Hipertensi kronik
Hipertensi gestasional
Preeklampsia Berat
Superimposed Preeklampsia
Eklampsia
Stabilisasi
Pemberian oksigen
Infus dan terapi cairan
Transfusi darah
Medika mentosa
Rujukan !!
Periksa kadar urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam
Tekanan darah sekurang – kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama dan protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > positif 1.
Tekanan darah sekurang – kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama dan protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > positif 1. Tekanan darah sekurang – kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama dan protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > positif Trombositopenia : trombosit < 100.000/mikroliter
Gangguan ginjal kreatinin serum di atas 1.1 mg/dL, atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal di dalamnya
Gangguan liver Peningkatan konsentrai transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigestrik/regio kanan atas abdomen
Edema paru
Gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan sirkulasi uteroplasenta : oligohidramnion, Fetal growth restiction, atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Diagnosis preeklamsia dipenuhi dan jika didapatkan salah satu kondisi klinis di bawah ini :
Tekanan darah
Jika perdarahan berhenti dan kontraksi uterus membaik, pertahankan pemberian uterotonika Oksitosin 10 - 20mU dalam 500 ml larutan kristaloid 28tts/menit hingga 12 jam pasca persalinan.
Tidak steril: penggantung infus, mangkuk urin, kondom terbungkus, kateter karet terbungkus, sarung tangan terbungkus, urobag, set infus, larutan NaCl steril, lampu sorot
Steril: spekulum vagina, klem ovarium, klem tampon, klem tali pusat, tali kasur, gunting benang, tampon kassa, mangkok, kassa
OBAT-OBATAN: injeksi oksitosin, injeksi metil ergometrin, tablet misoprostol, inj. antibiotika (derivat penisilin atau cephalosporin, infus metronidazol, inj. gentamisin)
Persetujuan tindakan medis (Informed consent)
Dipasang infus NaCl 0.9% atau larutan lain untuk mencegah dan mengatasi syok
Dipasang kateter urin menetap dihubungkan dengan urobag. Dipasang selama ybs mempergunakan kondom kateter
Posisi litotomi
Disinfeksi daerah vulva, vagina dan sekitarnya
2. Kerjasama Tim dalam Penanganan Kasus Gawat Darurat
Tim terdiri atas Dokter, Perawat, dan
Bidan
Keadaan gawat darurat obstetri
Tidak
TERDUGA
Respon tim medis yang cepat
dan tepat
3. 1
Strategi Persiapan Tim
1. Memastikan ketersediaan
perlengkapan, obat-obatan, dan
alat – alat emergensi
2. Tim penolong yang terampil
dan pembagian tugas yang
jelas
3. SOP penanganan kasus
kegawatdaruratan
4. Sistem pembiayaan tidak boleh
menghambat pertolongan
kegawatdaruratan
5. Transportasi yang memadai
untuk membawa ibu ke RS
2, 3
5
Tempatkan
peralatan pada troli
dan pisahkan alat
steril dengan tidak
steril
Tim penolong
terdiri atas 3
orang
Transfer ibu segera
setelah
pertolongan dasar
5. Metode Komunikasi
Menggunakan KODE
untuk mobilisasi tim
emergensi
Komunikasi internal tim
memakai badge/kartu
berwarna
Masing-masing penolong
memiliki tugas tersendiri
Badge merah Badge hijau
Badge kuning
7. Klasifikasi kondisi ibu berdasarkan gejala yang dialami
Penatalaksanaan awal
kegawatdaruratan obstetri
1. Stabilisasi
2. Pemberian oksigen
3. Infus dan terapi cairan
4. Transfusi darah
5. Medika mentosa
6. Rujukan !!
9. Adalah tekanan darah sekurang-
kurangnya 140 mmHg sistolik
atau 90 mmHg diastolik pada
dua kali pemeriksaan berjarak 4-
6 jam pada wanita yang
sebelumnya normotensi.
Periksa kadar urin dengan tes
celup urin atau protein urin 24
jam
A. Hipertensi Dalam Kehamilan, Preeklampsia,
dan Eklampsia
Hipertensi kronik
Hipertensi gestasional
Preeklampsia Berat
Superimposed Preeklampsia
Eklampsia
10. Pre -eklampsia
mulai
berkembang
Timbul gejala
Pre -
eklampsia
Kelahiran
preterm
karena pre-
eklampsia
Skrining
preeklampsia
Tidak ada atau
tunda onset
preeklampsia
Perkembangan Preeklampsia selama kehamilan
12. Preeklampsia
Kriteria minimal preeklamsia (PNPK PEB, 2016)
Tekanan darah sekurang – kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama
dan protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > positif 1.
Jika tidak didapatkan proteinurin, hipertensi dapat diikuti salah satu di bawah ini :
• Trombositopenia : trombosit < 100.000/mikroliter
• Gangguan ginjal kreatinin serum di atas 1.1 mg/dL, atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak
ada kelainan ginjal di dalamnya
• Gangguan liver Peningkatan konsentrai transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigestrik/regio kanan atas abdomen
• Edema paru
• Gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
• Gangguan sirkulasi uteroplasenta : oligohidramnion, Fetal growth restiction,
atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
13. Preeklampsia Berat (PEB)
Diagnosis preeklamsia dipenuhi dan jika didapatkan salah satu kondisi
klinis di bawah ini :
• Tekanan darah sekurang – kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati.
• Gangguan ginjal kreatinin serum di atas 1.1 mg/dL, atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi
dimana tidak ada kelainan ginjal di dalamnya
• Gangguan liver Peningkatan konsentrai transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigestrik/regio kanan atas
abdomen
• Edema paru
• Gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
• Gangguan sirkulasi uteroplasenta : oligohidramnion, Fetal growth
restiction, atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic
velocity (ARDV)
14. Tatalaksana Preeklampsia dan Eklampsia
1. Umum : Pantau tekanan darah, proteinuria, dan
perkembangan janin RUJUK !!
2. Khusus (bila kejang muncul) :
• Perhatikan A = Airway B = Breathing C = Circulation
• Berikan MgSO4 dosis awal segera RUJUK !!
• Bila kejang berulang MgSO4 2gr (15-120 menit)
• Bila kejang berulang pertimbangkan diazepam 10mg IV
15. B. Perdarahan Pasca Salin (HPP/Hemorhagia Postpartum)
Perdarahan pascasalin primer terjadi dalam 24 jam pertama setelah
persalinan, sementara perdarahan pascasalin sekunder adalah
perdarahan pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam
hingga 12 minggu setelah persalinan.
Diagnosis
• Perdarahan pascasalin adalah perdarahan ≥500 ml setelah bayi lahir
atau yang berpotensi mempengaruhi hemodinamik ibu
19. Tatalaksana khusus :
1. Lakukan pemijatan uterus.
2. Pastikan kandung kemih
kosong dan plasenta telah
lahir lengkap.
3. Lakukan kompresi bimanual
interna
4. Bersamaan dengan
pemberian 20-40 unit
oksitosin dalam 1000 ml
larutan NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat dengan kecepatan 60
tetes/menit dan 10 unit
oksitosin IM. Lanjutkan infus
oksitosin 20 unit dalam 1000
ml larutan NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes/menit
hingga perdarahan berhenti.
5. Bila tidak tersedia oksitosin atau
bila perdarahan tidak berhenti,
berikan ergometrin 0,2 mg IM atau
IV (lambat), dapat diikuti pemberian
0,2 mg IM setelah 15 menit, dan
pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat)
setiap 4 jam bila diperlukan.
JANGAN BERIKAN LEBIH DARI 5
DOSIS (1 mg).
6. Jika perdarahan berlanjut, berikan
1 g asam traneksamat IV (bolus
selama 1 menit, dapat diulang
setelah 30 menit).
7. Rujuk ke fasilitas yang lebih
memadai sebagai antisipasi bila
perdarahan tidak berhenti.
20. • Lakukan rujukan!!! bila perdarahan tidak berhenti.
• Jika perdarahan berhenti dan kontraksi uterus membaik,
pertahankan pemberian uterotonika Oksitosin 10 - 20mU
dalam 500 ml larutan kristaloid 28tts/menit hingga 12 jam
pasca persalinan.
21. (Sayeba,2003 ; Sulistyono,2005)
CONDOM+CATHETER
Mudah, murah, sederhana, efek samping kecil.
Mudah memasang karena kelenturan kondom
menyesuaikan dengan bentuk uterus, tidak
traumatis , tekanan terhadap uterus tidak terlalu
keras atau longgar.
Mudah membukanya dan tidak sakit
Risiko infeksi kecil.
Dapat dipasang oleh bidan, dokter, di puskesmas,
klinik bersalin, rumah sakit.
Dapat diisi : 250-500cc.
Sangat efektitif mengatasi perdarahan dan
mencegah kematian dan diangkatnya uterus
Keberhasilan :
- 23/23 kasus (Sayeba,2003)
- 12/13 kasus (Sulistyo,2005).
22. PROSEDUR PEMASANGAN KONDOM
KATETER METODA SAYEBA
A. ALAT
1. Tidak steril: penggantung infus, mangkuk urin, kondom
terbungkus, kateter karet terbungkus, sarung tangan
terbungkus, urobag, set infus, larutan NaCl steril, lampu
sorot
2. Steril: spekulum vagina, klem ovarium, klem tampon, klem
tali pusat, tali kasur, gunting benang, tampon kassa,
mangkok, kassa
B. OBAT-OBATAN: injeksi oksitosin, injeksi metil ergometrin,
tablet misoprostol, inj. antibiotika (derivat penisilin atau
cephalosporin, infus metronidazol, inj. gentamisin)
PERSIAPAN
23. PROSEDUR PEMASANGAN KONDOM
KATETER METODA SAYEBA
D. PASIEN
1. Persetujuan tindakan medis (Informed consent)
2. Dipasang infus NaCl 0.9% atau larutan lain untuk
mencegah dan mengatasi syok
3. Dipasang kateter urin menetap dihubungkan dengan
urobag. Dipasang selama ybs mempergunakan kondom
kateter
4. Posisi litotomi
5. Disinfeksi daerah vulva, vagina dan sekitarnya
E. PENOLONG: melakukan persiapan diri dengan alat-alat
pelindung diri
PERSIAPAN
24. PROSEDUR PEMASANGAN KONDOM
KATETER METODA SAYEBA
1. Kondom, kateter dan sarung tangan yang masih dibungkus, dibuka
bungkusnya dan diletakkan di atas meja steril
2. Larutan NaCl ditusuk dengan set infus lalu digantung di gantungan
infus. Jarum infus dilepas
3. Cuci tangan dan memakai sarung tangan steril
4. Masukkan ujung kateter ke dalam kondom, lalu diikat pangkalnya.
5. Desinfeksi vulva, vagina dan sekitarnya dgn larutan antiseptik.
6. Spekulum vagina dipasang dan dipegang oleh asisten. Pegang bibir
depan serviks dengan klem ovarium (bila perlu)
7. Masukkan kondom kateter ke dalam kavum uteri dengan bantuan
klem tampon atau klem ovarium sampai menyentuh permukaan
endometrium bagian atas (fundus)
8. Rangkai atau hubungkan pangkal kateter dengan ujung set infus.
Isikan cairan NaCl melalui set infus ke kateter ke dalam kondom
sekitar 250-500 cc. Lihat/raba kondom yang mulai tampak menonjol
di ostium uteri ekstenum, hentikan pengisian kondom atau sampai
perdarahan berhenti
PEMASANGAN KONDOM KATETER
25. PROSEDUR PEMASANGAN KONDOM
KATETER METODA SAYEBA
8. Evaluasi adakah perdarahan masih keluar dari samping
kondom
9. Pasang tampon kassa di vagina untuk menahan kondom agar
tidak keluar dari kavum uteri
10. Ikat atau klem kateter agar larutan NaCl tidak keluar.
Lepaskan set infus dari ujung kateter
11. Kontraksi uterus dipertahankan dengan pemberian uterotonika
12. Berikan antibiotika, sebaiknya tripel: ampisilin, gentamisin dan
metronidazol injeksi
13. Setelah 24 -48 jam tampon dan kondom dilepas secara
bertahap (sekitar 10 menit)
PEMASANGAN KONDOM KATETER
26. PROSEDUR PEMASANGAN KONDOM
KATETER METODA SAYEBA
1. Pemasangan kondom kateter dianggap berhasil bila
perdarahan berhenti. Bila pasien berada di luar rumah sakit,
maka tetap harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas
transfusi dan operasi
2. Pemasangan kondom kateter dianggap gagal bila masih
tampak perdarahan dari kavum uteri. Bila gagal kondom tidak
perlu dikeluarkan tetapi tetap diikat atau diklem dan dipasang
tampon vagina lalu dirujuk untuk penanganan selanjutnya
sehingga kondom tetap menekan kavum uteri, walaupun tidak
menghentikan perdarahan akan tetapi tetap mengurangi
jumlah perdarahan
3. Selama melakukan tindakan ini resusitasi cairan tetap
dilakukan
CATATAN