang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengatur dan pengawas tunggal di sektor jasa keuangan, mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan jasa keuangan lainnya. OJK diketuai oleh dewan komisioner dan berfungsi menyelenggarakan pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi di sektor jasa keuangan.
2. Undang-undang ini terdiri dari 14 (empat belas) bab
dan 70 pasal, dengan rincian:
Bab I : Ketentuan umum, terdiri dari 1 (satu) pasal;
Bab II : Pembentukan, status, dan tempat
kedudukan, terdiri dari 2 (dua) pasal;
Bab III : Tujuan, fungsi, tugas dan wewenang, terdiri
dari 6 (enam) pasal;
Bab IV : Dewan Komisioner, terdiri dari 16 (enam
belas) pasal;
Bab V : Organisasi dan Kepegawaian, terdiri dari 2
(dua) pasal;
Bab VI : Perlindungan konsumen dan masyarakat,
terdiri dari 4 (empat) pasal;
3. Bab VII : Kode etik dan kerahasiaan informasi, terdiri
dari 2 (dua) pasal;
Bab VIII : Rencana kerja dan anggaran, terdiri dari 4
(empat) pasal;
Bab IX : Pelaporan dan akuntabilitas, terdiri dari 1
(satu) pasal;
Bab X : Hubungan kelembagaan, terdiri dari 10
(sepuluh) pasal;
Bab XI : Penyidikan, terdiri dari 3 (tiga) pasal
Bab XII : Ketentuan Pidana, terdiri dari 3 (tiga) pasal;
Bab XIII : Ketentuan peralihan, terdiri dari 14 (empat
belas) pasal;
Bab XIV : Ketentuan penutup, terdiri dari 3 (tiga)
pasal;
4. Landasan Filosofis:
Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu
tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan
kesempatan kerja yang luas dan seimbang disemua
sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan
secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia.
Landasan Yuridis:
1.Pasal 34 UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia
2.UU No. 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Perppu No. 2
Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
menjadi undang-undang.
5. Landasan Sosiologis:
- Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya
kemajuan dibidang tekhnologi dan informasi serta
inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan
yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar
subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun
kelembagaan.
- Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan
kepemilikan diberbagai subsektor keuangan
(konglomerasi) menambah kompleksitas transaksi dan
interaksi antar lembaga jasa keuangan didalam sistem
keuangan.
- Banyaknya permasalahan lintas sektoral disektor jasa
keuangan yang meliputi tindakan moral hazard, belum
optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan
terganggunya stabilitas sistem keuangan .
6. Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada dasarnya
memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola
(governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan
dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.
Pengecualian:
Mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan
batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, tingkat
kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan
tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain
sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur
oleh undang-undang tersendiri.
7. Status:
- OJK merupakan lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan;
- independen;
- Berkedudukan di Ibu Kota Negara;
- Berkantor didalam dan luar negeri
8. Tujuan:
Agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan:
a.Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan
akuntabel;
b.Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil.
b.Mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat.
9. Fungsi:
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan.
Tugas:
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan:
1.Perbankan;
2.Pasar Modal;
3.Asuransi;
11. Wewenang:
Tugas pengaturan:
Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang
OJK, peraturan per-UU-an disektor jasa
keuangan, peraturan dan keputusan OJK, peraturan
mengenai pengawasan disektor jasa
keuangan, kebijakan mengenai pelaksanaan tugas
OJK, peraturan mengenai tata cara penetapan
perintah tertulis terhadap lembaga jasa keuangan
dan pihak tertentu, peraturan mengenai tata cara
pengelola statuter, struktur organisasi dan
infrastruktur, serta peraturan mengenai tata cara
pengenaan sanksi .
12. Tugas pengawasan:
OJK menetapkan kebijakan operasional
pengawasan, melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan,
konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa
keuangan, pelaku dan/atau penunjang kegiatan jasa
keuangan, penunjukan dan pengelolaan pengguna
statuter, memberikan perintah tertulis kepada kepada
lembaga jasa keuangan atau pihak lain, menetapkan
sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran
peraturan perundang-undangan disektor jasa
keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada
lembaga jasa keuangan.
13. OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner yang berjumlah 9
(sembilan) orang yang ditetapkan berdasarkan
keputusan Presiden. Susunan Dewan Komisioner terdiri
dari:
1. Ketua merangkap anggota;
2.Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap
anggota;
3.Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap
anggota;
4.Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap
anggota;
5.Kepala Eksekutif Pengawas perasuransian, dana
pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa
keuangan lainnya merangkap anggota;
14. 6.Seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
7.Seorang anggota yang membidangi Edukasi dan
Perlindungan Konsumen;
8.Seorang anggota ex-officio dari Bank Indonesia; dan
9.Seorang anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan.
Kepemimpinan bersifat kolektif kolegial dan memiliki
hak suara yang sama.
Anggota Dewan Komisioner dipilih oleh DPR
berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh
Presiden dengan terlebih dahulu mengadakan seleksi
yang dilakukan oleh 9 (sembilan )orang panitia seleksi.
15. Dalam hal perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK
diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan
pencegahan kerugian konsumen dan
masyarakat, termasuk meminta Lembaga Jasa Keuangan
untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan
tersebut berpotensi merugikan masyarakat dan
melakukan pembelaan hukum untuk kepentingan
konsumen berupa pengajuan gugatan di 'pengadilan
terhadap pihak-pihak yang menyebabkan kerugian bagi
konsumen di sektor jasa keuangan.
16. Anggaran OJK bersumber dari APBN dan/atau pungutan
dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa
keuangan. Sebagai bentuk akuntabilitas dalam
perencanaan maupun penggunaan anggaran, anggaran
OJK wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari
DPR.
Dan Sebagai bentuk akuntabilitas dalam pelaksanaan
tugas, OJK wajib menyusun laporan yang terdiri atas
laporan kegiatan secara berkala kepada Presiden dan
DPR. Selain laporan kegiatan, OJK juga diwajibkan
menyusun laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Kantor Akuntan
Publik yang ditunjuk oleh BPK.
17. Didasarkan atas kesadaran bahwa sektor jasa 'keuangan
merupakan suatu sistem yang kompleks, tidak hanya
karena adanya beberapa otoritas yang terkait, namun
juga merupakan bagian dari suatu sistem
keuangan, maka dalam UU OJK diatur dasar hukum bagi
protokol koordinasi dan kerja sama, baik antar lembaga
di dalam negeri, misalnya BI dan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), maupun luar negeri yang didasarkan
pada prinsip timbal balik yang seimbang.
18. Selain pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI), penyidikan juga dilakukan oleh
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang tugas dan
tanggung jawabnya meliputi pengawasan sektor jasa
keuangan dilingkungan OJK.
Ketentuan pidana didalam UU OJK meliputi:
1.Perbuatan-perbuatan terhadap pelanggaran kerahasiaan
informasi yang subjeknya adalah setiap orang
perseorangan atau korporasi.
2.Perbuatan-perbuatan terhadap pelaksanaan
kewenangan OJK dalam perlindungan konsumen.
3.Perbuatan-perbuatan dalam hal tidak mengabaikan
perintah tertulis dari OJK
19. OJK adalah suatu bentuk unifikasi pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan, dimana sebelumnya
kewenangan pengaturan dan pengawasan dilaksanakan
oleh Kementerian Keuangan, BI dan Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-
LK), oleh karena itu dalam UU OJK diatur ketentuan
mengenai transisi, agar peralihan tugas dan fungsi
pengaturan dan pengawasan dapat berjalan dengan
baik. Pengaturan tentang transisi tersebut meliputi
aspek penyelenggaraan tugas dan fungsi, aset dan
dokumen, kepegawaian, peraturan perundang-
undangan serta pembiayaan.
20. Pada tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan
jasa keuangan di sektor Pasar
Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
beralih dari Menteri Keuangan dan Bapepam-LK ke
OJK. Satu tahun kemudian (31 Desember 2013)
peralihan yang sama dilakukan untuk pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor
Perbankan dari BI ke OJK.