Buku ini membahas sistem manajemen kinerja aparatur sipil negara secara menyeluruh, mulai dari urgensi, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengukuran, pembinaan, penilaian hingga sistem informasi kinerja. Buku ini juga menyajikan model manajemen kinerja berbasis flexible work arrangement sebagai opsi baru yang sesuai dengan tuntutan zaman.
1. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | i
2.
3. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | i
SISTEM MANAJEMEN KINERJA
APARATUR SIPIL NEGARA
Adi Suryanto, et.al. (Editors)
Copyright @ 2021 Lembaga Administrasi Negara. All Right Reserved.
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Judul Buku : Sistem Manajemen Kinerja Aparatur Sipil Negara
Penerbit : Asosiasi Profesi Widyaiswara Indonesia
Tempat Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2021
Cetakan Ke : 1 (Pertama)
ISBN : 978 – 623 – 98929 – 5 - 1
IKAPI : Nomor Anggota 599/Anggota Luar Biasa/DKI/2021
Redaksi:
Gedung Atmodarminto, BPPK Kementerian Keuangan
Jl. Purnawarman No.99, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Email : bppdapwi@gmail.com
Website : https://www.bppdapwi.com
Whatsapp : 083840572182
4. ii | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
SISTEM MANAJEMEN KINERJA
APARATUR SIPIL NEGARA
Editor:
1. Dr. Adi Suryanto, M.Si.
2. Dr. Agus Sudrajat, MA.
3. Sri Hadiati WK, SH., MBA.
Reviewer:
1. Dr. Agus Sudrajat, MA.
2. Sri Hadiati WK, SH., MBA.
3. Drs. Riyadi, M.Si.
4. Suripto, S.Sos., MAB.
5. Marsono, SE., MM.
6. Drs. Haris Faozan, M.Si.
7. Dr. Suwatin, S.Sos., MA.
8. Arif Ramadhan, SAP., MAP.
9. Yoga Suganda Sukanto, S.Sos.
Desain Sampul dan Tata Letak
1. Agus Pahrul Sidik, ST. MT.
2. Arif Ramadhan, SAP., MAP.
5. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | iii
Tim Penulis
1 Dr. Hary Supriadi, SH. MA Widyaswara Ahli Utama
2 Suripto, S.Sos., MAB Peneliti Ahli Madya
3 Marsono, SE. MM Peneliti Ahli Madya
4 Arif Ramadhan, SAP., MAP Peneliti Ahli Pertama
5 Parjiono, S.Sos Analis Kepegawaian Ahli Madya
6 Drs. Hari Budimawan Analis Kepegawaian Ahli Muda
7 Dr. Sri Wahyu Wijayanti,
SE. M.SE.
Peneliti Ahli Muda
8 Azizah Puspasari, SPd.,
MPA
Analis Kebijakan Ahli Muda
9 Agustinus Sulistyo Tri P, SE.
MSi.
Peneliti Ahli Madya
10 Renny Savitri, S.IP., MA Peneliti Ahli Muda
11 Ichwan Santosa, S.Sos. Analis Kebijakan Ahli Pertama
12 Octa Soehartono, S.E.,
M.P.A.
Analis Kepegawaian Ahli Muda
13 Witra Apdhi Yohanitas,
S.Kom., M.A.P.
Peneliti Ahli Muda
14 Azwar Aswin, S.Sos., MAP Peneliti Ahli Pertama
6. iv | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI
SAMBUTAN
MENTERI PEMBERDAYAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI
Visi mewujudkan Indonesia yang maju, bermartabat,
berdaya saing, dan sejajar dengan negara-negara maju
di dunia menuntut birokrasi berkelas dunia. Birokrasi
harus kapabel, berdaya saing, mampu mengelola roda
pemerintahan secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan
menekankan pentingnya menciptakan birokrasi yang
berorientasi pada hasil, tidak semata berorientasi pada prosedur, proses,
dan rutinitas. Oleh karena itu, Kementerian PANRB memiliki peran yang
sangat strategis dalam membangun birokrasi berkelas dunia. Untuk
mencapai visi reformasi birokrasi tahun 2024, Kementerian PANRB telah
menerapkan dua tahap roadmap reformasi birokrasi. Untuk meningkatkan
pencapaian target roadmap reformasi birokrasi tahap kedua, Kementerian
PANRB telah menerbitkan kebijakan tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Sistem Kinerja Pegawai.
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa taala, semangat
untuk pembenahan dan perbaikan juga dimiliki oleh
Kementerian/Lembaga, salah satunya Lembaga Administrasi Negara
melalui Kedeputian Bidang Kajian dan Inovasi Manajemen Aparatur Sipil
7. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | v
Negara yang telah berinisiatif untuk menyusun Buku Sistem Manajemen
Kinerja Aparatur Sipil Negara. Dari isi buku ini, tentunya sangat penting dan
sangat baik dalam memperkuat implementasi Peraturan Menteri PANRB
Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri
Sipil. Sebagai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019
tentang Penilaian Kinerja PNS dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara.
Akhir kata, sebagai Menteri PANRB, saya mengucapkan terima kasih
kepada Lembaga Administrasi Negara c.q. Kedeputian Bidang Kajian dan
Inovasi Manajemen Aparatur Sipil Negara yang telah berinisiatif menyusun
buku ini. Semoga buku Manajemen ASN ini dapat memberikan kontribusi
dalam Implementasi PermenPANRB Nomor 8 Tahun 2021.
Jakarta, 22 Desember 2021
H. Tjahjo Kumolo, S.H.
8. vi | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
SEKAPUR SIRIH
KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI
Sebagai salah satu institusi yang mendapatkan
mandat langsung dari Undang-Undang No. 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Lembaga
Administrasi Negara telah dan akan terus
menguatkan komitmen untuk menjadi penggerak
utama dalam mewujudkan world class government.
Untuk itu, dalam rangka melaksanakan tugasnya
untuk meneliti, mengkaji, dan melakukan inovasi,
penguatan terhadap manajemen ASN akan terus
dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan dalam bidang ASN.
Saat ini kita memasuki era Revolusi Industri 4.0, dimana dunia dihadapkan
pada kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), yang
diperberat dengan pandemi Covid-19. Disinilah setiap organisasi pemerintah
atau swasta diuji serta dituntut untuk berkinerja tinggi. Pembahasan terkait
dengan kinerja PNS sampai saat ini masih menjadi isu yang sangat krusial.
Kementerian PANRB pernah mengungkapkan bahwa lebih dari 30% PNS
berkinerja buruk. Untuk itu dibutuhkan konsep dan kebijakan manajemen
kinerja yang baik dan implementatif.
Inisiatif Lembaga Administrasi Negara ini penting dalam menjawab
tantangan manajemen kinerja ASN tersebut. Buku Sistem Manajemen
Kinerja ASN layak menjadi referensi utama dalam mengimplementasikan
manajemen kinerja ASN di instansi pemerintah baik pusat maupun daerah.
Materi dalam buku ini selain merujuk pada kebijakan yang ada, juga
diperkaya dengan konsep dan langkah praktis pada setiap aspeknya. Selain
itu juga membahas model manajemen kinerja berbasis flexible work
arrangement (FWA) yang sangat relevan dengan kondisi saat ini.
Sebagai penutup, saya mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih
kepada tim penulis dan kontributor buku ini. Semoga Buku Manajemen
Kinerja ASN ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengelolaan
manajemen kinerja di instansi pemerintah pusat maupun daerah, sehingga
harapan untuk mewujudkan pemerintahan yang berkinerja tinggi dapat
terwujud.
Jakarta, 22 Desember 2021
Dr. Adi Suryanto, M.Si
9. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | vii
SALAM PEMBUKA
CEO GLOBAL TANOTO FOUNDATION
Tanoto Foundation adalah organisasi filantropi
independen yang berkomitmen untuk meningkatkan
kekuatan transformatif pendidikan termasuk juga
pengembangan SDM Aparatur di Indonesia. Kami juga
menjadi katalis kemitraan pemerintah dan swasta
untuk menghasilkan ide-ide yang progresif.
Sejalan dengan misi kami, Tanoto Foundation
mendukung sepenuhnya Lembaga Administrasi
Negara dalam penyelenggaraan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil
Negara demi terciptanya peningkatan kualitas penyelenggaraan
pemerintahan khususnya dalam memberikan pelayanan publik yang prima
yang dampaknya akan meningkatkan kepuasan masyarakat atas layanan
pemerintahan.
Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN ini kami pandang sangat penting
sebagai pedoman bagi ASN untuk meningkatkan kinerja mereka sehingga
kinerja yang diharapkan dapat sejalan dengan tujuan organisasi.
Sebagai penutup kami menyampaikan terima kasih kepada Lembaga
Administrasi Negara Republik Indonesia yang telah menginisiasi buku ini dan
melibatkan kami dalam penyusunan buku ini, semoga kontribusi kami juga
memberikan manfaat bagi negeri. Semoga bermanfaat, selamat membaca.
Jakarta, 22 Desember 2021
Dr. J. Satrijo Tanudjojo
10. viii | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
SELAYANG PANDANG
DEPUTI KAJIAN & INOVASI MANAJEMEN ASN
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI
Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN ini
merupakan buku pedoman praktis Manajemen
Kinerja ASN di Indonesia yang secara substantif
menyajikan Manajemen Kinerja ASN dari sisi
urgensi, kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pengukuran, pembinaan, penilaian kinerja dan
sistem informasi kinerja. Sisi menarik dari buku ini
juga menyajikan manajemen kinerja dengan model
flexible work arrangement (FWA) yang tidak hanya
merupakan opsi baru, namun juga merupakan
tuntutan pola kerja saat ini.
Terwujudnya FWA ini tentunya tidak sekadar tersedianya sistem jaringan
internet yang stabil, perangkat keras dan lunak yang memadai, namun juga
tata kelola pekerjaan yang sesuai dan berkesinambungan serta peraturan
yang mendukung. Tentunya hal ini tidak mudah terealisasi seperti
membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan komitmen dan keinginan kuat
untuk berubah menjadi lebih dinamis dan fleksibel dalam pengabdian.
Semua tentu bermuara pada upaya menapaki peta jalan pembangunan ASN
seperti yang termaktub dalam RPJM (2020-2024), yakni birokrasi kelas dunia.
Kami sangat mengapresiasi hadirnya buku ini, sebagai sumbangsih Lembaga
Administrasi Negara untuk negeri khususnya di bidang pengembangan
kompetensi dan peningkatan kinerja ASN. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Tanoto Foundation atas dukungannya dalam pengembangan
knowledge creation selama ini.
Sebagai penutup, semoga buku ini bermanfaat bagi ASN, akademisi, praktisi,
mahasiswa dan semua kalangan yang membaca buku ini. Kami membuka
masukan seluas-luasnya demi perbaikan buku ini di masa mendatang.
Selamat membaca.
Jakarta, 22 Desember 2021
Dr. Agus Sudrajat, M.A.
11. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | ix
DAFTAR ISI
Identitas Buku i
Tim Penulis iii
Sambutan Menteri PAN RB iv
Sekapur Sirih Kepala LAN vi
Salam Pembuka Tanoto Foundation vii
Selayang Pandang DKIM ASN viii
Daftar Isi ix
Daftar Gambar x
Daftar Tabel xi
Esensi Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN xiii
BAB I URGENSI MANAJEMEN KINERJA ASN
Hary Supriadi
1
BAB II PERENCANAAN KINERJA PEGAWAI
Suripto
15
BAB III PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN KINERJA
Marsono dan Arif Ramadhan
45
BAB IV KONSELING, MENTORING DAN COACHING
Parjiyono dan Hari Budimawan
55
BAB V PENGUKURAN KINERJA PEGAWAI
Sri Wahyu Wijayanti dan Azizah Puspasari
83
BAB VI TINDAK LANJUT PENILAIAN KINERJA
Agustinus Sulistyo Tri P dan Renny Savitri
98
BAB VII MANAJEMEN KINERJA DENGAN MODEL FWA
(FLEXIBLE WORKING ARRANGEMENT)
Ichwan Santoso dan Octa Soehartono
117
BAB VIII SISTEM INFORMASI KINERJA
Witra Apdhi Yohanitas dan Azwar Aswin
138
DAFTAR PUSTAKA 148
BIODATA PENULIS 153
12. x | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Sistem Manajemen Kinerja 9
Gambar 1.2 Tantangan Penerapan Sistem Manajemen Kinerja 13
Gambar 3.1 Skema Proses Pelaksanaan Manajemen Kinerja ASN 46
Gambar 3.2 Alur Rencana Kinerja JPT, JA, dan JF 49
Gambar 3.3 Format Rencana Aksi/ Inisiatif Strategis 50
Gambar 3.4 Format Pendokumentasian Kinerja 50
Gambar 3.5 Siklus Pelaksanaan Manajemen Kinerja ASN Agile 51
Gambar 3.6 Mekanisme Perubahan SKP 54
Gambar 4.1. Siklus Manajemen Kinerja 57
Gambar 5.1 Penilaian Kinerja PNS 91
Gambar 5.2 Penilaian SKP bagi JPT 91
Gambar 5.3 Penilaian SKP bagi JA dan JF 92
Gambar 5.4 Siklus Manajemen Kinerja PNS 92
Gambar 5.5 Format Penilaian Kinerja 95
Gambar 6.1 Penghargaan dan Pembinaan bagi ASN 116
Gambar 7.1 Kotak Manajemen Talenta 125
Gambar 7.2 Platform Utama Integrated Digital Workspace 134
Gambar 7.3 Mekanisme Kerja Flexiwork Bappenas 135
Gambar 7.4 Pola Kerja di Kemenkeu 136
13. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rujukan Penjabaran Kinerja Utama 22
Tabel 2.2 Manual Indikator Kinerja 27
Tabel 2.3 Rencana SKP Pejabat Tinggi dan Pimpinan Unit
Kerja Mandiri
29
Tabel 2.4 Rencana SKP Pejabat Tinggi dan Pimpinan Unit
Kerja Mandiri
31
Tabel 2.5 Rencana SKP Pejabat Administrasi 33
Tabel 2.6 Rencana SKP Pejabat Fungsional 34
Tabel 2.7 Keterkaitan SKP dengan Angka Kredit Pejabat
Fungsional
35
Tabel 2.8 Verifikasi Keterkaitan SKP dengan Angka Kredit JF 35
Tabel 2.9 Kategori Penilaian Kinerja Individu 36
Tabel 2.10 Rencana SKP Pejabat Administrasi 37
Tabel 2.11 Rencana SKP Pejabat Fungsional 38
Tabel 2.12 Aspek Orientasi Pelayanan 39
Tabel 2.13 Aspek Komitmen 40
Tabel 2.14 Aspek Inisiatif Kerja 41
Tabel 2.15 Aspek Kerja Sama 42
Tabel 2.16 Aspek Kepemimpinan 43
Tabel 2.17 Level Perilaku Kerja yang Dipersyaratkan 44
Tabel 4.1 Formulir Penetapan Kegiatan Konseling 63
Tabel 4.2 Rekapitulasi Data Konseling PNS 64
Tabel 4.3 Daftar Nama Peserta Kegiatan Konseling 65
Tabel 4.4 Daftar Nama Peserta Pascakonseling 67
14. xii | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Tabel 4.5 Daftar Nama Peserta Mentoring 72
Tabel 4.6 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Mentoring 74
Tabel 4.7 Hasil Pelaksanaan Kegiatan Mentoring 75
Tabel 4.8 Daftar Nama Peserta Pengukuran Potensial 80
Tabel 4.9 Daftar Nama Peserta Pelaksanaan Kegiatan
Coaching
81
Tabel 5.1 Perspektif Balance Scorecard pada Sektor Swasta
dan Publik
84
Tabel 5.2 Perbandingan Kebijakan Penilaian Kinerja PNS 86
Tabel 7.1 Identifikasi Jabatan untuk Penentuan Jenis FWA 127
Tabel 7.2 Jenis/Metode Flexible Work Arrangement (FWA) 129
Tabel 7.3 Contoh Laporan Kinerja Harian 131
Tabel 8.1 Perkembangan IP-TIK Indonesia, 2018-2019 139
15. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | xiii
Esensi Buku
Sistem Manajemen Kinerja ASN
“a systematic process for improving organizational
performance by developing the performance of individuals
and teams” (Amstrong - 2006)
Manajemen kinerja memiliki peran strategis dalam meningkatkan
kinerja organisasi yang menghubungkan sinergi antara tujuan individual
dengan visi dan misi organisasi. Namun, dalam sistem pemerintahan
Indonesia, manajemen kinerja dinilai masih belum terimplementasikan
dengan baik, dan masih dalam tataran konsep dan kebijakan yang ramai
didiskusikan di berbagai seminar ataupun diskusi terbatas.
Lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara menegaskan mengenai pentingnya kinerja, sebagaimana tertuang
dalam konsideran menimbang huruf c bahwa ASN wajib
mempertanggungjawabkan kinerjanya. Selanjutnya, dijabarkan lebih lanjut
dalam sebuah kebijakan berupa Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil.
Dalam hubungannya dengan manajemen kinerja, kebijakan tersebut
menyebutkan beberapa aspek dalam manajemen kinerja yang meliputi:
perencanaan kinerja; pelaksanaan kinerja, pemantauan kinerja, pembinaan
kinerja, penilaian kinerja, tindak lanjut, dan Sistem Informasi Kinerja PNS.
Kemudian secara teknis dijabarkan dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun
2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil.
Dalam upaya memperkaya referensi Manajemen Kinerja Pegawai, Buku
Sistem Manajemen Kinerja ASN ini membahas beberapa hal mendasar
meliputi:
1. Perencanaan Kinerja Pegawai,
2. Pelaksanaan dan Pemantauan Kinerja,
3. Coaching dan Mentoring,
16. xiv | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
4. Pengukuran Kinerja Pegawai,
5. Tindak Lanjut Penilaian Kinerja, dan
6. Sistem Informasi Kinerja.
Dan salah satu hal yang sedang “happening” saat ini dari organisasi
berbasis kinerja adalah fleksibilitas, bekerja dari mana saja dan kapan saja,
untuk itu buku ini juga menambahkan satu pembahasan lagi tentang
Manajemen Kinerja dengan FWA (Flexible Work Arrangement).
Sebelum masuk ke pembahasan mengenai penerapan Manajemen
Kinerja, pada BAB I URGENSI MANAJEMEN KINERJA ASN pembaca akan
disajikan tentang peran strategis Manajemen Kinerja termasuk pengertian,
ruang lingkup dan tujuan serta tantangan manajemen kinerja di masa
depan.
Perencanaan kinerja pegawai merupakan langkah awal yang sangat
penting dalam proses manajemen kinerja dan dapat menentukan
keberhasilan organisasi. Untuk itu, pada BAB II PERENCANAAN KINERJA
PEGAWAI membahas tentang urgensi perencanaan kinerja untuk
menegaskan pentingnya sebuah perencanaan kinerja, seberapa besar
pentingnya perencanaan kinerja dalam sebuah manajemen kinerja pegawai.
Untuk penerapan teknis operasionalnya, bab ini membahas juga tentang
Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), SKP Model Dasar/inisiasi dan
Model Pengembangan serta informasi yang harus dimuat dalam SKP.
Bagaimana menyusun indikator kinerja individu secara SMART dan
menentukan target kinerja, serta memahami jenis–jenis kinerja pegawai. Hal
penting lainnya yang dibahas dalam bab ini adalah mengenai manual
indikator kinerja sebagai instrumen pelengkap SKP yang akan memperjelas
dalam memantau dan mengukur kinerja pegawai. Selain SKP, buku ini juga
menyajikan aspek-aspek perilaku kerja yang disertai dengan definisi
orientasi, level perilaku kerja dan indikator kinerja serta situasi
penggunaanya.
Perencanaan yang baik tanpa implementasi yang baik adalah kegagalan.
Untuk memandu dalam implementasinya, BAB III PELAKSANAAN DAN
PEMANTAUAN KINERJA akan membahas tentang implementasi dan
pemantauan kinerja melalui proses pendokumentasian kinerja. Teknik
17. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | xv
Pendokumentasian dapat dilakukan secara harian, mingguan, bulanan,
triwulanan, semesteran, dan tahunan tergantung pada kebutuhan
organisasi. Dokumentasi ini digunakan sebagai evidence saat pemantauan
kinerja PNS yang dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS secara berkala
dan berkelanjutan dalam proses pelaksanaan SKP.
Pembinaan kinerja merupakan salah satu tahapan penting untuk
efektivitas implementasi dan pemantauan kinerja. Dalam BAB IV COACHING
DAN MENTORING ini membahas pentingnya, pengertian dan tujuan
coaching dan mentoring. Bab ini juga memperkaya dengan bahasan
kebijakan dan mekanisme serta contoh instrumen coaching dan mentoring
di lingkungan PNS.
Pengukuran kinerja menjadi salah satu tahapan yang sangat penting
dalam manajemen kinerja. Dimana hasil pengukuran akan menjadi dasar
pertimbangan atas reward dan punishment yang akan diberikan kepada
pegawai. Untuk itu, BAB V PENGUKURAN KINERJA PEGAWAI membahas
urgensi, kebijakan, pengertian, tujuan, dan waktu dalam pengukuran kinerja
pegawai. Bab ini juga membahas tentang tahapan penilaian pegawai,
metode pengukuran dengan kelebihan dan kekurangannya serta kategori
hasil penilaian.
Tindak lanjut penilaian kinerja menjadi tahapan penting lainnya dalam
proses manajemen kinerja pegawai yang maksudkan untuk memotivasi
pegawai sebagai konsekuensi atas capaian kinerjanya. Tindak lanjut ini dapat
berupa reward dan sanction/punishment. Oleh karena itu, dalam BAB VI
TINDAK LANJUT PENILAIAN KINERJA membahas tentang berbagai
kebijakan yang terkait dengan pemberian reward dan punishment mulai dari
pengembangan kompetensi, pemberian insentif/tunjangan serta
penghargaan lainnya untuk pegawai yang berkinerja baik dan sebagai
penegakan disiplin untuk pegawai yang kinerjanya sangat kurang. Dalam
pembahasan bab ini, dilengkapi pula dengan beberapa instrumen untuk
tindak lanjut.
Flexible Work Arrangements (FWA) dapat menjadi budaya kerja baru
dalam lingkungan ASN. FWA lebih fokus pada output atau hasil daripada
prosedur kerja. FWA ini bukan merupakan salah satu aspek dalam
18. xvi | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
manajemen kinerja yang diamanatkan dalam Sistem Manajemen Kinerja
PNS, tetapi menarik untuk dibahas karena menjadi sesuatu yang baru dalam
lingkungan kerja ASN. Oleh karena itu, BAB VII MANAJEMEN KINERJA
DENGAN MODEL FWA disajikan untuk membahas konsepsi FWA dari
berbagai variabel yang biasa digunakan, urgensi penerapannya di
lingkungan pemerintahan saat ini, kebijakan dan implementasi FWA, teknis
penentuan jenis FWA yang tepat untuk masing masing jabatan, serta kunci
sukses penerapan Manajemen Kinerja Berbasis FWA.
Perkembangan teknologi digital semakin cepat dalam mengubah cara
kerja dan budaya kerja. Untuk itu, penggunaan teknologi dalam sistem
manajemen kinerja menjadi bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam
Pengembangan Manajemen Kinerja ASN. Dalam upaya membangunkan
kesadaran mengenai pentingnya hal tersebut, BAB VIII SISTEM INFORMASI
KINERJA membahas tentang transformasi dan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi, urgensi penerapannya dalam sistem manajemen
kinerja pegawai, serta model dan teknis pengelolaan sistem informasi
kinerja.
19. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 1
BAB I
URGENSI MANAJEMEN KINERJA ASN
Peran Strategis Manajemen Kinerja
Kesan apa yang dapat kita tangkap saat memasuki sebuah ruang
pelayanan sebuah bank? Pada sebuah unit kecil kemungkinan anda akan
diterima oleh seorang petugas keamanan, satu petugas layanan pelanggan
(CS), dua orang teller, dan mungkin seorang unit manager. Semua terlihat
bekerja dan menjalankan fungsinya secara penuh, tidak ada yang
menganggur. Semua bekerja sesuai dengan tanggung jawab, dan tentu
dengan reward yang berbeda. Apabila seorang dari mereka berhalangan ke
kantor, misalnya karena sakit, proses layanan akan terganggu baik karena
tugasnya saling berhubungan satu dengan lain juga karena setiap personel
mendapat tugas dan target tertentu sesuai job description. Jika personel yang
bertugas sebagai CS tidak hadir misalnya, maka pelaksanaan tugasnya harus
segera ada yang menggantikan agar proses pelayanan tetap terlaksana
sesuai dengan core business-nya.
Nah sekarang apa yang bisa kita amati pada situasi kerja instansi
pemerintah? Sebagai organisasi yang besar, sebuah raksasa birokrasi,
terdapat banyak pegawai dengan berbagai jabatan dan status. Namun
bagaimana pembagian tugasnya? Apakah jika salah satu dari mereka tidak
hadir akan sangat berpengaruh kepada proses kerja dan kinerja?
Berbeda dengan contoh lingkungan unit perbankan tadi, maka pada
organisasi pemerintah pada umumnya persoalan ketidakhadiran atau
keterlambatan dalam pelaksanaan tugas tidak akan terlalu berpengaruh.
Disamping karena jumlah pegawai yang banyak, pembagian tugas dan target
kinerja yang dibebankan juga seringkali tidak jelas. Atau setidaknya beban
target kinerja hanya diberikan kepada “orang-orang tertentu” saja. Selain itu
ketidakhadiran atau keterlambatan atau ketidaktercapaian (under
performance) juga tidak memiliki konsekuensi berarti terhadap reward yang
didapatkan atau bahkan tidak ada konsekuensi sama sekali. Jika antara
pegawai berkinerja tinggi dengan kinerja rendah tidak memiliki konsekuensi
20. 2 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
terhadap reward yang diterima, lalu apa yang mendorong orang untuk
berkinerja tinggi? Disinilah justru terjadi situasi perilaku “makan tulang
kawan”. Suatu kondisi dimana pekerjaan dilaksanakan orang lain namun
turut merasakan hasilnya. Bekerja secukupnya, jika perlu cukup menjadi
penggembira atau penonton saja! Hadir ke kantor tepat waktu atau
terlambat, menghasilkan kinerja tinggi, sedang atau rendah, toh akan
mendapatkan gaji dan tunjangan yang sama. Istilah PGPS, Pintar “G#@*k”
Pendapatan Sama, juga masih relevan. Kualifikasi dan kinerja tidak banyak
berdampak pada pendapatan yang dibawa pulang.
Karena kondisi demikian akhirnya pola pengawasan banyak
dititikberatkan kepada kehadiran, berupaya memastikan bahwa pegawai
hadir pada jam kerja yang ditentukan. Kontrol dilakukan untuk memastikan
bahwa semua pegawai hadir tepat waktu, selalu berada di kantor (atau
bahkan di rumah, saat WFH), bukan melihat pada kinerja yang dihasilkan dan
hanya dititikberatkan pada kehadiran.
Jelas kondisi di atas berdampak kepada motivasi pegawai. Jika tidak
bekerja atau berkinerja tetap mendapatkan reward yang sama maka untuk
apa bekerja dan berkinerja lebih? Pegawai akan berpikir yang penting hadir,
gaji dan tunjangan tetap akan diterima dengan utuh. Bahkan jika sudah ada
sistem kinerja yang melakukan pemotongan terhadap gaji dan tunjangan
kepada mereka yang kehadirannya kurang, atau kinerjanya kurang, namun
tidak akan memberi pengaruh banyak karena nilainya yang tidak signifikan.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka jelas dibutuhkan sebuah
manajemen kinerja yang baik. Pengelolaan kinerja dimulai sejak
perencanaan, penetapan target, pembagian target hingga individu,
pengawasan dan pengendalian, hingga evaluasi serta reward berdasarkan
kinerja. Kinerja tidak lagi diukur dari kehadiran namun menggunakan
indikator yang baik, terukur, dapat dicapai, dan dapat dibandingkan.
Sejalan dengan itu, buku ini bermaksud membantu menyediakan
rujukan bagi upaya mengelola kinerja pegawai (ASN) pada instansi
pemerintah sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Selain dari segi regulasi
terkait kinerja juga dilakukan pembahasan tentang problem dan dinamika
21. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 3
penerapan manajemen kinerja. Berbagai persoalan yang sering dihadapi
maupun tantangan pengelolaan kinerja pegawai dimasa yang akan datang.
Buku ini diharapkan bisa menjadi pedoman praktis yang mudah
dipahami dan implementatif. Dengan implementasi manajemen kinerja
yang baik diharapkan kinerja ASN di instansi masing-masing dapat
meningkat, sehingga bisa dicapai kinerja organisasi yang tinggi.
Pengertian, Ruang Lingkup, dan Tujuan Manajemen Kinerja
Kinerja (performance) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:
1) sesuatu yang dicapai; 2) prestasi yang diperlihatkan; 3) kemampuan kerja
(tentang peralatan). Sementara itu PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Perintah mendefinisikan kinerja sebagai
keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
terukur. Sedangkan, PP 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja
memberikan batasan pengertian kinerja dikaitkan dengan keberadaan PNS
yakni kinerja PNS yang diartikan sebagai hasil kerja yang dicapai oleh setiap
PNS pada organisasi/unit sesuai dengan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan
Perilaku Kerja.
Dari berbagai pengertian tentang kinerja tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai dari suatu proses kerja
yang dapat diukur. Oleh karenanya aspek pengukuran menjadi sangat
penting, baik ukuran yang digunakan, cara mengukur, maupun pengelolaan
data hasil pengukuran tersebut.
Pada evaluasinya atas administrasi pemerintahan (public service) tahun
2008-2013, OECD memberi perhatian khusus atas bagaimana manajemen
sumber daya manusia memberi kontribusi. Isu utama yang menjadi
perhatian adalah bagaimana mengukur kinerja dan bagaimana strategi
untuk melibatkan pegawai dalam meningkatkan kinerja (OECD, 2016).
Agar kinerja dapat dicapai dengan baik, tentunya dibutuhkan
manajemen yang baik. Untuk itulah, maka manajemen kinerja menjadi
sangat penting bagi organisasi dalam upaya mewujudkan kinerja yang
diharapkan. Manajemen kinerja menurut Amstrong (2006) adalah
22. 4 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
“a systematic process for improving organizational performance by developing
the performance of individuals and teams” yang berarti bahwa manajemen
kinerja adalah sebuah proses proses sistematis untuk meningkatkan
kinerja organisasi dengan cara meningkatkan kinerja individu dan tim.
Dari pengertian ini, kita dapat menarik pemahaman bahwa manajemen
kinerja sebagai sebuah proses sistematis dalam suatu organisasi akan
dipengaruhi oleh capaian kinerja individu dan tim dalam organisasi tersebut.
Pendapat ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh J. Lockett
(dalam Amstrong, 2006), yang secara lebih tegas menyebutkan bahwa
manajemen kinerja adalah “The development of individuals with competence
and commitment, working towards the achievement of shared meaningful
objectives within an organisation which supports and encourages their
achievement” (Pengembangan kompetensi dan membangun komitmen
individu, untuk bekerja dalam rangka pencapaian tujuan bersama dalam
organisasi, dimana organisasi memberikan dukungan dan semangat untuk
pencapaian individu tersebut). Dengan demikian, secara umum manajemen
kinerja dapat dinyatakan sebagai suatu proses menyelaraskan atau
mengintegrasikan sasaran organisasi dengan individu untuk mencapai
efektivitas organisasi. Definisi tersebut juga menekankan pada
pengembangan yang merupakan tujuan utama manajemen kinerja.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dikemukakan lingkup dari
manajemen kinerja paling tidak menjadi 3 (tiga) indikator, yaitu:
1. Inputs (masukkan). Masukkan yang diperlukan untuk proses
manajemen kinerja antara lain berupa kapabilitas sumber daya
manusia, baik sebagai individu maupun tim, yang diwujudkan dalam
bentuk pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya.
2. Proses. Manajemen kinerja membutuhkan proses pelaksanaan
kinerja, bagaimana kinerja dijalankan, mulai dari perencanaan
sampai dengan tujuan yang diharapkan.
3. Outputs (Keluaran). Keluaran atau hasil kerja organisasi, baik dalam
bentuk barang ataupun jasa, perlu dibandingkan dengan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Apakah ada kesesuaian untuk
pencapaian tujuan atau tidak. Jika terjadi deviasi antara keluaran
dengan tujuan, maka perlu dilakukan umpan balik.
23. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 5
Sebagai sebuah proses, manajemen kinerja merupakan kesepakatan
yang terkait dengan tujuan yang ingin dicapai, standar dan kompetensi yang
dibutuhkan. Oleh karenanya, dalam proses ini ada unsur pengembangan
pegawai agar kemungkinan tercapainya target yang ditentukan lebih baik.
Selanjutnya, sistem manajemen kinerja seperti apa yang sebaiknya
diterapkan oleh organisasi? Untuk memilih sistem kinerja yang cocok bagi
sebuah organisasi, tentunya tidak bisa disamakan. Hal ini tergantung kepada
karakter, kultur dan sistem yang diterapkan dalam organisasi itu sendiri.
Dengan kata lain, tugas dan fungsi yang menjadi core business organisasi
serta budaya kerja yang ada dalam organisasi, akan menjadi unsur penentu
untuk menetapkan manajemen kinerja apa yang cocok. Pulakos (2004)
mengemukakan bahwa “memilih sistem manajemen kinerja ditentukan atau
mempertimbangkan kebutuhan fungsi dan tujuan organisasi, budaya
organisasi, dan bagaimana integrasinya dengan sistem pengelolaan SDM
lainnya. Tidak ada satu sistem manajemen kinerja yang tepat untuk semua
organisasi”.
Namun perlu dipahami bersama bahwa manajemen kinerja dilakukan
untuk mencapai tujuan organisasi dan untuk menjamin aktivitas organisasi
agar mencapai hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya
manajemen dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, hakikat manajemen
kinerja adalah bagaimana mengelola seluruh kegiatan organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketepatan
dalam memilih dan menerapkan manajemen kinerja yang sesuai dengan
kebutuhan tugas dan fungsi organisasi serta budaya kerja yang ada,
kemudian mampu diintegrasikan dengan sistem pengelolaan sumber daya
organisasi dengan baik, akan memengaruhi terhadap efektivitas proses
manajemen kinerja itu sendiri.
Salah satu contoh terkait dengan efektivitas sistem manajemen kinerja
hasil survei Watson Wyatt (dalam Pulakos, 2004) menyimpulkan bahwa
hanya 3 dari 10 pekerja yang setuju bahwa sistem manajemen kinerja di
perusahaannya berhasil mendorong peningkatan kinerja. Bahkan kurang
dari 40 persen pekerja berpendapat bahwa telah terdapat kejelasan target
kinerja, adanya umpan balik yang jujur, atau telah berhasil menerapkan
teknologi untuk membantu melakukan penyederhanaan proses.
24. 6 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan mengapa respons
pekerja masih rendah (kurang dari 40% yang merespons positif) terhadap
efektivitas sistem manajemen kinerja ini. Misalnya: dimungkinkan pemilihan
sistem manajemen kinerja yang diterapkan kurang tepat relevansinya
dengan kebutuhan fungsi organisasi ketika diintegrasikan dengan sistem
manajemen sumber daya lainnya. Atau dimungkinkan pula ada proses yang
kurang sesuai dengan budaya kerja organisasi sehingga memengaruhi
persepsi pegawai, baik secara individu maupun tim, terhadap penerapan
sistem manajemen kinerja ini. Hal ini relevan dengan pendapat Amstrong
(2006) yang mengidentifikasi bahwa hambatan dalam penerapan
manajemen kinerja ini bisa timbul dari kalangan manajer (pimpinan) dan
pegawai (karyawan) yang merasa bahwa dengan penerapan manajemen
kinerja ini menjadi beban tambahan dalam bekerja, atau karena ada
kepentingan yang kemungkinan terganggu. Jadi Persoalannya bukan pada
buruknya desain sistem manajemen kinerja itu sendiri, baik instrumen
maupun prosesnya, namun permasalahannya terletak pada inti dari kinerja
itu sendiri yang kurang terakomodasikan sifatnya jika dikaitkan dengan
kondisi organisasi, yakni karena kinerja sangat bersifat personal,
menyangkut karakter individu pegawai dan budaya organisasi yang
diterapkannya.
Khusus untuk sektor publik, tantangan manajemen kinerja tidak kalah
besarnya karena berbagai permasalahan dalam karakter budayanya. Sistem
manajemen yang cenderung masih bersifat birokratis, pola hierarki yang
kuat, dengan “red tape” birokrasi yang kental, sedangkan sistem manajemen
kinerja membutuhkan dinamisasi yang didukung oleh kompetensi dan
kapabilitas yang harmonis. Di samping itu, instansi pemerintah memiliki
tugas dan fungsi yang cenderung masih bersifat umum dengan output yang
bersifat “samar” sebagai salah satu ukuran akuntabilitas, menjadi sulit
terukur. Sebagai entitas yang diberi kepercayaan mengurus kepentingan
publik, maka kinerja yang jelas dan terukur menjadi ukuran apakah
pengelolaan yang dilaksanakannya telah sesuai dengan amanat yang
diberikan.
25. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 7
Kebijakan Manajemen Kinerja Saat Ini
Rujukan utama manajemen ASN saat ini adalah Undang-Undang No. 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, atau disebut juga UU ASN.
Sebagai pedoman utama, maka UU ASN menyebutkan pentingnya kinerja
bagi ASN antara lain:
ASN wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya (konsideran
Menimbang huruf c)
Kinerja sebagai sebagai salah satu unsur dalam menerapkan sistem
merit (Ketentuan Umum Pasal 1 angka 22)
Sebagai nilai dasar yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik
(Pasal 4 huruf h)
Beberapa lembaga yang kewenangannya diatur dalam UU ASN juga
diberi amanat untuk mengawal kinerja ASN, seperti: KASN antara lain untuk
mewujudkan ASN berkinerja tinggi, BKN untuk membina dan mengevaluasi
pelaksanaan manajemen ASN termasuk untuk membangun sistem penilaian
kinerja ASN, serta Lembaga Administrasi Negara (LAN) mendorong
perwujudan ASN berkinerja tinggi melalui pembinaan dan penyelenggaraan
pengembangan kompetensinya.
Namun demikian, dalam siklus manajemen PNS, aspek kinerja hanya
dalam hal “penilaian kinerja” (pasal 55 Ayat (4)) dan tidak menjelaskan proses
manajemen kinerja secara keseluruhan. Sedangkan pada pasal lainnya
penilaian kinerja diamanatkan sebagai salah satu pertimbangan dalam
pengembangan karier, disamping aspek lainnya dalam pertimbangan karier
yaitu kualifikasi, kompetensi, dan kebutuhan instansi (Pasal 69 ayat (1)).
Sejalan dengan substansi aspek manajemen PNS berupa “penilaian
kinerja”, UU ASN mengatur lebih lanjut terkait penilaian kinerja tersebut
sebagaimana tertuang dalam pasal 75 hingga 78. Pasal 78 selanjutnya
mengamanatkan agar pengaturan terkait penilaian kinerja ini diatur lanjut
dengan Peraturan Pemerintah (PP). Kemudian, diterbitkanlah PP No. 30
Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. Akan tetapi, kebijakan tersebut
hanya mengatur tentang Kinerja PNS, sedangkan penilaian kinerja PPPK
tidak diatur, padahal unsur ASN meliputi: PNS maupun dan PPPK. Hal ini
26. 8 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
perlu menjadi perhatian, karena PPPK juga merupakan bagian dari ASN
sehingga maka perlu dibangun juga sistem pengelolaan kinerjanya agar
pengelolaan terhadap kinerja ASN menjadi utuh dan tidak parsial.
Jika merujuk pada regulasi yang mengatur tentang PPPK selain UU ASN,
yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, sebenarnya telah
diamanatkan juga untuk mengatur kinerja PPPK. Beberapa ketentuan
tersebut antara lain:
● Salah satu aspek dari 9 aspek manajemen PPPK adalah
penilaian kinerja (Pasal 3 huruf c).
● Perjanjian Kerja harus mencantumkan antara lain
“target kinerja” (Pasal 33 huruf b)
● “Penilaian Kinerja” diatur dalam Pasal 35 dan 36,
dimana pasal 36 mengamanatkan agar ketentuan lebih
lanjut terkait penilaian kinerja bagi PPPK ini diatur
dengan Peraturan Menteri.
Sementara ini, Peraturan Menteri untuk mengatur sistem penilaian
kinerja PPPK masih belum tersedia. Dan ini berarti menjadi salah satu
“pekerjaan rumah” yang harus menjadi perhatian agar pengelolaan kinerja
ASN benar-benar terkelola secara lengkap dan menyeluruh.
Merujuk kepada kebijakan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2019
tentang Penilaian Kinerja PNS, dapat diketahui bahwa sistem manajemen
kinerja PNS meliputi komponen-komponen sebagaimana gambar berikut:
27. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 9
Gambar 1.1. Sistem Manajemen Kinerja
Pembahasan lebih lanjut tentang komponen-komponen di atas akan
dibahas dalam bab-bab selanjutnya dalam buku ini. Selanjutnya, terkait
dengan pembahasan secara teknis dalam kebijakan selanjutnya mengenai
Sistem Manajemen Kinerja PNS, perencanaan kinerja, standar perilaku kerja
dalam jabatan, pelaksanaan, pemantauan kinerja, pembinaan kinerja,
penciptaan ide baru dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang
memberi manfaat bagi organisasi atau negara, penilaian kinerja, tindak
lanjut, dan Sistem Informasi Kinerja PNS, diatur dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan
RB) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri
Sipil.
Dalam Pasal 1 ayat (1) kebijakan tersebut, dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil adalah
suatu proses sistematis yang terdiri dari perencanaan kinerja; pelaksanaan,
pemantauan dan pembinaan kinerja; penilaian kinerja; tindak lanjut; dan
sistem informasi kinerja. Dalam kebijakan ini diatur mengenai seluruh
komponen dari suatu manajemen kinerja termasuk bagaimana agar data
manajemen kinerja bisa dikelola dengan baik melalui suatu sistem informasi.
28. 10 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Manajemen Kinerja dan SAKIP
Berbicara tentang manajemen kinerja, maka kita perlu melihat kinerja
individu sebagai bagian tidak terpisahkan dari kinerja organisasi. Keterikatan
ini berawal sejak perencanaan kinerja dimana rencana strategis organisasi
(instansi) harus dijabarkan secara cascade ke unit-unit yang lebih kecil. Setiap
pimpinan unit bertanggung jawab atas target pencapaian kinerja unitnya
yang didistribusikan ke dalam target unit yang lebih rendah/lebih kecil
hingga pada akhirnya sampai pada unit terkecil yaitu staf pelaksana secara
individual.
Proses perencanaan strategis, penentuan dan pendistribusian target
sampai pada tingkat pengukurannya ini disebut sebagai Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Pengaturan SAKIP ini tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah dan ditindaklanjuti dengan Peraturan
Presiden No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.
Dalam Perpres No. 29 Tahun 2014 tersebut dinyatakan bahwa Sistem
Akuntabilitas Kinerja (SAKIP) sebagai rangkaian sistematik dari berbagai
aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan
pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan
pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka
pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Selain
sebagai instrumen akuntabilitas SAKIP ini juga sebagai instrumen untuk
mendorong peningkatan kinerja. Kinerja dalam hal ini didefinisikan sebagai
keluaran/hasil dari kegiatan/program yang telah atau hendak dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
terukur.
Tantangan Penerapan Manajemen Kinerja
Melihat berbagai capaian kinerja instansi pemerintah saat ini yang
cenderung belum optimal, tentunya dibutuhkan upaya terencana dan
berkelanjutan dalam rangka memperbaikinya. PP No. 30 Tahun 2019 tentang
Manajemen Kinerja dan Permenpan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem
Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil, menjadi landasan untuk
29. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 11
mengambil langkah-langkah strategis memperbaiki manajemen kinerja di
masing-masing instansi. Namun demikian, upaya ini dihadapkan pada
beberapa tantangan yang menuntut upaya antisipasi dan langkah-langkah
relevan yang efektif.
Beberapa tantangan dalam melaksanakan sistem manajemen kinerja
yang baik saat ini antara lain adalah:
pedoman teknis dan instrumentasi yang ada masih terlalu
komplek dan rumit;
sinkronisasi manajemen kinerja pada level instansi dengan kinerja
individu;
penerapan pengelolaan data kinerja dengan pemanfaatan TI
belum terintegrasi;
pemanfaatan dan tindak lanjut hasil penilaian kinerja belum
diterapkan;
penerapan sistem kerja fleksibel (flexible work arrangement – FWA)
belum diatur dalam kebijakan Sistem Manajemen Kinerja yang
ada; dan
manajemen kinerja bagi PPPK belum diatur secara tegas dan jelas.
Dalam hal pedoman lebih teknis, termasuk instrumentasi yang
dibutuhkan untuk menerapkan sistem manajemen kinerja, PP No. 30 Tahun
2019, mengamanatkan beberapa peraturan pelaksanaan yang harus sudah
ada selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak PP tersebut diundangkan.
Karena PP No. 30 Tahun 2019 diundangkan pada 29 April 2019, maka
berbagai peraturan pelaksanaan yang diamanatkan seyogianya telah
tersedia paling lambat pada tanggal 29 April 2021.
Dengan diterbitkannya Permenpan RB No. 8 Tahun 2021 tentang Sistem
Manajemen Kinerja pada tanggal 17 Maret 2021, maka amanat Pasal 60 PP
No. 30 Tahun 2019 khususnya ayat (1), telah terpenuhi. Namun demikian,
terdapat tiga ayat amanat dari pasal 60 yang belum ditindaklanjuti yaitu:
● Ayat (2) tentang ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme
persetujuan dan evaluasi bersama dan mekanisme pengawasan
penerapan Sistem Manajemen Kinerja PNS (Peraturan Menteri yang
30. 12 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara);
● Ayat (3) tentang ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
administrasi sampai dengan pemberhentian bagi pejabat fungsional
yang mendapatkan penilaian kinerja dengan predikat Kurang atau
Sangat Kurang (Peraturan Menteri yang menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara); dan
● Ayat (4) mengenai ketentuan lebih lanjut tata cara survei secara
tertutup (Peraturan Kepala BKN); tata cara survei secara tertutup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pemeringkatan Kinerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, dan pengelolaan informasi
dan data penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
60 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Kepala BKN.
Dalam hal pemberlakuannya, PP No. 30 Tahun 2019 ditetapkan untuk
efektif berlaku (2) dua tahun sejak pengundangannya, sebagaimana
disebutkan sebelumnya berarti seyogianya efektif berlaku sejak 29 April
2021. Namun demikian khusus terkait dengan ketentuan “Penilaian Perilaku
Kerja berdasarkan penilaian rekan kerja setingkat dan bawahan langsung”,
masih diberikan kelonggaran waktu maksimal hingga 5 (lima) tahun sejak
diundangkan, yakni harus diberlakukan selambatnya tanggal 29 April 2024.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana menyelaraskan target kinerja
organisasi dengan target kinerja individu. Tentu saja penyelarasan ini harus
diawali dengan penentuan indikator kinerja yang juga harus dibagi secara
berjenjang (cascading) yang kemudian dilanjutkan dengan target yang harus
dicapai dengan proses penetapan yang terbagi secara berjenjang pula.
Praktik penetapan indikator, target, dan mendistribusikannya hingga tataran
individu masih menjadi tantangan besar di berbagai instansi pemerintah.
Unsur yang sangat penting dalam manajemen kinerja berikutnya adalah
terkait dengan pengelolaan data dalam bentuk sistem informasi. Mengingat
data yang dikelola banyak dan dinamis, maka dibutuhkan teknologi
informasi yang dapat mengakomodir keadaan tersebut. PP No. 30 Tahun
2019 secara khusus memberikan perhatian atas pentingnya sistem
informasi. Dalam Bab VII, yang secara khusus mengatur sistem informasi ini,
31. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 13
diatur bahwa data dan informasi seluruh aspek manajemen kinerja harus
dikelola dalam sebuah sistem informasi sejak perencanaan kinerja,
pelaksanaan, pemantauan, pembinaan, penilaian, hingga tindak lanjut.
Gambar 1.2. Tantangan Penerapan Sistem Manajemen Kinerja
Pentingnya sistem informasi ini, dimaksudkan agar dalam mengelola
kinerja, aspek data dan informasi sebagai aspek yang sangat penting dapat
terkelola dengan baik. Untuk itu bagaimana sistem ini dapat berjalan, baik
terkait komitmen anggaran, dukungan teknologi informasi, ketersediaan
sumber daya manusia yang kompeten di bidang teknologi informasi, dan
infrastruktur masih menjadi tantangan untuk dapat tersedia secara merata
di seluruh instansi pemerintah di segenap wilayah Indonesia.
Aspek selanjutnya yang menjadi tantangan adalah bagaimana
memanfaatkan hasil penilaian kinerja khususnya dikaitkan dengan
pembinaan pegawai. Hal ini penting menjadi perhatian karena jika kinerja
yang tinggi tidak mendapat penghargaan yang memadai, maka akan
menimbulkan demotivasi karena timbulnya perasaan tidak adil. Menjadi
tantangan semua instansi untuk dapat menindaklanjuti hasil penilaian baik
terhadap yang berkinerja tinggi maupun terhadap pegawai yang berkinerja
rendah dibawah standar atau target yang ditetapkan.
Demikian pula saat pandemi Covid-19 yang memaksa ASN untuk bekerja
dari rumah (Work From Home-WFH atau flexible work arrangement – FWA)
telah memunculkan tantangan tersendiri dalam mengelola kinerja. Tentu
dalam konteks kinerja, yang tidak hanya melihat aspek kehadiran dan kerja
semata, namun juga lebih berorientasi pada pencapaian kinerja tanpa
kehadiran pegawai di kantor. Namun kondisi manajemen kinerja di sebagian
32. 14 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
besar instansi pemerintah, saat ini belum siap dalam melaksanakan pola
kerja dengan orientasi kinerja sepenuhnya.
Tantangan terakhir adalah terkait dengan keberadaan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merupakan bagian dari
ASN. Pengelolaan kinerja PPPK perlu mendapat perhatian tersendiri karena
sifat ikatan kerja PPPK yang tidak permanen (temporary), dan mereka
direkrut dengan kompetensi khusus yang dibutuhkan organisasi dalam
keadaan mendesak. Dalam kondisi ini, dibutuhkan kemampuan untuk
melakukan sinkronisasi target instansi, distribusi target (cascading) hingga
level individu yang tentunya meliputi PNS maupun PPPK tersebut.
Karena berbagai tantangan tersebut, maka saat ini praktik manajemen
kinerja menggunakan sistem yang bervariasi antara instansi pemerintah
baik pusat maupun daerah. Namun demikian, buku ini tidak bermaksud
menyeragamkan sistem manajemen kinerja yang harus diterapkan, namun
lebih ditujukan untuk membantu instansi yang masih kesulitan dalam
menerapkan sistem manajemen kinerja yang baik. Untuk itu buku ini juga
memberikan gambaran atau contoh sistem manajemen kinerja yang
diterapkan di berbagai instansi pemerintah yang dipandang dapat menjadi
inspirasi. Inovasi tetap dibutuhkan agar sistem yang dibangun dapat optimal
sesuai dengan kemampuan dan kondisi organisasi, dengan tetap sama-
sama diarahkan pada upaya menciptakan kinerja pegawai dan kinerja
organisasi yang optimal.
33. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 15
BAB II
PERENCANAAN KINERJA PEGAWAI
Urgensi Perencanaan Kinerja
Sebagai masyarakat urban yang tingggal di kota, kita mungkin pernah
merasakan kekesalan karena kemacetan yang parah. Hal ini disebabkan
pembangunan yang tidak direncanakan dengan baik dan benar oleh
pemerintah kota. Biasanya berkaitan dengan pembangunan jalan,
pembuatan trotoar, pembuatan saluran air, pemasangan kabel listrik,
pemasangan kabel telepon, pemasangan pipa air minum dan lainnya tidak
dilakukan secara berurutan secara benar. Hal yang sering ditemui setelah
pembangunan jalan selesai, tidak lama kemudian dibongkar lagi untuk
pemasangan kabel listrik atau kabel telepon atau pipa air minum, setelah itu
membangun trotoar dan setelah itu dibongkar lagi untuk membangun
saluran air. Pelaksanaan pekerjaan seperti ini selain membutuhkan waktu
yang lebih lama juga menjadikan kualitas pekerjaan menjadi tidak sesuai
standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan hal ini sering kita temukan
jalan yang amblas karena bekas galian pekerjaan lainnya. Oleh karena itu,
merencanakan kegiatan dan atau aktivitas secara baik dan benar menjadi
sangat penting. Baik dalam arti pembagian peran dari setiap level organisasi
dan pegawai harus jelas dan tidak saling tumpang tindih. Benar dalam arti
kegiatan yang dilakukan berurutan sebagaimana bisnis proses atau standar
operasional prosedur yang telah ditetapkan.
Melihat kasus tersebut diatas, maka perencanaan kinerja yang baik
harus ada keterkaitan antara rencana kinerja organisasi pada level makro,
messo, mikro serta sampai kinerja pegawai. Pada dasarnya secara
konseptual, para pakar kinerja menyepakati bahwa manajemen kinerja
pegawai merupakan bagian integral dari manajemen kinerja organisasi. Hal
ini karena target kinerja pegawai akan menjadi kontribusi kinerja organisasi
mikro, messo dan makro. Aguinis (2013, p.2) bahkan secara tegas
mendefinisikan manajemen kinerja sebagai “continuous process of identifying,
measuring, and developing the performance of individuals and teams and
34. 16 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
aligning performance with the strategic goals of the organisation”. Tetapi dalam
praktiknya, rencana kinerja organisasi dan rencana kinerja pegawai belum
saling terkait. Bahkan, tak hanya dengan rencana organisasi, rencana kinerja
pimpinan dengan rencana kinerja pegawai masih belum terkait satu dengan
lainnya. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019
Tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil memberikan spirit untuk
menyinergikan antara rencana kinerja organisasi dan rencana kinerja
pegawai. Ini terlihat pada Pasal 8 ayat 2 khususnya yang menyebutkan
bahwa Proses Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai dilakukan dengan
memperhatikan Perencanaan Strategis Instansi Pemerintah, Perjanjian
Kinerja, Organisasi dan Tata Laksana, Uraian Jabatan dan SKP atasan
langsung.
Michael Amstrong (2006) menyebutkan Sistem Manajemen Kinerja
meliputi perencanaan kinerja, pelaksanaan rencana kinerja, monitor,
penilaian dan tindak lanjut. Dapat dipastikan semua pakar manajemen
menempatkan fungsi perencanaan menjadi hal pertama yang harus
dilakukan dalam siklus manajemen. Urgensi perencanaan menjadi tahap
pertama dalam manajemen antara lain karena memberikan arah,
mengurangi risiko ketidakpastian, mengurangi tumpeng tindih,
mempromosikan ide kreatif, fasilitasi pengambilan keputusan, menetapkan
standar pengendalian. Dalam Peraturan Meneteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) No. 12 tahun 2015 tentang
Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, Aspek Perencanaan Kinerja bahkan diberikan bobot penilaian
paling tinggi sebesar 30%, Pengukuran Kinerja 25%, Pelaporan Kinerja 15%,
Evaluasi Kinerja 10% dan Capaian Kinerja 20%. Dengan demikian, organisasi
yang tidak memiliki rencana kinerja sama dengan organisasi yang tidak
memiliki arah, tidak memiliki standar kinerja, kebijakan organisasi bukan
karena kebutuhan, dan inefisiensi yang besar.
Selanjutnya, Perencanaan kinerja menurut Michael Amstrong (2006)
dapat dipahami sebagai kesepakatan pimpinan dan pegawai tentang apa
dan bagaimana mencapai tujuan (kinerja). Apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan, meningkatkan standar, meningkatkan kinerja dan
mengembangkan kompetensi. Dan, bagaimana teknis pengukuran kinerja
35. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 17
dan bukti-bukti yang dibutuhkan untuk menunjukkan tingkat
kompetensinya. Apakah merujuk pada output kegiatan dan atau aktivitas
yang menjadi kesepakatan harus dicapai atau dilakukan pada waktu
tertentu. Target kinerja yang menjadi kesepakatan tersebut minimal
memiliki unsur kuantitas, kualitas dan waktu sebagai standar kinerja. Untuk
mempermudah dalam pengendalian pencapaian kinerja juga perlu
dilengkapi dengan rencana aksi. Selanjutnya untuk penilaian kinerja pegawai
secara objektif, adil dan transparan maka setiap kegiatan dan atau aktivitas
memiliki teknis pengukuran yang reliable. Pengukuran kinerja yang objektif
sangat penting untuk pemberian reward dan tindak lanjut atas capaian
kinerjanya.
Perencanaan kinerja pegawai diamanatkan dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a
Peraturan Pemerintah (PP) No.30 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kinerja
Pegawai Negeri Sipil bahwa Sistem Manajemen Kinerja PNS terdiri atas: a)
perencanaan kinerja, b) pelaksanaan, pemantauan kinerja, dan pembinaan
kinerja, c) penilaian kinerja, d) tindak lanjut, dan e) Sistem Informasi Kinerja
PNS. Sistem manajemen kinerja sebagaimana diatur dalam Pasal 3
merupakan prasyarat untuk melakukan penilaian kinerja PNS dilakukan
berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau
organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang
dicapai, serta perilaku PNS.
Selanjutnya secara lebih lengkap rinci, perencanaan kinerja diatur pada
Bab III yang meliputi Bagian Kesatu: Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai,
Bagian Kedua: Penyusunan SKP Bagi Pejabat Pimpinan Tinggi, Bagian Ketiga:
Penyusunan SKP bagi Pejabat Pimpinan Unit Kerja Mandiri, Bagian Keempat:
Penyusunan SKP bagi Pejabat Administrasi, Bagian Kelima: Penyusunan SKP
bagi Pejabat Fungsional, Bagian Keenam: Penyusunan SKP bagi Pejabat
Fungsional yang Rangkap Jabatan, Bagian Kedelapan: Penetapan SKP
Pegawai dan Bagian Kesembilan: Perilaku Kerja. Pengaturan Sasaran Kinerja
Pegawai lebih detail selanjutnya diatur pada PermenPANRB No. 8 Tahun
2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Dan secara
lebih detail akan dijelaskan pada subbab berikutnya.
36. 18 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Sasaran Kinerja Pegawai
Diundangkannya PP No 30 tahun 2019 menjadi momentum untuk
mengubah secara esensial perencanaan kinerja pegawai, tidak hanya
formalitas tetapi lebih fungsional. Salah satu permasalahan mendasar dalam
implementasi SKP berdasarkan PP No. 46 tahun 2011 yakni keberadaan SKP
hanya untuk kebutuhan formalitas administratif. Permasalahan inilah yang
menyebabkan SKP tidak dapat digunakan sebagai dasar pelaksanaan,
pemantauan, pembinaan, pengukuran dan penilaian kinerja pegawai secara
objektif dan optimal.
Dalam ketentuan umum PP No. 30 Tahun 2019, Sasaran Kinerja Pegawai
adalah rencana kinerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS yang
harus dicapai setiap tahun. Sasaran Kinerja Pegawai tersebut sering disebut
juga dengan SKP. Penggunaan istilah SKP sebenarnya sudah diperkenalkan
sejak sepuluh tahun yang lalu sejak diterbitkannya PP No. 46 tahun 2011.
Sehingga istilah tersebut sudah cukup familer untuk para PNS. Tetapi yang
menjadi pertanyaan mendasar, apakah setiap PNS memahami SKP secara
benar menurut ketentuan PP No. 30 tahun 2019? Apa perbedaan mendasar
dengan SKP yang selama ini dikerjakan? Oleh karena itu, sebelum
membahas lebih detail dan lebih teknis, kita akan membahas pemahaman
mendasar tentang SKP.
Memahami SKP bukan hanya tahu pengertian atau definisi tentang SKP
saja, tetapi harus mampu memahami secara esensial SKP sesuai ruh dari PP
No. 30 tahun 2019. Ini penting untuk dapat membuat rencana kinerja
pegawai secara benar, karena selama ini implementasi SKP dengan PP No.
46 Tahun 2011 juga banyak variasi dan perbedaan antara satu dengan
lainnya. Hal ini menyebabkan SKP hanya sebagai dokumen formalitas
administrasi saja, tanpa memberikan kontribusi yang optimal dalam kinerja
organisasi. Hal ini sebagaimana dijelaskan Bapak Supranawa Yusuf,
Sekretaris Utama BKN, yang menyebutkan terdapat perbedaan antara
15-20% penilaian kinerja organsiasi dan kinerja pegawai.
Meskipun kedua peraturan menggunakan istilah SKP, tetapi secara
esensial memiliki makna yang sangat berbeda. PP No. 30 Tahun 2019
menggunakan “Kinerja”, sedangkan PP No. 46 tahun 2011 menggunakan
37. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 19
“Kerja”. Dilihat dari pemilihan kata “Kinerja” dan “Kerja” saja tentunya sudah
sangat berbeda. Secara harfiah (kbbi.web.id) kinerja dipahami sebagai
sesuatu yang dicapai, sedangkan kerja dipahami sebagai kegiatan
melakukan sesuatu. Dari pengertian tersebut, secara dummy dapat dipahami
bahwa kinerja berfokus pada hasil, sedangkan kerja berfokus pada
proses/aktivitas. Akan tetapi, untuk para pengelola kinerja organisasi dan
kinerja pegawai yakni para pimpinan organisasi tidak cukup hanya
pemahaman dummy, tetapi harus memahami manajemen kinerja secara
lebih detail dan komprehensif. Ketidakpahaman pimpinan tentang
manajemen kinerja dapat berdampak fatal pada kinerja organisasi. Dampak
fatalnya pelaksanaan sistem manajemen kinerja mulai perencanaan kinerja
tidak jelas, pelaksanaan tidak terarah, pemantauan kinerja tidak optimal,
pengukuran dan penilaian kinerja tidak valid dan objektif, dan tidak
memberikan masukan untuk rencana kinerja tahun selanjutnya.
Dalam Peraturan PANRB No. 8 Tahun 2021 Pasal 7, penyusunan rencana
SKP dapat dilakukan dengan dua model yakni: (1) dasar/inisiasi, (2)
pengembangan. Model dasar/inisiasi dapat dilakukan oleh instansi
pemerintah yang akan membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai.
Sedangkan model pengembangan dapat dilakukan oleh instansi pemerintah
yang telah membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai. Untuk dapat
menyusun SKP secara baik dan benar akan dijelaskan beberapa hal pokok
pada subbab berikutnya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan SKP yakni bahwa
minimal setiap SKP memuat dua informasi penting meliputi indikator
kinerja individu dan target kinerja. Kedua hal tersebut akan dijadikan
sebagai alat ukuran keberhasilan kerja PNS dalam waktu tertentu.
Indikator Kinerja Individu
Indikator Kinerja Individu merupakan ukuran keberhasilan kinerja yang
akan dicapai pegawai. Oleh karena itu, penyusunan indikator kinerja tidak
dapat dilakukan dengan massal, tetapi harus memenuhi beberapa kriteria
sehingga menjadi indikator yang akuntabel. Beberapa pakar kinerja
menyebutkan bahwa kriteria Indikator kinerja harus “SMART” yang
38. 20 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
merupakan akronim dari Spesific, Measurable, Achievable, Reliable dan Time
bound.
Spesifik (Spesific) artinya menunjukan kekhasan/keunikan uraian tugas
kerja. Dengan demikian Indikator kinerja individu harus dibuat secara
rinci dan detail sesuai dengan tugas pokok dan tanggung jawab
unit/pegawai.
Contoh:
o Pemerintah daerah ingin meningkatkan produksi sektor
pertanian, maka harus secara spesifik dipilih jenis tanaman dan
komoditasnya serta wilayahnya. Contoh: Meningkatkan produksi
padi varietas kaliabang di Kecamatan Adimulyo.
o Untuk pekerjaan dalam bentuk proyek atau kegiatan juga perlu
secara detail dan cakupannya. Contoh: Menyusun Naskah
Akademik Peraturan Pemerintah tentang Sistem Manajemen
ASN.
Terukur (Measurable) artinya kinerja dapat diukur dengan jelas, memiliki
satuan pengukuran serta cara pengukurannya. Ukurannya yang dapat
digunakan misalnya volume, rupiah, meter, kilogram, persentase atau
angka nominal, unit/buah, dokumen dan lain-lain.
Contoh:
o Meningkatkan produksi padi varietas kaliabang sebanyak 10% di
Kecamatan Adimulyo.
o Meningkatkan produksi padi varietas kaliabang sebanyak 3
ton/hektar di Kecamatan Adimulyo.
o Menyusun 1 (satu) dokumen Naskah Akademik Peraturan
Pemerintah tentang Sistem Manajemen ASN.
Selain ukuran tersebut diatas, indikator kinerja juga dapat menggunakan
beberapa yang lazim digunakan selama ini antara lain antara lain: %
jumlah tugas yang dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan;
indeks profesionalisme pegawai; indeks persepsi korupsi; skor
kompetensi pegawai, dll.
Realistis (Achievable) artinya target yang ditetapkan dapat dicapai secara
optimal dengan dukungan sumber daya yang tersedia. Untuk dapat
menetapkan target yang realitis, maka unit kerja perlu memperhatikan
data-data antara lain data kinerja tiga tahun terakhir, data kinerja
39. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 21
unit/sektor yang sama, serta data kondisi lingkungan strategis. Selain itu,
penetapan target kinerja juga harus menggunakan prinsip “stretching
goals” untuk menantang dan memotivasi kinerja pegawai serta
melahirkan terobosan baru/inovasi dalam produksi tanaman padi.
Contoh:
o Jika berdasarkan data tiga tahun terakhir produksi padi varietas
kaliabang di Kecamatan Adimulyo meningkat sebanyak 5%. Dan
produksi di kecamatan lainnya di lingkungan Kabupaten
Kebumen juga meningkat 5%, maka target dapat dibuat lebih
tinggi dari 5% seperti 7%, 8%, atau bahkan 10%.
Adaptif (Reliable) artinya indikator kinerja dapat disesuaikan dengan
perubahan kondisi internal dan eksternal organisasi.
Contoh: Perubahan rencana kinerja yang disebabkan kebijakan re-
focusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 sebagai berikut:
o Perubahan rencana kinerja produksi padi varitas kaliabang di
Kecamatan Adimulyo yang semula pada minggu ke IV bulan Juni
2021 meningkat 5% menjadi 2,5%, minggu ke IV bulan Desember
2021 meningkat 10% menjadi 5%.
o Penghapusan Kegiatan Laporan Naskah Akademik Peraturan
Pemerintah tentang Sistem Manajemen ASN selesai minggu ke-
IV bulan Oktober 2021. Diganti dengan Kajian Pemulihan
ekonomi sektor Industri dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Batas waktu (time-bound) artinya setiap proses pencapaian indikator
kinerja harus memiliki batas waktu yang jelas, kapan proyek/kegiatan
harus selesai.
Contoh:
o Produksi padi varitas kaliabang di Kecamatan Adimulyo pada
minggu ke IV bulan Juni 2021 meningkat 5%, minggu ke IV bulan
Desember 2021 meningkat 10%.
o Laporan bulanan selesai setiap minggu 1 bulan berikutnya.
o Laporan Naskah Akademik Peraturan Pemerintah tentang Sistem
Manajemen ASN selesai minggu ke-IV bulan Oktober 2021.
40. 22 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Jenis Kinerja Pegawai
Kinerja pegawai dibedakan menjadi dua jenis yakni kinerja utama dan
kinerja tambahan. Kinerja utama merupakan hasil kerja yang berkaitan
dengan fungsi organisasi yang menjadi sasaran prioritas pada waktu
tersebut. Kinerja utama selalu berkaitan dengan hasil kerja dari rencana
strategis, perjanjian kinerja, SKP atasan langsung dan uraian tugas pokok
jabatan. Untuk rujukan utama dalam penjabaran kinerja utama pejabat
pimpinan tinggi/unit mandiri, pejabat administrasi dan pejabat fungsional
seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Rujukan Penjabaran Kinerja Utama
PEJABAT RUJUKAN UTAMA
PIMPINAN TINGGI Penjabaran sasaran unit/organisasi (didalam Renstra,
Perjanjian Kinerja, organisasi dan tata kerja, uraian jabatan)
UNIT MANDIRI Penjabaran sasaran unit/organisasi (didalam Renstra,
Perjanjian Kinerja, organisasi dan tata kerja, uraian jabatan)
ADMINISTRASI Penjabaran kegiatan atasan langsung (SKP atasan langsung,
organisasi dan tata kerja, uraian jabatan)
FUNGSIONAL Penjabaran sasaran unit/organisasi dan/atau kegiatan
atasan langsung dan organisasi dan tata kerja, uraian
jabatan).
Sumber: diolah dari PermenPANRB 8 / 2021
Sedangkan kinerja tambahan merupakan tugas dari pimpinan unit
kerja/organisasi yang bersifat strategis, tetapi bukan tugas pokok jabatan
pegawai bersangkutan. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan
dalam memberikan tugas tambahan yakni sebagai berikut:
Disepakati pimpinan dan pegawai. Pemberian kinerja tambahan
pegawai harus disepakati antara pegawai dan pimpinan unit kerja
atau pejabat penilai kinerja. Kesepatan tersebut juga harus
diformalkan dalam bentuk surat tugas atau surat keputusan.
41. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 23
Di luar tugas pokok jabatan. Setiap pegawai pasti menduduki
jabatan dan setiap jabatan harus memiliki uraian tugas jabatan.
Sebagaimana dijelaskan di kinerja utama, setiap uraian tugas jabatan
merupakan kinerja utama pegawai. Oleh karena itu, setiap tugas yang
tidak terdapat dalam uraian tugas jabatan merupakan tugas
tambahan pegawai. Meskipun demikian, kinerja tambahan harus
memberikan kontribusi pada pencapaian sasaran starategis
organisasi.
Contoh:
o Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura diberikan
tugas tambahan pengembangan teknologi pengolahan hasil
pertanian. Kinerja utama Kepala Bidang Tanaman Pangan dan
Hortikultura adalah dalam meningkatkan perbenihan dan
perlindungan tanaman, produksi tanaman pangan dan
hortikultura. Tugas tambahan untuk mengembangan teknologi
pengolahan hasil pertanian, yang seharusnya menjadi kinerja
utama Kepala Bidang Teknologi Pertanian Pengolahan dan
Pemasaran.
o Fungsional Peneliti Madya diberikan tugas tambahan
Koordinator Administrasi Umum. Tugas peneliti adalah
melakukan Penelitian, Pengembangan, dan/atau Pengkajian Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi dengan Kinerja Utama Peneliti
Madya adalah hasil kerja minimal yang meliputi 1) Pemakalah
oral di pertemuan ilmiah terindeks global. 2). Kontributor anggota
karya tulis ilmiah dalam bentuk artikel di prosiding ilmiah
terindeks global bereputasi. 3) Kontributor anggota karya tulis
ilmiah dalam bentuk artikel di jurnal ilmiah terindeks global
bereputasi menengah/ buku ilmiah atau bagian dari buku ilmiah
diterbitkan oleh penerbit internasional lainnya/kekayaan
intelektual bersertifikat telah dikabulkan (selain paten
sederhana), atau naskah akademis R-PP atau R-Perpres, atau
transaksi lisensi dengan mitra nasional. Tugas tambahan untuk
menjadi koordintaor umum unit kerja/organisasi dalam
42. 24 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
menangani tugas adminsitrasi tata naskah dinas, perencanaan,
keuangan dan pelaporan sebagai tugas supporting unit.
Sesuai dengan kapasitas pegawai. Pegawai yang mendapatkan
tugas tambahan harus memiliki kompetensi sesuai kebutuhan untuk
melaksanakan tugas tambahan tersebut.
Contoh:
o Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura diberikan
tugas tambahan pengembangan teknologi pengolahan hasil
pertanian, maka harus dipastikan pegawai tersebut memiliki
kompetensi dalam pengolahan hasil pertanian. Kompetensi
tersebut dapat ditunjukan dengan pengalaman menduduki
jabatan atau pernah mengikuti pelatihan tentang pengolahan
hasil pertanian.
o Fungsional Peneliti Madya mendapatkan tugas tambahan
Koordinator Administrasi Umum, maka harus dipastikan pegawai
tersebut memiliki kompetensi dalam pengelolaan administrasi
keuangan, pengelolaan tata naskah dinas dan arsip, serta lainnya.
Kompetensi tersebut dapat ditunjukkan dengan pengalaman
menduduki jabatan atau pernah mengikuti pelatihan, bimbingan
teknis, workshop atau sosialisasi terkait hal tersebut.
Terkait langsung dengan tugas atau output organisasi, artinya kinerja
tambahan yang di dalam SKP harus berkaitan dengan kinerja
organisasi tersebut, sebagaimana contoh diatas. Jika mendapatkan
tugas tambahan tidak terkait dengan kinerja organisasi, maka tidak
perlu dimasukan dalam dokumen SKP.
Contoh:
o Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura
mendapatkan tugas tambahan melakukan razia yustisi Covid-19.
o Fungsional Peneliti Madya mendapatkan tugas melaksanakan
pemberian bantuan langsung Covid-19.
43. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 25
Harus bersifat strategis, artinya tugas tambahan berkaitan dengan
pelaksanaan strategi organisasi yang dapat meningkatkan kinerja
organisasi contohnya komitmen dalam meningkatkan kompetensi,
pengetahuan dan keterampilan.
Lingkup penugasan dapat bersifat nasional, provinsi atau kabupaten
kota yang dibuktikan dengan Surat Keputusan.
Target Kinerja
Target kinerja adalah jumlah hasil kerja yang akan dicapai dari setiap
pelaksanaan tugas jabatan yang meliputi aspek: kuantitas, kualitas, waktu
dan/atau biaya.
Kuantitas yaitu jumlah/banyaknya keluaran (output) dan/atau manfaat
(outcome). Ukuran output/outcome sebagaimana dijelaskan pada kriteria
Terukur (Measurable).
Kualitas yaitu mutu output/outcome. Ukuran mutu ditentukan jenis dan
karakteristik output/outcome. Contoh:
o Kualitas Produksi barang misalnya SNI, standar Euro II/Euro
III/Euro IV.
o Kualitas standar kerja misalnya ISO 9001, ISO 14001, ISO 45001,
OHSAS 18001
o Karya Tulis Ilmiah/Buku dengan publikasi terindeks
nasional/global seperti SINTA, SCOPUS
o Atau menggunakan standar kualitas yang sangat umum
menggunakan persentase.
Waktu yaitu standar waktu yang digunakan untuk menyelesaikan
kegiatan. Jika pada kriteria batas waktu menentukan akhir
proyek/kegiatan. Dalam waktu ini menggunakan lama waktu proyek /
kegiatan. Contoh: sehari, seminggu, sebulan, tiga bulan, enam bulan,
setahun, lima tahun, dan seterusnya sesuai dengan kebutuhan.
Biaya yaitu dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.
Sesuai dengan ketentuan dalam penjelasan PP 30 Tahun 2019, aspek
kuantitas harus ada dalam setiap target kinerja. Sedangkan kualitas, waktu
44. 26 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
dan biaya tidak selalu harus ada dalam target kinerja, disesuaikan dengan
jenis dan karakteristik kegiatan yang dilaksanakan.
Manual Indikator Kinerja
Manual indikator kinerja merupakan sebuah instumen tambahan SKP
yang berisi deskripsi, formula pengukuran setiap indikator kinerja.
Instrumen ini penting untuk digunakan pada tahap pemantauan dan
pengukuran kinerja pegawai. Oleh karena itu, Manual indikator kinerja
menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari SKP.
Dalam menyusun manual indikator kinerja yang baik, minimal memuat
beberapa informasi sebagai berikut:
Deskripsi rencana kinerja yang menggambarkan hasil yang akan dicapai
organisasi secara jelas, spesifik, dapat dicapai dan terukur. Dalam
deskripsi ini bukan menjelaskan aktivitas atau kategori pekerjaan.
Deskripsi Indikator Kinerja Individu menjelaskan ukuran keberhasilan
kinerja yang akan dicapai pegawai dengan lebih operasional, formula
pengukuran kinerja serta tujuannya.
Satuan pengukuran Indikator Kinerja Individu yang tetap dan sesuai
dengan jenis kinerja pegawainya.
Kualitas dan tingkat kendali IKI menjelaskan tingkatan kinerja sesuai
dengan tingkatan organisasi antara lain outcome, output tingkat kendali
rendah, output tingkat kendali sedang.
Unit penyedia data untuk pengukuran kinerja menjelaskan unit kerja
yang akan menjadi rujukan untuk mendapatkan data kinerja.
Periode pelaporan menjelaskan waktu dalam memberikan laporan
secara berkala antara lain laporan bulanan, triwulan, semester dan
tahunan.
Namun jika indikator kinerja pada rencana strategis atau perjanjian
kinerja telah memiliki manual indikator kinerja, maka PPT dan PUKM tidak
perlu menyusunnya.
45. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 27
Tabel 2.2. FORMAT A.3
MANUAL INDIKATOR KINERJA
SKP PEJABAT TINGGI DAN PIMPINAN UNIT KERJA MANDIRI
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JAN S.D … DES TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GR PANGKAT/ GR
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
RENCANA KINERJA
DESKRIPSI
RENCANA KINERJA
INDIKATOR KINERJA
DESKRIPSI Definisi
Formula
Tujuan
SATUAN
PENGUKURAN
JENIS IKU ( ) Outcome ( ) Output kendali
rendah
( ) Output
kendali sedang
PENANGGUNG
JAWAB
PIHAK PENYEDIA
DATA
SUMBER DATA
PERIODE
PELAPORAN
( )
Bulanan
( )
Triwulanan
( )
Semesteran
( )
Tahunan
Tempat, tanggal bulan tahun
Pegawai yang dinilai
Nama
NIP
46. 28 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Penyusunan Rencana SKP
Dalam Peraturan PANRB No. 8 Tahun 2021 Pasal 7, penyusunan rencana
SKP dibedakan menjadi dua model yakni: (1) dasar/inisiasi, (2)
pengembangan. Model dasar/inisiasi dilakukan untuk instansi pemerintah
yang akan membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai. Sedangkan,
Model pengembangan dapat dilakukan oleh instansi pemerintah yang telah
membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai.
Hal yang penting dalam menyusun rencana SKP yang baik harus
memperhatikan dua hal yakni (1) SKP disusun berjenjang, (2) dilaksanakan
dengan dialog. SKP disusun berjenjang mulai dari JPT atau Pimpinan Unit
Kerja Mandiri ke Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional sesuai dengan
tingkatannya, seperti Tabel 2. Proses penyusunan SKP dilakukan dengan
dialog antara pegawai dengan pejabat penilai dan atau tim/pengelola
kinerja. Hal ini bertujuan untuk memastikan penyusunan secara berjenjang
selaras dengan sasaran kinerja organisasi, unit kerja, tim kerja dan atasan
langsung. Hal ini menegaskan bahwa penyusunan SKP tidak dapat dilakukan
masing-masing pegawai. Tetapi, penyusunan harus dilakukan secara
bersama-sama pimpinan dan pegawai dalam organisasi tersebut. Oleh
karena itu, waktu penyusunan rencana SKP bersamaan dengan penyusunan
Rencana Kinerja Tahunan Instansi Pemerintah dan Perjanjian Kinerja, yakni
tahun anggaran sebelumnya. Jika pada minggu kedua bulan Januari tidak
melakukan proses penyusunan SKP, pengelola kinerja /tim pengelola kinerja
menyusun rencana SKP tersebut.
Pejabat Pimpinan Tinggi dan Unit Kerja Mandiri
Tahapan menyusun SKP Pejabat Pimpinan Tinggi dan Unit Kerja Mandiri
model dasar/inisiatif sebagai berikut:
Mempelajari rencana strategis dan perjanjian kinerja.
Tahapan ini dilakukan untuk memahami sasaran strategis organisasi,
sasaran kinerja dan menyelaraskan sasaran strategis.
Menyusun Sasaran Kinerja Pegawai.
Tahapan ini mengidentifikasi kinerja utama, kinerja tambahan dan
manual indikatornya.
Menyusun Manual Indikator Kinerja.
47. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 29
Tabel 2.3. FORMAT A.1.1
RENCANA SKP PEJABAT TINGGI DAN PIMPINAN UNIT KERJA MANDIRI
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/
GOLRUANG
PANGKAT/
GOLRUANG
JABATAN JABATAN
INSTANSI INSTANSI
NO RENCANA KINERJA
INDIKATOR KINERJA
INDIVIDU
TARGET
(1) (2) (3) (4)
A. KINERJA UTAMA
1 Rencana Kinerja Utama 1 IKI 1.1 Target 1.1
(diisi dengan sasaran
yang terdapat pada PK
dan dapat ditambah
Renstra, RKT dan direktif)
(diisi dengan indicator
kinerja yang terdapat
pada PK dan dapat
ditambah Renstra, RKT
dan direktif)
(diisi dengan target yang
terdapat pada PK dan
dapat ditambah Renstra,
RKT dan direktif)
IKI 1.2 Target 1.2
2 Rencana Kinerja Utama 2 IKI 2.1 Target 2.1
(diisi dengan rencana
aksi/inisiatif strategis
untuk mencapai sasaran
pada PK dan dapat
ditambah Renstra, RKT
dan direktif)
(diisi dengan indicator
kinerja rencana
aksi/inisiatif strategis
untuk mencapai sasaran
pada PK dan dapat
ditambah Renstra, RKT
dan direktif)
(diisi dengan target
rencana aksi/inisiatif
strategis untuk mencapai
sasaran pada PK dan
dapat ditambah Renstra,
RKT dan direktif)
IKI 2.2 Target 2.2
B. KINERJA TAMBAHAN
1 Rencana Kinerja
Tambahan 1
(dapat ditambhkan pada
tahun berjalan)
IKI 1.1 Target 1.1
Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021
48. 30 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Tahapan menyusun SKP Pejabat Pimpinan Tinggi dan Unit Kerja Mandiri
model pengembangan sebagai berikut:
Mempelajari rencana strategis dan perjanjian kinerja.
Tahapan ini dilakukan untuk memahami sasaran strategis organisasi,
sasaran kinerja dan menyelaraskan sasaran strategis.
Menyusun Sasaran Kinerja Pegawai.
Tahapan ini mengidentifikasi kinerja utama, kinerja tambahan,
mengelompokkan rencana kinerja dan manual indikatornya.
Mengelompokkan Rencana Kinerja.
Tahap ini kinerja dikelompokkan menjadi 4 aspek, meliputi penerima
layanan, proses bisnis, penguatan internal, dan anggaran.
Menyusun Manual Indikator Kinerja.
49. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 31
Tabel 2.4. FORMAT A.2.1
RENCANA SKP PEJABAT TINGGI DAN PIMPINAN UNIT KERJA MANDIRI
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER
TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/
GOLRUANG
JABATAN JABATAN
INSTANSI INSTANSI
PERSPEKTIF NO RENCANA KINERJA INDIKATOR KINERJA
INDIVIDU
TARGET
(1) (2) (2) (3) (4)
A. KINERJA UTAMA
Penerima Layanan/
Proses Bisnis/
Penguatan
Internal/ Anggaran
1 Rencana Kinerja Utama
1
IKI 1.1 Target 1.1
(diisi dengan sasaran
yang terdapat pada PK
dan dapat ditambah
Renstra, RKT dan
direktif)
(diisi dengan indicator
kinerja yang terdapat
pada PK dan dapat
ditambah Renstra, RKT
dan direktif)
(diisi dengan target
yang terdapat pada
PK dan dapat
ditambah Renstra,
RKT dan direktif)
IKI 1.2 Target 1.2
Penerima Layanan/
Proses Bisnis/
Penguatan
Internal/ Anggaran
2 Rencana Kinerja Utama
2
IKI 2.1 Target 2.1
(diisi dengan rencana
aksi/inisiatif strategis
untuk mencapai sasaran
pada PK dan dapat
ditambah Renstra, RKT
dan direktif)
(diisi dengan indicator
kinerja rencana
aksi/inisiatif strategis
untuk mencapai sasaran
pada PK dan dapat
ditambah Renstra, RKT
dan direktif)
(diisi dengan target
rencana aksi/inisiatif
strategis untuk
mencapai sasaran
pada PK dan dapat
ditambah Renstra,
RKT dan direktif)
IKI 2.2 Target 2.2
B. KINERJA TAMBAHAN
1 Rencana Kinerja
Tambahan 1
(dapat ditambhkan pada
tahun berjalan)
IKI 1.1 Target 1.1
Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021
50. 32 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional
Tahapan menyusun SKP Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional model
inisiatif/dasar sebagai berikut:
Mempelajari rencana strategis, rencana kerja tahunan unit kerja dan
instansi.
Tahapan ini dilakukan untuk memahami sasaran strategis organisasi,
sasaran kinerja dan menyelaraskan sasaran strategis.
Membagi peran koordinator/ketua dan anggota tim kerja.
Tahap ini membagi rencana kinerja atasan langsung (pejabat
pimpinan tinggi atau pimpinan unit kerja mandiri) kepada
koordiantor/ketua tim kerja. Selanjutnya peran tersebut dibagi ke
seluruh tim/pegawai. Dalam membagi dapat menggunakan metode
direct cascading dan non-direct cascading
Menentukan rencana kinerja.
Tahap ini menyusun kinerja utama dan kinerja tambahan. Kinerja
utama merupakan kinerja wajib yang terkait dengan strategi rencana
kinerja atasan langsung untuk pencapaian sasaran unit kerja dan
organisasi.
Menentukan aspek indikator dan indikator kinerja individu.
Tahap ini menentukan aspek indikator kinerja yang tepat untuk
mengukur suatu rencana kinerja (kuantitas, kualitas, waktu dan
biaya).
Menetapkan Target.
Menentukan hasil kerja yang diharapkan sesuai dengan kebijakan,
ekspektasi stakeholder, dan rasional. Serta memberikan toleransi
batas kesalahan atas kinerja.
Menyusun Keterkaitan SKP dan Angka Kredit.
Tahap ini khusus pejabat fungsional dan menjadi lampiran format
SKP.
51. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 33
Tabel 2.5. FORMAT A.1.2
RENCANA SKP PEJABAT ADMINISTRASI
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/
GOLRUANG
PANGKAT/
GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA
KINERJA
ATASAN
LANGSUNG
INDIKATOR
KINERJA INDIVIDU
ASPEK INDIKATOR
KINERJA
INDIVIDU
TARGET
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A. KINERJA UTAMA
1 Rencana
Kinerja
Atasan
Langsung
yang
diintervensi
Rencana Kinerja
Utama 1
(diisi dengan
rencana kinerja
yang dituangkan
dalam matriks
peran dan hasil
serta sesuai
dengan tugas
pokok jabatan)
Kuantitas /
Kualitas /
Waktu
IKI.1.1 Target 1.1
Kuantitas /
Kualitas /
Waktu
IKI.1.2 Target 1.2
B. KINERJA TAMBAHAN
1 - Rencana Kinerja
Utama 1
(diisi dengan
rencana kinerja
yang dituangkan
dalam matrik
peran dan
hasil/direktif/
penugasan diluar
tugas pokok
jabatan)
Kuantitas /
Kualitas /
Waktu
IKI.1.1 Target 1.1
Kuantitas /
Kualitas /
Waktu
IKI.1.2 Target 1.2
Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021
52. 34 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Tabel 2.6. FORMAT A.1.2
RENCANA SKP PEJABAT FUNGSIONAL
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/
GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA
KINERJA
ATASAN
LANGSUNG /
UNIT KERJA /
ORGANISASI
INDIKATOR KINERJA INDIVIDU ASPEK INDIKATOR
KINERJA
INDIVIDU
TARGET
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A. KINERJA UTAMA
1 Rencana
Kinerja Atasan
Langsung yang
diintervensi
Rencana Kinerja Utama 1
(diisi dengan rencana kinerja
yang dituangkan dalam
matriks peran dan hasil serta
sesuai dengan tugas pokok
jabatan)
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.1 Target 1.1
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.2 Target 1.2
Rencana Kinerja Utama 2
(dapat ditambahkan direktif
untuk pencapaian sasaran
organisasi/unit kerja yang
sesuai dengan tugas pokok
jabatan)
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.2.1 Target 2.1
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.2.2 Target 2.2
B. KINERJA TAMBAHAN
1 - Rencana Kinerja Utama 1
(diisi dengan rencana kinerja
yang dituangkan dalam
matriks peran dan
hasil/direktif/penugasan
diluar tugas pokok jabatan)
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.1 Target 1.1
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.2 Target 1.2
Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021
53. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 35
Lampiran untuk Pejabat Fungsional sebagai berikut
Tabel 2.7. KETERKAITAN SKP DENGAN ANGKA KREDIT PEJABAT FUNGSIONAL
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/ GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA KINERJA BUTIR KEGIATAN
YANG TERKAIT
OUTPUT BUTIR
KEGIATAN
ANGKA KREDIT
(1) (2) (3) (4) (5)
A. KINERJA UTAMA
1
2
(tempat), (tanggal, bulan, tahun)
Pegawai yang dinilai
(Nama)
(NIP)
Tabel 2.8. VERIFIKASI KETERKAITAN SKP DENGAN ANGKA KREDIT PEJABAT
FUNGSIONAL
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/ GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA
KINERJA
BUTIR KEGIATAN
YANG TERKAIT
OUTPUT BUTIR
KEGIATAN
ANGKA
KREDIT
VERIFIKASI TIM PENILAI
ANGKA KREDIT
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A. KINERJA UTAMA
1
2
(tempat), (tanggal, bulan, tahun)
Pegawai yang dinilai
(Nama)
(NIP)
54. 36 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Tahapan menyusun SKP Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional model
pengembangan, setelah menetapkan target selanjutnya sebagai berikut:
Mengembangkan Kategori Penilaian Kinerja.
Tahap ini menetapkan level penilaian hasil akhir kinerja yang akan
digunakan untuk setiap rencana kinerja. Level Penilaian sebagai
berikut:
Tabel 2.9. Kategori Penilaian Kinerja Individu
Jenis Level
Kategori Penilaian / Standar Kinerja Individu
Sangat
Kurang
(Tidak
dapat
diterima)
Kurang
(Jauh
dibawah
Target)
Cukup
(Sedikit
dibawah
target)
Baik
(Sesuai
target)
Sangat Baik
(Melampaui
target)
A. 2 Level x x
B. 3 Level x x x
C. 4 Level x x x x
D. 5 Level x x x x x
Menentukan cara memantau kinerja.
Menentukan cara memantau setiap rencana kinerja dan
menentukan sumber data untuk pengukuran/pemantauan.
55. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 37
FORMAT A.2.2
Tabel 2.10. RENCANA SKP PEJABAT ADMINISTRASI
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/
GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA
KINERJA
ATASAN
LANGSUNG
INDIKATOR
KINERJA
INDIVIDU
ASPEK INDIKATOR
KINERJA
INDIVIDU
TARGET KATAGORI PENILAIAN /
STANDAR
SUMBER
DATA
KURANG/
JAUH
DIBAWAH
TARGET
CUKUP /
SEDIKIT
DIBAWAH
TARGET
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
C. KINERJA UTAMA
1 Rencana
Kinerja
Atasan
Langsung
yang
diintervensi
Rencana
Kinerja Utama
1
(diisi dengan
rencana
kinerja yang
dituangkan
dalam matriks
peran dan
hasil serta
sesuai dengan
tugas pokok
jabatan)
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.1 Target
1.1
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.2 Target
1.2
D. KINERJA TAMBAHAN
1 - Rencana
Kinerja Utama
1
(diisi dengan
rencana kinerja
yang dituangkan
dalam matriks
peran dan
hasil/direktif/
penugasan
diluar tugas
pokok jabatan)
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.1 Target
1.1
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.2 Target
1.2
Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021
56. 38 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
FORMAT A.2.3
Tabel 2.11. RENCANA SKP PEJABAT FUNGSIONAL
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/
GOLRUANG
PANGKAT/ GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA
KINERJA
ATASAN
LANGSUNG
INDIKATOR
KINERJA
INDIVIDU
ASPEK INDIKATOR
KINERJA
INDIVIDU
TARGET KATEGORI PENILAIAN /
STANDAR
SUMBER
DATA
KURANG/
JAUH
DIBAWAH
TARGET
CUKUP /
SEDIKIT
DIBAWAH
TARGET
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
A. KINERJA UTAMA
1 Rencana
Kinerja Atasan
Langsung yang
diintervensi
Rencana Kinerja
Utama 1
(diisi dengan
rencana kinerja
yang dituangkan
dalam matriks
peran dan hasil
serta sesuai
dengan tugas
pokok jabatan)
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.1 Target
1.1
Rencana Kinerja
Utama 2
(dapat
ditambahkan
direktif untuk
pencapaian
sasaran
organisasi/unit
kerja yang sesuai
dengan tugas
pokok jabatan)
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.2 Target
1.2
B. KINERJA TAMBAHAN
1 - Rencana Kinerja
Utama 1
(diisi dengan
rencana kinerja
yang dituangkan
dalam matriks
peran dan
hasil/direktif/
penugasan diluar
tugas pokok
jabatan)
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.1 Target
1.1
Kuantitas
/ Kualitas
/ Waktu
IKI.1.2 Target
1.2
57. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 39
Perilaku Kerja
Perilaku Kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang
dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perilaku kerja PNS meliputi 5 (lima) aspek yakni orientasi pelayanan,
komitmen, inisiatif kerja, kerja sama dan kepemimpinan. Aspek
kepemimpinan diberlakukan bagi pegawai yang menduduki Jabatan
Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas dan Jabatan
Fungsional dengan kegiatan yang membutuhkan aspek kepemimpinan.
Kelima aspek tersebut dijabatkan dalam 7 (tujuh) level perilaku sebagai
berikut:
Tabel 2.12. Aspek Orientasi Pelayanan
ASPEK PERILAKU KERJA ORIENTASI PELAYANAN
DEFINISI
Sikap dan perilaku kerja pegawai dalam memberikan
pelayanan terbaik kepada yang dilayani antara lain masyarakat,
atasan, rekan kerja, unit kerja terkait atau instansi lainnya.
LEVEL
PERILAKU
KERJA
INDIKATOR PERILAKU KERJA SITUASI
1 Memahami dan memberikan
pelayanan yang baik sesuai standar
Ketika memberikan
pelayanan kepada
pihak pihak yang
dilayani
Ketika membangun
hubungan dengan
pihak yang dilayani
Ketika diharapkan
memberikan nilai
nilai tumbuh atas
layanan yang
diberikan kepada
pihak pihak yang
dilayani
2 Memberikan pelayanan sesuai
standar dan menunjukan komitmen
dalam pelayanan
3 Memberikan pelayanan diatas
standar untuk memastikan
keputusan pihak pihak yang dilayani
sesuai arahan atasan
4 Memberikan pelayanan diatas
standar dan membangun nilai
tambah dalam pelayanan
5 Berusaha memenuhi kebutuhan
mendasar dalam pelayanan dan
mempercepat penanganan masalah
58. 40 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
6 Mengevaluasi dan mengantisipasi
kebutuhan pihak-pihak yang dilayani
Ketika beradaptasi
dengan menggunakan
teknologi digital
Ketika dihadapkan
pada benturan
kepentingan
7 Mengembangkan sistem pelayanan
baru bersifat jangka panjang untuk
memastikan kebutuhan dan
kepuasan pihak-pihak yang dilayani
Tabel 2.13. Aspek Komitmen
ASPEK PERILAKU KERJA KOMITMEN
DEFINISI
Kemauan dan kemampuan untuk menyelaraskan sikap dan
tindakan pegawai untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan
mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan diri
sendiri, seseorang dan/atau golongan
LEVEL
PERILAKU
KERJA
INDIKATOR PERILAKU KERJA SITUASI
1 Memahami dan memberikan
perilaku dasar menyangkut
komitmen organisasi
Ketika menjalankan
tugas serta kewajiban
sebagai anggota
organisasi
Ketika harus menjaga
citra organisasi
Ketika menghadapi
keadaan dilematis
Ketika diharapkan
memupuk jiwa
nasionalisme
Ketika dihadapkan
dengan masalah KKN
2 Menunjukan perilaku dan tindakan
sesuai aturan atau nilai-nilai
organisasi sebatas mengikuti arahan
atasan
3 Menunjukkan perilaku dan tindakan
yang konsisten serta meneladani
perilaku komitmen terhadap
organisasi
4 Mendukung tujuan serta menjaga
citra organisasi secara konsisten
5 Bertindak berdasarkan nilai nilai
organisasi secara konsisten
6 Menunjukan komitmen atas
kepentingan yang lebih besar
daripada kepentingan pribadi
7 Mengambil keputusan atau tindakan
yang menumbuhkan pengorbanan
yang besar (menjadi model perilaku
positif yang terintegrasi)
59. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 41
Tabel 2. 14. Aspek Inisiatif Kerja
ASPEK PERILAKU INISIATIF KERJA
DEFINISI
Kemauan dan kemampuan untuk melahirkan ide-ide baru,
cara-cara baru untuk peningkatan kinerja, kemauan untuk
membantu rekan kerja yang membutuhkan bantuan, melihat
masalah sebagai peluang bukan ancaman, kemauan bekerja
menjadi lebih baik setiap hari, serta penuh semangat dan
antusiasme, aspek inisiatif juga termasuk inovasi yang
dilakukan oleh pegawai
LEVEL
PERILAKU
KERJA
INDIKATOR PERILAKU KERJA SITUASI
1 Memahami apa yang harus dilakukan dalam
merespons tugas atau pekerjaan, belum
menunjukan perilaku dasar yang
diharapkan organisasi
Ketika
menjalankan
tugas yang
berkaitan
dengan
pekerjaan
Ketika
kondisi/situasi
penyelesaian
Ketika
menjadi
bagian
anggota
tim/kelompok
kerja
Ketika
menghadapi
masalah sulit
Ketika
dituntut
bekerja lebih
baik.
2 Cepat tanggap ketika menerima tugas atau
pekerjaan dengan menyusun target,
mencari ide baru ataupun menunjukkan
keinginan untuk berkontribusi dalam tugas,
dan menghadapi permasalahan dengan
menghubungi pihak berwenang atau atasan
3 Dapat kerja secara mandiri, kemauan untuk
mencoba hal baru dan membangun
jejaring. Mampu bertindak secara mandiri
sesuai kewenangan dalam menangani
permasalahan rutin
4 Bertindak proaktif pada situasi kritis,
terbuka terhadap pendekatan baru, dan
secara sukarela mengembangkan
kemampuan orang lain
5 Menyusun rencana tindakan taktis maupun
langkah antisipatif terhadap permasalahan
rutin. Menyusun perbaikan berkelanjutan
dan menghargai orang lain.
6 Merancang rencana jangka pendek,
antisipasi ide untuk meningkatkan kinerja
dan memberikan dukungan terhadap orang
lain
7 Merancang rencana yang komprehensif,
berorientasi jangka panjang,
mempertimbangkan kesuksesan anggota
organisasi serta membuat terobosan baru
60. 42 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Tabel 2.15. Aspek Kerja sama
ASPEK PERILAKU KERJA SAMA
DEFINISI
Kemauan dan kemampuan untuk bekerja sama dengan rekan
kerja, atasan, bawahan dalam unit kerjanya serta instansi lain
dalam menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab yang
ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna
sebesar-besarnya
LEVEL
PERILAKU
KERJA
INDIKATOR PERILAKU KERJA SITUASI
1 Memahami peran dalam tim dan
menunjukan sikap positif dalam
hubungan kerja sama
Ketika menghadapi
masalah dengan
pegawai lain/orang
yang tidak disukai
ditempat kerja
Ketika mendapatkan
pembagian tugas yang
tidak menyenangkan
Ketika menghadapi
pimpinan yang tidak
mempedulikan
kontribusi anggota tim
Ketika bekerja di
dalam kelompok/tim
Ketika dituntut untuk
mengembangkan
jejaring kerja sama
2 Berusaha menunjukan perilaku
kooperatif dan sikap profesional
sesuai standar prosedur
3 Menunjukan komitmen atas
profesionalitas dan harapan positif
terhadap tim/kelompok kecil
4 Bersikap transparan dan terbuka
serta menghargai anggota
kelompoknya
5 Berkomitmen terhadap
penyelesaian tugas dan
memberikan dukungan secara aktif
terhdap anggota tim yang lebih
besar dan beragam
6 Membangun semangat kelompok
besar dan nilai tambah dalam
pelaksanaan tugas
7 Secara aktif menjaga motivasi dan
hubungan yang positif dalam
organisasi
61. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 43
Tabel 2.16. Aspek Kepemimpinan
ASPEK PERILAKU KEPEMIMPINAN
DEFINISI
Kemauan dan kemampuan pegawai untuk memotivasi dan
memengaruhi bawahan atau orang lain yang berkaitan dengan
bidang tugasnya demi tercapainya tujuan organisasi
LEVEL
PERILAKU
KERJA
INDIKATOR PERILAKU KERJA SITUASI
1 Memahami dan menunjukkan
sikap kepedulian, memberikan
arahan tugas serta
mempertimbangkan risiko
Ketika menjadi
pemimpin informal
dalam unit
kerja/organisasi
Ketika diharapkan
menjadi penyemangat
rekan kerja/bawahan
Ketika terjadi
perselisihan dalam
kelompok/unit
kerja/organisasi
Ketika mengatur
pelaksanaan tugas/
pekerjaan bawahan
Ketika memengaruhi
orang lain untuk
mencapai tujuan
Ketika dihadapkan
dengan situasi tidak
pasti (kemungkinan
mendapatkan hasil
negatif)
Ketika terjadi
perubahan-
perubahan yang
spesifik dalam
organisasi
2 Menunjukkan perilaku positif,
memberikan bimbingan dan
motivasi, serta keberanian
mengambil risiko personal
3 Bersedia untuk memberikan
pengarahan, motivasi dan
menunjukkan komitmen atas
perilaku positif dan keberanian
dalam mengambil risiko
4 Memberikan dukungan terhadap
orang lain serta menunjukan tekad
untuk mengambil risiko
5 Menunjukkan kepercayaan diri
serta sikap yang adil dan
profesional dalam segala situasi,
serta bersedia untuk mengambil
risiko
6 Menunjukkan kemandirian dan
kemampuan menjadi katalisator
7 Menjadi teladan dalam
kepemimpinan organisasi
62. 44 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Standar perilaku ditetapkan sesuai dengan level yang dipersyaratkan
berdasarkan jenis, dan jenjang jabatan sebagai berikut:
Tabel 2.17. LEVEL PERILAKU KERJA YANG DIPERSYARATKAN
JABATAN JENJANG
JABATAN
LEVEL YANG
DIPERSYARATKAN
Jabatan Pimpinan
Tinggi
Utama 6
Madya 6 – 7
Pratama 5 – 6
Jabatan Administasi Administrator 4 – 5
Pengawas 3 - 4
Pelaksana 1 - 2
Jabatan Fungsional
Keahlian
Utama 5 – 6
Madya 4 – 5
Muda 3 - 4
Pertama 2 - 3
Jabatan Fungsional
Terampil
Penyelia 3 - 4
Mahir 2 - 3
Terampil 1 - 2
Pemula 1 - 2
63. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 45
BAB III
PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN KINERJA
Urgensi bab pelaksanaan manajemen kinerja ASN dalam buku ini adalah
bahwa gambaran secara konkret implementasi manajemen kinerja baik
dalam tataran kebijakan maupun praktiknya selama ini kurang mendapat
perhatian, sehingga desain sistem manajemen kinerja sulit dipahami dan
diimplementasikan. Dalam praktik secara nyata, pada hakikatnya subbab
pelaksanaan manajemen kinerja adalah implementasi rencana kinerja dan
SKP dalam aktivitas kegiatan sehari-hari para ASN.
Pembahasan mengenai pelaksanaan manajemen kinerja sangat penting
karena terkait dengan bagaimana ASN secara individu melakukan tugas
pekerjaannya untuk mencapai target kinerja yang tertuang dalam Sasaran
Kinerja Pegawai (SKP) dan mendokumentasikan hasil kerja setiap harinya
dalam bentuk laporan kinerja harian.
Selanjutnya agar SKP dapat dioperasionalkan dan menjadi dasar
penilaian kinerja individu ASN, baik harian, mingguan, bulanan, triwulan
maupun tahunan, maka diperlukan dokumen rencana kegiatan (rencana
aksi) dan target output mingguan dan bulanan yang disusun oleh unit kerja.
Berdasarkan rencana aksi dan target output yang telah disusun unit kerja
itulah masing-masing individu ASN melaksanakan aktivitas hariannya untuk
berkontribusi dalam pencapaian target output sesuai dengan SKP masing-
masing. Dengan begitu output kinerja masing-masing individu ASN
didokumentasikan secara harian yang sekaligus menjadi dokumen kinerja
harian bagi setiap ASN. Melalui cara seperti itu maka para individu ASN
memiliki dokumen kinerja yang dapat diformulasi ke dalam kinerja harian,
mingguan, bulanan, triwulan, semester maupun tahunan.
64. 46 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N
Adapun gambaran secara skematik proses pelaksanaan manajemen
ASN adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1. Skema Proses Pelaksanaan Manajemen Kinerja ASN
Sumber: PP 30 Tahun 2019 dan PermenPANRB 8 Tahun 2021 (diolah)
Oleh karena itu, secara simulasi pelaksanaan manajemen kinerja ASN
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Setelah IKU/Perjanjian kinerja Unit Kerja dan dokumen SKP ASN
ditetapkan sebagaimana dapat dilihat pada Bab 2, maka untuk
menjembatani proses pelaksanaan manajemen kinerja individual, maka
pimpinan unit menyusun Rencana Kerja/Rencana Aksi bulanan beserta
target output-nya dalam bentuk rincian kegiatan dan aktivitas secara
sistematis untuk setiap minggunya (minggu 1, 2, 3, 4 dan 5).
Selanjutnya berdasarkan rincian kegiatan unit kerja tersebut, maka
masing-masing ASN mengambil peran dan berkontribusi sesuai dengan
peran dan tanggung jawabnya sebagaimana tertuang dalam SKP masing-
masing. Adapun output dari pelaksanaan kegiatan harian didokumentasikan
sebagai hasil kerja masing-masing ASN.
Sebagai contoh: Untuk mencapai IKU/Perjanjian Kinerja Unit Kerja A,
misalnya Laporan Kajian Kebutuhan Bangkom ASN. Untuk menghasilkan
Laporan Kajian Pemetaan Kebutuhan Bangkom ASN tersebut, target capaian
kegiatan bulan pertama adalah TOR Kajian. Dengan demikian, Rencana
Kegiatan/Rencana Aksi bulan 1 unit kerja A berisi langkah-langkah kegiatan
atau urutan kegiatan untuk menyusun TOR Kajian.
65. S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 47
Contoh Rencana Kegiatan/Rencana Aksi Bulan 1 Penyusunan TOR
Rincian kegiatan tersebut di atas dapat dikelompokkan ke dalam
kegiatan mingguan yang pada akhirnya nanti akan menjadi dokumen data
kinerja mingguan dan seterusnya sampai berapa bulan kegiatan Kajian
Pemetaan Kebutuhan Bangkom ASN akan diselesaikan.
Poin-poin kegiatan dan rencana aksi unit kerja tersebut masih dapat
dirinci lebih detail, sehingga terkait dengan pengumpulan referensi dan
kebutuhan data dukung dapat dilakukan masing-masing ASN dengan
berbagai cara dan strategi. Salah satunya dengan browsing, ke Perpustakaan,
dari hasil kajian terdahulu atau menggali data dukung langsung ke lokus dan
lain-lain. Aktivitas-aktiitas inilah yang dilakukan masing-masing ASN untuk
dapat mewujudkan target kinerja Unit Kerja pada bulan pertama yaitu TOR
Kajian Pemetaan Kebutuhan Bangkom ASN.
Dengan demikian terdapat benang merah antara pencapaian
IKU/Perjanjian Kinerja Unit Kerja, SKP dan Rencana Kegiatan/Rencana Aksi.
Dengan demikian output kinerja individu ASN, kontribusi individu terhadap
capaian target kinerja unit kerja baik mingguan, bulanan, triwulan, semester
maupun tahunan dapat terlihat secara konkret, terukur dan nyata.
Setelah perencanaan kinerja ditetapkan SKP, setiap pegawai
melaksanakan rencana kinerja disertai pendokumentasian output rencana
kinerja dan/atau rencana aksi. Selama pelaksanaan, dilakukan pemantauan
oleh pejabat penilai dibantu manajer kinerja terhadap hasil pemantauan
dilakukan pengukuran kemajuan atau progres pencapaian SKP.
Pengumpulan referensi yang relevan dan up to
date
Pengumpulan data dukung penyusunan TOR
Menyusun konsep dan teori
Menggali isu-isu aktual terkait
Menyusun logical frame work Kajian
Membuat draf TOR
Review draf TOR
FGD pembahasan TOR
Finalisasi TOR