SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 29
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI
                 “SUSPENSI KERING”




                    Disusun Oleh :


          Nama                           NIM
Elsa Yuliana                         723901S.10.024
Erly Novianti                        723901S.10.025
Eva Apriliyana Rizki                 723901S.10.026
Fathia Mahmudah                      723901S.10.027
Hendri Misak                         723901S.10.028
I Gusti Bagus Rai A.P                723901S.10.029
Ika Hayati                           723901S.10.030
Indah Pratiwi                        723901S.10.031
Irfandi                              723901S.10.032
Irma Wati                            723901S.10.033


                  Dosen Pembimbing :
                       Sapri, S.Si


           LABORATORIUM TERPADU I
          AKADEMI FARMASI SAMARINDA
                          2012
BAB I
                               PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
          Dalam bidang industri farmasi, perkembangan teknologi farmasi
     sangat berperan aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal
     ini banyak ditunjukkan dengan banyaknya sediaan obat-obatan yang
     disesuaikan    dengan karakteristik zat aktif obat, kondisi pasien dan
     peningkatan kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa
     harus mengurangi atau menganggu dari efek farmakologis zat aktif obat.
          Sekarang ini banyak bentuk sediaan sediaan obat yang kita jumpai di
     pasaran antara lain : dalam bentuk sediaan padat seperti pil, tablet, kapsul
     dan suppositoria. Dalam bentuk sediaan setengah padat seperti krim dan
     salep. Dalam bentuk cair seperti sirup, eliksir, suspensi dan emulsi. Suspensi
     merupakan salah satu contoh dari bentuk sediaan cair yang secara umum
     dapat diartikan sebagai suatu sistem dispersi kasar yang terdiri atas bahan
     padat yang tidak larut tetapi terdispersi merata dalam pembawanya. Bentuk
     suspensi yang dipasarkan ada dua macam, yaitu suspensi siap pakai atau
     suspensi cair yang bisa langsung diminum, dan suspensi yang dilarutkan
     terlebih dahulu ke dalam cairan pembawanya suspensi bentuk ini digunakan
     untuk zat aktif yang kestabilannya dalam air kurang baik.
          Dalam hal ini, percobaan diutamakan pada pembuatan suspensi
     kering.   Suspensi   kering    merupakan     suatu   sediaan   kering    yang
     direkonstitusikan dengan sejumlah air atau pelarut lain yang sesuai sebelum
     digunakan. Evaluasi yang akan dilakukan meliputi uji organoleptis (bau,
     rasa, dan warna), kadar lembab, sifat alir, waktu rekonstitusi, pH, dan uji
     higroskopisitas.
          Untuk itulah, berdasarkan latar belakang di atas sekaligus tuntutan
     akan peningkatan kebutuhan pasien, sediaan farmasi terus menerus
     dikembangkan secara inovatif seiring perkembangan teknologi guna
     mendapatkan sediaan yang cocok, aman, dan nyaman bagi konsumen yang
memakainya. Maka, berkembanglah metode-metode pembuatan suspensi
     kering untuk menjaga kestabilan obat agar tetap terjamin mutunya saat
     digunakan pasien. Oleh karena itu, pada praktikum kali ini akan dipelajari
     metode pembuatan suspensi kering serta pengaruh variasi bahan-bahan
     tambahan pada sediaan akhir.


B.   Tujuan Praktikum
     1.   Agar    mahasiswa     dapat      membuat     sediaan       suspensi     kering
          (reconstituable    suspention)     dengan     metode        granulasi     dan
          mengevaluasinya.
     2.   Agar mahasiswa mengetahui pengaruh penambahan bahan eksipien
          (perbedaan    konsentrasi)    terhadap     karakteristik     sediaan     yang
          dihasilkan.
BAB II
                                   TEORI SINGKAT


A.   Definisi Suspensi dan Suspensi Kering
              Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
     larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi dapat dibagi dalam dua
     jenis,     yaitu   suspensi   yang   siap   digunakan    atau   suspensi   yang
     direkonstitusikan dengan sejumlah air atau pelarut lain yang sesuai sebelum
     digunakan. Jenis produk ini umumnya campuran serbuk yang mengandung
     obat dan bahan pensuspensi yang dengan melarutkan dan pengocokan dalam
     sejumlah cairan pembawa (biasanya air murni) menghasilkan bentuk
     suspensi yang cocok untuk diberikan.
              Suspensi kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air
     pada saat akan digunakan. Agar campuran setelah ditambah air membentuk
     dispersi yang homogen maka dalam formulanya digunakan bahan
     pensuspensi. Komposisi suspensi kering biasanya terdiri dari bahan
     pensuspensi, pembasah, pemanis, pengawet, penambah rasa atau aroma,
     buffer, dan zat warna. Obat yang biasa dibuat dalam sediaan suspensi kering
     adalah obat yang tidak stabil untuk disimpan dalam periode waktu tertentu
     dengan adanya pembawa air (contohnya obat antibiotik) sehingga lebih
     sering diberikan sebagai campuran kering untuk dibuat suspensi pada waktu
     akan digunakan. Biasanya suspensi kering hanya digunakan untuk
     pemakaian selama satu minggu dan dengan demikian maka penyimpanan
     dalam bentuk cairan tidak terlalu lama.


B.   Macam-Macam Bentuk Suspensi
              Suspensi dalam dunia farmasi terdapat dalam berbagai macam bentuk,
     hal ini terkait dengan cara dan tujuan penggunaan sediaan suspensi tersebut.
     Beberapa bentuk sediaan suspensi antara lain :
     1.       Suspensi injeksi intramuskular (misal suspensi penisilin)
     2.       Suspensi subkutan
3.    Suspensi optalmik (tetes mata) (misal suspensi hidrokortison asetat)
     4.    Suspensi tetes telinga
     5.    Suspensi oral (misal suspensi amoksisilin)
     6.    Suspensi topikal
     7.    Suspensi rektal (misal suspensi para nitro sulfatiazol)
     8.    Sebagai reservoir obat
     9.    Patch transdermal
     10.   Formulasi topikal konvensional


C.   Kriteria Suspensi dan Suspensi Kering
           Suatu sediaan suspensi yang baik harus memenuhi criteria tertentu.
     Kriteria tersebut adalah :
     1.    Pengendapan partikel lambat sehingga takaran pemakaian yang serba
           sama dapat dipertahankan dengan pengocokan sediaan.
     2.    Seandainya terjadi pengendapan selama penyimpanan harus dapat
           segera terdispersi kembali apabila suspensi dikocok.
     3.    Endapan yang terbentuk tidak boleh mengeras pada dasar wadah.
     4.    Viskositas suspensi tidak boleh terlalu tinggi sehingga sediaan dengan
           mudah dapat dituang dari wadahnya.
     5.    Memberikan warna, rasa, bau serta warna yang menarik.
           Sedangkan kriteria suatu sediaan suspensi kering yang baik adalah :
     1.    Kadar air serbuk tidak boleh melebihi batas maksimum. Selama
           penyimpanan serbuk harus stabil secara fisik seperti tidak terjadi
           perubahan warna, bau, bentuk partikel dan stabil secara kimia seperti
           tidak terjadi perubahan kadar zat aktif dan tidak terjadi perubahan pH
           yang drastis.
     2.    Pada saat akan disuspensikan serbuk harus cepat terdispersi secara
           merata di seluruh cairan pembawa dengan hanya memerlukan sedikit
           pengocokan atau pengadukan.
     3.    Bila suspensi kering telah dibuat suspensi maka suspensi kering dapat
           diterima bila memiliki kriteria dari suspensi.
4.   Campuran serbuk harus homogen dari bahan obat dan bahan
          tambahan lainnya terutama pada konsentrasi dari masing-masing
          bahan.
     5.   Campuran serbuk terdispersi cepat dan sempurna dalam pembawa
          selama rekonstitusi.
     6.   Mudah terdipersi kembali saat telah menjadi suspensi cair.


D.   Metode Pembuatan Suspensi Kering
          Ada 3 metode pembuatan suspensi kering yaitu :
     1.   Powder Blend
          Pada metode ini komponen formula dicampurkan dalam bentuk
          serbuk. Bahan dengan jumlah sedikit dilakukan pencampuran dua
          tahap, pertama dicampur dengan sebagian sukrosa selanjutnya
          dicampur dengan bahan lain supaya didapat hasil yang homogen.
     2.   Granulated product
          Pada metode ini terdapat beberapa proses yaitu :
          a.    Reduksi ukuran partikel
          b.    Pencampuran suspending agent, weating agent dan anti foaming
                agent
          c.    Pencampuran bahan aktif
          d.    Granulasi
          e.    Pengeringan
          f.    Milling
          g.    Final blend
     3.   Combination product
          Bahan yang tidak tahan panas ditambahkan setelah pengeringan
          granul.


E.   Stabilitas Suspensi
          Suspensi yang mengendap harus dapat menghasilkan endapan yang
     dapat terbagi rata kembali bila dikocok, karena hal ini merupakan
persyaratan dari suatu suspensi. Pengendapan itu sendiri disebabkan adanya
tegangan antar permukaan zat padat dengan zat cairnya, bila tegangan antar
permukaan zat padat ini lebih besar dari tegangan permukaan zat cairnya,
maka zat padat tersebut akan mengendap dan sebaliknya bila tegangan antar
permukaan zat padat lebih kecil maka zat padat tersebut akan ditekan ke atas
sehingga pengendapan tidak akan terjadi. Untuk memperkecil tegangan
antar permukaan maka diperlukan zat pensuspensi                  yang bekerja
menurunkan tegangan permukaan. Selain tegangan permukaan zat yang
memiliki energi bebas yang besar tidak stabil dalam bentuk suspensi. Untuk
mendapatkan suspensi yang stabil maka energi bebas tersebut harus
diturunkan. Hubungan energi bebas, tegangan permukaan dan luas
permukaan dalam suatu suspensi dijelaskan dalam rumus sebagai berikut :


       Di mana harga : W = kenaikan energi bebas permukaan (erg),          =
tegangan antar muka (dyne/cm),          = penambahan luas permukaan (cm2).
Persamaan di atas menunjukkan bahwa untuk menstabilkan suatu suspensi
maka ukuran partikel harus diperkecil sehingga energi bebasnya juga
menjadi kecil. Selain dari persamaan di atas Hukum Stokes juga perlu
dipertimbangkan yaitu :



       Di mana V = kecepatan sedimentasi, d = jari-jari partikel terdispersi,
     = massa jenis fase dalam,       = massa jenis fase luar, g = percepatan
gravitasi,   = viskositas fase luar. Dari rumus di atas terlihat bahwa :
a.     Semakin kecil ukuran partikel, laju pengendapan suspensi akan
       semakin lambat.
b.     Semakin tinggi viskositas maka kecepatan pengendapan akan semakin
       berkurang.
c.     Selisih massa jenis yang semakin kecil menyebabkan kecepatan
       pengendapan juga semakin lambat.
F.   Pengertian Granul
          Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel yang lebih kecil.
     Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang
     lebih besar. Ukuran biasanya berkisar antara ayakan 4-12, walaupun
     demikian bermacam-macam ukuran lubang ayakan mungkin dapat dibuat
     tergantung dari tujuan pemakaiannya.


G.   Granulasi
          Granulasi adalah proses di mana partikel serbuk diubah menjadi
     granul. Secara umum granulasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
     granulasi lembab (basah) dan granulasi kering.
     a.   Granulasi basah
          Pada granulasi basah bahan dilembabkan dengan larutan pengikat
          yang cocok, sehingga serbuk terikat bersama dan terbentuk massa
          yang lembab. Pelarut yang digunakan umumnya bersifat volatil
          sehingga mudah dihilangkan pada saat dikeringkan. Massa lembab
          kemudian dibagi-bagi sehingga terbentuk butiran granul.
     b.   Granulasi kering
          Pada granulasi kering obat dan bahan pembantu mula-mula dicetak
          menjadi tablet yang cukup besar, yang massanya tidak tentu.
          Selanjutnya tablet yang terbentuk dihancurkan dengan mesin
          penggranul kering gesekan atau dengan cara sederhana menggunakan
          alu di atas sebuah ayakan sehingga terbentuk butiran granul.
BAB III
                        STUDY PRAFORMULASI



A.   Paracetamol
     Nama lain          : Acetaminophenum
     Pemerian           : Hablur, serbuk hablur putih, tidak berbau rasa pahit
     Kelarutan          : Larut dalam 70 bagian air, 7 bagian etanol 95%,
                          dalam 13 bagian etanol p, dalam 40 bagian gliserol
                          dan dalam 9 bagian propilenglikol
     Rumus molekul      : C8H9NO2
     Berat molekul      : 151,16
     Kemurnian          : Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak
                          lebih dari 101,0% dihitung terhadap zat anhidrat
     Suhu lebur         : 169-172 0C


B.   Laktosa
     Nama lain          : Lactosum, saccharum lactis
     Pemerian           : Serbuk hablur, putih tidak berbau, rasa agak pahit
     Kelarutan          : Larut dalam 5 bagian air, larut dalam 1 bagian air
                          mendidih, sukar larut dalam etanol 95%, praktis
                          tidak larut dalam kloroforrm dan eter
     Rumus molekul      : C12H72O11.H2O
     Berat molekul      : 36,30
     pH                 : 4,0-6,5
     Partikel/ serbuk   : 1,52 mg/cm3
     Ukuran partikel    : 20% pada mesh 60; 50% pada 100 mesh ; 25-65%
                          pada 140 mesh
     Kompatibilitas     : Sedang
     Kemampuan alir     : Sedang
     Disintegrasi       : Baik
Higroskopisitas    : Baik
     Lubrisitas         : Kurang baik
     Stabilitas         : Baik
     Daya alir          : Anhydrous DT = 8,3 g/ det
                          Anhydrat lactose DMF = 8,7 g/ det


C.   PVP
     Nama lain          : Povidanum, povidon
     Pemerian           : Serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah
                          atau tidak berbau, higroskopik
     Kelarutan          : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95% dan
                          dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter.
     Rumus molekul      : ( C6H9NO)n
     Titik lebur        : 160-186 °C (titik didih : 150 °C)
     Ukuran partikel    : 90 : 90% > 200 µm, 95% > 250 µm, 25/30 : 90% >
                          50 µm, 50% > 100 µm, 5% > 200µm
     Berat molekul      : 10.000-700.000
     pH                 : 3-7 (5 % b/v)
     Konsentrasi        : 3-15% dalam alkohol
     penggunaan
     Berat jenis        : 1,17-1,18 g/ml
     Stabilitas         : Stabil pada suhu 110-130 oC
     Kadar air          : Tidak lebih dari 5%
     Fungsi             : Pengikat,    suspending   agent,    atau   peningkat
                          viskositas dan beberapa sebagai pensuspensi
     Inkompatibilitas   : Jika ditambahkan thimerosol akan membentuk
                          senyawa kompleks, kompatibel terhadap gerak
                          organik alami, resin sintetik dan senyawa lainnya.
                          Akan terbentuk senyawa sulfathiazole, sodium
                          salisilat, asam salisilat, fenol barbital dan
                          komponen lainnya.
D   Etanol
    Pemerian              : Cairan tidak berwarna, mudah menguap dan mudah
                            bergerak, bau khas rasa panas
    Kelarutan             : Sangat mudah larut dalam air, kloroform dan eter
    Berat jenis           : 0,811g-0,813 g/ml
    Higroskopisitas       : Mudah menyerap air dari udara
    Titik didih           : -117,3 – 114,41 0C
    Tegangan              : 0,7904- 0,7935
    permukaan
    Viskositas            : 1,20 mns/m2


E   Amilum
    Sinonim               : Starch, Amidon, Amilo, Puregel
    Rumus molekul         : (C6H10O5)n
    BM                    : 50.000-160.000
    pH                    : 5,5-6,5 untuk 2 % b/v
    Fungsi                : Pengikat (binder), disintegran (penghancur), glidan,
                            diluen
    Pemerian              : Tidak    berbau, tidak berasa, serbuk warna putih
                            dengan ukuran bervariasi
    Kelarutan             : Praktis tidak larut dalam etanol dingin (95 %) dan
                            dalam air dingin
    Konsentrasi           : Sebagai penghancur 3-15%
    Distribusi partikel   : 10 – 100 µm
    Rentang               : 2 – 32 µm
    Flowability           : 10,8-11,7 g/s pati jagung
    Stabilitas dan        : Amilum yang kering dan tidak dipanasi stabil jika
    penyimpanan             terlindung dari (high humidity) saat digunakan
                            sebagai pelincir atau disintegran pada sediaan
                            padat, amilum dipertimbangkan sebagai bahan inert
di bawah kondisi penyimpanan normal. Namun
larutan amilum yang dipanaskan atau pasta amilum
secara fisik tidak stabil dan rentan serangan
mikroorganisme dan menyebabkan a wide voriety
of starch derivatives and modified storches that
have unique phisical properties. Amilum harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat di tempat
sejuk dan kering.
BAB IV
            PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN BAHAN
A.   Perhitungan Bahan
        Berat / sachet   = 3 gram
        Total berat      = 10 bungkus x 3 gram       = 30 gram
        PCT              = 16,67 % x 30 gram         = 5,001 gram
        Lactose          = 48,33% x 30 gram          = 14,49 gram
        PVP              = 30% x 30 gram             = 9 gram
        Larutan pengikat =
           I.   4% x 30 gram            = 1,2 gram dalam 25 ml etanol
          II.   4% =       x 25ml       = 1 gram dalam 25 ml etanol


B.   Penimbangan Bahan
        PCT                      = 5 gram
        Lactosa                  = 14,49 gram
        PVP                      = 9 gram (diganti Amilum 9 gram)
        Untuk larutan pengikat     :   PVP           = 1 gram
                                        Etanol 95%    = 25 ml
BAB V
                         PROSEDUR PEMBUATAN


A.   Cara Kerja
     1.   Disiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan
     2.   Ditimbang semua bahan sesuai dengan penimbangan bahan
     3.   Dibuat larutan pengikat dengan mencampurkan 1 gram PVP dengan
          25 ml etanol
     4.   Bahan-bahan     yang       sudah    dihaluskan   (PCT   dan   laktosa)
          dihomogenkan selama 15 menit, kemudian ditambahkan PVP dan
          kemudian dihomogenkan kembali selam 15 menit. Lalu campuran
          granulasi dengan penambahan larutan pengikat sedikit demi sedikit
          sampai diperoleh masa yang bisa dikepal.
     5.   Masa yang terbentuk dibuat granul dengan cara melewatkan masa
          melalui ayakan dengan mesh no. 14
     6.   Kemudian granul dikeringkan dalam oven suhu 60 0C selama 30 menit
     7.   Granul yang telah dikeringkan diayak dengan ayakan mesh no.16
     8.   Granul (suspensi) kering yang terbentuk dievaluasi
     9.   Dikemas dalam bentuk sachet, tiap sachet berisi 3 gram suspensi
          kering yang tertera dengan 500 mg paracetamol.


B.   Evaluasi Suspensi Kering
     1.   Uji warna, bau, dan rasa
          Cara : Dilakukan dengan cara melihat warna, mencium bau merasakan
          rasa dari suspensi kering. Hasil pengamatan berupa granul kering
          berwarna putih gading, tidak berbau dan rasa pahit.


     2.   Uji Kadar Lembab
          Cara : Ditimbang seksama 5,0 gram granul, panaskan dalam lemari
          pengeringan sampai bobot konstan (105°C) selama ± 30 menit.
              Perhitungan : % MC =              x 100%
MC = Moisture content, kandungan lembab
     W0 = Bobot granul awal
     W1 = Bobot granul setelah pengeringan


3.   Uji sifat alir
     Cara : Sebanyak 10 gram suspensi kering dimasukkan dalam corong
     pada alat uji dan ratakan. Waktu yang diperlukan granul untuk melalui
     corong tersebut dicatat.


4.   Uji waktu rekonstitusi
     Cara : Sebanyak 1,5 atau 3 g suspensi kering dimasukkan dalam 200
     ml air. Air yang digunakan adalah air dingin dan air panas 80 °C.
     Pengamatan dilakukan terhadap kecepatan suspensi kering tersuspensi
     atau terlarut.


5.   Uji pH
     Cara : pH larutan dicek dengan kertas indikator pH.


6.   Uji Higroskopisitas
     Cara : Masukkan 2 gram granul ke dalam pot plastik, pada tiap
     formula diberi 4 perlakuan berbeda yaitu :
     Pot I       : Pot plastik terbuka tanpa silika gel
     Pot II      : Pot plastik terbuka dengan diberi silika gel
     Pot III     : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel
     Pot IV      : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel
     Uji dilakukan selama 6 hari pada suhu ruangan, setiap hari pot
     ditimbang kemudian pertambahan bobot yang terjadi di catat.
BAB VI
                              HASIL DAN KEMASAN


A.   Hasil Pengamatan
     1.     Uji Organoleptis
          Kelompok             Warna                       Bau           Rasa
              I          Putih kekuningan           Tidak berbau         Pahit
             II                   Putih             Tidak berbau         Pahit
             III             Putih gading           Tidak berbau         Pahit
             IV              Putih pucat            Sedikit tengik       Pahit


     2.     Uji Kadar Lembab
           Kelompok       Wo (gram)          W1 (gram)                % MC
            I (PVP)                5               4,98                  4
           II (PVP)                5               4,869               2,62
          II (amilum)              5                2                   60
          III (amilum)             5               4,88                 2,4
          IV (amilum)              5               4,90                  2


     3.     Uji Sifat Alir


                                          Bobot                      Waktu
                         Percobaan                      Waktu
          Kelompok                        granul                   rata-rata
                             ke-                        (detik)
                                          (gram)                     (detik)
                              1            20,27           3
              I
                              2            20,27          2,94        2,95
           (PVP)
                              3            20,27          2,93
                              1             10            1,61
             II
                              2             10            1,71        1,63
           (PVP)
                              3             10            1,59
1            10    1,3
         II
                      2            10    1,33       1,31
     (amilum)
                      3            10    1,32
                      1            10    1,6
         III
                      2            10    1,4        1,43
     (amilum)
                      3            10    1,3
                      1            10    1,46
         IV
                      2            10    1,63       1,65
       (PVP)
                      3            10    1,86



4.      Uji Waktu Rekonstitusi
                     Dalam 200 ml air       Dalam 200 ml air panas
     Kelompok
                          dingin                    (80 oC)
       I (PVP)            46 detik              1 menit 57 detik
      II (PVP)        2 menit 20 detik            50,52 detik
     II (amilum)      1 menit 14 detik             38,8 detik
     III (amilum)     1 menit 50 detik              45 detik
         IV
                      1 menit10 detik               21 detik
      (amilum)


5.      Uji pH
                     Dalam 200 ml air       Dalam 200 ml air panas
     Kelompok
                          dingin                    (80 oC)
       I(PVP)                5                         5
      II (PVP)              5,5                       5,5
     II (Amilum)            5,5                       5,5
         III
                            4,5                        5
      (Amilum)
      IV (PVP)               6                         6
6.    Uji Higroskopisitas
                       Hari ke-1              Hari ke-2              Hari ke-3
Kel.        Pot mo      m1     Selisi   mo     m1     Selisi   mo     m1    Selisih
                 (g)    (g)    h (g)    (g)    (g)    h (g)    (g)    (g)        (g)
            1    2       2         0    2       2         0    2     2,01    0,01
  I         2    2       2         0    2       2         0    2       2         0
(PVP)       3    2       2         0    2       2         0    2     2,02    0,02
            4    2      1,99   -0,01    2      1,99   -0,01    2     1,85    -0,15
            1    1       1         0    1      1,1     0,1     1     3,52    2,52
  II        2    1       1         0    1       1         0    1     5,19    4,19
(PVP)       3    1       1         0    1       1         0    1     4,84    3,84
            4    1       1         0    1      0,99   -0,01    1     6,22    5,22
            1    2       2         0    2      2,01   0,01     2     4,65    2,65
  II
            2    2       2         0    2      1,98   -0,02    2     5,95    3,95
(amilu
            3    2       2         0    2       2         0    2     5,89    3,89
 m)
            4    2       2         0    2      2,02   0,02     2     7,29    5,29
            1    2       2         0    2      2,01   0,01     2     2,02    0,01
 III
            2    2       2         0    2      2,01   0,01     2     2,02    0,01
(amilu
            3    2       2         0    2      2,01   0,01     2     2,02    0,01
 m)
            4    2       2         0    2       2         0    2       2         0
            1    2       2         0    2      2,03   0,03     2     2,04    0,04
 IV
            2    2       2         0    2      2,03   0,03     2     2,03    0,03
(amilu
            3    2       2         0    2      2,01   0,01     2     2,03    0,03
 m)
            4    2       2         0    2      2,01   0,01     2     2,05    0,05
PARACETAMOL

SUSPENSI KERING


                         PT Cakrawala Farma
                     SAMARINDA-INDONESIA

Komposisi
Paracetamol……………….500 g

Indikasi
Analgetik dan antipiretik, dapat menurunkan
demam, meredakan nyeri (sakit gigi, sakit kepala)

Kontra Indikasi
Dikontraindikasikan pada penderita gangguan
hati berat, ginjal

Perhatian
Hindari penggunaan       pada   penyakit    ginjal,
konsumsi alkohol

Efek Samping
Reaksi hipersensitif, kerusakan hati, ginjal, mual
dan muntah

Pemakaian
1 sachet dicampur dengan air, aduk hingga
merata

Penyimpanan
Simpan di tempat yang kering dan sejuk, hindari
sinar matahari secara langsung, simpan pada
suhu kamar di bawah suhu 25° C




No Reg GBL2753714526A1

No Batch : 2140321

ED : 14 Maret 2013



Diproduksi oleh :

PT. Cakrawala Farma Tbk, Samarinda-Indonesia
BAB VII
                                PEMBAHASAN


     Pada praktikum kali ini, dilakukan pembuatan sediaan berupa suspensi
kering dengan metode pembuatan granulasi basah. Hal ini dapat dilihat secara
nyata, di mana pada saat pembentukan granul perlu ditambahkan pelarut dan
kemudian granul yang dihasilkan dipanaskan dalam oven untuk menguapkan
pelarut yang digunakan. Granul suspensi kering yang telah jadi kemudian
dievaluasi. Suspensi kering adalah merupakan suatu campuran padat yang
ditambahkan air pada saat akan digunakan. Tujuan pelarutannya ada yang
dimaksudkan untuk membuat larutan atau dibuat sebagai suspensi. Bila dibuat
sebagai larutan, maka granul suspensi kering akan tercampur sempurna dan tidak
ada lagi partikel yang tidak larut. Sedangkan bila dikehendaki sebagai suspensi,
maka granul yang dicampur dengan pelarut akan menghasilkan sediaan
mengandung partikel padat yang tidak larut.
       Bahan-bahan yang terdapat suspensi secara garis besar terdiri dari zat aktif
dan zat tambahan. Bahan aktif yang digunakan adalah paracetamol. Paracetamol
berguna sebagai analgetik dan antipiretik yang termasuk ke dalam golongan obat
bebas. Bahan tambahan yang digunakan berupa laktosa, PVP dan larutan
pengikat. Laktosa digunakan sebagai pemanis, dan juga sebagai bahan pengisi
karena larut dalam air sehingga ketika direkonstitusi dengan air keberadaan
laktosa tidak akan menganggu. Laktosa kompatibel dengan eksipien lain yang
digunakan dalam formula, umum digunakan, serta harga relatif murah. PVP
digunakan sebagai pengsuspensi dan juga penghancur. Sedangkan larutan
pengikat yang digunakan adalah campuran dari PVP dengan etanol (1 gram PVP
dengan 25 ml etanol), larutan ini digunakan untuk menyatukan semua serbuk yang
dicampurkan untuk menjadi suatu gumpalan dengan kekerasan tertentu sehingga
dapat dibuat menjadi granul.
       Pada formulasi, konsentrasi PCT adalah 16,67% (5 g); laktosa 48,33%
(14,49 g); PVP 30% (9 g) dan 25 larutan pengikat. Semua bahan kecuali larutan
pengikat dicampurkan ke dalam plastik untuk selanjutnya dihomogenkan dengan
cara dikocok ± 5 menit. Setelah semua bahan tercampur, kemudian dipindahkan
ke dalam mangkok untuk selanjutnya ditambahkan dengan larutan pengikat
sedikit demi sedikit sampai diperoleh massa yang homogen dengan kekerasan
yang cukup untuk digranul. Larutan pengikat yang digunakan lebih kurang 4 ml.
Namun pada percobaan pertama, massa adonan yang diperoleh terlalu keras
sehingga tidak dapat dilewatkan pada ayakan no.14 untuk dibuat granul. Hal ini
disebabkan karena penambahan larutan pengikat yang terlalu banyak.
       Lalu pada percobaan kedua, ditimbang kembali semua bahan dengan
jumlah yang sama, lalu digunakan kembali larutan pengikat dengan hati-hati
menggunakan pipet sedikit demi sedikit, sampai lebih kurang 1 ml, namun hasil
yang didapat ternyata masih sama. Massa campuran terlalu keras. Hingga
akhirnya, PVP yang digunakan sebanyak 9 gram diganti dengan amilum dengan
jumlah yang sama, sedangkan PCT dan laktosa tetap ditimbang dengan jumlah
yang sama, kemudian semua bahan serbuk dicampur menjadi satu. Penambahan
larutan pengikat dilakukan dengan pipet sedikit demi sedikit, namun sangat lama
untuk mencapai massa yang diinginkan sedangkan larutan pengikat yang
digunakan sudah banyak (± 10 ml), akhirnya ditambahkan PVP serbuk ke dalam
adonan sebanyak ± 1 gram disertai dengan penambahan sedikit larutan pengikat.
Namun hasil yang diperoleh juga masih belum menyatu menjadi massa yang baik.
Lalu ditambahkan lagi PVP serbuk ±1 gram disertai penambahan larutan pengikat
kembali. Akhirnya didapatkan massa granul yang diinginkan, yaitu massa granul
yang dapat melewati ayakan no.14 dan menghasilkan granul yang baik. Jadi,
selain penggantian 9 gram PVP dengan 9 gram amilum, ditambahkan pula ± 2
gram PVP serbuk dan larutan pengikat ± 25 ml untuk mendapatkan massa yang
diinginkan.
       Dari keempat kelompok yang melakukan praktikum, hanya kelompok 1
yang langsung dapat memberikan hasil massa adonan yang baik dengan prosedur
serta komposisi bahan yang telah ditentukan pada preformulasi. Semua kelompok
memiliki komposisi yang sama pada PCT, laktosa dan larutan pengikat dan hanya
berbeda pada komposisi PVP. Pada kelompok 1 jumlah PVP yang digunakan
hanya 10% sedangkan pada kelompok lain 20%, 30% dan 40%. Sehingga, dapat
diketahui bahwa pada praktikum diketahui bahwa komposisi yang baik untuk
dibuat granul adalah formulasi dengan PVP sebanyak 10% dan bila lebih dari itu,
maka massa yang terbentuk akan terlalu keras.
       Setelah didapatkan granul yang diinginkan lalu granul dikeringkan selama
30 menit dalam oven suhu 60 oC. Granul yang telah kering kemudian diayak
kembali dengan ayakan no. 16 sehingga didapatkan granul dengan ukuran yang
lebih kecil. Pada ayakan sebelumnya (No.14) ukuran diameter granul adalah 1,4
mm sedangkan pada ayakan No. 16 diameternya adalah 1,18 mm. Setelah melalui
pengayakan yang kedua, maka granul yang telah menjadi suspensi kering
selanjutnya dilakukan evaluasi suspensi kering yang meliputi uji organoleptis, uji
kadar lembab, uji sifat alir, uji waktu rekonstitusi, uji pH dan uji higroskopisitas.
       Setiap kelompok membuat granul dengan komposisi yang berbeda-beda,
namun perbedaan ini hanya terletak pada komposisi penggunaan PVP sebagai
penghancur dan pengsuspensi. Hanya kelompok 1 yang menggunakan formulasi
yang telah ditentukan sebelumnya dengan jumlah PVP sebesar 10%. Kelompok 2
membuat dua macam granul, yaitu dengan dengan PVP 20% dan amilum 20%
sebagai pengganti PVP. Kelompok 3 mengganti PVP sebesar 30% dengan amilum
sebesar 30%. Kelompok 4 mengganti PVP sebesar 40% dengan amilum sebesar
40%.
       Dari uji organoleptis, semua granul hampir mempunyai sifat organoleptis
yang sama yaitu rasa pahit, tidak berbau dan warna yang hampir sama yaitu warna
putih pucat sampai putih agak kekuningan. Untuk uji kadar lembab, sesuai dengan
ketentuan, kadar kelembaban yang disyaratkan adalah 2-4%, pada hasil granul
milik semua kelompok menunjukkan kadar kelembaban yang baik, karena semua
memasuki rentang 2-4% sesuai ketentuan. Namun, pada granul kelompok 2 yang
menggunakan amilum sebesar 20%, %MC sebesar 60%. Hal ini sangat jauh dari
ketentuan seharusnya. Hasil ini diperkirakan karena adanya salah perhitungan atau
penimbangan. Karena dibandingkan dengan yang lain, %MC yang dihasilkan
terlalu menyimpang. Bila dibandingkan dengan kelompok 3 dan 4 yang sama-
sama menggunakan amilum, kadar ini pun terlalu berbeda. Kadar lembab ini
nantinya akan mempengaruhi kekeringan dari granul yang dihasilkan. Bila kadar
airnya terlalu rendah, maka granul akan menjadi terlalu rapuh dan mudah hancur,
sedangkan bila kadar air terlalu tinggi, maka granul akan menjadi terlalu basah
dan mudah menempel pada kemasan.
       Selanjutnya adalah uji sifat alir. Laju alir atau sifat alir akan
mempengaruhi kemudahan suspensi kering untuk dituang ke gelas atau wadah
tempat suspensi kering tersebut akan direkonstitusikan dengan air atau pelarut
yang sesuai lainnya. Semakin kecil nilai laju alir (sifat alir) dari suspensi kering
maka laju alirnya akan semakin baik dan suspensi kering tersebut semakin mudah
untuk dituang. Sesuai ketentuan, untuk 100 gram granul waktu alirnya adalah 10
detik. Kelompok 1 menggunakan 20,27 gram granul, sehingga seharusnya waktu
alir yang baik adalah 2,027 detik. Kelompok 2, 3 dan 4 menggunakan 10 gram
granul sehingga waktu alir yang baik seharusnya 1 detik. Secara keseluruhan,
tidak ada hasil granul yang memenuhi syarat waktu alir. Namun di antara kelima
hasil granul, yang paling baik adalah granul milik kelompok 2 dengan amilum
sebesar 20% dan yang terburuk adalah waktu alir yang dimililki kelompok 1
dengan PVP sebesar 10%. Selain itu, adanya kandungan amilum dalam formula
juga memiliki kemampuan sebagai glidan sehingga dapat mempengaruhi sifat alir
dengan membantu memperbaiki sifat alir.
       Suatu sediaan suspensi kering yang baik memiliki kriteria tertentu, salah
satunya adalah cepat terdispersi dengan homogen pada saat disuspensikan.
Semakin cepat waktu rekonstitusi dari suatu suspensi kering maka semakin baik
pula sediaan suspensi kering tersebut, hal ini disebabkan karena semakin mudah
suatu suspensi kering untuk direkonstitusikan maka akan mempermudah pasien
dalam menggunakan sediaan tersebut karena tidak butuh waktu dan tenaga yang
besar untuk mendapatkan sediaan suspensi yang terdispersi homogeny yang akan
diminum. Untuk uji waktu rekonstitusi, dilakukan dengan melarutkannya dalam
air dingin biasa dan dalam air panas 80 oC. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
seberapa cepat sediaan suspensi kering akan tercampur dengan pelarut air sebelum
digunakan. Semakin cepat suspensi kering melarut dalam air maka makin baik
sediaan tersebut. Secara umum, suspensi kering akan lebih cepat melarut dalam
air panas dibandingkan dengan air dingin, hal ini karena kenaikan suhu akan
sebanding dengan naiknya kelarutan suatu zat. Kecepatannya melarut ini
dipengaruhi oleh penggunaan penghancur yang digunakan. Pada formulasi,
penghancur yang digunakan adalah PVP namun saat pembuatan ada yang
mengganti PVP dengan amilum. Amilum juga dapat berfungsi sebagai
penghancur. Secara teoritis, PVP yang lebih higroskopis dibanding dengan
amilum akan lebih mudah menyerap air sehingga lebih cepat menghancurkan
granul. Pada kelompok 1 dengan hanya 10% PVP dapat melarutkan granul dalam
waktu 46 detik (dalam air dingin). Sedangkan pada pelarutan dengan air panas,
waktu tercepat dimiliki oleh granul dengan komposisi amilum 40%. Bila ditelaah,
sebenarnya lebih baik bila suspensi kering ini larut cepat pada air dingin karena
pada kenyataannya penggunaan oleh pasien akan lebih mudah bila dilarutkan
dengan air dingin. Pada hasil granul milik kelompok 2, 3 dan 4, memiliki waktu
rekonstitusi yang hampir sama, karena penambahan amilum yang tidak berbeda
jauh yaitu 20%, 30% dan 40%. Dari hasil tersebut, dapat diketahui, bahwa hanya
dengan konsentrasi PVP sebesar 10% sebagai penghancur dan pengsuspensi,
dapat memberikan hasil waktu rekonstitusi yang baik. Selanjutnya, pengaruh suhu
air yang semakin tinggi, juga dapat mempercepat waktu rekonstitusi.
       Pengukuran pH juga dilakukan terhadap suspensi kering yang telah
dilarutkan dalam air panas maupun air dingin. Pengukuran pH diperlukan untuk
menentukan apakah sediaan yang dibuat menyediakan keadaan yang stabil untuk
zat aktif yang dikandungnya. Uji pH juga berkaitan erat dengan kenyamanan
pasien saat mengkonsumsi larutan suspensi. Untuk paracetamol yang berada
dalam bentuk larutan oral saat digunakan, maka pH yang sesuai adalah 4,5-6,9.
Dari semua suspensi kering yang dilarutkan dalam air, semuanya memenuhi
rentang pH tersebut sehingga dapat dinyatakan zat aktif stabil dalam bentuk
sediaan yang dibuat.
       Pengujian yang terakhir adalah uji higroskopisitas. Hal ini disebabkan
kebanyakan bahan bersifat higroskopis di mana berarti dapat terjadi penyerapan
air oleh sediaan suspensi kering. Penyerapan air dapat menyebabkan sediaan
suspensi kering menjadi rusak sehingga dapat menurunkan kualitas sediaan baik
secara fisika berupa sediaan menjadi lembab sehingga penampilannya buruk
ataupun secara kimia karena rusaknya kandungan zat aktif. Uji higroskopisitas
akan berkaitan sekali dengan kondisi penyimpanan. Pengujian ini dilakukan
dalam 4 kondisi, yaitu dalam keadaan terbuka tanpa silica (1), terbuka dengan
silica (2), tertutup tanpa silica (3) dan tertutup dengan silica (4). Secara teori,
perlakuan dengan penambahan silica gel dalam pot plastik tertutup akan
mengurangi keberadaan uap air di sekeliling sediaan karena ruangan tertutup
membatasi kemungkinan masuknya uap air, sedangkan adanya silica gel juga
dapat menyerap uap air yang masuk sehingga suspensi kering lebih terlindung.
Dari pengamatan selama 3 hari, dapat dilihat bahwa tidak terlalu terjadi perbedaan
yang berarti pada keadaan yang terbuka ataupun pada keadaan tertutup. Pada
keadaan terbuka tanpa silica, pertambahan bobot terkecil dan stabil ditunjukkan
oleh kelompok granul dengan kandungan PVP 10% lalu disusul dengan granul
yang menggunakan amilum 30%. Pada keduanya hanya terjadi penambahan 0,01
g dari bobot awal. Pada keadaan terbuka namun diberi silica, keadaan paling stabil
ditunjukkan oleh kelompok dengan PVP 10%, hal ini karena tidak adanya
penambahan bobot setelah 3 hari. Untuk granul yang ditutup tanpa silica, granul
yang higroskopisitasnya rendah adalah granul dengan amilum 30%, karena
penambahan bobot hanya sebesar 0,01 gram. Sedangkan untuk sediaan yang
disimpan dalam wadah tertutup serta dengan silica, yang paling stabil ditunjukkan
oleh granul kelompok 3 dengan amilum 30%. Namun hal yang aneh terjadi pada
pot kelompok 1 yang ditutup dan diberi silica, karena terjadi pengurangan bobot
sebanyak 0,15 gram setelah 3 hari. Hal ini dapat diakibatkan kesalahan penimbang
yang mungkin menjatuhkan sebagian granul saat penimbangan. Secara teoritis,
granul yang mengandung PVP cenderung menarik air sehingga bobotnya
bertambah, namun hal sebaliknya terjadi pada hal di atas. Ketidaksesuaian juga
terlihat pada hasil penimbangan kelompok 2 pada hari ketiga, di mana terjadi
peningkatan bobot yang terlalu besar. Hal ini mungkin terjadi karena kesalahan
penimbangan, di mana berat yang tercantum pada data pengamatan adalah berat
pot dan berat granul bukan berat granul bersih. Hal ini menyebabkan sulit untuk
membandingkan data dengan akurat. Secara keseluruhan, kemampuan menarik air
dari sediaan yang paling kecil ditunjukkan oleh granul dengan kandungan PVP
10% dan amilum 30%. Higroskopisitas yang diinginkan adalah tentunya yang
paling kecil, karena dengan semakin kecil higroskopisitas, maka sediaan akan
lebih stabil dalam penyimpanan. Kenaikan bobot yang paling kecil juga
dimaksudkan berarti paling sedikit menyerap air di sekitarnya sehingga paling
baik dalam mempertahankan kestabilan kimia maupun fisika dari sediaan yang
dapat terganggu oleh keberadaan air.
BAB VIII
                           KESIMPULAN dan SARAN


A.   Kesimpulan
     Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :
     1.   Suspensi kering dengan bahan aktif paracetamol yang dibuat dengan
          metode granulasi basah, dengan 4 formulasi berbeda yaitu berbeda
          pada konsentrasi bahan penghancur dan pengsuspensi berupa PVP.
     2.   Konsentrasi      PVP    yang   menunjukkan      hasil   maksimal   dalam
          pembuatan massa adonan granul adalah konsentrasi 10%, sedangkan
          konsentrasi 20%, 30% dan 40% menghasilkan massa adonan yang
          terlalu keras.
     3.   Pada konsentrasi PVP 20%, 30% dan 40% dilakukan penggantian
          dengan bahan penghancur lain yaitu amilum dengan konsentrasi yang
          sama.
     4.   Untuk    hasil    uji   organoleptis,   semua   hasil   suspensi   kering
          menunjukkan hasil yang hampir sama.
     5.   Untuk uji kadar lembab dan pengukuran pH, semua suspensi kering
          menunjukkan hasil yang memenuhi syarat, yaitu kadar lembab sebesar
          2-4% dan pH sebesar 4,5 – 6,9.
     6.   Untuk uji sifat alir, tidak ada yang memenuhi persyaratan, tetapi
          waktu terbaik dimiliki oleh granul yang dibuat dengan penghancur
          amilum sebesar 20%.
     7.   Untuk uji waktu rekonstitusi, yang paling cepat melarut pada air
          dingin adalah granul yang dibuat dengan konsentrasi PVP 10% (46
          detik), sedangkan yang paling cepat melarut dalam air panas adalah
          granul yang dibuat dengan konsentrasi amilum 40%.
     8.   Untuk uji higroskopisitas, suspensi kering yang higroskopisitasnya
          paling kecil adalah sediaan dengan konsentrasi PVP 10% dan amilum
          30%.
9.   Secara keseluruhan, dari ketepatan formulasi, proses pembuatan
          sampai pada hasil uji yang dilakukan, maka suspensi kering yang
          paling baik ditunjukkan oleh formulasi yang menggunakan PVP
          sebesar 10%.


B.   Saran
          Mahasiswa sebaiknya memahami terlebih dahulu cara pembuatan
     serta prinsip kerja dari praktikum yang akan dilakukan sehingga tidak
     bingung saat praktikum. Mahasiswa juga sebaiknya lebih berhati-hati dalam
     melaksanakan praktikum sehingga diperoleh hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
     Indonesia : Jakarta.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
     Indonesia : Jakarta.
Ansel, H.C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. UI Press : Jakarta.
Lachman et al. 1986. Teori dan Praktek Teknologi Farmasi Industri Edisi III. UI
     Press : Jakarta.
Siregar, C.J.P. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis,
     EGC : Jakarta.
Rowe et all. 2006. Handbook of Pharmaceutival Exipiens 5th . The Pharmaceutical
     Press : London.
Voigt. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Gadjah Mada Press :
     Yogyakarta.

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-CLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Novi Fachrunnisa
 
Laporan resmi suspensi ibuprofen
Laporan resmi suspensi ibuprofenLaporan resmi suspensi ibuprofen
Laporan resmi suspensi ibuprofen
Kezia Hani Novita
 
Laporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortisonLaporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortison
Kezia Hani Novita
 
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Sapan Nada
 
Eliksir
EliksirEliksir
Eliksir
nzaraa
 

La actualidad más candente (20)

keuntungan kerugian sediaan farmasi
keuntungan kerugian sediaan farmasikeuntungan kerugian sediaan farmasi
keuntungan kerugian sediaan farmasi
 
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKALAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
 
Stabilitas Obat
Stabilitas ObatStabilitas Obat
Stabilitas Obat
 
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiBioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
 
Uji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan SuspensiUji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan Suspensi
 
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRIMakalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
 
Uji potensi antibiotik secara mikrobiologi
Uji potensi antibiotik secara mikrobiologiUji potensi antibiotik secara mikrobiologi
Uji potensi antibiotik secara mikrobiologi
 
Farmasetika: Salep2
Farmasetika: Salep2Farmasetika: Salep2
Farmasetika: Salep2
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-CLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
 
Farmasi : Soxhletasi
Farmasi : SoxhletasiFarmasi : Soxhletasi
Farmasi : Soxhletasi
 
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
 
Emulsi Farmasi
Emulsi FarmasiEmulsi Farmasi
Emulsi Farmasi
 
Evaluasi Granul
Evaluasi GranulEvaluasi Granul
Evaluasi Granul
 
Laporan resmi suspensi ibuprofen
Laporan resmi suspensi ibuprofenLaporan resmi suspensi ibuprofen
Laporan resmi suspensi ibuprofen
 
Laporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortisonLaporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortison
 
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
 
Rheologi
RheologiRheologi
Rheologi
 
Eliksir
EliksirEliksir
Eliksir
 
ppt gel
ppt gelppt gel
ppt gel
 
Gel
GelGel
Gel
 

Destacado

Evaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicin
Evaluasi Sediaan Dry Sirup EritromicinEvaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicin
Evaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicin
zipiklan
 
Unprotected Pembahasancpns05
Unprotected Pembahasancpns05Unprotected Pembahasancpns05
Unprotected Pembahasancpns05
andhikawijaya
 
Artikel Gunung bromo dan kaldera tengger
Artikel Gunung bromo dan kaldera tenggerArtikel Gunung bromo dan kaldera tengger
Artikel Gunung bromo dan kaldera tengger
Mutiara Tya
 
Pengertian pestisida
Pengertian pestisidaPengertian pestisida
Pengertian pestisida
Cici Indra
 
Pengaruh Bermain Game Terhadap Kedisiplinan Siswa
Pengaruh Bermain Game Terhadap Kedisiplinan Siswa Pengaruh Bermain Game Terhadap Kedisiplinan Siswa
Pengaruh Bermain Game Terhadap Kedisiplinan Siswa
omcivics
 
sistem pengendalian manajemen ch 13
sistem pengendalian manajemen ch 13sistem pengendalian manajemen ch 13
sistem pengendalian manajemen ch 13
Shofia hilmy
 
Pengantar Manajemen Layanan Khusus
Pengantar Manajemen Layanan KhususPengantar Manajemen Layanan Khusus
Pengantar Manajemen Layanan Khusus
Ady Setiawan
 
3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesia3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesia
Marhamah Saleh
 

Destacado (20)

Evaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicin
Evaluasi Sediaan Dry Sirup EritromicinEvaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicin
Evaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicin
 
Laporan resmi tablet pct granulasi basah
Laporan resmi tablet pct   granulasi basahLaporan resmi tablet pct   granulasi basah
Laporan resmi tablet pct granulasi basah
 
Laporan teknologi farmasi
Laporan teknologi farmasiLaporan teknologi farmasi
Laporan teknologi farmasi
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Produk farmasi dalam perspektif islam
Produk farmasi dalam perspektif islamProduk farmasi dalam perspektif islam
Produk farmasi dalam perspektif islam
 
Laporan resmi unguentum
Laporan resmi unguentumLaporan resmi unguentum
Laporan resmi unguentum
 
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANlaporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
 
Unprotected Pembahasancpns05
Unprotected Pembahasancpns05Unprotected Pembahasancpns05
Unprotected Pembahasancpns05
 
Kelas 7 smp pkn_at sugeng p
Kelas 7 smp pkn_at sugeng pKelas 7 smp pkn_at sugeng p
Kelas 7 smp pkn_at sugeng p
 
Tugas pupuk alami randy 1210213079
Tugas pupuk alami randy 1210213079Tugas pupuk alami randy 1210213079
Tugas pupuk alami randy 1210213079
 
Artikel Gunung bromo dan kaldera tengger
Artikel Gunung bromo dan kaldera tenggerArtikel Gunung bromo dan kaldera tengger
Artikel Gunung bromo dan kaldera tengger
 
MODUL ATAU MATEI IPS KELAS X GENAP SMKN
MODUL ATAU MATEI IPS KELAS X GENAP SMKNMODUL ATAU MATEI IPS KELAS X GENAP SMKN
MODUL ATAU MATEI IPS KELAS X GENAP SMKN
 
Pengertian pestisida
Pengertian pestisidaPengertian pestisida
Pengertian pestisida
 
bahasa inggris
bahasa inggrisbahasa inggris
bahasa inggris
 
Pengaruh Bermain Game Terhadap Kedisiplinan Siswa
Pengaruh Bermain Game Terhadap Kedisiplinan Siswa Pengaruh Bermain Game Terhadap Kedisiplinan Siswa
Pengaruh Bermain Game Terhadap Kedisiplinan Siswa
 
sistem pengendalian manajemen ch 13
sistem pengendalian manajemen ch 13sistem pengendalian manajemen ch 13
sistem pengendalian manajemen ch 13
 
Pengantar Manajemen Layanan Khusus
Pengantar Manajemen Layanan KhususPengantar Manajemen Layanan Khusus
Pengantar Manajemen Layanan Khusus
 
Tabel tungas sejarah sains
Tabel tungas sejarah sainsTabel tungas sejarah sains
Tabel tungas sejarah sains
 
Laporan hasil observasi tritih
Laporan hasil observasi tritihLaporan hasil observasi tritih
Laporan hasil observasi tritih
 
3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesia3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesia
 

Similar a Laporan Teknologi Farmasi

Bentuk dan cara pemberian obat
Bentuk dan cara pemberian  obatBentuk dan cara pemberian  obat
Bentuk dan cara pemberian obat
Rukmana Suharta
 
Kuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakopeKuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakope
Abner D Nero
 
Kelompok 6 (injeksi & spray)
Kelompok 6 (injeksi & spray)Kelompok 6 (injeksi & spray)
Kelompok 6 (injeksi & spray)
Pharmacist
 
Bentuk sediaan obat
Bentuk sediaan obatBentuk sediaan obat
Bentuk sediaan obat
4nakmans4
 
SESI-10 SIRUP DAN SUSPENSI KERING.pptx
SESI-10 SIRUP DAN SUSPENSI KERING.pptxSESI-10 SIRUP DAN SUSPENSI KERING.pptx
SESI-10 SIRUP DAN SUSPENSI KERING.pptx
diah72
 

Similar a Laporan Teknologi Farmasi (20)

Ppt fts
Ppt ftsPpt fts
Ppt fts
 
Bentuk Sediaan.pptx
Bentuk Sediaan.pptxBentuk Sediaan.pptx
Bentuk Sediaan.pptx
 
Sediaan Suspensi
Sediaan SuspensiSediaan Suspensi
Sediaan Suspensi
 
Obat mata sam AKPER PEMKAB MUNA
Obat mata sam AKPER PEMKAB MUNAObat mata sam AKPER PEMKAB MUNA
Obat mata sam AKPER PEMKAB MUNA
 
Suspensi
SuspensiSuspensi
Suspensi
 
Aku titip
Aku titipAku titip
Aku titip
 
Bentuk dan cara pemberian obat
Bentuk dan cara pemberian  obatBentuk dan cara pemberian  obat
Bentuk dan cara pemberian obat
 
Suspensi
SuspensiSuspensi
Suspensi
 
Sedian serbuk.ppt
Sedian serbuk.pptSedian serbuk.ppt
Sedian serbuk.ppt
 
Makalah componding
Makalah compondingMakalah componding
Makalah componding
 
Kuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakopeKuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakope
 
Otm gentamisin 2
Otm gentamisin 2Otm gentamisin 2
Otm gentamisin 2
 
Memahami dasar dasar-farmakologi_(sediaan_obat)
Memahami dasar dasar-farmakologi_(sediaan_obat)Memahami dasar dasar-farmakologi_(sediaan_obat)
Memahami dasar dasar-farmakologi_(sediaan_obat)
 
Kelompok 6 (injeksi & spray)
Kelompok 6 (injeksi & spray)Kelompok 6 (injeksi & spray)
Kelompok 6 (injeksi & spray)
 
Bentuk sediaan obat
Bentuk sediaan obatBentuk sediaan obat
Bentuk sediaan obat
 
ppt 5.pdf
ppt 5.pdfppt 5.pdf
ppt 5.pdf
 
SESI-10 SIRUP DAN SUSPENSI KERING.pptx
SESI-10 SIRUP DAN SUSPENSI KERING.pptxSESI-10 SIRUP DAN SUSPENSI KERING.pptx
SESI-10 SIRUP DAN SUSPENSI KERING.pptx
 
Laporan_Praktikum_Farmasi_Fisika_Disolus.docx
Laporan_Praktikum_Farmasi_Fisika_Disolus.docxLaporan_Praktikum_Farmasi_Fisika_Disolus.docx
Laporan_Praktikum_Farmasi_Fisika_Disolus.docx
 
Preformulasi 2020
Preformulasi 2020Preformulasi 2020
Preformulasi 2020
 
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baikProduksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
 

Más de Eva Apriliyana Rizki

Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Eva Apriliyana Rizki
 
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Eva Apriliyana Rizki
 
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Eva Apriliyana Rizki
 

Más de Eva Apriliyana Rizki (20)

Autoimun dan Hipersensitivitas
Autoimun dan HipersensitivitasAutoimun dan Hipersensitivitas
Autoimun dan Hipersensitivitas
 
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
 
Makalah dermatitis atopik part 1
Makalah dermatitis atopik part 1Makalah dermatitis atopik part 1
Makalah dermatitis atopik part 1
 
Makalah dermatitis atopik part 2
Makalah dermatitis atopik part 2Makalah dermatitis atopik part 2
Makalah dermatitis atopik part 2
 
Presentasi Mr Tys
Presentasi Mr TysPresentasi Mr Tys
Presentasi Mr Tys
 
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Judul kelarutan (Farmasi Fisika)
Judul kelarutan (Farmasi Fisika)Judul kelarutan (Farmasi Fisika)
Judul kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Daftar pustaka (Farmasi Fisika)
Daftar pustaka (Farmasi Fisika)Daftar pustaka (Farmasi Fisika)
Daftar pustaka (Farmasi Fisika)
 
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Tabel (laporan) Farmasi Fisika
Tabel (laporan) Farmasi FisikaTabel (laporan) Farmasi Fisika
Tabel (laporan) Farmasi Fisika
 
Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab ii kelarutan
Bab ii kelarutanBab ii kelarutan
Bab ii kelarutan
 
Presentasi Farmakognosi
Presentasi FarmakognosiPresentasi Farmakognosi
Presentasi Farmakognosi
 
Presentation Laktosa
Presentation LaktosaPresentation Laktosa
Presentation Laktosa
 
Resume jurnal ilmiah laktosa
Resume jurnal ilmiah laktosaResume jurnal ilmiah laktosa
Resume jurnal ilmiah laktosa
 

Último

Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.ppt
Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.pptGastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.ppt
Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.ppt
ssuserbb0b09
 
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannya
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannyaleaflet IKM, gastritis dan pencegahannya
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannya
YosuaNatanael1
 
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptxPPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
DwiDamayantiJonathan1
 
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
Cara Menggugurkan Kandungan 087776558899
 
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RambuIntanKondi
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Acephasan2
 

Último (20)

Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptxPengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
 
Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.ppt
Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.pptGastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.ppt
Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.ppt
 
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitasDbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaAsuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
 
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannya
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannyaleaflet IKM, gastritis dan pencegahannya
leaflet IKM, gastritis dan pencegahannya
 
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptxMateri E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
 
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
 
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptxPPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
 
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
 
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxPenyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
 
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdfPentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
 
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
 
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
 
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdfJenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
 
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyChapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 

Laporan Teknologi Farmasi

  • 1. LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI “SUSPENSI KERING” Disusun Oleh : Nama NIM Elsa Yuliana 723901S.10.024 Erly Novianti 723901S.10.025 Eva Apriliyana Rizki 723901S.10.026 Fathia Mahmudah 723901S.10.027 Hendri Misak 723901S.10.028 I Gusti Bagus Rai A.P 723901S.10.029 Ika Hayati 723901S.10.030 Indah Pratiwi 723901S.10.031 Irfandi 723901S.10.032 Irma Wati 723901S.10.033 Dosen Pembimbing : Sapri, S.Si LABORATORIUM TERPADU I AKADEMI FARMASI SAMARINDA 2012
  • 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam bidang industri farmasi, perkembangan teknologi farmasi sangat berperan aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini banyak ditunjukkan dengan banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan karakteristik zat aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau menganggu dari efek farmakologis zat aktif obat. Sekarang ini banyak bentuk sediaan sediaan obat yang kita jumpai di pasaran antara lain : dalam bentuk sediaan padat seperti pil, tablet, kapsul dan suppositoria. Dalam bentuk sediaan setengah padat seperti krim dan salep. Dalam bentuk cair seperti sirup, eliksir, suspensi dan emulsi. Suspensi merupakan salah satu contoh dari bentuk sediaan cair yang secara umum dapat diartikan sebagai suatu sistem dispersi kasar yang terdiri atas bahan padat yang tidak larut tetapi terdispersi merata dalam pembawanya. Bentuk suspensi yang dipasarkan ada dua macam, yaitu suspensi siap pakai atau suspensi cair yang bisa langsung diminum, dan suspensi yang dilarutkan terlebih dahulu ke dalam cairan pembawanya suspensi bentuk ini digunakan untuk zat aktif yang kestabilannya dalam air kurang baik. Dalam hal ini, percobaan diutamakan pada pembuatan suspensi kering. Suspensi kering merupakan suatu sediaan kering yang direkonstitusikan dengan sejumlah air atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Evaluasi yang akan dilakukan meliputi uji organoleptis (bau, rasa, dan warna), kadar lembab, sifat alir, waktu rekonstitusi, pH, dan uji higroskopisitas. Untuk itulah, berdasarkan latar belakang di atas sekaligus tuntutan akan peningkatan kebutuhan pasien, sediaan farmasi terus menerus dikembangkan secara inovatif seiring perkembangan teknologi guna mendapatkan sediaan yang cocok, aman, dan nyaman bagi konsumen yang
  • 3. memakainya. Maka, berkembanglah metode-metode pembuatan suspensi kering untuk menjaga kestabilan obat agar tetap terjamin mutunya saat digunakan pasien. Oleh karena itu, pada praktikum kali ini akan dipelajari metode pembuatan suspensi kering serta pengaruh variasi bahan-bahan tambahan pada sediaan akhir. B. Tujuan Praktikum 1. Agar mahasiswa dapat membuat sediaan suspensi kering (reconstituable suspention) dengan metode granulasi dan mengevaluasinya. 2. Agar mahasiswa mengetahui pengaruh penambahan bahan eksipien (perbedaan konsentrasi) terhadap karakteristik sediaan yang dihasilkan.
  • 4. BAB II TEORI SINGKAT A. Definisi Suspensi dan Suspensi Kering Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan atau suspensi yang direkonstitusikan dengan sejumlah air atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Jenis produk ini umumnya campuran serbuk yang mengandung obat dan bahan pensuspensi yang dengan melarutkan dan pengocokan dalam sejumlah cairan pembawa (biasanya air murni) menghasilkan bentuk suspensi yang cocok untuk diberikan. Suspensi kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air pada saat akan digunakan. Agar campuran setelah ditambah air membentuk dispersi yang homogen maka dalam formulanya digunakan bahan pensuspensi. Komposisi suspensi kering biasanya terdiri dari bahan pensuspensi, pembasah, pemanis, pengawet, penambah rasa atau aroma, buffer, dan zat warna. Obat yang biasa dibuat dalam sediaan suspensi kering adalah obat yang tidak stabil untuk disimpan dalam periode waktu tertentu dengan adanya pembawa air (contohnya obat antibiotik) sehingga lebih sering diberikan sebagai campuran kering untuk dibuat suspensi pada waktu akan digunakan. Biasanya suspensi kering hanya digunakan untuk pemakaian selama satu minggu dan dengan demikian maka penyimpanan dalam bentuk cairan tidak terlalu lama. B. Macam-Macam Bentuk Suspensi Suspensi dalam dunia farmasi terdapat dalam berbagai macam bentuk, hal ini terkait dengan cara dan tujuan penggunaan sediaan suspensi tersebut. Beberapa bentuk sediaan suspensi antara lain : 1. Suspensi injeksi intramuskular (misal suspensi penisilin) 2. Suspensi subkutan
  • 5. 3. Suspensi optalmik (tetes mata) (misal suspensi hidrokortison asetat) 4. Suspensi tetes telinga 5. Suspensi oral (misal suspensi amoksisilin) 6. Suspensi topikal 7. Suspensi rektal (misal suspensi para nitro sulfatiazol) 8. Sebagai reservoir obat 9. Patch transdermal 10. Formulasi topikal konvensional C. Kriteria Suspensi dan Suspensi Kering Suatu sediaan suspensi yang baik harus memenuhi criteria tertentu. Kriteria tersebut adalah : 1. Pengendapan partikel lambat sehingga takaran pemakaian yang serba sama dapat dipertahankan dengan pengocokan sediaan. 2. Seandainya terjadi pengendapan selama penyimpanan harus dapat segera terdispersi kembali apabila suspensi dikocok. 3. Endapan yang terbentuk tidak boleh mengeras pada dasar wadah. 4. Viskositas suspensi tidak boleh terlalu tinggi sehingga sediaan dengan mudah dapat dituang dari wadahnya. 5. Memberikan warna, rasa, bau serta warna yang menarik. Sedangkan kriteria suatu sediaan suspensi kering yang baik adalah : 1. Kadar air serbuk tidak boleh melebihi batas maksimum. Selama penyimpanan serbuk harus stabil secara fisik seperti tidak terjadi perubahan warna, bau, bentuk partikel dan stabil secara kimia seperti tidak terjadi perubahan kadar zat aktif dan tidak terjadi perubahan pH yang drastis. 2. Pada saat akan disuspensikan serbuk harus cepat terdispersi secara merata di seluruh cairan pembawa dengan hanya memerlukan sedikit pengocokan atau pengadukan. 3. Bila suspensi kering telah dibuat suspensi maka suspensi kering dapat diterima bila memiliki kriteria dari suspensi.
  • 6. 4. Campuran serbuk harus homogen dari bahan obat dan bahan tambahan lainnya terutama pada konsentrasi dari masing-masing bahan. 5. Campuran serbuk terdispersi cepat dan sempurna dalam pembawa selama rekonstitusi. 6. Mudah terdipersi kembali saat telah menjadi suspensi cair. D. Metode Pembuatan Suspensi Kering Ada 3 metode pembuatan suspensi kering yaitu : 1. Powder Blend Pada metode ini komponen formula dicampurkan dalam bentuk serbuk. Bahan dengan jumlah sedikit dilakukan pencampuran dua tahap, pertama dicampur dengan sebagian sukrosa selanjutnya dicampur dengan bahan lain supaya didapat hasil yang homogen. 2. Granulated product Pada metode ini terdapat beberapa proses yaitu : a. Reduksi ukuran partikel b. Pencampuran suspending agent, weating agent dan anti foaming agent c. Pencampuran bahan aktif d. Granulasi e. Pengeringan f. Milling g. Final blend 3. Combination product Bahan yang tidak tahan panas ditambahkan setelah pengeringan granul. E. Stabilitas Suspensi Suspensi yang mengendap harus dapat menghasilkan endapan yang dapat terbagi rata kembali bila dikocok, karena hal ini merupakan
  • 7. persyaratan dari suatu suspensi. Pengendapan itu sendiri disebabkan adanya tegangan antar permukaan zat padat dengan zat cairnya, bila tegangan antar permukaan zat padat ini lebih besar dari tegangan permukaan zat cairnya, maka zat padat tersebut akan mengendap dan sebaliknya bila tegangan antar permukaan zat padat lebih kecil maka zat padat tersebut akan ditekan ke atas sehingga pengendapan tidak akan terjadi. Untuk memperkecil tegangan antar permukaan maka diperlukan zat pensuspensi yang bekerja menurunkan tegangan permukaan. Selain tegangan permukaan zat yang memiliki energi bebas yang besar tidak stabil dalam bentuk suspensi. Untuk mendapatkan suspensi yang stabil maka energi bebas tersebut harus diturunkan. Hubungan energi bebas, tegangan permukaan dan luas permukaan dalam suatu suspensi dijelaskan dalam rumus sebagai berikut : Di mana harga : W = kenaikan energi bebas permukaan (erg), = tegangan antar muka (dyne/cm), = penambahan luas permukaan (cm2). Persamaan di atas menunjukkan bahwa untuk menstabilkan suatu suspensi maka ukuran partikel harus diperkecil sehingga energi bebasnya juga menjadi kecil. Selain dari persamaan di atas Hukum Stokes juga perlu dipertimbangkan yaitu : Di mana V = kecepatan sedimentasi, d = jari-jari partikel terdispersi, = massa jenis fase dalam, = massa jenis fase luar, g = percepatan gravitasi, = viskositas fase luar. Dari rumus di atas terlihat bahwa : a. Semakin kecil ukuran partikel, laju pengendapan suspensi akan semakin lambat. b. Semakin tinggi viskositas maka kecepatan pengendapan akan semakin berkurang. c. Selisih massa jenis yang semakin kecil menyebabkan kecepatan pengendapan juga semakin lambat.
  • 8. F. Pengertian Granul Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel yang lebih kecil. Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar. Ukuran biasanya berkisar antara ayakan 4-12, walaupun demikian bermacam-macam ukuran lubang ayakan mungkin dapat dibuat tergantung dari tujuan pemakaiannya. G. Granulasi Granulasi adalah proses di mana partikel serbuk diubah menjadi granul. Secara umum granulasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu granulasi lembab (basah) dan granulasi kering. a. Granulasi basah Pada granulasi basah bahan dilembabkan dengan larutan pengikat yang cocok, sehingga serbuk terikat bersama dan terbentuk massa yang lembab. Pelarut yang digunakan umumnya bersifat volatil sehingga mudah dihilangkan pada saat dikeringkan. Massa lembab kemudian dibagi-bagi sehingga terbentuk butiran granul. b. Granulasi kering Pada granulasi kering obat dan bahan pembantu mula-mula dicetak menjadi tablet yang cukup besar, yang massanya tidak tentu. Selanjutnya tablet yang terbentuk dihancurkan dengan mesin penggranul kering gesekan atau dengan cara sederhana menggunakan alu di atas sebuah ayakan sehingga terbentuk butiran granul.
  • 9. BAB III STUDY PRAFORMULASI A. Paracetamol Nama lain : Acetaminophenum Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih, tidak berbau rasa pahit Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, 7 bagian etanol 95%, dalam 13 bagian etanol p, dalam 40 bagian gliserol dan dalam 9 bagian propilenglikol Rumus molekul : C8H9NO2 Berat molekul : 151,16 Kemurnian : Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% dihitung terhadap zat anhidrat Suhu lebur : 169-172 0C B. Laktosa Nama lain : Lactosum, saccharum lactis Pemerian : Serbuk hablur, putih tidak berbau, rasa agak pahit Kelarutan : Larut dalam 5 bagian air, larut dalam 1 bagian air mendidih, sukar larut dalam etanol 95%, praktis tidak larut dalam kloroforrm dan eter Rumus molekul : C12H72O11.H2O Berat molekul : 36,30 pH : 4,0-6,5 Partikel/ serbuk : 1,52 mg/cm3 Ukuran partikel : 20% pada mesh 60; 50% pada 100 mesh ; 25-65% pada 140 mesh Kompatibilitas : Sedang Kemampuan alir : Sedang Disintegrasi : Baik
  • 10. Higroskopisitas : Baik Lubrisitas : Kurang baik Stabilitas : Baik Daya alir : Anhydrous DT = 8,3 g/ det Anhydrat lactose DMF = 8,7 g/ det C. PVP Nama lain : Povidanum, povidon Pemerian : Serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau, higroskopik Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95% dan dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter. Rumus molekul : ( C6H9NO)n Titik lebur : 160-186 °C (titik didih : 150 °C) Ukuran partikel : 90 : 90% > 200 µm, 95% > 250 µm, 25/30 : 90% > 50 µm, 50% > 100 µm, 5% > 200µm Berat molekul : 10.000-700.000 pH : 3-7 (5 % b/v) Konsentrasi : 3-15% dalam alkohol penggunaan Berat jenis : 1,17-1,18 g/ml Stabilitas : Stabil pada suhu 110-130 oC Kadar air : Tidak lebih dari 5% Fungsi : Pengikat, suspending agent, atau peningkat viskositas dan beberapa sebagai pensuspensi Inkompatibilitas : Jika ditambahkan thimerosol akan membentuk senyawa kompleks, kompatibel terhadap gerak organik alami, resin sintetik dan senyawa lainnya. Akan terbentuk senyawa sulfathiazole, sodium salisilat, asam salisilat, fenol barbital dan komponen lainnya.
  • 11. D Etanol Pemerian : Cairan tidak berwarna, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas rasa panas Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform dan eter Berat jenis : 0,811g-0,813 g/ml Higroskopisitas : Mudah menyerap air dari udara Titik didih : -117,3 – 114,41 0C Tegangan : 0,7904- 0,7935 permukaan Viskositas : 1,20 mns/m2 E Amilum Sinonim : Starch, Amidon, Amilo, Puregel Rumus molekul : (C6H10O5)n BM : 50.000-160.000 pH : 5,5-6,5 untuk 2 % b/v Fungsi : Pengikat (binder), disintegran (penghancur), glidan, diluen Pemerian : Tidak berbau, tidak berasa, serbuk warna putih dengan ukuran bervariasi Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol dingin (95 %) dan dalam air dingin Konsentrasi : Sebagai penghancur 3-15% Distribusi partikel : 10 – 100 µm Rentang : 2 – 32 µm Flowability : 10,8-11,7 g/s pati jagung Stabilitas dan : Amilum yang kering dan tidak dipanasi stabil jika penyimpanan terlindung dari (high humidity) saat digunakan sebagai pelincir atau disintegran pada sediaan padat, amilum dipertimbangkan sebagai bahan inert
  • 12. di bawah kondisi penyimpanan normal. Namun larutan amilum yang dipanaskan atau pasta amilum secara fisik tidak stabil dan rentan serangan mikroorganisme dan menyebabkan a wide voriety of starch derivatives and modified storches that have unique phisical properties. Amilum harus disimpan dalam wadah tertutup rapat di tempat sejuk dan kering.
  • 13. BAB IV PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN BAHAN A. Perhitungan Bahan  Berat / sachet = 3 gram  Total berat = 10 bungkus x 3 gram = 30 gram  PCT = 16,67 % x 30 gram = 5,001 gram  Lactose = 48,33% x 30 gram = 14,49 gram  PVP = 30% x 30 gram = 9 gram  Larutan pengikat = I. 4% x 30 gram = 1,2 gram dalam 25 ml etanol II. 4% = x 25ml = 1 gram dalam 25 ml etanol B. Penimbangan Bahan  PCT = 5 gram  Lactosa = 14,49 gram  PVP = 9 gram (diganti Amilum 9 gram)  Untuk larutan pengikat : PVP = 1 gram Etanol 95% = 25 ml
  • 14. BAB V PROSEDUR PEMBUATAN A. Cara Kerja 1. Disiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan 2. Ditimbang semua bahan sesuai dengan penimbangan bahan 3. Dibuat larutan pengikat dengan mencampurkan 1 gram PVP dengan 25 ml etanol 4. Bahan-bahan yang sudah dihaluskan (PCT dan laktosa) dihomogenkan selama 15 menit, kemudian ditambahkan PVP dan kemudian dihomogenkan kembali selam 15 menit. Lalu campuran granulasi dengan penambahan larutan pengikat sedikit demi sedikit sampai diperoleh masa yang bisa dikepal. 5. Masa yang terbentuk dibuat granul dengan cara melewatkan masa melalui ayakan dengan mesh no. 14 6. Kemudian granul dikeringkan dalam oven suhu 60 0C selama 30 menit 7. Granul yang telah dikeringkan diayak dengan ayakan mesh no.16 8. Granul (suspensi) kering yang terbentuk dievaluasi 9. Dikemas dalam bentuk sachet, tiap sachet berisi 3 gram suspensi kering yang tertera dengan 500 mg paracetamol. B. Evaluasi Suspensi Kering 1. Uji warna, bau, dan rasa Cara : Dilakukan dengan cara melihat warna, mencium bau merasakan rasa dari suspensi kering. Hasil pengamatan berupa granul kering berwarna putih gading, tidak berbau dan rasa pahit. 2. Uji Kadar Lembab Cara : Ditimbang seksama 5,0 gram granul, panaskan dalam lemari pengeringan sampai bobot konstan (105°C) selama ± 30 menit. Perhitungan : % MC = x 100%
  • 15. MC = Moisture content, kandungan lembab W0 = Bobot granul awal W1 = Bobot granul setelah pengeringan 3. Uji sifat alir Cara : Sebanyak 10 gram suspensi kering dimasukkan dalam corong pada alat uji dan ratakan. Waktu yang diperlukan granul untuk melalui corong tersebut dicatat. 4. Uji waktu rekonstitusi Cara : Sebanyak 1,5 atau 3 g suspensi kering dimasukkan dalam 200 ml air. Air yang digunakan adalah air dingin dan air panas 80 °C. Pengamatan dilakukan terhadap kecepatan suspensi kering tersuspensi atau terlarut. 5. Uji pH Cara : pH larutan dicek dengan kertas indikator pH. 6. Uji Higroskopisitas Cara : Masukkan 2 gram granul ke dalam pot plastik, pada tiap formula diberi 4 perlakuan berbeda yaitu : Pot I : Pot plastik terbuka tanpa silika gel Pot II : Pot plastik terbuka dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama 6 hari pada suhu ruangan, setiap hari pot ditimbang kemudian pertambahan bobot yang terjadi di catat.
  • 16. BAB VI HASIL DAN KEMASAN A. Hasil Pengamatan 1. Uji Organoleptis Kelompok Warna Bau Rasa I Putih kekuningan Tidak berbau Pahit II Putih Tidak berbau Pahit III Putih gading Tidak berbau Pahit IV Putih pucat Sedikit tengik Pahit 2. Uji Kadar Lembab Kelompok Wo (gram) W1 (gram) % MC I (PVP) 5 4,98 4 II (PVP) 5 4,869 2,62 II (amilum) 5 2 60 III (amilum) 5 4,88 2,4 IV (amilum) 5 4,90 2 3. Uji Sifat Alir Bobot Waktu Percobaan Waktu Kelompok granul rata-rata ke- (detik) (gram) (detik) 1 20,27 3 I 2 20,27 2,94 2,95 (PVP) 3 20,27 2,93 1 10 1,61 II 2 10 1,71 1,63 (PVP) 3 10 1,59
  • 17. 1 10 1,3 II 2 10 1,33 1,31 (amilum) 3 10 1,32 1 10 1,6 III 2 10 1,4 1,43 (amilum) 3 10 1,3 1 10 1,46 IV 2 10 1,63 1,65 (PVP) 3 10 1,86 4. Uji Waktu Rekonstitusi Dalam 200 ml air Dalam 200 ml air panas Kelompok dingin (80 oC) I (PVP) 46 detik 1 menit 57 detik II (PVP) 2 menit 20 detik 50,52 detik II (amilum) 1 menit 14 detik 38,8 detik III (amilum) 1 menit 50 detik 45 detik IV 1 menit10 detik 21 detik (amilum) 5. Uji pH Dalam 200 ml air Dalam 200 ml air panas Kelompok dingin (80 oC) I(PVP) 5 5 II (PVP) 5,5 5,5 II (Amilum) 5,5 5,5 III 4,5 5 (Amilum) IV (PVP) 6 6
  • 18. 6. Uji Higroskopisitas Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Kel. Pot mo m1 Selisi mo m1 Selisi mo m1 Selisih (g) (g) h (g) (g) (g) h (g) (g) (g) (g) 1 2 2 0 2 2 0 2 2,01 0,01 I 2 2 2 0 2 2 0 2 2 0 (PVP) 3 2 2 0 2 2 0 2 2,02 0,02 4 2 1,99 -0,01 2 1,99 -0,01 2 1,85 -0,15 1 1 1 0 1 1,1 0,1 1 3,52 2,52 II 2 1 1 0 1 1 0 1 5,19 4,19 (PVP) 3 1 1 0 1 1 0 1 4,84 3,84 4 1 1 0 1 0,99 -0,01 1 6,22 5,22 1 2 2 0 2 2,01 0,01 2 4,65 2,65 II 2 2 2 0 2 1,98 -0,02 2 5,95 3,95 (amilu 3 2 2 0 2 2 0 2 5,89 3,89 m) 4 2 2 0 2 2,02 0,02 2 7,29 5,29 1 2 2 0 2 2,01 0,01 2 2,02 0,01 III 2 2 2 0 2 2,01 0,01 2 2,02 0,01 (amilu 3 2 2 0 2 2,01 0,01 2 2,02 0,01 m) 4 2 2 0 2 2 0 2 2 0 1 2 2 0 2 2,03 0,03 2 2,04 0,04 IV 2 2 2 0 2 2,03 0,03 2 2,03 0,03 (amilu 3 2 2 0 2 2,01 0,01 2 2,03 0,03 m) 4 2 2 0 2 2,01 0,01 2 2,05 0,05
  • 19. PARACETAMOL SUSPENSI KERING PT Cakrawala Farma SAMARINDA-INDONESIA Komposisi Paracetamol……………….500 g Indikasi Analgetik dan antipiretik, dapat menurunkan demam, meredakan nyeri (sakit gigi, sakit kepala) Kontra Indikasi Dikontraindikasikan pada penderita gangguan hati berat, ginjal Perhatian Hindari penggunaan pada penyakit ginjal, konsumsi alkohol Efek Samping Reaksi hipersensitif, kerusakan hati, ginjal, mual dan muntah Pemakaian 1 sachet dicampur dengan air, aduk hingga merata Penyimpanan Simpan di tempat yang kering dan sejuk, hindari sinar matahari secara langsung, simpan pada suhu kamar di bawah suhu 25° C No Reg GBL2753714526A1 No Batch : 2140321 ED : 14 Maret 2013 Diproduksi oleh : PT. Cakrawala Farma Tbk, Samarinda-Indonesia
  • 20. BAB VII PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini, dilakukan pembuatan sediaan berupa suspensi kering dengan metode pembuatan granulasi basah. Hal ini dapat dilihat secara nyata, di mana pada saat pembentukan granul perlu ditambahkan pelarut dan kemudian granul yang dihasilkan dipanaskan dalam oven untuk menguapkan pelarut yang digunakan. Granul suspensi kering yang telah jadi kemudian dievaluasi. Suspensi kering adalah merupakan suatu campuran padat yang ditambahkan air pada saat akan digunakan. Tujuan pelarutannya ada yang dimaksudkan untuk membuat larutan atau dibuat sebagai suspensi. Bila dibuat sebagai larutan, maka granul suspensi kering akan tercampur sempurna dan tidak ada lagi partikel yang tidak larut. Sedangkan bila dikehendaki sebagai suspensi, maka granul yang dicampur dengan pelarut akan menghasilkan sediaan mengandung partikel padat yang tidak larut. Bahan-bahan yang terdapat suspensi secara garis besar terdiri dari zat aktif dan zat tambahan. Bahan aktif yang digunakan adalah paracetamol. Paracetamol berguna sebagai analgetik dan antipiretik yang termasuk ke dalam golongan obat bebas. Bahan tambahan yang digunakan berupa laktosa, PVP dan larutan pengikat. Laktosa digunakan sebagai pemanis, dan juga sebagai bahan pengisi karena larut dalam air sehingga ketika direkonstitusi dengan air keberadaan laktosa tidak akan menganggu. Laktosa kompatibel dengan eksipien lain yang digunakan dalam formula, umum digunakan, serta harga relatif murah. PVP digunakan sebagai pengsuspensi dan juga penghancur. Sedangkan larutan pengikat yang digunakan adalah campuran dari PVP dengan etanol (1 gram PVP dengan 25 ml etanol), larutan ini digunakan untuk menyatukan semua serbuk yang dicampurkan untuk menjadi suatu gumpalan dengan kekerasan tertentu sehingga dapat dibuat menjadi granul. Pada formulasi, konsentrasi PCT adalah 16,67% (5 g); laktosa 48,33% (14,49 g); PVP 30% (9 g) dan 25 larutan pengikat. Semua bahan kecuali larutan pengikat dicampurkan ke dalam plastik untuk selanjutnya dihomogenkan dengan
  • 21. cara dikocok ± 5 menit. Setelah semua bahan tercampur, kemudian dipindahkan ke dalam mangkok untuk selanjutnya ditambahkan dengan larutan pengikat sedikit demi sedikit sampai diperoleh massa yang homogen dengan kekerasan yang cukup untuk digranul. Larutan pengikat yang digunakan lebih kurang 4 ml. Namun pada percobaan pertama, massa adonan yang diperoleh terlalu keras sehingga tidak dapat dilewatkan pada ayakan no.14 untuk dibuat granul. Hal ini disebabkan karena penambahan larutan pengikat yang terlalu banyak. Lalu pada percobaan kedua, ditimbang kembali semua bahan dengan jumlah yang sama, lalu digunakan kembali larutan pengikat dengan hati-hati menggunakan pipet sedikit demi sedikit, sampai lebih kurang 1 ml, namun hasil yang didapat ternyata masih sama. Massa campuran terlalu keras. Hingga akhirnya, PVP yang digunakan sebanyak 9 gram diganti dengan amilum dengan jumlah yang sama, sedangkan PCT dan laktosa tetap ditimbang dengan jumlah yang sama, kemudian semua bahan serbuk dicampur menjadi satu. Penambahan larutan pengikat dilakukan dengan pipet sedikit demi sedikit, namun sangat lama untuk mencapai massa yang diinginkan sedangkan larutan pengikat yang digunakan sudah banyak (± 10 ml), akhirnya ditambahkan PVP serbuk ke dalam adonan sebanyak ± 1 gram disertai dengan penambahan sedikit larutan pengikat. Namun hasil yang diperoleh juga masih belum menyatu menjadi massa yang baik. Lalu ditambahkan lagi PVP serbuk ±1 gram disertai penambahan larutan pengikat kembali. Akhirnya didapatkan massa granul yang diinginkan, yaitu massa granul yang dapat melewati ayakan no.14 dan menghasilkan granul yang baik. Jadi, selain penggantian 9 gram PVP dengan 9 gram amilum, ditambahkan pula ± 2 gram PVP serbuk dan larutan pengikat ± 25 ml untuk mendapatkan massa yang diinginkan. Dari keempat kelompok yang melakukan praktikum, hanya kelompok 1 yang langsung dapat memberikan hasil massa adonan yang baik dengan prosedur serta komposisi bahan yang telah ditentukan pada preformulasi. Semua kelompok memiliki komposisi yang sama pada PCT, laktosa dan larutan pengikat dan hanya berbeda pada komposisi PVP. Pada kelompok 1 jumlah PVP yang digunakan hanya 10% sedangkan pada kelompok lain 20%, 30% dan 40%. Sehingga, dapat
  • 22. diketahui bahwa pada praktikum diketahui bahwa komposisi yang baik untuk dibuat granul adalah formulasi dengan PVP sebanyak 10% dan bila lebih dari itu, maka massa yang terbentuk akan terlalu keras. Setelah didapatkan granul yang diinginkan lalu granul dikeringkan selama 30 menit dalam oven suhu 60 oC. Granul yang telah kering kemudian diayak kembali dengan ayakan no. 16 sehingga didapatkan granul dengan ukuran yang lebih kecil. Pada ayakan sebelumnya (No.14) ukuran diameter granul adalah 1,4 mm sedangkan pada ayakan No. 16 diameternya adalah 1,18 mm. Setelah melalui pengayakan yang kedua, maka granul yang telah menjadi suspensi kering selanjutnya dilakukan evaluasi suspensi kering yang meliputi uji organoleptis, uji kadar lembab, uji sifat alir, uji waktu rekonstitusi, uji pH dan uji higroskopisitas. Setiap kelompok membuat granul dengan komposisi yang berbeda-beda, namun perbedaan ini hanya terletak pada komposisi penggunaan PVP sebagai penghancur dan pengsuspensi. Hanya kelompok 1 yang menggunakan formulasi yang telah ditentukan sebelumnya dengan jumlah PVP sebesar 10%. Kelompok 2 membuat dua macam granul, yaitu dengan dengan PVP 20% dan amilum 20% sebagai pengganti PVP. Kelompok 3 mengganti PVP sebesar 30% dengan amilum sebesar 30%. Kelompok 4 mengganti PVP sebesar 40% dengan amilum sebesar 40%. Dari uji organoleptis, semua granul hampir mempunyai sifat organoleptis yang sama yaitu rasa pahit, tidak berbau dan warna yang hampir sama yaitu warna putih pucat sampai putih agak kekuningan. Untuk uji kadar lembab, sesuai dengan ketentuan, kadar kelembaban yang disyaratkan adalah 2-4%, pada hasil granul milik semua kelompok menunjukkan kadar kelembaban yang baik, karena semua memasuki rentang 2-4% sesuai ketentuan. Namun, pada granul kelompok 2 yang menggunakan amilum sebesar 20%, %MC sebesar 60%. Hal ini sangat jauh dari ketentuan seharusnya. Hasil ini diperkirakan karena adanya salah perhitungan atau penimbangan. Karena dibandingkan dengan yang lain, %MC yang dihasilkan terlalu menyimpang. Bila dibandingkan dengan kelompok 3 dan 4 yang sama- sama menggunakan amilum, kadar ini pun terlalu berbeda. Kadar lembab ini nantinya akan mempengaruhi kekeringan dari granul yang dihasilkan. Bila kadar
  • 23. airnya terlalu rendah, maka granul akan menjadi terlalu rapuh dan mudah hancur, sedangkan bila kadar air terlalu tinggi, maka granul akan menjadi terlalu basah dan mudah menempel pada kemasan. Selanjutnya adalah uji sifat alir. Laju alir atau sifat alir akan mempengaruhi kemudahan suspensi kering untuk dituang ke gelas atau wadah tempat suspensi kering tersebut akan direkonstitusikan dengan air atau pelarut yang sesuai lainnya. Semakin kecil nilai laju alir (sifat alir) dari suspensi kering maka laju alirnya akan semakin baik dan suspensi kering tersebut semakin mudah untuk dituang. Sesuai ketentuan, untuk 100 gram granul waktu alirnya adalah 10 detik. Kelompok 1 menggunakan 20,27 gram granul, sehingga seharusnya waktu alir yang baik adalah 2,027 detik. Kelompok 2, 3 dan 4 menggunakan 10 gram granul sehingga waktu alir yang baik seharusnya 1 detik. Secara keseluruhan, tidak ada hasil granul yang memenuhi syarat waktu alir. Namun di antara kelima hasil granul, yang paling baik adalah granul milik kelompok 2 dengan amilum sebesar 20% dan yang terburuk adalah waktu alir yang dimililki kelompok 1 dengan PVP sebesar 10%. Selain itu, adanya kandungan amilum dalam formula juga memiliki kemampuan sebagai glidan sehingga dapat mempengaruhi sifat alir dengan membantu memperbaiki sifat alir. Suatu sediaan suspensi kering yang baik memiliki kriteria tertentu, salah satunya adalah cepat terdispersi dengan homogen pada saat disuspensikan. Semakin cepat waktu rekonstitusi dari suatu suspensi kering maka semakin baik pula sediaan suspensi kering tersebut, hal ini disebabkan karena semakin mudah suatu suspensi kering untuk direkonstitusikan maka akan mempermudah pasien dalam menggunakan sediaan tersebut karena tidak butuh waktu dan tenaga yang besar untuk mendapatkan sediaan suspensi yang terdispersi homogeny yang akan diminum. Untuk uji waktu rekonstitusi, dilakukan dengan melarutkannya dalam air dingin biasa dan dalam air panas 80 oC. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat sediaan suspensi kering akan tercampur dengan pelarut air sebelum digunakan. Semakin cepat suspensi kering melarut dalam air maka makin baik sediaan tersebut. Secara umum, suspensi kering akan lebih cepat melarut dalam air panas dibandingkan dengan air dingin, hal ini karena kenaikan suhu akan
  • 24. sebanding dengan naiknya kelarutan suatu zat. Kecepatannya melarut ini dipengaruhi oleh penggunaan penghancur yang digunakan. Pada formulasi, penghancur yang digunakan adalah PVP namun saat pembuatan ada yang mengganti PVP dengan amilum. Amilum juga dapat berfungsi sebagai penghancur. Secara teoritis, PVP yang lebih higroskopis dibanding dengan amilum akan lebih mudah menyerap air sehingga lebih cepat menghancurkan granul. Pada kelompok 1 dengan hanya 10% PVP dapat melarutkan granul dalam waktu 46 detik (dalam air dingin). Sedangkan pada pelarutan dengan air panas, waktu tercepat dimiliki oleh granul dengan komposisi amilum 40%. Bila ditelaah, sebenarnya lebih baik bila suspensi kering ini larut cepat pada air dingin karena pada kenyataannya penggunaan oleh pasien akan lebih mudah bila dilarutkan dengan air dingin. Pada hasil granul milik kelompok 2, 3 dan 4, memiliki waktu rekonstitusi yang hampir sama, karena penambahan amilum yang tidak berbeda jauh yaitu 20%, 30% dan 40%. Dari hasil tersebut, dapat diketahui, bahwa hanya dengan konsentrasi PVP sebesar 10% sebagai penghancur dan pengsuspensi, dapat memberikan hasil waktu rekonstitusi yang baik. Selanjutnya, pengaruh suhu air yang semakin tinggi, juga dapat mempercepat waktu rekonstitusi. Pengukuran pH juga dilakukan terhadap suspensi kering yang telah dilarutkan dalam air panas maupun air dingin. Pengukuran pH diperlukan untuk menentukan apakah sediaan yang dibuat menyediakan keadaan yang stabil untuk zat aktif yang dikandungnya. Uji pH juga berkaitan erat dengan kenyamanan pasien saat mengkonsumsi larutan suspensi. Untuk paracetamol yang berada dalam bentuk larutan oral saat digunakan, maka pH yang sesuai adalah 4,5-6,9. Dari semua suspensi kering yang dilarutkan dalam air, semuanya memenuhi rentang pH tersebut sehingga dapat dinyatakan zat aktif stabil dalam bentuk sediaan yang dibuat. Pengujian yang terakhir adalah uji higroskopisitas. Hal ini disebabkan kebanyakan bahan bersifat higroskopis di mana berarti dapat terjadi penyerapan air oleh sediaan suspensi kering. Penyerapan air dapat menyebabkan sediaan suspensi kering menjadi rusak sehingga dapat menurunkan kualitas sediaan baik secara fisika berupa sediaan menjadi lembab sehingga penampilannya buruk
  • 25. ataupun secara kimia karena rusaknya kandungan zat aktif. Uji higroskopisitas akan berkaitan sekali dengan kondisi penyimpanan. Pengujian ini dilakukan dalam 4 kondisi, yaitu dalam keadaan terbuka tanpa silica (1), terbuka dengan silica (2), tertutup tanpa silica (3) dan tertutup dengan silica (4). Secara teori, perlakuan dengan penambahan silica gel dalam pot plastik tertutup akan mengurangi keberadaan uap air di sekeliling sediaan karena ruangan tertutup membatasi kemungkinan masuknya uap air, sedangkan adanya silica gel juga dapat menyerap uap air yang masuk sehingga suspensi kering lebih terlindung. Dari pengamatan selama 3 hari, dapat dilihat bahwa tidak terlalu terjadi perbedaan yang berarti pada keadaan yang terbuka ataupun pada keadaan tertutup. Pada keadaan terbuka tanpa silica, pertambahan bobot terkecil dan stabil ditunjukkan oleh kelompok granul dengan kandungan PVP 10% lalu disusul dengan granul yang menggunakan amilum 30%. Pada keduanya hanya terjadi penambahan 0,01 g dari bobot awal. Pada keadaan terbuka namun diberi silica, keadaan paling stabil ditunjukkan oleh kelompok dengan PVP 10%, hal ini karena tidak adanya penambahan bobot setelah 3 hari. Untuk granul yang ditutup tanpa silica, granul yang higroskopisitasnya rendah adalah granul dengan amilum 30%, karena penambahan bobot hanya sebesar 0,01 gram. Sedangkan untuk sediaan yang disimpan dalam wadah tertutup serta dengan silica, yang paling stabil ditunjukkan oleh granul kelompok 3 dengan amilum 30%. Namun hal yang aneh terjadi pada pot kelompok 1 yang ditutup dan diberi silica, karena terjadi pengurangan bobot sebanyak 0,15 gram setelah 3 hari. Hal ini dapat diakibatkan kesalahan penimbang yang mungkin menjatuhkan sebagian granul saat penimbangan. Secara teoritis, granul yang mengandung PVP cenderung menarik air sehingga bobotnya bertambah, namun hal sebaliknya terjadi pada hal di atas. Ketidaksesuaian juga terlihat pada hasil penimbangan kelompok 2 pada hari ketiga, di mana terjadi peningkatan bobot yang terlalu besar. Hal ini mungkin terjadi karena kesalahan penimbangan, di mana berat yang tercantum pada data pengamatan adalah berat pot dan berat granul bukan berat granul bersih. Hal ini menyebabkan sulit untuk membandingkan data dengan akurat. Secara keseluruhan, kemampuan menarik air dari sediaan yang paling kecil ditunjukkan oleh granul dengan kandungan PVP
  • 26. 10% dan amilum 30%. Higroskopisitas yang diinginkan adalah tentunya yang paling kecil, karena dengan semakin kecil higroskopisitas, maka sediaan akan lebih stabil dalam penyimpanan. Kenaikan bobot yang paling kecil juga dimaksudkan berarti paling sedikit menyerap air di sekitarnya sehingga paling baik dalam mempertahankan kestabilan kimia maupun fisika dari sediaan yang dapat terganggu oleh keberadaan air.
  • 27. BAB VIII KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah : 1. Suspensi kering dengan bahan aktif paracetamol yang dibuat dengan metode granulasi basah, dengan 4 formulasi berbeda yaitu berbeda pada konsentrasi bahan penghancur dan pengsuspensi berupa PVP. 2. Konsentrasi PVP yang menunjukkan hasil maksimal dalam pembuatan massa adonan granul adalah konsentrasi 10%, sedangkan konsentrasi 20%, 30% dan 40% menghasilkan massa adonan yang terlalu keras. 3. Pada konsentrasi PVP 20%, 30% dan 40% dilakukan penggantian dengan bahan penghancur lain yaitu amilum dengan konsentrasi yang sama. 4. Untuk hasil uji organoleptis, semua hasil suspensi kering menunjukkan hasil yang hampir sama. 5. Untuk uji kadar lembab dan pengukuran pH, semua suspensi kering menunjukkan hasil yang memenuhi syarat, yaitu kadar lembab sebesar 2-4% dan pH sebesar 4,5 – 6,9. 6. Untuk uji sifat alir, tidak ada yang memenuhi persyaratan, tetapi waktu terbaik dimiliki oleh granul yang dibuat dengan penghancur amilum sebesar 20%. 7. Untuk uji waktu rekonstitusi, yang paling cepat melarut pada air dingin adalah granul yang dibuat dengan konsentrasi PVP 10% (46 detik), sedangkan yang paling cepat melarut dalam air panas adalah granul yang dibuat dengan konsentrasi amilum 40%. 8. Untuk uji higroskopisitas, suspensi kering yang higroskopisitasnya paling kecil adalah sediaan dengan konsentrasi PVP 10% dan amilum 30%.
  • 28. 9. Secara keseluruhan, dari ketepatan formulasi, proses pembuatan sampai pada hasil uji yang dilakukan, maka suspensi kering yang paling baik ditunjukkan oleh formulasi yang menggunakan PVP sebesar 10%. B. Saran Mahasiswa sebaiknya memahami terlebih dahulu cara pembuatan serta prinsip kerja dari praktikum yang akan dilakukan sehingga tidak bingung saat praktikum. Mahasiswa juga sebaiknya lebih berhati-hati dalam melaksanakan praktikum sehingga diperoleh hasil yang maksimal.
  • 29. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta. Ansel, H.C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. UI Press : Jakarta. Lachman et al. 1986. Teori dan Praktek Teknologi Farmasi Industri Edisi III. UI Press : Jakarta. Siregar, C.J.P. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis, EGC : Jakarta. Rowe et all. 2006. Handbook of Pharmaceutival Exipiens 5th . The Pharmaceutical Press : London. Voigt. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Gadjah Mada Press : Yogyakarta.