Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai dosen bernama Prof. Dr. Abdul Hakim yang mengajar di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, serta menjelaskan konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan seperti ilmu, pengetahuan, komponen-komponen pembangun ilmu, dan metode ilmiah.
1. Dosen : Prof.Dr. Abdul Hakim, Drs. MSi
Rumah :
Jl. Kwoka F-24 Badut Permai Malang 65146
Telp. 0341-560620
HP.0813 4433 0077
0819 4499 9066
Email : hakim_abdul61@yahoo.co.id
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2. Ilmu dan Pengetahuan
Ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak semua
pengetahuan adalah ilmu. Pengetahuan adalah
pembentukan pemikiran asosiatif yang menghubungkan
atau menjalin sebuah pikiran dengan kenyataan atau
dengan pikiran lain berdasarkan pengalaman yang
berulang-ulang tanpa pemahaman mengenai kausalitas
(sebab-akibat) yang hakiki dan universal.
Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang
menjelaskan kausalitas (hubungan sebab-akibat)
dari suatu obyek menurut metode-metode
tertentu yang merupakan suatu kesatuan
sistematis.
3. Pengetahuan merupakan bahan utama dari ilmu.
Selain itu pengetahuan tidak menjawab pertanyaan
tentang adanya suatu kenyataan, sebagaimana yang
dapat dijawab oleh ilmu. Dengan perkataan lain,
pengetahuan hanya menjawab pertanyaan tentang
“apa”, sedangkan ilmu dapat menjawab pertanyaan
tentang “mengapa” dari kenyataan atau kejadian.
Perbedaan antara pengetahuan keilmuan dengan
pengetahuan lainnya (misalnya: seni dan agama) dapat
dilihat dari upaya untuk mendapatkannya. Dalam upaya
mendapatkan pengetahuan dibedakan antara upaya aktif
dengan upaya pasif. Upaya aktif adalah upaya melalui
penalaran, pikiran dan perasaan. Sedangkan upaya pasif
adalah upaya melalui keyakinan dan kepercayaan.
4. Kesimpulan yang diperoleh dari penalaran
bersifat logis dan analitis. Sedangkan yang
diperoleh dari perasaan, keyakinan, atau
kepercayaan tidak bersifat logis dan
analitis. Dari hasil penalaran logis dan
analitis diperoleh pengetahuan yang
disebut ilmu. Sedangkan dari perasaan,
keyakinan dan kepercayaan disebut
pengetahuan seni dan agama.
5. Sifat dan Asumsi Dasar
Ilmu
Ilmu memiliki sifat sebagai berikut:
a) ilmu menjelajah dunia empirik tanpa batas,
sejauh yang dapat ditangkap oleh panca indera
(dan indera yang lain);
b) tingkat kebenaran yang dicapai ilmu relatif atau
tidak sampai pada kebenaran mutlak;
c) ilmu menentukan proposisi-proposisi (hubungan
sebab-akibat) yang teruji secara empirik.
6. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, ilmu memiliki asumsi
dasar sebagai berikut:
a) dunia ini ada (manipulable);
b) fenomena yang ditangkap oleh indera manusia
itu berhubungan satu sama lain;
c) percaya akan kemampuan indera yang
menangkap fenomena tersebut.
Selain itu, ilmu merupakan belief system, artinya ilmu
itu kebenarannya didasarkan atas keyakinan atau
kepercayaan, meskipun kebenarannya bersifat relatif.
Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat sistematis, yang
mempunyai unsur-unsur fungsional, yang terdiri dari:
merumuskan masalah, mengamati dan mendeskripsi,
menjelaskan, meramalkan dan mengontrol gejala-gejala yang
ada di alam semesta ini.
7. Komponen Pembangun Ilmu
Komponen ilmu yang hakiki adalah fakta dan teori. Selain itu ada
komponen yang lain yang disebut fenomena dan konsep.
Fenomena (gejala atau kejadian) yang ditangkap indera manusia
(karena dijadikan masalah yang ingin diketahui) diabstraksikan
melalui konsep-konsep.
Konsep adalah simbol-simbol yang mengandung pengertian singkat
dari fenomena. Dengan kata lain, konsep adalah penyederhanaan
dari fenomena. Konsep yang semakin mendasar akan sampai pada
variabel-variabel.
Variabel adalah suatu sifat atau jumlah yang mempunyai nilai
“kategorial” baik kualitatif maupun kuantitatif. Makin berkembang
suatu ilmu makin berkembang pula konsep-konsepnya untuk sampai
pada variabel-variabel dasar tersebut.
8. Melalui penelaahan yang terus menerus ilmu itu akan sampai pada
hubungan-hubungan (relationship) yang akan merupakan hasil
akhir dari ilmu itu. Hubungan yang telah ditemukan dan ditunjang
oleh data empirik disebut fakta.
Ilmu menunjukkan fakta-fakta, sedangkan jalinan fakta-fakta
keseluruhan disebut teori. Lebih jelasnya, teori adalah jalinan
fakta-fakta menurut “meaningfull-construct”. Ini berarti bahwa
teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proposisi-proposisi
yang berhubungan satu sama lain, yang menunjukkan fenomena
secara sistematis, dan bertujuan untuk menjelaskan ( explanation)
dan meramalkan (prediction) fenomena-fenomena itu.
Dengan demikian jelas bahwa teori itu bukan
suatu spekulasi melainkan suatu konstruksi
yang jelas, yang dibangun atas jalinan fakta-
fakta.
9. KONSEP
Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan
atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan,
kelompok, atau individu tertentu. Contoh: Migrasi, adalah konsep
yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari perilaku mobilitas
tertentu manusia.
Peranan konsep dalam penelitian sangat besar, karena konsep
menghubungkan antara dunia teori dan dunia observasi, antara
abstraksi dengan realitas. Dalam penelitian sosial peranan konsep
menjadi sangat penting karena “realitas” sosial yang menjadi
perhatian ilmu sosial banyak yang tidak dapat ditangkap oleh panca
indera manusia sehingga sering timbul masalah dalam pengukuran
konsep tersebut. Untuk itu konsep perlu didefinisikan secara tepat
sehingga tidak terjadi kesalahan pengukuran.
10. Dalam penelitian ditemukan dua jenis konsep, yaitu:
(1) Konsep yang jelas hubungannya dengan fakta atau
realitas yang diwakili disebut dengan konsep konkrit atau
konsep observable. Contoh: gedung, bangku, meja, kursi,
lemari, dsb.
(2) Konsep yang lebih abstrak atau kabur hubungannya
dengan fakta atau realitas yang diwakili, disebut dengan
konsep abstrak. Contoh: sikap, kekerabatan,
birokrasi, dsb.
11. PROPOSISI
Proposisi adalah hubungan yang logis antara dua
konsep. Proposisi tidak mempunyai format tertentu.
Biasanya disajikan dalam bentuk suatu kalimat
pernyataan yang menunjukkan hubungan antara dua
konsep atau lbh.
Dalam penelitian sosial dikenal dua tipe proposisi, yaitu:
aksioma dan teorem. Aksioma atau postulat adalah
proposisi yang kebenarannya tidak dipertanyakan lagi
oleh si peneliti sehingga tidak perlu diuji dalam
penelitian. Sedangkan teorem adalah proposisi yang
dideduksikan dari aksioma.
12. Contoh Aksioma atau Postulat:
- perilaku manusia adalah fungsi dari kepentingannya
- perilaku manusia selalu terikat pada norma sosial
- manusia membuat keputusan secara rasional
Contoh Proposisi:
- perilaku fertilitas suami isteri dipengaruhi oleh norma
yang mereka pegang tentang keluarga kecil
- perilaku fertilitas suami isteri dipengaruhi oleh
persepsi mereka tentang manfaat ekonomis anak
- perilaku fertilitas dipengaruhi oleh status ekonomi
suami isteri
13. Contoh Teorem:
- status sosial ekonomi suami isteri menentukan
persepsi mereka tentang manfaat ekonomis
anak
- status sosial ekonomi suami isteri menentukan
persepsi mereka tentang sikap kelompok
panutan terhadap pemakaian alat kontrasepsi
modern
- norma-norma keluarga kecil yang dianut
suami isteri adalah fungsi dari status sosial
ekonominya
14. TEORI
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi, dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara
sistematis dengan cara merumuskan hubungan antarkonsep.
Berdasarkan definisi ini, teori mengandung tiga aspek, yaitu:
(1) teori adalah serangkaian proposisi antar konsep-konsep yang
saling berhubungan;
(2) teori menerangkan secara sistematis suatu fenomena dengan
cara menentukan hubungan antarkonsep;
3) teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentu-
kan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya
dan bagaimana bentuk hubungannya.
15. Peranan fakta dalam formulasi dan penjelasan teori
adalah sebagai berikut:
1) Fakta memulai teori. Teori berpijak dari fakta hasil penemuan
(discovery), kadang-kadang dari hasil penemuan yang tidak
disengaja atau secara kebetulan (serendipity pattern).
Penemuan-penemuan ini mengembangkan teori.
2) Fakta menolak dan mereformulasikan teori yang telah ada.
Bila ada fakta yang belum terjelaskan oleh teori, kita dapat
menolak atau mereformulasikan teori tersebut sedemikian
rupa sehingga dapat menjelaskan fakta tersebut.
3) Facts redefine and clarify theory. Fakta-fakta dapat
mendefinisikan kembali atau memperjelas definisi-definisi
yang ada dalam teori.
4)
16. Peranan teori dalam pengembangan ilmu:
1. Teori sebagai orientasi
Memberikan orientasi kepada para ilmuwan, sehingga
dengan teori tersebut dapat mempersempit cakupan yang
akan ditelaah, sedemikian rupa sehingga dapat menentukan
fakta-fakta mana yang diperlukan.
2. Teori sebagai konseptual dan klasifikasi
Dapat memberikan petunjuk tentang kejelasan hubungan di
antara konsep-konsep atas dasar klasifikasi tertentu.
3. Teori sebagai generalisasi (summarizing)
Memberikan rangkuman terhadap generalisasi empirik dan
antar-hubungan dari berbagai proposisi (teorema, yaitu
kesimpulan umum yang didasarkan pada asumsi tertentu,
baik yg akan diuji maupun yang telah diterima).
17. 4. Teori sebagai peramal fakta
Yang dimaksud dengan meramal adalah berpikir deduktif
dengan konsekuensi-konsekuensi logis (baik menurut
waktu maupun tempat). Jadi, teori membuat prediksi
tentang adanya fakta, dengan cara membuat
“ekstrapolasi” dari yang sudah diketahui pada yang
belum diketahui.
5. Theory points to gaps in our knowledge
Teori menunjukkan adanya kesenjangan dalam
pengetahuan kita, dan dengan demikian memberikan
kesempatan kepada kita untuk menutup kesenjangan
tersebut dengan melengkapi, menjelaskan dan
mempertajamnya.
18. Metode Ilmiah
Metode adalah suatu prosedur untuk mengetahui sesuatu
melalui langkah-langkah yang sistematis.
Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah
sistematis untuk memperoleh pengetahuan ilmiah atau ilmu.
Garis besar langkah-langkah sistematis tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Merumuskan dan mengidentifikasikan masalah;
2) Menyusun kerangka pikiran (logical construct);
3) Merumuskan hipotesis;
4) Menguji hipotesis secara empirik;
5) Melakukan pembahasan;
6) Menarik kesimpulan.
19. Tiga langkah pertama merupakan metode penelitian, sedangkan
langkah selanjutnya merupakan teknik penelitian.
Metode penelitian adalah prosedur atau langkah-langkah teratur
yang sistematis dalam menghimpun pengetahuan untuk dijadikan
ilmu.
Sedangkan teknik penelitian menyangkut cara dan alat
(temasuk kemahiran membuat dan menggunakannya) yang
diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian itu. Dengan kata
lain, teknik penelitian menyangkut bagaimana caranya dan alat
penelitian apa yang diperlukan untuk membangun ilmu melalui
penelitian.
20. Merumuskan dan Mengidentifikasikan Masalah
Menetapkan apa yang dijadikan masalah dan apa obyeknya.
Sedangkan mengidentifikasikan masalah dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan penelitian secara spesifik. Cara yang
paling sederhana untuk menentukan pertanyaan penelitian
adalah melalui data sekunder, yang berujud beberapa
kemungkinan sebagai berikut:
(1) melihat suatu proses dari perwujudan teori;
(2) melihat “linkage” dari proposisi suatu teori, kemudian
bermaksud memperbaikinya;
(3) mempertanyakan keberlakuan suatu dalil atau model tertentu;
dan
(4) melihat tingkat informative value dari teori yang telah ada,
kemudian bermakusd meningkatkannya.
21. Menyusun Kerangka Pikiran
Mengalirkan jalan pikiran menurut kerangka yang
logis atau “logical construct”. Hal ini berarti
meletakkan masalah yang diteliti ke dalam kerangka
teoretis yang relevan dan mampu menerangkan dan
menunjukkan perspektif terhadap masalah itu.
Upayanya ditujukan untuk menjawab atau
menerangkan pertanyaan penelitian yang telah
diidentifikasikan melalui penalaran deduktif.
22. Beberapa syarat logika yang harus terkandung
dalam hipotesis:
1) dapat menejlaskan kenyataan yang menjadi
masalah dan dasar hipotesis itu;
2) mengandung sesuatu yang mungkin;
3) dapat mencari hubungan kausal dengan
argumentasi yang tepat;
4) dapat diuji, baik kebenarannya maupun
kesalahannya.
23. Macam-macam hipotesis:
1) Hipotesis Deskriptif: hipotesis “lukisan”, menunjukkan
dugaan sementara tentang bagaimana (how) benda-benda,
peristiwa atau variabel-variabel terjadi.
2) Hipotesis Argumentasi, hipotesis “penjelasan”,
menunjukkan dugaan sementara tentang mengapa (why)
benda-benda, peristiwa, atau variabel terjadi. Pernyataan
diatur secara sistematis, sehingga salah satu pernyataan
merupakan kesimpulan (konsekuen) dari pernyataan
lainnya (antiseden).
3) Hipotesis Kerja, hipotesis yang meramalkan atau
menjelaskan akibat-akibat dari suatu variabel yang menjadi
penyebabnya. Jadi, hipotesis ini menjelaskan jika suatu
variabel berubah maka variabel lain berubah pula.
4) Hipotesis Nol, hipotesis “statistik”, bertujuan memeriksa
ketidakbenaran suatu dalil/teori, yang selanjutnya akan
ditolak melalui bukti-bukti yang sah.
24. Menguji Hipotesis: membandingkan atau
menyesuaikan antara segala yang terkandung
dalam hipotesis dengan data empirik.
Perbandingan ini didasarkan pada suatu
anggapan bahwa di alam ini suatu peristiwa
mungkin tidak terjadi secara tersendiri,
dengan kata lain bahwa suatu sebab mungkin
akan menimbulkan beberapa akibat, atau
mungkin pula suatu akibat ditimbulkan oleh
beberapa penyebab.
25. John Stuart Mills mengajukan tiga metode untuk
mengetahui faktor penyebab timbulnya suatu akibat, yaitu:
1) Method of Agreement: jika dalam dua atau lebih peristiwa,
pada suatu fenomena timbul satu (dan hanya satu) kondisi
yang terjadi, maka kondisi itu dapat disimpulkan sebagai
penyebab dari terjadinya fenomena tersebut.
2) Method of Difference: dalam dua peristiwa terdapat perbedaan
dalam rangkaian (unsurnya) dan fenomena terjadinya. Jika
serangkaian peristiwanya sama kecuali dalam satu faktor
dimana peristiwa yang satu tidak memilikinya dan tidak
menimbulkan fenomena, maka fenomena yang terjadi itu
disebabkan oleh faktor yang memiliki peristiwanya.
3) Method of Concomitant Variation: jika telah diketahui adanya
faktor-faktor tertentu dalam peristiwa yang menimbulkan
bagian-bagian tertentu suatu fenomena, maka bagian-bagian
lain dari fenomena ini adalah akibat dari faktor selebihnya yang
terdapat dalam peristiwa itu.
26. Membahas dan Menarik Kesimpulan
Pembahasan adalah mencocokkan deduksi dalam kerangka
pikiran dengan induksi dari empirik (hasil pengujian hipotesis),
atau dengan induksi yang diperoleh orang lain (hasil penelitian
sebelumnya) yang relevan. Dalam pembahasan, termasuk
interpretasi, titik perhatian kita tertuju pada dua hal: (1) pada
kerangka pikiran (logical construct) yang telah disusun; dan (2)
mengaitkan dengan variabel-variabel dari topik aktual.
Hasil pembahasan adalah kesimpulan. Kesimpulan
ini harus merupakan jawaban terhadap pertanyaan
penelitian, atau sebagai bukti dari hipotesis yang
diajukan.
27. Berpikir Induktif
Berpikir induktif dimulai dari hal-hal yang khusus
(particular) yang terpikirkan sebagai kelas dari suatu
fenomena, menuju pada generalisasi.
Prinsip berpikir induktif adalah: “Jika sejumlah besar
A (fakta-fakta dari suatu fenomena) diamati pada
variasi kondisi yang luas, dan ternyata semua A yang
diamati itu menunjukkan adanya sifat B, maka semua
A (termasuk yang tidak diamati) akan memiliki sifat B
pula”. Secara umum dikatakan: “Semua A memiliki
sifat B”.
28. Dari prinsip tersebut dapat dikatakan bahwa
makin besar A yang diamati (idealnya semua A
pada fenomena) dan makin luas variasi kondisi
dimana pengamatan itu dilakukan, maka akan
semakin mantap hukum/dalil/teori yang
dibangunnya.
Namun induksi lengkap (completely induction) seperti itu
sulit dilakukan. Karena itu ilmuwan sering melakukan induksi
tidak lengkap (incompletely induction) yang disebut “sample
study”. Atas dasar inilah maka peneliti tidak bersikeras
berkeyakinan bahwa hasil penelitiannya berlaku mutlak
untuk generalisasi populasinya, melainkan hanya berlaku
pada taraf tertentu saja.
29. Dalam hal memperluas variasi kondisi, Francis Bacon
mengajukan tiga prinsip:
a) Pencatatan ciri-ciri positif, yaitu mengenai apa yang
terjadi dalam suatu kondisi;
b) Pencatatan ciri-ciri negatif, yaitu pencatatan pada
kondisi mana suatu kejadian tidak timbul;
c) Pencatatan variasi kondisi, yaitu pencatatan ada
tidaknya perubahan ciri-ciri pada kondisi yang
berubah-ubah.
Melalui pencatatan tersebut dapat ditetapkan ciri-ciri atau
sifat-sifat yang harus ada, yang tidak dapat dipisahkan
dari suatu fenomena.
30. Berpikir Deduktif
Alur berpikir dimulai dari hal-hal yang umum ke hal-
hal yang khusus (particular). Prinsip dasarnya
adalah: “Segala yang dipandang benar pada semua
peristiwa dalam satu kelas atau jenis, berlaku pula
sebagai hal yang benar pada semua peristiwa yang
terjadi pada hal yang khusus, asal hal yang khusus
tersebut benar-benar merupakan bagian atau unsur
dari hal yang umum itu”.
Penalaran deduktif biasanya menggunakan silogisme dalam
menarik kesimpulan. Silogisme adalah argumentasi yang
terdiri dari tiga proposisi, yaitu premis major, premis minor,
dan konklusi/konsekuen/ kesimpulan.
31. Premis major adalah proposisi yang bersifat umum
(general) berupa teori, hukum, atau dalil dari suatu ilmu.
Premis minor adalah proposisi yang disusun dari
fenomena khusus yang ditangkap indera, yaitu yang ingin
diketahui. Konklusi adalah jawaban logis dari premis
minor.
Contoh: Proposisi 1 (Pmj) : semua logam yang
dipanaskan akan memuai
Proposisi 2 (Pmn) : besi adalah logam
Proposisi 3 (K) : jika besi dipanaskan, maka
akan memuai
32. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam penalaran deduktif
untuk memperoleh tingkat kebenaran yang lebih tinggi
adalah sebagai berikut:
1. Kesulitan untuk menentukan generalisasi (teori/hukum/dalil) yang
akan dijadikan premis major
2. Kesulitan untuk merumuskan proposisi faktual dari fenomena untuk
menentukan premis minornya.
3. Persoalan konsepsi, yaitu mengkaji konsep-konsep yang
membangun proposisi (baik sebagai premis major maupun premis
minor). Misalnya: apa yang disebut konsep logam, konsep besi,
konsep pemanasan, konsep memuai, dan sebagainya.
4. Persoalan “judgment”, yaitu menentukan kebenaran hubungan
antara suatu konsep dengan konsep lainnya pada setiap proposisi.
5. Bagaimana memberikan “reasoning” (argumentasi) terhadap duduk
persoalan premis minor dan premis major. Misalnya, bagaimana
argumentasi bahwa besi itu bagian dari logam, dan sebagainya.
33. Secara logika kelemahan-kelemahan yang disebutkan
oleh hal-hal tersebut, terwujud dalam dua macam
kesalahan silogismik, yaitu: kesalahan isi (material) dan
kesalahan bentuk (formal). Kesalahan isi adalah
kesalahan materi dan premis-premisnya, meskipun salah
satu peremisnya benar, maka kesimpulannya akan salah.
Sedangkan yang dimaksud kesalahan bentuk
(formal) adalah kesalahan jalannya deduksi,
meskipun materi (isi) pada premis major dan
premis minor benar, tetapi karena jalannya salah
maka konklusi/kesimpulan akan salah.
34. Contoh Kesalahan Isi (Materi):
PMj : Kedinamisan kelembagaan sosial ditentukan oleh
kepemipinan pemimpinnya …………………….. (B)
PMn: Perguruan tinggi tidak termasuk kelembagaan sosial (S)
K : Kedinamisan Perguruan Tinggi tidak ditentukan oleh kepemimpinan
pemimpinnya (S)
CContoh Kesalahan Bentuk (Formal):
PMj: Semua kera bermata dua (B)
PMn: Semua wanita bermata dua (B)
K : Maka wanita adalah ……………………… (S)
35. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penalaran
deduktif merupakan hasil pemikiran logis atau ratio,
yang pada umumnya tidak membuat seseorang
puas. Karena itu kesimpulan deduktif dianggap
sebagai kesimpulan sementara (tentatif) atau
sebagai dugaan (hipotesis). Untuk meyakinkan akan
kebenarannya perlu memperoleh pengujian
(verifikasi) yaitu membandingkannya atau
menyesuaikannya dengan keadaan empirik melalui
proses penalaran induktif. Itulah sebabnya para
ilmuwan modern dewasa ini sering mondar-mandir
dari kutub deduktif ke induktif.