SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 195
Descargar para leer sin conexión
INDONESIA FOREST AND CLIMATE SUPPORT 
Panduan Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi 
In Collaboration with
This publication has been prepared for the United States Agency for International Development, under USAID Contract Number EPP-I-00-06-0008, Order Number AID-497- TO-11-00002. 
This publication is made possible by the support of the American People through the United States Agency for International Development (USAID). The contents of this document are the sole responsibility of Tetra Tech ARD and do not necessarily reflect the views of USAID or the United States Government. 
Tetra Tech ARD 
159 Bank Street, Suite 300 
Burlington, VT 05401 
Tel: (802) 658-3890
Hal | 3 
Panduan 
Pengelolaan dan Pemantauan 
Nilai Konservasi Tinggi 
Disusun oleh : 
Panel Teknis Jaringan Nilai Konservasi Tinggi Indonesia 
Aisyah Sileuw, Dwi R. Muhtaman, Dr Harnios Arief, Kresno Santoso, Dr. Lilik Budi Prasetyo, Pupung Nurwata, Dr. Irdika Mansyur, Sigit Setyanto, Wahyu F. Riva, Wibowo A. Djatmiko, Yana Suryadinata. 
Didukung oleh Didik Prasetyo dan Yokyok Hadiprakarsa dari IFACS-USAID dan Sutji Shinto dari Jaringan NKT Indonesia. 
Citasi : Jaringan NKT Indonesia. 2013. Panduan Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi. IFACS-USAID. Jakarta. 
Kegiatan ini dibiayai oleh USAID melalui program IFACS (Indonesia Forest and Climate Support). Isi dari panduan ini bukan merupakan representasi dari USAID.
Hal | 4 
Kata Pengantar 
Penerapan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di Indonesia tidaklah selalu berjalan sesuai yang diharapkan. Banyak tantangan berkaitan dengan interpretasi, kualitas penilaian yang beragam dan masih lemahnya berbagi pengetahuan dan koordinasi antara pemangku kepentingan yang terlibat dengan perlindungan NKT. Saat ini sudah terdapat panduan identifikasi NKT di Indonesia yang dibuat hampir 10 tahun lalu, dan telah mengalami revisi untuk menyesuaikan kondisi lapangan. Dari Kondisi yang ada saat ini, terdapat beberapa catatan yang harus segera diperbaiki tentang pelaksanaan NKT di Indonesia, diantaranya adalah pemahaman dan interpertasi terhadap konsep NKT, metodologi identifikasi dan panduan yang memadai untuk penerapannya pada ekosistem yang berbeda (non-hutan). Pada saat konsep NKT dilaksanakan, satuan pengelola harus memikirkan bagaima NKT tersebut dikelola dan dipantau secara berkala, sehingga tujuan pengelolaan dapat tercapai dengan maksimal. Selain itu, seberapa besar para pihak termasuk para pembuat kebijakan terlibat dalam proses pengelolaan dan pemantauan NKT. Siapa yang akan bertanggung jawab mengelola NKT, terlebih apabila NKT yang teridentifikasi berada di dalam wilayah satuan pengelolaan dan di luar wilayah kelola yang diberikan. 
Melihat kondisi seperti ini, Jaringan Nilai Konservasi Tinggi Indonesia mengambil inisiatif untuk menyusun sebuah Panduan Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi untuk berbagai sektor usaha konsesi sumber daya alam, yaitu IUPHHK-HA (hutan alam), IUPHHK-HT (hutan tanaman), perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan usaha pertanian/perkebunan skala kecil. Seluruh panduan tersebut akan terhubung dengan pengelolaan dan pemantauan skala lansekap. Panduan ini bersifat sederhana dan melengkapi beberapa panduan yang sudah disusun oleh beberapa pihak, serta merujuk kepada beberapa panduan atau pedoman yang terkait dengan NKT seperti biodiversitas, ekosistem, jasa lingkungan dan sosial budaya. 
Panduan ini diharapkan bisa menjawab tentang perlunya pengelolaan untuk meningkatkan nilai konservasi tinggi yang tersebar luas di wilayah Indonesia, khususnya di kawasan budidaya. Semoga dengan adanya panduan ini dapat bermanfaat bagi para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia. 
Tim Penyusun
Hal | 5 
Ucapan Terima Kasih 
Jaringan NKT Indonesia merupakan organisasi berbasis anggota yang mempunyai mandat untuk mendorong penggunaan NKT sebagai alat dalam meningkatkan dan memelihara nilai- nilai konservasi tinggi yang ada di wilayah Indonesia. Sebagian besar nilai ini tersebar luas di dalam wilayah kawasan yang diperuntukkan sebagai wilayah produksi pengelolaan sumberdaya alam. 
Jaringan NKT Indonesia menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada tim panel NKT- NI yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan curahan pemikiran. Para ahli: Prof Lilik Budi Prasetyo, Yana Suryadinata, Wahyu Riva, Kresno Santoso, Dr Harnios Arief, Aisyah Sileuw, Pupung Nurwata, Sigit Setyanto, Wibowo A. Djatmiko, Dr. Irdika Mansyur memberi pengetahuan dan pengalamannya dalam menyusun panduan pengelolaan dan pemantauan NKT di Indonesia. Panduan ini merupakan diharapkan bisa melengkapi kebutuhan panduan tentang penerapan NKT di Indonesia. 
Jaringan NKT Indonesia juga mengucapkan banyak terima kasih kepada para anggota yang sudah banyak terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok dan hadir dalam workshop- workshop untuk menyusun panduan ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada USAID-IFACS yang telah mendukung proses penyusunan panduan ini, melalui workshop dan pertemuan-pertemuan regular dengan melibatkan para ahli. Kami sampaikan terima kasih kepada Tropenbos Indonesia yang juga mendukung kegiatan-kegiatan Jaringan termasuk dalam penyusunan dokumen ini. 
Jaringan NKT Indonesia menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas dukungan berbagai pihak baik untuk kelangsungan Jaringan maupun dalam menyusun dokumen penting ini. Semoga semua upaya bermanfaat bagi Indonesia yang lebih baik dan berkelanjutan.
Hal | 6 
Daftar isi 
Kata Pengantar ..................................................................................................................... 4 
Ucapan Terima Kasih............................................................................................................ 5 
Daftar isi................................................................................................................................ 6 
Daftar Gambar ...................................................................................................................... 8 
Daftar Tabel .......................................................................................................................... 8 
Daftar Singkatan ................................................................................................................... 9 
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 10 
1.2. Ruang Lingkup .................................................................................................... 11 
1.3. Tujuan ................................................................................................................. 11 
1.4. Prasyarat ............................................................................................................ 11 
1.5. Struktur Panduan ini............................................................................................ 11 
1.6. Tim Penyusun ..................................................................................................... 12 
1.7. Proses Penyusunan Panduan Pengelolaan dan Pemantauan ............................ 13 
2.1. Sejarah Konsep Nilai Konservasi Tinggi.............................................................. 15 
2.2. Pelaksanaan Konsep Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Sumber Daya Alam di Indonesia ......................................................................................................................... 17 
2.3.1. Permasalahan Pengelolaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Hutan Alam (HPH) 18 
2.3.2. Permasalahan Pengeloaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Hutan Tanaman (HTI) 18 
2.3.3. Permasalahan Pengelolaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Pertambangan ... 19 
Nilai Konservasi Tinggi di Konsep Tata Ruang.................................................................... 19 
2.4. Identifikasi, Pengelolaan dan Pemantaun Nilai Konservasi Tinggi....................... 20 
2.5. Ragam Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Sumber Daya Alam di Indonesia ..................................................................................... 22 
2.6. Sumber untuk informasi tambahan ...................................................................... 22 
3.1. Definisi Pengelolaan ........................................................................................... 23 
3.2. Tujuan Pengelolaan ............................................................................................ 23 
3.3. Prinsip-prinsip Pengelolaan................................................................................. 23 
3.4. Skala Pengelolaan, dan Keluaran ....................................................................... 24 
3.5. Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Pemantauan NKT (RPP-NKT) .. 24
Hal | 7 
3.5.1. Menentukan tujuan pengelolaan NKT ........................................................... 26 
3.5.2. Analisa ancaman-ancaman terhadap NKT ................................................... 28 
3.5.3. Mengidentifikasi intervensi untuk mitigasi ancaman terhadap NKT ............... 32 
3.5.4. Menyusun Rencana Pengelolaan NKT ......................................................... 32 
3.5.5. Dukungan Sumberdaya dalam Pengelolaan ................................................. 33 
3.6. Pengelolaan partisipatif. ...................................................................................... 33 
3.7. Sumber untuk informasi tambahan ...................................................................... 35 
4.1. Definisi Pemantauan ........................................................................................... 36 
4.2. Tujuan Pemantuan .............................................................................................. 36 
4.3. Prinsip-prinsip Pemantauan ................................................................................ 37 
4.4. Skala Pemantauan dan Keluaran ........................................................................ 37 
4.5. Metode Pemantauan NKT ................................................................................... 37 
4.5.1. Pemantauan Ekologis ......................................................................................... 37 
4.5.2. Pemantauan yang bersifat Partisipatif ................................................................. 38 
4.6. Penggunaan Hasil Pemantauan .......................................................................... 39 
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 42 
Lampiran 1: Pengelolaan dan Pemantauan NKT di Hutan Alam ...................................... 45 
Lampiran 2: Pengelolaan dan Pemantauan NKT di Hutan Tanaman ............................... 67 
Lampiran 3: Pengelolaan dan Pemantauan NKT di Perkebunan Sawit.......................... 148 
Lampiran 4: Pengelolaan dan Pemantauan NKT di Areal Tambang .............................. 167 
Lampiran 6: Pengelolaan Lanskap NKT ........................................................................ 191
Hal | 8 
Daftar Gambar 
Gambar 1: penerapan konsep NKT untuk berbagai tujuan. Sumber www.hcvnetwork.org . 17 
Gambar 2. Contoh sederhana sebuah model konseptual untuk satu tujuan pengelolaan, ancaman dan intervensi. ..................................................................................................... 25 
Gambar 3. Tahapan pembangunan pengelolaan dan pemantauan NKT - Adaptasi dari Good Practives guilnes for High Conservation Value assessments: A Practical guide for practitioners and auditors [3] ............................................................................................... 26 
Gambar 4. Ilustrasi peta potensi ancaman secara spasial hasil analisa Multiple Criteria Evaluation (MCE) beserta hasil pemetaan ancaman secara partisiparif dengan Unit Pengelola ............................................................................................................................ 30 
Gambar 5. Ilustrasi model konseptual untuk memetakan ancaman beserta intervensi untuk mengurangi/menghilangkan ancaman terhadap sasaran pengelolaan. ............................... 32 
Daftar Tabel 
Tabel 1. Contoh beberapa tujuan pengelolaan NKT ........................................................... 27 
Tabel 2. Parameter-parameter ancaman yang dipergunakan dalam mengidentifikasi potensi ancaman secara spasial ..................................................................................................... 28 
Tabel 3. Empat kelompok tingkatan ancaman untuk membantu pengukuran tingkat ancaman (Di modifikasi dari WCS-LLP [5]) ......................................................................... 31 
Tabel 4. Ilustrasi penentuan prioritas ancaman menggunakan system pembobotan dan kriteria ancaman (Adaptasi dari WCS-LLP[5]). .................................................................... 31
Hal | 9 
Daftar Singkatan 
BMP Best practise management 
DAS Daerah Aliran Sungai 
FSC Forest Stweardship Council 
NKT Nilai Konservasi Tinggi 
NKTF Nilai Konservasi Tinggi Forest 
NKT-NI Nilai Konservasi Tinggi Network Indonesia 
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat 
MTCC Malaysian Timber Certification Council 
NGO Non Govermental Organization 
RSPO Roundtable Sustainabel Palm Oil 
SOP Standard Operational Procedure
Hal | 10 
BAB 1 
PENDAHULUAN 
1.1. Latar Belakang 
Konsep Hutan Bernilai Konservasi Tinggi pertama kali di perkenalkan oleh Forest Stewardship Council (FSC) untuk sektor kehutanan dalam kerangka sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan. Konsep ini merupakan bagian dari prinsip yang harus dipenuhi dalam skema sertifikasi pengelolaan hutan alam berkelanjutan yang dipergunakan oleh FSC. Prinsip ini terdapat dalam prinsip kesembilan dari kriteria dan indikator yang harus dipenuhi oleh pengelola hutan alam (http://www.fsc.org/pc.html). 
Berdasarkan standar FSC, pada prinsip 9, terdapat empat hal penting yang harus dilakukan berkaitan dengan NKT oleh setiap unit pengelolaan hutan dalam proses penilaian sertifikasi, yaitu: bahwa setiap unit pengelolaan hutan diwajibkan untuk: 
1. Mengidentifikasi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (NKT) yang ada di dalam kawasan konsesinya; 
2. Konsultasi publik dalam proses sertifikasi harusmenekankan pada sifat-sifat konservasi yang teridentifikasi dan pilihan-pilihan pengelolaannya ; 
3. Mengelola area hutan tersebut supaya dapat memelihara atau meningkatkan nilai-nilai yang teridentifikasi; 
4. Memonitor keberhasilan pengelolaan kawasan hutan itu. 
Meskipun pada awalnya konsep NKT digunakan dalam konteks sertifikasi pengelolaan hutan, namun hingga saat ini berkembang dan dapat diterapkan untuk berbagai penggunaan termasuk misalnya pada perencanaan tataguna lahan, advokasi konservasi, perencanaan dan desain pembelian bahan baku yang bertanggungjawab serta kebijakan- kebijakan investasi. Dalam pelaksanaannya di lapangan masih banyak ditemukan berbagai permasalahan yang berhubungan dengan interpretasi, metode pendekatan, analisa dan standar peloporan yang berbeda satu sama lain. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah kesulitan para pengelola sumberdaya alam dalam menindaklanjuti hasil identifikasi NKT yaitu adanya rencana pengelolaan untuk dapat memelihara atau meningkatkan NKT dan pemantauan terhadap NKT yang teridentifikasi di dalam masing-masing unit pengelolaan. Pemantauan ini untuk mengukur dan mengetahui tingkat keberhasilan pengelolaan NKT. Sampai saat ini belum ada panduan yang menjadi rujukan bagi para pengelola sumberdaya alam untuk mengelola dan memantau NKT yang sudah teridentifikasi. 
Tercatat lebih dari 10 unit pengelolaan hutan alam yang sudah mendapatkan sertifikat FSC di Indonesia,hanya sebagian kecil saja yang sudah melakukan pengelolaan dan pemantauan NKT dengan benar. Kondisi ini hampir sama di sektor perkebunan kelapa sawit, dimana sudah cukup banyak unit pengelolaan sudah mendapatkan sertifikat Roundtable Sustainable palm Oil (RSPO).
Hal | 11 
Atas kondisi tersebut, Jaringan Nilai Konservasi Tinggi Indonesia/High Conservation Value- Indonesia Network mengembangkan panduan pengelolaan dan pemantuan NKT untuk berbagai sektor seperti Kehutanan (hak pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman), perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan produk pertanian skala kecil lainnya. 
1.2. Ruang Lingkup 
Panduan ini disusun untuk pengelolaan dan pemantauan NKT di dalam kawasan konsesi secara umum, baik di dalam pengelolaan sumberdaya alam hutan, perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan pertanian skala kecil. Yang dimaksud pengelolaan sumberdaya alam pada sektor hutan, kelapa sawit dan pertambangan dalam dokumen ini adalah satuan usaha dengan skala besar. Sementara itu sektor pertanian yang dimaksud dalam dokumen ini adalah khusus untuk pertanian skala kecil (khusus untuk pertanian skala kecil sawit, kebun kopi, kebun coklat). 
1.3. Tujuan 
Tujuan dari panduan ini adala memberi arahan dan panduan bagi para pengelola sumberdaya alam hutan, perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan pertanian skala kecil (sesuai dengan regulasi yang berlaku) dalam membuat rencana pengelolaan dan pemantauan wilayah-wilayah yang mempunyai kanduangan nilai konservasi tinggi. 
1.4. Prasyarat 
Beberapa prasyarat yang harus terpenuhi untuk menyusun sebuah rencana rencana pengelolaan dan pemantauan NKT, antara lain : 
- Sudah tersedia dokumen hasil identifikasi kawasan bernilai konservasi tinggi untuk unit pengelolaan, yang berisi tentang nilai-nilai NKT yang ada di dalam kawasan unit pengelolaan. Dokumen hasil identifikasi ini harus masih relavan dan terkini dengan situasi dan kondisi di dalam wilayah unit pengelolaan1; 
- Tersedia data pendukung seperti peta-peta, laporan hasil kajian atau laporan lain yang mendukung tentang keberadaan NKT; 
- Tersedia divisi atau unit yang akan menjadi penanggung jawab dalam menyusun atau mengawal proses penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan. 
1.5. Struktur Panduan ini 
Panduan ini disusun dalam beberapa bab yang berbeda dengan isi dan tujuan yang berbeda. 
Bab 1 berisi latar belakang, ruang lingkup, tujuan, prasyarat, dan struktur panduan. Dalam Bab ini juga dijelaskan mengenai tim penyusun dan proses penyusunan panduan pengelolaan dan pemantauan ini. 
Bab 2 berisi tentang konsep, sejarah dan pelaksanaan NKT di Inodnesia. Tantangan dalam penerapan NKT pada kawasan konsesi Hutan Alam. Hutan Tanaman Industri, Tambang dan penerapan NKT di konsep tata ruang juga didiskusikan dalam Bab ini. Bab ini juga 
1 Dokumen hasil identifikasi untuk unit pengelolaan yang melakukan kegiatan konversi paling lambat 6 bulan sesudah melakukan kegiatan identifikasi harus segera menyusun rencana pengelolaan. Begitu juga dengan unit pengelolaan sumberdaya alam yang lainnya. Unit yang melakukan konversi di utamakan untuk segera membuat rencana pengelolaan karena laju kegiatan komversi akan sangat berdampak kepada kondisi dan situasi keberadaan NKT di wilayah tersebut.
Hal | 12 
mejelaskan tentang bagaimana identifikasi, pengeloaan dan pemantauan NKT dilakukan, termasuk ragam pengelolaan dan pemantauan NKT pada kawasan konsesi hutan alam, hutan tanaman, tambang, perkebunan skala kecil (smallholders), dan pada tingkatan bentang alam/landscape. 
Bab 3 berisi tentang konsep pengelolaan, definisi, skala dan keluaran yang diharapkan. Selain itu juga dibahas tentang bagaimana menyusun rencana pengelolaan NKT sampai pelaksanaan dilapangan. Dalam bab ini juga secara terpisah akan di jelaskan beberapa hal khusus yang berhubungan dengan pengelolaan diberbagai sektor pengelolaan sumberdaya alam seperti pengelolaan hutan, perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan petani skala kecil, khususnya dalam konteks sertifikasi. Di dalam bab ini juga dibahas tentang konsep pengelolaan dalam konteks lanskap yang luas. 
Bab 4 berisi tentang konsep pemantauan, definisi, skala dan keluaran yang diharapkan. Selain itu juga dibahas tentang bagaimana menyusun pemantuan NKT sampai pelaksanaan di lapangan. Dalam bab ini dibahas tentang konsep pemantauan secara ekologis termasuk di dalamnya tahapan dalam pemantauan ekologis, protokol pemantauan ekologis, pengambilan data, dan ambang batas. Untuk konteks sosial dan budaya, konsep yang dipergunakan adalah pemantauan secara partisipatif termasuk di dalamnya adalah tahap pemantauan sosial dan budaya. Bagaimana cara menggunakan hasil pemantuan untuk perbaikan dalam pengelolaan dibahas dalam bab ini termasuk juga pemantauan dalam skala landskap. 
Bab 5 berisi tentang kesimpulan dari tahapan-tahapan dalam pengelolaan dan pemantauan NKT. 
Lampiran-Lampiran adalah panduan secara khusus bagaimana NKT dapat dikelola dan dipantau oleh satuan pengelola, di dalam lampiran terbagi menjadi: (1) Panduan Pengelolaan dan Pemantauan NKT untuk pengusahaan hutan alam (HPH), (2) Panduan Pengelolaan dan Pemantauan NKT untuk pengusahaan hutan tanaman (HTI), (3) Panduan Pengelolaan dan Pemantauan NKT untuk perkebunan kelapa sawit, (4) Panduan Pengelolaan dan Pemantauan NKT untuk pertambangan, dan (5) Panduan Pengelolaan dan Pemantauan NKT untuk pertanian skala kecil. Di dalam panduan ini dibahas bagaimana kegiatan konsesi dapat terintegrasi dengan pengelolaan dan pemantauan NKT. 
Panduan ini disusun dalam bentuk satu model utuh, sehingga pengguna atau pembaca diharapkan membaca secara keseluruhan bab mulai dari Bab 1, Bab 2, Bab 3, Bab 4, dan Bab 5 sampai dengan lampiran untuk mengetahui dan memahami tentang bagaimana penyusunan dan pelaksanaan pengelolaan serta pemantauan Nilai Konservasi Tinggi dapat dilakukan oleh satuan kelola konsesi sumberdaya alam. 
1.6. Tim Penyusun 
Tim penyusun panduan ini terdiri beberapa orang yang merupakan praktisi dan ahli untuk masing-masing bidang/sektor usaha konsesi sumberdaya alam dan NKT yang relevan seperti, ekologi, sosial budaya dan lanskap. Tim bekerja secara individual dan kelompok melalui workshop dan Focus Group Discussion (FGD). 
Anggota tim panel adalah Prof Lilik Budi Prasetyo, Dr. Semiarto adji , Yana Suryadinata, Wahyu Riva, Kresno Santoso, Dr Harnios Arief, Aisyah Sileuw, Pupung Nurwata, Sigit
Hal | 13 
Setyanto, Wibowo A. Djatmiko, Dwi R. Muhtaman, Sutji Shinto dan didukung oleh Didik Prasetyo dan Yokyok Hadiprakarsa dari IFACS-USAID. 
1.7. Proses Penyusunan Panduan Pengelolaan dan Pemantauan 
Panduan pengelolaan dan pemantauan NKT ini diinisiasi oleh USAID-IFACS dan JNKTI dan disusun oleh 11 orang yang tergabung dalam tim ahli yang dipilih berdasarkan pengalaman dan kemampuannya dalam kerja-kerja yang berkaitan dengan NKT. Proses dimulai pada bulan Mei 2012 sampai dengan sekarang melalui beberapa tahapan yaitu: 
1. 29 Mei 2012 
Kegiatan: 
IPB ICC Bogor. Expert meeting. 
Pertemuan awal dihadiri oleh tim ahli, USAID IFACS, JNKTI dan para Expert Panel yang bertujuan untuk berdiskusi bersama dengan tujuan terbentuk sebuah rancangan/outline yang akan menjadi pegangan bersama anggota panel dalam menyusun draft rencana pengelolaan dan pemantauan HCV di berbagai sektor atau komoditi. 
Tujuan: Pertemuan ini diharapkan tim ahli mendapat gambaran tentang maksud dan tujuan dari panduan pengelolaan dan pemantauan HCV. 
2. 30 Mei 2012 
Kegiatan: 
IPB ICC Bogor. Pre workshop 
Tujuan utama dari worksop ini adalah menyampaikan hasil-hasil dan proses pembelajaran dari kegiatan identifikasi, pengelolaan dan pemantauan HCV yang dilakukan di berbagai sektor/komoditi dengan segala prestasi dan permasalahannya. 
Pre workshop ini diisi dengan para pembicara dari berbagai sector dan diharapkan akan ada gambaran secara sektoral tentang prestasi dan permasalahan dalam melakukan proses identifikasi, pengelolaan dan pemantauan HCV. Para ahli mendapatkan gambaran prestasi/ permasalahanya dan bisa segara membuat sebuah draft panduan tentang pengelolaan dan pemantauan HCV di masing-masing sektor/komoditi. 
3. 3 Juli 2012 
Kegiatan: 
Tropenbos Indonesia. Expert meeting 
Pertemuan ini dihadiri oleh para expert untuk mengevaluasi draft awal panduan yang telah disusun. Draft panduan ini memang berapa kali mengalami bongkar pasang, untuk menjadi sebuah panduan yang lengkap dan sistimatis. 
4. 12 Juli 2012 
Kegiatan: 
IPB ICC Bogor. Workshop pengenalan draft Pengelolaan dan Pemantauan 
Tujuan utama dari workshop ini adalah untuk membuat dan mengembangkan pedoman pengelolaan dan pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada konsesi hutan alam dan tanaman, perkebunan kelapa sawit, pertambangan, petani skala kecil-menengah, dan lansekap di Indonesia.
Hal | 14 
Pada Workshop ini mulai dikenalkan draft awal yang telah tersusun. 
Peserta mencakup beberapa stakeholder dari lembaga pemerintah, praktisi, pengamat, LSM, akademisi, peneliti, petani dari UKM, dan perusahaan swasta, serta anggota jaringan NKT Indonesia. Diharapkan draft panduan mendapat banyak masukan melalui diskusi- diskusi kelompok, sehingga tim ahli dapat lebih menyempurnakan panduan ini. 
5. 13 Juli 2012 
Kegiatan: 
Expert meeting 
Berdasarkan masukan-masukan dari peserta workshop sehari sebelumnya, para tim ahli kembali berdiskusi untuk menyempurnakan draft panduan. 
6. 22 Oktober 2012 
Kegiatan: 
Expert meeting 
Pertemuan ini adalah untuk finalisasai draft panduan pengelolaan dan pemantauan HCV. Dihadiri oleh tim ahli, dan diharapkan pada pertemuan ini dapat diperoleh draft final panduan pengelolaan dan pemantauan NKT. 
7. November 2012 
Kegiatan: 
Konsultasi publik 
Sebelum panduan ini di uji cobakan, akan diadakan konsultasi public di tingkat kabupaten, Aceh, Papua dan Kalimantan. 
8. Februari 2013 
Kegiatan: 
Uji Coba 
Draft Panduan akan di ujicobakan di beberapa perusahaan 
9. Februari – Maret 2013 
Kegiatan: 
Final draft 
Penyempurnaan draft panduan menjadi final draft 
10. Maret 2013 
Kegiatan: 
Workshop 
Workshop ini sebagai workshop penutup dari rangkaian penyusunan panduan. Sekaligus peluncuran Panduan Pengelolaan dan Pemantauan HCV Area.
Hal | 15 
BAB 2 
Konsep NKT 
Bab ini membahas tentang sejarah dari konsep Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan hubungannya dengan sertifikasi. Kemudian penggunaan konsep tersebut dalam Konteks sertifikasi pengelolaan sumberdaya alam hutan dan pemakaian konsep ini diluar sertifikasi. Hal lain yang dibahas adalah komponen penting dalam penilaian NKT yaitu identifikasi, pengelolaan dan pemantauan. Di bahas juga sekilas tentang pentingnya NKT dalam Konteks bentang alam atau lanskap. 
2.1. Sejarah Konsep Nilai Konservasi Tinggi 
Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang diperkenalkan oleh Forest Stewardship Council (FSC) pada tahun 1999 untuk sektor kehutanan dalam kerangka sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan. Konsep ini menjadi salah satu prinsip dalam standard FSC yang harus dipenuhi oleh pengelola hutan (http://www.fsc.org/pc.html). Nilai Konservasi Tinggi didefinisikan sebagai nilai biologi,ekologi, sosial atau budaya yang dianggap sangat penting pada skala nasional, regional dan global. Tabel berikut ini menjelaskan tonggak-tonggak penting dalam perkembangan konsep NKT. 
Tahun Perkembangan konsep NKT 
1999 
FSC mulai mengembangkan konsep ini dengan istilah HCVF (High Conservation Value Forest). HCVF dijabarkan ke dalam empat nilai, sebagai berikut: 
i) Wilayah-wilayah keanekaragaman hayati yang penting di tingkat global, regional atau nasional. 
ii) Wilayah-wilayah yang memberikan jasa-jasa lingkungan yang sangat penting. 
iii) Wilayah-wilayah yang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat lokal 
iv) Wilayah-wilayah yang sangat penting untuk melestarikan identitas budaya dari masyarakat lokal. 
2003 
Proforest dan Rainforest Alliance mengembangkan global toolkit tentang mengidentifikasi, mengelola dan memantau Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi (HCVF). Toolkit ini menjelaskan bahwa HCVF memiliki enam nilai (HCVs) yang terdiri dari: 
HCV1. Wilayah hutan yang memiliki konsentrasi nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional atau nasional (misalnya, species endemik, terancam punah, refugia). 
HCV2. Wilayah hutan yang memiliki tingkat lanskap luas yang penting secara global, regional atau national, yang berada di dalam unit pengelolaan di mana populasi yang viabel dari spesies-spesies berada dalam pola-pola distribusi dan kelimpahan alami. 
HCV3. Wilayah hutan yang berada dalam ekosistem yang jarang, terancam dan hampir punah. 
HCV4. Wilayah hutan yang memberikan jasa lingkungan dalam situasi yang sangat penting. 
HCV5. Wilayah hutan yang sangat fundamental untuk memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat lokal. 
HCV6. Wilayah hutan yang sangat penting bagi identitas budaya
Hal | 16 
tradisional (wilayah yang memiliki nilai penting budaya, ekologi, ekonomi atau agama yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal). 
2003 
Toolkit global ini kemudian diikuti dengan pengembangan toolkit nasional di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Vietnam, China, Polandia, Rumania, Bulgaria, Bolivia, Ecuador, Canada, Gabon, Ghana dan Kamerun. Toolkit-toolkit nasional ini juga berisi tentang identifikasi, pengelolaan dan pemantauan hutan dengan nilai konservasi tinggi. 
2005 
RSPO (Roundtable for Sustainable Palm Oil) mengadopsi NKT dalam Prinsip dan Kriterianya. 
2006 
Pada tanggal 30-31 January HCV Resource Network dikembangkan oleh Kelompok Advisory yang terdiri dari berbagai organization dengan minat dalam konsep NKT dan pengembangan HCV Resource Network. 
2008 
Revisi Toolkit NKT Indonesia. Pada bulan Juni 2008 para pihak di Indonesia meluncurkan Panduan Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi di Indonesia. 
2009 
Konsep NKT diadopsi dalam standard komoditas lain seperti RTRS (Roundtable on Responsible Soy), Bon Sucro (sustainable sugarcane plantation) and RSB (roundtable for sustainable Biofuel) 
2012 
FSC menyepakati revisi Prinsip dan Kriteria untuk Pengelolaan Hutan yang bertanggungjawab, termasuk definisi NKT di dalamnya. 
NKT1. Keragaman Spesies. Konsentrasi keanekaragaman biologi yang meliputi spesies endemik, dan spesies jarang, terancam atau hampir punah, yang penting di tingkat global, regional dan nasional. 
NKT2. Ekosistem dan mosaic tingkat lanskap. Ekosistem tingkat lanskap yang luas dan mosaik ekosistem yang penting pada tingkat global, regional dan nasional, dan yang memiliki populasi yang viable dari spesies-spesies utama, atau spesies-spesies yang ada dalam pola-pola distribusi dan kelimpahan secara alami. 
NKT 3. Ekosistem dan habitat. Ekosistem, habitat atau refugia yang jarang, terancam atau hampir punah. 
NKT 4. Jasa ekosistem yang sangat penting. Jasa ekosistem dasar dalam situasi yang sangat penting, yang meliputi perlindungan daerah tangkapan air dan pengendalian erosi pada tanah-tanah dan kelerengan yang rentan. 
NKT 5. Kebutuhan masyarakat. Situs-situs dan sumberdaya yang fundamental untuk memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat lokal atau masyarakat adat (misalnya, mata pencaharian, kesehatan, gizi dan air), yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal atau masyarakat adat. 
NKT 6. Nilai-nilai Budaya. Situs-situas, sumberdaya, habitat dan lanskap yang penting secara global atau nasional dari aspek arkaelogi atau sejarah, dan/atau penting secara budaya, ekologi, ekonomi atau agama/keramat untuk budaya tradisi masyarakat lokal atau masyarakat adat. Nilai-nilai ini diidentifikasi melalui pendekatan dengan masyarakat lokal atau masyarakat adat.
Hal | 17 
2.2. Pelaksanaan Konsep Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Sumber Daya Alam di Indonesia 
Dalam perjalanannya, konsep HCV ini diadopsi untuk berbagai tujuan, meskipun awalnya hanya digunakan dalam konteks sertifikasi pengelolaan hutan yang bertanggungjawab dalam standard FSC. Gambar berikut menunjukkan beragamnya penggunaan konsep HCV untuk berbagai tujuan. 
Gambar 1: penerapan konsep NKT untuk berbagai tujuan. Sumber www.hcvnetwork.org 
2.3. Permasalahan dalam penerapan NKT pada beberapa sektor pengelolaan sumberdaya alam 
Permasalahan umum yang paling sering dihadapi dalam pengelolaan nilai konservasi tinggi di beberapa sektor adalah: 
 Tidak adanya dukungan legalitas pada kawasan NKT. 
 Kurangnya data dan informasi, terutama data yang berhubungan dengan konteks spasial. 
 Pemahaman tentang definisi operasional NKT, KBKT dan KPBKT, sehingga batas pengelolaan dan pemantauan menjadi tidak jelas. 
 Khusus NKT 5 dan NKT 6 yang bersifat dinamis, sulit untuk membuat rencana pengelolaan jangka panjang. 
 Kompatibilitas dengan proses-proses lain seperti AMDAL, dsb. 
Sementara itu, permasalahan khusus yang dihadapi dalam mengelola NKT pada masing- masing sektor juga tidak kalah kompleksnya. Sebagai contoh, ketika unit pengelolaan kebun sawit menetapkan sebuah KPBKT, dia akan berhadapan dengan permasalahan tentang status hukum dari kawasan itu. Contoh lain, ketika sebuah IUPHHK menetapkan untuk menyisihkan 75,000 hektar sebagai kawasan NKT, apakah mereka masih 
Nilai Konservasi Tinggi 
Pengelolaan Hutan 
Sertifikasi mandatori (PHAPL, ISPO, ISO, dll) 
Sertifikasi Voluntari (FSC, RSPO, dll) 
Rencana Tataguna Lahan 
Rancangan Perkebunan 
Perluasan komoditi pertanian 
Kebijakan Komitmen 
Pembelian bertanggung- jawab 
Investasi 
Advokasi Konservasi 
Melobi Pemerintah 
Kampanye Pasar
Hal | 18 
berkewajiban membayar Dana Reboisasi dan PSDH dan pajak-pajak terkait atas areal ini yang tidak akan mereka eksploitasi? Permasalahan lain seperti ini dibahas secara lebih spesifik dalam dokumen sektor. 
2.3.1. Permasalahan Pengelolaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Hutan Alam (HPH) 
Secara umum dalam pelaksanaan di lapangan, konsep NKT cukup sulit di lakukan oleh pihak unit pengelolaan baik dalam kegiatan identifikasi, pengelolaan dan pemantauan NKT karena berbagai hal, diantaranya : 
- Karena bersifat sukarela dan tidak ada pengakuan secara legal dari pemerintah maka jarang sekali pihak unit pengelolaan hutan alam mau melakukan kegiatan ini; 
- Pemahaman konsep NKT dan isu-isu konservasi di tingkat pemegang ijin pengelolaan hutan alam masih sangat terbatas: 
- Para pemegang ijin pengelolaan hutan alam sangat tertarik apabila kegiatan ini secara langsung atau dalam jangka pendek dapat langsung dirasakan secara ekonomis (benefit dari kegiatan tersebut dapat langsung dirasakan) sedangkan isu yang berhubungan dengan NKT keuntungan atau benefitnya tidak dapat di rasakan dalam jangka pendek. Benefit dari melakukan konsep NKT secara tidak langsung di rasakan oleh berbagai pihak seperti kualitas air dan jasa lingkungan lainnya. Kegiatan ini akan bisa di rasakan dalam jangka waktu lama; 
- Keterbatasan sumberdaya manusia dalam memahami dan melaksanakan konsep ini masih sangat terbatas; 
- Keterbatasan panduan atau petunjuk yang mudah di pahami dan dilaksanakan oleh staf di tingkat lapangan 
2.3.2. Permasalahan Pengeloaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Hutan Tanaman (HTI) 
Penilaian dan identifikasi kawasan NKT dalam hutan tanaman pada umumnya dilakukan oleh Unit Management guna memenuhi persyaratan sertifikasi FSC. Kendala dan isu-isu penting yang muncul dalam tahap penilaian adalah hilangnya areal-areal yang diindikasikan mengandung NKT sebagai akibat keterlanjuran dalam kegiatan pembukaan lahan. Hal ini terjadi karena kebutuhan penilaian NTK dilakukan pada saat kegiatan HTI sudah operasional. Implikasi dari keterlanjuran tersebut adalah terjadinya perubahan kawasan NKT menjadi areal tanaman pokok, tanaman unggulan dan tanaman kehidupan. Kondisi ini seringkali menimbulkan kekhawatiran dari pihak Unit Management khususnya dalam menghadapi proses audit. Isu lain yang merupakan isu penting adalah temuan jenis-jenis pohon dilindungi yang kondisinya menyebar dan soliter seperti ramin dan kempas, mengingat dalam konteks penilaian kawasan NKT harus menetapkan luas areal tersebut. 
Unit Management seringkali menghadapi kendala dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan terhadap kawasan NKT, khususnya pada NKT yang sudah terlanjur hilang. Isu penting lainnya adalah pengelolaan dan pemantauan satwa liar yang sifatnya mobile dan dalam hal ini harus memerlukan kepakaran khusus. Seringkali Unit Mangement menganggap bahwa pengelolaan dan pemantauan terhadap kawasan NKT adalah berdiri sendiri sehingga akan menimbulkan beban baru bagi Unit Mangement khususnya dalam menyiapkan divisi baru. Pada hal, dalam konteks pengelolaan dan pemantauan NKT tersebut dapat diintegrasikan dengan kegiatan lain seperti Rencana Kelola Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan yang sudah disusun dalam dokumen AMDAL.
Hal | 19 
2.3.3. Permasalahan Pengelolaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Pertambangan 
Usaha pertambangan merupakan usaha yang unik terkait dengan pengelolaan dan pemantauan NKT-nya yang tidak sama dengan pengusahaan hutan alam, hutan tanaman, maupun perkebunan. Keberadaan bahan tambang menyebar di bawah tanan dan bersifat tidak kontinyu, tidak seperti kayu dan produk perkebunan yang berada di permukaan tanah yang sebarannya pada umumnya kontinyu, juga tidak dapat diatur keberadaannya berdasar blok-blok sesuai keinginan pemangku kepentingan. Oleh karena itu tidak seluruh areal konsesi akan ditambang, tetapi hanya blok-blok dimana cadangan bahan tambang berada. 
Secara ringkas digambarkan kegiatan pertambangan terbuka dilakukan dengan menghilangkan seluruh vegetasi yang ada di permukaan tanah diikuti dengan pemindahan tanah dan batuan penutup. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku seperti tersebut di atas, maka perusahaan pertambangan wajib untuk melakukan reklamasi dengan menata kembali muka bumi (lansekap); mengendalikan erosi dan sedimentasi dengan membuat saluran drainase, kolam sedimentasi, dan penanaman tanaman penutup tanah; dan melakukan revegetasi (untuk kawasan hutan). Lereng-lereng yang dihasilkan dari penumpukan material limbah dipantau stabilitasnya untuk mengantisipasi terjadinya longsor (Mansur, 2010). 
Dari gambaran di atas dapat diperhatikan bahwa bahan tambang dapat berada di mana saja, termasuk di bawah Kawasan NKT. Kegiatan pertambangan terbuka pasti mengganggu ekosistem, bahkan menghilangkan keanekaragaman flora yang ada di permukaan lahan di areal yang ditambang. Oleh karena itu, dalam beberapa kondisi gangguan terhadap obyek atau kawasan NKT tidak dapat dihindari. Khusus untuk usaha pertambangan, seharusnya identifikasi dan deliniasi obyek dan kawasan NKT di areal yang akan diajukan ijin untuk usaha pertambangan dilakukan pada saat pelaksanaan AMDAL dan ditegaskan apa rekomendasi untuk penanganannya. Jika obyek atau kawasan NKT memang dianggap sangat penting untuk dipertahankan, maka sebaiknya dikeluarkan dari areal yang akan diberikan ijin usaha pertambangan, atau tidak diberikan ijin untuk areal tersebut. Namun demikian, karena lokasi tambang terpisah-pisah dalam luasan-luasan yang relatif kecil, serta gangguannya bersifat sementara (tidak selamanya), maka beberapa obyek atau kawasan NKT masih dapat dikelola dengan baik dengan melakukan beberapa adaptasi. 
Nilai Konservasi Tinggi di Konsep Tata Ruang 
Dewasa ini, pembangunan daerah semakin gencar seiring dengan perluasan pemanfaatan lahan untuk investasi di semua wilayah Indonesia. Akibatnya, kebutuhan akan ruang semakin meningkat, menuntut akan penataan ruang dengan beragam pertimbangan multi aspek antara sosial, ekologi dan ekonomi. Penataan ruang yang seimbang untuk semua kebutuhan merupakan faktor penentu terjaminnya ketersediaan sumber daya alam secara berkelanjutan yang akan berdampak terhadap kepaduan pembangunan pada tingkatan kabupaten dan propinsi. 
Dalam proses penataan ruang yang lebih baik dibutuhkan berbagai masukan informasi yang dapat mengakomodasi semua kebutuhan. Kerangka Nilai konservasi Tinggi (NKT) di rancang untuk menangkap semua nilai penting dalam aspek keruangan wilayah yang dirasakan menjadi alat bantu penting dalam proses penataan ruang wilayah. Melihat peluang ini pada tahun 2005-2006, WWF Indonesia melalui program Trans fly ecoregion membantu pemerintah daerah Kabupatan Merauke dalam melakukan revisi tata ruang dengan menggunakan kerangka NKT sebagai pamasukan data strategis. Hasil dari dari pendekatan ini sudah tertuang dalam Dokumen Peta Rencana Tata Ruang. Wilayah Kabupaten Merauke. Keberhasilan penggunakan kerangka NKT dalam proses penataan
Hal | 20 
ruang di Kabupaten Merauke menjadikan tonggak awal peran penting kerangka NKT dalam penataan ruang di Indonesia. 
Pada tahun 2010, Fauna and Flora International – Indonesia Programme melakukan hal serupa untuk membantu pemerintah daerah Kabupaten Ketapang dalam melakukan revisi penataan ruangnya. Selain berpotensi sebagai alat bantu strategis dalam penataan ruang, kerangka NKT juga memiliki potensi kompatibiltas dengan proses Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang merupakan kelengkapan wajib setiap penataan ruang di Indonesia 
2.4. Identifikasi, Pengelolaan dan Pemantaun Nilai Konservasi Tinggi 
Dalam pelaksanaan dilapangan, kegiatan NKT ini menggunakan dua tahap pendekatan, yaitu: 
1. Mengidentifikasikan areal-areal di dalam atau di dekat suatu Unit Pengelolaan, pemanfaatan hasil hutan yang mengandung nilai-nilai sosial, budaya dan/atau ekologis yang luar biasa penting, dan 
2. Menjalankan suatu sistem pengelolaan dan pemantauan untuk menjamin pemeliharaan dan atau peningkatan nilai-nilai tersebut. 
Untuk melakukan identifikasi NKT diperlukan suatu perangkat (toolkit2) di dalam pelaksanaannya. Di Indonesia saat ini mempunyai sebuah alat sebagai panduan yaitu"Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Tinggi di Indonesia." Panduan tersebut diterbitkan pada tahun 2007 (2008). Panduan ini hingga sekarang menjadi rujukan utama dalam setiap identifikasi NKT di Indonesia baik untuk kehutanan maupun perkebunan sawit. 
Dalam panduan atau Interpretasi Nasional Indonesia 2003, di dalamnya tercantum proses dan tatacara melakukan identifikasi, pengelolaan dan pemantauan, sedangkan dalam panduan terbaru (tahun 2008, revisi kembali tahun 2010) tidak diketemukan lagi bagian pengelolaan dan pemantauan. Panduan terakhir yang masih jadi rujukan nasional saat ini di Indonesia adalah Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Tinggi di Indonesia, sehingga perlu adanya panduan khusus untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan NKT untuk berbagai sektor. 
Identifikasi, pengelolaan dan pemantuan merupakan kegiatan yang satu sama lain saling berhubungan dengan erat. Keberhasilan dalam melakukan identifikasi NKT akan memudahkan dalam menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan. Hasil kegiatan pengelolaan dapat di ukur tingkat keberhasilannya melalui proses pemantauan. Hasil 
2 Sebuah panduan global di susun oleh ProForest pada tahun 2003, sebuah panduan yang bisa digunakan di seluruh dunia. Panduan global ini mulai dimanfaatkan oleh beberapa negara seperti Vietnam, China, Kamerun, Bulgaria, PNG dan termasuk Indonesia. Mereka menginterpretasikan panduan global pada Konteks lokal masing-masing negara. Berdasarkan hasil interpretasi stakeholder lokal dibuatlah panduan interpretasi nasional. Di Indonesia pada tahun 2003 diterbitkan panduan Interpretasi Nasional Indonesia atas global toolkit. Berbagai kegiatan identifikasi NKT mulai dari tahun 2003 menggunakan rujukan Interpretasi Nasional Indonesia 2003. Dalam perjalanannya ternyata, dari 2003 hingga 2006 ada beberapa masalah khususnya yang berkaitan dengan interpertasi. Sehingga pada tahun 2006 sekelompok praktisi dan organisasi yang kerap menggunakan NKT sepakat untuk melakukan merevisi atas Panduan Interpretasi Nasional Indonesia 2003. Kemudian pada tahun 2007 beberapa praktisi dan stakeholder berkumpul untuk merevisi toolkit yang telah ada dengan memasukkan kriteria nilai-nilai spesifik, seperti ekonomi, ekologi, sosial dan budaya.
Hal | 21 
pemantauan dapat dipakai kembali sebagai bagian dari revisi atau perbaikan-perbaikan untuk pengelolaan di masa yang akan datang.
Hal | 22 
2.5. Ragam Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Sumber Daya Alam di Indonesia 
Pengelolaan dan pemantauan NKT di Indonesia beragam dan terus berkembang. Secara umum dan dalam kaitan penggunaan Buku Panduan ini, pengolaan dan pemantauan NKT dapat dibedakan sbb: 
 Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Hutan Alam (HPH) 
 Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) 
 Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konsevasi Tinggi pada Konsesi Perkebunan Kelapa Sawit 
 Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Pertambangan 
 Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada perkebunan/pertanian skala menengah 
 Pengeloaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada skala bentang alam/landscape 
Sebagai referensi bagi pembaca, Panduan ini memuat Panduan Pengeloaan dan Pemantauan NKT yang lebih rinci dari masing-masing jenis konsesi di atas di atas, yang tercantum dalam Lampiran 1-6 yang disiapkan oleh Tim . 
2.6. Sumber untuk informasi tambahan 
- Principe and Criteria FSC http://www.fsc.org/principles-and-criteria.34.htm 
- A Sourcebook for Landscape Analysis of Nilai Konservasi Tinggi Forests, http://www.NKTnetwork.org/resources. 
- Managing Biodiversity in the Landscape. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415. 
- Practitioner Guide to Managing NKTF in Indonesia a case study from East Kalimantan. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415.
Hal | 23 
Bab III 
Pengelolaan NKT 
Bab ini membahas tentang definisi, tujuan, skala dan hasil dari pengelolaan Nilai Konservasi Tinggi (NKT), pentingnya menyusun rencana pengelolaan NKT serta bagaimana metode dalam menyusun rencana pengelolaan NKT. Perencanaan pengelolaan yang dimaksud dalam bab ini adalah perencanaan pengelolaan masing-masing nilai NKT yang teridentifikasi atau ditemukan dalam suatu kawasan pengelolaan perusahaan. 
3.1. Definisi Pengelolaan 
Pengelolaan NKT adalah upaya yang dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan terhadap NKT yang teridentifikasi dalam suatu kawasan untuk mempertahankan atau meningkatkan NKT di dalam kawasan tersebut. Kunci utama dalam pengelolaan NKT adalah bahwa strategi-strategi yang dirancang harus mempertahankan atau meningkatkan nilai. Hal ini berarti akan ada perbedaan pengelolaan antara sektor ataupun konsesi tergantung dari nilai NKT yang teridentifikasi. 
3.2. Tujuan Pengelolaan 
Tujuan utama dalam pengelolaan NKT adalah mempertahankan atau meningkatkan nilai– niai konservasi tinggi yang teridentifikasi atau ditemukan dalam suatu kawasan. 
3.3. Prinsip-prinsip Pengelolaan 
Dalam Pengelolaan kawasan NKT, maka ada tiga prinsip dasar yang harus selalu dipertimbangkan dengan baik dan benar, yaitu: 
a) Prinsip Keutuhan (holistic); berarti bahwa penyelenggaraan pengelolaan NKT harus selalu mempertimbangkan seluruh komponen pembentuk ekosistem alami, baik komponen penyusun rantai makanan dan rantai energi maupun komponen biotik maupun abiotiknya. Prinsip keutuhan ini juga berkaitan dengan kondisi/karakter lingkungannya, baik ditinjau dari sisi biofisik, ekonomi, politik dan sosial budaya masyarakat. Prinsip ini memperhatikan dan dapat memenuhi kepentingan seluruh pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan unit pengelolaan umumnya dan NKT khususnya serta mampu mendukung kehidupan mahluk hidup (selain manusia) dan keberlanjutan keberadaan alam semesta; 
b) Prinsip Keterpaduan (integrated); berarti bahwa penyelenggaraan pengelolaan NKT harus berlandaskan pada keselarasan interaksi antar komponen penyusun ekosistem serta keselarasan interaksi ekosistem dengan para pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap NKT yang meliputi aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial-budaya; 
c) Prinsip partisipatif; berarti melibatkan masyarakat dan para pihak lain dalam mengidentifikasi, mengelola dan memantau NKT. Prinsip berlaku tidak hanya untuk HCV sosial tetapi juga bisa mencakup HCV ekologi.
Hal | 24 
d) Prinsip Keberlanjutan/Kelestarian (sustainability); berarti bahwa fungsi dan manfaat ekosistem hutan dalam segala bentuknya harus dapat dinikmati oleh umat manusia dan seluruh kehidupan di muka bumi lintas generasi secara bekelanjutan dengan potensi dan kualitas yang sekurang-kurangnya sama (tidak menurun). Jadi tidak boleh terjadi pengorbanan (pengurangan) fungsi dan manfaat ekosistem hutan yang harus dipikul suatu generasi tertentu akibat keserakahan generasi sebelumnya. 
3.4. Skala Pengelolaan, dan Keluaran 
Skala pengelolaan NKT pada panduan ini terfokus kepada pengelolaan NKT dalam unit-unit pengelolaan (contoh: unit pengelolaan hutan, pertanian skala kecil, kebun/estate, Kuasa Pertambangan) dengan melihat juga aspek bentang alam (lanskap). Namun pengelolaan suatu kawasan bernilai konservasi tinggi harus melihat dari semua aspek yang ada secara menyeluruh (holistik), dalam hal ini konsep bentang alam menjadi hal yang sangat penting. 
Di harapkan keluaran dari panduan pengelolaan ini adalah adanya arahan atau teknik dan metode dalam penyusunan rencana pengelolaan terhadap masing-masing NKT yang teridentifikasi atau diketemukan dalam suatu unit pengelolaan. 
3.5. Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Pemantauan NKT (RPP-NKT) 
Penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan NKT (RPP-NKT) bertujuan untuk mengembangkan rencana aksi pengelolaan NKT yang adaftif bagi kawasan konsesi melalui proses pembangunan keterlibatan perwakilan dari para pihak. Dalam penyusunan RPP-NKT digunakan pendekatan pengelolaan berbasiskan wilayah, yaitu nilai-nilai konservasi tinggi yang teridentifikasi akan dibangun rencana pengelolaannya berdasarkan kerangka pengelolaan adaptif (adaptif collaborative management3). 
Untuk membantu pembangunan RPP-NKT, secara umum sebuah model konseptual - Conceptual Model [2] akan di bangun secara partisipatif dari banyak pihak dalam unit pengelolaan untuk merunut rencana terperinci pengelolaan berdasarkan ancaman-ancaman yang sedang dan akan berlangsung di dalam dan di luar unit pengelolaan. Gambaran umum dari model konseptual dapat dilihat dalam ilustrasi sederhana di bawah ini (Gambar 2). 
3 Pendekatan ACM adalah suatu proses yang bertujuan mendorong para pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam merencanakan, melaksana kan, mengamati, dan mengambil pelajaran dari pelaksanaan rencana mereka di masa lalu
Hal | 25 
Prasyarat utama yang mengawali proses RPP-NKT adalah adanya hasil identifikasi yang sesuai dengan Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia (Konsorsium Revisi NKT Toolkit Indonesia, 2008). Kemudian untuk langkah selanjutnya bisa dilihat dalam diagram di bawah ini. 
Gambar 2. Contoh sederhana sebuah model konseptual untuk satu tujuan pengelolaan, ancaman dan intervensi.
Hal | 26 
Gambar 3. Tahapan pembangunan pengelolaan dan pemantauan NKT - Adaptasi dari Good Practives guilnes for High Conservation Value assessments: A Practical guide for practitioners and auditors [3] 
3.5.1. Menentukan tujuan pengelolaan NKT 
Dalam prosesnya RP-NKT didasarkan pada tujuan-tujuan pengelolaan NKT di dalam atau sekitar kawasan yang ditentukan berdasarkan hasil identifikasi para pihak yang bertujuan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan ancaman terhadap NKT. RP-NKT memprioritaskan intervensi yang sesuai dengan tujuan perusahaan, mendapat dukungan dari pihak manajemen perusahaan, memiliki sumber dana lokal, dan berdampak langsung dalam mengurangi ancaman terhadap kelangsungan hidup NKT dan habitatnya pada sebuah periode tertentu. 
Langkah awal dalam memulai pengelolaan NKT adalah menentukan tujuan dari pengelolaan untuk masing-masing NKT yang telah diidentifikasi. 
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tujuan pengelolaan NKT diantaranya adalah: 
- memperhatikan tingkat dan ambang batas yang akan dipertahankan berdasarkan ketersediaan informasi yang terbaik; 
- penentuan tujuan pengelolaan dilakukan oleh kelompok yang mewakili para pihak yang terkait dengan pengelolaan NKT dalam sebuah unit pengelolaan; 
- perwakilan dari para pihak diberikan informasi tambahan berdasarkan kondisi faktual, yang didasari atas ketersedian informasi terbaik dalam menentukan parameter-parameter atau ambang batas yang ingin dicapai dalam mengelola NKT.
Hal | 27 
Tabel 1. Contoh beberapa tujuan pengelolaan NKT NKT Nilai-nilai/Target pengelolaan Tujuan pengelolaan 
1.2 
Ditemukan satwa orangutan (Pongo pygmaeus) yang tergolong 
Kritis (Critical Endangered) 
Melindungi populasi satwa beserta habitatnya dari kepunahan lokal di dalam konsesi. 
2.1 
Wilayah inti seluas 27,028.33 hektar yang ada di dalam areal unit pengelolaan. 
Mempertahan bentangan hutan yang utuh di dalam unit pengelolaan yang tersambung dengan bentangan hutan yang lebih luas di sekitarnya 
4.1 
Hutan di tepi sungai/danau (riparian) yang tergenang secara teratur dan sub-DAS yang menyediakan air bersih untuk desa disekitarnya. 
Mempertahankan wilayah yang bisa menyediakan air bersih bagi masyarakat yang ada di bagian hilir unit pengelolaan. 
6 
Nilai budaya dan spiritual di beberapa lokasi spesifik yang berada di dekat desa. 
Melindungi wilayah-wilayah yang ada di dalam unit pengelolaan yang penting bagi identitas dan budaya masyarakat sekitar hutan. 
Melindungi spesies tertentu yang berhubungan dengan budaya masyarakat. 
Catatan Khusus : 
Dalam kasus tertentu parameter dapat berupa angka-angka yang bisa diperoleh sebagai bagian dari data kualitas dan kuantitas. Sebagai contoh dalam NKT 4.1 “ Hutan di tepi sungai/danau (riparian) yang tergenang secara teratur dan sub-DAS yang menyediakan air bersih untuk desa disekitarnya” parameter yang dapat diukur antara lain kualitas air, tingkat kekeruhan air, sedimentasi terlarut. Parameter- paremater ini sewaktu dilakukan pemantauan dapat diukur dan diperoleh hasilnya. 
Pengukuran-pengukuran parameter dalam pengelolaan dan pemantauan NKT diperlukan adanya ambang batas atau persyaratan minimum yang harus dipenuhi, hal ini merupakan bagian penting dalam pengelolaan. Ambang batas diperlukan sebagai bagian dari nilai-nilai yang mesti dipertahankan, dipelihara atau ditingkatkan nilainya. Sebagai contoh untuk NKT 4.1 di atas yang berhubungan dengan riparian, ambang batas yang diperlukan di antaranya larangan penebangan di kiri-kanan sungai sejauh 100 meter, tidak menebang di kelerengan lebih dari 45 persen. Ambang batas ini bisa berhubungan dengan aturan-aturan pemerintah yang sudah ditetapkan. Ataupun juga secara ilmiah disepakati sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan. Contoh aturan tentang besarnya tingkat bahaya erosi.
Hal | 28 
3.5.2. Analisa ancaman-ancaman terhadap NKT 
Tahapan ke-dua adalah menentukan ancaman terhadap masing-masing NKT yang ditemukan dalam konsesi, ancaman ini bisa datang dari dalam kegiatan konsesi ataupun dari luar konsesi (internal dan external), termasuk ancaman yang bersifat langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect). Unit manajemen tidak perlu melakukan identifikasi ancaman-ancaman NKT. Ancaman-ancaman NKT sudah diidentifikasi dalam laporan hasil identifikasi NKT. Ancaman-ancaman yang dianalisa dalam panduan ini didasarkan pada laporan hasil identifikasi NKT. Kecuali jika laporan hasil identifikasi dianggap tidak memadai maka unit manajemen harus melakukan analisa ancaman lagi. 
Analisa sumber ancaman dilakukan untuk masing-masing sasaran pengelolaan NKT dan habitatnya di dalam kawasan. Analisa ini diharapkan dapat menentukan ancaman utama dan paling mendesak untuk segera diatasi agar memungkinkan untuk memilih intervensi paling taktis dalam mengurangi atau menghilangkan sumber-sumber ancaman. Tanpa pemahaman yang jelas tentang ancaman, para pengelola atau pelaksana di lapangan mungkin hanya melakukan cara-cara pengelolaan yang tidak akan memberikan dampak bahkan mungkin akan menurunkan NKT itu sendiri. 
Dalam mengidentifikasi dan mengukur ancaman secara langsung terhadap NKT dilakukan secara konseptual untuk melihat runutan sebab akibat sebuah ancaman dan secara spasial untuk melihat lokasi potensi ancaman yang sudah terjadi maupun dimasa yang akan datang [2] . Saat ini terdapat berbagai pendekatan analisa ancaman dapat mempergunakan berbagai pendekatan yang bisa dipergunakan [4], salah satunya adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Wildlife Conservation Society (WCS) dengan menggunakan konseptual model [2, 5]. Sebagai awalan, sumber-sumber ancaman terhadap NKT bisa menggunakan rujukan ilmiah terbaik yang tersedia untuk menentukan parameter dan batas tepi terhadapan ancaman. Selanjutnya, sumber-sumber ancaman dimasa lampau dan sedang berlangsung dapat diidentifikasi oleh para pihak unit pengelola berdasarkan informasi yang tersedia dan dibantu dengan pemetaan partisipatif. 
Selain identifikasi terhadap sumber-sumber ancaman, potensi ancaman secara spasial juga perlu diidentifikasi untuk membantu unit pengelola dalam mengarahkan pengelolaan dan pemantauan. Identifikasi potensi ancaman secara spasial menggunakan pendekatan Multicriteria Critieria Evaluation (MCE) beberapa parameter fisik yang merupakan pemicu perubahan terhadap ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati berdasarkan hasil beberapa penelitian [6-8]. Beberapa parameter spasial yang digunakan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: 
Tabel 2. Parameter-parameter ancaman yang dipergunakan dalam mengidentifikasi potensi ancaman secara spasial Jenis ancaman Asumsi ilmiah 
Deforestasi 
Hutan terdegradasi atau hilang yang di akibatkkan oleh aktivitas manusia memliki kecenderungan untuk terjadi di lokasi yang sama, umumnya terkait dengan factor aksesibilitas [7] 
Pemukiman 
Keberadaan pemukiman berasosiasi dengan akses menuju hutan. Ancaman ini semakin berkurang di saat semakin jauh jarak pemukiman
Hal | 29 
Jenis ancaman Asumsi ilmiah 
tersebut ke kawasan hutan [9] 
Jaringan jalan 
Jaringan jalan merupakan sumber utama akses menuju kawasan hutan. Ancaman ini semakin berkurang di saat semakin jauh jarak ke jaringan jalan tersebut ke kawasan hutan[8] 
Kebakaran lahan 
Kebakaran lahan berdampak terhadap tutupan lahan secara drastis. Ancaman ini semakin berkurang di saat jauh dari riwayat kebakaran lahan 
Tambang 
Aktivitas tambang yang menggunakan open pit mining secara nyata merubah tutupan lahan secara drastic. Ancaman ini semakin berkurang di saat semakin jauh jarak areal pertambangan ke kawasan hutan 
HPH/HTI 
Aktivitas penebangan pohon di dalam HPH merubah struktur vegetasi kawasan hutan. Ancaman ini semakin berkurang di saat semakin jauh jarak areal HPH/HTI ke kawasan hutan [10] 
Status kawasan hutan 
Kawasan hutan yang sudah di tentukan sebagai Hak Produksi Terbatas (HPT) dan Areal Penggunaan Lain (APL) memberikan dampak terhadap degradasi habitat banyak satwa liar. 
Selain penentuan sumber-sumber ancaman secara langsung, tingkatan ancaman juga perlu diidentifikasi untuk menentukan skala prioritas intervensi. Tingkatan ancaman dikelompokkan berdasarkan dampak yang dimunculkan, tingkatan ancaman dikelompokkan ke dalam 4 kelompok utama, yaitu: 
1. Dampak, merupakan derajat, baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak terhadap keseluruhan NKT, 
2. Trend, merupakan kecenderungan yang mungkin terjadi yang di akibatkan adanya perubahan terhadap proporsi area terkena dampak atau intervensi, 
3. Proporsi area terkena dampak, merupakan luasan wilayah yang terkena dampak dari sebuah kegiatan, 
4. Waktu pemulihan, merupakan satuan rentang waktu proses pemulihan dari yang terkena dampak.
Hal | 30 
Gambar 4. Ilustrasi peta potensi ancaman secara spasial hasil analisa Multiple Criteria Evaluation (MCE) beserta hasil pemetaan ancaman secara partisiparif dengan Unit Pengelola
Hal | 31 
Tabel 3. Empat kelompok tingkatan ancaman untuk membantu pengukuran tingkat ancaman (Di modifikasi dari WCS-LLP [5]) Dampak Skor Trend Skor Proporsi area terkena dampak Skor Waktu Pemulihan Skor 
Rendah 0 
Tidak akan terjadi dalam 10 tahun kedepan? 0 
0 0 
Cepat 0 
Sedang 1 
Dapat terjadi dalam kurun waktu 3-10 tahun 1 
0-10% 1 
Pemulihan dalam waktu 1- 10 tahun 1 
Tinggi 2 
Dapat terjadi dalam kurun waktu 1-3 tahun 2 
11-25% 2 
Pemulihan dalam waktu 11- 100 tahun 2 
Fatal 3 
Ancaman sedang terjadi harus segera dilakukan tindakan 3 
26-50% 3 
Pemulihan lebih dari 100 tahun atau tidak pulih 3 
> 50% 4 
Dengan mengacu ke-empat kelompok tingkatan ancaman pada tabel 3, penentuan prioritas ancaman dapat dilakukan dengan pemberian skor (scorring) untuk setiap komponen tingkat ancaman, kemudian nilai bobot tersebut akan dijumlahkan dengan perhitungan [(Trend + Waktu Pemulihan) x Dampak x Proporsi area terkena dampak] [5]. Kemudian jumlah akhir akan di urutkan, ancaman dengan peringkat pertama merupakan ancaman yang perlu mendapatkan perhatian. Sebagai contoh ilustrasi perhitungan penentuan prioritas ancaman bisa dilihat dalam tabel di bawah ini: 
Tabel 4. Ilustrasi penentuan prioritas ancaman menggunakan system pembobotan dan kriteria ancaman (Adaptasi dari WCS-LLP[5]). Ancaman Dampak Trend Proporsi area terkena dampak Waktu Pemulihan Total Ranking 
Fragmentasi habitat 
2 
1 
3 
3 
24 
3 
Perburuan untuk peliharaan 
3 
1 
3 
2 
27 
2 
Perburuan untuk makanan 
4 
1 
3 
2 
36 
1
Hal | 32 
3.5.3. Mengidentifikasi intervensi untuk mitigasi ancaman terhadap NKT 
Tahapan ini menentukan intervensi-intervensi yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan sumber ancaman. Informasi yang didapatkan dari bagian-bagian sebelumnya akan sangat penting dalam analisa ini. Merupakan sebuah kerugian jika sebuah intervensi yang direncanakan akan menjadi tidak praktis untuk dilaksanakan, diakibatkan beberapa hal, seperti: masalah biaya, kekurangan dukungan masyarakat, ketidaksanggupan dalam menangani ancaman tidak langsung, sesuatu yang mengakibatkan ancaman muncul kembali ataupun akibat intervensi tersebut tidak efektif. 
3.5.4. Menyusun Rencana Pengelolaan NKT 
Sebagaimana yang digunakan di dalam analisa ancaman di atas, hanya ancaman yang bersifat langsung terhadap NKT yang akan dilakukan intervensi yang akan tertuang dalam rencana pengelolaan. Tidak semua ancaman dapat dilakukan intervensi, umumnya berupa ancaman tidak langsung, namun dengan memetakannya secara menyeluruh dapat memudahkan dalam mengembangkan rencana pengelolaan (Gambar 4). Prioritas ancaman yang memiliki peringkat sedang sampai tinggi perlu mendapatkan perhatian dan harus dituangkan dalam rencana pengelolaan. 
Gambar 5. Ilustrasi model konseptual untuk memetakan ancaman beserta intervensi untuk mengurangi/menghilangkan ancaman terhadap sasaran pengelolaan.
Hal | 33 
3.5.5. Dukungan Sumberdaya dalam Pengelolaan 
Pengelolaan NKT dan KBKT kawasan Bernilai Konservasi Tingg pada dasarnya memiliki tanggungjawab yang sangat besar agar kelestarian produksi, ekologi/lingkungan dan sosial budaya masyarakat dapat terjaga dalam jangka panjang. Kemudian kegiatan pengelolaan ini pun memiliki spektrum yang sangat luas dengan melibatkan banyak pihak sehingga untuk tercapainya tujuan pengelolaan NKT/KBKT setiap unit manajemen harus memiliki suatu badan/divisi khusus yang menangani NKT/KBKT. Kemudian badan/divisi ini harus didukung pula oleh sumberdaya manusia handal dan profesional (sekurang-kurang tiga tenaga ahli utama yang meliputi tenaga ahli ekologi/lingkungan, jasa lingkungan dan sosial budaya masyarakat), sarana prasarana dan sumber dana yang cukup. 
Badan/Divisi ini diberi mandat untuk dapat menjamin keberlangsungan kegiatan-kegiatan pengelolaan ekologi/lingkungan, jasa lingkungan dan sosial/budaya masyarak. Dalam proses untuk mencapai tujuan pengelolaan tersebut di atas badan/divisi ini harus melibatkan pihak-pihak terkait, terutama masyarakat lokal, sesuai dengan tingkat kepentingan pengelolaannya. 
Kriteria keberhasilan badan/divisi pengelolaan ekologi/lingkungan adalah terbangunnya suatu sistem manajemen yang adaptif, didasarkan data/informasi ilmiah yang terukur, serta diambil dengan metode yang baik dan benar. Manajemen adaptif adalah suatu proses yang terencana dan terukur untuk mendukung keputusan manajemen agar tercapainya sasaran manajemen yang lebih baik. 
Agar kapasitas pengelolaan NKT/KBKT dalam suatu unit manajemen dari waktu ke waktu terus meningkat maka divisi/badan pengelola sebaiknya menyusun standar-standar pengelolaan terbaik sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pengelolaan. standar-standar tersebut disusun berdasarkan azas transparansi, terukur (measurable) dan dapat dipertanggunggugatkan (accountable) sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat, kabupaten dan propinsi, Rencana Pengelolaan Unit Manajemen, kondisi lokal spesifik, kearifan tradisional, teknologi terkini, kesiapan sumberdaya manusia dan alokasi dana yang telah dikonsultasikan dengan pakar dibidangnya masing-masing serta telah disepakati oleh para pihak. 
3.6. Pengelolaan partisipatif. 
Untuk melakukan pengelolaan NKT 5 dan NKT 6 (NKT Sosial) yang berhubungan dengan kebutuhan dasar, sosial dan budaya masyarakat setempat. Diperlukan pendekatan pengelolaan yang melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya. Pendekatan ini di sebut sebagai “pengelolaan partisipatif” 
Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah, pengumpulan data, analisis data, dan pelaksanaan kegiatan. Pengembangan partisipasi dalam hal ini adalah sebuah taktik untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan praktis dalam Kontekss pengembangan masyarakat. Dalam Konteks pengelolaan NKT Sosial, pengelolaan secara partisipatif dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu. 
1) Konsultasi dengan masyarakat, beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan konsultasi dengan masyarakat dalam merencanakan pengelolaan NKT Sosial secara partisipatif adalah :
Hal | 34 
a. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan sumberdaya alam yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Peta-peta ini harus dibuat sebelum ada kegiatan produksi di dalam suatu unit pengelolaan. Peta- peta sumberdaya masyarakat harus menunjukkan kawasan-kawasan kunci yang diperlukan untuk menyediakan akses atau untuk melestarikan sumber-sumber daya alam yang kritis. 
b. Melaksanakan konsultasi-konsultasi dengan staf operasional lapangan, anggota masyarakat atau lembaga-lembaga lain yang relevan (misalnya lembaga akademik, badan-badan pemerintah, LSM) untuk mengevaluasi potensi dampak yang merusak dari kegiatan operasional terhadap sumberdaya yang ada. 
c. Membuat kesepakatan dengan masyarakat tentang kawasan-kawasan yang harus dikeluarkan dari kegiatan pengelolaan sumberdaya alam, karena mengandung sumberdaya yang tinggi bagi masyarakat. Strategi-strategi untuk mengontrol akses harus semaksimum mungkin konsisten dengan aturan-aturan dan kelembagaan adat. Jika memungkinkan, pemerintah lokal (daerah) harus diyakinkan untuk menyetujui penetapan-penetapan semacam itu sebagai suatu dukungan pemerintah dalam perlindungan kawasan-kawasan tersebut terhadap ancaman-ancaman lain. 
d. Mengembangkan SOP (Standard Operational Procedure) pengelolaan dan pemantauan NKT Sosial untuk memastikan bahwa staf yang bertanggungjawab dalam operasional sadar akan keputusan-keputusan secara prosedur dan tahu apa yang harus dilakukan untuk menerapkannya. 
2) Pemetaan partisipatif, pemetaan partisipatif adalah pemetaan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat mengenai tempat/wilayah di mana mereka hidup . Pemetaan partisipatif merupakan satu metode pemetaan yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku pemetaan wilayahnya, sekaligus juga akan menjadi penentu perencanaan pengembangan wilayah mereka sendiri. Pemetaan partisipatif juga dapat dilakukan sebelum adanya identifikasi NKT, atau pada saat identifikasi NKT atau untuk kebutuhan pengelolaan NKT yang telah teridentifikasi. Dalam Konteks pengelolaan NKT Sosial, beberapa tahapan yang dapat dilakukan adalah: 
a. Memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang pemetaan partisipatif. Dalam tahap ini dapat disampaikan pengertian, ciri-ciri dan manfaat dari pemetaan pertisipatif. 
b. Bersama-sama dengan masyarakat melakukan konfirmasi kembali terhadap lokasi-lokasi yang telah teridentifikasi NKT Sosial (untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan identitas budaya) untuk didiskusikan bersama, termasuk menyepakati kembali nilai-nilai yang terkandung didalam areal yang teridentifikasi NKT. 
c. Menggambarkan secara jelas (meskipun melalui sketsa), lokasi-lokasi yang diindikasikan sebagai NKT Sosial dan mendiskusikan bagaimana cara mengelolanya, siapa yang bertanggung jawab, dan kapan pengelolaan akan dilakukan. 
d. Menyepakati hasil diskusi dengan masyarakat dan dijadikan sebagai acuan atau panduan bagi perusahaan dalam pengelolaan NKT Sosial yang dilakukan secara partisipatif. 
3) Pengelolaan konflik secara partisipatif. Rencana pengelolaan NKT Sosial juga harus mencakup mekanisme penyelesaian konflik, antara lain kasus-kasus dimana beberapa anggota masyarakat percaya bahwa sumberdaya alam telah dirusak, dan untuk kasus- kasus dimana kawasan konservasi atau aturan-aturan yang disepakati bersama telah
Hal | 35 
dilanggar. Untuk itu dibutuhkan beberapa hal dalam pengelolaan konflik secara partisipatif adalah : 
a. Kesepakatan tentang perwakilan dari masyarakat dan perusahaan yang akan bertanggungjawab untuk menyelesaikan kasus konflik. 
b. Kesepakatan tentang prosedur kompensasi standar dan jumlah uang untuk tipe- tipe kerusakan yang mungkin terjadi (misalnya kerusakan pohon buah-buahan, pohon penghasil madu dan lain-lain). 
c. Kesepakatan ini harus didokumentasikan secara tertulis oleh perwakilan dari kedua belah pihak. Perusahaan harus menyimpan catatan tertulis dari semua konflik dan langkah-langkah yang telah diambil untuk menyelesaikannya. 
d. Aspek penting lain dari suatu rencana pengelolaan kolaborasi adalah mengidentifikasi kemungkinan konflik-konflik antara aspek ekologi dan sosial pada NKT dengan cara mendiskusikannya dengan masyarakat. Jika perlu, perusahaan dan masyarakat harus mengembangkan suatu strategi untuk menjamin partisipasi masyarakat di dalam konservasi aspek-aspek ekologi NKT. Situasinya akan sulit jika nilai-nilai ekologi dan sosial secara langsung berlawanan, misal menyangkut perburuan satwa langka. Dalam kasus-kasus semacam itu, perusahaan harus memulai suatu program pendidikan lingkungan dan sosialisasi sebelum menegosiasikan suatu kesepakatan dengan masyarakat untuk memodifikasi kebiasaan-kebiasaannya. Bantuan dari luar, misalnya dari badan-badan penegak hukum, LSM atau institusi akademik mungkin diperlukan. 
3.7. Sumber untuk informasi tambahan 
- Practitioner Guide to Managing NKT in Indonesia a case study from East Kalimantan. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415. 
- Assessment, management and monitoring of Nilai Konservasi Tinggi Forest,A practical guide for forest managers. http://www.NKTnetwork.org/resources/. 
- Biodiversity Conservation, a guide for USAID staff and partners. 
- The Conservation MeasuresPartnership. Open standart for the practice of conservation. 
- Rujukan buku Participatory Conservation Planning Manual. The Nature Conservancy ,2004.
Hal | 36 
Bab IV 
Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi 
Bab ini membahas tentang definisi, tujuan, skala dan hasil dari pemantauan Nilai Konservasi Tinggi (NKT), pentingnya menyusun pemantauan NKT serta bagaimana teknik atau metode dalam menyusun pemantauan NKT. Pemantauan NKT yang di maksud dalam bab ini adalah untuk melihat atau mengukur tingkat keberhasilan dari pelaksanaan pengelolaan masing-masing nilai – NKT yang teridentifikasi atau di ketemukan ada dalam suatu kawasan yang pengelolaan (NKT1 sampai NKT 6). 
4.1. Definisi Pemantauan 
Pemantauan ( Monitoring) di definisikan sebagai sebuah kegiatan menyelidiki bagaimana keadaan-keadaan berubah dalam perjalanan waktu. Dengan kata kunci adalah pengumpulan dan evaluasi data secara periodi terhadap tujuan, sasaran dan kegiatan yang sudah ditetapkan4. 
Dalam Konteks NKT, pemantauan adalah proses pengontrolan terhadap tingkat keberhasilan pengelolaan NKT yang teridentifikasi dalam suatu kawasan, apakah NKT tersebut dapat dipertahankan atau meningkat di dalam kawasan tersebut. Kunci utama dalam pemantauan NKT adalah bahwa harus ada strategi-strategi yang dirancang untuk mengukur, menilai , efektivitas hasil dari pengelolaan NKT. Pemantuan sangat penting fungsinya untuk menilai keberhasilan kegiatan pengelolaan. Tanpa adanya proses pemantauan sangat sulit mengukur apakah kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan itu dapat dilaksanakan atau berhasil . Pemantaun dapat membantu para pelaksana dilapangan untuk melihat bagian-bagian mana yang sesuai dengan rencana dan bagian mana yang tidak berhasil. Oleh sebab itu pemantauan merupakan bagian intergral dari siklus pengelolaan adaptif5. 
4.2. Tujuan Pemantuan 
Tujuan utama dari proses pemantuan NKT adalah menyelidiki bagaimana kondisi NKT terkini yang berubah dalam perjalanan waktu, dengan cara melakukan kegiatan pengumpulan dan evaluasi data secara periodik di hubungkan dengan tujuan, sasaran dan kegiatan-kegiatan pengelolaan yang sudah ditetapkan. 
4 Margolui dan Salafsky,1998. Dikutip dari panduan bagi praktisi : mengelola hutan bernilai konservasi tinggi di Indonesia. The Nature Conservancy 2002. 
5 Di dalam pengelolaan adaptif , pemantauan adalah suatu komponen yang sangat penting karena pemantuan menyediakan suatu landasan untuk mengevaluasi hasil dari suatu praktek pengelolaan dan mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan untuk mencapai peningkatan di masa yang akan datang. Bentuk pengelolaan yang efektif yang di ketahui sebagai pengelolaan adaptif yaitu menyiapkan program-program kegiatan dan pemantuan sesuai sesuai dengan rancangan yang sudah ditentukan oleh para pengelola unit/ konsesi. Dari hal tersebut para pengelola banyak belajar tentang sistem yang dikelola dan mengevaluasi praktek pengelolaan mana yang paling efektif.
Hal | 37 
4.3. Prinsip-prinsip Pemantauan 
Prinsip dari sebuah rencana pemantauan atau program pemantauan harus memiliki hal sebagai berikut : 
- Memiliki sasaran pemantauan yang jelas; 
- Di rencanakan sebelumnya dan merupakan bagian dari rencana-rencana tersebut; 
- Pemantuan harus mengikuti metode-metode yang sudah baku; 
- Dilaksanakan secara teratur dan sesuai dengan periode yang sudah di tentukan; 
- Di dalamnya termasuk rencana rinci untuk analisis, interpretasi dan di integrasikan ke dalam rencana-rencana jangka panjang; 
- Rencana pemantauan harus sedehana dan lugas. 
4.4. Skala Pemantauan dan Keluaran 
Skala pemantauan NKT pada panduan ini terfokus kepada pemantauan NKT dalam unit-unit pengelolaan (contoh: unit pengelolaan hutan, pertanian skala kecil, kebun/estate, Kuasa Pertambangan) dengan melihat juga aspek bentang alam (lanskap). Pemantauan NKT akan sangat tergantung dengan pengelolaannya karena itu pemantauan NKT dalam dokumen ini mengikuti pengelolaannya. Pengelolaan dan pemantauan suatu kawasan bernilai konservasi tinggi harus melihat dari semua aspek yang ada secara menyeluruh (holistik), dalam hal ini konsep bentang alam menjadi hal yang sangat penting. 
Di harapkan keluaran dari panduan pemantauan ini adalah adanya arahan atau teknik dan metode dalam penyusunan rencana pengelolaan terhadap masing-masing NKT yang teridentifikasi atau diketemukan dalam suatu unit pengelolaan. 
4.5. Metode Pemantauan NKT 
Pada dasarnya metode pemantauan NKT terbagi menjadi dua bagian besar yaitu: 
1) Pemantauan secara ekologis untuk pemantuan NKT1, NKT 2, NKT3, NKT4 dan; 
2) Pemantauan yang bersifat partisipatif yang berhubungan dengan masyarakat ( kebutuhan dasar dan budaya, NKT5 dan NKT). 
4.5.1. Pemantauan Ekologis 
Pemantauan ekologis dipergunakan karena beberapa hal : 
1) Hasil pemantauan dapat memberikan peringatan kepada unit pengelola dari perubahan ekologi yang tidak diinginkan yang terjadi di dalam konsesi; 
2) Pemantauan ekologis merupakan kebutuhan obyektif untuk mengevaluasi apakah kegiatan pengelolaan NKT yang berhubungan dengan melestarikan keanekaragaman hayati sudah di capai atau belum; 
3) Pemantauan ekologis adalah sebuah kebutuhan untuk mengevaluasi dampak jangka panjang dari aktivitas manusia dan gangguan terhadap keanekaragaman hayati; 
4) Pemantauan ekologis dapat memberikan wawasan kepada para pengelola di dalam sebuah unit pengelolaan tentang fungsi ekosistem yang kompleks.
Hal | 38 
Beberapa metode yang disarankan dan biasa digunakan untuk pengumpulan data dan jenis data yang dikumpulkan untuk melakukan pemantauan ekologis6 antara lain : 
1) Penginderaan jarak Jauh dan sistem informasi geografis7; 
2) Plot sample permanen ( vegetasi)8; 
3) Transek Satwaliar9; 
4) Spesies indikator10; 
5) Pengukuran erosi, sedimentasi dan kualitas Air11. 
6) Survey Temuan12; 
7) Kajian Perburuan di masyarakat13 
8) Wawancara dengan masyarakat14. 
4.5.2. Pemantauan yang bersifat Partisipatif 
Pemantuan yang bersifat partisipatif adalah kegiatan pemantauan yang melibatkan masyarakat di dalamnya. Metode ini utamanya digunakan dalam pendekatan pengelolaan dan pemantuan NKT 5 dan NKT 6. Belum ada metode baku di dalam melakukan pemantauan yang berhubungan dengan NKT ini. Unit pengelola di sarankan untuk mengembangkan metode-metode yang mungkin bisa melibatkan masyarakat dalam proses pemantauan ini. Ada beberapa hal yang harus ada di dalam komponen metode tersebut antara lain : 
- Definisi dan parameter yang akan dipantau dengan mudah dipahami masyarakat; 
- Indikator tersebut harus sederhana, bahasa yang dipakai mudah dan dimengerti masyarakat, aturan-aturan dalam metode tersebut gampang dipahami; 
- Masyarakat sebagai bagian dari pengambil keputusan; 
6 Diambil dari panduan bagi praktisi : mengelola hutan bernilai konservasi tinggi di Indonesia. The Nature Conservancy 2002. 
7 Penginderaan jarak jauh menggunakan sarana citra satelit atau potret udara untuk memeriksa perubahan-perubahan yang terjadi pada vegetasi dan tutupan hutan. Sedangkan software untuk melakukan kegiatan tersebut ada dalam satu sistem pemetaan yang biasa di sebut sistem informasi geografis (SIG-Geografical information system). 
8 Sample plot permanen adalah kegiatan untuk memantau pertumbuhan dan kematian pohon yang terdapat dalam suatu kawasan hutan. 
9 Transek hidupan liar adalah jalur-jalur panjang yang terdapat dalam suatu unit pengelolaan khususnya hutan, tempat melakukan survey kehidupan liar yang menggunakan cara atau metode baku tentang kehidupan liar di tempat tersebut seperti jejak, kotoran, sarang, suara, bau dan sebagainya. 
10 Spesies indikator sering di jadikan patokan dalam pemantauan. Beberapa spesies yang telah disarankan menjadi indikator-indikator ekologis antara lain burung-burung frugivora dan insektivora terestrial, owa, dan serangga atau spesies-spesies kunci atau spesies payung. 
11 Pengukuran erosi, sedimentasi dan kualitas Air menjadi salah satu indikator yang penting dalam pemantuan NKT khususnya pemantauan lingkungan,hal ini berhubungan khususnya dengan NKT 4. 
12 Metode ini melibatkan semua elemen di dalam perusahaan dalam membantu pemantuan satwa liar yang diketemukan dalam aktivitas harian, contoh: supir mobil angkutan yang menemukan satwaliar di dalam perjalanan dalam konsesi bisa melaporkan temuannya kepada petugas di divisi yang menangani tentang lingkungan, begitu juga staf-staf lain yang bisa melakukan hal yang sama. 
13 Kajian perburuan di masyarakat dilakukan untuk memantau berapa banyak atau berapa intensitas perburuan terhadap satwaliar yang dilakukan oleh masyarakat dalam periode tertentu. 
14 Kegiatan ini penting juga dengan melibatkan masyarakat setempat dalam mendapatkan informasi tentang kehidupan satwaliar yang ada di dalam dan sekitar unit pengelolaan. Kegiatannya berupa wawancara, qusioner dan diskusi kelompok.
Hal | 39 
Dibawah ini di sampaikan beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan pemantauan NKT 5 & NKT 6 secara partisipatif adalah: 
1. Sosialisasikan kepada masyarakat tentang NKT yang telah teridentifikasi sebelumya; 
2. Diskusikan dengan masyarakat tentang perubahan apa saja yang sedang dan akan terjadi dan bagaimana kecenderungan kecenderungan ke depannya terkait dengan keberadaan NKT ini. 
3. Kembangkan dan laksanakan rencana pemantauan secara partisipatif dengan mendiskusikan tentang indikator atau parameter apa saja yang akan dipantau, siapa yang akan memantau dan kapan akan dilakukan pemantauan. 
4. Susunlah rencana pemantauan secara partisipatif ini sedetail mungkin dan sejelas mungkin agar masyarakat dapat memahami serta dapat berpartisipasi dalam kegiatan pemantauan. 
5. Buatlah komitmen dan kesepakatan dengan masyarakat untuk mematuhi dan menaati rencana serta pelaksanaan dari pemantauan NKT ini. 
6. Masukkan rencana pemantauan NKT ini ke dalam rencana pemantauan strategi konservasi perusahaan yang dapat disinergikan dengan rencana pemantauan aspek lainnya. 
7. Integrasikan kegiatan ini kedalam kegiatan rutin masyarakat yang tidak mengganggu keseharian mereka. 
4.6. Penggunaan Hasil Pemantauan 
Pemantauan ekologis ataupun partisipatif akan sangat berguna kalau di lakukakan analisa lebih lanjut, hasil-hasil kegiatan ini akan sangat bermanfaat dalam melakukan perbaikan- perbaikan dalam sistem pengelolaan lebih lanjut. Sesuai dengan sistem pengelolaan adaptif yang diadopsi dalam panduan ini (lihat gambar 6).
Hal | 40 
Struktur Minimum dok Pengelolaan dan Pemantauan 
Ringkasan 
Bab ini berisi tentang ihktisar dari rencana pengelolaan dan pemantauan NKT yang isinya antara lain latar belakang, tujuan dari pengelolaan dan pemantauan, cakupan, tim penyusun dan kegiatan dalam pengelolaan dan pemantauan NKT. 
 Pendahuluan 
Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang dari penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan NKT. 
 Tujuan 
Bab tujuan menggambarkan tentang maksud dan tujuan adanya kegiatan pengelolaan dan pemantauan NKT 
 Cakupan 
Bab cakupan berisi tentang cakupan dan ruang lingkup dari rencana pengelolaan dan pemantauan NKT 
 Tim Penyusun 
Bab ini berisi tentang anggota tim yang menyusun rencana pengelolaan danpemantauan NKT, juga ringkasan keahlian dari masing-masing anggota tim. 
 Kegiatan-kegiatan pengelolaan dan pemantauan (PIC, bujet, waktu, metode) 
Bab ini merupakan inti dari laporan pengelolaan dan pemantauan NKT, yang berisi tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam proses pengelolaan dan pemantauan NKT, di dalam bab ini di juga di jelaskan tentang Tindakan yang harus diambil dalam pengelolaan dan pemantauan,Tujuan,Apa yang perlu di kelola dan diawasi,Bagaimana mengelola dan mengawasinya, siapa yang akan bertanggung jawab, Kapan mereka akan melakukannya,bagaimana orang yang bertanggung jawab akan melaporkan temuan mereka. 
 Lampiran (peta, desain tehnis dll.) 
Bab ini berisi tentang lampira utama berupa data-data pendukung yang diperlukan di dalam kegiatan pengelolaan dan pemantauan NKT, seperti metode, peta-peta dan catatan lainnya.
Hal | 41 
Bab V 
Penutup 
Keberhasilan dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan NKT di berbagai sektor pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia, sangat tergantung kepada komitmen dari para pemangku kepentingan di dalam menjaga dan meningkatkan nilai-nilai yang sangat penting ini. Komitmen ini juga harusnya di dukung oleh kebijakan dan regulasi-regulasi yang relavan. Komitmen dari pihak unit pengelola dalam hal ini harus juga di dukung oleh komitmen pemerintah setempat melalui regulasi dan kebijakan yang mendukung juga keterlibatan masyarakat sangat di perlukan. Karena mereka ini memiliki kontribusi yang menetukan berhasil tidaknya kegiatan pengelolaan NKT. 
Selain komitmen, perangkat lain yang penting adalah adanya bimbingan dan panduan yang memadai kepada para pemangku kepentingan di dalam menjalankan pengelolaan dan pemantauan NKT. Tugas ini salah satunya menjadi tanggung jawab pihak NKT-NI melalui anggotanya yang harus memberikan bimbingan secara teknis atau konsep. Keberadaan panduan menjadi sangat penting sekali karena bisa jadi adanya keterbatasan waktu atau tenaga bagi para anggota NKT-NI dalam melakukan pendampingan, panduan yang ada saat ini bukan lah merupakan panduan yang bersifat statis akan tetapi akan berkembang secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ditemukan di lapangan. Untuk itu pendekatan pengelolaan adaptif menjadi landasan utama dalam panduan yang ada saat ini. Karena dengan konsep ini, panduan yang ada saat ini di harapkan akan terus berkembang dan lebih baik lagi serta kredibel.
Hal | 42 
DAFTAR PUSTAKA 
Anand, MO, J. Krishnaswamy, A. Kumar and A. Bali. 2010. Sustaining biodiversity conservation in human-modified landscapes in the Western Ghats: Remnant forests matter. Biological Conservation, 143 (2010) : 2363-2374 
Blouin, M.S. dan E.F.Connor. 1985. Is there a best shape for Nature Reserve. Biological Conservation 32 (1985) : 277-288 
Deshaye, Jean dan P. Morisset. 1989, Species-area Relationships and the SLOSS Effect in Subartic Archipheago. Biological Conservation 48 (1989) : 265-276 
Diamon, J.M. 1975. The island dilemma: Lesson of modern biogeographics studies for the design of the natural reserves. Biol. Conserv. (1975) : 129 – 146. 
FSC (2000) FSC Principles and Criteria. Document 1.2. Forest Stewardship Council. Bonn, Germany. 
Forman & Godron. 1989. Landscape Ecology. 
Frohn, Robert C. 1998. Remote Sensing fro Landscape Ecology. Lewis Pub. Washington DC. 99 p 
Gascon, C, TE. Lovejoy, RO. Bierregaard Jr.,J R. Malcolm,PC. Stou€er, H L. Vasconcelos, WF. Laurance, B. Zimmerman, M.Tocher, and S. Borges.1999. Matrix habitat and species richness in tropical forest remnants. Biologi Conservation, 91 (1999) 223 - 229 
Giambelluca, TW., A.D. Ziegler, M.. A. Nullet, D.M. Truong and L.T. Tran. 2003. Transpiration in a small tropical forest patch. Agric.and Forest Meteorology, 117 (2003): 1-22 
Jarvie, J. Hiller, M., and A. Salim (2002) NKTF Guidelines for Forest Managers in Indonesia. Sponsored by The Nature Conservancy and The United States Forest Service. 
Jennings, S and J. Jarvie (2004) A Sourcebook for Landscape Analysis of Nilai Konservasi Tinggi Forests. ProForest. Oxford. UK. 
Jennings, S. Nussbaum, R., and T. Sysnnott (2002) A Toolkit for identifying and managing Nilai Konservasi Tinggi Forests: Review Draft 1. Prepared by ProForest. Oxford. UK 
Jennings, S. (2004). NKTF for Conservation Practitioners. ProForest. Oxford. UK 
Jennings, S. Nussbaum, R. Judd, N. and T Evans. (2003) The Nilai Konservasi Tinggi Forest Toolkit (Parts 1 – 3). ProForest. Oxford. 
Kunin, W.E. 1997. Sample shape, spatial scale & species counts:Implication for reserve design. Biological Conservation, 82 (1997): 369-377 
Laurance, WF. 1991. Edge Effects in Tropical Forest Fragments: Application of a Model for the Design of Nature Reserves. Biological Conservation 57 (1991): 205-219 
McGariga, K. 1994. Fragstat : Spatial pattern analysis program for quantifying landscape structure. Forest Science Department, Oregon State University, Corvallis,141pp
Hal | 43 
McGariga, K., S.Tagil, and S.A. Cushman. 2009. Surface metrics: an alternative to patch metrics for the quantification of landscape structure. Landscape Ecology (2009) 24: 433-450 
Meijaard, E., S. Stanley, E.H.B. Pollard, A. Gouyon & G. Paoli. 2006. Nilai Konservasi Tinggi Forest in East Kalimantan. A Guide for Practioners. The Nature Conservancy – East Kalimantan Program, Samarinda, Indonesia. 
Proforest/SmartWood (2003) Identifying, Managing and Monitoring Nilai Konservasi Tinggi Forests in Indonesia: A Toolkit for Forest Managers and other Stakeholders. SmartWood Asia Pacific Program. 
Salafsky, N., R. Margoluis, and K. Redford (2001) Adaptive Management : A tool for conservation practitioners. Biodiversity Support Program. Washington DC 
SmartWood (2003) Identifying, Managing and Monitoring Nilai Konservasi Tinggi Forests in Indonesia: A Toolkit for Forest Managers and other Stakeholders. SmartWood Asia Pacific Program. 
Saunders, S.C., J.Chen, T. D. Drummer and T. R. Crow. 1999. Modeling temperature gradients across edges over time in a managed landscape. Forest Ecology & Management, 117 (1999) : 17-31 
Sharon Kingsland. 2002. Designing nature reserves: adapting ecology to real-world problems, Endeavour Vol. 26(1) 2002 
Simberloff, D.S. dan L.G. Abele. 1975. Island Biogeography Theory and Conservation Practice. Science 191 : 285-286 
Spittlehouse, R.S. Adams, and R.D. Winkler.2004. Forest, Edge, and Opening Microclimate at Sicamous Creek. Ministry of Forests Forest Science Program, British Columbia 
Stewart, C; P. George, T. Rayden and R. Nussbaum. 2008. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi. Edisi I-Mei 2008. Proforest. 
Tim Rayden. 2008 . Assessment, management and monitoring of Nilai Konservasi Tinggi Forest (NKTF).A practical guide for forest managers . ProForest, Oxford 
TNC - LLFO. (2002). Participatory Conservation Planning: A methodology for Community consultation. The Nature Conservancy. Palu, Indonesia. 
TNC (2000) The Five-S framework for site conservation : a practitioners handbook of Site Conservation Planning and measuring conservation success. The Nature Conservancy, Arlington VA, USA 
Tropenbos. 2008. Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Konsorsium Revisi NKT Toolkit Indonesia. Tropenbos International Indonesia Programme. 
Konsorsium Revisi, H.C.V.T.I., Panduan identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi TInggi di Indoneesia2008, Balikpapan, Indonesia: Tropenbos International Indonesia Programme. 125 Halaman-125 Halaman. 
Sanderson, E.W., et al., A conceptual model for conservation planning based on landscape species requirements. Landscape and urban planning, 2002. 58(1): p. 41-56.
Hal | 44 
Good Practives guilnes for High Conservation Value assessments: A Practical guide for practitioners and auditors, ed. C. Stewart, et al.2008, Oxford, United Kingdom: ProForest. 
Rao, M., A. Johnson, and N. Bynum, Assessing Threats in Conservation Planning and Management. Lesson in Conservation, 2007(1): p. 44-71. 
WCS. Living Landscape Program. 2007; Available from: http://www.wcslivinglandscapes.com/Home.aspx. 
Laurance, W.F. and R.O. Bierregaard, Tropical Forest Remnants: Ecology, Management, and Conservation of Fragmented Communities1997: University of Chicago Press, Chicago. 
Kinnaird, M.F., et al., Deforestation Trends in a Tropical Landscape and Implications for Endangered Large Mammals. Conservation biology, 2003. 17(1): p. 245-257. 
Gaveau, D.L.A., H. Wandono, and F. Setiabudi, Three decades of deforestation in southwest Sumatra: Have protected areas halted forest loss and logging, and promoted re- growth? Biological Conservation, 2007. 134(4): p. 495-504. 
Linkie, M., R.J. Smith, and N. Leader-Williams, Mapping and predicting deforestation patterns in the lowlands of Sumatra. Biodiversity and Conservation, 2004. 13(10): p. 1809-1818. 
Wilson, K., et al., Conserving biodiversity in production landscapes. Ecological Applications, 2010. 
Ecological monitoring of forest management in the humid tropics: a guide for forest managers and certifiers with special reference to Nilai Konservasi Tinggi Forests. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415. 
Nilai Konservasi Tinggis and Biodiversity: identification, management and monitoring. FSC Briefing Note, developed by ProForest. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09- 29.6584228415/NKT_briefing_note_high_res.pdf. 
Practical Toolkit for identifying and monitoring biodiversity within oil palm landscapes, ZSL September 2011. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09- 29.6584228415/ZSL. 
Assessment, Management & Monitoring of Nilai Konservasi Tinggis: A practical guide for forest managers, Tim Rayden: 2008, ProFores. http://www.NKTnetwork.org/resources/ 
Guidelines on Management and Monitoring Of Nilai Konservasi Tinggi For Sustainable Palm Oil Production In Indonesia, NKT RSPO Indonesian Working Group (NKT-RIWG). http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415.
Hal | 45 
Lampiran 1: Pengelolaan dan Pemantauan NKT di Hutan Alam 
Oleh: 
Yana Suryadinata 
Wahyu Riva 
1. Pendahuluan 
Konsep Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) muncul pertama kali pada tahun 1999 sebagai ‘Principle 9’ dari standar pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang dikembangkan oleh Forest Stewardship Council (FSC). Konsep ini dirancang dengan tujuan untuk membantu para pengelola hutan alam dalam usaha usaha peningkatan keberlanjutan usahanya dengan tetap memperhatikan keberlangsungan kehidupan sosial dan lingkungan hidup di dalam dan sekitar areal konsesinya. Di dalam prinsip ke -9 standar FSC, terdapat empat hal penting yang harus dilakukan berkaitan dengan nilai konservasi tinggi (NKT) oleh setiap unit pengelolaan hutan alam dalam proses penilaian standar pengelolaan hutan yang berkelanjutan, yaitu bahwa setiap unit pengelolaan hutan diwajibkan untuk: 
5. Mengidentifikasi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi yang ada di dalam kawasan konsesinya; 
6. Konsultasi publik dalam proses sertifikasi harus menekankan pada sifat-sifat konservasi yang teridentifikasi dan pilihan-pilihan pengelolaannya ; 
7. Mengelola area hutan tersebut supaya dapat memelihara atau meningkatkan nilai-nilai yang teridentifikasi; 
8. Memonitor keberhasilan pengelolaan kawasan hutan itu. 
Pengelolaan dan pemantauan wilayah yang mempunyai NKT menjadi sangat penting karena salah satu prinsip dasar dari konsep KBKT adalah bahwa wilayah-wilayah dimana dijumpai atribut yang mempunyai NKT tidak selalu harus menjadi daerah dimana pengusahaan hasil hutan tidak boleh dilakukan. Sebaliknya, konsep NKT mensyaratkan agar pengusahaan hasil hutan dilaksanakan dengan cara yang menjamin pemeliharaan dan atau peningkatan NKT tersebut. 
Di Indonesia, saat ini banyak para pemegang ijin pengelolaan hutan alam yang mengikuti standar pengelolaan hutan alam lestari secara sukarela, salah satu tujuan dari keterlibatan para pemegang ijin adalah keinginan agar produk hasil hutan berupa kayu dapat di jual di pasar internasional dan produk mereka merupakan produk yang dihasilkan dari pengelolaan yang memperhatikan aspek lingkungan dan sosial budaya di sekitarnya. Ketersedian rencana pengelolaan dan pemantauan NKT menjadi salah satu kebutuhan utama bagi para pengelola hutan alam, sebagai panduan bagi para manager dan staf dilapangan dalam memelihara atau meningkatkan NKT-NKT yang terdapat di dalam konsesinya.
Hal | 46 
2. Tahapan Operasional di pengelolaan Hutan Alam 
Sistem pengelolaan hutan alam di Indonesia mewajibkan para pemegang ijin untuk melakukan kegiatan pengusahaan hutan di dalam konsesinya di dalam satu sistem silvikultur yang sudah di tetapkan dan sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan. Rencana Kehutanan dalam sistem pengelolaan alam terdiri dari Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam untuk jangka waktu 10 tahun dan rencana kerja tahunan usaha (RKT) untuk jangka waktu 1 tahunan. 
Sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana mengenai pengelolaan hutan, yang meliputi penebangan, peremajaan, dan pemeliharaan tegakan hutan, guna menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya. Sedangkan TPTI adalah sistem silvikultur yang meliputi cara penebangan dengan batas diameter dan permudaan hutan. Untuk mencapai sasaran yang diharapkan dalam pelaksanaan TPTI, maka ditetapkan tahapan pelaksanaan TPTI dan tata waktu pelaksanaannya sebagai berikut: penataan areal kerja, inventarisasi tegakan sebelum penebangan, pembukaan wilayah hutan, penebangan, pembebasan, inventarisasi tegakan tinggal, pengadaan bibit, penanaman/pengayaan, pemeliharaan tahap pertama, pemeliharaan lanjutan, pembebasan, penjarangan, perlindungan dan penelitian. 
Tabel 1. Tahapan dalam pelaksanaan sistem TPTI 
No 
Tahapan Kegiatan TPTI 
Waktu pelaksanaan 1 Penataan Areal Kerja Et-3 
2 
Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan 
Et - 2 3 Pembukaan Wilayah Hutan Et - 1 
4 
Penebangan 
Et 5 Pembebasan Et + 1 
6 
Inventarisasi Tegakan Tinggal 
Et + 1 7 Pengadaan Bibit Et + 2 
8 
Penanaman/Pengayaan 
Et + 2 9 Pemeliharaan Tahap Pertama Et + 3 
10 
Pemeliharaan Lanjutan ( pembebasan, penjarangan) 
Et + 4, Et + 9, Et +14 ,Et +19 11 Perlindungan dan Penelitian Terus menerus 
Keterangan: Et adalah simbol tahun penebangan.
Hal | 47 
Semua aktivitas dalam sistem silvikultur ini memberikan dampak postif atau negatif terhadap lingkungan sekitarnya secara ekologi, sosial dan budaya. Kawasan yang bernilai konservasi tinggi yang di temukan di dalam konsesi sangat dipengaruhi oleh aktivitas- aktivitas ini baik secara langsung ataupun tidak. Contoh kegiatan yang berpengaruh terhadap NKT antara lain pembukaan wilayah hutan, penebangan, kegiatan-kegiatan tersebut memberikan dampak terhadap satwaliar dengan terbukanya tajuk, hilangnya sumber pakan dan rusaknya habitat (NKT 1), timbulnya erosi dan sedimentasi (NKT4), dan berkurangnya sumber bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat ( NKT5). 
Kemungkinan dampak dari kegiatan pengelolaan kawasan hutan yang didalamnya mengandung NKT akan sangat tergantung pada tipologi, karakteristik, dan kondisi pada areal konsesi hutan alam. Perubahan-perubahan yang terjadi di lapangan dapat terjadi pada skala besar maupun dalam skala kecil dan pada tingkat ekosistem maupun bentang alam. Adanya kegiatan pengelolaan hutan yang kemungkinan dapat menurunkan kualitas dan kuantitas NKT dapat dipulihkan dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Setiap dampak negatif dari pengelolaan hutan yang terjadi pada suatu NKT dapat dikurangi melalui pengelolaan hutan yang baik. Salah satu contoh pengelolaan hutan yang baik untuk aspek produksi adalah dengan menerapkan teknik penebangan berdampak rendah (reduced impact logging/RIL). Penerapan RIL secara benar dan tepat dilapangan dapat mengurangi dampak negatif yang terjadi pada suatu areal yang diindikasikan didalamnya terdapat NKT. 
Untuk menentukan strategi pengelolaan yang sesuai maka diperlukan informasi mengenai bentuk-bentuk ancaman terhadap nilai yang melekat pada masing-masing NKT. Ancaman merupakan bentuk proses atau kegiatan yang dapat menyebabkan suatu nilai memberikan respon dalam bentuk perubahan nilai itu sendiri atau sebuah indikasi atau peringatan akan terjadinya kerusakan atau pengaruh negatif terhadap nilai. Nilai dari ancaman tersebut juga dapat diketahui apakah tinggi atau rendah. Juga perlu diidentifikasi sumber dari ancaman dan potensi dari ancaman tersebut. Informasi tentang ancaman ini penting untuk menentukan strategi pengelolaan NKT yang teridentifikasi. 
3. Pengelolaan dan Pemantauan NKT 
Kunci utama dalam pengelolaan NKT adalah bahwa strategi-strategi yang dirancang harus mempertahankan atau meningkatkan nilai. Hal ini berarti akan ada perbedaan pengelolaan antara konsesi satu dengan yang lainnya tergantung dari nilai NKT yang teridentifikasi atau ditemukan. Dalam standar pengelolaan hutan skema FSC, aspek pengelolaan NKT tercantum dalam prinsip 9.3 : 
“ 9.3. Rencana pengelolaan hendaknya meliputi dan mengimplementasikan tindakan- tindakan spesifik untuk menjamin pemeliharaan dan atau peningkatan sifat-sifat konservasi yang dapat di terapkan secara konsisten dengan pendekatan kehati-harian. Tindakan- tindakan ini hendaknya secara spesifik dimasukan dalam ringkasan rencana pengelolaan yang tersedia bagi publik”. 
Tahapan dalam pengembangan rencana pengelolaan NKT dilakukan terhadap atribut dari NKT yang teridentifikasi ada dalam kawasan konsesi pengelolaan hutan. Untuk menyusun
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book
Hcvni m n m guide book

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Landasan teknologi pembelajaran
Landasan teknologi pembelajaranLandasan teknologi pembelajaran
Landasan teknologi pembelajaran
Dedi Yulianto
 
Programa de prevenção à exposição ocupacional ao benzeno
Programa de prevenção à exposição ocupacional ao benzenoPrograma de prevenção à exposição ocupacional ao benzeno
Programa de prevenção à exposição ocupacional ao benzeno
Universidade Federal Fluminense
 
standar kualifikasi dan kompetensi guru BK
standar kualifikasi dan kompetensi guru BKstandar kualifikasi dan kompetensi guru BK
standar kualifikasi dan kompetensi guru BK
Dina Haya Sufya
 
20211117 Aspek Keselamatan Pertambangan.pdf
20211117 Aspek Keselamatan Pertambangan.pdf20211117 Aspek Keselamatan Pertambangan.pdf
20211117 Aspek Keselamatan Pertambangan.pdf
intanarimbi
 
Himpunan Peraturan Perundangan K3
Himpunan Peraturan Perundangan K3Himpunan Peraturan Perundangan K3
Himpunan Peraturan Perundangan K3
Herry Prakoso
 
Bab II Tinjauan Pustaka Inspeksi K3 Alat Berat - Erli Yuni Manalu
Bab II Tinjauan Pustaka Inspeksi K3 Alat Berat - Erli Yuni ManaluBab II Tinjauan Pustaka Inspeksi K3 Alat Berat - Erli Yuni Manalu
Bab II Tinjauan Pustaka Inspeksi K3 Alat Berat - Erli Yuni Manalu
Early Yuni Manalu
 

La actualidad más candente (20)

Landasan teknologi pembelajaran
Landasan teknologi pembelajaranLandasan teknologi pembelajaran
Landasan teknologi pembelajaran
 
RINTEK TPSLB3.pdf
RINTEK TPSLB3.pdfRINTEK TPSLB3.pdf
RINTEK TPSLB3.pdf
 
JSA, Work Permit, Inspeksi K3.pdf
JSA, Work Permit, Inspeksi K3.pdfJSA, Work Permit, Inspeksi K3.pdf
JSA, Work Permit, Inspeksi K3.pdf
 
Programa de prevenção à exposição ocupacional ao benzeno
Programa de prevenção à exposição ocupacional ao benzenoPrograma de prevenção à exposição ocupacional ao benzeno
Programa de prevenção à exposição ocupacional ao benzeno
 
standar kualifikasi dan kompetensi guru BK
standar kualifikasi dan kompetensi guru BKstandar kualifikasi dan kompetensi guru BK
standar kualifikasi dan kompetensi guru BK
 
NBR 14276 - Brigada de Incêndio - Requisitos
NBR 14276 - Brigada de Incêndio - RequisitosNBR 14276 - Brigada de Incêndio - Requisitos
NBR 14276 - Brigada de Incêndio - Requisitos
 
Safety meeting uu no 1 tahun 1970
Safety meeting uu no 1 tahun 1970Safety meeting uu no 1 tahun 1970
Safety meeting uu no 1 tahun 1970
 
konsep dasar karya tulis ilmiah
konsep dasar karya tulis ilmiahkonsep dasar karya tulis ilmiah
konsep dasar karya tulis ilmiah
 
Waste management
Waste managementWaste management
Waste management
 
Saude noeli
Saude noeliSaude noeli
Saude noeli
 
Lembar Evaluasi
Lembar EvaluasiLembar Evaluasi
Lembar Evaluasi
 
Materi Kebakaran ABW (2 ).ppt
Materi Kebakaran ABW (2 ).pptMateri Kebakaran ABW (2 ).ppt
Materi Kebakaran ABW (2 ).ppt
 
20211117 Aspek Keselamatan Pertambangan.pdf
20211117 Aspek Keselamatan Pertambangan.pdf20211117 Aspek Keselamatan Pertambangan.pdf
20211117 Aspek Keselamatan Pertambangan.pdf
 
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajarMakalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
 
Himpunan Peraturan Perundangan K3
Himpunan Peraturan Perundangan K3Himpunan Peraturan Perundangan K3
Himpunan Peraturan Perundangan K3
 
Bab II Tinjauan Pustaka Inspeksi K3 Alat Berat - Erli Yuni Manalu
Bab II Tinjauan Pustaka Inspeksi K3 Alat Berat - Erli Yuni ManaluBab II Tinjauan Pustaka Inspeksi K3 Alat Berat - Erli Yuni Manalu
Bab II Tinjauan Pustaka Inspeksi K3 Alat Berat - Erli Yuni Manalu
 
Materi 2 Fungsi dan prinsip bk
Materi 2 Fungsi dan prinsip bkMateri 2 Fungsi dan prinsip bk
Materi 2 Fungsi dan prinsip bk
 
Makalah menejemen bimbingan dan konseling
Makalah menejemen bimbingan dan konselingMakalah menejemen bimbingan dan konseling
Makalah menejemen bimbingan dan konseling
 
K3 MEKANIK A.pdf
K3 MEKANIK A.pdfK3 MEKANIK A.pdf
K3 MEKANIK A.pdf
 
Dasar P3K ditempat kerja.ppt
Dasar P3K ditempat kerja.pptDasar P3K ditempat kerja.ppt
Dasar P3K ditempat kerja.ppt
 

Similar a Hcvni m n m guide book

Tata Kelola, Penerimaan Negara dan Dana Bagi Hasil Sektor Kehutanan
Tata Kelola, Penerimaan Negara dan Dana Bagi Hasil Sektor KehutananTata Kelola, Penerimaan Negara dan Dana Bagi Hasil Sektor Kehutanan
Tata Kelola, Penerimaan Negara dan Dana Bagi Hasil Sektor Kehutanan
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
ENG_Indonesia Blue Economy Roadmap_ebook_ISBN[001-076].en.id.pdf
ENG_Indonesia Blue Economy Roadmap_ebook_ISBN[001-076].en.id.pdfENG_Indonesia Blue Economy Roadmap_ebook_ISBN[001-076].en.id.pdf
ENG_Indonesia Blue Economy Roadmap_ebook_ISBN[001-076].en.id.pdf
AndriWibisonoSHMSi
 
LPDP Pedoman riset-inovatif-produktif-rispro
LPDP Pedoman riset-inovatif-produktif-risproLPDP Pedoman riset-inovatif-produktif-rispro
LPDP Pedoman riset-inovatif-produktif-rispro
Endar S.Si
 

Similar a Hcvni m n m guide book (20)

Case Study: Efektivitas Pengelolaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA)
Case Study: Efektivitas Pengelolaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA)Case Study: Efektivitas Pengelolaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA)
Case Study: Efektivitas Pengelolaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA)
 
Panduan monev bimtek sikda ntt
Panduan monev bimtek sikda nttPanduan monev bimtek sikda ntt
Panduan monev bimtek sikda ntt
 
Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.
Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.
Panduan Identifikasi High Conservation Value di Indonesia.
 
Tata Kelola, Penerimaan Negara dan Dana Bagi Hasil Sektor Kehutanan
Tata Kelola, Penerimaan Negara dan Dana Bagi Hasil Sektor KehutananTata Kelola, Penerimaan Negara dan Dana Bagi Hasil Sektor Kehutanan
Tata Kelola, Penerimaan Negara dan Dana Bagi Hasil Sektor Kehutanan
 
Ekoling3. valuasi ekonomi sda-klh
Ekoling3. valuasi ekonomi sda-klhEkoling3. valuasi ekonomi sda-klh
Ekoling3. valuasi ekonomi sda-klh
 
ENG_Indonesia Blue Economy Roadmap_ebook_ISBN[001-076].en.id.pdf
ENG_Indonesia Blue Economy Roadmap_ebook_ISBN[001-076].en.id.pdfENG_Indonesia Blue Economy Roadmap_ebook_ISBN[001-076].en.id.pdf
ENG_Indonesia Blue Economy Roadmap_ebook_ISBN[001-076].en.id.pdf
 
Rdhp upsus 2018
Rdhp upsus 2018Rdhp upsus 2018
Rdhp upsus 2018
 
Panduan penanganan air limbah di pabrik pks
Panduan penanganan air limbah di pabrik pksPanduan penanganan air limbah di pabrik pks
Panduan penanganan air limbah di pabrik pks
 
Pemasaran produk agroforesti
Pemasaran produk agroforestiPemasaran produk agroforesti
Pemasaran produk agroforesti
 
Seminar kementan rawa (yuti)
Seminar kementan rawa (yuti) Seminar kementan rawa (yuti)
Seminar kementan rawa (yuti)
 
Sanitation Institutional Set Up
Sanitation Institutional Set Up Sanitation Institutional Set Up
Sanitation Institutional Set Up
 
Pengantar ilmu pertanian kel
Pengantar ilmu pertanian kelPengantar ilmu pertanian kel
Pengantar ilmu pertanian kel
 
LPDP Pedoman riset-inovatif-produktif-rispro
LPDP Pedoman riset-inovatif-produktif-risproLPDP Pedoman riset-inovatif-produktif-rispro
LPDP Pedoman riset-inovatif-produktif-rispro
 
laporan praktikum ternak potong mey. pdf
laporan praktikum ternak potong mey. pdflaporan praktikum ternak potong mey. pdf
laporan praktikum ternak potong mey. pdf
 
MODUL%20PENGGUNAAN%20OBAT%20RASIONAL.pdf
MODUL%20PENGGUNAAN%20OBAT%20RASIONAL.pdfMODUL%20PENGGUNAAN%20OBAT%20RASIONAL.pdf
MODUL%20PENGGUNAAN%20OBAT%20RASIONAL.pdf
 
Penyuluhan perikanan & kelautan (ppk) minggu 1
Penyuluhan perikanan & kelautan (ppk) minggu 1 Penyuluhan perikanan & kelautan (ppk) minggu 1
Penyuluhan perikanan & kelautan (ppk) minggu 1
 
BUKU PEDOMAN CARA PRAKTIS MEMBUAT TAMAN VERTIKAL (3).pdf
BUKU PEDOMAN CARA PRAKTIS MEMBUAT TAMAN VERTIKAL (3).pdfBUKU PEDOMAN CARA PRAKTIS MEMBUAT TAMAN VERTIKAL (3).pdf
BUKU PEDOMAN CARA PRAKTIS MEMBUAT TAMAN VERTIKAL (3).pdf
 
Penyuluhan perikanan & kelautan (ppk) minggu ke 2 dan 3
Penyuluhan perikanan & kelautan (ppk) minggu ke 2 dan 3Penyuluhan perikanan & kelautan (ppk) minggu ke 2 dan 3
Penyuluhan perikanan & kelautan (ppk) minggu ke 2 dan 3
 
Pedoman pelaporan
Pedoman pelaporanPedoman pelaporan
Pedoman pelaporan
 
Pedoman pelaporan insiden kejadian pasien
Pedoman pelaporan insiden kejadian pasienPedoman pelaporan insiden kejadian pasien
Pedoman pelaporan insiden kejadian pasien
 

Hcvni m n m guide book

  • 1. INDONESIA FOREST AND CLIMATE SUPPORT Panduan Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi In Collaboration with
  • 2. This publication has been prepared for the United States Agency for International Development, under USAID Contract Number EPP-I-00-06-0008, Order Number AID-497- TO-11-00002. This publication is made possible by the support of the American People through the United States Agency for International Development (USAID). The contents of this document are the sole responsibility of Tetra Tech ARD and do not necessarily reflect the views of USAID or the United States Government. Tetra Tech ARD 159 Bank Street, Suite 300 Burlington, VT 05401 Tel: (802) 658-3890
  • 3. Hal | 3 Panduan Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi Disusun oleh : Panel Teknis Jaringan Nilai Konservasi Tinggi Indonesia Aisyah Sileuw, Dwi R. Muhtaman, Dr Harnios Arief, Kresno Santoso, Dr. Lilik Budi Prasetyo, Pupung Nurwata, Dr. Irdika Mansyur, Sigit Setyanto, Wahyu F. Riva, Wibowo A. Djatmiko, Yana Suryadinata. Didukung oleh Didik Prasetyo dan Yokyok Hadiprakarsa dari IFACS-USAID dan Sutji Shinto dari Jaringan NKT Indonesia. Citasi : Jaringan NKT Indonesia. 2013. Panduan Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi. IFACS-USAID. Jakarta. Kegiatan ini dibiayai oleh USAID melalui program IFACS (Indonesia Forest and Climate Support). Isi dari panduan ini bukan merupakan representasi dari USAID.
  • 4. Hal | 4 Kata Pengantar Penerapan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di Indonesia tidaklah selalu berjalan sesuai yang diharapkan. Banyak tantangan berkaitan dengan interpretasi, kualitas penilaian yang beragam dan masih lemahnya berbagi pengetahuan dan koordinasi antara pemangku kepentingan yang terlibat dengan perlindungan NKT. Saat ini sudah terdapat panduan identifikasi NKT di Indonesia yang dibuat hampir 10 tahun lalu, dan telah mengalami revisi untuk menyesuaikan kondisi lapangan. Dari Kondisi yang ada saat ini, terdapat beberapa catatan yang harus segera diperbaiki tentang pelaksanaan NKT di Indonesia, diantaranya adalah pemahaman dan interpertasi terhadap konsep NKT, metodologi identifikasi dan panduan yang memadai untuk penerapannya pada ekosistem yang berbeda (non-hutan). Pada saat konsep NKT dilaksanakan, satuan pengelola harus memikirkan bagaima NKT tersebut dikelola dan dipantau secara berkala, sehingga tujuan pengelolaan dapat tercapai dengan maksimal. Selain itu, seberapa besar para pihak termasuk para pembuat kebijakan terlibat dalam proses pengelolaan dan pemantauan NKT. Siapa yang akan bertanggung jawab mengelola NKT, terlebih apabila NKT yang teridentifikasi berada di dalam wilayah satuan pengelolaan dan di luar wilayah kelola yang diberikan. Melihat kondisi seperti ini, Jaringan Nilai Konservasi Tinggi Indonesia mengambil inisiatif untuk menyusun sebuah Panduan Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi untuk berbagai sektor usaha konsesi sumber daya alam, yaitu IUPHHK-HA (hutan alam), IUPHHK-HT (hutan tanaman), perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan usaha pertanian/perkebunan skala kecil. Seluruh panduan tersebut akan terhubung dengan pengelolaan dan pemantauan skala lansekap. Panduan ini bersifat sederhana dan melengkapi beberapa panduan yang sudah disusun oleh beberapa pihak, serta merujuk kepada beberapa panduan atau pedoman yang terkait dengan NKT seperti biodiversitas, ekosistem, jasa lingkungan dan sosial budaya. Panduan ini diharapkan bisa menjawab tentang perlunya pengelolaan untuk meningkatkan nilai konservasi tinggi yang tersebar luas di wilayah Indonesia, khususnya di kawasan budidaya. Semoga dengan adanya panduan ini dapat bermanfaat bagi para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia. Tim Penyusun
  • 5. Hal | 5 Ucapan Terima Kasih Jaringan NKT Indonesia merupakan organisasi berbasis anggota yang mempunyai mandat untuk mendorong penggunaan NKT sebagai alat dalam meningkatkan dan memelihara nilai- nilai konservasi tinggi yang ada di wilayah Indonesia. Sebagian besar nilai ini tersebar luas di dalam wilayah kawasan yang diperuntukkan sebagai wilayah produksi pengelolaan sumberdaya alam. Jaringan NKT Indonesia menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada tim panel NKT- NI yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan curahan pemikiran. Para ahli: Prof Lilik Budi Prasetyo, Yana Suryadinata, Wahyu Riva, Kresno Santoso, Dr Harnios Arief, Aisyah Sileuw, Pupung Nurwata, Sigit Setyanto, Wibowo A. Djatmiko, Dr. Irdika Mansyur memberi pengetahuan dan pengalamannya dalam menyusun panduan pengelolaan dan pemantauan NKT di Indonesia. Panduan ini merupakan diharapkan bisa melengkapi kebutuhan panduan tentang penerapan NKT di Indonesia. Jaringan NKT Indonesia juga mengucapkan banyak terima kasih kepada para anggota yang sudah banyak terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok dan hadir dalam workshop- workshop untuk menyusun panduan ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada USAID-IFACS yang telah mendukung proses penyusunan panduan ini, melalui workshop dan pertemuan-pertemuan regular dengan melibatkan para ahli. Kami sampaikan terima kasih kepada Tropenbos Indonesia yang juga mendukung kegiatan-kegiatan Jaringan termasuk dalam penyusunan dokumen ini. Jaringan NKT Indonesia menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas dukungan berbagai pihak baik untuk kelangsungan Jaringan maupun dalam menyusun dokumen penting ini. Semoga semua upaya bermanfaat bagi Indonesia yang lebih baik dan berkelanjutan.
  • 6. Hal | 6 Daftar isi Kata Pengantar ..................................................................................................................... 4 Ucapan Terima Kasih............................................................................................................ 5 Daftar isi................................................................................................................................ 6 Daftar Gambar ...................................................................................................................... 8 Daftar Tabel .......................................................................................................................... 8 Daftar Singkatan ................................................................................................................... 9 1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 10 1.2. Ruang Lingkup .................................................................................................... 11 1.3. Tujuan ................................................................................................................. 11 1.4. Prasyarat ............................................................................................................ 11 1.5. Struktur Panduan ini............................................................................................ 11 1.6. Tim Penyusun ..................................................................................................... 12 1.7. Proses Penyusunan Panduan Pengelolaan dan Pemantauan ............................ 13 2.1. Sejarah Konsep Nilai Konservasi Tinggi.............................................................. 15 2.2. Pelaksanaan Konsep Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Sumber Daya Alam di Indonesia ......................................................................................................................... 17 2.3.1. Permasalahan Pengelolaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Hutan Alam (HPH) 18 2.3.2. Permasalahan Pengeloaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Hutan Tanaman (HTI) 18 2.3.3. Permasalahan Pengelolaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Pertambangan ... 19 Nilai Konservasi Tinggi di Konsep Tata Ruang.................................................................... 19 2.4. Identifikasi, Pengelolaan dan Pemantaun Nilai Konservasi Tinggi....................... 20 2.5. Ragam Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Sumber Daya Alam di Indonesia ..................................................................................... 22 2.6. Sumber untuk informasi tambahan ...................................................................... 22 3.1. Definisi Pengelolaan ........................................................................................... 23 3.2. Tujuan Pengelolaan ............................................................................................ 23 3.3. Prinsip-prinsip Pengelolaan................................................................................. 23 3.4. Skala Pengelolaan, dan Keluaran ....................................................................... 24 3.5. Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Pemantauan NKT (RPP-NKT) .. 24
  • 7. Hal | 7 3.5.1. Menentukan tujuan pengelolaan NKT ........................................................... 26 3.5.2. Analisa ancaman-ancaman terhadap NKT ................................................... 28 3.5.3. Mengidentifikasi intervensi untuk mitigasi ancaman terhadap NKT ............... 32 3.5.4. Menyusun Rencana Pengelolaan NKT ......................................................... 32 3.5.5. Dukungan Sumberdaya dalam Pengelolaan ................................................. 33 3.6. Pengelolaan partisipatif. ...................................................................................... 33 3.7. Sumber untuk informasi tambahan ...................................................................... 35 4.1. Definisi Pemantauan ........................................................................................... 36 4.2. Tujuan Pemantuan .............................................................................................. 36 4.3. Prinsip-prinsip Pemantauan ................................................................................ 37 4.4. Skala Pemantauan dan Keluaran ........................................................................ 37 4.5. Metode Pemantauan NKT ................................................................................... 37 4.5.1. Pemantauan Ekologis ......................................................................................... 37 4.5.2. Pemantauan yang bersifat Partisipatif ................................................................. 38 4.6. Penggunaan Hasil Pemantauan .......................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 42 Lampiran 1: Pengelolaan dan Pemantauan NKT di Hutan Alam ...................................... 45 Lampiran 2: Pengelolaan dan Pemantauan NKT di Hutan Tanaman ............................... 67 Lampiran 3: Pengelolaan dan Pemantauan NKT di Perkebunan Sawit.......................... 148 Lampiran 4: Pengelolaan dan Pemantauan NKT di Areal Tambang .............................. 167 Lampiran 6: Pengelolaan Lanskap NKT ........................................................................ 191
  • 8. Hal | 8 Daftar Gambar Gambar 1: penerapan konsep NKT untuk berbagai tujuan. Sumber www.hcvnetwork.org . 17 Gambar 2. Contoh sederhana sebuah model konseptual untuk satu tujuan pengelolaan, ancaman dan intervensi. ..................................................................................................... 25 Gambar 3. Tahapan pembangunan pengelolaan dan pemantauan NKT - Adaptasi dari Good Practives guilnes for High Conservation Value assessments: A Practical guide for practitioners and auditors [3] ............................................................................................... 26 Gambar 4. Ilustrasi peta potensi ancaman secara spasial hasil analisa Multiple Criteria Evaluation (MCE) beserta hasil pemetaan ancaman secara partisiparif dengan Unit Pengelola ............................................................................................................................ 30 Gambar 5. Ilustrasi model konseptual untuk memetakan ancaman beserta intervensi untuk mengurangi/menghilangkan ancaman terhadap sasaran pengelolaan. ............................... 32 Daftar Tabel Tabel 1. Contoh beberapa tujuan pengelolaan NKT ........................................................... 27 Tabel 2. Parameter-parameter ancaman yang dipergunakan dalam mengidentifikasi potensi ancaman secara spasial ..................................................................................................... 28 Tabel 3. Empat kelompok tingkatan ancaman untuk membantu pengukuran tingkat ancaman (Di modifikasi dari WCS-LLP [5]) ......................................................................... 31 Tabel 4. Ilustrasi penentuan prioritas ancaman menggunakan system pembobotan dan kriteria ancaman (Adaptasi dari WCS-LLP[5]). .................................................................... 31
  • 9. Hal | 9 Daftar Singkatan BMP Best practise management DAS Daerah Aliran Sungai FSC Forest Stweardship Council NKT Nilai Konservasi Tinggi NKTF Nilai Konservasi Tinggi Forest NKT-NI Nilai Konservasi Tinggi Network Indonesia LSM Lembaga Swadaya Masyarakat MTCC Malaysian Timber Certification Council NGO Non Govermental Organization RSPO Roundtable Sustainabel Palm Oil SOP Standard Operational Procedure
  • 10. Hal | 10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Hutan Bernilai Konservasi Tinggi pertama kali di perkenalkan oleh Forest Stewardship Council (FSC) untuk sektor kehutanan dalam kerangka sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan. Konsep ini merupakan bagian dari prinsip yang harus dipenuhi dalam skema sertifikasi pengelolaan hutan alam berkelanjutan yang dipergunakan oleh FSC. Prinsip ini terdapat dalam prinsip kesembilan dari kriteria dan indikator yang harus dipenuhi oleh pengelola hutan alam (http://www.fsc.org/pc.html). Berdasarkan standar FSC, pada prinsip 9, terdapat empat hal penting yang harus dilakukan berkaitan dengan NKT oleh setiap unit pengelolaan hutan dalam proses penilaian sertifikasi, yaitu: bahwa setiap unit pengelolaan hutan diwajibkan untuk: 1. Mengidentifikasi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (NKT) yang ada di dalam kawasan konsesinya; 2. Konsultasi publik dalam proses sertifikasi harusmenekankan pada sifat-sifat konservasi yang teridentifikasi dan pilihan-pilihan pengelolaannya ; 3. Mengelola area hutan tersebut supaya dapat memelihara atau meningkatkan nilai-nilai yang teridentifikasi; 4. Memonitor keberhasilan pengelolaan kawasan hutan itu. Meskipun pada awalnya konsep NKT digunakan dalam konteks sertifikasi pengelolaan hutan, namun hingga saat ini berkembang dan dapat diterapkan untuk berbagai penggunaan termasuk misalnya pada perencanaan tataguna lahan, advokasi konservasi, perencanaan dan desain pembelian bahan baku yang bertanggungjawab serta kebijakan- kebijakan investasi. Dalam pelaksanaannya di lapangan masih banyak ditemukan berbagai permasalahan yang berhubungan dengan interpretasi, metode pendekatan, analisa dan standar peloporan yang berbeda satu sama lain. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah kesulitan para pengelola sumberdaya alam dalam menindaklanjuti hasil identifikasi NKT yaitu adanya rencana pengelolaan untuk dapat memelihara atau meningkatkan NKT dan pemantauan terhadap NKT yang teridentifikasi di dalam masing-masing unit pengelolaan. Pemantauan ini untuk mengukur dan mengetahui tingkat keberhasilan pengelolaan NKT. Sampai saat ini belum ada panduan yang menjadi rujukan bagi para pengelola sumberdaya alam untuk mengelola dan memantau NKT yang sudah teridentifikasi. Tercatat lebih dari 10 unit pengelolaan hutan alam yang sudah mendapatkan sertifikat FSC di Indonesia,hanya sebagian kecil saja yang sudah melakukan pengelolaan dan pemantauan NKT dengan benar. Kondisi ini hampir sama di sektor perkebunan kelapa sawit, dimana sudah cukup banyak unit pengelolaan sudah mendapatkan sertifikat Roundtable Sustainable palm Oil (RSPO).
  • 11. Hal | 11 Atas kondisi tersebut, Jaringan Nilai Konservasi Tinggi Indonesia/High Conservation Value- Indonesia Network mengembangkan panduan pengelolaan dan pemantuan NKT untuk berbagai sektor seperti Kehutanan (hak pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman), perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan produk pertanian skala kecil lainnya. 1.2. Ruang Lingkup Panduan ini disusun untuk pengelolaan dan pemantauan NKT di dalam kawasan konsesi secara umum, baik di dalam pengelolaan sumberdaya alam hutan, perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan pertanian skala kecil. Yang dimaksud pengelolaan sumberdaya alam pada sektor hutan, kelapa sawit dan pertambangan dalam dokumen ini adalah satuan usaha dengan skala besar. Sementara itu sektor pertanian yang dimaksud dalam dokumen ini adalah khusus untuk pertanian skala kecil (khusus untuk pertanian skala kecil sawit, kebun kopi, kebun coklat). 1.3. Tujuan Tujuan dari panduan ini adala memberi arahan dan panduan bagi para pengelola sumberdaya alam hutan, perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan pertanian skala kecil (sesuai dengan regulasi yang berlaku) dalam membuat rencana pengelolaan dan pemantauan wilayah-wilayah yang mempunyai kanduangan nilai konservasi tinggi. 1.4. Prasyarat Beberapa prasyarat yang harus terpenuhi untuk menyusun sebuah rencana rencana pengelolaan dan pemantauan NKT, antara lain : - Sudah tersedia dokumen hasil identifikasi kawasan bernilai konservasi tinggi untuk unit pengelolaan, yang berisi tentang nilai-nilai NKT yang ada di dalam kawasan unit pengelolaan. Dokumen hasil identifikasi ini harus masih relavan dan terkini dengan situasi dan kondisi di dalam wilayah unit pengelolaan1; - Tersedia data pendukung seperti peta-peta, laporan hasil kajian atau laporan lain yang mendukung tentang keberadaan NKT; - Tersedia divisi atau unit yang akan menjadi penanggung jawab dalam menyusun atau mengawal proses penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan. 1.5. Struktur Panduan ini Panduan ini disusun dalam beberapa bab yang berbeda dengan isi dan tujuan yang berbeda. Bab 1 berisi latar belakang, ruang lingkup, tujuan, prasyarat, dan struktur panduan. Dalam Bab ini juga dijelaskan mengenai tim penyusun dan proses penyusunan panduan pengelolaan dan pemantauan ini. Bab 2 berisi tentang konsep, sejarah dan pelaksanaan NKT di Inodnesia. Tantangan dalam penerapan NKT pada kawasan konsesi Hutan Alam. Hutan Tanaman Industri, Tambang dan penerapan NKT di konsep tata ruang juga didiskusikan dalam Bab ini. Bab ini juga 1 Dokumen hasil identifikasi untuk unit pengelolaan yang melakukan kegiatan konversi paling lambat 6 bulan sesudah melakukan kegiatan identifikasi harus segera menyusun rencana pengelolaan. Begitu juga dengan unit pengelolaan sumberdaya alam yang lainnya. Unit yang melakukan konversi di utamakan untuk segera membuat rencana pengelolaan karena laju kegiatan komversi akan sangat berdampak kepada kondisi dan situasi keberadaan NKT di wilayah tersebut.
  • 12. Hal | 12 mejelaskan tentang bagaimana identifikasi, pengeloaan dan pemantauan NKT dilakukan, termasuk ragam pengelolaan dan pemantauan NKT pada kawasan konsesi hutan alam, hutan tanaman, tambang, perkebunan skala kecil (smallholders), dan pada tingkatan bentang alam/landscape. Bab 3 berisi tentang konsep pengelolaan, definisi, skala dan keluaran yang diharapkan. Selain itu juga dibahas tentang bagaimana menyusun rencana pengelolaan NKT sampai pelaksanaan dilapangan. Dalam bab ini juga secara terpisah akan di jelaskan beberapa hal khusus yang berhubungan dengan pengelolaan diberbagai sektor pengelolaan sumberdaya alam seperti pengelolaan hutan, perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan petani skala kecil, khususnya dalam konteks sertifikasi. Di dalam bab ini juga dibahas tentang konsep pengelolaan dalam konteks lanskap yang luas. Bab 4 berisi tentang konsep pemantauan, definisi, skala dan keluaran yang diharapkan. Selain itu juga dibahas tentang bagaimana menyusun pemantuan NKT sampai pelaksanaan di lapangan. Dalam bab ini dibahas tentang konsep pemantauan secara ekologis termasuk di dalamnya tahapan dalam pemantauan ekologis, protokol pemantauan ekologis, pengambilan data, dan ambang batas. Untuk konteks sosial dan budaya, konsep yang dipergunakan adalah pemantauan secara partisipatif termasuk di dalamnya adalah tahap pemantauan sosial dan budaya. Bagaimana cara menggunakan hasil pemantuan untuk perbaikan dalam pengelolaan dibahas dalam bab ini termasuk juga pemantauan dalam skala landskap. Bab 5 berisi tentang kesimpulan dari tahapan-tahapan dalam pengelolaan dan pemantauan NKT. Lampiran-Lampiran adalah panduan secara khusus bagaimana NKT dapat dikelola dan dipantau oleh satuan pengelola, di dalam lampiran terbagi menjadi: (1) Panduan Pengelolaan dan Pemantauan NKT untuk pengusahaan hutan alam (HPH), (2) Panduan Pengelolaan dan Pemantauan NKT untuk pengusahaan hutan tanaman (HTI), (3) Panduan Pengelolaan dan Pemantauan NKT untuk perkebunan kelapa sawit, (4) Panduan Pengelolaan dan Pemantauan NKT untuk pertambangan, dan (5) Panduan Pengelolaan dan Pemantauan NKT untuk pertanian skala kecil. Di dalam panduan ini dibahas bagaimana kegiatan konsesi dapat terintegrasi dengan pengelolaan dan pemantauan NKT. Panduan ini disusun dalam bentuk satu model utuh, sehingga pengguna atau pembaca diharapkan membaca secara keseluruhan bab mulai dari Bab 1, Bab 2, Bab 3, Bab 4, dan Bab 5 sampai dengan lampiran untuk mengetahui dan memahami tentang bagaimana penyusunan dan pelaksanaan pengelolaan serta pemantauan Nilai Konservasi Tinggi dapat dilakukan oleh satuan kelola konsesi sumberdaya alam. 1.6. Tim Penyusun Tim penyusun panduan ini terdiri beberapa orang yang merupakan praktisi dan ahli untuk masing-masing bidang/sektor usaha konsesi sumberdaya alam dan NKT yang relevan seperti, ekologi, sosial budaya dan lanskap. Tim bekerja secara individual dan kelompok melalui workshop dan Focus Group Discussion (FGD). Anggota tim panel adalah Prof Lilik Budi Prasetyo, Dr. Semiarto adji , Yana Suryadinata, Wahyu Riva, Kresno Santoso, Dr Harnios Arief, Aisyah Sileuw, Pupung Nurwata, Sigit
  • 13. Hal | 13 Setyanto, Wibowo A. Djatmiko, Dwi R. Muhtaman, Sutji Shinto dan didukung oleh Didik Prasetyo dan Yokyok Hadiprakarsa dari IFACS-USAID. 1.7. Proses Penyusunan Panduan Pengelolaan dan Pemantauan Panduan pengelolaan dan pemantauan NKT ini diinisiasi oleh USAID-IFACS dan JNKTI dan disusun oleh 11 orang yang tergabung dalam tim ahli yang dipilih berdasarkan pengalaman dan kemampuannya dalam kerja-kerja yang berkaitan dengan NKT. Proses dimulai pada bulan Mei 2012 sampai dengan sekarang melalui beberapa tahapan yaitu: 1. 29 Mei 2012 Kegiatan: IPB ICC Bogor. Expert meeting. Pertemuan awal dihadiri oleh tim ahli, USAID IFACS, JNKTI dan para Expert Panel yang bertujuan untuk berdiskusi bersama dengan tujuan terbentuk sebuah rancangan/outline yang akan menjadi pegangan bersama anggota panel dalam menyusun draft rencana pengelolaan dan pemantauan HCV di berbagai sektor atau komoditi. Tujuan: Pertemuan ini diharapkan tim ahli mendapat gambaran tentang maksud dan tujuan dari panduan pengelolaan dan pemantauan HCV. 2. 30 Mei 2012 Kegiatan: IPB ICC Bogor. Pre workshop Tujuan utama dari worksop ini adalah menyampaikan hasil-hasil dan proses pembelajaran dari kegiatan identifikasi, pengelolaan dan pemantauan HCV yang dilakukan di berbagai sektor/komoditi dengan segala prestasi dan permasalahannya. Pre workshop ini diisi dengan para pembicara dari berbagai sector dan diharapkan akan ada gambaran secara sektoral tentang prestasi dan permasalahan dalam melakukan proses identifikasi, pengelolaan dan pemantauan HCV. Para ahli mendapatkan gambaran prestasi/ permasalahanya dan bisa segara membuat sebuah draft panduan tentang pengelolaan dan pemantauan HCV di masing-masing sektor/komoditi. 3. 3 Juli 2012 Kegiatan: Tropenbos Indonesia. Expert meeting Pertemuan ini dihadiri oleh para expert untuk mengevaluasi draft awal panduan yang telah disusun. Draft panduan ini memang berapa kali mengalami bongkar pasang, untuk menjadi sebuah panduan yang lengkap dan sistimatis. 4. 12 Juli 2012 Kegiatan: IPB ICC Bogor. Workshop pengenalan draft Pengelolaan dan Pemantauan Tujuan utama dari workshop ini adalah untuk membuat dan mengembangkan pedoman pengelolaan dan pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada konsesi hutan alam dan tanaman, perkebunan kelapa sawit, pertambangan, petani skala kecil-menengah, dan lansekap di Indonesia.
  • 14. Hal | 14 Pada Workshop ini mulai dikenalkan draft awal yang telah tersusun. Peserta mencakup beberapa stakeholder dari lembaga pemerintah, praktisi, pengamat, LSM, akademisi, peneliti, petani dari UKM, dan perusahaan swasta, serta anggota jaringan NKT Indonesia. Diharapkan draft panduan mendapat banyak masukan melalui diskusi- diskusi kelompok, sehingga tim ahli dapat lebih menyempurnakan panduan ini. 5. 13 Juli 2012 Kegiatan: Expert meeting Berdasarkan masukan-masukan dari peserta workshop sehari sebelumnya, para tim ahli kembali berdiskusi untuk menyempurnakan draft panduan. 6. 22 Oktober 2012 Kegiatan: Expert meeting Pertemuan ini adalah untuk finalisasai draft panduan pengelolaan dan pemantauan HCV. Dihadiri oleh tim ahli, dan diharapkan pada pertemuan ini dapat diperoleh draft final panduan pengelolaan dan pemantauan NKT. 7. November 2012 Kegiatan: Konsultasi publik Sebelum panduan ini di uji cobakan, akan diadakan konsultasi public di tingkat kabupaten, Aceh, Papua dan Kalimantan. 8. Februari 2013 Kegiatan: Uji Coba Draft Panduan akan di ujicobakan di beberapa perusahaan 9. Februari – Maret 2013 Kegiatan: Final draft Penyempurnaan draft panduan menjadi final draft 10. Maret 2013 Kegiatan: Workshop Workshop ini sebagai workshop penutup dari rangkaian penyusunan panduan. Sekaligus peluncuran Panduan Pengelolaan dan Pemantauan HCV Area.
  • 15. Hal | 15 BAB 2 Konsep NKT Bab ini membahas tentang sejarah dari konsep Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan hubungannya dengan sertifikasi. Kemudian penggunaan konsep tersebut dalam Konteks sertifikasi pengelolaan sumberdaya alam hutan dan pemakaian konsep ini diluar sertifikasi. Hal lain yang dibahas adalah komponen penting dalam penilaian NKT yaitu identifikasi, pengelolaan dan pemantauan. Di bahas juga sekilas tentang pentingnya NKT dalam Konteks bentang alam atau lanskap. 2.1. Sejarah Konsep Nilai Konservasi Tinggi Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang diperkenalkan oleh Forest Stewardship Council (FSC) pada tahun 1999 untuk sektor kehutanan dalam kerangka sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan. Konsep ini menjadi salah satu prinsip dalam standard FSC yang harus dipenuhi oleh pengelola hutan (http://www.fsc.org/pc.html). Nilai Konservasi Tinggi didefinisikan sebagai nilai biologi,ekologi, sosial atau budaya yang dianggap sangat penting pada skala nasional, regional dan global. Tabel berikut ini menjelaskan tonggak-tonggak penting dalam perkembangan konsep NKT. Tahun Perkembangan konsep NKT 1999 FSC mulai mengembangkan konsep ini dengan istilah HCVF (High Conservation Value Forest). HCVF dijabarkan ke dalam empat nilai, sebagai berikut: i) Wilayah-wilayah keanekaragaman hayati yang penting di tingkat global, regional atau nasional. ii) Wilayah-wilayah yang memberikan jasa-jasa lingkungan yang sangat penting. iii) Wilayah-wilayah yang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat lokal iv) Wilayah-wilayah yang sangat penting untuk melestarikan identitas budaya dari masyarakat lokal. 2003 Proforest dan Rainforest Alliance mengembangkan global toolkit tentang mengidentifikasi, mengelola dan memantau Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi (HCVF). Toolkit ini menjelaskan bahwa HCVF memiliki enam nilai (HCVs) yang terdiri dari: HCV1. Wilayah hutan yang memiliki konsentrasi nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional atau nasional (misalnya, species endemik, terancam punah, refugia). HCV2. Wilayah hutan yang memiliki tingkat lanskap luas yang penting secara global, regional atau national, yang berada di dalam unit pengelolaan di mana populasi yang viabel dari spesies-spesies berada dalam pola-pola distribusi dan kelimpahan alami. HCV3. Wilayah hutan yang berada dalam ekosistem yang jarang, terancam dan hampir punah. HCV4. Wilayah hutan yang memberikan jasa lingkungan dalam situasi yang sangat penting. HCV5. Wilayah hutan yang sangat fundamental untuk memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat lokal. HCV6. Wilayah hutan yang sangat penting bagi identitas budaya
  • 16. Hal | 16 tradisional (wilayah yang memiliki nilai penting budaya, ekologi, ekonomi atau agama yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal). 2003 Toolkit global ini kemudian diikuti dengan pengembangan toolkit nasional di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Vietnam, China, Polandia, Rumania, Bulgaria, Bolivia, Ecuador, Canada, Gabon, Ghana dan Kamerun. Toolkit-toolkit nasional ini juga berisi tentang identifikasi, pengelolaan dan pemantauan hutan dengan nilai konservasi tinggi. 2005 RSPO (Roundtable for Sustainable Palm Oil) mengadopsi NKT dalam Prinsip dan Kriterianya. 2006 Pada tanggal 30-31 January HCV Resource Network dikembangkan oleh Kelompok Advisory yang terdiri dari berbagai organization dengan minat dalam konsep NKT dan pengembangan HCV Resource Network. 2008 Revisi Toolkit NKT Indonesia. Pada bulan Juni 2008 para pihak di Indonesia meluncurkan Panduan Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi di Indonesia. 2009 Konsep NKT diadopsi dalam standard komoditas lain seperti RTRS (Roundtable on Responsible Soy), Bon Sucro (sustainable sugarcane plantation) and RSB (roundtable for sustainable Biofuel) 2012 FSC menyepakati revisi Prinsip dan Kriteria untuk Pengelolaan Hutan yang bertanggungjawab, termasuk definisi NKT di dalamnya. NKT1. Keragaman Spesies. Konsentrasi keanekaragaman biologi yang meliputi spesies endemik, dan spesies jarang, terancam atau hampir punah, yang penting di tingkat global, regional dan nasional. NKT2. Ekosistem dan mosaic tingkat lanskap. Ekosistem tingkat lanskap yang luas dan mosaik ekosistem yang penting pada tingkat global, regional dan nasional, dan yang memiliki populasi yang viable dari spesies-spesies utama, atau spesies-spesies yang ada dalam pola-pola distribusi dan kelimpahan secara alami. NKT 3. Ekosistem dan habitat. Ekosistem, habitat atau refugia yang jarang, terancam atau hampir punah. NKT 4. Jasa ekosistem yang sangat penting. Jasa ekosistem dasar dalam situasi yang sangat penting, yang meliputi perlindungan daerah tangkapan air dan pengendalian erosi pada tanah-tanah dan kelerengan yang rentan. NKT 5. Kebutuhan masyarakat. Situs-situs dan sumberdaya yang fundamental untuk memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat lokal atau masyarakat adat (misalnya, mata pencaharian, kesehatan, gizi dan air), yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal atau masyarakat adat. NKT 6. Nilai-nilai Budaya. Situs-situas, sumberdaya, habitat dan lanskap yang penting secara global atau nasional dari aspek arkaelogi atau sejarah, dan/atau penting secara budaya, ekologi, ekonomi atau agama/keramat untuk budaya tradisi masyarakat lokal atau masyarakat adat. Nilai-nilai ini diidentifikasi melalui pendekatan dengan masyarakat lokal atau masyarakat adat.
  • 17. Hal | 17 2.2. Pelaksanaan Konsep Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Sumber Daya Alam di Indonesia Dalam perjalanannya, konsep HCV ini diadopsi untuk berbagai tujuan, meskipun awalnya hanya digunakan dalam konteks sertifikasi pengelolaan hutan yang bertanggungjawab dalam standard FSC. Gambar berikut menunjukkan beragamnya penggunaan konsep HCV untuk berbagai tujuan. Gambar 1: penerapan konsep NKT untuk berbagai tujuan. Sumber www.hcvnetwork.org 2.3. Permasalahan dalam penerapan NKT pada beberapa sektor pengelolaan sumberdaya alam Permasalahan umum yang paling sering dihadapi dalam pengelolaan nilai konservasi tinggi di beberapa sektor adalah:  Tidak adanya dukungan legalitas pada kawasan NKT.  Kurangnya data dan informasi, terutama data yang berhubungan dengan konteks spasial.  Pemahaman tentang definisi operasional NKT, KBKT dan KPBKT, sehingga batas pengelolaan dan pemantauan menjadi tidak jelas.  Khusus NKT 5 dan NKT 6 yang bersifat dinamis, sulit untuk membuat rencana pengelolaan jangka panjang.  Kompatibilitas dengan proses-proses lain seperti AMDAL, dsb. Sementara itu, permasalahan khusus yang dihadapi dalam mengelola NKT pada masing- masing sektor juga tidak kalah kompleksnya. Sebagai contoh, ketika unit pengelolaan kebun sawit menetapkan sebuah KPBKT, dia akan berhadapan dengan permasalahan tentang status hukum dari kawasan itu. Contoh lain, ketika sebuah IUPHHK menetapkan untuk menyisihkan 75,000 hektar sebagai kawasan NKT, apakah mereka masih Nilai Konservasi Tinggi Pengelolaan Hutan Sertifikasi mandatori (PHAPL, ISPO, ISO, dll) Sertifikasi Voluntari (FSC, RSPO, dll) Rencana Tataguna Lahan Rancangan Perkebunan Perluasan komoditi pertanian Kebijakan Komitmen Pembelian bertanggung- jawab Investasi Advokasi Konservasi Melobi Pemerintah Kampanye Pasar
  • 18. Hal | 18 berkewajiban membayar Dana Reboisasi dan PSDH dan pajak-pajak terkait atas areal ini yang tidak akan mereka eksploitasi? Permasalahan lain seperti ini dibahas secara lebih spesifik dalam dokumen sektor. 2.3.1. Permasalahan Pengelolaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Hutan Alam (HPH) Secara umum dalam pelaksanaan di lapangan, konsep NKT cukup sulit di lakukan oleh pihak unit pengelolaan baik dalam kegiatan identifikasi, pengelolaan dan pemantauan NKT karena berbagai hal, diantaranya : - Karena bersifat sukarela dan tidak ada pengakuan secara legal dari pemerintah maka jarang sekali pihak unit pengelolaan hutan alam mau melakukan kegiatan ini; - Pemahaman konsep NKT dan isu-isu konservasi di tingkat pemegang ijin pengelolaan hutan alam masih sangat terbatas: - Para pemegang ijin pengelolaan hutan alam sangat tertarik apabila kegiatan ini secara langsung atau dalam jangka pendek dapat langsung dirasakan secara ekonomis (benefit dari kegiatan tersebut dapat langsung dirasakan) sedangkan isu yang berhubungan dengan NKT keuntungan atau benefitnya tidak dapat di rasakan dalam jangka pendek. Benefit dari melakukan konsep NKT secara tidak langsung di rasakan oleh berbagai pihak seperti kualitas air dan jasa lingkungan lainnya. Kegiatan ini akan bisa di rasakan dalam jangka waktu lama; - Keterbatasan sumberdaya manusia dalam memahami dan melaksanakan konsep ini masih sangat terbatas; - Keterbatasan panduan atau petunjuk yang mudah di pahami dan dilaksanakan oleh staf di tingkat lapangan 2.3.2. Permasalahan Pengeloaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Hutan Tanaman (HTI) Penilaian dan identifikasi kawasan NKT dalam hutan tanaman pada umumnya dilakukan oleh Unit Management guna memenuhi persyaratan sertifikasi FSC. Kendala dan isu-isu penting yang muncul dalam tahap penilaian adalah hilangnya areal-areal yang diindikasikan mengandung NKT sebagai akibat keterlanjuran dalam kegiatan pembukaan lahan. Hal ini terjadi karena kebutuhan penilaian NTK dilakukan pada saat kegiatan HTI sudah operasional. Implikasi dari keterlanjuran tersebut adalah terjadinya perubahan kawasan NKT menjadi areal tanaman pokok, tanaman unggulan dan tanaman kehidupan. Kondisi ini seringkali menimbulkan kekhawatiran dari pihak Unit Management khususnya dalam menghadapi proses audit. Isu lain yang merupakan isu penting adalah temuan jenis-jenis pohon dilindungi yang kondisinya menyebar dan soliter seperti ramin dan kempas, mengingat dalam konteks penilaian kawasan NKT harus menetapkan luas areal tersebut. Unit Management seringkali menghadapi kendala dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan terhadap kawasan NKT, khususnya pada NKT yang sudah terlanjur hilang. Isu penting lainnya adalah pengelolaan dan pemantauan satwa liar yang sifatnya mobile dan dalam hal ini harus memerlukan kepakaran khusus. Seringkali Unit Mangement menganggap bahwa pengelolaan dan pemantauan terhadap kawasan NKT adalah berdiri sendiri sehingga akan menimbulkan beban baru bagi Unit Mangement khususnya dalam menyiapkan divisi baru. Pada hal, dalam konteks pengelolaan dan pemantauan NKT tersebut dapat diintegrasikan dengan kegiatan lain seperti Rencana Kelola Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan yang sudah disusun dalam dokumen AMDAL.
  • 19. Hal | 19 2.3.3. Permasalahan Pengelolaan NKT pada Pengusahaan Konsesi Pertambangan Usaha pertambangan merupakan usaha yang unik terkait dengan pengelolaan dan pemantauan NKT-nya yang tidak sama dengan pengusahaan hutan alam, hutan tanaman, maupun perkebunan. Keberadaan bahan tambang menyebar di bawah tanan dan bersifat tidak kontinyu, tidak seperti kayu dan produk perkebunan yang berada di permukaan tanah yang sebarannya pada umumnya kontinyu, juga tidak dapat diatur keberadaannya berdasar blok-blok sesuai keinginan pemangku kepentingan. Oleh karena itu tidak seluruh areal konsesi akan ditambang, tetapi hanya blok-blok dimana cadangan bahan tambang berada. Secara ringkas digambarkan kegiatan pertambangan terbuka dilakukan dengan menghilangkan seluruh vegetasi yang ada di permukaan tanah diikuti dengan pemindahan tanah dan batuan penutup. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku seperti tersebut di atas, maka perusahaan pertambangan wajib untuk melakukan reklamasi dengan menata kembali muka bumi (lansekap); mengendalikan erosi dan sedimentasi dengan membuat saluran drainase, kolam sedimentasi, dan penanaman tanaman penutup tanah; dan melakukan revegetasi (untuk kawasan hutan). Lereng-lereng yang dihasilkan dari penumpukan material limbah dipantau stabilitasnya untuk mengantisipasi terjadinya longsor (Mansur, 2010). Dari gambaran di atas dapat diperhatikan bahwa bahan tambang dapat berada di mana saja, termasuk di bawah Kawasan NKT. Kegiatan pertambangan terbuka pasti mengganggu ekosistem, bahkan menghilangkan keanekaragaman flora yang ada di permukaan lahan di areal yang ditambang. Oleh karena itu, dalam beberapa kondisi gangguan terhadap obyek atau kawasan NKT tidak dapat dihindari. Khusus untuk usaha pertambangan, seharusnya identifikasi dan deliniasi obyek dan kawasan NKT di areal yang akan diajukan ijin untuk usaha pertambangan dilakukan pada saat pelaksanaan AMDAL dan ditegaskan apa rekomendasi untuk penanganannya. Jika obyek atau kawasan NKT memang dianggap sangat penting untuk dipertahankan, maka sebaiknya dikeluarkan dari areal yang akan diberikan ijin usaha pertambangan, atau tidak diberikan ijin untuk areal tersebut. Namun demikian, karena lokasi tambang terpisah-pisah dalam luasan-luasan yang relatif kecil, serta gangguannya bersifat sementara (tidak selamanya), maka beberapa obyek atau kawasan NKT masih dapat dikelola dengan baik dengan melakukan beberapa adaptasi. Nilai Konservasi Tinggi di Konsep Tata Ruang Dewasa ini, pembangunan daerah semakin gencar seiring dengan perluasan pemanfaatan lahan untuk investasi di semua wilayah Indonesia. Akibatnya, kebutuhan akan ruang semakin meningkat, menuntut akan penataan ruang dengan beragam pertimbangan multi aspek antara sosial, ekologi dan ekonomi. Penataan ruang yang seimbang untuk semua kebutuhan merupakan faktor penentu terjaminnya ketersediaan sumber daya alam secara berkelanjutan yang akan berdampak terhadap kepaduan pembangunan pada tingkatan kabupaten dan propinsi. Dalam proses penataan ruang yang lebih baik dibutuhkan berbagai masukan informasi yang dapat mengakomodasi semua kebutuhan. Kerangka Nilai konservasi Tinggi (NKT) di rancang untuk menangkap semua nilai penting dalam aspek keruangan wilayah yang dirasakan menjadi alat bantu penting dalam proses penataan ruang wilayah. Melihat peluang ini pada tahun 2005-2006, WWF Indonesia melalui program Trans fly ecoregion membantu pemerintah daerah Kabupatan Merauke dalam melakukan revisi tata ruang dengan menggunakan kerangka NKT sebagai pamasukan data strategis. Hasil dari dari pendekatan ini sudah tertuang dalam Dokumen Peta Rencana Tata Ruang. Wilayah Kabupaten Merauke. Keberhasilan penggunakan kerangka NKT dalam proses penataan
  • 20. Hal | 20 ruang di Kabupaten Merauke menjadikan tonggak awal peran penting kerangka NKT dalam penataan ruang di Indonesia. Pada tahun 2010, Fauna and Flora International – Indonesia Programme melakukan hal serupa untuk membantu pemerintah daerah Kabupaten Ketapang dalam melakukan revisi penataan ruangnya. Selain berpotensi sebagai alat bantu strategis dalam penataan ruang, kerangka NKT juga memiliki potensi kompatibiltas dengan proses Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang merupakan kelengkapan wajib setiap penataan ruang di Indonesia 2.4. Identifikasi, Pengelolaan dan Pemantaun Nilai Konservasi Tinggi Dalam pelaksanaan dilapangan, kegiatan NKT ini menggunakan dua tahap pendekatan, yaitu: 1. Mengidentifikasikan areal-areal di dalam atau di dekat suatu Unit Pengelolaan, pemanfaatan hasil hutan yang mengandung nilai-nilai sosial, budaya dan/atau ekologis yang luar biasa penting, dan 2. Menjalankan suatu sistem pengelolaan dan pemantauan untuk menjamin pemeliharaan dan atau peningkatan nilai-nilai tersebut. Untuk melakukan identifikasi NKT diperlukan suatu perangkat (toolkit2) di dalam pelaksanaannya. Di Indonesia saat ini mempunyai sebuah alat sebagai panduan yaitu"Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Tinggi di Indonesia." Panduan tersebut diterbitkan pada tahun 2007 (2008). Panduan ini hingga sekarang menjadi rujukan utama dalam setiap identifikasi NKT di Indonesia baik untuk kehutanan maupun perkebunan sawit. Dalam panduan atau Interpretasi Nasional Indonesia 2003, di dalamnya tercantum proses dan tatacara melakukan identifikasi, pengelolaan dan pemantauan, sedangkan dalam panduan terbaru (tahun 2008, revisi kembali tahun 2010) tidak diketemukan lagi bagian pengelolaan dan pemantauan. Panduan terakhir yang masih jadi rujukan nasional saat ini di Indonesia adalah Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Tinggi di Indonesia, sehingga perlu adanya panduan khusus untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan NKT untuk berbagai sektor. Identifikasi, pengelolaan dan pemantuan merupakan kegiatan yang satu sama lain saling berhubungan dengan erat. Keberhasilan dalam melakukan identifikasi NKT akan memudahkan dalam menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan. Hasil kegiatan pengelolaan dapat di ukur tingkat keberhasilannya melalui proses pemantauan. Hasil 2 Sebuah panduan global di susun oleh ProForest pada tahun 2003, sebuah panduan yang bisa digunakan di seluruh dunia. Panduan global ini mulai dimanfaatkan oleh beberapa negara seperti Vietnam, China, Kamerun, Bulgaria, PNG dan termasuk Indonesia. Mereka menginterpretasikan panduan global pada Konteks lokal masing-masing negara. Berdasarkan hasil interpretasi stakeholder lokal dibuatlah panduan interpretasi nasional. Di Indonesia pada tahun 2003 diterbitkan panduan Interpretasi Nasional Indonesia atas global toolkit. Berbagai kegiatan identifikasi NKT mulai dari tahun 2003 menggunakan rujukan Interpretasi Nasional Indonesia 2003. Dalam perjalanannya ternyata, dari 2003 hingga 2006 ada beberapa masalah khususnya yang berkaitan dengan interpertasi. Sehingga pada tahun 2006 sekelompok praktisi dan organisasi yang kerap menggunakan NKT sepakat untuk melakukan merevisi atas Panduan Interpretasi Nasional Indonesia 2003. Kemudian pada tahun 2007 beberapa praktisi dan stakeholder berkumpul untuk merevisi toolkit yang telah ada dengan memasukkan kriteria nilai-nilai spesifik, seperti ekonomi, ekologi, sosial dan budaya.
  • 21. Hal | 21 pemantauan dapat dipakai kembali sebagai bagian dari revisi atau perbaikan-perbaikan untuk pengelolaan di masa yang akan datang.
  • 22. Hal | 22 2.5. Ragam Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Sumber Daya Alam di Indonesia Pengelolaan dan pemantauan NKT di Indonesia beragam dan terus berkembang. Secara umum dan dalam kaitan penggunaan Buku Panduan ini, pengolaan dan pemantauan NKT dapat dibedakan sbb:  Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Hutan Alam (HPH)  Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI)  Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konsevasi Tinggi pada Konsesi Perkebunan Kelapa Sawit  Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada Konsesi Pertambangan  Pengelolaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada perkebunan/pertanian skala menengah  Pengeloaan dan Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi pada skala bentang alam/landscape Sebagai referensi bagi pembaca, Panduan ini memuat Panduan Pengeloaan dan Pemantauan NKT yang lebih rinci dari masing-masing jenis konsesi di atas di atas, yang tercantum dalam Lampiran 1-6 yang disiapkan oleh Tim . 2.6. Sumber untuk informasi tambahan - Principe and Criteria FSC http://www.fsc.org/principles-and-criteria.34.htm - A Sourcebook for Landscape Analysis of Nilai Konservasi Tinggi Forests, http://www.NKTnetwork.org/resources. - Managing Biodiversity in the Landscape. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415. - Practitioner Guide to Managing NKTF in Indonesia a case study from East Kalimantan. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415.
  • 23. Hal | 23 Bab III Pengelolaan NKT Bab ini membahas tentang definisi, tujuan, skala dan hasil dari pengelolaan Nilai Konservasi Tinggi (NKT), pentingnya menyusun rencana pengelolaan NKT serta bagaimana metode dalam menyusun rencana pengelolaan NKT. Perencanaan pengelolaan yang dimaksud dalam bab ini adalah perencanaan pengelolaan masing-masing nilai NKT yang teridentifikasi atau ditemukan dalam suatu kawasan pengelolaan perusahaan. 3.1. Definisi Pengelolaan Pengelolaan NKT adalah upaya yang dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan terhadap NKT yang teridentifikasi dalam suatu kawasan untuk mempertahankan atau meningkatkan NKT di dalam kawasan tersebut. Kunci utama dalam pengelolaan NKT adalah bahwa strategi-strategi yang dirancang harus mempertahankan atau meningkatkan nilai. Hal ini berarti akan ada perbedaan pengelolaan antara sektor ataupun konsesi tergantung dari nilai NKT yang teridentifikasi. 3.2. Tujuan Pengelolaan Tujuan utama dalam pengelolaan NKT adalah mempertahankan atau meningkatkan nilai– niai konservasi tinggi yang teridentifikasi atau ditemukan dalam suatu kawasan. 3.3. Prinsip-prinsip Pengelolaan Dalam Pengelolaan kawasan NKT, maka ada tiga prinsip dasar yang harus selalu dipertimbangkan dengan baik dan benar, yaitu: a) Prinsip Keutuhan (holistic); berarti bahwa penyelenggaraan pengelolaan NKT harus selalu mempertimbangkan seluruh komponen pembentuk ekosistem alami, baik komponen penyusun rantai makanan dan rantai energi maupun komponen biotik maupun abiotiknya. Prinsip keutuhan ini juga berkaitan dengan kondisi/karakter lingkungannya, baik ditinjau dari sisi biofisik, ekonomi, politik dan sosial budaya masyarakat. Prinsip ini memperhatikan dan dapat memenuhi kepentingan seluruh pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan unit pengelolaan umumnya dan NKT khususnya serta mampu mendukung kehidupan mahluk hidup (selain manusia) dan keberlanjutan keberadaan alam semesta; b) Prinsip Keterpaduan (integrated); berarti bahwa penyelenggaraan pengelolaan NKT harus berlandaskan pada keselarasan interaksi antar komponen penyusun ekosistem serta keselarasan interaksi ekosistem dengan para pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap NKT yang meliputi aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial-budaya; c) Prinsip partisipatif; berarti melibatkan masyarakat dan para pihak lain dalam mengidentifikasi, mengelola dan memantau NKT. Prinsip berlaku tidak hanya untuk HCV sosial tetapi juga bisa mencakup HCV ekologi.
  • 24. Hal | 24 d) Prinsip Keberlanjutan/Kelestarian (sustainability); berarti bahwa fungsi dan manfaat ekosistem hutan dalam segala bentuknya harus dapat dinikmati oleh umat manusia dan seluruh kehidupan di muka bumi lintas generasi secara bekelanjutan dengan potensi dan kualitas yang sekurang-kurangnya sama (tidak menurun). Jadi tidak boleh terjadi pengorbanan (pengurangan) fungsi dan manfaat ekosistem hutan yang harus dipikul suatu generasi tertentu akibat keserakahan generasi sebelumnya. 3.4. Skala Pengelolaan, dan Keluaran Skala pengelolaan NKT pada panduan ini terfokus kepada pengelolaan NKT dalam unit-unit pengelolaan (contoh: unit pengelolaan hutan, pertanian skala kecil, kebun/estate, Kuasa Pertambangan) dengan melihat juga aspek bentang alam (lanskap). Namun pengelolaan suatu kawasan bernilai konservasi tinggi harus melihat dari semua aspek yang ada secara menyeluruh (holistik), dalam hal ini konsep bentang alam menjadi hal yang sangat penting. Di harapkan keluaran dari panduan pengelolaan ini adalah adanya arahan atau teknik dan metode dalam penyusunan rencana pengelolaan terhadap masing-masing NKT yang teridentifikasi atau diketemukan dalam suatu unit pengelolaan. 3.5. Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Pemantauan NKT (RPP-NKT) Penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan NKT (RPP-NKT) bertujuan untuk mengembangkan rencana aksi pengelolaan NKT yang adaftif bagi kawasan konsesi melalui proses pembangunan keterlibatan perwakilan dari para pihak. Dalam penyusunan RPP-NKT digunakan pendekatan pengelolaan berbasiskan wilayah, yaitu nilai-nilai konservasi tinggi yang teridentifikasi akan dibangun rencana pengelolaannya berdasarkan kerangka pengelolaan adaptif (adaptif collaborative management3). Untuk membantu pembangunan RPP-NKT, secara umum sebuah model konseptual - Conceptual Model [2] akan di bangun secara partisipatif dari banyak pihak dalam unit pengelolaan untuk merunut rencana terperinci pengelolaan berdasarkan ancaman-ancaman yang sedang dan akan berlangsung di dalam dan di luar unit pengelolaan. Gambaran umum dari model konseptual dapat dilihat dalam ilustrasi sederhana di bawah ini (Gambar 2). 3 Pendekatan ACM adalah suatu proses yang bertujuan mendorong para pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam merencanakan, melaksana kan, mengamati, dan mengambil pelajaran dari pelaksanaan rencana mereka di masa lalu
  • 25. Hal | 25 Prasyarat utama yang mengawali proses RPP-NKT adalah adanya hasil identifikasi yang sesuai dengan Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia (Konsorsium Revisi NKT Toolkit Indonesia, 2008). Kemudian untuk langkah selanjutnya bisa dilihat dalam diagram di bawah ini. Gambar 2. Contoh sederhana sebuah model konseptual untuk satu tujuan pengelolaan, ancaman dan intervensi.
  • 26. Hal | 26 Gambar 3. Tahapan pembangunan pengelolaan dan pemantauan NKT - Adaptasi dari Good Practives guilnes for High Conservation Value assessments: A Practical guide for practitioners and auditors [3] 3.5.1. Menentukan tujuan pengelolaan NKT Dalam prosesnya RP-NKT didasarkan pada tujuan-tujuan pengelolaan NKT di dalam atau sekitar kawasan yang ditentukan berdasarkan hasil identifikasi para pihak yang bertujuan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan ancaman terhadap NKT. RP-NKT memprioritaskan intervensi yang sesuai dengan tujuan perusahaan, mendapat dukungan dari pihak manajemen perusahaan, memiliki sumber dana lokal, dan berdampak langsung dalam mengurangi ancaman terhadap kelangsungan hidup NKT dan habitatnya pada sebuah periode tertentu. Langkah awal dalam memulai pengelolaan NKT adalah menentukan tujuan dari pengelolaan untuk masing-masing NKT yang telah diidentifikasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tujuan pengelolaan NKT diantaranya adalah: - memperhatikan tingkat dan ambang batas yang akan dipertahankan berdasarkan ketersediaan informasi yang terbaik; - penentuan tujuan pengelolaan dilakukan oleh kelompok yang mewakili para pihak yang terkait dengan pengelolaan NKT dalam sebuah unit pengelolaan; - perwakilan dari para pihak diberikan informasi tambahan berdasarkan kondisi faktual, yang didasari atas ketersedian informasi terbaik dalam menentukan parameter-parameter atau ambang batas yang ingin dicapai dalam mengelola NKT.
  • 27. Hal | 27 Tabel 1. Contoh beberapa tujuan pengelolaan NKT NKT Nilai-nilai/Target pengelolaan Tujuan pengelolaan 1.2 Ditemukan satwa orangutan (Pongo pygmaeus) yang tergolong Kritis (Critical Endangered) Melindungi populasi satwa beserta habitatnya dari kepunahan lokal di dalam konsesi. 2.1 Wilayah inti seluas 27,028.33 hektar yang ada di dalam areal unit pengelolaan. Mempertahan bentangan hutan yang utuh di dalam unit pengelolaan yang tersambung dengan bentangan hutan yang lebih luas di sekitarnya 4.1 Hutan di tepi sungai/danau (riparian) yang tergenang secara teratur dan sub-DAS yang menyediakan air bersih untuk desa disekitarnya. Mempertahankan wilayah yang bisa menyediakan air bersih bagi masyarakat yang ada di bagian hilir unit pengelolaan. 6 Nilai budaya dan spiritual di beberapa lokasi spesifik yang berada di dekat desa. Melindungi wilayah-wilayah yang ada di dalam unit pengelolaan yang penting bagi identitas dan budaya masyarakat sekitar hutan. Melindungi spesies tertentu yang berhubungan dengan budaya masyarakat. Catatan Khusus : Dalam kasus tertentu parameter dapat berupa angka-angka yang bisa diperoleh sebagai bagian dari data kualitas dan kuantitas. Sebagai contoh dalam NKT 4.1 “ Hutan di tepi sungai/danau (riparian) yang tergenang secara teratur dan sub-DAS yang menyediakan air bersih untuk desa disekitarnya” parameter yang dapat diukur antara lain kualitas air, tingkat kekeruhan air, sedimentasi terlarut. Parameter- paremater ini sewaktu dilakukan pemantauan dapat diukur dan diperoleh hasilnya. Pengukuran-pengukuran parameter dalam pengelolaan dan pemantauan NKT diperlukan adanya ambang batas atau persyaratan minimum yang harus dipenuhi, hal ini merupakan bagian penting dalam pengelolaan. Ambang batas diperlukan sebagai bagian dari nilai-nilai yang mesti dipertahankan, dipelihara atau ditingkatkan nilainya. Sebagai contoh untuk NKT 4.1 di atas yang berhubungan dengan riparian, ambang batas yang diperlukan di antaranya larangan penebangan di kiri-kanan sungai sejauh 100 meter, tidak menebang di kelerengan lebih dari 45 persen. Ambang batas ini bisa berhubungan dengan aturan-aturan pemerintah yang sudah ditetapkan. Ataupun juga secara ilmiah disepakati sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan. Contoh aturan tentang besarnya tingkat bahaya erosi.
  • 28. Hal | 28 3.5.2. Analisa ancaman-ancaman terhadap NKT Tahapan ke-dua adalah menentukan ancaman terhadap masing-masing NKT yang ditemukan dalam konsesi, ancaman ini bisa datang dari dalam kegiatan konsesi ataupun dari luar konsesi (internal dan external), termasuk ancaman yang bersifat langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect). Unit manajemen tidak perlu melakukan identifikasi ancaman-ancaman NKT. Ancaman-ancaman NKT sudah diidentifikasi dalam laporan hasil identifikasi NKT. Ancaman-ancaman yang dianalisa dalam panduan ini didasarkan pada laporan hasil identifikasi NKT. Kecuali jika laporan hasil identifikasi dianggap tidak memadai maka unit manajemen harus melakukan analisa ancaman lagi. Analisa sumber ancaman dilakukan untuk masing-masing sasaran pengelolaan NKT dan habitatnya di dalam kawasan. Analisa ini diharapkan dapat menentukan ancaman utama dan paling mendesak untuk segera diatasi agar memungkinkan untuk memilih intervensi paling taktis dalam mengurangi atau menghilangkan sumber-sumber ancaman. Tanpa pemahaman yang jelas tentang ancaman, para pengelola atau pelaksana di lapangan mungkin hanya melakukan cara-cara pengelolaan yang tidak akan memberikan dampak bahkan mungkin akan menurunkan NKT itu sendiri. Dalam mengidentifikasi dan mengukur ancaman secara langsung terhadap NKT dilakukan secara konseptual untuk melihat runutan sebab akibat sebuah ancaman dan secara spasial untuk melihat lokasi potensi ancaman yang sudah terjadi maupun dimasa yang akan datang [2] . Saat ini terdapat berbagai pendekatan analisa ancaman dapat mempergunakan berbagai pendekatan yang bisa dipergunakan [4], salah satunya adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Wildlife Conservation Society (WCS) dengan menggunakan konseptual model [2, 5]. Sebagai awalan, sumber-sumber ancaman terhadap NKT bisa menggunakan rujukan ilmiah terbaik yang tersedia untuk menentukan parameter dan batas tepi terhadapan ancaman. Selanjutnya, sumber-sumber ancaman dimasa lampau dan sedang berlangsung dapat diidentifikasi oleh para pihak unit pengelola berdasarkan informasi yang tersedia dan dibantu dengan pemetaan partisipatif. Selain identifikasi terhadap sumber-sumber ancaman, potensi ancaman secara spasial juga perlu diidentifikasi untuk membantu unit pengelola dalam mengarahkan pengelolaan dan pemantauan. Identifikasi potensi ancaman secara spasial menggunakan pendekatan Multicriteria Critieria Evaluation (MCE) beberapa parameter fisik yang merupakan pemicu perubahan terhadap ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati berdasarkan hasil beberapa penelitian [6-8]. Beberapa parameter spasial yang digunakan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 2. Parameter-parameter ancaman yang dipergunakan dalam mengidentifikasi potensi ancaman secara spasial Jenis ancaman Asumsi ilmiah Deforestasi Hutan terdegradasi atau hilang yang di akibatkkan oleh aktivitas manusia memliki kecenderungan untuk terjadi di lokasi yang sama, umumnya terkait dengan factor aksesibilitas [7] Pemukiman Keberadaan pemukiman berasosiasi dengan akses menuju hutan. Ancaman ini semakin berkurang di saat semakin jauh jarak pemukiman
  • 29. Hal | 29 Jenis ancaman Asumsi ilmiah tersebut ke kawasan hutan [9] Jaringan jalan Jaringan jalan merupakan sumber utama akses menuju kawasan hutan. Ancaman ini semakin berkurang di saat semakin jauh jarak ke jaringan jalan tersebut ke kawasan hutan[8] Kebakaran lahan Kebakaran lahan berdampak terhadap tutupan lahan secara drastis. Ancaman ini semakin berkurang di saat jauh dari riwayat kebakaran lahan Tambang Aktivitas tambang yang menggunakan open pit mining secara nyata merubah tutupan lahan secara drastic. Ancaman ini semakin berkurang di saat semakin jauh jarak areal pertambangan ke kawasan hutan HPH/HTI Aktivitas penebangan pohon di dalam HPH merubah struktur vegetasi kawasan hutan. Ancaman ini semakin berkurang di saat semakin jauh jarak areal HPH/HTI ke kawasan hutan [10] Status kawasan hutan Kawasan hutan yang sudah di tentukan sebagai Hak Produksi Terbatas (HPT) dan Areal Penggunaan Lain (APL) memberikan dampak terhadap degradasi habitat banyak satwa liar. Selain penentuan sumber-sumber ancaman secara langsung, tingkatan ancaman juga perlu diidentifikasi untuk menentukan skala prioritas intervensi. Tingkatan ancaman dikelompokkan berdasarkan dampak yang dimunculkan, tingkatan ancaman dikelompokkan ke dalam 4 kelompok utama, yaitu: 1. Dampak, merupakan derajat, baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak terhadap keseluruhan NKT, 2. Trend, merupakan kecenderungan yang mungkin terjadi yang di akibatkan adanya perubahan terhadap proporsi area terkena dampak atau intervensi, 3. Proporsi area terkena dampak, merupakan luasan wilayah yang terkena dampak dari sebuah kegiatan, 4. Waktu pemulihan, merupakan satuan rentang waktu proses pemulihan dari yang terkena dampak.
  • 30. Hal | 30 Gambar 4. Ilustrasi peta potensi ancaman secara spasial hasil analisa Multiple Criteria Evaluation (MCE) beserta hasil pemetaan ancaman secara partisiparif dengan Unit Pengelola
  • 31. Hal | 31 Tabel 3. Empat kelompok tingkatan ancaman untuk membantu pengukuran tingkat ancaman (Di modifikasi dari WCS-LLP [5]) Dampak Skor Trend Skor Proporsi area terkena dampak Skor Waktu Pemulihan Skor Rendah 0 Tidak akan terjadi dalam 10 tahun kedepan? 0 0 0 Cepat 0 Sedang 1 Dapat terjadi dalam kurun waktu 3-10 tahun 1 0-10% 1 Pemulihan dalam waktu 1- 10 tahun 1 Tinggi 2 Dapat terjadi dalam kurun waktu 1-3 tahun 2 11-25% 2 Pemulihan dalam waktu 11- 100 tahun 2 Fatal 3 Ancaman sedang terjadi harus segera dilakukan tindakan 3 26-50% 3 Pemulihan lebih dari 100 tahun atau tidak pulih 3 > 50% 4 Dengan mengacu ke-empat kelompok tingkatan ancaman pada tabel 3, penentuan prioritas ancaman dapat dilakukan dengan pemberian skor (scorring) untuk setiap komponen tingkat ancaman, kemudian nilai bobot tersebut akan dijumlahkan dengan perhitungan [(Trend + Waktu Pemulihan) x Dampak x Proporsi area terkena dampak] [5]. Kemudian jumlah akhir akan di urutkan, ancaman dengan peringkat pertama merupakan ancaman yang perlu mendapatkan perhatian. Sebagai contoh ilustrasi perhitungan penentuan prioritas ancaman bisa dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 4. Ilustrasi penentuan prioritas ancaman menggunakan system pembobotan dan kriteria ancaman (Adaptasi dari WCS-LLP[5]). Ancaman Dampak Trend Proporsi area terkena dampak Waktu Pemulihan Total Ranking Fragmentasi habitat 2 1 3 3 24 3 Perburuan untuk peliharaan 3 1 3 2 27 2 Perburuan untuk makanan 4 1 3 2 36 1
  • 32. Hal | 32 3.5.3. Mengidentifikasi intervensi untuk mitigasi ancaman terhadap NKT Tahapan ini menentukan intervensi-intervensi yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan sumber ancaman. Informasi yang didapatkan dari bagian-bagian sebelumnya akan sangat penting dalam analisa ini. Merupakan sebuah kerugian jika sebuah intervensi yang direncanakan akan menjadi tidak praktis untuk dilaksanakan, diakibatkan beberapa hal, seperti: masalah biaya, kekurangan dukungan masyarakat, ketidaksanggupan dalam menangani ancaman tidak langsung, sesuatu yang mengakibatkan ancaman muncul kembali ataupun akibat intervensi tersebut tidak efektif. 3.5.4. Menyusun Rencana Pengelolaan NKT Sebagaimana yang digunakan di dalam analisa ancaman di atas, hanya ancaman yang bersifat langsung terhadap NKT yang akan dilakukan intervensi yang akan tertuang dalam rencana pengelolaan. Tidak semua ancaman dapat dilakukan intervensi, umumnya berupa ancaman tidak langsung, namun dengan memetakannya secara menyeluruh dapat memudahkan dalam mengembangkan rencana pengelolaan (Gambar 4). Prioritas ancaman yang memiliki peringkat sedang sampai tinggi perlu mendapatkan perhatian dan harus dituangkan dalam rencana pengelolaan. Gambar 5. Ilustrasi model konseptual untuk memetakan ancaman beserta intervensi untuk mengurangi/menghilangkan ancaman terhadap sasaran pengelolaan.
  • 33. Hal | 33 3.5.5. Dukungan Sumberdaya dalam Pengelolaan Pengelolaan NKT dan KBKT kawasan Bernilai Konservasi Tingg pada dasarnya memiliki tanggungjawab yang sangat besar agar kelestarian produksi, ekologi/lingkungan dan sosial budaya masyarakat dapat terjaga dalam jangka panjang. Kemudian kegiatan pengelolaan ini pun memiliki spektrum yang sangat luas dengan melibatkan banyak pihak sehingga untuk tercapainya tujuan pengelolaan NKT/KBKT setiap unit manajemen harus memiliki suatu badan/divisi khusus yang menangani NKT/KBKT. Kemudian badan/divisi ini harus didukung pula oleh sumberdaya manusia handal dan profesional (sekurang-kurang tiga tenaga ahli utama yang meliputi tenaga ahli ekologi/lingkungan, jasa lingkungan dan sosial budaya masyarakat), sarana prasarana dan sumber dana yang cukup. Badan/Divisi ini diberi mandat untuk dapat menjamin keberlangsungan kegiatan-kegiatan pengelolaan ekologi/lingkungan, jasa lingkungan dan sosial/budaya masyarak. Dalam proses untuk mencapai tujuan pengelolaan tersebut di atas badan/divisi ini harus melibatkan pihak-pihak terkait, terutama masyarakat lokal, sesuai dengan tingkat kepentingan pengelolaannya. Kriteria keberhasilan badan/divisi pengelolaan ekologi/lingkungan adalah terbangunnya suatu sistem manajemen yang adaptif, didasarkan data/informasi ilmiah yang terukur, serta diambil dengan metode yang baik dan benar. Manajemen adaptif adalah suatu proses yang terencana dan terukur untuk mendukung keputusan manajemen agar tercapainya sasaran manajemen yang lebih baik. Agar kapasitas pengelolaan NKT/KBKT dalam suatu unit manajemen dari waktu ke waktu terus meningkat maka divisi/badan pengelola sebaiknya menyusun standar-standar pengelolaan terbaik sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pengelolaan. standar-standar tersebut disusun berdasarkan azas transparansi, terukur (measurable) dan dapat dipertanggunggugatkan (accountable) sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat, kabupaten dan propinsi, Rencana Pengelolaan Unit Manajemen, kondisi lokal spesifik, kearifan tradisional, teknologi terkini, kesiapan sumberdaya manusia dan alokasi dana yang telah dikonsultasikan dengan pakar dibidangnya masing-masing serta telah disepakati oleh para pihak. 3.6. Pengelolaan partisipatif. Untuk melakukan pengelolaan NKT 5 dan NKT 6 (NKT Sosial) yang berhubungan dengan kebutuhan dasar, sosial dan budaya masyarakat setempat. Diperlukan pendekatan pengelolaan yang melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya. Pendekatan ini di sebut sebagai “pengelolaan partisipatif” Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah, pengumpulan data, analisis data, dan pelaksanaan kegiatan. Pengembangan partisipasi dalam hal ini adalah sebuah taktik untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan praktis dalam Kontekss pengembangan masyarakat. Dalam Konteks pengelolaan NKT Sosial, pengelolaan secara partisipatif dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu. 1) Konsultasi dengan masyarakat, beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan konsultasi dengan masyarakat dalam merencanakan pengelolaan NKT Sosial secara partisipatif adalah :
  • 34. Hal | 34 a. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan sumberdaya alam yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Peta-peta ini harus dibuat sebelum ada kegiatan produksi di dalam suatu unit pengelolaan. Peta- peta sumberdaya masyarakat harus menunjukkan kawasan-kawasan kunci yang diperlukan untuk menyediakan akses atau untuk melestarikan sumber-sumber daya alam yang kritis. b. Melaksanakan konsultasi-konsultasi dengan staf operasional lapangan, anggota masyarakat atau lembaga-lembaga lain yang relevan (misalnya lembaga akademik, badan-badan pemerintah, LSM) untuk mengevaluasi potensi dampak yang merusak dari kegiatan operasional terhadap sumberdaya yang ada. c. Membuat kesepakatan dengan masyarakat tentang kawasan-kawasan yang harus dikeluarkan dari kegiatan pengelolaan sumberdaya alam, karena mengandung sumberdaya yang tinggi bagi masyarakat. Strategi-strategi untuk mengontrol akses harus semaksimum mungkin konsisten dengan aturan-aturan dan kelembagaan adat. Jika memungkinkan, pemerintah lokal (daerah) harus diyakinkan untuk menyetujui penetapan-penetapan semacam itu sebagai suatu dukungan pemerintah dalam perlindungan kawasan-kawasan tersebut terhadap ancaman-ancaman lain. d. Mengembangkan SOP (Standard Operational Procedure) pengelolaan dan pemantauan NKT Sosial untuk memastikan bahwa staf yang bertanggungjawab dalam operasional sadar akan keputusan-keputusan secara prosedur dan tahu apa yang harus dilakukan untuk menerapkannya. 2) Pemetaan partisipatif, pemetaan partisipatif adalah pemetaan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat mengenai tempat/wilayah di mana mereka hidup . Pemetaan partisipatif merupakan satu metode pemetaan yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku pemetaan wilayahnya, sekaligus juga akan menjadi penentu perencanaan pengembangan wilayah mereka sendiri. Pemetaan partisipatif juga dapat dilakukan sebelum adanya identifikasi NKT, atau pada saat identifikasi NKT atau untuk kebutuhan pengelolaan NKT yang telah teridentifikasi. Dalam Konteks pengelolaan NKT Sosial, beberapa tahapan yang dapat dilakukan adalah: a. Memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang pemetaan partisipatif. Dalam tahap ini dapat disampaikan pengertian, ciri-ciri dan manfaat dari pemetaan pertisipatif. b. Bersama-sama dengan masyarakat melakukan konfirmasi kembali terhadap lokasi-lokasi yang telah teridentifikasi NKT Sosial (untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan identitas budaya) untuk didiskusikan bersama, termasuk menyepakati kembali nilai-nilai yang terkandung didalam areal yang teridentifikasi NKT. c. Menggambarkan secara jelas (meskipun melalui sketsa), lokasi-lokasi yang diindikasikan sebagai NKT Sosial dan mendiskusikan bagaimana cara mengelolanya, siapa yang bertanggung jawab, dan kapan pengelolaan akan dilakukan. d. Menyepakati hasil diskusi dengan masyarakat dan dijadikan sebagai acuan atau panduan bagi perusahaan dalam pengelolaan NKT Sosial yang dilakukan secara partisipatif. 3) Pengelolaan konflik secara partisipatif. Rencana pengelolaan NKT Sosial juga harus mencakup mekanisme penyelesaian konflik, antara lain kasus-kasus dimana beberapa anggota masyarakat percaya bahwa sumberdaya alam telah dirusak, dan untuk kasus- kasus dimana kawasan konservasi atau aturan-aturan yang disepakati bersama telah
  • 35. Hal | 35 dilanggar. Untuk itu dibutuhkan beberapa hal dalam pengelolaan konflik secara partisipatif adalah : a. Kesepakatan tentang perwakilan dari masyarakat dan perusahaan yang akan bertanggungjawab untuk menyelesaikan kasus konflik. b. Kesepakatan tentang prosedur kompensasi standar dan jumlah uang untuk tipe- tipe kerusakan yang mungkin terjadi (misalnya kerusakan pohon buah-buahan, pohon penghasil madu dan lain-lain). c. Kesepakatan ini harus didokumentasikan secara tertulis oleh perwakilan dari kedua belah pihak. Perusahaan harus menyimpan catatan tertulis dari semua konflik dan langkah-langkah yang telah diambil untuk menyelesaikannya. d. Aspek penting lain dari suatu rencana pengelolaan kolaborasi adalah mengidentifikasi kemungkinan konflik-konflik antara aspek ekologi dan sosial pada NKT dengan cara mendiskusikannya dengan masyarakat. Jika perlu, perusahaan dan masyarakat harus mengembangkan suatu strategi untuk menjamin partisipasi masyarakat di dalam konservasi aspek-aspek ekologi NKT. Situasinya akan sulit jika nilai-nilai ekologi dan sosial secara langsung berlawanan, misal menyangkut perburuan satwa langka. Dalam kasus-kasus semacam itu, perusahaan harus memulai suatu program pendidikan lingkungan dan sosialisasi sebelum menegosiasikan suatu kesepakatan dengan masyarakat untuk memodifikasi kebiasaan-kebiasaannya. Bantuan dari luar, misalnya dari badan-badan penegak hukum, LSM atau institusi akademik mungkin diperlukan. 3.7. Sumber untuk informasi tambahan - Practitioner Guide to Managing NKT in Indonesia a case study from East Kalimantan. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415. - Assessment, management and monitoring of Nilai Konservasi Tinggi Forest,A practical guide for forest managers. http://www.NKTnetwork.org/resources/. - Biodiversity Conservation, a guide for USAID staff and partners. - The Conservation MeasuresPartnership. Open standart for the practice of conservation. - Rujukan buku Participatory Conservation Planning Manual. The Nature Conservancy ,2004.
  • 36. Hal | 36 Bab IV Pemantauan Nilai Konservasi Tinggi Bab ini membahas tentang definisi, tujuan, skala dan hasil dari pemantauan Nilai Konservasi Tinggi (NKT), pentingnya menyusun pemantauan NKT serta bagaimana teknik atau metode dalam menyusun pemantauan NKT. Pemantauan NKT yang di maksud dalam bab ini adalah untuk melihat atau mengukur tingkat keberhasilan dari pelaksanaan pengelolaan masing-masing nilai – NKT yang teridentifikasi atau di ketemukan ada dalam suatu kawasan yang pengelolaan (NKT1 sampai NKT 6). 4.1. Definisi Pemantauan Pemantauan ( Monitoring) di definisikan sebagai sebuah kegiatan menyelidiki bagaimana keadaan-keadaan berubah dalam perjalanan waktu. Dengan kata kunci adalah pengumpulan dan evaluasi data secara periodi terhadap tujuan, sasaran dan kegiatan yang sudah ditetapkan4. Dalam Konteks NKT, pemantauan adalah proses pengontrolan terhadap tingkat keberhasilan pengelolaan NKT yang teridentifikasi dalam suatu kawasan, apakah NKT tersebut dapat dipertahankan atau meningkat di dalam kawasan tersebut. Kunci utama dalam pemantauan NKT adalah bahwa harus ada strategi-strategi yang dirancang untuk mengukur, menilai , efektivitas hasil dari pengelolaan NKT. Pemantuan sangat penting fungsinya untuk menilai keberhasilan kegiatan pengelolaan. Tanpa adanya proses pemantauan sangat sulit mengukur apakah kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan itu dapat dilaksanakan atau berhasil . Pemantaun dapat membantu para pelaksana dilapangan untuk melihat bagian-bagian mana yang sesuai dengan rencana dan bagian mana yang tidak berhasil. Oleh sebab itu pemantauan merupakan bagian intergral dari siklus pengelolaan adaptif5. 4.2. Tujuan Pemantuan Tujuan utama dari proses pemantuan NKT adalah menyelidiki bagaimana kondisi NKT terkini yang berubah dalam perjalanan waktu, dengan cara melakukan kegiatan pengumpulan dan evaluasi data secara periodik di hubungkan dengan tujuan, sasaran dan kegiatan-kegiatan pengelolaan yang sudah ditetapkan. 4 Margolui dan Salafsky,1998. Dikutip dari panduan bagi praktisi : mengelola hutan bernilai konservasi tinggi di Indonesia. The Nature Conservancy 2002. 5 Di dalam pengelolaan adaptif , pemantauan adalah suatu komponen yang sangat penting karena pemantuan menyediakan suatu landasan untuk mengevaluasi hasil dari suatu praktek pengelolaan dan mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan untuk mencapai peningkatan di masa yang akan datang. Bentuk pengelolaan yang efektif yang di ketahui sebagai pengelolaan adaptif yaitu menyiapkan program-program kegiatan dan pemantuan sesuai sesuai dengan rancangan yang sudah ditentukan oleh para pengelola unit/ konsesi. Dari hal tersebut para pengelola banyak belajar tentang sistem yang dikelola dan mengevaluasi praktek pengelolaan mana yang paling efektif.
  • 37. Hal | 37 4.3. Prinsip-prinsip Pemantauan Prinsip dari sebuah rencana pemantauan atau program pemantauan harus memiliki hal sebagai berikut : - Memiliki sasaran pemantauan yang jelas; - Di rencanakan sebelumnya dan merupakan bagian dari rencana-rencana tersebut; - Pemantuan harus mengikuti metode-metode yang sudah baku; - Dilaksanakan secara teratur dan sesuai dengan periode yang sudah di tentukan; - Di dalamnya termasuk rencana rinci untuk analisis, interpretasi dan di integrasikan ke dalam rencana-rencana jangka panjang; - Rencana pemantauan harus sedehana dan lugas. 4.4. Skala Pemantauan dan Keluaran Skala pemantauan NKT pada panduan ini terfokus kepada pemantauan NKT dalam unit-unit pengelolaan (contoh: unit pengelolaan hutan, pertanian skala kecil, kebun/estate, Kuasa Pertambangan) dengan melihat juga aspek bentang alam (lanskap). Pemantauan NKT akan sangat tergantung dengan pengelolaannya karena itu pemantauan NKT dalam dokumen ini mengikuti pengelolaannya. Pengelolaan dan pemantauan suatu kawasan bernilai konservasi tinggi harus melihat dari semua aspek yang ada secara menyeluruh (holistik), dalam hal ini konsep bentang alam menjadi hal yang sangat penting. Di harapkan keluaran dari panduan pemantauan ini adalah adanya arahan atau teknik dan metode dalam penyusunan rencana pengelolaan terhadap masing-masing NKT yang teridentifikasi atau diketemukan dalam suatu unit pengelolaan. 4.5. Metode Pemantauan NKT Pada dasarnya metode pemantauan NKT terbagi menjadi dua bagian besar yaitu: 1) Pemantauan secara ekologis untuk pemantuan NKT1, NKT 2, NKT3, NKT4 dan; 2) Pemantauan yang bersifat partisipatif yang berhubungan dengan masyarakat ( kebutuhan dasar dan budaya, NKT5 dan NKT). 4.5.1. Pemantauan Ekologis Pemantauan ekologis dipergunakan karena beberapa hal : 1) Hasil pemantauan dapat memberikan peringatan kepada unit pengelola dari perubahan ekologi yang tidak diinginkan yang terjadi di dalam konsesi; 2) Pemantauan ekologis merupakan kebutuhan obyektif untuk mengevaluasi apakah kegiatan pengelolaan NKT yang berhubungan dengan melestarikan keanekaragaman hayati sudah di capai atau belum; 3) Pemantauan ekologis adalah sebuah kebutuhan untuk mengevaluasi dampak jangka panjang dari aktivitas manusia dan gangguan terhadap keanekaragaman hayati; 4) Pemantauan ekologis dapat memberikan wawasan kepada para pengelola di dalam sebuah unit pengelolaan tentang fungsi ekosistem yang kompleks.
  • 38. Hal | 38 Beberapa metode yang disarankan dan biasa digunakan untuk pengumpulan data dan jenis data yang dikumpulkan untuk melakukan pemantauan ekologis6 antara lain : 1) Penginderaan jarak Jauh dan sistem informasi geografis7; 2) Plot sample permanen ( vegetasi)8; 3) Transek Satwaliar9; 4) Spesies indikator10; 5) Pengukuran erosi, sedimentasi dan kualitas Air11. 6) Survey Temuan12; 7) Kajian Perburuan di masyarakat13 8) Wawancara dengan masyarakat14. 4.5.2. Pemantauan yang bersifat Partisipatif Pemantuan yang bersifat partisipatif adalah kegiatan pemantauan yang melibatkan masyarakat di dalamnya. Metode ini utamanya digunakan dalam pendekatan pengelolaan dan pemantuan NKT 5 dan NKT 6. Belum ada metode baku di dalam melakukan pemantauan yang berhubungan dengan NKT ini. Unit pengelola di sarankan untuk mengembangkan metode-metode yang mungkin bisa melibatkan masyarakat dalam proses pemantauan ini. Ada beberapa hal yang harus ada di dalam komponen metode tersebut antara lain : - Definisi dan parameter yang akan dipantau dengan mudah dipahami masyarakat; - Indikator tersebut harus sederhana, bahasa yang dipakai mudah dan dimengerti masyarakat, aturan-aturan dalam metode tersebut gampang dipahami; - Masyarakat sebagai bagian dari pengambil keputusan; 6 Diambil dari panduan bagi praktisi : mengelola hutan bernilai konservasi tinggi di Indonesia. The Nature Conservancy 2002. 7 Penginderaan jarak jauh menggunakan sarana citra satelit atau potret udara untuk memeriksa perubahan-perubahan yang terjadi pada vegetasi dan tutupan hutan. Sedangkan software untuk melakukan kegiatan tersebut ada dalam satu sistem pemetaan yang biasa di sebut sistem informasi geografis (SIG-Geografical information system). 8 Sample plot permanen adalah kegiatan untuk memantau pertumbuhan dan kematian pohon yang terdapat dalam suatu kawasan hutan. 9 Transek hidupan liar adalah jalur-jalur panjang yang terdapat dalam suatu unit pengelolaan khususnya hutan, tempat melakukan survey kehidupan liar yang menggunakan cara atau metode baku tentang kehidupan liar di tempat tersebut seperti jejak, kotoran, sarang, suara, bau dan sebagainya. 10 Spesies indikator sering di jadikan patokan dalam pemantauan. Beberapa spesies yang telah disarankan menjadi indikator-indikator ekologis antara lain burung-burung frugivora dan insektivora terestrial, owa, dan serangga atau spesies-spesies kunci atau spesies payung. 11 Pengukuran erosi, sedimentasi dan kualitas Air menjadi salah satu indikator yang penting dalam pemantuan NKT khususnya pemantauan lingkungan,hal ini berhubungan khususnya dengan NKT 4. 12 Metode ini melibatkan semua elemen di dalam perusahaan dalam membantu pemantuan satwa liar yang diketemukan dalam aktivitas harian, contoh: supir mobil angkutan yang menemukan satwaliar di dalam perjalanan dalam konsesi bisa melaporkan temuannya kepada petugas di divisi yang menangani tentang lingkungan, begitu juga staf-staf lain yang bisa melakukan hal yang sama. 13 Kajian perburuan di masyarakat dilakukan untuk memantau berapa banyak atau berapa intensitas perburuan terhadap satwaliar yang dilakukan oleh masyarakat dalam periode tertentu. 14 Kegiatan ini penting juga dengan melibatkan masyarakat setempat dalam mendapatkan informasi tentang kehidupan satwaliar yang ada di dalam dan sekitar unit pengelolaan. Kegiatannya berupa wawancara, qusioner dan diskusi kelompok.
  • 39. Hal | 39 Dibawah ini di sampaikan beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan pemantauan NKT 5 & NKT 6 secara partisipatif adalah: 1. Sosialisasikan kepada masyarakat tentang NKT yang telah teridentifikasi sebelumya; 2. Diskusikan dengan masyarakat tentang perubahan apa saja yang sedang dan akan terjadi dan bagaimana kecenderungan kecenderungan ke depannya terkait dengan keberadaan NKT ini. 3. Kembangkan dan laksanakan rencana pemantauan secara partisipatif dengan mendiskusikan tentang indikator atau parameter apa saja yang akan dipantau, siapa yang akan memantau dan kapan akan dilakukan pemantauan. 4. Susunlah rencana pemantauan secara partisipatif ini sedetail mungkin dan sejelas mungkin agar masyarakat dapat memahami serta dapat berpartisipasi dalam kegiatan pemantauan. 5. Buatlah komitmen dan kesepakatan dengan masyarakat untuk mematuhi dan menaati rencana serta pelaksanaan dari pemantauan NKT ini. 6. Masukkan rencana pemantauan NKT ini ke dalam rencana pemantauan strategi konservasi perusahaan yang dapat disinergikan dengan rencana pemantauan aspek lainnya. 7. Integrasikan kegiatan ini kedalam kegiatan rutin masyarakat yang tidak mengganggu keseharian mereka. 4.6. Penggunaan Hasil Pemantauan Pemantauan ekologis ataupun partisipatif akan sangat berguna kalau di lakukakan analisa lebih lanjut, hasil-hasil kegiatan ini akan sangat bermanfaat dalam melakukan perbaikan- perbaikan dalam sistem pengelolaan lebih lanjut. Sesuai dengan sistem pengelolaan adaptif yang diadopsi dalam panduan ini (lihat gambar 6).
  • 40. Hal | 40 Struktur Minimum dok Pengelolaan dan Pemantauan Ringkasan Bab ini berisi tentang ihktisar dari rencana pengelolaan dan pemantauan NKT yang isinya antara lain latar belakang, tujuan dari pengelolaan dan pemantauan, cakupan, tim penyusun dan kegiatan dalam pengelolaan dan pemantauan NKT.  Pendahuluan Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang dari penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan NKT.  Tujuan Bab tujuan menggambarkan tentang maksud dan tujuan adanya kegiatan pengelolaan dan pemantauan NKT  Cakupan Bab cakupan berisi tentang cakupan dan ruang lingkup dari rencana pengelolaan dan pemantauan NKT  Tim Penyusun Bab ini berisi tentang anggota tim yang menyusun rencana pengelolaan danpemantauan NKT, juga ringkasan keahlian dari masing-masing anggota tim.  Kegiatan-kegiatan pengelolaan dan pemantauan (PIC, bujet, waktu, metode) Bab ini merupakan inti dari laporan pengelolaan dan pemantauan NKT, yang berisi tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam proses pengelolaan dan pemantauan NKT, di dalam bab ini di juga di jelaskan tentang Tindakan yang harus diambil dalam pengelolaan dan pemantauan,Tujuan,Apa yang perlu di kelola dan diawasi,Bagaimana mengelola dan mengawasinya, siapa yang akan bertanggung jawab, Kapan mereka akan melakukannya,bagaimana orang yang bertanggung jawab akan melaporkan temuan mereka.  Lampiran (peta, desain tehnis dll.) Bab ini berisi tentang lampira utama berupa data-data pendukung yang diperlukan di dalam kegiatan pengelolaan dan pemantauan NKT, seperti metode, peta-peta dan catatan lainnya.
  • 41. Hal | 41 Bab V Penutup Keberhasilan dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan NKT di berbagai sektor pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia, sangat tergantung kepada komitmen dari para pemangku kepentingan di dalam menjaga dan meningkatkan nilai-nilai yang sangat penting ini. Komitmen ini juga harusnya di dukung oleh kebijakan dan regulasi-regulasi yang relavan. Komitmen dari pihak unit pengelola dalam hal ini harus juga di dukung oleh komitmen pemerintah setempat melalui regulasi dan kebijakan yang mendukung juga keterlibatan masyarakat sangat di perlukan. Karena mereka ini memiliki kontribusi yang menetukan berhasil tidaknya kegiatan pengelolaan NKT. Selain komitmen, perangkat lain yang penting adalah adanya bimbingan dan panduan yang memadai kepada para pemangku kepentingan di dalam menjalankan pengelolaan dan pemantauan NKT. Tugas ini salah satunya menjadi tanggung jawab pihak NKT-NI melalui anggotanya yang harus memberikan bimbingan secara teknis atau konsep. Keberadaan panduan menjadi sangat penting sekali karena bisa jadi adanya keterbatasan waktu atau tenaga bagi para anggota NKT-NI dalam melakukan pendampingan, panduan yang ada saat ini bukan lah merupakan panduan yang bersifat statis akan tetapi akan berkembang secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ditemukan di lapangan. Untuk itu pendekatan pengelolaan adaptif menjadi landasan utama dalam panduan yang ada saat ini. Karena dengan konsep ini, panduan yang ada saat ini di harapkan akan terus berkembang dan lebih baik lagi serta kredibel.
  • 42. Hal | 42 DAFTAR PUSTAKA Anand, MO, J. Krishnaswamy, A. Kumar and A. Bali. 2010. Sustaining biodiversity conservation in human-modified landscapes in the Western Ghats: Remnant forests matter. Biological Conservation, 143 (2010) : 2363-2374 Blouin, M.S. dan E.F.Connor. 1985. Is there a best shape for Nature Reserve. Biological Conservation 32 (1985) : 277-288 Deshaye, Jean dan P. Morisset. 1989, Species-area Relationships and the SLOSS Effect in Subartic Archipheago. Biological Conservation 48 (1989) : 265-276 Diamon, J.M. 1975. The island dilemma: Lesson of modern biogeographics studies for the design of the natural reserves. Biol. Conserv. (1975) : 129 – 146. FSC (2000) FSC Principles and Criteria. Document 1.2. Forest Stewardship Council. Bonn, Germany. Forman & Godron. 1989. Landscape Ecology. Frohn, Robert C. 1998. Remote Sensing fro Landscape Ecology. Lewis Pub. Washington DC. 99 p Gascon, C, TE. Lovejoy, RO. Bierregaard Jr.,J R. Malcolm,PC. Stou€er, H L. Vasconcelos, WF. Laurance, B. Zimmerman, M.Tocher, and S. Borges.1999. Matrix habitat and species richness in tropical forest remnants. Biologi Conservation, 91 (1999) 223 - 229 Giambelluca, TW., A.D. Ziegler, M.. A. Nullet, D.M. Truong and L.T. Tran. 2003. Transpiration in a small tropical forest patch. Agric.and Forest Meteorology, 117 (2003): 1-22 Jarvie, J. Hiller, M., and A. Salim (2002) NKTF Guidelines for Forest Managers in Indonesia. Sponsored by The Nature Conservancy and The United States Forest Service. Jennings, S and J. Jarvie (2004) A Sourcebook for Landscape Analysis of Nilai Konservasi Tinggi Forests. ProForest. Oxford. UK. Jennings, S. Nussbaum, R., and T. Sysnnott (2002) A Toolkit for identifying and managing Nilai Konservasi Tinggi Forests: Review Draft 1. Prepared by ProForest. Oxford. UK Jennings, S. (2004). NKTF for Conservation Practitioners. ProForest. Oxford. UK Jennings, S. Nussbaum, R. Judd, N. and T Evans. (2003) The Nilai Konservasi Tinggi Forest Toolkit (Parts 1 – 3). ProForest. Oxford. Kunin, W.E. 1997. Sample shape, spatial scale & species counts:Implication for reserve design. Biological Conservation, 82 (1997): 369-377 Laurance, WF. 1991. Edge Effects in Tropical Forest Fragments: Application of a Model for the Design of Nature Reserves. Biological Conservation 57 (1991): 205-219 McGariga, K. 1994. Fragstat : Spatial pattern analysis program for quantifying landscape structure. Forest Science Department, Oregon State University, Corvallis,141pp
  • 43. Hal | 43 McGariga, K., S.Tagil, and S.A. Cushman. 2009. Surface metrics: an alternative to patch metrics for the quantification of landscape structure. Landscape Ecology (2009) 24: 433-450 Meijaard, E., S. Stanley, E.H.B. Pollard, A. Gouyon & G. Paoli. 2006. Nilai Konservasi Tinggi Forest in East Kalimantan. A Guide for Practioners. The Nature Conservancy – East Kalimantan Program, Samarinda, Indonesia. Proforest/SmartWood (2003) Identifying, Managing and Monitoring Nilai Konservasi Tinggi Forests in Indonesia: A Toolkit for Forest Managers and other Stakeholders. SmartWood Asia Pacific Program. Salafsky, N., R. Margoluis, and K. Redford (2001) Adaptive Management : A tool for conservation practitioners. Biodiversity Support Program. Washington DC SmartWood (2003) Identifying, Managing and Monitoring Nilai Konservasi Tinggi Forests in Indonesia: A Toolkit for Forest Managers and other Stakeholders. SmartWood Asia Pacific Program. Saunders, S.C., J.Chen, T. D. Drummer and T. R. Crow. 1999. Modeling temperature gradients across edges over time in a managed landscape. Forest Ecology & Management, 117 (1999) : 17-31 Sharon Kingsland. 2002. Designing nature reserves: adapting ecology to real-world problems, Endeavour Vol. 26(1) 2002 Simberloff, D.S. dan L.G. Abele. 1975. Island Biogeography Theory and Conservation Practice. Science 191 : 285-286 Spittlehouse, R.S. Adams, and R.D. Winkler.2004. Forest, Edge, and Opening Microclimate at Sicamous Creek. Ministry of Forests Forest Science Program, British Columbia Stewart, C; P. George, T. Rayden and R. Nussbaum. 2008. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi. Edisi I-Mei 2008. Proforest. Tim Rayden. 2008 . Assessment, management and monitoring of Nilai Konservasi Tinggi Forest (NKTF).A practical guide for forest managers . ProForest, Oxford TNC - LLFO. (2002). Participatory Conservation Planning: A methodology for Community consultation. The Nature Conservancy. Palu, Indonesia. TNC (2000) The Five-S framework for site conservation : a practitioners handbook of Site Conservation Planning and measuring conservation success. The Nature Conservancy, Arlington VA, USA Tropenbos. 2008. Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Konsorsium Revisi NKT Toolkit Indonesia. Tropenbos International Indonesia Programme. Konsorsium Revisi, H.C.V.T.I., Panduan identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi TInggi di Indoneesia2008, Balikpapan, Indonesia: Tropenbos International Indonesia Programme. 125 Halaman-125 Halaman. Sanderson, E.W., et al., A conceptual model for conservation planning based on landscape species requirements. Landscape and urban planning, 2002. 58(1): p. 41-56.
  • 44. Hal | 44 Good Practives guilnes for High Conservation Value assessments: A Practical guide for practitioners and auditors, ed. C. Stewart, et al.2008, Oxford, United Kingdom: ProForest. Rao, M., A. Johnson, and N. Bynum, Assessing Threats in Conservation Planning and Management. Lesson in Conservation, 2007(1): p. 44-71. WCS. Living Landscape Program. 2007; Available from: http://www.wcslivinglandscapes.com/Home.aspx. Laurance, W.F. and R.O. Bierregaard, Tropical Forest Remnants: Ecology, Management, and Conservation of Fragmented Communities1997: University of Chicago Press, Chicago. Kinnaird, M.F., et al., Deforestation Trends in a Tropical Landscape and Implications for Endangered Large Mammals. Conservation biology, 2003. 17(1): p. 245-257. Gaveau, D.L.A., H. Wandono, and F. Setiabudi, Three decades of deforestation in southwest Sumatra: Have protected areas halted forest loss and logging, and promoted re- growth? Biological Conservation, 2007. 134(4): p. 495-504. Linkie, M., R.J. Smith, and N. Leader-Williams, Mapping and predicting deforestation patterns in the lowlands of Sumatra. Biodiversity and Conservation, 2004. 13(10): p. 1809-1818. Wilson, K., et al., Conserving biodiversity in production landscapes. Ecological Applications, 2010. Ecological monitoring of forest management in the humid tropics: a guide for forest managers and certifiers with special reference to Nilai Konservasi Tinggi Forests. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415. Nilai Konservasi Tinggis and Biodiversity: identification, management and monitoring. FSC Briefing Note, developed by ProForest. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09- 29.6584228415/NKT_briefing_note_high_res.pdf. Practical Toolkit for identifying and monitoring biodiversity within oil palm landscapes, ZSL September 2011. http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09- 29.6584228415/ZSL. Assessment, Management & Monitoring of Nilai Konservasi Tinggis: A practical guide for forest managers, Tim Rayden: 2008, ProFores. http://www.NKTnetwork.org/resources/ Guidelines on Management and Monitoring Of Nilai Konservasi Tinggi For Sustainable Palm Oil Production In Indonesia, NKT RSPO Indonesian Working Group (NKT-RIWG). http://www.NKTnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415.
  • 45. Hal | 45 Lampiran 1: Pengelolaan dan Pemantauan NKT di Hutan Alam Oleh: Yana Suryadinata Wahyu Riva 1. Pendahuluan Konsep Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) muncul pertama kali pada tahun 1999 sebagai ‘Principle 9’ dari standar pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang dikembangkan oleh Forest Stewardship Council (FSC). Konsep ini dirancang dengan tujuan untuk membantu para pengelola hutan alam dalam usaha usaha peningkatan keberlanjutan usahanya dengan tetap memperhatikan keberlangsungan kehidupan sosial dan lingkungan hidup di dalam dan sekitar areal konsesinya. Di dalam prinsip ke -9 standar FSC, terdapat empat hal penting yang harus dilakukan berkaitan dengan nilai konservasi tinggi (NKT) oleh setiap unit pengelolaan hutan alam dalam proses penilaian standar pengelolaan hutan yang berkelanjutan, yaitu bahwa setiap unit pengelolaan hutan diwajibkan untuk: 5. Mengidentifikasi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi yang ada di dalam kawasan konsesinya; 6. Konsultasi publik dalam proses sertifikasi harus menekankan pada sifat-sifat konservasi yang teridentifikasi dan pilihan-pilihan pengelolaannya ; 7. Mengelola area hutan tersebut supaya dapat memelihara atau meningkatkan nilai-nilai yang teridentifikasi; 8. Memonitor keberhasilan pengelolaan kawasan hutan itu. Pengelolaan dan pemantauan wilayah yang mempunyai NKT menjadi sangat penting karena salah satu prinsip dasar dari konsep KBKT adalah bahwa wilayah-wilayah dimana dijumpai atribut yang mempunyai NKT tidak selalu harus menjadi daerah dimana pengusahaan hasil hutan tidak boleh dilakukan. Sebaliknya, konsep NKT mensyaratkan agar pengusahaan hasil hutan dilaksanakan dengan cara yang menjamin pemeliharaan dan atau peningkatan NKT tersebut. Di Indonesia, saat ini banyak para pemegang ijin pengelolaan hutan alam yang mengikuti standar pengelolaan hutan alam lestari secara sukarela, salah satu tujuan dari keterlibatan para pemegang ijin adalah keinginan agar produk hasil hutan berupa kayu dapat di jual di pasar internasional dan produk mereka merupakan produk yang dihasilkan dari pengelolaan yang memperhatikan aspek lingkungan dan sosial budaya di sekitarnya. Ketersedian rencana pengelolaan dan pemantauan NKT menjadi salah satu kebutuhan utama bagi para pengelola hutan alam, sebagai panduan bagi para manager dan staf dilapangan dalam memelihara atau meningkatkan NKT-NKT yang terdapat di dalam konsesinya.
  • 46. Hal | 46 2. Tahapan Operasional di pengelolaan Hutan Alam Sistem pengelolaan hutan alam di Indonesia mewajibkan para pemegang ijin untuk melakukan kegiatan pengusahaan hutan di dalam konsesinya di dalam satu sistem silvikultur yang sudah di tetapkan dan sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan. Rencana Kehutanan dalam sistem pengelolaan alam terdiri dari Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam untuk jangka waktu 10 tahun dan rencana kerja tahunan usaha (RKT) untuk jangka waktu 1 tahunan. Sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana mengenai pengelolaan hutan, yang meliputi penebangan, peremajaan, dan pemeliharaan tegakan hutan, guna menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya. Sedangkan TPTI adalah sistem silvikultur yang meliputi cara penebangan dengan batas diameter dan permudaan hutan. Untuk mencapai sasaran yang diharapkan dalam pelaksanaan TPTI, maka ditetapkan tahapan pelaksanaan TPTI dan tata waktu pelaksanaannya sebagai berikut: penataan areal kerja, inventarisasi tegakan sebelum penebangan, pembukaan wilayah hutan, penebangan, pembebasan, inventarisasi tegakan tinggal, pengadaan bibit, penanaman/pengayaan, pemeliharaan tahap pertama, pemeliharaan lanjutan, pembebasan, penjarangan, perlindungan dan penelitian. Tabel 1. Tahapan dalam pelaksanaan sistem TPTI No Tahapan Kegiatan TPTI Waktu pelaksanaan 1 Penataan Areal Kerja Et-3 2 Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan Et - 2 3 Pembukaan Wilayah Hutan Et - 1 4 Penebangan Et 5 Pembebasan Et + 1 6 Inventarisasi Tegakan Tinggal Et + 1 7 Pengadaan Bibit Et + 2 8 Penanaman/Pengayaan Et + 2 9 Pemeliharaan Tahap Pertama Et + 3 10 Pemeliharaan Lanjutan ( pembebasan, penjarangan) Et + 4, Et + 9, Et +14 ,Et +19 11 Perlindungan dan Penelitian Terus menerus Keterangan: Et adalah simbol tahun penebangan.
  • 47. Hal | 47 Semua aktivitas dalam sistem silvikultur ini memberikan dampak postif atau negatif terhadap lingkungan sekitarnya secara ekologi, sosial dan budaya. Kawasan yang bernilai konservasi tinggi yang di temukan di dalam konsesi sangat dipengaruhi oleh aktivitas- aktivitas ini baik secara langsung ataupun tidak. Contoh kegiatan yang berpengaruh terhadap NKT antara lain pembukaan wilayah hutan, penebangan, kegiatan-kegiatan tersebut memberikan dampak terhadap satwaliar dengan terbukanya tajuk, hilangnya sumber pakan dan rusaknya habitat (NKT 1), timbulnya erosi dan sedimentasi (NKT4), dan berkurangnya sumber bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat ( NKT5). Kemungkinan dampak dari kegiatan pengelolaan kawasan hutan yang didalamnya mengandung NKT akan sangat tergantung pada tipologi, karakteristik, dan kondisi pada areal konsesi hutan alam. Perubahan-perubahan yang terjadi di lapangan dapat terjadi pada skala besar maupun dalam skala kecil dan pada tingkat ekosistem maupun bentang alam. Adanya kegiatan pengelolaan hutan yang kemungkinan dapat menurunkan kualitas dan kuantitas NKT dapat dipulihkan dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Setiap dampak negatif dari pengelolaan hutan yang terjadi pada suatu NKT dapat dikurangi melalui pengelolaan hutan yang baik. Salah satu contoh pengelolaan hutan yang baik untuk aspek produksi adalah dengan menerapkan teknik penebangan berdampak rendah (reduced impact logging/RIL). Penerapan RIL secara benar dan tepat dilapangan dapat mengurangi dampak negatif yang terjadi pada suatu areal yang diindikasikan didalamnya terdapat NKT. Untuk menentukan strategi pengelolaan yang sesuai maka diperlukan informasi mengenai bentuk-bentuk ancaman terhadap nilai yang melekat pada masing-masing NKT. Ancaman merupakan bentuk proses atau kegiatan yang dapat menyebabkan suatu nilai memberikan respon dalam bentuk perubahan nilai itu sendiri atau sebuah indikasi atau peringatan akan terjadinya kerusakan atau pengaruh negatif terhadap nilai. Nilai dari ancaman tersebut juga dapat diketahui apakah tinggi atau rendah. Juga perlu diidentifikasi sumber dari ancaman dan potensi dari ancaman tersebut. Informasi tentang ancaman ini penting untuk menentukan strategi pengelolaan NKT yang teridentifikasi. 3. Pengelolaan dan Pemantauan NKT Kunci utama dalam pengelolaan NKT adalah bahwa strategi-strategi yang dirancang harus mempertahankan atau meningkatkan nilai. Hal ini berarti akan ada perbedaan pengelolaan antara konsesi satu dengan yang lainnya tergantung dari nilai NKT yang teridentifikasi atau ditemukan. Dalam standar pengelolaan hutan skema FSC, aspek pengelolaan NKT tercantum dalam prinsip 9.3 : “ 9.3. Rencana pengelolaan hendaknya meliputi dan mengimplementasikan tindakan- tindakan spesifik untuk menjamin pemeliharaan dan atau peningkatan sifat-sifat konservasi yang dapat di terapkan secara konsisten dengan pendekatan kehati-harian. Tindakan- tindakan ini hendaknya secara spesifik dimasukan dalam ringkasan rencana pengelolaan yang tersedia bagi publik”. Tahapan dalam pengembangan rencana pengelolaan NKT dilakukan terhadap atribut dari NKT yang teridentifikasi ada dalam kawasan konsesi pengelolaan hutan. Untuk menyusun