Gadis bernama Dania melakukan ritual pagi hari sebelum berangkat ke sekolah. Ia berasal dari keluarga yang memiliki masalah, terutama ibunya yang sering marah-marah. Di sekolah, Dania belajar bersama sahabatnya Veni untuk menghadapi ujian.
1. “Allahuakbar... Allahuakbar”. Terdengar merdu suara
kumandang adzan subuh dari sebuah masjid yang berdiri kokoh
tepat di depan pantai.
Suara kumandang adzan itu menyelinap masuk ke dalam
rumah-rumah para warga. Membuat para warga yang tinggal di
sekitar pantai terbangun. Seorang gadis remaja yang tinggal di
rumah kayu sederhana terbangun. Kumandang adzan subuh barusan
ikut menyelinap masuk ke dalam telinganya. Menimbulkan sebuah
getaran pada gendang telinga yang merespon otak untuk membuka
mata.
Gadis itu bangkit. Merenggangkan tubuh di atas ranjang
rotannya untuk menghilangkan rasa ngantuk. Ia kemudian beranjak.
Berjalan pergi meninggalkan kamar. Langkahnya patah-patah.
Berjalan perlahan menuju sebuah sumur yang berada di belakang
rumah. Gadis itu mengambil sebuah ember. Sebuah ember sumur
berwarna hitam yang terlilit pada tali penimba. Wushh... Ember
hitam itu dicampakkan ke dalam sumur. Gadis itu mulai menimba.
Sebanyak delapan kali. Air timbaan kemudian dipindahkan ke dalam
sebuah tong biru berukuran besar yang berada di sebelah sumur.
Dengan tenaga yang sedikit terkumpul, Gadis itu
mengangkat tong biru berukuran besar tadi ke dalam kamar mandi
kecil di dalam rumah.13 Ia kemudian mengambil sebuah handuk.
Lalu segera pergi mandi, berwudhu, dan menyikat gigi. Air sumur di
pagi hari terasa sangat dingin. Bak batu es yang baru mencair
beberapa menit. Gadis itu mengguyur sekujur tubuhnya.
Membuatnya menggigil kedinginan. Ia keluar dari kamar mandi
dengan tubuh yang bergetar dahsyat.
Gadis itu berjalan. Hendak menuju kamar. Rahangnya
bergetar. Kedua tangannya dikepalkan. Berusaha menghilangkan
rasa dingin. Ia mengambil sebuah mukena berwarna hijau gelap
yang terlipat rapi di atas lemari kayu tua di dalam kamarnya.
Kemudian mengenakan mukena tersebut dengan tergesa-gesa.
Tubuhnya sangat kedinginan. Ia lalu bergegas melaksanakan sholat
subuh. Usai melaksanakan sholat, Gadis itu buru-buru beranjak
mengambil sebuah tas sekolah berwarna coklat tua yang tergantung
di sebuah paku pada dinding kamarnya. Mengeluarkan tiga buah
buku pelajaran dari dalam tas tersebut. Gadis itu kembali ke ranjang
rotannnya. Masih mengenaknan mukena hijau yang ia kenakan
untuk sholat. Ia. juga membawa tiga buah buku pelajaran yang
diambil dari tas cokelat tadi. Waktu menunjukkan pukul 04.47
WITA. Gadis itu perlahan-lahan mulai membuka lembar demi
lembar ketiga buku pelajaran yang ia bawa.
Teng... Terdengar nyaring bunyi sebuah jam antik kayu yang
berdiri tepat di depan kamar Gadis itu. Menandakan bahwa waktu
telah menunjukkan pukul 06.00 WITA. Gadis itu mulai menutup
satu persatu buku pelajaran yang ia bawa. Menumpuk menjadi satu.
Tertulis sebuah nama di bagian sampul buku pelajaran itu bertulis,
"ZAHRA DANIA AVILIANA". Sebuah nama sosok perempuan.
Nama sosok perempuan itu tertulis pada ketiga buku yang ia bawa.2
Gadis itu menatap tegas nama perempuan yang tertulis di ketiga
sampul buku pelajarannya. Ia bergumam di dalam hati "Dania, kau
pasti bisa menang Jum'at nanti!".
"UDAH SHOLAT?" Bentak seorang wanita tua dari dalam
kamar yang tertutup tirai tipis lusuh.
2. "Udah, Bu." Dania menjawab dengan lembut. Sedikit
merasa takut. Wanita tua yang membentak Dania itu adalah ibu dari
Dania. Namanya adalah Sarah. Ia adalah seorang wanita tua yang
memiliki permasalahan dalam mengatur emosionalnya. Dania
bergegas menyiapkan buku-buku untuk dibawa ke sekolah. Ia
memasukkan kembali 3 buku yang dikeluarkannya tadi ke dalam tas.
"UDAH MAKAN?" Bentak Sarah kembali.
Dania terdiam. Menelan ludah. Tak tahu ingin menjawab
apa kepada Sarah. Ekonomi keluarga Dania sangat buruk. Bahkan
untuk sarapan setiap harinya saja sangat sulit untuk menghemat
persediaan makanan. Ia berusaha menyesuaikan diri dengan
perekonomian keluarganya.
"Udah, Bu." Dania berbohong. Merasa takut.
Emosi Sarah benar-benar sedang tak terkontrol saat itu.
SREET!!! Sarah menarik kasar tirai penutup kamar Dania, "CEPAT
KAMU BERANGKAT!" Tangannya menunjuk ke pintu keluar.
Dania terkejut.
Menundukkan kepala. "I-iya bu. Ini Dania mau berangkat."
Gadis itu buru-buru beranjak keluar. Mengambil sepatu
sekolah.Dania berjalan keluar rumah. Langsung bergegas berangkat
ke sekolah. Ia sungguh malas menghadapi Sarah ketika emosi
wanita tua itu sedang tak terkontrol. Dania sering mendapat
perlakuan kasar dari Sarah seperti tadi. Ia paham bahwa ibunya
sangat kasar seperti itu dikarenakan suatu sebab. Namun lama-
kelamaan ia juga merasa lelah dengan ibunya.
Sarah memiliki sebuah masalah pada kesehentan mentalnya.
Semua itu disebabkan ulah suami dan anak laki-lakinya sendiri.
Yaitu ayah dan abang Dania.
Dulu Sarah adalah seorang wanita yang lemah lembut.
Semuanya seketika berubah saat abang Dania mulai lulus SMA. 3
tahun yang lalu. Tahun 2015. Sarah menabung begitu banyak uang
untuk menguliahkan abang Dania di sebuah universitas negerti
setelah lulus SMA. Dan pada akhirnya uang yang telah ia tabung
tersebut berujung hangus begitu saja. Sarah telah mengeluarkan
banyak uang tabungannya untuk membayar uang masuk kuliah anak
laki-lakinya itu. Abang Dania telah dimasukkan ke sebuah
universitas negeri di Sulawesi Tengah. Dan Pria itu sendiri-lah yang
meminta Sarah untuk dikuliahkan di sana.
Tak ada angin, tak ada hujan. Entah apa yang terjadi.
Setelah Sarah membayarkan uang berjuta-juta hasil tabungannya
untuk membayar uang masuk, tiba-tiba saja Abang Dania tak mau
untuk berkuliah. Pria itu memang anak laki-laki yang sangat keras
kepala. Padahal ia sendiri yang meminta Sarah untuk dikuliahkan.
Namun ia sendiri juga yang menolak untuk kuliah setelah itu.
Sarah benar-benar sangat murka dan marah kepada abang
Dania. Ia memarahi abang Dania habis-habisan. Namun Abang
Dania justru melawan. Menimbulkan kericuhan parah di dalam
rumah. Dania hanya menutup kuping di dalam kamar. Tak sanggup
mendengarkan keributan ibu dan abangnya sendiri. Hatinya terasa
tergores. Dan pada akhirnya, Sarah-lah mengalah. Ia pasrah melihat
kebiadaban anak laki-lakinya itu. Ribuan air mata, keringat, bahkan
tetesan darah yang telah Sarah perjuangkan bertahun-tahun untuk
mengumpulkan uang kuliah Abang Dania itu sirna begitu saja. Ia
benar-benar tidak mendapatkan sepeser pun kembalian dari hasil
perjuangannya itu. Abang Dania berujung menjadi seorang
pengangguran yang menghambur-hamburkan penghasilan Sarah. Ia
3. tak segan mengambil uang Sarah diam-diam. Dan uang itu akan ia
gunakan untuk bersenang-senang bersama seorang gadis yang
dijadikannya sebagai seorang pacar.
Semakin berjalannya hari, Sarah semakin stress. Ia lelah dan
pasrah menghadapi anak laki-lakinya itu. Sarah bahkan sampai tak
berani lagi untuk berurusan dengan anak laki-lakinya sendiri. Ayah?,
Ayah Dania bagaimana? Ayah Dania adalah seorang pecandu
minuman keras. Seorang pemabuk! Ia tak memiliki pekerjaan tetap
yang dapat menafkahi keluarga kecilnya. Ayah Dania mendapatkan
uang dari hasil jasa membantu para nelayan yang baru pulang
menangkap ikan di lautan. Ia membantu mengangkati hasil
tangkapan para nelayan ke sebuah truk besar pengantar ikan-ikan ke
pasar besar di kota Palu. Namun upah yang diterima Ayah Dania
jumlahnya hanya sedikit. Dan biasanya uang itu langsung ia
habiskan untuk membeli rokok dan mabuk-mabukan. Ayah Dania
juga sering pulang malam dalam keadaan mabuk. Kadang Pria itu
juga sering melakukan kekerasan yang tak diduga-duga kepada
Dania dan Sarah ketika sedang tak sadarkan diri. Hal ini membuat
Sarah semakin tertekan.
Sarah sebenarnya adalah seorang wanita yang pandai
menabung dan berhemat. Sangat bertolak belakang dengan anak
laki-laki dan suaminya itu. Sarah bekerja sebagai pencuci pakaian
dibeberapa rumah. Walau hanya menjadi seorang pencuci,
penghasilan yang Sarah dapatkan mampu untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya. Namun, Ayah dan Abang Dania membuat
perekonomian keluarga mereka menjadi tidak stabil. Uang
penghasilan Sarah sering kali di ambil oleh anak laki-laki dan
suaminya itu.
Sarah melampiaskan seluruh kekesalan yang ia rasakan
kepada anak gadisnya yang cantik dan pintar itu. Ya, Dania! Ia
adalah seorang gadis cantik dan pintar. Meski hidup dari keluarga
yang tidak berkecukupan, ia tetap tumbuh menjadi sosok gadis yang
pintar. Dania selalu mendapatkan peringkat pertama di kelasnya.
Walau begitu, keahlian Dania dalam bidang akademik sama sekali
tidak membuat Sarah merasa senang. Sarah sama sekali tidak pernah
senang dengan prestasi apapun yang Dania dapatkan. Semua itu
disebabkan oleh masalah yang terjadi pada keluarganya. Dania
adalah anak perempuan yang sopan dan lembut. Ia sungguh tak suka
dibentak dan dikasari. Terutama oleh keluarganya sendiri. Oleh
ayahnya ataupun ibunya.
Seluruh kekesalan Sarah ia lampiaskan pada anak gadis
satu-satunya itu. Sarah melampiaskan kekesalannya kepada Dania
dengan membentak dan memarahinya. Hal ini justru berpengaruh
pada mental anak gadisnya yang lembut itu. Dania terus dipaksa
menjadi dewasa dengan keadaan. Kini kapasitas kedewasaan Dania
sudah sangat penuh berdasarkan usia yang ia pijakkan. Ia merasa
sangat trauma dengan apa-apa yang sudah terjadi pada keluarganya.
Satu hal yang Dania harapkan dari dulu adalah, menjalani kehidupan
dengan tenang.
.....
"DANIAA!" Seorang Gadis berambut hitam panjang
berteriak. Berdiri di balik pintu kelas Dania.
Dania tersenyum sinis. Menatap kesal Gadis itu. Ia buru-
buru melepaskan sepatu. Berjalan masuk ke dalam kelas. Dania
malu. Halaman sekolah saat itu sedang sangat ramai. Gadis barusan
memanggilnya dengan sangat kencang.
4. "Veniiiiii!" Dania mencubit pergelangan tangan Gadis yang
memanggilnya itu. Merasa sedikit kesal dan malu.
"Au—au. Iya, iya! Maaf, Dan!" Lirih Gadis berambut
panjang itu. Dania melepaskan cubitannya. Sosok Gadis cantik yang
baru saja berteriak memanggil Dania itu adalah Veni. Seorang
sahabat Dania.
"Ngapain sih teriak-teriak, Ven? Bikin malu aja," Dania
menatap sinis ke wajah Veni. Berbisik pelan. Veni menarik lengan
Dania, membawa Gadis itu masuk ke dalam kelas.
"Kamu udah belajar, Dan? Gila itu yang fisika kayanya
bakalan susah banget deh." Veni mengalihkan pembicaraan.
"Aku udah belajar sih, tapi ada beberapa yang belom ngerti
di biologi. Fisika emang susah, tapi kalo kamu belajarnya bener-
bener pasti bisa." Balas Dania.
"Ya udah deh, nanti kita kan bakal belajar bareng bu Tari
lagi. Sama Althar juga! Oh my god, nggak sabar banget!" Pekik
Veni sambil tersenyum mencurigakan. Dania tertawa.
"Syukur banget loh kita sekelompok sama Althar. Agama,
bahasa inggris, sama fisikanya dia bagus. Jadi bisa lengkapin
kekurangan kita." Seru Dania. Sembari meletakkan tas yang ia bawa
ke atas meja.
"Entar aku ke kelasnya Althar deh. Biar aku yang ngajak dia
buat belajar bareng." Senyum Veni melebar. Menatap Dania dengan
raut yang mencurigakan.
"Mau belajar kapan emang?" Dania mengerutkan kening.
Berpikir.
"Kapan ya? Kalo bu Tari sih bebas orangnya. Abis pulang
sekolah aja deh. Di kelas ini!" Gadis itu menunjuk ke arah lantai.
"Ah, ga asik kalo di sekolah! Bosen tau! Di tempat lain kek. Di
mana gitu?" Protes Veni dengan cepat. Tak setuju dengan usulan
Dania.
Dania menatap kesal. Mendekatkan wajahnya ke wajah
sahabatnya itu, "Inget ya Ven! Althar itu Cowok baik-baik. Nggak
mungkin dia mau kalo kita ajak keluar. Palingan dia mau kalo ada
event lomba doang. Belajar di sekolah aja sih! Biar si Althar—nya
mau."
Wajah Veni menyemberut, "Ya udah deh disini aja."
Sahutnya pasrah.
Gadis cantik bernama Veni itu adalah sahabat Dania dari
kecil. Mereka telah berteman sejak masih duduk di bangku SD. Saat
kelas 6 SD, Veni dan Dania pernah berjanji untuk melanjutkan
sekolah bersama ketika naik ke bangku SMP dan SMA. Namun
Tuhan selalu memiliki rencana terbaik untuk mereka. Tuhan
memberi Dania dan Veni kesempatan untuk tetap bersatu hingga
SMA. SD Dania dan Veni dulu memberikan beasiswa untuk
melanjutkan SMP dan SMA gratis di sebuah sekolah ternama di
kota Palu. Beasiswa itu akan diberikan pihak sekolah kepada 3 siswa
dengan nilai terbaik satu angkatan. Dan ya! Kedua gadis pintar itu
mendapatkan dua dari tiga beasiswa tersebut. Kepribadian kedua
sahabat itu sebenarnya sangat berbeda. Mereka memiliki sifat yang
terbilang cukup bertolak belakang. Namun perbedaan tersebutlah
yang membuat Dania dan Veni tetap bersatu hingga detik ini.
Veni adalah seorang perempuan yang bawel, berisik, centil,
heboh, dan sangat ribet. Sedangkan Dania adalah perempuan yang
lembut dan pendiam. Keduanya-pun sama-sama cantik. Dan yang
pastinya juga pintar.
5. Dania dan Veni sama-sama dibesarkan dari keluarga yang
kurang berkecukupan. Rumah Veni juga tidak terlalu jauh dari
rumah Dania. Hanya berjarak 2 kilometer. Keduanya tinggal di tepi
pantai.
Dringg... Bel istirahat berbunyi. Para siswa berlarian keluar
kelas. Veni dan Dania tidak pergi ke kantin. Mereka tidak memiliki
uang untuk membeli makanan. Jangankan mendapat uang jajan dari
orang tua, untuk makan sehari-hari saja mereka harus sangat
menghemat. Kedua perempuan itu hanya diam di kelas. Sibuk
memainkan ponsel masing-masing. Mereka hanya mengandalkan air
putih untuk mengganjal perut. Dan itu sudah terasa lebih dari cukup.
"Eh! Temenin aku ke 12 B dong Dan!" Ucap Veni tiba-tiba.
Menghantam meja belajarnya. Membuat Dania terkaget.
Dania mengerutkan kening, "Mau ngapain?"
Veni tiba-tiba tersenyum. Wajahnya berseri merah. "Mau
ngajak Althar, kan?" "Hwuuh,".
Dania menghebuskan napas. "Kamu aja deh, aku mager!"
Jelasnya sambil fokus menatap layar ponsel.
"Okey!" Veni mengangguk. Kemudian beranjak pergi
meninggalkan Dania. Menuju kelas 12 B. Gadis itu hendak
menemui sosok laki-laki. Seorang teman laki-laki yang di-
sekelompokkan dengan Dania dan Veni untuk mengikuti sebuah
lomba cerdas cermat. Sosok laki-laki itu bernama Althar. Ia
merupakan mantan anak pesantren yang asalnya dari Jakarta.
Hafalan Al-qur'an Pria itu sudah sangat banyak. Sekitar 25 juz.
Begitupun dengan banyaknya ilmu agama yang ia pahami. Althar
bisa dikatakan seorang pria yang cukup soleh.
Selain paham banyak mengenai ilmu agama, Althar juga
seorang pria yang sangat tampan. Badannya lumayan tinggi,
hidungnya mancung, alisnya tajam, dan kulitnya putih bersih. Pria
itu adalah seorang keturunan Arab. Althar juga merupakan murid
yang cerdas. Ia merupakan peringkat satu di kelas 12 B. Tak heran
sekali mengapa Veni sangat semangat untuk bertemu dengan Pria
itu. Ya, Veni memang menyukai Althar. Althar sangat banyak
memiliki penggemar di SMA itu. Banyak sekali murid perempuan
yang menaksir dengannya. Mulai dari teman sekelas, teman satu
angkatan, adik kelas, bahkan kakak kelas yang sudah menjadi
alumni.
Namun Althar adalah seorang pria yang soleh. Ia sama
sekali tidak pernah merespon dan menanggapi para penggemarnya
di SMA itu. Ia sangat sering mendapatkan hadiah dari berbagai
murid perempuan. Namun Althar hanya menanggapi dengan ucapan
"terima kasih". Tak lebih dari itu.
Althar bahkan sudah beberapa kali diajak berpacaran oleh
murid perempuan. Sudah puluhan siswi yang mengungkapkan rasa
cinta mereka kepada Pria itu. Namun Althar selalu menolak. Pria itu
berusaha menjaga dirinya dari perbuatan zina. Termasuk berpacaran.