SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 75
Descargar para leer sin conexión
MATEMATIKA TEKNIK KIMIA 2
Prof. Ali Altway, Dr. Tantular Nurtono
Pustaka :
1. Mickley, T.S. Sherwood, C.E. Reed,"Applied Mathematics in Chemical
Engineering", McGraw Hill, 2nd.
ed., New York, 1975.
2. Jonson, G.V. Jeffreys,"Mathematical Methods in Chemical Engineering", Academic
Press, 2nd.
Ed., London, 1977.
3. Richard G. Rice, Duong D. Do,”Applied Mathematics and Modeling for Chemical
Engineers”, John Wiley & Sons, 1995.
Materi :
1. Perumusan Matematika untuk Persoalan-persoalan Fisik dan Kimia.
2. Penyelesaian Persamaan Differensial Biasa Secara Deret.
3. Fungsi-Fungsi Khusus.
4. Deret Fourier.
5. Persamaan Differensial Parsial.
MTK-2/1
BAB I
Perumusan Matematika
untuk Persoalan-persoalan Fisik dan Kimia
I. Perumusan Matematika.
Ilmu-ilmu terapan hampir seluruhnya memerlukan pelaksanaan percobaan
dan menginterpretasikan hasil percobaannya. Cara yang banyak diminati adalah
dilaksanakan secara kuantitaif dengan melakukan pengukuran yang akurat dari
variabel-variabel sistem, kemudian data hasil pengukuran ini dianalisa (diolah)
dan dibuat korelasinya, atau dilaksanakan secara kualitatif dengan menyelidiki
perilaku umum sistem yang dinyatakan sebagai suatu variabel yang
mempengaruhi variabel yang lain.
Bila suatu penyelidikan kuantitatif akan dilaksanakan maka perlu dibuat
model matematik untuk sistemnya sebelum melakukan eksperimen, karena model
matematis ini bisa mempengaruhi jalannya eksperimen. Perumusan model
matematika suatu sistem atau proses dibutuhkan juga pada perancangan
peralatan-peralatan, misalnya menara distilasi, menara absorbsi, reaktor,
ekstraktor, dsb.
Pembentukan model matematika suatu sistem (proses) dilakukan melalui
tiga tahap dasar yaitu :
1. Mengubah dari proses fisik/kimia menjadi bahasa matematika, sehingga
didapat suatu persamaan matematis.
2. Menyelesaikan persamaan matematis yang diperoleh
3. Menginterpretasikan hasil penyelesaian yang diperoleh ke dalam istilah-istilah
fisik/kimia.
atau digambarkan sbb. :
Proses fisik/kimia Jelas mekanismenya
Perumusanmatematis/modelling berupa PD/pers. aljabar/transendental
Penyelesaianrumusan/model matematika
Interpretasi hasil penyelesaiandalamistilah-istilahfisik/kimia
MTK-2/2
II. Hukum-hukum dasar yang dipakai.
1. Hukum Kekekalan :
a. massa :
1. overall :
laju akumulasi massa dalam sistem =laju massa masuk ke sistem -
laju massa keluar dari sistem
2. komponen :
laju akumulasi mssa komponen i dalam sistem = laju massa
komponen i masuk ke sistem - laju massa komponen i keluar dari
sistem + laju massa komponen i yang timbul dalam sistem - laju
massa komponen i yang terpakai dalam sistem
b. energi :
laju akumulasi energi dalam sistem = laju energi masuk ke sistem -
laju energi keluar dari sistem + laju energi yang timbul dalam
sistem - laju energi yang terpakai dalam sistem
c. momentum :
laju akumulasi i momentum dalam sistem = laju i momentum i
masuk ke sistem - laju i momenutm keluar dari sistem + gaya-gaya
ke arah i yang bekerja dalam sistem
2. Hukum untuk proses kecepatan :
a. perpindahan panas :
1. konduksi :
Q = -k.A.T/x (hk. Fourier), dimana :
k = thermal konduktifity
A = luas perpindahan panas
T/x = gradien suhu ke arah x
2. konveksi antar fasa :
Q = h.A.(TS - Tf), dimana :
h = koeffisien perpindahan panas
A = luas perpindahan panas
(TS Tf) = perbedaan suhu antara permukaan dengan badan
fluida
b. perpindahan massa
1. secara molekuler (diffusi) :
Ni = -Di.S. Ci (hk. Fick), dimana :
Di = koeffisien diffusi komponen i
S = luas perpindahan massa
Ci = gradien konsentrasi komponen i
2. antar fasa :
Ni = Kc.S.(Cs - Cb), dimana :
Kc = koeffisien perpindahan massa
Cs = konsentrasi komponen i di permukaan
Cb = konsentrasi komponen i di badan fluida
c. perpindahan momentum : (secara molekuler) :
MTK-2/3
xy = -.Vx/y (hk. newton untuk viskositas), dimana :
xy = fluks perpindahan x momentum ke arah y
Vx = kecepatan ke arah x
 = viskositas
d. reaksi kimia :
aA + bB  cC
kecepatan A bereaksi dinyatakan dengan :
 r k C CA A B. . 
mol A bereaksi/(volume . waktu), dimana
:
k = konstanta kecepatan reaksi
 = orde reaksi terhadap A
 = orde reaksi terhadap B
3. Hukum kesetimbangan :
a. kesetimbangan fasa : uap-cair, cair-cair, gas/uap-padat, cair-padat
b. kesetimbangan kimia :
aA + bB  cC, maka K =
 
   
C
C C
C
c
A
a
B
b
.
III. Contoh Soal.
A. Hk. Kekekalan Massa.
1. Dua buah tangki (masing-masing 100 l), mula-mula penuh dengan larutan
garam berkonsentrasi 20 gr/l. Ke dalam tangki I dialirkan air dengan laju 5 l/min,
dan pada saat yang sama dikeluarkan dari tangki I, larutan dengan laju 8 l/min ke
tangki II. Dari tangki II dikeluarkan larutan dengan laju 8 l/min, dimana 3 l/min
ke tangki I dan 5 l/min dibuang. Tentukan konsentrasi garam (gr/l) di tangki I dan
II sebagai fungsi waktu. Asumsi  sama diseluruh aliran.
Jawab :
I II
V1 dan C1 V2 dan C2
air
5 l/min
lar.
3 l/min
lar
8 l/min
lar.
5 l/min
Tangki I :
neraca massa total : akumulasi = input - output
 d V
dt
1
5 3 8
.
      
dV
dt
1
0  V1 konstan = 100 l
neraca massa garam : akumulasi = input - output
MTK-2/4
 d V C
dt
C C1 1
2 150 3 8
.
.  
 C
dV
dt
V
dC
dt
C C1
1
1
1
2 13 8  
 100 3 81
2 1
dC
dt
C C  (1)
Tangki II :
neraca massa total : akumulasi = input - output
 
dV
dt
2
0  V2 konstan = 100 l
neraca massa garam : akumulasi = input - output
 d V C
dt
C C2 2
1 28 8
.
 
 C
dV
dt
V
dC
dt
C C2
2
2
2
1 28 8  
 100 8 82
1 2
dC
dt
C C   C C
dC
dt
1 2
2
125  . (2)
Pers. (2) didefferensialkan :
dC
dt
dC
dt
d C
dt
1 2
2
2
2
125  . (3)
Substitusi pers.(2) + (3) ke pers. (1) :
100 1250 3 8 1002
2
2
2 2 2
2dC
dt
d C
dt
C C
dC
dt
   
 1250 200 5 0
2
2
2
2
2
d C
dt
dC
dt
C  
 250 40 0
2
2
2
2
2
d C
dt
dC
dt
C   , diselesaikan dengan P.D. linier tereduksi
tingkat n
 250 m2
+ 40 m + 1 = 0, diperoleh m1 = -0.031 dan m2 = -0.129, maka
penyelesaiannya adalah : C2 = K1.e-0.031 t
+ K2.e-0.129 t
(4)
tt
eKeK
dt
dC 129.0
2
031.0
1
2
.129.0..031.0 
 (5)
Kondisi awal, t = 0 : - pers. (4) 20 = K1 + K2
- pers. (5) 0 = -0.031 K1 - 0.129 K2
dari kedua persamaan ini didapat harga K1 = 26.33 dan K2 = -6.33, jadi
penyelesaian untuk tangki II adalah : C2 = 26.326.e-0.031 t
- 6.33.e-0.129 t
(6)
Substitusi pers. (5) + (6) ke pers. (2) :
C1 = 26.33.e-0.031 t
- 6.33.e-0.129 t
+ 12.5(-0.031.26.33.e-0.031 t
+ 0.129.6.33.e-0.129
t
)
= 16.e-0.031 t
+ 3.875.e-0.129 t
Dengan cara Transformasi Laplace :
100 3 81
2 1
dC
dt
C C  , dilakukan transformasi Laplace :
MTK-2/5
   100 3 81
2 1. . .L
dC
dt
L C L C






 
 100 0
20
3 81 1 2 1s C s C C s C s.
~
( ) ( ) .
~
( ) .
~
( )





  
 ( . )
~
( ) .
~
( )100 8 3 20001 2s C s C s   (1)
100 8 82
1 2
dC
dt
C C  , dilakukan transformasi Laplace :
   100 8 82
1 2. . .L
dC
dt
L C L C






 
 100 0
20
8 82 2 1 2s C s C C s C s.
~
( ) ( ) .
~
( ) .
~
( )





  
    8 100 8 20001 2.
~
( ) ( . )
~
( )C s s C s (2)
Penyelesaian pers. (1) dan (2) :
~
( )
( . )
( . )
( . )
. .
. . .
. .
( . )( . )
C s
s
s
s
s
s s
s
s s
1 2
2000 3
2000 100 8
100 8 3
8 100 8
20 2 2
016 0 004
20 2 2
0129 0 031



 
 


 


 
C L
s s
1
1 3875
0129
16
0031










 .
( . ) ( . )
16.e-0.031 t
+ 3.875.e-0.129 t
~
( )
( . )
( . )
( . )
. .
. . .
. .
( . )( . )
C s
s
s
s
s
s s
s
s s
2 2
100 8 2000
8 2000
100 8 3
8 100 8
20 32
016 0 004
20 32
0129 0 031



 
 


 


 
C L
s s
2
1 633
0129
2633
0031











 .
( . )
.
( . )
26.326.K1.e-0.031 t
- 6.33.K2.e-0.129 t
2. 5 m3
/jam larutan yang berisi reaktan A dengan konsentrasi 2 kgmol/m3
untuk
reaktor alir berpengaduk yang mula-mula berisi pelarut murni 2 m3
. Dalam
reaktor terjadi reaksi peruraian : A  R + S (reaksi order 1 irreversible). Dari
reaktor keluar larutan dengan laju alir 5 m3
/jam.
a. Tentukan persamaan yang menyatakan konsentrasi A (CA) sebagai fungsi
waktu (t), dimana k = 6/jam.
b. Tentukan waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi A dalam cairan keluar
reaktor mencapai 0.518 kgmol/m3
. Pada saat itu tentukan CR dan CS.
c. Bila keadaan mantap tercapai, tentukan CA yang keluar reaktor.
Jawab :
Asumsi :  sama diseluruh aliran.
MTK-2/6
A5 m3
/jam
2 kgmol/m3
A
R
S
5 m3
/jam
V
a. rA =- k.
jam
1
CA 3
A
m
kgmol
= -6.CA
jamm
kgmol
.
A
3
neraca massa total : akumulasi = input - output
  
dV
dt
  5 5 0 , V konstan = 2 m3
neraca massa komponen A : akumulasi = input - output
  VrC
dt
CVd
AA
A
..52.5
.

 2 10 5 6 2 10 17
dC
dt
C C CA
A A A     . ( . . )

2
10 17

C
dC dt
A
A , diintegralkan :
2
10 170 0
 C
dC dt
A
A
C tA
   
2
17
10 17
0
ln( )C tA
CA
 ln .
10 17
10
85





  
C
tA
 1-1,7CA = e-8.5t
  C eA
t
  1
17
1 8 5
.
.
kgmol/m3
b.  0518
1
17
1 8 5
.
.
.
  
e t
  t   
1
85
1 17 0518
.
ln . .. = 0.25 jam.
neraca massa komponen R :
 
RAAR
R
CCVrC
dt
CVd
512..50.5
.

 
    ARARAR
R
ARRR
R
CCVkCCVrC
dt
CVd
rranaVrC
dt
CVd
12555
.
,:dim;..50.5
.


 2 12
1
17
1 58 5dC
dt
e CR t
R  
.
.
( ).

dC
dt
C e
x e t
R
R
t
   
25
6
17
1
25
8 5
.
.
( )
.
.
MTK-2/7
 e t dC
dt
e tC e t eR
R
t25 25 25 6
17
25 1 8 5. . .
.
. ( ).
   

d e t C
dt
e t e
R
t
25
6
17
25 6
. .
.
( . )




  
,diintegralkan :
d e t C e t e dtR
e C
t
t
t
R
25
0
6
17
25
0
2 5
6. .
.
( . )
.
.




  

 e t C e t e kR
t25 6
17
1
25
25 1
6
6. .
.
(
.
. )  
, t = 0  CR = 0
 0
6
17
1
25
1
6
2     
.
(
.
) k k , maka :
C e e t
R
t
   6
17
1
25
1
6
2 258 5
.
(
.
) . ..
,
Saat t = 0.25  CR = 0.4115 kgmol/m3
, dan dari pers. reaksi CS = CR = 0.4115
kgmol/m3
.
c. Keadaan mantap tercapai saat t = , maka CA =
1
17
1 0
.
( ) = 0.588 kgmol/m3
.
3. Reaksi peruraian zat A menjadi B, dalam reaktor bertekanan yang ishotermal
dirumuskan sebagai 2A  B. Reaksi ini irreversibel dan mengikuti kinetika
reaksi order 2, dengan konstanta kecepatan reaksi 1000 ft3
/(lbmol.menit). Reaktor
beroperasi pada suhu 800 o
F dan tekanan 3 atm yang dijaga tetap, dimana gas A
murni masuk dengan laju alir 1 lbmol/menit. Karena suhu operasi yang rendah,
dianggap tidak ada reaksi didalam sistem perpipaan, dan kedua gas mengikuti
sifat gas ideal.
a. Pada keadaan steady state, gas keluar reaktor mengandung 1/3 bagian gas B,
tentukan volume reaktor tersebut.
b. Setelah keadaan steady tercapai, tiba-tiba valve keluar reaktor ditutup dan laju
alir gas A diatur agar tekanan di dalam reaktor tetap 3 atm. Tentukan waktu
yang diperlukan mulai valve ditutup sampai konsentrasi B di dalam reaktor
9/10 bagian.
Jawab :
a./
Feed A
Product A, B
P = 3 atm
T = 800 o
F
MTK-2/8
rA = -kC
2A  B
awal nAo 0
reaksi nAo.x 0.5 nAo.x
akhir nAo.(1- x) 0.5 nAo.x
(x = konversi reaksi)
Jumlah mol gas di dalam reaktor = nAo.(1- x) + 0.5 nAo.x = nAo.(1- 0.5 x)
Konsentrasi gas A di dalam reaktor = (1 - 1/3) = 2/3 = nAo.(1- x)/(nAo.(1- 0.5 x))
= (1 - x)/(1 - 0.5 x)
3 - 3x = 2 - x
1 = 2x , maka x = 0.5
nA = nAo(1 - x) = 1(1 - 0.5) = 0.5
Neraca massa komponen A di dalam reaktor :
dnA/dt = nAo - nA – k(nA/V)2
v
dnA/dt = nAo - nA - knA
2
/V (steady state)
0 = 1 - 0.5 - 1000 . 0.52
/V ====> V = 500 ft3
b./
Feed A
P = 3 atm
T = 800 o
F
V = 500 ft3
P
n
P V
R T
  
.
.
.
3
163034
. 500
0.7302 . 1260
lbmol nA = 0.1 x 1.63034 = 0.163 lbmol
neraca massa komponen A :
dn
dt
k n
V
k n
V
dn
dt
k n
V
A A A A A
     
.
.
.
.
.2 2 2
1
2
1
2
 dt
V
k
dn
n
t
A
A0
2
0 5
0 163
2
  
.
.
.
.
 t
V
k nA
 





   



 
2 1 2 1
0163
1
05
4135
0 5
0 163
.
.
. .
.
.
.
. 500
1000
min
B. Hk. Kekekalan Energi.
1. Perpindahan panas ke suatu dinding semi infinite. Suatu slab yang luasnya tak
berhingga, mula-mula pada suhu T0 di semua bagian. Tiba-tiba salah satu
permukaan slab dikontakkan pada cairan panas bersuhu Ts terus-menerus.
Jabarkan P.D. yang menggambarkan peristiwa perpindahan panasnya.
MTK-2/9
Jawab :
x
q k S
T
x
x x x
x x


  . .


X
Ts
T0
. . .q k S
T
x
x x x x
x x x
 
 
 



Asumsi :
 konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan.
 arah perambatan panas hanya pada arah x.
 k dan Cp tak tergantung suhu.
Neraca panas pada elemen setebal x :
akumulasi = input - output





 
Q
t
k S
T
x
k S
T
xx x x x x
   






  
. . . .

 




 
m C T
t
k S
T
x
k S
T
x
p
x x x x x
. .
. . . .

   






  

   




 
. . . .(
. . . .
S x C T T
t
k S
T
x
k S
T
x
p ref
x x x x x

   






  
  









. . . . . . . . .S x C
T
t
k S
T
x
k S
T
x
k S x
T
x
p    
2
2
  





. . . . .S x C
T
t
k S x
T
x
p 
2
2


 


T
t
k
C
T
xp

.
2
2






T
t
T
x
 2
2
2
Untuk menyelesaikan diperlukan batasan masalah sbb. :
- t = 0 : 0  x  L  T = T0
- t > 0 : x = 0  T = Ts dan x =   T = T0.
2. Suatu batang silinder logam yang ke-2 ujungnya terisolasi, mula-mula pada
suhu T0 di semua bagian, dan berjari-jari a. Tiba-tiba silinder ini dimasukkan ke
dalam oven pada suhu Ts. Dianggap sejak saat itu suhu permukaan silinder selalu
bersuhu Ts. Jabarkan P.D. yang menggambarkan peristiwa perpindahan panasnya.
Jawab :
MTK-2/10
a
r
L
r
rrr
T
Lrk


 ....2.
rrrr
T
Lrk




....2.
Asumsi :
 konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan.
 arah perambatan panas hanya pada arah r.
 k dan Cp tak tergantung suhu.
Neraca panas pada elemen setebal r :
akumulasi = input - output
rrrrr r
T
Lrk
r
T
Lrk
t
Q

















....2.....2.

 
rrrrr
p
r
T
Lrk
r
T
Lrk
t
TCm


















....2.....2.
..

  
rrrrr
refp
r
T
Lrk
r
T
Lrk
t
TTCrLr


















....2.....2.
......2.
   








 




. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. .
2 2 2 2r L x C
T
t
k r L
T
r
k r L
T
r
L r
k r
T
r
r
p    




   


 




. . . . . . . . .
. .
2 2r L r C
T
t
L r
k r
T
r
r
p 




 






. .
. .
C
T
t r
k r
T
r
r
p 



1
 








r
T
rr
T
k
t
T
Cp




 .
1
... 2
2
 








r
T
rr
T
C
k
t
T
p 



.
1
.
. 2
2
 








r
T
rr
T
t
T





.
1
. 2
2
2
Untuk menyelesaikan diperlukan batasan masalah sbb. :
MTK-2/11
- t = 0 : 0  r  a  T = T0
- t > 0 : r = a  T = Ts.
3. Suatu bola terbuat dari logam dengan jari-jari a, yang mula-mula bersuhu T0.
Tiba-tiba bola ini dimasukkan ke dalam cairan pada suhu Ts. Dianggap sejak saat
itu suhu permukaan bola selalu tetap pada Ts. Jabarkan PD yang menyatakan
distribusi suhu di dalam bola.
Jawab :
r

 
k r
T
r r r r
.( . . ).4 2


 


k r
T
r r r
.( . . ).4 2



r
Asumsi :
 konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan.
 arah perambatan panas hanya pada arah r.
 k dan Cp tak tergantung suhu.
Neraca panas pada elemen setebal r :
akumulasi = input - output
    






 
4
4 4
2
2 2
. . . . . .( )
. . . . . . . .
r r Cp T T
t
k r
T
r
k r
T
r
ref
r r r r r

   






  









T
t r
T
r
T
r
 






2
2
2
2
. .
Untuk menyelesaikan diperlukan batasan masalah sbb. :
- t = 0 : 0  r  a  T = T0
- t > 0 : r = a  T = Ts.
IV. Soal-Soal.
MTK-2/12
1. Diinginkan untuk menghasilkan suatu zat B dari bahan baku A didalam reaktor
tangki teraduk dengan volume efektif V m3
. Bila Q m3
/detik suatu larutan A
dengan konsentrasi Co dialirkan ke reaktor yang semula kosong, dan reaksi yang
terjadi dalam reaktor :
A B C
K
K
K
1
2
3 
 
 
dimana semua reaksi berorder 1. Jabarkan PD yang menunjukkan jumlah mol B
didalam reaktor sebelum cairan tumpah.
2. Suatu aliran liquida dengan densitas, , dan panas jenis, Cp, mengalir melalui
pipa dengan jari-jari dalam, a m. Kecepatan linier cairan didalam, U m/jam.
Dinding pipa dipertahankan pada suhu, T1
o
C, dan suhu liquida masuk, T0
o
C, (T1
> T0). Koeffisien perpindahan panas secara konveksi pada dinding pipa, h
kcal/(m2
.jam.o
C). Konduksi didalam cairan diabaikan dan perubahan suhu ke arah
radial diabaikan. Pada keadaan steady state :
a. Tunjukkan PD yang menggambarkan peristiwa perpindahan panas di dalam
cairan.
b. Tentukan kondisi batas PD pada soal a).
c. Bila diketahui :
Cp = 1 kcal/(m2
.jam.o
C)  = 1000 kg/m3
U = 6000 m/jam a = 0.025 m
L = panjang pipa = 5 m T0 = 40 o
C
T1 = 100 o
C h = 500 kcal/(m2
.jam.o
C)
tentukan suhu cairan keluar pipa.
3. Turunkan distribusi suhu pada keadaan steady state pada suatu silinder
berongga dengan jari-jari dalam, r = a, dan jari-jari luar, r = b. Pada badan silinder
yang bersuhu seragam dan selalu tetap, T, terdapat sumber panas, yang mengalir
secara radial sebagai fungsi jari-jari dengan kecepatan Q(r) = Q0.r, dan
konduktifitas panas bahan silinder berubah menurut fungsi waktu, k = k0.r,
dimana Q0 dan k0 adalah konstanta. Permukaan batas dalam suhunya dijaga 0,
pada permukaan batas luar terjadi perpindahan panas secara konveksi ke udara
sekitarnya yang bersuhu Ts, dengan koeffisien perpindahan panas, h.
4. Sebuah metal berpenampang segi empat dengan lebar 3 inchi dan tebal 0.2
inchi) dan panjang 4 ft. Pada salah satu ujungnya dipanaskan pada suhu tetap 600
o
F. Permukaan samping metal diisolasi. Anggap keadaan steady. Hitung suhu pada
ujung-ujung lain dari metal bila diketahui : suhu ruangan : 86 o
F, k = 200
Btu/jam.ft2
/ft.o
F, h = 8 Btu/jam.ft2
.o
F.
MTK-2/13
Qin
Qout
Qout
Qout
4"
0.2"
3"
5. Oksigen cair produksi PT. Aneka Gas Industri disimpan dalam tangki
berbentuk bola, yang berventilasi ke udara atmosfer. Jari-jari dalam tangki, r = r0,
bersuhu T0, dan jari-jari luar, r = r1, bersuhu T1. Kondutifitas panas bahan tangki
tergantung dari suhu, dengan fungsi sbb. : k = k0 + (k1 - k0).((T - T0)/(T1 - T0)).
a. Tentukan laju perpindahan panas yang melalui bahan tangki sebagai fungsi jari-
jari dan suhu pada keadaan stady state, Q = f(r,T).
b. Tentukan laju penguapan oksigen dari dalam tangki yang berdiameter dalam 6
ft dengan tebal 1 ft, dimana kondisi tangki sbb. :
- suhu permukaan dalam tangki, T0 = -183 o
C
- suhu permukaan luar tangki, T1 = 0 o
C
- titik didih normal O2 = -183 o
C
- panas penguapan normal oksigen = 1636 cal/mol
- k, pada suhu : 0 o
C = 0.090 Btu/(hr.ft2
/ft.o
F)
-183 o
C = 0.072 Btu/(hr.ft2
/ft.o
F)
(Bird, soal 9.F2)
6. Suatu larutan yang mengandung 20 % reaktan A pada 30 o
C dialirkan ke suatu
reaktor tangki teraduk dengan laju 10000 kg/jam. Reaktor dilengkapi dengan
suatu koil pemanas dengan luas 3 m2
. Koil ini dialiri uap air yang mengembun
pada suhu 149 o
C. Didalam reaktor terjadi reaksi kimia sangat cepat yang
endotermis dengan panas reaksi 20 Kcal/(kg A yang bereaksi). Cairan panas
(yang praktis tak mengandung A) keluar dari reaktor dengan laju 10000 kg/jam.
Pada saat awal terdapat 2500 kg larutan pada suhu 30 o
C didalam tangki. Harga
koefisien perpindahan panas total adalah 350 Kcal/(jam.m2
.o
C) dan kapasitas
panas larutan adalah 1 kcal/(kg.o
C). Hitung suhu cairan keluar sesudah : a) 10
menit ,b) 1 jam , c) 2 jam.
7. Suatu tangki berisi N2 (anggap sebagai gas ideal) pada tekanan 780 kPa dan
suhu 30 o
C, dengan volume tangki adalah 28 m3
. Tiba-tiba terjadi sedikit
kebocoran pada tangki. Laju alir gas melalui lubang bocor pada saat itu adalah
0.1 kgmole/jam. Selanjutnya laju alir gas melalui lubang bocor dinyatakan
sebagai berikut,
F = Cd P Patm kgmole/jam
dimana ,
P = Tekanan pada tangki, Pa
MTK-2/14
Patm = Tekanan atmosfir = 1.013 x 105
Pa
Cd = suatu konstanta
Anggap selama kebocoran tak ada perubahan suhu pada tangki. Tentukan tekanan
pada tangki 15 menit setelah kebocoran terjadi.
8. Panas diregenerasi seragam oleh reaksi kimia dalam silinder panjang dengan
jari-jari 91.4 mm. Rate generasi konstan pada 46.6 W/m3
. Dinding silinder
didinginkan dan suhu dinding dijaga pada 311 K. Thermal konduktifity bahan
silinder adalah 0.865 W/m.K. Hitung suhu pada sumbu silinder dalam keadaan
steady state.
MTK-2/15
BAB II
PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL
BIASA DENGAN DERET
Sebagian tipe persamaan-persamaan differensial yang penyelesaiannya
dapat dinyatakan dalam bentuk tertutup telah dibicarakan pada mata kuliah
matematika di semester-semester yang terdahulu. Bahkan untuk hal-hal tersebut
di atas, banyak penyelesaian-penyelesaian tertutup diperoleh (dinyatakan) sebagai
fungsi-fungsi yang sebenarnya menyatakan deret tak berhingga.
(Contoh : fungsi-fungsi logaritmik, trigonometri, dan hiperbolic). Penyelesaian
sebagian besar persamaan-persamaan differensial biasa diperoleh dalam bentuk
deret tak berhingga. Pernyataan berikut :
A0 + A1(x - x0) + ... + An(x - xn)n
+ ... =
n

0
An(x - xn)n
(2-1)
disebut deret Pangkat. Deret ini disebut memusat bila deret ini mendekati suatu
harga yang berhingga bila n mendekati tak berhingga. Pengujian yang paling
sederhana untuk kondisi memusat adalah rasio test, yaitu bila :
lim
n
n
n
A
A
x x J L x x


    1
0 0 1 (2-2)
maka deret ini memusat, namun bila J > 1, deret menjadi tak memusat. Pengujian
ini tak dapat digunakan bila J = 1. Besaran :
1 1
L
A
An
n
n



lim sering disebut jari-jari
pemusatan. Di dalam selang pemusatan, suatu deret pangkat bisa diperlakukan
sebagai fungsi kontinyu dengan turunan-turunannya untuk semua tingkat juga
kontinyu. Berikut ini sifat-sifat penting dari deret pangkat :
1. Di dalam selang pemusatan deret pangkat awal, deret yang dibentuk
dengan cara differensiasi atau integrasi suku persuku deret awal juga
memusat.
2. Hasil kali dua deret pangkat memusat di dalam selang pemusatan yang
bersamaan dari pada kedua deret asal.
3. Perbandingan dua deret pangkat memusat di dalam selang pemusatan yang
bersamaan kedua deret asal, asalkan penyebut mempunyai harga yang
tidak nol di dalam selang ini.
Operasi dengan deret lebih mudah dilaksanakan bila notasinya disingkat. Bila y
menyatakan suatu fungsi x [f(x)] yang disajikan dalam selang pemusatan sebagai
deret pangkat :
y = f(x) = A0 + A1(x - x0) + ... + An(x - xn)n
+ ... =
n

0
An(x - xn)n
(2-3)
maka,
dy
dx
= A1 + 2A2(x - x0) + ... + n.An(x - x0)n - 1
+ ... =
n

0
n.An(x - xn)n - 1
(2-4)
d y
dx
2
2
= 2A2 + 6A3(x - x0) + ... + n.(n - 1).An(x - x0)n - 2
+ ...
MTK-2/16
=
n

0
n.(n - 1).An(x - xn)n - 2
(2-5)
d y
dx
k
k
=
n

0
n.(n - 1)....(n - k + 1).An.(x - xn)n - k
(2-6)
Deret pangkat I seperti pada pers. (2-3), bisa diajdikan bentuk yang lebih
bermanfaat yang dikenal sebagai "Deret Taylor" sebagai berikut :
differensiasikan pers.(2-3) n kali dan tetapkan x = x0. Masing-masing anggota
daripada sistem persamaan-persamaan yang dihasilkan akan menentukan satu
konstanta :
A0 = y0 = f(x0) (2-7)
A1 =
dy
dx x




0
= f '(x0) (2-8)
An =
f x
n
n
( )
!
0
(2-9)
akibatnya, pers.(2-3) menjadi :
y = f(x) =
f x
n
n
n
( )
!
0
0

 (x - x0)n
(2-10)
supaya pers.(2-10) valid, seluruh turunan-turunan f(x) harus ada pada x = x0.
Suatu fungsi yang dapat disajikan dengan deret Taylor di sekitar x = x0 dikatakan
sebagai regular pada x = x0. Penyelesaian suatu PD orde dua homogen linier
seringkali bisa diperoleh dengan metoda deret pangkat. Dalam bentuk standart,
PD ini bisa ditulis sbb. :
d y
dx
a x
dy
dx
a x y
2
2 1 1 0  ( ) ( ) (2-11)
Sifat-sifat koeffisien-koeffisien a1(x) dan a2(x) mempunyai arti yang penting pada
karakteristik penyelesaian deret pangkatnya. Apabila fungsi a1(x) dan a2(x) tak
dapat dinyatakan dengan deret pangkat yang memusat dalam selang tertentu,
maka penyelesaian deret pangkatnya akan sulit dikerjakan.
Karakteristik penyelesaian deretnya disekitar x0 dapat diperkirakan dari sifat-sifat
fungsi a1(x) dan a2(x) didekat x0. Titik x0 dapat diklasifikasikan sbb. :
1. x0 disebut titik ordinary PD bila a1(x) dan a2(x) dapat disajikan sebagai deret
pangkat yang memusat yang meliputi x = x0 di dalam selang pemusatannya,
artinya a1(x) dan a2(x) regular pada x = x0.
2. x0 disebut titik singular PD bila salah satu a1(x) atau a2(x) tak regular pada x =
x0.
3. x0 disebut titik regular singular PD bila klasifikasi 2 berlaku tetapi hasilkali (x
- x0).a1(x) dan (x - x0)2
.a2(x) kedua-duanya regular pada x = x0.
4. x0 disebut titik irregular singular PD bila klasifikasi 2 berlaku tetapi 3 tidak
berlaku.
Contoh :
 a(x) = x hanya mempunyai titik-titik ordinary
 a(x) = 1 +1/x akan tak berhingga pada x = 0, jadi x = 0 adalah titik
singular, tetapi x (1 + 1/x) regular pada x = 0
MTK-2/17
 a(x) =
1
1x x( )
mempunyai titik singular pada x = 0 dan x = 1
Contoh : [Mickley, 5-3]
x x
d y
dx
x x
dy
dx
y2 2 2
2
2
1 2 1 0( ) ( )    
Identifikasikan jenis titik dan lokasinya.
Jawab :

d y
dx
x x
x x
dy
dx x x
y
2
2 2 2 2 2 2 2
2 1
1
1
1
0





( )
( ) ( )

d y
dx
x x
x x x
dy
dx x x
y
2
2 2 2 2 2 2 2
2 1
1 1
1
1
0

 



( )
( ) ( ) ( )

d y
dx x x x
dy
dx x x
y
2
2 2 2 2 2
2
1 1
1
1
0
 



( )( ) ( )
maka : a1(x) =
2
1 12
x x x.( )( ) 
dan a2(x) =
1
12 2 2
x x( )
 x0 = 0 : - a1(x) dan a2(x) : tidak regular
- x.a1(x) :
2
1 12
.( )( ) x x
: regular
- x2
.a2(x) :
1
1 2 2
( ) x
: regular
x0 = 0 : titik regular singular
 x0 = 1 : - a1(x) dan a2(x) : tidak regular
- (x-1).a1(x) :
2 1
1 1
2 1
1 1 12
( )
.( )( )
( )
.( )( )( )
x
x x x
x
x x x x

 

 
  
=


2
1 2
. .( )x x
: regular
- (x-1)2
.a2(x) :
( )
.( )
( )
.( ) .( )
x
x x
x
x x x




 

1
1
1
1 1
2
2 2 2
2
2 2 2
1
12 2
x x.( )
: regular
x0 = 1 : titik regular singular
 x0 = 2 : ordinary
 ... : ordinary
 x0 =  : ordinary
Penyelesaian secara deret pangkat dengan pers.(2-11) diterangkan sbb. :
1. Bila x0 adalah titik ordinary pers.(2-11), maka akan diperoleh dua
penyelesaian deret pangkat yang linier independent yang regular pada x = x0.
Masing-masing penyelesaian mempunyai bentuk :
y =
n

0
An(x - x0)n
(2-12)
MTK-2/18
2. Bila x0 adalah titik regular singular pers.(2-11), maka penyelesaian deret
pangkat yang regular pada x = x0 tak dapat dijamin. Tetapi metoda yang akan
dijelaskan sesudah ini akan selalu menghasilkan setidak-tidaknya sebuah
penyelesaian dengan bentuk :
y = (x - x0)s
n

0
An(x - x0)n
(2-13)
dimana s adalah sebuah bilangan yang harganya dapat ditentukan.
3. Bila x0 adalah titik irregular singular pers.(2-11), maka penyelesaian deret
pangkatnya mungkin ada atau mungkin tidak ada.
Contoh : [Titik Ordinary]
Selesaikan PD berikut yang valid disekitar x = 0 :
d y
dx
x
dy
dx
y
2
2
0  
Jawab :
Fungsi a1(x) = x dan a2(x) = 1 adalah regular untuk x0 = 0, jadi titik x0 = 0 adalah
ordinary, sehingga penyelesaian deret pangkatnya adalah : Y x A xn
n
n
( ) ( )


0
.
Dimana turunannya adalah :
dy
dx
nA xn
n
n
 


 ( ) 1
0
dan
d y
dx
n n A xn
n
n
2
2
2
0
1  


 ( ) ( ) ,
yang disubstitusikan ke PD diatas. PD menjadi :
 n n A x x n A x A xn
n
n
n
n
n
n
nn
.( ). . . . .   







 1 02
0
1
00
 [2A2 + 6A3.x + 12A4.x2
+ 20A5.x3
+ 30A6.x4
+ 42A7.x5
+ ...] + [A1.x + 2A2.x2
+ 3A3.x3
+ 4A4.x4
+ 5A5.x5
+ ...] + [A0 + A1.x + A2.x2
+ A3.x3
+ A4.x4
+ A5.x5
+ ...] = 0
identity :
2A2 + A0 = 0  A2 = -1/2 A0
6A3 + 2A1 = 0  A3 = -1/3 A1
12A4 + 3A2 = 0  A4 = -1/4 A2 = 1/8 A0
20A5 + 4A3 = 0  A5 = -1/5 A3 = 1/15 A1
30A6 + 5A4 = 0  A6 = -1/6 A4 = -1/48 A0
42A7 + 6A5 = 0  A7 = -1/7 A5 = -1/105 A1
....
....
A
n
An
n
n2 0
1
2

( )
. !
Jadi penyelesaian PD adalah :
Y x A
n
x A x x x x
n
n
n
n
( )`
( )
. !
. . ...

    






0
2
1
3 5 7
0
1
2
1
3
1
15
1
105
MTK-2/19
I. METODA FROBENIUS.
Metoda ini dimulai dengan mencari penyelesaian-penyelesaian yang valid
di daerah titik x = 0. Penyelesaian-penyelesaian yang valid di daerah suatu titik x
= x0 bisa diperoleh dengan transformasi persamaan differensial itu dengan
menggunakan variabel baru z = x - x0. Pembahasan berikut ini menganggap
bahwa transformasi ini telah dilaksanakan. Pers.(2-11) ditulis dalam bentuk
berikut :
Ly  R(x)
d y
dx
2
2
  
1 1
02
x
P x
dy
dx x
V x y( ) ( ) (2-14)
dianggap :
1. R(x) 0 di dalam interval sekitar x = 0.
2. persamaan telah dibagi dengan suatu konstanta yang membuat R(0) = 1.
3. R(x), P(x), dan V(x) adalah regular pada x = 0.
maka x.a1(x)  P(x)/R(x) dan x2
.a2(x)  V(x)/R(x) adalah regular pada x = 0, dan
titik x = 0 adalah seburuk-buruknya merupakan titik regular singular.
Fungsi-fungsi R(x), P(x), dan V(x) disajikan sebagai deret pangkat :
R(x) =
k

0
Rk.xk
(2-15)
P(x) =
k

0
Pk.xk
(2-16)
V(x) =
k

0
Vk.xk
(2-17)
Harga-harga numerik koeffisien Rk, Pk, dan Vk dapat ditentukan dalam setiap
persoalan-persoalan praktis. Penyelesaian pers.(2-14) dianggap berbentuk :
y = xs
.
n

0
An.xn
(2-18)
dimana A0 tidak boleh nol. Pers,(2-18) didefferensialkan untuk menentukan deret
yang menyajikan dy/dx dan d2
y/dx2
dan hasil-hasilnya bersama-sama dengan deret
yang menyatakan R(x), P(x), dan V(x) disubstitusikan dalam pers.(2-14). Hasilnya
adalah :
L(y) = R x n s n s A xk
k
k
n
n s
n

 


 





   





 
0
2
0
1( ).( )
P x n s A xk
k
k
n
n s
n

 


 





 





 
0
2
0
( ) V x A xk
k
k
n
n s
n

 


 












0
2
0
=  ( ).( ) ( ) .n s n s R n s P V A xk k k n
k n s
nk
        




 1 2
00
= 0 (2-19)
Pers.(2-19) akan dipenuhi bila koeffisien-koeffisien xl
adalah nol (dimana l adalah
suatu bilangan). Didefinisikan : k + n = l (2-20)
MTK-2/20
maka koeffisien-koeffisien xl+s-2
diinginkan bila l mempunyai suatu harga
tertentu. Pandanglah suku, V A xk n
k n s
nk
. .   




 2
00
(2-21)
untuk l = 0, harga-harga n = 0 dan k = 0 merupakan satu-satunya pasangan yang
memenuhi pers.(2-20). Sehingga koeffisien xs-2
dalah V0.A0. Untuk l = 1,
pasangan-pasangan n = 0, k = 1,dan n = 1, k = 0 yang memenuhi pers.(2-20).
Koeffisien-koeffisien xs-1
adalah V1.A0 + V0.A1. Bila proses ini dilanjutkan,
ternyata koeffisien-koeffisien ini diperoleh dari pernyataan :
. .V A xk l k
l s
k
l
l

 


 2
00
(2-22)
Kondisi yang memenuhi pers.(2-19) adalah :
 ( ).( ) ( ). .l s k l s k R l s k P V Ak k k l k
k
         


 1 0
0
(2-23)
untuk masing-masing harga l antara 0 dan . Karena Al-k = An, pers.(2-23)
menentukan koeffisien-koeffisien di dalam penyelesaian deret pangkat (pers. 2-
18) dari PD (pers.2-14). Hubungan yang timbul dari l = 0 akan menentukan harga
s. Jadi, untuk l = 0, pers.(2-23) menjadi, s(s-1)R0 + s.P0 + V0 = 0 (2-24).
Pada umumnya, pers.(2-24) akan menentukan dua harga s yaitu s1 dan s2,
sehingga diperoleh dua penyelesaian deret (yang berbeda satu sama lain) dari PD
(pers.2-14). Suku A0 adalah sembarang dan harganya dapat ditentukan dari
kondisi batas untuk persamaan differensial ini. Koeffisien-koeffisien yang lain A1,
A2,..., An dapat dinyatakan dalam A0 untuk harga s tertentu. Sehingga, untuk l = 1,
pers.(2-23) memberikan :
A
s s R s P V
s s s P V
A1
1 1 1
0 0
0
1
1 1
 
  
   
( ). .
( ) ( ).
.
Kondisi untuk l = 2, akan memberikan A2 dinyatakan dalam A1, dan seterusnya.
Dengan notasi :
f(s) = s2
+ (P0 - 1)s + V0 (2-25)
qk(s) = Rk(s-k)2
+ (Pk - Rk).(s-k) + Vk (2-26)
rumus rekurensi yang menghubungkan An dengan koeffisien-koeffisien dengan
indeks yang lebih kecil, jadi juga dengan A0 mudah diperoleh dari pers.(2-23)
sebagai :
A
q s n A
f s n
n
k n k
k
n

 



 ( ).
( )
1
(2-27)
dimana n  1. Pers.(2-27) tak berlaku bila f(s+n) sama dengan nol. Keadaan
khusus ini dibicarakan berikut ini.
II. KEADAAN-KEADAAN KHUSUS.
Bila s1 - s2 = 0 atau bilangan bulat, maka metoda Frobenius akan
memberikan penyelesaian dengan satu konstanta sembarang, jadi tak akan
menyajikan penyelesaian sempurna dari PD order dua. Dalam keadaan ini f(s+n)
MTK-2/21
pada pers.(2-27) menjadi nol untuk suatu harga n tertentu, katakanlah n = N, dan
AN tak dapat ditentukan.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bila metoda Frobenius
digunakan untuk menentukan penyelesaian deret suatu PD linier homogen, timbul
beberapa alternatif berikut :
1. Bila s1 - s2  0 dan juga bukan bilangan bulat, maka metoda Frobenius
memberikan dua buah penyelesaian yang independent dalam bentuk pers.(2-
18).
2. Bila s1 - s2 = 0, maka metoda Frobenius hanya memberikan sebuah
penyelesaian dengan bentuk pers.(2-18)
3. Bila s1 - s2 = N, dimana N adalah bilangan bulat real, maka pemakaian harga s
yang lebih besar (yaitu s1) akan selalu memberikan sebuah penyelesaian
dengan bentuk pers.(2-18). Bila harga s yang lebih kecil yang digunakan (yaitu
s2). maka mungkin tak diperoleh penyelesaian dengan bentuk pers.(2-18) atau
mungkin juga diperoleh dua penyelesaian independent dengan bentuk pers.(2-
18), salah satu dari padanya adalah identitas dengan yang diperoleh dari harga
s1. Yang terakhir ini terjadi bila x = 0, merupakan ordinary point.
4. Dalam semua keadaan dimana dapat diperoleh hanya sebuah penyelesaian
dengan bentuk :
y1 = A x A u xn
n s
n
. . ( )


 1
0 1
0
(2-28)
Penyelesaian independent kedua adalah dalam bentuk :
y2 = c u x x B xn
n s
n
. ( ).ln( ) .1
0
2
 


 (2-29)
Differensiasi pers.(2-29) dilanjutkan dengan substitusi ke persamaan
differensial semula, akan menentukan keffisien Bn dinyatakan dalam suatu
konstanta sembarang c.
Contoh : [s1 - s2  0 dan juga bukan bilangan bulat, Mickley 5-4a]
Selesaikan PD berikut dengan metode Frobenius yang valid disekitar x = 0 :
2 1 2 0
2
2
x
d y
dx
x
dy
dx
y   ( )
Jawab :
PD diubah ke bentuk PD Frobenius : R x
d y
dx x
P x
dy
dx x
V x y( ). . ( ) . ( ).
2
2 2
1 1
0   ,
yaitu :
d y
dx x
x dy
dx x
x y
2
2 2
1 1 2
2
1 1
2
0





  





 . . .
dimana : R(x) = 1  R(0) = 1
P(x) =
1 2
2
1
2

 
x
x
V(x) = 
1
2
x
Identity :
MTK-2/22
R(x) = R xk
k
n
.


0
= R0 + R1.x + R2.x2
+ R3.x3
+ ...
R0 = 1, R1 = R2 = R3 = ... = 0
P(x) = P xk
k
n
.


0
= P0 + P1.x + P2.x2
+ P3.x3
+ ...
P0 = 1/2, P1 = -1, P2 = P3 = ... = 0
V(x) = V xk
k
n
.


0
= V0 + V1.x + V2.x2
+ V3.x3
+ ...
V0 = 0, V1 = -1/2, V2 = V3 = ... = 0
Pers. Indicial : R0 = 1, maka pers. indicialnya :
s2
+ (P0 - 1)s + V0 = 0
s2
+ (1/2 - 1)s + 0 = 0
s(s - 1/2) = 0  s1 = 0 dan s2 = 1/2
Penyelesaian secara deret : Y = Y1 + Y2
= x A x x A xs
n
n
n
s
n
n
n
1 2
0 0
. . . .'




 
Pers. rekurensi : A
q s n A
f s n
n
k n k
k
n

 



 ( ).
( )
1
,
dimana : - qk(s) = Rk.(s-k)2
+ (Pk - Rk).(s - k) + Vk
- f(s) = s2
+ (P0 - 1)s + V0
untuk s = s1 = 0 :
n = 1  A
q A
f
1
1 01
1

[ ( ). ]
( )
q1(1) = R1.(1 - 1)2
+ (P1 - R1).(1 - 1) + V1 = -1/2
f(1) = 12
+ (P0 - 1).1 + V0 = 1 + (1/2 - 1).1 + 0 = 1/2
A
A
A1
0
0
1 2
1 2

 

[ / . ]
/
n = 2  A
q A q A
f
2
1 1 2 02 2
2

 [ ( ). ( ). ]
( )
q1(2) = R1.(2 - 1)2
+ (P1 - R1).(2 - 1) + V1 = -3/2
q2(2) = R2.(2 - 2)2
+ (P2 - R2).(2 - 2) + V2 = 0
f(2) = 22
+ (P0 - 1).2 + V0 = 4 + (1/2 - 1).2 + 0 = 3
A
A
A A2
1
1 0
3 2
3
1
2
1
2

 
 
[ / . ]
n = 3  A
q A q A q A
f
3
1 2 2 1 3 03 3 3
3

  [ ( ). ( ). ( ). ]
( )
MTK-2/23
q1(3) = R1.(3 - 1)2
+ (P1 - R1).(3 - 1) + V1 = -5/2
q2(3) = R2.(3 - 2)2
+ (P2 - R2).(3 - 2) + V2 = 0
q3(3) = R3.(3 - 3)2
+ (P3 - R3).(3 - 3) + V3 = 0
f(3) = 32
+ (P0 - 1).3 + V0 = 9 + (1/2 - 1).3 + 0 = 15/2
A
A
A A3
1
2 0
5 2
15 2
1
3
1
6

 
 
[ / . ]
/
n = ....
n = n  A
n
An 
1
0
!
.
Jadi : Y x A xs
n
n
n
1
0
1



. . = x
n
A x A
n
xn
n
n
n
0
0
0
0
0
1 1
.
!
. .
!



 
untuk s = s2 = 1/2 :
n = 1  A
q A
f
1
1 015
15
`
'
'
[ ( , ). ]
( , )


q1(1,5) = R1.(1,5 - 1)2
+ (P1 - R1).(1,5 - 1) + V1 = -1
f(1,5) = 1,52
+ (P0 - 1).1,5 + V0 = 3/2
A
A
A1
0
0
3 2
2
3
'
'
'
/
 
n = 2  A
q A q A
f
2
1 1 2 02 5 2 5
2 5
'
' '
[ ( , ). ( , ). ]
( , )

 
q1(2,5) = R1.(2,5 - 1)2
+ (P1 - R1).(2,5 - 1) + V1 = -2
q2(2,5) = R2.(2,5 - 2)2
+ (P2 - R2).(2,5 - 2) + V2 = 0
f(2,5) = 2,52
+ (P0 - 1).2,5 + V0 = 5
A
A
A A2
1
0
2
0
2
5
4
15
2
35
'
'
' '.
.
  
n = 3  A
q A q A q A
f
3
1 2 2 1 3 035 35 35
35
'
' ' '
[ ( , ). ( , ). ( , ). ]
( , )

  
q1(3,5) = R1.(3,5 - 1)2
+ (P1 - R1).(3,5 - 1) + V1 = -3
q2(3,5) = R2.(3,5 - 2)2
+ (P2 - R2).(3,5 - 2) + V2 = 0
q3(3,5) = R3.(3,5 - 3)2
+ (P3 - R3).(3,5 - 3) + V3 = 0
f(3,5) = 3,52
+ (P0 - 1).3,5 + V0 = 21/2
A A A A3 2
2
0
3
0
3
21 2
21
7
2
35
2
357
' ' ' '
/
.
. . .
 





 
Jadi : Y2 = x A x x A A x A xs
n
n
n
2
0
0 5
0 1 2
2
. . .[ . . ...]' , ' ' '
   



MTK-2/24
= x A x x x0 5
0
2
2
3
3
1
2
3
2
35
2
357
, '
. [ .
. . .
...]   
Sehingga : Y(x) = A
n
xn
n
0
0
1
.
!

 + x A x x x0 5
0
2
2
3
3
1
2
3
2
35
2
357
, '
. [ .
. . .
...]   
MTK-2/25
Contoh : [s1 - s2  0 tetapi bilangan bulat, Mickley 5-4c]
Selesaikan PD berikut dengan metode Frobenius yang valid disekitar x = 0 :
x
d y
dx
dy
dx
xy
2
2
2 0   .....(A)
Jawab :
PD diubah ke bentuk PD Frobenius : R x
d y
dx x
P x
dy
dx x
V x y( ). . ( ) . ( ).
2
2 2
1 1
0   ,
yaitu :
d y
dx x
dy
dx
x
x
y
2
2
2
2
2
0  
dimana : R(x) = 1  R(0) = 1
P(x) = 2
V(x) = x2
Identity :
R(x) = R xk
k
n
.


0
= R0 + R1.x + R2.x2
+ R3.x3
+ ...
R0 = 1, R1 = R2 = R3 = ... = 0
P(x) = P xk
k
n
.


0
= P0 + P1.x + P2.x2
+ P3.x3
+ ...
P0 = 2, P1 = P2 = P3 = ... = 0
V(x) = V xk
k
n
.


0
= V0 + V1.x + V2.x2
+ V3.x3
+ ...
V0 = 0, V1 = 0, V2 = 2, V3 = V4 = ... = 0
Pers. Indicial : R0 = 1, maka pers. indicialnya :
s2
+ (P0 - 1)s + V0 = 0
s2
+ (2 - 1)s + 0 = 0
s(s + 1) = 0  s1 = 0 dan s2 = -1
Penyelesaian secara deret : Y = Y1 + Y2
= x A x c u x x B xs
n
n
n
n
n s
n
1 2
0
1
0
. . . ( ).ln( ) .





  
untuk s = s1 = 0 :
Pers. rekurensi : A
q s n A
f s n
n
k n k
k
n

 



 ( ).
( )
1
,
dimana : - qk(s) = Rk.(s-k)2
+ (Pk - Rk).(s - k) + Vk
- f(s) = s2
+ (P0 - 1)s + V0
n = 1  A
q A
f
1
1 01
1

[ ( ). ]
( )
q1(1) = R1.(1 - 1)2
+ (P1 - R1).(1 - 1) + V1 = 0
f(1) = 12
+ (P0 - 1).1 + V0 = 12
+ (2 - 1).1 + 0 = 2
MTK-2/26
A
A
1
00
2
0


[ . ]
n = 2  A
q A q A
f
2
1 1 2 02 2
2

 [ ( ). ( ). ]
( )
q1(2) = R1.(2 - 1)2
+ (P1 - R1).(2 - 1) + V1 = 0
q2(2) = R2.(2 - 2)2
+ (P2 - R2).(2 - 2) + V2 = 1
f(2) = 22
+ (P0 - 1).2 + V0 = 4 + (2 - 1).2 + 0 = 6
A
A
A2
0
0
00 1
6
1
6

 
 
[ . . ]
n = 3  A
q A q A q A
f
3
1 2 2 1 3 03 3 3
3

  [ ( ). ( ). ( ). ]
( )
q1(3) = R1.(3 - 1)2
+ (P1 - R1).(3 - 1) + V1 = 0
q2(3) = R2.(3 - 2)2
+ (P2 - R2).(3 - 2) + V2 = 1
q3(3) = R3.(3 - 3)2
+ (P3 - R3).(3 - 3) + V3 = 0
f(3) = 32
+ (P0 - 1).3 + V0 = 9 + (2 - 1).3 + 0 = 12
A
A A
3
2 00 10 0
12
0
12
0
  
 
[ . . . ]
n = 4  A
q A q A q A q A
f
4
1 2 2 1 3 1 4 04 4 4 4
4

   [ ( ). ( ). ( ). ( ). ]
( )
q1(4) = R1.(4 - 1)2
+ (P1 - R1).(4 - 1) + V1 = 0
q2(4) = R2.(4 - 2)2
+ (P2 - R2).(4 - 2) + V2 = 1
q3(4) = R3.(4 - 3)2
+ (P3 - R3).(4 - 3) + V3 = 0
q4(4) = R4.(4 - 4)2
+ (P4 - R4).(4 - 4) + V4 = 0
f(4) = 42
+ (P0 - 1).4 + V0 = 16 + (2 - 1).4 + 0 = 20
A
A A A A A A
4
3 2 1 0 2 00 1 0 0
20 20 120

   
  
[ . . . . ]
n = ....
n = n  generalisasi : - suku ganjil : A2n+1 = 0
- suku genap : A
n
An
n
2 0
1
2 1



( )
( )!
.
Jadi : Y x A xs
n
n
n
1
0
1



. . = x
n
A x A
n
x
n
n
n
n
n
n
0
0
2
0
0
2
0
1
2 1
1
2 1
.
( )
( )!
. .
( )
( )!








 
dimana : u1(x) = .
( )
( )!




1
2 1
2
0
n
n
n n
x
untuk s = s2 = -1 :
y c u x x B xn
n s
n
2 1
0
2
  


. ( ).ln( ) .
y c x
n
x B x
n
n
n
n
n
n
2
2
0
1
0
1
2 1









 .ln( ).
( )
( )!
. .....(B)
MTK-2/27
dy
dx
c x
n
n
x c
n
x B n x
n
n
n
n
n
n
n
n
n
2 2 1
0
2 1
0
2
0
1 2
2 1
1
2 1
1





 








  .ln( ).
( ) .
( )!
. .
( )
( )!
. .( ).
.....(C)
d y
dx
c x
n n
n
x c
n
n
x
n
n
n
n
n
n
2
2
2
2 2
0
2 2
0
1 2 2 1
2 1
1 2
2 1

 










 .ln( ).
( ) . .( )
( )!
. .
( ) .
( )!
.

 

  





 c
n
n
x B n n x
n
n
n
n
n
n
.
( ) .( )
( )!
. .( ).( ).
1 2 1
2 1
1 22 2
0
3
0
.....(D)
Pers.(B), (C), dan (D)  (A) :
c x
n n
n
x c
n
n
x
n
n
n
n
n
n
.ln( ).
( ) . .( )
( )!
. .
( ) .
( )!
.
 










 
1 2 2 1
2 1
1 2
2 1
2 1
0
2 1
0

 

  





 c
n
n
x B n n x
n
n
n
n
n
n
.
( ) .( )
( )!
. .( ).( ).
1 2 1
2 1
1 22 1
0
2
0






 








  c x
n
n
x c
n
x B n x
n
n
n
n
n
n
n
n
n
.ln( ).
( ) .
( )!
. .
( ) .
( )!
. . .( ).
1 4
2 1
1 2
2 1
2 12 1
0
2 1
0
2
0



 




 c x
n
x B x
n
n
n
n
n
n
.ln( ).
( )
( )!
.
1
2 1
02 1
0 0
 c x
n n
n
x c
n
n
x
n
n
n
n
n
n
.ln( ).
( ) .( )
( )!
. .
( ) .( )
( )!
.
 


 







 
1 4 2
2 1
1 4 1
2 1
2
2 1
0
2 1
0



   







  c x
n
x B n n x B x
n
n
n
n
n
n
n
n
n
.ln( ).
( )
( )!
.( ). . .
1
2 1
1 02 1
0
2
0 0
 c
x x x x x x
   






16
3
120
5
142
7
3 5
. . .ln( )
!
. . .ln( )
!
. . .ln( )
!
...
    







c x
x x x1
3 5
15
3
9
5
13
7
. .
!
.
!
.
!
...
    





c x x
x x x x x x
.ln( )
.ln( )
!
. .ln( )
!
.ln( )
!
...
3 5 7
3 5 7
+ [2B2 + 6B3.x + 12B4.x2
+ 20B5.x3
+ 30B6.x4
+ 42B7.x5
+ ...]
+ [B0 + B1.x + B2.x2
+ B3.x3
+ B4.x4
+ B5.x5
+ ...] = 0
identity : - suku : x-1
 c = 0
- suku : x.ln(x)  c{-6/3! + 1] = 0  c = 0
- suku : x3
.ln(x)  c(20/5! - 1/3!] = 0  c = 0
jadi c = 0
- suku : x0
 2B2 + B0 = 0  B2 = -B0/2
- suku : x1
 6B3 + B1 = 0  B3 = -B1/6
- suku : x2
 12B4 + B2 = 0  B4 = -B2/12 = B0/24
MTK-2/28
- suku : x3
 20B5 + B3 = 0  B5 = -B3/20 = B1/120
generalisasi : - suku ganjil : B
B
n
n
n
2 1
11
2 1
 


( ) .
( )!
- suku genap : B
B
n
n
n
2
01
2

( ) .
( )!
y B
n
x B
n
x
n
n
n
n
n
n
2 0
2 1
0
1
2
0
1
2
1
2 1










 
( )
( )!
.
( )
( )!
.
Jadi : y A
n
x
n
n
n






0
2
0
1
2 1
.
( )
( )!
B
n
x B
n
x
n
n
n
n
n
n
0
2 1
0
1
2
0
1
2
1
2 1
( )
( )!
.
( )
( )!
.









 
y B
n
x A B
n
x
n
n
n
n
n
n


 







 0
2 1
0
0 1
2
0
1
2
1
2 1
( )
( )!
. ( )
( )
( )!
.
III. PERSAMAAN BESSEL.
Persamaan differensial linier orde dua berikut :
x
d y
dx
x
dy
dx
x p y2
2
2
2 2
0   ( ) (2-30)
dikenal sebagai pers. Bessel dan penyelesaiannya disebut fungsi Bessel.
Penyelesaian pers.(2-30) dengan bentuk :
y x A xs
n
n
n



 .
0
(2-18)
bisa diperoleh dengan menggunakan metoda Frobenius. Mula-mula pers.(2-30)
ditulis dalam bentuk :
d y
dx x
dy
dx x
x p y
2
2 2
2 21 1
0   ( ) (2-31)
Bila dibandingkan dengan pers.(2-14) maka :
R(x) = 1
P(x) = 1
V(x) = x2
- p2
(2-32)
Ekspansi deret pers.(2-32) yang sesuai dengan pers.(2-15) s/d pers.(2-17)
memberikan harga koeffisien-koeffisiennya sbb. :
R0 = 1, R1 = R2 = ....= Rn = 0
P0 = 1, P1 = P2 = ...= Pn = 0
V0 = -p2
, V1 = 0, V2 = 1, V3 = V4 = ...=Vn = 0
(2-33)
Persamaan indicial (2-24), memberikan :
s2
= p2
, sehingga s1 = p dan s2 = -p (2-34)
Penyelesaian-penyelesaian pers.(2-31) dicari dengan menggunakan persamaan
rekurensi (2-27) dan diperoleh :
MTK-2/29
 
y x A x
x
p p k p k
p
k k
k
k
1 0
2
2
1
1
1
1 2 2
( ) .
( )
( )( )...( ) . . !
 

  







 (2-35)
yang sesuai dengan s = p, dan
 
y x B x
x
p p k p k
p
k k
k
k
2 0
2
2
1
1
1
1 2 2
( ) .
( )
( )( )...( ) . . !
 

  









 (2-36)
yang sesuai untuk s = -p.
Pers.(2-35) dan (2-36) bisa ditulis dalam bentuk yang lebih sering digunakan
dengan memperkenalkan suatu fungsi khusus yang disebut fungsi Gamma. Untuk
harga-harga p yang positif, integral : (p) = e x dxx p 

 . 1
0
; p > 0 (2-37)
disebut fungsi Gamma. Harga-harga fungsi Gamma diberikan didalam banyak
tabel-tabel di literatur-literatur. Sifat-sifat penting fungsi ini adalah :
(p+1) = p.(p) ; p > 0 (2-38)
Bila N adalah bilangan bulat positif, maka :
(p+N) = (p+N-1)(P+N-2...(p+1)(p) (p) ; p > 0 (2-39)
(p-1) =
1
1( )p 
(p) ; p > 1 (2-40)
Bila p adalah bilangan bulat positif n, maka :
(n+1) = n! (2-41)
(1) = 0! = 1 (2-42)
Biasanya pers.(2-41) dikembangkan untuk harga-harga p yang bukan bulat dan
mendefinisikan faktorial suatu bilangan positif dengan hubungan :
(p+1) = p! (2-43)
Untuk harga p yang negatif, (p) tak didefinisikan dengan pers.(2-37), karena
integralnya tak ada. Biasanya definisi fungsi Gamma dikembangkan untuk harga-
harga p negatif dengan hubungan :
(p) =
( )
( )( )...( )( )
p n
p N p N p p

    1 2 1
(2-44)
Bila N adalah bilangan bulat positif dan 1 < p + N <2. Tetapi, perlu diperhatikan
bahwa penyebut pers.(2-44) menjadi nol bila p = 0 atau bilangan bulat negatif,
sehingga (p) tak didefinisikan bila p = 0 atau bilangan bulat negatif.
Bila fungsi Gamma dimasukkan, pers.(2-35) menjadi :
y1(x) = 2 1
1
2
0
2
0
p
k
k p
k
p A
x
k k p
( ). .
( )
!( )!












 (2-45)
atau dengan notasi :
J x
x
k k p
p
k p
k
( )
( )
!( )!













1
2
2
0
(2-46)
y1(x) = c1.Jp(x) (2-47)
MTK-2/30
Fungsi yang dinyatakan dengan Jp(x) disebut “Fungsi Bessel jenis pertama order
p”. Bila p tak nol dan bukan bilangan bulat positif, pnyelesaian kedua bisa
diperoleh dari pers.(2-36) sbb. :
y2(x) = c2.J-p(x) (2-48)
J x
x
k k p
p
k p
k













( )
( )
!( )!
1
2
2
0
(2-49)
Akibatnya, bila p tidak nol dan bukan bilangan bulat positif, penyelesaian lengkap
persamaan Bessel (2-30) adalah :
y = c1.Jp(x) + c2.J-p(x) (2-50)
Bila p mempunyai harga nol atau bilangan bulat positif n, kedua penyelesaian
menjadi tidak independent, yaitu ada hubungan antara J-n(x) dan Jn(x) sbb. :
J-n(x) = (-1)n
.Jn(x) (2-51)
Dalam hal ini, metoda Frobenius tak memberikan penyelesaian lengkap. Tetapi
metoda yang telah diterangkan dimuka (yaitu alternatif ke-4) bisa digunakan
untuk menentukan penyelesaian kedua sbb. :
y2(x) = c2Yn(x)
(2-52)
dimana Yn(x) disebut fungsi Bessel jenis kedua order n atau bentuk Weber dan
didefinisikan sebagai berikut :
 
Y x
x
J x
n k
x
k
k k n
x
k n k
n
n
k n
k
n
k
k n
k
( )
ln ( )
( )!
!
( ) ( ) ( )
!( )!






 





 
 







  


































2 2
1
2
1
2
1
2
1
2
2
0
1
1
2
0


 
(2-53)
dimana  adalah konstanta Euler yaitu :  = 0.5772157 (2-54)
dan (k) =
1
1 mm
k

 =1 + 1/2 + ... + 1/k ; k  1 (2-55)
(0) = 0 (2-56)
Akibatnya, bila p = 0 atau bilangan bulat, penyelesaian lengkap persamaan Bessel
(pers.2-30) adalah : y = c1.Jn(x) + c2.Yn(x) (2-57)
Contoh :
x
d y
dx
x
dy
dx
x y2
2
2
2
4 0   ( ) ,
dimana : x = 1  y = 5 dan x = 2  y = 8, selesaikan PD ini.
Jawab :
p = 2, maka penyelesaian : y = c1.J2(x) + c2.Y2(x)
- x = 1 : 5 = c1.J2(1) + c2.Y2(1)
= c1.0.1149 + c2.-1.65068
5 = 0.1149.c1 - 1.65068.c2
- x = 2 : 8 = c1.J2(2) + c2.Y2(2)
MTK-2/31
8 = 0.35283.c1 - 0.6174.c2
maka c1 = dan c2 = , sehingga : y = J2(x) + Y2(x)
PD linier order 2 :
x
d y
dx
x
dy
dx
x p y2
2
2
2 2
0   ( ) (2-58)
bisa diubah ke pers. Bessel (pers.2-30) dengan cara substitusi ix = z. Sehingga,
penyelesaian pers.(2-58) adalah :
y = c1.Jp(ix) + c2.J-p(ix) (2-59)
bila p tidak nol dan bukan bilangan bulat positif, maka :
y = c1.Jn(ix) + c2.Yn(ix) (2-60)
bila p adalah nol atau bilangan bulat positif n. Tetapi biasanya pers.(2-59) dan (2-
60) ditulis dengan bentuk yang lebih baik. Maka bila p tidak nol dan bukan
bilangan bulat positif, penyelesaian pers.(2-58) ditulis sbb. :
y = c1.Ip(x) + c2.I-p(x) (2-61)
dan bila p adalah nol atau bilangan bulat positif n, penyelesaian pers.(2-58)
menjadi
y = c1.In(x) + c2.Kn(x) (2-62)
Ip(x) disebut modifikasi fungsi Bessel jenis pertama order p dan didefinisikan
sebagai berikut :
Ip(x) = i-p
.Jp(ix) =
x
k k p
k p
k
2
2
0










 !( )!
(2-63)
Kn(x) disebut modifikasi fungsi Bessel jenis kedua order n dan didefinisikan sbb. :
Kn(x) =  

2
1
i J ix i Y ixn
n n

( ) . ( ) (2-64)
III.1. BENTUK UMUM PERSAMAAN BESSEL.
PD. berikut :
x
d y
dx
x a bx
dy
dx
c dx b a r x b x yr s r r2
2
2
2 2 2
2 1 0        ( ) ( ( ). . ) (2-65)
bisa direduksi menjadi bentuk persamaan Bessel (pers.2-30) dengan melakukan
transformasi variabel-variabel. Kemudian penyelesaian pers.(2-65) bisa
dinyatakan dalam fungsi Bessel. Penyelesaian umum pers.(2-65) menjadi sbb. :
y x e c Z
d
s
x c Z
d
s
xa b x r
p
s
p
sr


























 

( )/ ( . / )
. .1 2
1 2 (2-66)
dimana : p
s
a
c





 
1 1
2
2
(2-67)
Zp menyatakan salah satu dari fungsi Bessel, yaitu :
i. bila
d
s
real dan p tidak nol atau bukan bilangan bulat, maka : Zp = Jp, dan
Z-p = J-p.
MTK-2/32
ii. bila
d
s
real dan p sama dengan nol atau bilangan bulat, maka : Zp = Jn, dan
Z-p = Yn.
iii. bila
d
s
imaginer dan p tidak nol atau bukan bilangan bulat, maka Zp = Ip,
dan Z-p = I-p.
iv. bila
d
s
imaginer dan p sama dengan nol atau bilangan bulat, maka Zp = In,
dan Z-p = Kn.
III.2. SIFAT-SIFAT FUNGSI BESEL.
Fungsi-fungsi Bessel sangat bermanfaat, karena harga-harga numerik
fungsi ini telah dihitung dan ditabelkan sebagai fungsi variabel bebas. Tabel-tabel
ini banyak ditemukan di literatur-literatur, antara lain Nilton Abramowitz and
Irene A. Stegun,”Handbook of Mathematical Functions”. Sifat-sifat fungsi Bessel
orde nol ditunjukkan pada Gbr. 2.1.
1.0
-1.0
1.0 2.0 3.0
Y0(x)
J0(x)
I0(x)K0(x)
Gambar 2.1. Fungsi-fungsi Bessel orde nol.
Batas yang didekati berbagai fungsi Bessel bila x mendekati nol atau bila x
mendekati tak berhingga adalah sangat penting dalam penyelesaian problema-
problema praktis. Untuk harga-harga yang kecil, pendekatan berikut bermanfaat :
Jp(x) 
1
2p
p
p
x
!
. dan J-p(x) 
1
( )!
.


p
x p
(2-70)
Yn(x)  
 2 1n
nn
x
( )!
.

; n  0 dan Y0(x) 
2

ln x (2-71)
Ip(x) 
1
2p
p
p
x
!
. dan I-p(x) 
2p
p
p
x
( )!
.


(2-72)
Kn(x)  2n-1
(n-1)!.x-n
; n  0 dan K0(x)  -ln x (2-73)
Peninjauan hubungan-hubungan diatas menunjukkan bahwa hanya Jp(x) dan Ip(x)
yang berhingga pada x = 0. Tetapi deret pangkat dalam semua fungsi-fungsi
Bessel memusat untuk seluruh harga-harga x yang berhingga, terjadinya
divergensi fungsi-fungsi Bessel tertentu pada x = 0 diakibatkan karena deret
MTK-2/33
pangkatnya dikalikan dengan x yang berpangkat negatif atau dengan suku yang
mengandung logaritma x.
Untuk harga-harga x yang besar (x  ), pendekatan berikut berguna :
Jp(x) 
2
4 2
 
.
cos
x
x
p
 





 (2-74)
Yn(x) 
2
4 2
 
.
sin
x
x
p
 





 (2-75)
Ip(x) 
e
x
x
2
(2-76)
Kn(x) 

2x
e x
. 
(2-77)
Jp dan Yn berosilasi seperti fungsi sinusoidal yang teredam dan mendekati nol bila
x  . Amplitudo osilasi menurun bila x makin besar, dan jarak antara dua titik
nol yang berturutan makin kecil sampai mendekati batas  bila x naik. Titik nol
Jp+1(x) memisahkan titik-titik nol Jp(x), artinya dua harga x yang membuat Jp=1(x)
= 0 terdapat satu dan hanya satu harga x yang membuat Jp(x) = 0. Pernyataan ini
berlaku juga untuk Yn+1(x) dan Yn(x). Tabel 2.1 dan tabel 2.2 menunjukkan
harga=harga x yang membuat J0(x) dan J1(x) = 0.
Tabel 2.1. Harga-harga x untuk J0(x) = 0 dan harga-harga J1(x) yang bersesuaian.
Harga x untuk
J0(x) = 0
Beda harga-harga
x
Harga J1(x) yang
bersesuaian
2.4048 +0.5191
3.1153
5.5201 -0.3403
3.1336
8.6537 +0.2715
3.1378
11.7915 -0.2325
3.1394
14.9390 +0.2065
Tabel 2.2. Harga-harga x untuk J1(x) = 0 dan harga-harga J0(x) yang bersesuaian.
Harga x untuk
J1(x) = 0
Beda harga-harga
x
Harga J0(x) yang
bersesuaian
3.8317 -0.4028
3.1834
7.0156 +0.3001
3.1379
10.1735 -0.2497
3.1502
13.3237 +0.2184
3.1469
16.4706 -0.1965
MTK-2/34
Bertolak belakang dengan sifat-sifat Jp(x) dan Yn(x), Ip(x) naik secara kontinyu
dengan x, dan Kn turun secara kontinyu. Fungsi-fungsi Bessel dengan ode sama
dengan setengah dari bilangan ganjil dapat dinyatakan dalam fungsi-fungsi
elementer :
J1/2(x) =
2
x
xsin dan J-1/2(x) =
2
x
xcos (2-78)
I1/2(x) =
2
x
xsinh dan I-1/2(x) =
2
x
xcosh (2-79)
Fungsi-fungsi Bessel dengan orde setengah dari bilangan ganjil dapat dihitung
dengan rumus rekurensi berikut :
Jn+1/2(x) =
2 1
1 2 3 2
n
x
J x J xn n

 / /( ) ( )
(2-80)
In+1/2(x) = 

 
2 1
1 2 3 2
n
x
I x I xn n/ /( ) ( ) (2-81)
dan persamaan-persamaan (2-78) dan (2-79) diatas.
Selanjutnya, hubungan-hubungan berikut sangat berguna dalam
penyelesaian problema-problema praktis :
 d
dx
x Z x
x Z x Z J Y I
x Z x Z K
p
p
p
p
p
p
( )
( ); , ,
( );

 
 


 






1
1
(2-82)
 d
dx
x Z x
x Z x Z J Y K
x Z x Z I
p
p
p
p
p
p






 





( )
( ); , ,
( );

 
 
1
1
(2-83)
 d
dx
Z x
Z x
p
x
Z x Z J Y I
Z x
p
x
Z x Z K
p
p p
p p
( )
( ) ( ); , ,
( ) ( );

  
  

 
  








1
1
(2-84)
 d
dx
Z x
Z x
p
x
Z x Z J Y K
Z x
p
x
Z x Z I
p
p p
p p
( )
( ) ( ); , ,
( ) ( );

  
  

  
  








1
1
(2-85)
   2 1 1
d
dx
I x I x I xp p p( ) ( ) ( )      (2-86)
   2 1 1
d
dx
K x K x K xn n n( ) ( ) ( )       (2-87)
 Z x
x
p
Z x Z x Z J Yp p p( ) ( ) ( ) ; ,

    
2
1 1 (2-88)
 I x
x
p
I x I xp p p( ) ( ) ( )

    
2
1 1 (2-89)
 K x
x
p
K x K xn n n( ) ( ) ( )

   
2
1 1 (2-90)
MTK-2/35
J x J x
I x I x
K x K x
n
n
n
n n
n n



 







( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
 
 
 
1
bila n = 0 atau bil. bulat (2-91)
IV. PERSAMAAN-PERSAMAAN ORDE 2 YANG PENTING.
Selain persamaan Bessel, terdapat persamaan-persamaan differensial orde
2 lain yang sering dijumpai dalam problema-problema teknik, yang penyelesaian
secara deret untuk PD ini telah dipelajari dan harga-harga numerik penyelesaian
ini telah ditabelkan di literatur-literatur. Beberapa PD ini dibicarakan berikut ini
walaupun tak secara detail :
IV.1. FUNGSI LEGENDRE.
Keempat persamaan differensial berikut mempunyai penyelesaian dalam
bentuk polinomial Legendre. Dalam persamaan-persamaan ini, p adalah real dan
tidak negatif. Bila p = -n, penyelesaiannya sama seperti untuk p = n+1, sehingga
dimungkinkan untuk menyelesaikan persamaan-persamaan untuk harga p negatif.
( ) ( )1 2 1 02
2
2
    x
d y
dx
x
dy
dx
p p y
 d
dx
x
dy
dx
p p y1 1 02




   ( )
1
1 0
sin
sin . ( )
 

d
d
dy
dx
p p y



   
d y
d
dy
d
p p y
 
2
1 0   cot ( ) (2-92)
Persamaan-persamaan ini timbul dalam problema distribusi suhu atau
tegangan, dll yang mempunyai bidang batas berbentuk bola. Dengan metoda
Frobenius, diperoleh penyelesaian dengan bentuk :
y = c1up(x) + c2vp(x) (2-93)
dimana :
up(x) = 1
1
2
2 1 3
4
2 4



  p p
x
p p p p
x
( )
!
( )( )( )
!

    

p p p p p p
x
( )( )( )( )( )
...
2 1 1 3 5
6!
6
Vp(x) = x
p p
x
p p p p
x
 

   

( )( )
!
( )( )( )( )
!
...
1 2
3
1 3 2 4
5
3 5
Perhatikan bahwa bila p merupakan bilangan bulat genap atau nol, up(x) akan
merupakan suatu polinomial dengan jumlah suku yang berhingga, bila p
merupakan bilangan bulat ganjil, vp(x) mempunyai suku-suku yang jumlahnya
berhingga. Jadi bila p merupakan bilangan bulat, maka salah satu penyelesaian
merupakan deret tak berhingga, dan bila p bukan bilangan bulat, kedua
penyelesaian merupakan deret tak berhingga.
MTK-2/36
Dari persamaan asal, dapat dilihat bahwa up dan vp akan memusat bila -1<
x < 1. Untuk harga p yang bulat (p = n), maka diberikan notasi lain :
- bila n genap atau nol: Pn(x) =
u x
u
n
n
( )
( )1
- bila n ganjil : Pn(x) =
v x
v
n
n
( )
( )1
(2-94)
- bila n genap : u1(1) = 1
un(1) = (-1)n/2
.
2 4 6
135 1
. . ....
. . ...( )
n
n 
- bila n ganjil : v1(1) = 1
vn(1) = (-1)9n-1)/2 2 4 6 1
135
. . ....( )
. . ...
n
n

(2-95)
sehingga : - P0(x) = 1
- P1(x) = x
- P2(x) = (3x2
- 1)/2
- P3(x) = (5x3
- 3x)/2
- P4(x) = (35x4
- 30x2
+ 3)/8
Fungsi Pn(x) merupakan salah satu penyelesaian persamaan Legendre
untuk suatu bilangan bulat n. Penyelesaian kedua, yang disebut fungsi Legendre
jenis kedua, dinyatakan dengan Qn(x), dimana
Qn(x) =
[ ( )]. ( );
( ). ( );



v u x
u v x
n n
n n
1
1
n ganjil
n genap
(2-96)
tetapi didefinisikan hanya untuk -1 < x < 1, karena un(x) merupakan deret tak
berhingga bila n gajil dan vn(x) merupakan deret tak berhingga bila n genap, dan
tak satupun dari kedua deret ini memusat di luar interval -1 < x < 1. Walaupun
Qn(x) merupakan deret tak berhingga, namun Qn(x) dapat dinyatakan dalam
bentuk :
Q0(x) =
1
2
1
1
ln


x
x
= tanh-1
x
Q1(x) = x.Q0(x) - 1
Q2(x) = P2(x).Q0(x) - 3x/2
Q3(x) = P3(x).Q0(x) - 5x2
/2 + 2/3; dst.
Pada umumnya, Pn(x) dan Qn(x) memenuhi rumus rekurensi :
nSn(x) = (2n-1).x.Sn-1(x)-(n-1).Sn-2(x) (2-97)
sehingga Sn(x) bisa diperoleh dari Sn-1(x) dan Sn-2. Penyelesaian formal persamaan
Legendre untuk n bulat adalah :
y = A.Pn(x) + B.Qn(x) (2-98)
dimana hanya Pn(x) yang berhingga di luar interval -1 < x < 1.
IV.2. FUNGSI HYPERGEOMETRIC.
Penyelesaian pers. Gauss :
MTK-2/37
x x
d y
dx
v x
dy
dx
( ) [ ( ) ]1 1 0
2
2
         y (2-99)
dinyatakan dalam bentuk :
y = A0.F(,;v;x) + B0x1-y
F(-v+1,-v+1;2-v;x) (2-100)
F(,;v;x) menyatakan deret hypergeometric :
F(,;v;x) = 1
1
1 1
12 1
2
 
 


    
.
( ) ( )
. . .( )
...
v
x
v v
x

     
  

[ ( )...( )][ ( )...( )
[ . ... ] .( )...( )
...
     1 1 1 1
12 1 1
k k
k v v v k
xk
(2-101)
Deret dikalikan A0 pada pers.(2-100) tak ada (pada umumnya) bila v nol atau
bilangan bulat negatif, dan deret dikalikan B0 tak ada bila v bilangan bulat positif
yang lebih besar dari satu.
IV.3. LAQUERRE POLYNOMIAL.
Persamaan : x
d y
dx
c x
dy
dx
ay
2
2
0   ( ) (2-102)
dipenuhi oleh confluent hypergeometric function dari Kummer, M(a,c;x), nila c
adalah bukan bilangan bulat.
y = AM(a,b;x) + x1-c
M(1+a-c,2-c;x) (2-103)
bila c = 1 dan a= -n, dimana n merupakan bilangan bulat positif atau nol, satu
penyelesaian adalah Laquerre Polynomial ke-n : y = Ln(x) (2-104)
bila c = k+1 dan a = k-n, dimana k dan n adalah bilangan bulat, satu penyelesaian
berhubungan dengan Laquerre Polynomial :
y = AL x A
d
dx
L xn
k
k
k n( ) ( ); bila k n (2-105)
IV.4. HERMITE POLYNOMIAL.
Persamaan :
d y
dx
x
dy
dx
ny
2
2
2 2 0   (2-106)
dipenuhi oleh Hermite Polynomial derajat n, y = Ahn(x) (2-107)
bila n adalah bilangan bulat positif atau nol.
IV.5. TSCHEBYSCHEFF POLYNOMIAL.
Persamaan : ( )1 02
2
2
2
   x
d y
dx
x
dy
dx
n y (2-108)
dipenuhi oleh Tschebyscheff Polynomial ke-n : y = A.Tn(x) (2-109)
bila n adalah bilangan bulat positif atau nol.
IV.6. JACOBI POLYNOMIAL.
MTK-2/38
Persamaan : x x
d y
dx
a b x
dy
dx
n a n y( ) [ ( ) ] ( )1 1 0
2
2
       (2-109)
dipenuhi oleh Jacobi Polynomial ke-n : y = A.Jn(a,b,x) (2-110)
MTK-2/39
V. SOAL - SOAL.
1. Suatu proses yang melibatkan perpindahan massa dan reaksi kimia
dinyatakan dengan persamaan differensial berikut :
x
d y
dx
dy
dx
xy
2
2
9 0  
disyaratkan bahwa pada X = 2 harga Y adalah 10.
a. Tentukan Y sebagai fungsi X
b. Tentukan yx dx
0
2
 .
2. Suatu reaksi katalitik terjadi di dalam katalis bentuk bola dengan diameter 1
cm. Reaksi yang terjadi di dalam katalis adalah 2A Bk
  yang berorder
satu, dengan konstanta kecepatan reaksi, k = 0.18/menit. Koeffisien diffusi A
didalam katalis, D = 3.10-5
cm2
/dt, dan konsentrasi A pada permukaan katalis
8.5 mol/lt.
a. Tentukan distribusi konsentrasi A didalam katalis.
b. Tentukan laju molar B yang terbentuk di dalam katalis.
c. Tentukan efektifness faktor katalis, .
 
laju reaksi A di dalam katalis sesungguhnya
laju reaksi A di dalam katalis andaikan kons. A didalam katalis seragam 8.5 mol / lt
-----------------------@TN Co. 280996-----------------------
MTK-2/38
BAB III
FUNGSI-FUNGSI KHUSUS
III.1. Fungsi Gamma.
Bentuk khusus integral Laplace : g t e dtpt
( ). 

0
, dimana g(t) = tn-1
dan p =1
didefinisikan oleh Euler sebagai fungsi Gamma.
( ) ,n t e dt nn t
  


1
0
0 (3-1)
 ( ) ( )n n n 1 (3-2)
berlaku untuk semua n >0, dengan bukti :
 ( ) ( )n t e dt
n t
n t e dt n t e dt n nn t n t n t
t e   

   
 
 

 1 0
0 0 00
Bila diketahui harga-harga (n) untuk 0 < n  1, maka dengan pers.(3-2) dapat
dihitung semua harga (n) untuk n > 0,misalnya :
(3.5) = 2.5(2.5) = 2.5 x 1.5(1.5) = 2.5 x 1.5 x 0.5(0.5); (0.5) =  = 1.76
= 2.5 x 1.5 x 0.5 x 1.76 = 3.30; (0.5) =  = 1.76 dan ; (1) = 1
Untuk n = bil. bulat positif, berlaku : (n) = n! (3-3)
dan pers.(3-2) bisa ditulis : (n) = (n+1)/n (3-4)
misalnya : (-0.5) = (0.5)/-0.5 = -3.5222.
Untuk n = 0 atau bil. bulat negatif, maka harga (n) sama dengan tak berhingga,
(n) =  , dimana n = bil genap neagif : (n) =  dan n = bil. ganjil. negatif :
(n) = - .
n 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
(n) 9.51 4.59 2.99 2.22 1.76 1.49 1.30 1.16 1.07 1.00
III.2. Fungsi Beta.
Fungsi Beta didefinisikan,
(m,n) = x x dxm n 

1 1
0
1
1( ) ; m > 0 dan n > 0 (3-5)
Hubungan antara fungsi Beta dan fungsi Gamma :
(m,n) =
 

( ). ( )
( )
m n
m n
(3-6)
Bentuk-bentuk lain fungsi Beta :
1. y = ax.
(m,n) = a1- m - n
y a y dym n
a
 

1 1
0
( ) (3-7)
2. y / y + 1 = x.
MTK-2/39
(m,n) = y y dyn m n  


1
0
1( ) (3-8)
3. (m,n) = 2 2 1 2 1
0
2
cos .sin
/
m n
d 
   

(3-9)
III.3. Fungsi Kesalahan.
Definisi fungsi kesalahan : Er. f(x) =
2 2
0
2


e dnn

/
x Er. f(x) x Er. f(x)
0.0 0.0000 1.6 0.9763
0.2 0.2227 1.8 0.9891
0.4 0.4284 2.0 0.9953
0.6 0.6039 2.2 0.9981
0.8 0.7421 2.4 0.9993
1.0 0.8427 2.6 0.9998
1.2 0.9103 2.8 0.9999
1.4 0.9523
untuk x > 2.8, Er. f(x) dapat dihitung dengan deret :
Er. f(x) =
e
x x x
x
  






2
1
1
2
13
2
135
22 2 2 2 3

.
( )
. .
( )
Kesalahan didefinisikan sebagai penyimpangan antara harga pengukuran dan
harga benar :
zi = xi - x, dimana : xi = harga pengukuran
x = harga benar = x
zi = kesalahan
Didefinisikan :
1. Kesalahan rata-rata : Dr =
z
n h h
i  
1 05642

.
2. Kesalahan standart : Ds =
z
n
D
h h
i
r
2
2
1
2
0 7071   
 .
3. Probable error :
Probable error r didefinisikan sebagai kesalahan sedemikian rupa sehingga
setengah kesalahan dari n pengukuran lebih besar dari r dan setengah lagi lebih
kecil daripada r.
2
05
2
0
e dzz
hr

 .
dan harga h.r yang bersesuaian dengan Erf(h.r) = 0.5 di atas adalah : h.r = 0.4769
 r = 0.4769/h, dengan Ds > Dr > r.
MTK-2/40
Prob.[-a  z  a] =
2 2
0
e dtt
ha

 , dimana h = indeks ketelitian.
Contoh :
jumlah
pengukuran, n
panjang batang,
x
kesalahan,
z
n.z
2 1.01 0.044 0.088
6 1.02 0.034 0.204
12 1.03 0.024 0.288
15 1.04 0.014 0.210
20 1.05 0.004 0.080
13 1.06 -0.006 0.078
15 1.07 -0.016 0.240
10 1.08 -0.026 0.260
5 1.09 -0.036 0.180
2 1.11 -0.056 0.112
nz = 1.74
Dr =
z
n
i  
174
100
0 0174
.
. , dengan indeks ketelitian : h = 0.5642/Dr = 32.42.
MTK-2/41
BAB IV
DERET FOURIER
IV.1. HIMPUNAN FUNGSI ORTHOGONAL DAN
ORTHONORMAL.
Sebuah himpunan fungsi-fungsi kontinyu f1(x), f2(x),...,fk(x),... dalam
interval (a,b) dikatakan ortogonal dalam interval itu apabila,
f x f x dx
i k
C i ki k
ka
b
( ). ( ).
;
;







0
(4-1)
Bila tiap fungsi fk(x) dalam himpunan diatas dibagi dengan Ck maka diperoleh
himpunan :
F x
f x
C
F x
f x
C
F x
f x
C
k
k
k
1
1
1
2
2
2
( )
( )
, ( )
( )
,..., ( )
( )
  
dan himpunan fungsi-fungsi F1(x), ...Fk(x),... memenuhi syarat :
F x F x dx
i k
i ki k
a
b
( ). ( )
;
;







0
1
(4-2)
dan disebut orthonormal dalam interval (a,b).
Contoh :
1. Fungsi-fungsi a, cos x, sin x,..., cos kx, sin kx,... adalah himpunan fungsi-
fungsi orthogonal dalam interval (-,) karena :
cos ).cos )
;
;
;
sin ).sin )
;
;
cos ).sin )
( (
( (
( ( untuk sembarang k,m sama atau tidak sama
kx mx dx
k m
k m
k m
kx mx dx
k m
k m
kx mx dx


 
 







 










0
0
2 0
0
0
0









Sedang himpunan fungsi-fungsi :
1
2   ,
,
cos
,
sin
,...,
sin
,...
x x kx
adalah
orthonormal dalam interval (-,).
2. Himpunan fungsi-fungsi sin x, sin 2x, ...,sin kx,... dan himpunan fungsi-fungsi
1, cos x, cos 2x,...,cos kx, masing-masing adalah himpunan orthogonal dalam
interval (0, ), karena :
MTK-2/42
sin ).sin )
;
;
cos ).cos )
;
;
;
( (
( (
kx mx dx
k m
k m
kx mx dx
k m
k m
k m


 






 
 









0
2 0
0
2 0
0







maka himpunan fungsi-fungsi :
sin
,
,
sin
,
,...,
sin
,
,...
  
2 2 2
2x kx
dan
1
2 2 2 2
   ,
,
cos
,
,
cos
,
,...,
sin
,
,...
x 2x kx
masing-masing orthonormal dalam
interval (0, ).
IV.2. HIMPUNAN ORTHOGONAL FUNGSI-FUNGSI BESSEL.
Ditinjau pers. Bessel berikut x
d y
dx
x
dy
dx
x n y2
2
2
2 2 2
0   ( ) , dimana
y= Jn(x), dan Jn(a) = 0 dalam interval (0,a) merupakan pernyelesaian
persamaan diatas. Bila Jn(x) adalah penyelesaian persamaan differensial yang
memenuhi syarat batas
x J x J x dxn i n k
a
. ( . ). .( . )   0
0
, bila i  k, dan
   x J x dx
a
J xn i n i
a
. ( . ) ( . ) 
2
2
1
2
0
2
 
IV.3. Deret Fourier.
Diketahui f(x) dalam interval (-,), diandaikan bahwa integral fungsi
tersebut konvergen dalam interval (-,) dan dalam interval itu f(x) dapat
diuraikan dalam deret trigonometri yang konvergen yaiu :
f(x) =  
a
a nx b nxn n
n
0
12
 


 cos( ) sin( )
Diandaikan deret ini dapat diintegral suku demi suku, yaitu integral dari jumlah
deret f(x) sama dengan jumlah integral suku-suku deret tsb. :
f x dx
a
dx a( ) . 


0
0
2 



 , sehingga a f x dx0
1


 

( )
MTK-2/43
f x kx dx
a
kx dx
a kx nx dx b kx nx dxn n
n
( ).cos( ) cos( )
cos( ).cos( ) cos( ).cos( )
 







 
 

 
 








0
1
2
f x kx dx a kx dx ak k( ).cos( ) (cos( )) . 


2




 , sehingga
a f x kx dx kk  


1
012
 

( ).cos( ) ; , , ,...
f x kx dx
a
kx dx
a nx kx dx b nx kx dxn n
n
( ).sin( ) sin( )
cos( ).sin( ) sin( ).sin( )
 







 
 

 
 








0
1
2
f x kx dx b kx dx bk k( ).sin( ) (sin( )) . 


2




 , sehingga
b f x kx dx kk  


1
012
 

( ).sin( ) ; , , ,...
IV.3.1. Definisi.
1. Fungsi f(x) dinamakan “smooth function” dalam interval (a,b) bila dalam
interval (a,b), f(x) kontinyu bersama-sama dengan turunan pertamanya.
2. F(x) dinamakan “piece wise smooth” dalam interval (a,b) bila interval tsb.
dapat dibagi menjadi sejumlah tertentu sub interval dan dalam tiap sub
interval itu f(x) merupakan smooth function.
3. Titik diskontinuitas order pertama fungsi f(x) adalah suatu titik dimana f(x)
mempunyai limit kanan dan limit kiri yang tak sama.
IV.3.2. Teorema
Bila f(x) adalah piece wise smooth dalam interval (-,), maka deret
Fourier fungsi tsb. konvergen ke f(x) disemua titik dimana f(x) kontinyu. Dititik
diskontinuitas deret konvergen ke harga rata-rata limit kiri dan limit kanan.
Contoh :
f x
x
x
( )
;
;

   
 



1 0
10


deret Fourier dalam sembarang interval :
f x
a
L
a
n x
L
b
n x
L
n n
n
( ) .cos .sin 





 














0
1
 
, dimana :
MTK-2/44
a
L
f x
n x
L
dxn
L
L









1
( ).cos .

dan b
L
f x
n x
L
dxn
L
L









1
( ).sin .

IV.3.3. Deret Fourier Sinus dan Cosinus.
Bila : - f(x) = -f(x)  f(x) = fungsi ganjil
- f(-x) = f(x)  f(x) = fungsi genap
Contoh :
f x dx f x
f x dx f x dx f x
( ) ; ( )
( ) ( ) ; ( )





 
0
2
0
: fungsi ganjil
: fungsi genap



 
Bila f(x) = fungsi ganjil :
a f x nx dx
b f x nx dx f x nx dx
f x b nx
n
n
n
n
 
 
 





 

1
0
1 2
0
1

 



 
( ).cos( ).
( ).sin( ). ( ).sin( ).
( ) .sin( ) deret Fourier Sinus
Bila f(x) = fungsi genap :
f x
a
L
a
n x
L
n
n
( ) .cos 














0
1

, dimana : a f x nx dxn  
2
0


( ).cos( ).
Contoh :
1. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval - < x < .Uraikan f(x) dalam deret
Fourier untuk -  x  .
2. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0  x  2.Uraikan f(x) dalam deret
Fourier untuk 0  x  2.
3. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0 < x  .Uraikan f(x) dalam deret
Fourier cosinus untuk 0 < x  .
4. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0 < x  .Uraikan f(x) dalam deret
Fourier sinus untuk 0 < x  .
5. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0  x  .Uraikan f(x) dalam deret
Fourier cosinus untuk 0  x  .
---------------@TNT/141096---------------
MTK-2/45
BAB V
PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
P.D. Parsial : Persamaan differensial yang mengandung sebuah fungsi tak
diketahui dan beberapa (dua atau lebih) variabel-variabel bebas.
P.D. parsial ini banyak timbul pada penyelesaian problem teknik. Order
(tingkat) suatu P.D. Parsial adalah tingkat daripada turunan tertinggi P.D. ini. P.D.
parsial disebut linier bila variabel bergantung (fungsi yang tak diketahui) dan
turunan-turunannya daripada P.D. ini mempunyai derajat satu.
Bila suku-suku pada P.D. parsial ini mempunyai derajat yang sama maka P.D. ini
disebut homogen. Selain itu disebut tak homogen. Dipelajari P.D. parsial linier
order dua dengan koeffisien konstan, dengan bentuk PD Parsial orde dua linier tak
homogen :
A
u
x
B
u
x y
Cx
u
y
D
u
x
E
u
y
Fu f x y



 






2
2
2 2
2
2      ( , ) (1)
dan bentuk PD Parsial orde dua linier homogen :
A
u
x
B
u
x y
Cx
u
y
D
u
x
E
u
y
Fu



 






2
2
2 2
2
2 0      (2)
dimana u = u(x,y).
Klasifikasi PD Parsial :
- pers. eliptik, bila B2
-AC < 0
- pers. hiperbolik, bila B2
- AC > 0
- pers. parabolik, bila B2
- AC = 0
Contoh :





2
2
2
2
0
u
x
u
y
  : pers. laplace dua dimensi atau pers. potensial, adalah pers.
eliptik, dimana A = 1, B = 0, dan C = 1, sehingga B2
- AC = 0 - 1.1 = -1 < 0.





u
t
C
u
x
 2
2
2
: pers. panas satu dimensi, adalah pers. parabolik, dimana A =
C2
, B = 0, dan C = 0, sehingga B2
- AC = 0 - C2
.0 = 0.





2
2
2
2
2
u
t
C
u
x
 : pers. gelombang satu dimensi, adalah pers. hiperbolik,
dimana A = C2
, B = 0, dan C = -1, sehingga B2
- AC = 0 - C2
.-1 = C2
> 0.
Penyelesaian suatu P.D. Parsial di dalam daerah R daripada variabel-variabel
bebas adalah suatu fungsi yang mempunyai seluruh turunan-turunan parsial yang
ada di P.D. ini pada domain R dan memenuhi persamaan di setiap tempat di
dalam R. Fungsi ini harus kontinyu pada boundary daripada R. Fungsi yang
memenuhi P.D. Parsial ini banyak sekali. Suatu penyelesaian yang unik dibatasi
MTK-2/46
oleh kondisi-kondisi batas dan kondisi awal. Ada dua jenis problema, yaitu
problema nilai awal untuk kondisi-kondisi diketahui di suatu titik dan problema
nilai batas untuk kondisi-kondisi diketahui tidak hanya di satu titik, tetapi
domainnya terbatas.
Teorema 1 : Bila u1, u2, ..., uk merupakan penyelesaian pers. (2) maka u = c1u1 +
c2u2 + ... + ckuk, dimana c1, c2,..., ck adalah konstanta-konstanta, juga
merupakan penyelesaian.
Teorema 2 : Bila u1, u2, ..., un, ... merupakan penyelesaian pers. (2) maka u =
C un n
n
.


1
, juga merupakan penyelesaian.
Ada beberapa metode penyelesaian, yaitu metode :
1. Transformasi Laplace.
2. Pemisahan Variabel.
3. Kombinasi Variabel.
V.1. Transformasi Laplace.
Umumnya digunakan untuk problema-problema nilai awal. Tahapan-
tahapan penyelesaiannya :
1. Mengoperasikan Transformasi Laplace pada P.D. dan kondisi-kondisi batas
dengan menggunakan kondisi awalnya. Akan diperoleh suatu P.D. biasa
dengan variabel dependent dalam domain Laplace.
2. Menyelesaikan P.D. ini untuk memperoleh variabel dependent dalam domain
Laplace.
3. Melakukan kebalikan transformasi pada variabel dependent yang diperoleh
pada tahap 2.
Contoh 1:
Perpindahan panas ke suatu dinding semi infinite. Suatu slab yang
tebalnya tak berhingga, mula-mula pada suhu T0 di semua bagian. Tiba-tiba salah
satu permukaan slab dikontakkan pada cairan panas bersuhu Ts terus-menerus.
Tentukan distribusi suhu di dalam dinding.
Penyelesaian :
Problema perpindahan panas ini dinyatakan dengan P.D. sbb. :

 


T
t
k
C
T
xp

.
2
2






T
t
T
x
 2
2
2
(1-1)
kondisi awal : T(x,0) = T0 (1-2)
kondisi batas : 1. T(0,t) = Ts (1-3)
2. T(,t) = T0 (1-4)
Tahap 1 :
MTK-2/47
Transformasi Laplace pada pers. (1) :
L
T
t
L
T
x


















2
2
2
.
 s T T x
d T
dx
. ( , ) 0 2
2
2

 2
2
2 0
d T
dx
s T T  .

d T
dx
s
T
T2
2 2
0
2
  
 
. (1-5)
Transformasi Laplace pada kondisi batas (pers. (3) dan pers. (4)) :
1. L{T(0,t)} = L{Ts}
 T s
T
s
s
( , )0  (1-6)
2. L{T(,t)} = L{T0}
 T s
T
s
( , )  0
(1-7)
Tahap 2 :
Penyelesaian umum pers. (5) adalah :
T K e K e
T
s
s
x
s
x
  

1 2
0
. .
. .
 
(1-8)
Dari kondisi batas ke-2 (pers. (7)) dan pers. (8) diperoleh K1 = 0. Sehingga pers.
(8) menjadi :
T K e
T
s
s
x
 

2
0
.
.

(1-9)
Dari kondisi batas ke-1 (pers. (6)) dan pers. (9) diperoleh :
T
s
K
T
s
K
T T
s
s s
   

2
0
2
0
(1-10)
Substitusi pers.(10) ke pers. (9), diperoleh :
T
T T
s
e
T
s
s
s
x




0 0
.
.

(1-11)
Tahap 3 :
T(x,t) = L-1
 T x s( , )
= (Ts-T0).L-1 1
s
e
s
x
.









+T0.L-1 1
s






= (Ts-T0). Erf
x
t2. .











 + T0 (1-12)
dengan kondisi batas x = 0  erf(0) = 0 dan x =   erf() = 1, sehingga pers.
(12) menjadi :
MTK-2/48
T(x,t) = = (Ts-T0). 1
2












Erf
x
t. .
+ T0 (1-13)
V.2. Pemisahan Variabel.
Persyaratan pemakaian metode ini adalah :
1. P.D.nya homogen.
2. Kondisi batasnya homogen.
Tahapan-tahapan penyelesaian :
1. Melakukan pemisahan variabel sehingga diperoleh dua P.D. biasa.
2. Menyelesaikan kedua P.D. ini yang memenuhi kondisi-kondisi batas.
3. Mendapatkan penyelesaian total yang memenuhi kondisi awal.
Bila kondisi batas atau P.D. tidak homogen, maka sebelum digunakan metode ini
perlu dilakukan transformasi variabel, agar kondisi batas dan P.D. menjadi
homogen.
Untuk kondisi batas tak homogen, misalnya U(0,t) = U0 dan U(L,t) = UL, lebih
dulu dilakukan substitusi variabel :
V = U + a + bx
V(0,t) = U(0,t) + a
0 = U0 + a  a = -U0, dan
V(L,t) = U)L,t) + a + bL
0 = UL + a + bL
0 = UL - U0 + bL  b
U U
L
L

0
Jadi V = U - U0 -
U U
L
L0 
.x atau U = V + U0 +
U U
L
L0 
.x.
Contoh 2 :
Suatu batang yang kedua permukaan sisinya terisolasi, dengan suhu mula-
mula di dalam batang tersebut terdistribusi dengan persamaan : T(x,0) = f(x).
Tiba-tiba (pada t = 0), kedua ujungnya dikontakkan dengan air es sehingga
suhunya dipertahankan tetap pada 0 o
C.
L
X
0 o
C 0 o
C
MTK-2/49
Tentukan suhu batang sebagai fungsi x dan t atau T(x,t).
Penyelesaian :
Proses perambatan panas pada batang ini dapat digambarkan sebagai P.D. :





T
t
T
t
 2
2
2
(2-1)
Kondisi awal : T(x,0) = f(x) (2-2)
Kondisi batas :T(0,t) = 0 dan T(L,t) = 0 (2-3)
Pers. (1), merupakan P.D. Parsial homogen dan kondisi-kondisi batasnya (pers.
(3)) juga homogen. Maka metode pemisahan variabel dapat diterapkan.
Tahap 1 :
T(x,t) = F(x).G(t) (2-4)
Substitusi pers.(4) ke pers. (1) : F G F G. ' ". 2
atau
G
G
F
F
'
.
'
2
 (2-5)
Dapat disimpulkan bahwa kedua sisi pada pers. (5) merupakan konstanta yaitu :
G
G
F
F
C
'
.
'
2
  (2-6)
Pers. (6) bisa dipecah menjadi 2 persamaan, yaitu : G’ = C.2
G (2-7)
dan F” - C.F = 0 (2-8)
Kemungkinan-kemungkinan harga C :
a. C > 0 :
penyelesaian pers. (8) adalah : F x K e K eC x C x
( ) . .. .
  
1 2
Dari kondisi batas : 0 = K1 + K2
0 = K e K eCLx C L
1 2. . .
 
maka diperoleh K1 = 0 dan K2 = 0, sehingga tidak merupakan penyelesaian non-
trivial.
b. C = 0 :
penyelesaian pers. (8) adalah : F x K K x( ) . 1 2
Dari kondisi batas : 0 = K1
0 = K1 + K2.L
maka diperoleh K1 = 0 dan K2 = 0, sehingga tidak merupakan penyelesaian non-
trivial.
c. C < 0 :
penyelesaian pers. (8) adalah : F x K C x K C x( ) .cos( . ) .sin( . ) 1 2
Dari kondisi batas : 0 = K1
0 = K C L K CL1 2.cos( . ) .sin( )
maka diperoleh K1 = 0 dan K2  0, sehingga merupakan penyelesaian non-trivial.
Maka dipilih C yang berharga negatif, misalnya C = -p2
. Maka pers. (8) menjadi :
F” + p2
.F = 0 (2-9)
dan pers. (7) menjadi :
MTK-2/50
G’ = -p2
.2
G (2-10)
Tahap 2 :
 Penyelesaian pers. (9) :
Dari kondisi batas : F(0) = 0 dan F(L) = 0, maka penyelesaian umum pers. (9) :
F(x) = K1.cos (px) + K2.sin (px)
Untuk kondisi batas pertama : 0 = K1 + 0 atau K1 = 0, maka F(x) = K2.sin (px),
dan untuk kondisi batas kedua : 0 = K2.sin (pL), maka sin (pL) = 0, jadi pL = n.
atau p = n./L, dimana : n = 1,2,3, ... .
Sehingga penyelesaian pers.(10) : F x K
n x
L
n n( ) .sin
. .
 2

 Penyelesaian pers. (10) :
G e p t
  2 2
. .
atau G t en
n
L
t
( )
.
. .










2
2
Jadi :
T(x,t) = T x tn
n
( , )


1
= F x G tn n
n
( ). ( )


1
= K
n x
L
e
n
n
n
L
t
2
2
2
1
.sin
. .
.
.
. .









 atau A
n x
L
e
n
n
n
L
t
.sin
. .
.
.
. .










2
2
1
(2-11)
Tahap 3 :
Dari kondisi awal : T(x,0) = f(x) = A
n x
Ln
n .sin
. .



1
, nampak bahwa f(x) adalah
deret Fourier Sinus, dimana : A
L
f x
n x
L
dxn
L
 
2
0
( ).sin
. .
(2-12)
Jadi penyelesaian umum problema ini adalah pers. (2-11) dengan harga-harga An
diperoleh dari pers. (2-12).
Contoh 3 :
Ditinjau sebuah silinder tak berhingga panjang (atau sebuah silinder yang
ujung-ujungnya terisolir). Jari-jari silinder adalah R. Mula-mula distribusi suhu di
dalam silinder adalah f(r). Tiba-tiba pada t = 0, permukaan silinder dipertahankan
tetap pada suhu 0 o
C. Tentukan suhu silinder sebagai fungsi r dan t, yaitu T(r,t).
Penyelesaian :
Persoalan perpindahan panas pada silinder ini dapat dinyatakan dengan
P.D. sbb. :







T
t
T
r r
T
r
 






2
2
2
1
. . (3-1)
Kondisi awal : T(r,o) = f(r) (3-2)
Kondisi batas : T(R,t) = 0 o
C (3-3)
Tahap 1 :
T(r,t) = F(r).G(t) (3-4)
MTK-2/51
Substitusi pers.(4) ke pers. (1) :
F G F G
r
F G. ' ". . '. 



2 1
atau
G
G
F
r
F
F
C
'
.
" . '
 2
1


 (3-5)
seperti pada contoh-contoh yang lalu C harus negatif : C = -p2
. Sehingga pers. (3-
5) menjadi :
G
G
F
r
F
F
p
'
.
" . '
2
2
1


  (3-6)
pers. (6) ini terpecah jadi dua persamaan :
F
r
F p F" . ' .  
1
02
(3-7)
dan
G’ + 2
.p2
.G = 0 (3-8)
Tahap 2 :
 Penyelesaian pers. (7) :
Pers. (7) bisa ditulis : r2
.F” + r.F’ + p2
.r2
.F = 0, pers. ini merupakan pers. Bessel
yang penyelesaian umumnya adalah :
F(r) = K1.J0(pr) + K2.Y0(pr) (3-9)
Pada r = 0 : Y0 (0) = , agar F(r) berhingga untuk r = 0, maka K2 = 0, sehingga
pers. (9) menjadi : F(r) = K1.J0(pr). Dari kondisi batas : r = R  T(R,t) = 0
 F(R) = 0, jadi F(R) = 0 = K1.J0(pR), dimana K1  0 dan pR = akar-akar
fungsi Bessel order nol. Jadi pR = 2.4, 5.52, 8.65, 11.79, 14.93, ... atau pn = 2.4/R,
5.52/R, 8.65/R, 11.79/R, 14.93/R, ... . Maka pers. (9) dapat ditulis :
Fn(r) = K1n.J0(pn.r) (3-10)
 Penyelesaian pers. (8) :
G t e p t
( ) . .
 2 2
(3-11)
atau
G t en
p tn
( ) . .
 2 2
(3-12)
Tahap 3:
Sesuai dengan teorema 2, maka :
T(r,t) = T x tn
n
( , )


1
= F x G tn n
n
( ). ( )


1
= K J r t en
p t
n
n
1 0
1
2 2
. ( , ). . .


 
atau
T(r,t) = A J r t en
p t
n
n
. ( , ). . .
0
1
2 2



 
(3-13)
juga merupakan penyelesaian. Dan dari kondisi awal :
T(r,o) = f(r) = A J p rn n
n
0
1
( . )


 (3-14)
MTK-2/52
Konstanta An dicari dengan menggunakan sifat-sifat ortogonalitet fungsi Bessel,
yang dalam hal ini, pers. (14) dikalikan dengan r.J0(pn.r) dan diintegralkan dari 0 -
R, sehingga menjadi :
r f r J p r drn
R
. ( ). ( . )0
0
 = A r J p r J p r drn n
R
n
n
. . ( . ). ( . )0
0
0
1









= A r J p r drn n
R
. ( . )0
2
0
 =  A
R
J p Rn n. ( . )
2
1
2
2
jadi :
 
A
R J p R
n
n

2
2
1
2
( . )
. r f r J p r drn
R
. ( ). ( . )0
0
 (3-15)
Jadi penyelesaian problema ini adalah pers. (3-13) dimana An diperoleh dari pers.
(3-15).
Untuk P.D. tak homogen maka dependent variabel dinyatakan sebagai
penjumlahan penyelesaian steady state yang hanya merupakan fungsi ruang dan
variabel deviasi yang merupakan fungsi ruang dan waktu.
Contoh 4 :
Suatu bola logam dengan radius R yang mula-mula bersuhu 30 o
C disemua
bagian, tiba-tiba dimasukkan ke dalam oven yang diatur pada suhu 400 o
C, ynag
dijaga konstan. Dianggap tahanan perpindahan panas secara konveksi dan radiasi
pada permukaan logam diabaikan. Tentukan suhu dalam bola sebagai fungsi
waktu dan radius dari pusat bola, T(r,t).
Penyelesaian :
PD. yang menggambarkan problema ini :







T
t r
T
r
T
r
 






2
2
2
2
. . (4-1)
dengan : - kondisi awal : T(r,0) = 30 o
C (homogen) (4-2)
- kondisi batas : T(R,t) = 400 o
C (belum homogen) (4-3)
Tahap - 1 :
Substitusi : V = T - 400, sehingga :
- kondisi awal : V(r,0) = 30 - 400 = -370 o
C (homogen) (4-4)
- kondisi batas : T(R,t) = 400 - 400 = 0 o
C (homogen) (4-5)
Pemisahan variabel, didfenisikan : V(r,t) = F(r).G(t), yang disubstituikan ke pers.
(1) :
F G
r
F G F G. ' . '. ". 



2 2
atau
G
G
r
F F
F
C
'
.
. "'
2
2


 (4-6)
harga C harus negatif, C = -p2
, sehingga diperoleh dua persamaan terpisah :
F
r
F p F" . ' .  
2
02
(4-7)
MTK-2/53
dan
G’ + 2
.p2
.G = 0 (4-8)
Tahap 2 :
 Penyelesaian pers. (7) :
Substitusi : H = r.F, sehingga : - F
H
r
 (a)
- F
r
H
r
H' . . '  
1 1
2
(b)
- F
r
H
r
H
r
H
r
H" . . ' . " . '   
2 1 1 1
3 2 2
(c)
yang disubstitusikan ke pers. (7) :
2 2 1 2 1 1
03 2 2
2
r
H
r
H
r
H
r r
H
r
H p
H
r
. . ' . " . . ' .    



   
H
r
p
H
r
"
. 2
0
Persamaan ini diselesaikan :
H = A.cos (pr) + B.sin (pr)  F
A
r
pr
B
r
pr .cos( ) .sin( ) (4-8)
Pada r = 0, agar F(r) berhingga untuk r = 0, maka A = 0, sehingga pers. (8)
menjadi :
F
B
r
pr .sin( ) (4-9)
Dari kondisi batas : r = R  V(R,t) = 0  F(R) = 0, jadi : 0 
B
R
pR.sin( ) ,
diperoleh bila pR = n, maka p
n
R

.
. Sehingga pers. (9), menjadi :
F r
B
r
n
R
rn
n
( ) .sin(
.
)

(4-10)
 Penyelesaian pers. (8) :
G t e p t
( ) . .
 2 2
(4-11)
atau
G t en
n
R
t
( )
.
.
.








2
2
(4-12)
Tahap 3:
Sesuai dengan teorema 2, maka :
V(r,t) = V r tn
n
( , )


1
= F r G tn n
n
( ). ( )


1
=
B
r
n
R
r en
n
R
t
n
.sin
.
. .
.
.
. 

















2
2
1
atau
MTK-2/54
V(r,t) =
B
r
n
R
r en
n
R
t
n
.sin
.
. .
.
.
. 

















2
2
1
(4-13)
juga merupakan penyelesaian. Dan dari kondisi awal :
V(r,o) = -370 =
B
r
n
R
rn
n
.sin
.
.








1
(4-14)
Konstanta Bn dicari dengan menggunakan sifat-sifat ortogonalitet fungsi sinus,
yang dalam hal ini, pers. (14) dikalikan dengan r
m
R
r.sin(
.
)

dan diintegralkan
dari 0 - R, sehingga menjadi :






 370
0
. .sin
.
.r
m
R
r dr
R

= B
n
R
r
m
R
r drn
R
n
. sin
.
. .sin
.
.
 












01
= B
R
r
m
R
r dr
R
1
0
. sin . .sin
.
.
 










 +
B
R
r
m
R
r dr
R
2
0
2
. sin
.
. .sin
.
.
 










 + . . . +
B
m
R
r drm
R
. sin
.
.












2
0
+ . . .
dimana untuk n  m, hasil integrasi adalah 0., maka :






370
0
.
.
. cos
.
.
R
m
r d
m
R
r
R


=
B m
R
r drm
R
2
1
2
0
. cos
.
.













 370
0 0
.
.
. .cos
.
. cos
.
.
R
m
r
m
R
r
m
R
r dr
R R

 




 















B
r
R
m
m
R
rm
R
2 2
2
0
.
. .
.sin
.
.













 370
20
.
.
. .cos
.
.
.
.sin
.
. .
R
m
r
m
R
r
R
m
m
R
r
B
R
R
m








 











 
 370
1
2
.
.
. .cos
.
.
m
R
m
R
R
Bm












 
 B
R
m
m
m

740 1. .( )
.
atau B
R
n
n
n

740 1. .( )
.
(4-15)
Penyelesaian umum problema ini adalah :
T(r,t) = 400 + V(r,t) atau
T r t
B
r
n
R
r en
n
R
t
n
( , ) .sin
.
. .
.
.
.
 















400
2
2
1
 

(4-16)
dengan Bn dari pers. (15).
Contoh 5 : Pendinginan Transient butiran bahan bakar nuklir
MTK-2/55
Terjadi generasi panas di dalam butiran-butiran uranium berbentuk bola
dengan kecepatan per unit volume sebesar Q. pada permukaan batasnya diadakan
pendinginan dengan heat transfer koeffisien, h, dan suhu fluida pendingin, Tf
konstan. Pada saat awal, suhu didalam butiran seragam, T0. Tentukan distribusi
suhu didalam butiran, T(r,t)
Penyelesaian :
Phenomena proses tsb. dapat dirumuskan :






 
T
t r r
r
T
r
Q
Cp






 
1
2
2
(1)
kondisi awal dan batas :
r = R ;    k
T
r
h T Tf


(2)
t = 0 ; T (0,r) = T0 (3)
Jelas bahwa PD yang dihasilkan tidak homogen, sehingga metode separation
variabel tidak langsung digunakan. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi
berikut, untuk membuat PD menjadi homogen. Dalam hal ini variabel suhu
diuraikan menjadi dua bagian : penyelesaian steady state (future steady state) dan
simpanagn terhadap steady state, yaitu :
T(r,t) = T r y r t( ) ( , ) (4)
PD pada steady state dinyatakan :


1
02
2
r
d
dr
r
dT
dr
Q
Cp





   (5)
dan diintegralkan :
d r
dT
dr
Q
k
r dr2 2




   (6)
r
dT
dr
Q
k
r
C2
3
1
3
   (7)
pada pusat : C1 = 0, maka :
dT
dr
Q
k
r C
r
  
3
1
2
(8)
diintegralkan :
T r
Q
k
r
C( )   
2
2
6
(9)
Q
R
h
Q
k
R
C Tf
3 6
2
2   





 (10)
dimana : C
QR
h
QR
k
Tf2
2
3 6
   , pada keadaan steady state, t =  :
T r T
QR
h
QR
k
r
R
f( )    













3 6
1
2 2
(11)
Jika persamaan ini disubstitusikan ke persamaan awal dan kondisi batasnya :
MTK-2/56







y
t r r
r
y
r







1
2
2
(12)
r = 0;


y
r
 0 (13)
r = R;  k
y
r
hy


(14)
t = 0; y(r,0) = T0 - T r( ) (15)
dimana bagian steady menghilangkan Q dari pers. (5), pada batasan t  ,
digunakan variabel bebas tak berdimensi :
 
r
R
;dan 


t
R2
maka pers. (12) menjadi :

 





y y







1
2
2
(16)
  0;


y
 0 (17)
  1;


y
y Bi (18)
dimana : Bi =
hR
k
Sekarang persamaan untuk y dan kondisi batasnya, telah homogen, maka metode
pemisahan variabel dapat digunakan :
y t( , ) ( ) ( )     (19)
kita dapatkan :
1
2
2
2 








d
d
d
d
( )
   (20)
maka ada dua variabel yang harus diselesaikan :
1
02
2 2
 



 
d
d
d
d





   (21)
dan
d
d


  2
0 (22)
Pers. (21) diselesaikan dengan bantuan  = u()/, maka :
d u
d
u
2
2
2
0

  (23)
penyelesaiannya :
u A B( ) sin( ) cos( )   0 0 (24)
atau
 




( )
sin( ) cos( )
 A B0 0 (25)
Pers. (22) diselesaikan dengan :
MTK-2/57
   K exp( )2
(26)
jika  = 0, penyelesaian menjadi sederhana dengan C/ + D, maka penyelesaian
akhir adalah :
y A B
C
D 





   
sin( ) cos( )
exp( )




 

2
(27)
Pada pusat : B = C = 0 dan karena y  0 sebagaimana   , sehingga D =
0, maka :
y A( , )
sin( )
exp( ) 


   2
(28)
dengan   , diterapkan  = 1, menghasilkan :
sin () -  cos () = Bi sin() (29)
atau
n cot ( n ) - 1 = - Bi (30)
untuk Bi yang besar, menjadi sin (n) = 0, jadi n = n; (n = 0,1,2, ...).
Penyelesaian umumnya menjadi :
y An
n
n
n( , )
sin( )
exp( ) 
 

  


1
2
(31)
dengan menggunakan sifat orthogonal :
 T T QR
h
R
k
QR
k
Af n
n
n
0
2
2
1
1
3 6 6
  





  



 

sin( )
(32)
konstanta An adalah :
A d T T
QR
h
R
k
QR
k
n n n f        sin( ) sin( ) ( )   





 





 x 0
2
2
0
1
0
1
3
1
2 6
diintegralkan :
An
n n
n
1
2
1
2







sin( )cos( ) 

=  T T
QR
h
R
k
f
n n n
n
0 2
3
1
2
  


















sin( ) cos( )  

+
 QR
k
n n n n n
n
2 2 3
4
6
3 6 6    

  







sin( ) ( ) cos( )
Jadi penyelesaian umumnya adalah :
 
 y
T T
Bi
N
Bif
k
n
n
n
n
n
n
n
( , )
cos
cos sin( )
exp
  



 

 
0
2
2
1
2
2
1
1








 




dimana :
N
QR
k T T
hR
k
k
f


2
0( )
; Bi = .
MTK-2/58
Contoh 6 :
Perpindahan panas dua dimensi dalam keadaan steady :
R
T=f(x)
T=0T=0
x
y
0 a
b
C
Qx=x Qy=y
Qx=x+x
Qy=y+y
lebar =w
Penyelesaian :
P.D. yang menggambarkan fenomena perpindahan panas ini adalah :
Q k
T
x
w yx x
x x


  . . .


 dan Q k
T
y
w xy y
y y


  . . .



0 = Qx=x + Qy=y - Qx=x+x - Qy=y+y
0 =  




Q
x
x
Q
y
yx y
. .  = 






















k
T
x
w y
x
x
k
T
y
w x
y
y
. . .
.
. . .
.




0 = k w x y
T
x
k w x y
T
y
. . . . . . . .   



2
2
2






T
x
T
y2
2
2
0 
Ada tiga jenis problema untuk penyelesaian P.D. ini :
1. Problema Dirichlet : Bila T ditetapkan pada C
2. Problema Neuman : Bila turunan normal Tn ditetapkan pada C
3. Problema Campuran : Bila T ditetapkan pada sebagian dari C, sebagian yang
lain harga Tn ditetapkan.
Sebagai contoh untuk problema Dirichlet adalah :




T
x
T
y2
2
2
0  (5-1)
Kondisi batas : (5-2)
 T(x,0) = 0 dimana0 < x < a
MTK-2/59
 T(a,y) = 0 dimana0 < y < b
 T(x,b) = f(x) dimana 0 < x < a
 T(0,y) = 0 dimana 0 < y < b
Tahap 1 :
T(x,y) = F(x).G(y) (5-3)
Substitusi pers. (3) ke pers. (1) didapat : F”.G + F.G” = 0 atau
F
F
G
G
p
" "
    2
(5-4)
Pers. (4) dapat dipecah menjadi :
F” + p2
.F = 0 (5-5)
dan G” - p2
.G = 0 (5-6)
Tahap 2 :
 Penyelesaian pers. (5) :
F(x) = K1. cos (px) + K2.sin (px) (5-7)
Kondisi batas : F(0) = 0, F(a) = 0, dengan kondisi batas ini dan pers. (7) diperoleh
:
0 = K1 + 0  K1 = 0
dan 0 = K2.sin (pa)  pa = n. atau p = n./a, dimana : n = 1,2,3, ... .
Jadi penyelesaian pers. (5) : F x K
n x
a
n n( ) .sin
. .
 2

(5-8)
 Penyelesaian pers. (6) :
pers. (6) menjadi : G
n
a
G"
.
.





 

2
0 (5-9)
penyelesaiannya adalah : G y K e K en n
n
a
y
n
n
a
y
( ) . .
.
.
.
.
 

3 4
 
(5-10)
Dari kondisi batas : Gn(0) = 0 dan pers. (10) :
0 = K3n + K4n  K4n = -K3n
Sehingga, pers. (10) menjadi : G y K e en n
n
a
y
n
a
y
( ) .
.
.
.
.
 







3
 
= 2 3K
n y
a
n .sinh
. .
Maka : Tn(x,y) = Fn(x).Gn(y) = K
n x
a
K
n y
a
n n2 32.sin
. .
. .sinh
. . 
= A
n x
a
n y
a
n .sin
. .
.sinh
. . 
Tahap 3 :
T(x,y) = A
n x
a
n y
an
n .sin
. .
.sinh
. . 



1
(5-11)
pers. ini harus memenuhi kondisi batas :
T(x,b) = f(x) = A
n b
a
n x
an
n .sinh
. .
.sin
. . 








1
Deret ini adalah deret Fourier Sinus, sehingga :
A
n b
a a
f x
n x
a
dxn
a
.sinh
. .
( ).sin
. . 
 
2
0
MTK-2/60
 A
a
n b
a
f x
n x
a
dxn
a
 
2
0.sinh
. .
( ).sin
. .


(5-12)
Jadi penyelesaian problema ini adalah pers. (11) dimana An diperoleh dari pers.
(5-12).
Contoh 6 :
Sebuah paralel epipedum, kelima sisinya bersuhu T0 dan hanya pada sisi
bagian atas bersuhu T1 yang dipertahankan konstan (z = H). Dalam keadaan
steady state, distribusi suhu didalam benda ini, dirumuskan :
    2
2
2
2
2
2
2
0T
T
x
T
y
T
z






(6-1)
Tentukan distribusi suhu dalam paralel epipedum tsb. T(x,y,z).
Penyelesaian :
x
z
y
D
L
H
Tahap 1 :
Substitusi :  


T T
T T
0
1 0
(6-2)
ke pers. (1), sehingga menjadi :
 

 

 

2
2
2
2
2
2
0
x y z
   (6-3)
dengan kondisi batas :
 = 0 : x = 0, y  0, z  0 (6-4a)
 = 0 : x = L, y  0, z  0 (6-4b)
 = 0 : y = 0, x  0, z  0 (6-4c)
 = 0 : y = D, x  0, z  0 (6-4d)
 = 0 : z = 0, x  0, y  0 (6-4e)
 = 1 : z = L, x  0, y  0 (6-4f)
Pemisahan variabel :  = X(x). Y(y). Z(z) (5)
Sehingga pers. (3) menjadi :
MTK-2/61
X
X
Y
Y
Z
Z
" " "
   0 (6)
atau
X
X
Y
Y
Z
Z
a
" " "
     2
(7)
maka :    
X
X
a
Y
Y
b
" "2 2
(8)
sehingga terdapat 3 pemisahan variabel :
X” + b2
X = 0 (9a)
Y” + (a2
- b2
)Y = 0 (9b)
Z” - a2
Z = 0 (9c)
Tahap 2 :
Kemungkinan-kemungkinan penyelesaian, bila :
 a  b  0, maka : X = c1.cos (bx) + c2.sin (bx)
Y c a b y c a b y   3
2 2
4
2 2
.cos( . ) .sin( . )
Z = c5.cosh (az) + c6.sinh (az) . . . . . (10)
 a = b  0, maka : X = c1.cos (bx) + c2.sin (bx)
Y = c7 + c8.y
Z = c5.cosh (az) + c6.sinh (az) . . . . . (11)
 a = 0, b = 0, maka : X = c9 + c10.x
Y = c7 + c8.y
Z = c11 + c12.z . . . . . (12)
 a = 0, b  0, maka : X = c1.cos (bx) + c2.sin (bx)
Y = c13.cosh (by) + c14.sinh (by)
Z = c11 + c12.z . . . . . (13)
 a  0, b = 0, maka : X = c9 + c10.x
Y = c15.cos (ay) + c16.sin (ay)
Z = c5.cosh (az) + c6.sinh (az) . . . . . (14)
Dari kondisi batas :
 pers. (4a), dimana :  = 0, x = 0  X(0) = 0, maka :
c1 = 0
c9 = 0
 pers. (4b), dimana :  = 0, x = L  X(L) = 0, maka :
c10 = 0
b
n
L

.
 pers. (4c), dimana :  = 0, y = 0  Y(0) = 0, maka :
c3 = 0
c7 = 0
Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

7. hk.pertama termodinamika
7. hk.pertama termodinamika7. hk.pertama termodinamika
7. hk.pertama termodinamika
Habibur Rohman
 
Efek Panas- Thermodinamika
Efek Panas- ThermodinamikaEfek Panas- Thermodinamika
Efek Panas- Thermodinamika
Fadhly M S
 
Termodinamika 1 lanjutan
Termodinamika 1 lanjutanTermodinamika 1 lanjutan
Termodinamika 1 lanjutan
APRIL
 
Termodinamika kimia (pertemuan 1)
Termodinamika kimia (pertemuan 1)Termodinamika kimia (pertemuan 1)
Termodinamika kimia (pertemuan 1)
Utami Irawati
 
Pertemuan ke 6dan-7_neraca_massa
Pertemuan ke 6dan-7_neraca_massaPertemuan ke 6dan-7_neraca_massa
Pertemuan ke 6dan-7_neraca_massa
Khoridatun Nafisah
 
Kesetimbangan uap cair
Kesetimbangan uap cairKesetimbangan uap cair
Kesetimbangan uap cair
Ryan Tito
 

La actualidad más candente (20)

7. hk.pertama termodinamika
7. hk.pertama termodinamika7. hk.pertama termodinamika
7. hk.pertama termodinamika
 
Atk 1 pertemuan 1 dan 2
Atk 1 pertemuan 1 dan 2Atk 1 pertemuan 1 dan 2
Atk 1 pertemuan 1 dan 2
 
Efek Panas- Thermodinamika
Efek Panas- ThermodinamikaEfek Panas- Thermodinamika
Efek Panas- Thermodinamika
 
Fenomena perpindahan
Fenomena perpindahanFenomena perpindahan
Fenomena perpindahan
 
7 energi bebas gibbs
7 energi bebas gibbs7 energi bebas gibbs
7 energi bebas gibbs
 
Kimia fisika
Kimia fisikaKimia fisika
Kimia fisika
 
Aplikasi alat penukar Ion
Aplikasi alat penukar IonAplikasi alat penukar Ion
Aplikasi alat penukar Ion
 
Laporan Sedimentasi
Laporan SedimentasiLaporan Sedimentasi
Laporan Sedimentasi
 
Batch Reactor
Batch ReactorBatch Reactor
Batch Reactor
 
Termodinamika 1 lanjutan
Termodinamika 1 lanjutanTermodinamika 1 lanjutan
Termodinamika 1 lanjutan
 
Adsorpsi
AdsorpsiAdsorpsi
Adsorpsi
 
DASAR PSIKROMETRIK
DASAR PSIKROMETRIKDASAR PSIKROMETRIK
DASAR PSIKROMETRIK
 
Termodinamika kimia (pertemuan 1)
Termodinamika kimia (pertemuan 1)Termodinamika kimia (pertemuan 1)
Termodinamika kimia (pertemuan 1)
 
5 kapasitas panas (termodinamika)
5 kapasitas panas (termodinamika)5 kapasitas panas (termodinamika)
5 kapasitas panas (termodinamika)
 
perancangan proses kimia
perancangan proses kimiaperancangan proses kimia
perancangan proses kimia
 
Leaching
LeachingLeaching
Leaching
 
Pertemuan ke 6dan-7_neraca_massa
Pertemuan ke 6dan-7_neraca_massaPertemuan ke 6dan-7_neraca_massa
Pertemuan ke 6dan-7_neraca_massa
 
Kinetika reaksi
Kinetika reaksiKinetika reaksi
Kinetika reaksi
 
Pengertian gas ideal dan gas nyata
Pengertian gas ideal dan gas nyataPengertian gas ideal dan gas nyata
Pengertian gas ideal dan gas nyata
 
Kesetimbangan uap cair
Kesetimbangan uap cairKesetimbangan uap cair
Kesetimbangan uap cair
 

Similar a Matematika teknik kimia_2

termodinamikasli sman 1 termodinamika.ppt
termodinamikasli sman 1 termodinamika.ppttermodinamikasli sman 1 termodinamika.ppt
termodinamikasli sman 1 termodinamika.ppt
HernandaNajmudin
 
Soal kimia tingkat kabupaten untuk smp riko & bagas
Soal kimia tingkat kabupaten untuk smp riko & bagasSoal kimia tingkat kabupaten untuk smp riko & bagas
Soal kimia tingkat kabupaten untuk smp riko & bagas
Rico L P U
 
Kalor dan Perubahan Kalor.pptx
Kalor dan Perubahan Kalor.pptxKalor dan Perubahan Kalor.pptx
Kalor dan Perubahan Kalor.pptx
rosa yani
 
Soal kimia muhammad buston a
Soal kimia muhammad buston aSoal kimia muhammad buston a
Soal kimia muhammad buston a
ardyardlya
 
Latihan un kimia skl khusus
Latihan un kimia skl khususLatihan un kimia skl khusus
Latihan un kimia skl khusus
dasi anto
 
Soal Kimia Kelas XI Semester 1
Soal Kimia Kelas XI Semester 1Soal Kimia Kelas XI Semester 1
Soal Kimia Kelas XI Semester 1
Arsyi Nurani
 
Model matematika
Model matematikaModel matematika
Model matematika
dwi110892
 
display-flipchartsuhukalor-160618070233 (1).pptx
display-flipchartsuhukalor-160618070233 (1).pptxdisplay-flipchartsuhukalor-160618070233 (1).pptx
display-flipchartsuhukalor-160618070233 (1).pptx
WahyuYulianto12
 
Bab 6 Hubungan Energi dalam Reaksi Kimia
Bab 6 Hubungan Energi dalam Reaksi KimiaBab 6 Hubungan Energi dalam Reaksi Kimia
Bab 6 Hubungan Energi dalam Reaksi Kimia
Jajang Sulaeman
 

Similar a Matematika teknik kimia_2 (20)

teori relativitas
teori relativitasteori relativitas
teori relativitas
 
teori kinetik gas
teori kinetik gasteori kinetik gas
teori kinetik gas
 
termodinamikasli sman 1 termodinamika.ppt
termodinamikasli sman 1 termodinamika.ppttermodinamikasli sman 1 termodinamika.ppt
termodinamikasli sman 1 termodinamika.ppt
 
Soal kimia tingkat kabupaten untuk smp riko & bagas
Soal kimia tingkat kabupaten untuk smp riko & bagasSoal kimia tingkat kabupaten untuk smp riko & bagas
Soal kimia tingkat kabupaten untuk smp riko & bagas
 
13-Reaktor Fixed Bed R-01
13-Reaktor Fixed Bed R-0113-Reaktor Fixed Bed R-01
13-Reaktor Fixed Bed R-01
 
Kalor dan Perubahan Kalor.pptx
Kalor dan Perubahan Kalor.pptxKalor dan Perubahan Kalor.pptx
Kalor dan Perubahan Kalor.pptx
 
03 a termo2
03 a termo203 a termo2
03 a termo2
 
Soal kimia muhammad buston a
Soal kimia muhammad buston aSoal kimia muhammad buston a
Soal kimia muhammad buston a
 
Latihan un kimia skl khusus
Latihan un kimia skl khususLatihan un kimia skl khusus
Latihan un kimia skl khusus
 
Rangkuman ipa fisika 1 smp
Rangkuman ipa fisika 1 smpRangkuman ipa fisika 1 smp
Rangkuman ipa fisika 1 smp
 
Soal Kimia Kelas XI Semester 1
Soal Kimia Kelas XI Semester 1Soal Kimia Kelas XI Semester 1
Soal Kimia Kelas XI Semester 1
 
Model matematika
Model matematikaModel matematika
Model matematika
 
Soal termodinamika serta pembahsan
Soal termodinamika serta pembahsanSoal termodinamika serta pembahsan
Soal termodinamika serta pembahsan
 
PPT Suhu dan Kalor
PPT Suhu dan KalorPPT Suhu dan Kalor
PPT Suhu dan Kalor
 
2284419
22844192284419
2284419
 
Sesi 2 konveksi
Sesi 2  konveksiSesi 2  konveksi
Sesi 2 konveksi
 
display-flipchartsuhukalor-160618070233 (1).pptx
display-flipchartsuhukalor-160618070233 (1).pptxdisplay-flipchartsuhukalor-160618070233 (1).pptx
display-flipchartsuhukalor-160618070233 (1).pptx
 
Bab 6 Hubungan Energi dalam Reaksi Kimia
Bab 6 Hubungan Energi dalam Reaksi KimiaBab 6 Hubungan Energi dalam Reaksi Kimia
Bab 6 Hubungan Energi dalam Reaksi Kimia
 
UMPTN Fisika 2002 region I Kode 121
UMPTN Fisika 2002 region I Kode 121UMPTN Fisika 2002 region I Kode 121
UMPTN Fisika 2002 region I Kode 121
 
Termodinamika
TermodinamikaTermodinamika
Termodinamika
 

Último

Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get CytotecAbortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion pills in Riyadh +966572737505 get cytotec
 
Jual Obat Aborsi Batam ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik Jual Ob...
Jual Obat Aborsi Batam ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik Jual Ob...Jual Obat Aborsi Batam ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik Jual Ob...
Jual Obat Aborsi Batam ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik Jual Ob...
Jual Obat Aborsi Batam ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953
 
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
VinaAmelia23
 
Obat Aborsi Sungai Penuh 082223109953 Jual Cytotec Asli Di Sungai Penuh
Obat Aborsi Sungai Penuh 082223109953 Jual Cytotec Asli Di Sungai PenuhObat Aborsi Sungai Penuh 082223109953 Jual Cytotec Asli Di Sungai Penuh
Obat Aborsi Sungai Penuh 082223109953 Jual Cytotec Asli Di Sungai Penuh
Obat Aborsi Sungai Penuh 082223109953 Jual Cytotec Asli
 
obat aborsi Pangkal pinang Wa 082223109953 Jual obat aborsi Cytotec asli Di P...
obat aborsi Pangkal pinang Wa 082223109953 Jual obat aborsi Cytotec asli Di P...obat aborsi Pangkal pinang Wa 082223109953 Jual obat aborsi Cytotec asli Di P...
obat aborsi Pangkal pinang Wa 082223109953 Jual obat aborsi Cytotec asli Di P...
obat aborsi Pangkal pinang 082223109953 Jual obat aborsi
 
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptxPresentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
yoodika046
 
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufakturBahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
AhmadAffandi36
 
Obat Aborsi jakarta WA 082223109953 Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Di jakarta
Obat Aborsi jakarta WA 082223109953  Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Di jakartaObat Aborsi jakarta WA 082223109953  Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Di jakarta
Obat Aborsi jakarta WA 082223109953 Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Di jakarta
Obat Aborsi jakarta WA 082223109953 Cytotec Asli Di jakarta
 
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptxppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
Arisatrianingsih
 
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
ssupi412
 

Último (20)

Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get CytotecAbortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
 
Jual Obat Aborsi Batam ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik Jual Ob...
Jual Obat Aborsi Batam ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik Jual Ob...Jual Obat Aborsi Batam ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik Jual Ob...
Jual Obat Aborsi Batam ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik Jual Ob...
 
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptxUTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
 
PPT AHLI MADYA BANGUNAN GEDUNGggggg.pptx
PPT AHLI MADYA BANGUNAN GEDUNGggggg.pptxPPT AHLI MADYA BANGUNAN GEDUNGggggg.pptx
PPT AHLI MADYA BANGUNAN GEDUNGggggg.pptx
 
Gambar Rencana TOYOMARTO KETINDAN Malang jawa timur.pdf
Gambar Rencana TOYOMARTO KETINDAN Malang jawa timur.pdfGambar Rencana TOYOMARTO KETINDAN Malang jawa timur.pdf
Gambar Rencana TOYOMARTO KETINDAN Malang jawa timur.pdf
 
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
 
Obat Aborsi Sungai Penuh 082223109953 Jual Cytotec Asli Di Sungai Penuh
Obat Aborsi Sungai Penuh 082223109953 Jual Cytotec Asli Di Sungai PenuhObat Aborsi Sungai Penuh 082223109953 Jual Cytotec Asli Di Sungai Penuh
Obat Aborsi Sungai Penuh 082223109953 Jual Cytotec Asli Di Sungai Penuh
 
PPT PELAKSANA LAPANGAN PERPIPAAN MADYA - IWAN SYAHRONI.pptx
PPT PELAKSANA LAPANGAN PERPIPAAN MADYA - IWAN SYAHRONI.pptxPPT PELAKSANA LAPANGAN PERPIPAAN MADYA - IWAN SYAHRONI.pptx
PPT PELAKSANA LAPANGAN PERPIPAAN MADYA - IWAN SYAHRONI.pptx
 
obat aborsi Pangkal pinang Wa 082223109953 Jual obat aborsi Cytotec asli Di P...
obat aborsi Pangkal pinang Wa 082223109953 Jual obat aborsi Cytotec asli Di P...obat aborsi Pangkal pinang Wa 082223109953 Jual obat aborsi Cytotec asli Di P...
obat aborsi Pangkal pinang Wa 082223109953 Jual obat aborsi Cytotec asli Di P...
 
Gambar kerja TUREN KETAWANG malang jawa timur.pdf
Gambar kerja TUREN KETAWANG malang jawa timur.pdfGambar kerja TUREN KETAWANG malang jawa timur.pdf
Gambar kerja TUREN KETAWANG malang jawa timur.pdf
 
Kalor dan Perpindahan Kalor presentasi.ppt
Kalor dan Perpindahan Kalor presentasi.pptKalor dan Perpindahan Kalor presentasi.ppt
Kalor dan Perpindahan Kalor presentasi.ppt
 
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptxPresentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
 
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufakturBahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
 
perbedaan jalan raya dan rel bahasa Indonesia.pptx
perbedaan jalan raya dan rel bahasa Indonesia.pptxperbedaan jalan raya dan rel bahasa Indonesia.pptx
perbedaan jalan raya dan rel bahasa Indonesia.pptx
 
Pengujian (hipotesis) pak aulia ikhsan dalam ilmu statistika
Pengujian (hipotesis) pak aulia ikhsan dalam ilmu statistikaPengujian (hipotesis) pak aulia ikhsan dalam ilmu statistika
Pengujian (hipotesis) pak aulia ikhsan dalam ilmu statistika
 
Pengeloaan Limbah NonB3 KLHK-Upik-090921.pdf
Pengeloaan Limbah NonB3 KLHK-Upik-090921.pdfPengeloaan Limbah NonB3 KLHK-Upik-090921.pdf
Pengeloaan Limbah NonB3 KLHK-Upik-090921.pdf
 
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Bangun air Limbah Permukiman Madya
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Bangun air Limbah Permukiman MadyaPelaksana Lapangan Pekerjaan Bangun air Limbah Permukiman Madya
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Bangun air Limbah Permukiman Madya
 
Obat Aborsi jakarta WA 082223109953 Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Di jakarta
Obat Aborsi jakarta WA 082223109953  Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Di jakartaObat Aborsi jakarta WA 082223109953  Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Di jakarta
Obat Aborsi jakarta WA 082223109953 Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Di jakarta
 
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptxppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
 
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
 

Matematika teknik kimia_2

  • 1. MATEMATIKA TEKNIK KIMIA 2 Prof. Ali Altway, Dr. Tantular Nurtono Pustaka : 1. Mickley, T.S. Sherwood, C.E. Reed,"Applied Mathematics in Chemical Engineering", McGraw Hill, 2nd. ed., New York, 1975. 2. Jonson, G.V. Jeffreys,"Mathematical Methods in Chemical Engineering", Academic Press, 2nd. Ed., London, 1977. 3. Richard G. Rice, Duong D. Do,”Applied Mathematics and Modeling for Chemical Engineers”, John Wiley & Sons, 1995. Materi : 1. Perumusan Matematika untuk Persoalan-persoalan Fisik dan Kimia. 2. Penyelesaian Persamaan Differensial Biasa Secara Deret. 3. Fungsi-Fungsi Khusus. 4. Deret Fourier. 5. Persamaan Differensial Parsial.
  • 2. MTK-2/1 BAB I Perumusan Matematika untuk Persoalan-persoalan Fisik dan Kimia I. Perumusan Matematika. Ilmu-ilmu terapan hampir seluruhnya memerlukan pelaksanaan percobaan dan menginterpretasikan hasil percobaannya. Cara yang banyak diminati adalah dilaksanakan secara kuantitaif dengan melakukan pengukuran yang akurat dari variabel-variabel sistem, kemudian data hasil pengukuran ini dianalisa (diolah) dan dibuat korelasinya, atau dilaksanakan secara kualitatif dengan menyelidiki perilaku umum sistem yang dinyatakan sebagai suatu variabel yang mempengaruhi variabel yang lain. Bila suatu penyelidikan kuantitatif akan dilaksanakan maka perlu dibuat model matematik untuk sistemnya sebelum melakukan eksperimen, karena model matematis ini bisa mempengaruhi jalannya eksperimen. Perumusan model matematika suatu sistem atau proses dibutuhkan juga pada perancangan peralatan-peralatan, misalnya menara distilasi, menara absorbsi, reaktor, ekstraktor, dsb. Pembentukan model matematika suatu sistem (proses) dilakukan melalui tiga tahap dasar yaitu : 1. Mengubah dari proses fisik/kimia menjadi bahasa matematika, sehingga didapat suatu persamaan matematis. 2. Menyelesaikan persamaan matematis yang diperoleh 3. Menginterpretasikan hasil penyelesaian yang diperoleh ke dalam istilah-istilah fisik/kimia. atau digambarkan sbb. : Proses fisik/kimia Jelas mekanismenya Perumusanmatematis/modelling berupa PD/pers. aljabar/transendental Penyelesaianrumusan/model matematika Interpretasi hasil penyelesaiandalamistilah-istilahfisik/kimia
  • 3. MTK-2/2 II. Hukum-hukum dasar yang dipakai. 1. Hukum Kekekalan : a. massa : 1. overall : laju akumulasi massa dalam sistem =laju massa masuk ke sistem - laju massa keluar dari sistem 2. komponen : laju akumulasi mssa komponen i dalam sistem = laju massa komponen i masuk ke sistem - laju massa komponen i keluar dari sistem + laju massa komponen i yang timbul dalam sistem - laju massa komponen i yang terpakai dalam sistem b. energi : laju akumulasi energi dalam sistem = laju energi masuk ke sistem - laju energi keluar dari sistem + laju energi yang timbul dalam sistem - laju energi yang terpakai dalam sistem c. momentum : laju akumulasi i momentum dalam sistem = laju i momentum i masuk ke sistem - laju i momenutm keluar dari sistem + gaya-gaya ke arah i yang bekerja dalam sistem 2. Hukum untuk proses kecepatan : a. perpindahan panas : 1. konduksi : Q = -k.A.T/x (hk. Fourier), dimana : k = thermal konduktifity A = luas perpindahan panas T/x = gradien suhu ke arah x 2. konveksi antar fasa : Q = h.A.(TS - Tf), dimana : h = koeffisien perpindahan panas A = luas perpindahan panas (TS Tf) = perbedaan suhu antara permukaan dengan badan fluida b. perpindahan massa 1. secara molekuler (diffusi) : Ni = -Di.S. Ci (hk. Fick), dimana : Di = koeffisien diffusi komponen i S = luas perpindahan massa Ci = gradien konsentrasi komponen i 2. antar fasa : Ni = Kc.S.(Cs - Cb), dimana : Kc = koeffisien perpindahan massa Cs = konsentrasi komponen i di permukaan Cb = konsentrasi komponen i di badan fluida c. perpindahan momentum : (secara molekuler) :
  • 4. MTK-2/3 xy = -.Vx/y (hk. newton untuk viskositas), dimana : xy = fluks perpindahan x momentum ke arah y Vx = kecepatan ke arah x  = viskositas d. reaksi kimia : aA + bB  cC kecepatan A bereaksi dinyatakan dengan :  r k C CA A B. .  mol A bereaksi/(volume . waktu), dimana : k = konstanta kecepatan reaksi  = orde reaksi terhadap A  = orde reaksi terhadap B 3. Hukum kesetimbangan : a. kesetimbangan fasa : uap-cair, cair-cair, gas/uap-padat, cair-padat b. kesetimbangan kimia : aA + bB  cC, maka K =       C C C C c A a B b . III. Contoh Soal. A. Hk. Kekekalan Massa. 1. Dua buah tangki (masing-masing 100 l), mula-mula penuh dengan larutan garam berkonsentrasi 20 gr/l. Ke dalam tangki I dialirkan air dengan laju 5 l/min, dan pada saat yang sama dikeluarkan dari tangki I, larutan dengan laju 8 l/min ke tangki II. Dari tangki II dikeluarkan larutan dengan laju 8 l/min, dimana 3 l/min ke tangki I dan 5 l/min dibuang. Tentukan konsentrasi garam (gr/l) di tangki I dan II sebagai fungsi waktu. Asumsi  sama diseluruh aliran. Jawab : I II V1 dan C1 V2 dan C2 air 5 l/min lar. 3 l/min lar 8 l/min lar. 5 l/min Tangki I : neraca massa total : akumulasi = input - output  d V dt 1 5 3 8 .        dV dt 1 0  V1 konstan = 100 l neraca massa garam : akumulasi = input - output
  • 5. MTK-2/4  d V C dt C C1 1 2 150 3 8 . .    C dV dt V dC dt C C1 1 1 1 2 13 8    100 3 81 2 1 dC dt C C  (1) Tangki II : neraca massa total : akumulasi = input - output   dV dt 2 0  V2 konstan = 100 l neraca massa garam : akumulasi = input - output  d V C dt C C2 2 1 28 8 .    C dV dt V dC dt C C2 2 2 2 1 28 8    100 8 82 1 2 dC dt C C   C C dC dt 1 2 2 125  . (2) Pers. (2) didefferensialkan : dC dt dC dt d C dt 1 2 2 2 2 125  . (3) Substitusi pers.(2) + (3) ke pers. (1) : 100 1250 3 8 1002 2 2 2 2 2 2dC dt d C dt C C dC dt      1250 200 5 0 2 2 2 2 2 d C dt dC dt C    250 40 0 2 2 2 2 2 d C dt dC dt C   , diselesaikan dengan P.D. linier tereduksi tingkat n  250 m2 + 40 m + 1 = 0, diperoleh m1 = -0.031 dan m2 = -0.129, maka penyelesaiannya adalah : C2 = K1.e-0.031 t + K2.e-0.129 t (4) tt eKeK dt dC 129.0 2 031.0 1 2 .129.0..031.0   (5) Kondisi awal, t = 0 : - pers. (4) 20 = K1 + K2 - pers. (5) 0 = -0.031 K1 - 0.129 K2 dari kedua persamaan ini didapat harga K1 = 26.33 dan K2 = -6.33, jadi penyelesaian untuk tangki II adalah : C2 = 26.326.e-0.031 t - 6.33.e-0.129 t (6) Substitusi pers. (5) + (6) ke pers. (2) : C1 = 26.33.e-0.031 t - 6.33.e-0.129 t + 12.5(-0.031.26.33.e-0.031 t + 0.129.6.33.e-0.129 t ) = 16.e-0.031 t + 3.875.e-0.129 t Dengan cara Transformasi Laplace : 100 3 81 2 1 dC dt C C  , dilakukan transformasi Laplace :
  • 6. MTK-2/5    100 3 81 2 1. . .L dC dt L C L C          100 0 20 3 81 1 2 1s C s C C s C s. ~ ( ) ( ) . ~ ( ) . ~ ( )          ( . ) ~ ( ) . ~ ( )100 8 3 20001 2s C s C s   (1) 100 8 82 1 2 dC dt C C  , dilakukan transformasi Laplace :    100 8 82 1 2. . .L dC dt L C L C          100 0 20 8 82 2 1 2s C s C C s C s. ~ ( ) ( ) . ~ ( ) . ~ ( )             8 100 8 20001 2. ~ ( ) ( . ) ~ ( )C s s C s (2) Penyelesaian pers. (1) dan (2) : ~ ( ) ( . ) ( . ) ( . ) . . . . . . . ( . )( . ) C s s s s s s s s s s 1 2 2000 3 2000 100 8 100 8 3 8 100 8 20 2 2 016 0 004 20 2 2 0129 0 031                C L s s 1 1 3875 0129 16 0031            . ( . ) ( . ) 16.e-0.031 t + 3.875.e-0.129 t ~ ( ) ( . ) ( . ) ( . ) . . . . . . . ( . )( . ) C s s s s s s s s s s 2 2 100 8 2000 8 2000 100 8 3 8 100 8 20 32 016 0 004 20 32 0129 0 031                C L s s 2 1 633 0129 2633 0031             . ( . ) . ( . ) 26.326.K1.e-0.031 t - 6.33.K2.e-0.129 t 2. 5 m3 /jam larutan yang berisi reaktan A dengan konsentrasi 2 kgmol/m3 untuk reaktor alir berpengaduk yang mula-mula berisi pelarut murni 2 m3 . Dalam reaktor terjadi reaksi peruraian : A  R + S (reaksi order 1 irreversible). Dari reaktor keluar larutan dengan laju alir 5 m3 /jam. a. Tentukan persamaan yang menyatakan konsentrasi A (CA) sebagai fungsi waktu (t), dimana k = 6/jam. b. Tentukan waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi A dalam cairan keluar reaktor mencapai 0.518 kgmol/m3 . Pada saat itu tentukan CR dan CS. c. Bila keadaan mantap tercapai, tentukan CA yang keluar reaktor. Jawab : Asumsi :  sama diseluruh aliran.
  • 7. MTK-2/6 A5 m3 /jam 2 kgmol/m3 A R S 5 m3 /jam V a. rA =- k. jam 1 CA 3 A m kgmol = -6.CA jamm kgmol . A 3 neraca massa total : akumulasi = input - output    dV dt   5 5 0 , V konstan = 2 m3 neraca massa komponen A : akumulasi = input - output   VrC dt CVd AA A ..52.5 .   2 10 5 6 2 10 17 dC dt C C CA A A A     . ( . . )  2 10 17  C dC dt A A , diintegralkan : 2 10 170 0  C dC dt A A C tA     2 17 10 17 0 ln( )C tA CA  ln . 10 17 10 85         C tA  1-1,7CA = e-8.5t   C eA t   1 17 1 8 5 . . kgmol/m3 b.  0518 1 17 1 8 5 . . .    e t   t    1 85 1 17 0518 . ln . .. = 0.25 jam. neraca massa komponen R :   RAAR R CCVrC dt CVd 512..50.5 .        ARARAR R ARRR R CCVkCCVrC dt CVd rranaVrC dt CVd 12555 . ,:dim;..50.5 .    2 12 1 17 1 58 5dC dt e CR t R   . . ( ).  dC dt C e x e t R R t     25 6 17 1 25 8 5 . . ( ) . .
  • 8. MTK-2/7  e t dC dt e tC e t eR R t25 25 25 6 17 25 1 8 5. . . . . ( ).      d e t C dt e t e R t 25 6 17 25 6 . . . ( . )        ,diintegralkan : d e t C e t e dtR e C t t t R 25 0 6 17 25 0 2 5 6. . . ( . ) . .          e t C e t e kR t25 6 17 1 25 25 1 6 6. . . ( . . )   , t = 0  CR = 0  0 6 17 1 25 1 6 2      . ( . ) k k , maka : C e e t R t    6 17 1 25 1 6 2 258 5 . ( . ) . .. , Saat t = 0.25  CR = 0.4115 kgmol/m3 , dan dari pers. reaksi CS = CR = 0.4115 kgmol/m3 . c. Keadaan mantap tercapai saat t = , maka CA = 1 17 1 0 . ( ) = 0.588 kgmol/m3 . 3. Reaksi peruraian zat A menjadi B, dalam reaktor bertekanan yang ishotermal dirumuskan sebagai 2A  B. Reaksi ini irreversibel dan mengikuti kinetika reaksi order 2, dengan konstanta kecepatan reaksi 1000 ft3 /(lbmol.menit). Reaktor beroperasi pada suhu 800 o F dan tekanan 3 atm yang dijaga tetap, dimana gas A murni masuk dengan laju alir 1 lbmol/menit. Karena suhu operasi yang rendah, dianggap tidak ada reaksi didalam sistem perpipaan, dan kedua gas mengikuti sifat gas ideal. a. Pada keadaan steady state, gas keluar reaktor mengandung 1/3 bagian gas B, tentukan volume reaktor tersebut. b. Setelah keadaan steady tercapai, tiba-tiba valve keluar reaktor ditutup dan laju alir gas A diatur agar tekanan di dalam reaktor tetap 3 atm. Tentukan waktu yang diperlukan mulai valve ditutup sampai konsentrasi B di dalam reaktor 9/10 bagian. Jawab : a./ Feed A Product A, B P = 3 atm T = 800 o F
  • 9. MTK-2/8 rA = -kC 2A  B awal nAo 0 reaksi nAo.x 0.5 nAo.x akhir nAo.(1- x) 0.5 nAo.x (x = konversi reaksi) Jumlah mol gas di dalam reaktor = nAo.(1- x) + 0.5 nAo.x = nAo.(1- 0.5 x) Konsentrasi gas A di dalam reaktor = (1 - 1/3) = 2/3 = nAo.(1- x)/(nAo.(1- 0.5 x)) = (1 - x)/(1 - 0.5 x) 3 - 3x = 2 - x 1 = 2x , maka x = 0.5 nA = nAo(1 - x) = 1(1 - 0.5) = 0.5 Neraca massa komponen A di dalam reaktor : dnA/dt = nAo - nA – k(nA/V)2 v dnA/dt = nAo - nA - knA 2 /V (steady state) 0 = 1 - 0.5 - 1000 . 0.52 /V ====> V = 500 ft3 b./ Feed A P = 3 atm T = 800 o F V = 500 ft3 P n P V R T    . . . 3 163034 . 500 0.7302 . 1260 lbmol nA = 0.1 x 1.63034 = 0.163 lbmol neraca massa komponen A : dn dt k n V k n V dn dt k n V A A A A A       . . . . .2 2 2 1 2 1 2  dt V k dn n t A A0 2 0 5 0 163 2    . . . .  t V k nA                 2 1 2 1 0163 1 05 4135 0 5 0 163 . . . . . . . . 500 1000 min B. Hk. Kekekalan Energi. 1. Perpindahan panas ke suatu dinding semi infinite. Suatu slab yang luasnya tak berhingga, mula-mula pada suhu T0 di semua bagian. Tiba-tiba salah satu permukaan slab dikontakkan pada cairan panas bersuhu Ts terus-menerus. Jabarkan P.D. yang menggambarkan peristiwa perpindahan panasnya.
  • 10. MTK-2/9 Jawab : x q k S T x x x x x x     . .   X Ts T0 . . .q k S T x x x x x x x x          Asumsi :  konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan.  arah perambatan panas hanya pada arah x.  k dan Cp tak tergantung suhu. Neraca panas pada elemen setebal x : akumulasi = input - output        Q t k S T x k S T xx x x x x              . . . .          m C T t k S T x k S T x p x x x x x . . . . . .                          . . . .( . . . . S x C T T t k S T x k S T x p ref x x x x x                           . . . . . . . . .S x C T t k S T x k S T x k S x T x p     2 2         . . . . .S x C T t k S x T x p  2 2       T t k C T xp  . 2 2       T t T x  2 2 2 Untuk menyelesaikan diperlukan batasan masalah sbb. : - t = 0 : 0  x  L  T = T0 - t > 0 : x = 0  T = Ts dan x =   T = T0. 2. Suatu batang silinder logam yang ke-2 ujungnya terisolasi, mula-mula pada suhu T0 di semua bagian, dan berjari-jari a. Tiba-tiba silinder ini dimasukkan ke dalam oven pada suhu Ts. Dianggap sejak saat itu suhu permukaan silinder selalu bersuhu Ts. Jabarkan P.D. yang menggambarkan peristiwa perpindahan panasnya. Jawab :
  • 11. MTK-2/10 a r L r rrr T Lrk    ....2. rrrr T Lrk     ....2. Asumsi :  konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan.  arah perambatan panas hanya pada arah r.  k dan Cp tak tergantung suhu. Neraca panas pada elemen setebal r : akumulasi = input - output rrrrr r T Lrk r T Lrk t Q                  ....2.....2.    rrrrr p r T Lrk r T Lrk t TCm                   ....2.....2. ..     rrrrr refp r T Lrk r T Lrk t TTCrLr                   ....2.....2. ......2.                   . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 2 2 2r L x C T t k r L T r k r L T r L r k r T r r p                     . . . . . . . . . . . 2 2r L r C T t L r k r T r r p              . . . . C T t r k r T r r p     1           r T rr T k t T Cp      . 1 ... 2 2           r T rr T C k t T p     . 1 . . 2 2           r T rr T t T      . 1 . 2 2 2 Untuk menyelesaikan diperlukan batasan masalah sbb. :
  • 12. MTK-2/11 - t = 0 : 0  r  a  T = T0 - t > 0 : r = a  T = Ts. 3. Suatu bola terbuat dari logam dengan jari-jari a, yang mula-mula bersuhu T0. Tiba-tiba bola ini dimasukkan ke dalam cairan pada suhu Ts. Dianggap sejak saat itu suhu permukaan bola selalu tetap pada Ts. Jabarkan PD yang menyatakan distribusi suhu di dalam bola. Jawab : r    k r T r r r r .( . . ).4 2       k r T r r r .( . . ).4 2    r Asumsi :  konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan.  arah perambatan panas hanya pada arah r.  k dan Cp tak tergantung suhu. Neraca panas pada elemen setebal r : akumulasi = input - output              4 4 4 2 2 2 . . . . . .( ) . . . . . . . . r r Cp T T t k r T r k r T r ref r r r r r                        T t r T r T r         2 2 2 2 . . Untuk menyelesaikan diperlukan batasan masalah sbb. : - t = 0 : 0  r  a  T = T0 - t > 0 : r = a  T = Ts. IV. Soal-Soal.
  • 13. MTK-2/12 1. Diinginkan untuk menghasilkan suatu zat B dari bahan baku A didalam reaktor tangki teraduk dengan volume efektif V m3 . Bila Q m3 /detik suatu larutan A dengan konsentrasi Co dialirkan ke reaktor yang semula kosong, dan reaksi yang terjadi dalam reaktor : A B C K K K 1 2 3      dimana semua reaksi berorder 1. Jabarkan PD yang menunjukkan jumlah mol B didalam reaktor sebelum cairan tumpah. 2. Suatu aliran liquida dengan densitas, , dan panas jenis, Cp, mengalir melalui pipa dengan jari-jari dalam, a m. Kecepatan linier cairan didalam, U m/jam. Dinding pipa dipertahankan pada suhu, T1 o C, dan suhu liquida masuk, T0 o C, (T1 > T0). Koeffisien perpindahan panas secara konveksi pada dinding pipa, h kcal/(m2 .jam.o C). Konduksi didalam cairan diabaikan dan perubahan suhu ke arah radial diabaikan. Pada keadaan steady state : a. Tunjukkan PD yang menggambarkan peristiwa perpindahan panas di dalam cairan. b. Tentukan kondisi batas PD pada soal a). c. Bila diketahui : Cp = 1 kcal/(m2 .jam.o C)  = 1000 kg/m3 U = 6000 m/jam a = 0.025 m L = panjang pipa = 5 m T0 = 40 o C T1 = 100 o C h = 500 kcal/(m2 .jam.o C) tentukan suhu cairan keluar pipa. 3. Turunkan distribusi suhu pada keadaan steady state pada suatu silinder berongga dengan jari-jari dalam, r = a, dan jari-jari luar, r = b. Pada badan silinder yang bersuhu seragam dan selalu tetap, T, terdapat sumber panas, yang mengalir secara radial sebagai fungsi jari-jari dengan kecepatan Q(r) = Q0.r, dan konduktifitas panas bahan silinder berubah menurut fungsi waktu, k = k0.r, dimana Q0 dan k0 adalah konstanta. Permukaan batas dalam suhunya dijaga 0, pada permukaan batas luar terjadi perpindahan panas secara konveksi ke udara sekitarnya yang bersuhu Ts, dengan koeffisien perpindahan panas, h. 4. Sebuah metal berpenampang segi empat dengan lebar 3 inchi dan tebal 0.2 inchi) dan panjang 4 ft. Pada salah satu ujungnya dipanaskan pada suhu tetap 600 o F. Permukaan samping metal diisolasi. Anggap keadaan steady. Hitung suhu pada ujung-ujung lain dari metal bila diketahui : suhu ruangan : 86 o F, k = 200 Btu/jam.ft2 /ft.o F, h = 8 Btu/jam.ft2 .o F.
  • 14. MTK-2/13 Qin Qout Qout Qout 4" 0.2" 3" 5. Oksigen cair produksi PT. Aneka Gas Industri disimpan dalam tangki berbentuk bola, yang berventilasi ke udara atmosfer. Jari-jari dalam tangki, r = r0, bersuhu T0, dan jari-jari luar, r = r1, bersuhu T1. Kondutifitas panas bahan tangki tergantung dari suhu, dengan fungsi sbb. : k = k0 + (k1 - k0).((T - T0)/(T1 - T0)). a. Tentukan laju perpindahan panas yang melalui bahan tangki sebagai fungsi jari- jari dan suhu pada keadaan stady state, Q = f(r,T). b. Tentukan laju penguapan oksigen dari dalam tangki yang berdiameter dalam 6 ft dengan tebal 1 ft, dimana kondisi tangki sbb. : - suhu permukaan dalam tangki, T0 = -183 o C - suhu permukaan luar tangki, T1 = 0 o C - titik didih normal O2 = -183 o C - panas penguapan normal oksigen = 1636 cal/mol - k, pada suhu : 0 o C = 0.090 Btu/(hr.ft2 /ft.o F) -183 o C = 0.072 Btu/(hr.ft2 /ft.o F) (Bird, soal 9.F2) 6. Suatu larutan yang mengandung 20 % reaktan A pada 30 o C dialirkan ke suatu reaktor tangki teraduk dengan laju 10000 kg/jam. Reaktor dilengkapi dengan suatu koil pemanas dengan luas 3 m2 . Koil ini dialiri uap air yang mengembun pada suhu 149 o C. Didalam reaktor terjadi reaksi kimia sangat cepat yang endotermis dengan panas reaksi 20 Kcal/(kg A yang bereaksi). Cairan panas (yang praktis tak mengandung A) keluar dari reaktor dengan laju 10000 kg/jam. Pada saat awal terdapat 2500 kg larutan pada suhu 30 o C didalam tangki. Harga koefisien perpindahan panas total adalah 350 Kcal/(jam.m2 .o C) dan kapasitas panas larutan adalah 1 kcal/(kg.o C). Hitung suhu cairan keluar sesudah : a) 10 menit ,b) 1 jam , c) 2 jam. 7. Suatu tangki berisi N2 (anggap sebagai gas ideal) pada tekanan 780 kPa dan suhu 30 o C, dengan volume tangki adalah 28 m3 . Tiba-tiba terjadi sedikit kebocoran pada tangki. Laju alir gas melalui lubang bocor pada saat itu adalah 0.1 kgmole/jam. Selanjutnya laju alir gas melalui lubang bocor dinyatakan sebagai berikut, F = Cd P Patm kgmole/jam dimana , P = Tekanan pada tangki, Pa
  • 15. MTK-2/14 Patm = Tekanan atmosfir = 1.013 x 105 Pa Cd = suatu konstanta Anggap selama kebocoran tak ada perubahan suhu pada tangki. Tentukan tekanan pada tangki 15 menit setelah kebocoran terjadi. 8. Panas diregenerasi seragam oleh reaksi kimia dalam silinder panjang dengan jari-jari 91.4 mm. Rate generasi konstan pada 46.6 W/m3 . Dinding silinder didinginkan dan suhu dinding dijaga pada 311 K. Thermal konduktifity bahan silinder adalah 0.865 W/m.K. Hitung suhu pada sumbu silinder dalam keadaan steady state.
  • 16. MTK-2/15 BAB II PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA DENGAN DERET Sebagian tipe persamaan-persamaan differensial yang penyelesaiannya dapat dinyatakan dalam bentuk tertutup telah dibicarakan pada mata kuliah matematika di semester-semester yang terdahulu. Bahkan untuk hal-hal tersebut di atas, banyak penyelesaian-penyelesaian tertutup diperoleh (dinyatakan) sebagai fungsi-fungsi yang sebenarnya menyatakan deret tak berhingga. (Contoh : fungsi-fungsi logaritmik, trigonometri, dan hiperbolic). Penyelesaian sebagian besar persamaan-persamaan differensial biasa diperoleh dalam bentuk deret tak berhingga. Pernyataan berikut : A0 + A1(x - x0) + ... + An(x - xn)n + ... = n  0 An(x - xn)n (2-1) disebut deret Pangkat. Deret ini disebut memusat bila deret ini mendekati suatu harga yang berhingga bila n mendekati tak berhingga. Pengujian yang paling sederhana untuk kondisi memusat adalah rasio test, yaitu bila : lim n n n A A x x J L x x       1 0 0 1 (2-2) maka deret ini memusat, namun bila J > 1, deret menjadi tak memusat. Pengujian ini tak dapat digunakan bila J = 1. Besaran : 1 1 L A An n n    lim sering disebut jari-jari pemusatan. Di dalam selang pemusatan, suatu deret pangkat bisa diperlakukan sebagai fungsi kontinyu dengan turunan-turunannya untuk semua tingkat juga kontinyu. Berikut ini sifat-sifat penting dari deret pangkat : 1. Di dalam selang pemusatan deret pangkat awal, deret yang dibentuk dengan cara differensiasi atau integrasi suku persuku deret awal juga memusat. 2. Hasil kali dua deret pangkat memusat di dalam selang pemusatan yang bersamaan dari pada kedua deret asal. 3. Perbandingan dua deret pangkat memusat di dalam selang pemusatan yang bersamaan kedua deret asal, asalkan penyebut mempunyai harga yang tidak nol di dalam selang ini. Operasi dengan deret lebih mudah dilaksanakan bila notasinya disingkat. Bila y menyatakan suatu fungsi x [f(x)] yang disajikan dalam selang pemusatan sebagai deret pangkat : y = f(x) = A0 + A1(x - x0) + ... + An(x - xn)n + ... = n  0 An(x - xn)n (2-3) maka, dy dx = A1 + 2A2(x - x0) + ... + n.An(x - x0)n - 1 + ... = n  0 n.An(x - xn)n - 1 (2-4) d y dx 2 2 = 2A2 + 6A3(x - x0) + ... + n.(n - 1).An(x - x0)n - 2 + ...
  • 17. MTK-2/16 = n  0 n.(n - 1).An(x - xn)n - 2 (2-5) d y dx k k = n  0 n.(n - 1)....(n - k + 1).An.(x - xn)n - k (2-6) Deret pangkat I seperti pada pers. (2-3), bisa diajdikan bentuk yang lebih bermanfaat yang dikenal sebagai "Deret Taylor" sebagai berikut : differensiasikan pers.(2-3) n kali dan tetapkan x = x0. Masing-masing anggota daripada sistem persamaan-persamaan yang dihasilkan akan menentukan satu konstanta : A0 = y0 = f(x0) (2-7) A1 = dy dx x     0 = f '(x0) (2-8) An = f x n n ( ) ! 0 (2-9) akibatnya, pers.(2-3) menjadi : y = f(x) = f x n n n ( ) ! 0 0   (x - x0)n (2-10) supaya pers.(2-10) valid, seluruh turunan-turunan f(x) harus ada pada x = x0. Suatu fungsi yang dapat disajikan dengan deret Taylor di sekitar x = x0 dikatakan sebagai regular pada x = x0. Penyelesaian suatu PD orde dua homogen linier seringkali bisa diperoleh dengan metoda deret pangkat. Dalam bentuk standart, PD ini bisa ditulis sbb. : d y dx a x dy dx a x y 2 2 1 1 0  ( ) ( ) (2-11) Sifat-sifat koeffisien-koeffisien a1(x) dan a2(x) mempunyai arti yang penting pada karakteristik penyelesaian deret pangkatnya. Apabila fungsi a1(x) dan a2(x) tak dapat dinyatakan dengan deret pangkat yang memusat dalam selang tertentu, maka penyelesaian deret pangkatnya akan sulit dikerjakan. Karakteristik penyelesaian deretnya disekitar x0 dapat diperkirakan dari sifat-sifat fungsi a1(x) dan a2(x) didekat x0. Titik x0 dapat diklasifikasikan sbb. : 1. x0 disebut titik ordinary PD bila a1(x) dan a2(x) dapat disajikan sebagai deret pangkat yang memusat yang meliputi x = x0 di dalam selang pemusatannya, artinya a1(x) dan a2(x) regular pada x = x0. 2. x0 disebut titik singular PD bila salah satu a1(x) atau a2(x) tak regular pada x = x0. 3. x0 disebut titik regular singular PD bila klasifikasi 2 berlaku tetapi hasilkali (x - x0).a1(x) dan (x - x0)2 .a2(x) kedua-duanya regular pada x = x0. 4. x0 disebut titik irregular singular PD bila klasifikasi 2 berlaku tetapi 3 tidak berlaku. Contoh :  a(x) = x hanya mempunyai titik-titik ordinary  a(x) = 1 +1/x akan tak berhingga pada x = 0, jadi x = 0 adalah titik singular, tetapi x (1 + 1/x) regular pada x = 0
  • 18. MTK-2/17  a(x) = 1 1x x( ) mempunyai titik singular pada x = 0 dan x = 1 Contoh : [Mickley, 5-3] x x d y dx x x dy dx y2 2 2 2 2 1 2 1 0( ) ( )     Identifikasikan jenis titik dan lokasinya. Jawab :  d y dx x x x x dy dx x x y 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 0      ( ) ( ) ( )  d y dx x x x x x dy dx x x y 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 0       ( ) ( ) ( ) ( )  d y dx x x x dy dx x x y 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 0      ( )( ) ( ) maka : a1(x) = 2 1 12 x x x.( )( )  dan a2(x) = 1 12 2 2 x x( )  x0 = 0 : - a1(x) dan a2(x) : tidak regular - x.a1(x) : 2 1 12 .( )( ) x x : regular - x2 .a2(x) : 1 1 2 2 ( ) x : regular x0 = 0 : titik regular singular  x0 = 1 : - a1(x) dan a2(x) : tidak regular - (x-1).a1(x) : 2 1 1 1 2 1 1 1 12 ( ) .( )( ) ( ) .( )( )( ) x x x x x x x x x          =   2 1 2 . .( )x x : regular - (x-1)2 .a2(x) : ( ) .( ) ( ) .( ) .( ) x x x x x x x        1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 12 2 x x.( ) : regular x0 = 1 : titik regular singular  x0 = 2 : ordinary  ... : ordinary  x0 =  : ordinary Penyelesaian secara deret pangkat dengan pers.(2-11) diterangkan sbb. : 1. Bila x0 adalah titik ordinary pers.(2-11), maka akan diperoleh dua penyelesaian deret pangkat yang linier independent yang regular pada x = x0. Masing-masing penyelesaian mempunyai bentuk : y = n  0 An(x - x0)n (2-12)
  • 19. MTK-2/18 2. Bila x0 adalah titik regular singular pers.(2-11), maka penyelesaian deret pangkat yang regular pada x = x0 tak dapat dijamin. Tetapi metoda yang akan dijelaskan sesudah ini akan selalu menghasilkan setidak-tidaknya sebuah penyelesaian dengan bentuk : y = (x - x0)s n  0 An(x - x0)n (2-13) dimana s adalah sebuah bilangan yang harganya dapat ditentukan. 3. Bila x0 adalah titik irregular singular pers.(2-11), maka penyelesaian deret pangkatnya mungkin ada atau mungkin tidak ada. Contoh : [Titik Ordinary] Selesaikan PD berikut yang valid disekitar x = 0 : d y dx x dy dx y 2 2 0   Jawab : Fungsi a1(x) = x dan a2(x) = 1 adalah regular untuk x0 = 0, jadi titik x0 = 0 adalah ordinary, sehingga penyelesaian deret pangkatnya adalah : Y x A xn n n ( ) ( )   0 . Dimana turunannya adalah : dy dx nA xn n n      ( ) 1 0 dan d y dx n n A xn n n 2 2 2 0 1      ( ) ( ) , yang disubstitusikan ke PD diatas. PD menjadi :  n n A x x n A x A xn n n n n n n nn .( ). . . . .            1 02 0 1 00  [2A2 + 6A3.x + 12A4.x2 + 20A5.x3 + 30A6.x4 + 42A7.x5 + ...] + [A1.x + 2A2.x2 + 3A3.x3 + 4A4.x4 + 5A5.x5 + ...] + [A0 + A1.x + A2.x2 + A3.x3 + A4.x4 + A5.x5 + ...] = 0 identity : 2A2 + A0 = 0  A2 = -1/2 A0 6A3 + 2A1 = 0  A3 = -1/3 A1 12A4 + 3A2 = 0  A4 = -1/4 A2 = 1/8 A0 20A5 + 4A3 = 0  A5 = -1/5 A3 = 1/15 A1 30A6 + 5A4 = 0  A6 = -1/6 A4 = -1/48 A0 42A7 + 6A5 = 0  A7 = -1/7 A5 = -1/105 A1 .... .... A n An n n2 0 1 2  ( ) . ! Jadi penyelesaian PD adalah : Y x A n x A x x x x n n n n ( )` ( ) . ! . . ...             0 2 1 3 5 7 0 1 2 1 3 1 15 1 105
  • 20. MTK-2/19 I. METODA FROBENIUS. Metoda ini dimulai dengan mencari penyelesaian-penyelesaian yang valid di daerah titik x = 0. Penyelesaian-penyelesaian yang valid di daerah suatu titik x = x0 bisa diperoleh dengan transformasi persamaan differensial itu dengan menggunakan variabel baru z = x - x0. Pembahasan berikut ini menganggap bahwa transformasi ini telah dilaksanakan. Pers.(2-11) ditulis dalam bentuk berikut : Ly  R(x) d y dx 2 2    1 1 02 x P x dy dx x V x y( ) ( ) (2-14) dianggap : 1. R(x) 0 di dalam interval sekitar x = 0. 2. persamaan telah dibagi dengan suatu konstanta yang membuat R(0) = 1. 3. R(x), P(x), dan V(x) adalah regular pada x = 0. maka x.a1(x)  P(x)/R(x) dan x2 .a2(x)  V(x)/R(x) adalah regular pada x = 0, dan titik x = 0 adalah seburuk-buruknya merupakan titik regular singular. Fungsi-fungsi R(x), P(x), dan V(x) disajikan sebagai deret pangkat : R(x) = k  0 Rk.xk (2-15) P(x) = k  0 Pk.xk (2-16) V(x) = k  0 Vk.xk (2-17) Harga-harga numerik koeffisien Rk, Pk, dan Vk dapat ditentukan dalam setiap persoalan-persoalan praktis. Penyelesaian pers.(2-14) dianggap berbentuk : y = xs . n  0 An.xn (2-18) dimana A0 tidak boleh nol. Pers,(2-18) didefferensialkan untuk menentukan deret yang menyajikan dy/dx dan d2 y/dx2 dan hasil-hasilnya bersama-sama dengan deret yang menyatakan R(x), P(x), dan V(x) disubstitusikan dalam pers.(2-14). Hasilnya adalah : L(y) = R x n s n s A xk k k n n s n                        0 2 0 1( ).( ) P x n s A xk k k n n s n                      0 2 0 ( ) V x A xk k k n n s n                    0 2 0 =  ( ).( ) ( ) .n s n s R n s P V A xk k k n k n s nk               1 2 00 = 0 (2-19) Pers.(2-19) akan dipenuhi bila koeffisien-koeffisien xl adalah nol (dimana l adalah suatu bilangan). Didefinisikan : k + n = l (2-20)
  • 21. MTK-2/20 maka koeffisien-koeffisien xl+s-2 diinginkan bila l mempunyai suatu harga tertentu. Pandanglah suku, V A xk n k n s nk . .         2 00 (2-21) untuk l = 0, harga-harga n = 0 dan k = 0 merupakan satu-satunya pasangan yang memenuhi pers.(2-20). Sehingga koeffisien xs-2 dalah V0.A0. Untuk l = 1, pasangan-pasangan n = 0, k = 1,dan n = 1, k = 0 yang memenuhi pers.(2-20). Koeffisien-koeffisien xs-1 adalah V1.A0 + V0.A1. Bila proses ini dilanjutkan, ternyata koeffisien-koeffisien ini diperoleh dari pernyataan : . .V A xk l k l s k l l       2 00 (2-22) Kondisi yang memenuhi pers.(2-19) adalah :  ( ).( ) ( ). .l s k l s k R l s k P V Ak k k l k k              1 0 0 (2-23) untuk masing-masing harga l antara 0 dan . Karena Al-k = An, pers.(2-23) menentukan koeffisien-koeffisien di dalam penyelesaian deret pangkat (pers. 2- 18) dari PD (pers.2-14). Hubungan yang timbul dari l = 0 akan menentukan harga s. Jadi, untuk l = 0, pers.(2-23) menjadi, s(s-1)R0 + s.P0 + V0 = 0 (2-24). Pada umumnya, pers.(2-24) akan menentukan dua harga s yaitu s1 dan s2, sehingga diperoleh dua penyelesaian deret (yang berbeda satu sama lain) dari PD (pers.2-14). Suku A0 adalah sembarang dan harganya dapat ditentukan dari kondisi batas untuk persamaan differensial ini. Koeffisien-koeffisien yang lain A1, A2,..., An dapat dinyatakan dalam A0 untuk harga s tertentu. Sehingga, untuk l = 1, pers.(2-23) memberikan : A s s R s P V s s s P V A1 1 1 1 0 0 0 1 1 1          ( ). . ( ) ( ). . Kondisi untuk l = 2, akan memberikan A2 dinyatakan dalam A1, dan seterusnya. Dengan notasi : f(s) = s2 + (P0 - 1)s + V0 (2-25) qk(s) = Rk(s-k)2 + (Pk - Rk).(s-k) + Vk (2-26) rumus rekurensi yang menghubungkan An dengan koeffisien-koeffisien dengan indeks yang lebih kecil, jadi juga dengan A0 mudah diperoleh dari pers.(2-23) sebagai : A q s n A f s n n k n k k n        ( ). ( ) 1 (2-27) dimana n  1. Pers.(2-27) tak berlaku bila f(s+n) sama dengan nol. Keadaan khusus ini dibicarakan berikut ini. II. KEADAAN-KEADAAN KHUSUS. Bila s1 - s2 = 0 atau bilangan bulat, maka metoda Frobenius akan memberikan penyelesaian dengan satu konstanta sembarang, jadi tak akan menyajikan penyelesaian sempurna dari PD order dua. Dalam keadaan ini f(s+n)
  • 22. MTK-2/21 pada pers.(2-27) menjadi nol untuk suatu harga n tertentu, katakanlah n = N, dan AN tak dapat ditentukan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bila metoda Frobenius digunakan untuk menentukan penyelesaian deret suatu PD linier homogen, timbul beberapa alternatif berikut : 1. Bila s1 - s2  0 dan juga bukan bilangan bulat, maka metoda Frobenius memberikan dua buah penyelesaian yang independent dalam bentuk pers.(2- 18). 2. Bila s1 - s2 = 0, maka metoda Frobenius hanya memberikan sebuah penyelesaian dengan bentuk pers.(2-18) 3. Bila s1 - s2 = N, dimana N adalah bilangan bulat real, maka pemakaian harga s yang lebih besar (yaitu s1) akan selalu memberikan sebuah penyelesaian dengan bentuk pers.(2-18). Bila harga s yang lebih kecil yang digunakan (yaitu s2). maka mungkin tak diperoleh penyelesaian dengan bentuk pers.(2-18) atau mungkin juga diperoleh dua penyelesaian independent dengan bentuk pers.(2- 18), salah satu dari padanya adalah identitas dengan yang diperoleh dari harga s1. Yang terakhir ini terjadi bila x = 0, merupakan ordinary point. 4. Dalam semua keadaan dimana dapat diperoleh hanya sebuah penyelesaian dengan bentuk : y1 = A x A u xn n s n . . ( )    1 0 1 0 (2-28) Penyelesaian independent kedua adalah dalam bentuk : y2 = c u x x B xn n s n . ( ).ln( ) .1 0 2      (2-29) Differensiasi pers.(2-29) dilanjutkan dengan substitusi ke persamaan differensial semula, akan menentukan keffisien Bn dinyatakan dalam suatu konstanta sembarang c. Contoh : [s1 - s2  0 dan juga bukan bilangan bulat, Mickley 5-4a] Selesaikan PD berikut dengan metode Frobenius yang valid disekitar x = 0 : 2 1 2 0 2 2 x d y dx x dy dx y   ( ) Jawab : PD diubah ke bentuk PD Frobenius : R x d y dx x P x dy dx x V x y( ). . ( ) . ( ). 2 2 2 1 1 0   , yaitu : d y dx x x dy dx x x y 2 2 2 1 1 2 2 1 1 2 0               . . . dimana : R(x) = 1  R(0) = 1 P(x) = 1 2 2 1 2    x x V(x) =  1 2 x Identity :
  • 23. MTK-2/22 R(x) = R xk k n .   0 = R0 + R1.x + R2.x2 + R3.x3 + ... R0 = 1, R1 = R2 = R3 = ... = 0 P(x) = P xk k n .   0 = P0 + P1.x + P2.x2 + P3.x3 + ... P0 = 1/2, P1 = -1, P2 = P3 = ... = 0 V(x) = V xk k n .   0 = V0 + V1.x + V2.x2 + V3.x3 + ... V0 = 0, V1 = -1/2, V2 = V3 = ... = 0 Pers. Indicial : R0 = 1, maka pers. indicialnya : s2 + (P0 - 1)s + V0 = 0 s2 + (1/2 - 1)s + 0 = 0 s(s - 1/2) = 0  s1 = 0 dan s2 = 1/2 Penyelesaian secara deret : Y = Y1 + Y2 = x A x x A xs n n n s n n n 1 2 0 0 . . . .'       Pers. rekurensi : A q s n A f s n n k n k k n        ( ). ( ) 1 , dimana : - qk(s) = Rk.(s-k)2 + (Pk - Rk).(s - k) + Vk - f(s) = s2 + (P0 - 1)s + V0 untuk s = s1 = 0 : n = 1  A q A f 1 1 01 1  [ ( ). ] ( ) q1(1) = R1.(1 - 1)2 + (P1 - R1).(1 - 1) + V1 = -1/2 f(1) = 12 + (P0 - 1).1 + V0 = 1 + (1/2 - 1).1 + 0 = 1/2 A A A1 0 0 1 2 1 2     [ / . ] / n = 2  A q A q A f 2 1 1 2 02 2 2   [ ( ). ( ). ] ( ) q1(2) = R1.(2 - 1)2 + (P1 - R1).(2 - 1) + V1 = -3/2 q2(2) = R2.(2 - 2)2 + (P2 - R2).(2 - 2) + V2 = 0 f(2) = 22 + (P0 - 1).2 + V0 = 4 + (1/2 - 1).2 + 0 = 3 A A A A2 1 1 0 3 2 3 1 2 1 2      [ / . ] n = 3  A q A q A q A f 3 1 2 2 1 3 03 3 3 3    [ ( ). ( ). ( ). ] ( )
  • 24. MTK-2/23 q1(3) = R1.(3 - 1)2 + (P1 - R1).(3 - 1) + V1 = -5/2 q2(3) = R2.(3 - 2)2 + (P2 - R2).(3 - 2) + V2 = 0 q3(3) = R3.(3 - 3)2 + (P3 - R3).(3 - 3) + V3 = 0 f(3) = 32 + (P0 - 1).3 + V0 = 9 + (1/2 - 1).3 + 0 = 15/2 A A A A3 1 2 0 5 2 15 2 1 3 1 6      [ / . ] / n = .... n = n  A n An  1 0 ! . Jadi : Y x A xs n n n 1 0 1    . . = x n A x A n xn n n n 0 0 0 0 0 1 1 . ! . . !      untuk s = s2 = 1/2 : n = 1  A q A f 1 1 015 15 ` ' ' [ ( , ). ] ( , )   q1(1,5) = R1.(1,5 - 1)2 + (P1 - R1).(1,5 - 1) + V1 = -1 f(1,5) = 1,52 + (P0 - 1).1,5 + V0 = 3/2 A A A1 0 0 3 2 2 3 ' ' ' /   n = 2  A q A q A f 2 1 1 2 02 5 2 5 2 5 ' ' ' [ ( , ). ( , ). ] ( , )    q1(2,5) = R1.(2,5 - 1)2 + (P1 - R1).(2,5 - 1) + V1 = -2 q2(2,5) = R2.(2,5 - 2)2 + (P2 - R2).(2,5 - 2) + V2 = 0 f(2,5) = 2,52 + (P0 - 1).2,5 + V0 = 5 A A A A2 1 0 2 0 2 5 4 15 2 35 ' ' ' '. .    n = 3  A q A q A q A f 3 1 2 2 1 3 035 35 35 35 ' ' ' ' [ ( , ). ( , ). ( , ). ] ( , )     q1(3,5) = R1.(3,5 - 1)2 + (P1 - R1).(3,5 - 1) + V1 = -3 q2(3,5) = R2.(3,5 - 2)2 + (P2 - R2).(3,5 - 2) + V2 = 0 q3(3,5) = R3.(3,5 - 3)2 + (P3 - R3).(3,5 - 3) + V3 = 0 f(3,5) = 3,52 + (P0 - 1).3,5 + V0 = 21/2 A A A A3 2 2 0 3 0 3 21 2 21 7 2 35 2 357 ' ' ' ' / . . . .          Jadi : Y2 = x A x x A A x A xs n n n 2 0 0 5 0 1 2 2 . . .[ . . ...]' , ' ' '       
  • 25. MTK-2/24 = x A x x x0 5 0 2 2 3 3 1 2 3 2 35 2 357 , ' . [ . . . . ...]    Sehingga : Y(x) = A n xn n 0 0 1 . !   + x A x x x0 5 0 2 2 3 3 1 2 3 2 35 2 357 , ' . [ . . . . ...]   
  • 26. MTK-2/25 Contoh : [s1 - s2  0 tetapi bilangan bulat, Mickley 5-4c] Selesaikan PD berikut dengan metode Frobenius yang valid disekitar x = 0 : x d y dx dy dx xy 2 2 2 0   .....(A) Jawab : PD diubah ke bentuk PD Frobenius : R x d y dx x P x dy dx x V x y( ). . ( ) . ( ). 2 2 2 1 1 0   , yaitu : d y dx x dy dx x x y 2 2 2 2 2 0   dimana : R(x) = 1  R(0) = 1 P(x) = 2 V(x) = x2 Identity : R(x) = R xk k n .   0 = R0 + R1.x + R2.x2 + R3.x3 + ... R0 = 1, R1 = R2 = R3 = ... = 0 P(x) = P xk k n .   0 = P0 + P1.x + P2.x2 + P3.x3 + ... P0 = 2, P1 = P2 = P3 = ... = 0 V(x) = V xk k n .   0 = V0 + V1.x + V2.x2 + V3.x3 + ... V0 = 0, V1 = 0, V2 = 2, V3 = V4 = ... = 0 Pers. Indicial : R0 = 1, maka pers. indicialnya : s2 + (P0 - 1)s + V0 = 0 s2 + (2 - 1)s + 0 = 0 s(s + 1) = 0  s1 = 0 dan s2 = -1 Penyelesaian secara deret : Y = Y1 + Y2 = x A x c u x x B xs n n n n n s n 1 2 0 1 0 . . . ( ).ln( ) .         untuk s = s1 = 0 : Pers. rekurensi : A q s n A f s n n k n k k n        ( ). ( ) 1 , dimana : - qk(s) = Rk.(s-k)2 + (Pk - Rk).(s - k) + Vk - f(s) = s2 + (P0 - 1)s + V0 n = 1  A q A f 1 1 01 1  [ ( ). ] ( ) q1(1) = R1.(1 - 1)2 + (P1 - R1).(1 - 1) + V1 = 0 f(1) = 12 + (P0 - 1).1 + V0 = 12 + (2 - 1).1 + 0 = 2
  • 27. MTK-2/26 A A 1 00 2 0   [ . ] n = 2  A q A q A f 2 1 1 2 02 2 2   [ ( ). ( ). ] ( ) q1(2) = R1.(2 - 1)2 + (P1 - R1).(2 - 1) + V1 = 0 q2(2) = R2.(2 - 2)2 + (P2 - R2).(2 - 2) + V2 = 1 f(2) = 22 + (P0 - 1).2 + V0 = 4 + (2 - 1).2 + 0 = 6 A A A2 0 0 00 1 6 1 6      [ . . ] n = 3  A q A q A q A f 3 1 2 2 1 3 03 3 3 3    [ ( ). ( ). ( ). ] ( ) q1(3) = R1.(3 - 1)2 + (P1 - R1).(3 - 1) + V1 = 0 q2(3) = R2.(3 - 2)2 + (P2 - R2).(3 - 2) + V2 = 1 q3(3) = R3.(3 - 3)2 + (P3 - R3).(3 - 3) + V3 = 0 f(3) = 32 + (P0 - 1).3 + V0 = 9 + (2 - 1).3 + 0 = 12 A A A 3 2 00 10 0 12 0 12 0      [ . . . ] n = 4  A q A q A q A q A f 4 1 2 2 1 3 1 4 04 4 4 4 4     [ ( ). ( ). ( ). ( ). ] ( ) q1(4) = R1.(4 - 1)2 + (P1 - R1).(4 - 1) + V1 = 0 q2(4) = R2.(4 - 2)2 + (P2 - R2).(4 - 2) + V2 = 1 q3(4) = R3.(4 - 3)2 + (P3 - R3).(4 - 3) + V3 = 0 q4(4) = R4.(4 - 4)2 + (P4 - R4).(4 - 4) + V4 = 0 f(4) = 42 + (P0 - 1).4 + V0 = 16 + (2 - 1).4 + 0 = 20 A A A A A A A 4 3 2 1 0 2 00 1 0 0 20 20 120         [ . . . . ] n = .... n = n  generalisasi : - suku ganjil : A2n+1 = 0 - suku genap : A n An n 2 0 1 2 1    ( ) ( )! . Jadi : Y x A xs n n n 1 0 1    . . = x n A x A n x n n n n n n 0 0 2 0 0 2 0 1 2 1 1 2 1 . ( ) ( )! . . ( ) ( )!           dimana : u1(x) = . ( ) ( )!     1 2 1 2 0 n n n n x untuk s = s2 = -1 : y c u x x B xn n s n 2 1 0 2      . ( ).ln( ) . y c x n x B x n n n n n n 2 2 0 1 0 1 2 1           .ln( ). ( ) ( )! . .....(B)
  • 28. MTK-2/27 dy dx c x n n x c n x B n x n n n n n n n n n 2 2 1 0 2 1 0 2 0 1 2 2 1 1 2 1 1                  .ln( ). ( ) . ( )! . . ( ) ( )! . .( ). .....(C) d y dx c x n n n x c n n x n n n n n n 2 2 2 2 2 0 2 2 0 1 2 2 1 2 1 1 2 2 1               .ln( ). ( ) . .( ) ( )! . . ( ) . ( )! .              c n n x B n n x n n n n n n . ( ) .( ) ( )! . .( ).( ). 1 2 1 2 1 1 22 2 0 3 0 .....(D) Pers.(B), (C), dan (D)  (A) : c x n n n x c n n x n n n n n n .ln( ). ( ) . .( ) ( )! . . ( ) . ( )! .               1 2 2 1 2 1 1 2 2 1 2 1 0 2 1 0              c n n x B n n x n n n n n n . ( ) .( ) ( )! . .( ).( ). 1 2 1 2 1 1 22 1 0 2 0                   c x n n x c n x B n x n n n n n n n n n .ln( ). ( ) . ( )! . . ( ) . ( )! . . .( ). 1 4 2 1 1 2 2 1 2 12 1 0 2 1 0 2 0           c x n x B x n n n n n n .ln( ). ( ) ( )! . 1 2 1 02 1 0 0  c x n n n x c n n x n n n n n n .ln( ). ( ) .( ) ( )! . . ( ) .( ) ( )! .                1 4 2 2 1 1 4 1 2 1 2 2 1 0 2 1 0                 c x n x B n n x B x n n n n n n n n n .ln( ). ( ) ( )! .( ). . . 1 2 1 1 02 1 0 2 0 0  c x x x x x x           16 3 120 5 142 7 3 5 . . .ln( ) ! . . .ln( ) ! . . .ln( ) ! ...             c x x x x1 3 5 15 3 9 5 13 7 . . ! . ! . ! ...           c x x x x x x x x .ln( ) .ln( ) ! . .ln( ) ! .ln( ) ! ... 3 5 7 3 5 7 + [2B2 + 6B3.x + 12B4.x2 + 20B5.x3 + 30B6.x4 + 42B7.x5 + ...] + [B0 + B1.x + B2.x2 + B3.x3 + B4.x4 + B5.x5 + ...] = 0 identity : - suku : x-1  c = 0 - suku : x.ln(x)  c{-6/3! + 1] = 0  c = 0 - suku : x3 .ln(x)  c(20/5! - 1/3!] = 0  c = 0 jadi c = 0 - suku : x0  2B2 + B0 = 0  B2 = -B0/2 - suku : x1  6B3 + B1 = 0  B3 = -B1/6 - suku : x2  12B4 + B2 = 0  B4 = -B2/12 = B0/24
  • 29. MTK-2/28 - suku : x3  20B5 + B3 = 0  B5 = -B3/20 = B1/120 generalisasi : - suku ganjil : B B n n n 2 1 11 2 1     ( ) . ( )! - suku genap : B B n n n 2 01 2  ( ) . ( )! y B n x B n x n n n n n n 2 0 2 1 0 1 2 0 1 2 1 2 1             ( ) ( )! . ( ) ( )! . Jadi : y A n x n n n       0 2 0 1 2 1 . ( ) ( )! B n x B n x n n n n n n 0 2 1 0 1 2 0 1 2 1 2 1 ( ) ( )! . ( ) ( )! .            y B n x A B n x n n n n n n             0 2 1 0 0 1 2 0 1 2 1 2 1 ( ) ( )! . ( ) ( ) ( )! . III. PERSAMAAN BESSEL. Persamaan differensial linier orde dua berikut : x d y dx x dy dx x p y2 2 2 2 2 0   ( ) (2-30) dikenal sebagai pers. Bessel dan penyelesaiannya disebut fungsi Bessel. Penyelesaian pers.(2-30) dengan bentuk : y x A xs n n n     . 0 (2-18) bisa diperoleh dengan menggunakan metoda Frobenius. Mula-mula pers.(2-30) ditulis dalam bentuk : d y dx x dy dx x x p y 2 2 2 2 21 1 0   ( ) (2-31) Bila dibandingkan dengan pers.(2-14) maka : R(x) = 1 P(x) = 1 V(x) = x2 - p2 (2-32) Ekspansi deret pers.(2-32) yang sesuai dengan pers.(2-15) s/d pers.(2-17) memberikan harga koeffisien-koeffisiennya sbb. : R0 = 1, R1 = R2 = ....= Rn = 0 P0 = 1, P1 = P2 = ...= Pn = 0 V0 = -p2 , V1 = 0, V2 = 1, V3 = V4 = ...=Vn = 0 (2-33) Persamaan indicial (2-24), memberikan : s2 = p2 , sehingga s1 = p dan s2 = -p (2-34) Penyelesaian-penyelesaian pers.(2-31) dicari dengan menggunakan persamaan rekurensi (2-27) dan diperoleh :
  • 30. MTK-2/29   y x A x x p p k p k p k k k k 1 0 2 2 1 1 1 1 2 2 ( ) . ( ) ( )( )...( ) . . !               (2-35) yang sesuai dengan s = p, dan   y x B x x p p k p k p k k k k 2 0 2 2 1 1 1 1 2 2 ( ) . ( ) ( )( )...( ) . . !                 (2-36) yang sesuai untuk s = -p. Pers.(2-35) dan (2-36) bisa ditulis dalam bentuk yang lebih sering digunakan dengan memperkenalkan suatu fungsi khusus yang disebut fungsi Gamma. Untuk harga-harga p yang positif, integral : (p) = e x dxx p    . 1 0 ; p > 0 (2-37) disebut fungsi Gamma. Harga-harga fungsi Gamma diberikan didalam banyak tabel-tabel di literatur-literatur. Sifat-sifat penting fungsi ini adalah : (p+1) = p.(p) ; p > 0 (2-38) Bila N adalah bilangan bulat positif, maka : (p+N) = (p+N-1)(P+N-2...(p+1)(p) (p) ; p > 0 (2-39) (p-1) = 1 1( )p  (p) ; p > 1 (2-40) Bila p adalah bilangan bulat positif n, maka : (n+1) = n! (2-41) (1) = 0! = 1 (2-42) Biasanya pers.(2-41) dikembangkan untuk harga-harga p yang bukan bulat dan mendefinisikan faktorial suatu bilangan positif dengan hubungan : (p+1) = p! (2-43) Untuk harga p yang negatif, (p) tak didefinisikan dengan pers.(2-37), karena integralnya tak ada. Biasanya definisi fungsi Gamma dikembangkan untuk harga- harga p negatif dengan hubungan : (p) = ( ) ( )( )...( )( ) p n p N p N p p      1 2 1 (2-44) Bila N adalah bilangan bulat positif dan 1 < p + N <2. Tetapi, perlu diperhatikan bahwa penyebut pers.(2-44) menjadi nol bila p = 0 atau bilangan bulat negatif, sehingga (p) tak didefinisikan bila p = 0 atau bilangan bulat negatif. Bila fungsi Gamma dimasukkan, pers.(2-35) menjadi : y1(x) = 2 1 1 2 0 2 0 p k k p k p A x k k p ( ). . ( ) !( )!              (2-45) atau dengan notasi : J x x k k p p k p k ( ) ( ) !( )!              1 2 2 0 (2-46) y1(x) = c1.Jp(x) (2-47)
  • 31. MTK-2/30 Fungsi yang dinyatakan dengan Jp(x) disebut “Fungsi Bessel jenis pertama order p”. Bila p tak nol dan bukan bilangan bulat positif, pnyelesaian kedua bisa diperoleh dari pers.(2-36) sbb. : y2(x) = c2.J-p(x) (2-48) J x x k k p p k p k              ( ) ( ) !( )! 1 2 2 0 (2-49) Akibatnya, bila p tidak nol dan bukan bilangan bulat positif, penyelesaian lengkap persamaan Bessel (2-30) adalah : y = c1.Jp(x) + c2.J-p(x) (2-50) Bila p mempunyai harga nol atau bilangan bulat positif n, kedua penyelesaian menjadi tidak independent, yaitu ada hubungan antara J-n(x) dan Jn(x) sbb. : J-n(x) = (-1)n .Jn(x) (2-51) Dalam hal ini, metoda Frobenius tak memberikan penyelesaian lengkap. Tetapi metoda yang telah diterangkan dimuka (yaitu alternatif ke-4) bisa digunakan untuk menentukan penyelesaian kedua sbb. : y2(x) = c2Yn(x) (2-52) dimana Yn(x) disebut fungsi Bessel jenis kedua order n atau bentuk Weber dan didefinisikan sebagai berikut :   Y x x J x n k x k k k n x k n k n n k n k n k k n k ( ) ln ( ) ( )! ! ( ) ( ) ( ) !( )!                                                              2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 0 1 1 2 0     (2-53) dimana  adalah konstanta Euler yaitu :  = 0.5772157 (2-54) dan (k) = 1 1 mm k   =1 + 1/2 + ... + 1/k ; k  1 (2-55) (0) = 0 (2-56) Akibatnya, bila p = 0 atau bilangan bulat, penyelesaian lengkap persamaan Bessel (pers.2-30) adalah : y = c1.Jn(x) + c2.Yn(x) (2-57) Contoh : x d y dx x dy dx x y2 2 2 2 4 0   ( ) , dimana : x = 1  y = 5 dan x = 2  y = 8, selesaikan PD ini. Jawab : p = 2, maka penyelesaian : y = c1.J2(x) + c2.Y2(x) - x = 1 : 5 = c1.J2(1) + c2.Y2(1) = c1.0.1149 + c2.-1.65068 5 = 0.1149.c1 - 1.65068.c2 - x = 2 : 8 = c1.J2(2) + c2.Y2(2)
  • 32. MTK-2/31 8 = 0.35283.c1 - 0.6174.c2 maka c1 = dan c2 = , sehingga : y = J2(x) + Y2(x) PD linier order 2 : x d y dx x dy dx x p y2 2 2 2 2 0   ( ) (2-58) bisa diubah ke pers. Bessel (pers.2-30) dengan cara substitusi ix = z. Sehingga, penyelesaian pers.(2-58) adalah : y = c1.Jp(ix) + c2.J-p(ix) (2-59) bila p tidak nol dan bukan bilangan bulat positif, maka : y = c1.Jn(ix) + c2.Yn(ix) (2-60) bila p adalah nol atau bilangan bulat positif n. Tetapi biasanya pers.(2-59) dan (2- 60) ditulis dengan bentuk yang lebih baik. Maka bila p tidak nol dan bukan bilangan bulat positif, penyelesaian pers.(2-58) ditulis sbb. : y = c1.Ip(x) + c2.I-p(x) (2-61) dan bila p adalah nol atau bilangan bulat positif n, penyelesaian pers.(2-58) menjadi y = c1.In(x) + c2.Kn(x) (2-62) Ip(x) disebut modifikasi fungsi Bessel jenis pertama order p dan didefinisikan sebagai berikut : Ip(x) = i-p .Jp(ix) = x k k p k p k 2 2 0            !( )! (2-63) Kn(x) disebut modifikasi fungsi Bessel jenis kedua order n dan didefinisikan sbb. : Kn(x) =    2 1 i J ix i Y ixn n n  ( ) . ( ) (2-64) III.1. BENTUK UMUM PERSAMAAN BESSEL. PD. berikut : x d y dx x a bx dy dx c dx b a r x b x yr s r r2 2 2 2 2 2 2 1 0        ( ) ( ( ). . ) (2-65) bisa direduksi menjadi bentuk persamaan Bessel (pers.2-30) dengan melakukan transformasi variabel-variabel. Kemudian penyelesaian pers.(2-65) bisa dinyatakan dalam fungsi Bessel. Penyelesaian umum pers.(2-65) menjadi sbb. : y x e c Z d s x c Z d s xa b x r p s p sr                              ( )/ ( . / ) . .1 2 1 2 (2-66) dimana : p s a c        1 1 2 2 (2-67) Zp menyatakan salah satu dari fungsi Bessel, yaitu : i. bila d s real dan p tidak nol atau bukan bilangan bulat, maka : Zp = Jp, dan Z-p = J-p.
  • 33. MTK-2/32 ii. bila d s real dan p sama dengan nol atau bilangan bulat, maka : Zp = Jn, dan Z-p = Yn. iii. bila d s imaginer dan p tidak nol atau bukan bilangan bulat, maka Zp = Ip, dan Z-p = I-p. iv. bila d s imaginer dan p sama dengan nol atau bilangan bulat, maka Zp = In, dan Z-p = Kn. III.2. SIFAT-SIFAT FUNGSI BESEL. Fungsi-fungsi Bessel sangat bermanfaat, karena harga-harga numerik fungsi ini telah dihitung dan ditabelkan sebagai fungsi variabel bebas. Tabel-tabel ini banyak ditemukan di literatur-literatur, antara lain Nilton Abramowitz and Irene A. Stegun,”Handbook of Mathematical Functions”. Sifat-sifat fungsi Bessel orde nol ditunjukkan pada Gbr. 2.1. 1.0 -1.0 1.0 2.0 3.0 Y0(x) J0(x) I0(x)K0(x) Gambar 2.1. Fungsi-fungsi Bessel orde nol. Batas yang didekati berbagai fungsi Bessel bila x mendekati nol atau bila x mendekati tak berhingga adalah sangat penting dalam penyelesaian problema- problema praktis. Untuk harga-harga yang kecil, pendekatan berikut bermanfaat : Jp(x)  1 2p p p x ! . dan J-p(x)  1 ( )! .   p x p (2-70) Yn(x)    2 1n nn x ( )! .  ; n  0 dan Y0(x)  2  ln x (2-71) Ip(x)  1 2p p p x ! . dan I-p(x)  2p p p x ( )! .   (2-72) Kn(x)  2n-1 (n-1)!.x-n ; n  0 dan K0(x)  -ln x (2-73) Peninjauan hubungan-hubungan diatas menunjukkan bahwa hanya Jp(x) dan Ip(x) yang berhingga pada x = 0. Tetapi deret pangkat dalam semua fungsi-fungsi Bessel memusat untuk seluruh harga-harga x yang berhingga, terjadinya divergensi fungsi-fungsi Bessel tertentu pada x = 0 diakibatkan karena deret
  • 34. MTK-2/33 pangkatnya dikalikan dengan x yang berpangkat negatif atau dengan suku yang mengandung logaritma x. Untuk harga-harga x yang besar (x  ), pendekatan berikut berguna : Jp(x)  2 4 2   . cos x x p         (2-74) Yn(x)  2 4 2   . sin x x p         (2-75) Ip(x)  e x x 2 (2-76) Kn(x)   2x e x .  (2-77) Jp dan Yn berosilasi seperti fungsi sinusoidal yang teredam dan mendekati nol bila x  . Amplitudo osilasi menurun bila x makin besar, dan jarak antara dua titik nol yang berturutan makin kecil sampai mendekati batas  bila x naik. Titik nol Jp+1(x) memisahkan titik-titik nol Jp(x), artinya dua harga x yang membuat Jp=1(x) = 0 terdapat satu dan hanya satu harga x yang membuat Jp(x) = 0. Pernyataan ini berlaku juga untuk Yn+1(x) dan Yn(x). Tabel 2.1 dan tabel 2.2 menunjukkan harga=harga x yang membuat J0(x) dan J1(x) = 0. Tabel 2.1. Harga-harga x untuk J0(x) = 0 dan harga-harga J1(x) yang bersesuaian. Harga x untuk J0(x) = 0 Beda harga-harga x Harga J1(x) yang bersesuaian 2.4048 +0.5191 3.1153 5.5201 -0.3403 3.1336 8.6537 +0.2715 3.1378 11.7915 -0.2325 3.1394 14.9390 +0.2065 Tabel 2.2. Harga-harga x untuk J1(x) = 0 dan harga-harga J0(x) yang bersesuaian. Harga x untuk J1(x) = 0 Beda harga-harga x Harga J0(x) yang bersesuaian 3.8317 -0.4028 3.1834 7.0156 +0.3001 3.1379 10.1735 -0.2497 3.1502 13.3237 +0.2184 3.1469 16.4706 -0.1965
  • 35. MTK-2/34 Bertolak belakang dengan sifat-sifat Jp(x) dan Yn(x), Ip(x) naik secara kontinyu dengan x, dan Kn turun secara kontinyu. Fungsi-fungsi Bessel dengan ode sama dengan setengah dari bilangan ganjil dapat dinyatakan dalam fungsi-fungsi elementer : J1/2(x) = 2 x xsin dan J-1/2(x) = 2 x xcos (2-78) I1/2(x) = 2 x xsinh dan I-1/2(x) = 2 x xcosh (2-79) Fungsi-fungsi Bessel dengan orde setengah dari bilangan ganjil dapat dihitung dengan rumus rekurensi berikut : Jn+1/2(x) = 2 1 1 2 3 2 n x J x J xn n   / /( ) ( ) (2-80) In+1/2(x) =     2 1 1 2 3 2 n x I x I xn n/ /( ) ( ) (2-81) dan persamaan-persamaan (2-78) dan (2-79) diatas. Selanjutnya, hubungan-hubungan berikut sangat berguna dalam penyelesaian problema-problema praktis :  d dx x Z x x Z x Z J Y I x Z x Z K p p p p p p ( ) ( ); , , ( );                1 1 (2-82)  d dx x Z x x Z x Z J Y K x Z x Z I p p p p p p              ( ) ( ); , , ( );      1 1 (2-83)  d dx Z x Z x p x Z x Z J Y I Z x p x Z x Z K p p p p p ( ) ( ) ( ); , , ( ) ( );                      1 1 (2-84)  d dx Z x Z x p x Z x Z J Y K Z x p x Z x Z I p p p p p ( ) ( ) ( ); , , ( ) ( );                       1 1 (2-85)    2 1 1 d dx I x I x I xp p p( ) ( ) ( )      (2-86)    2 1 1 d dx K x K x K xn n n( ) ( ) ( )       (2-87)  Z x x p Z x Z x Z J Yp p p( ) ( ) ( ) ; ,       2 1 1 (2-88)  I x x p I x I xp p p( ) ( ) ( )       2 1 1 (2-89)  K x x p K x K xn n n( ) ( ) ( )      2 1 1 (2-90)
  • 36. MTK-2/35 J x J x I x I x K x K x n n n n n n n             ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )       1 bila n = 0 atau bil. bulat (2-91) IV. PERSAMAAN-PERSAMAAN ORDE 2 YANG PENTING. Selain persamaan Bessel, terdapat persamaan-persamaan differensial orde 2 lain yang sering dijumpai dalam problema-problema teknik, yang penyelesaian secara deret untuk PD ini telah dipelajari dan harga-harga numerik penyelesaian ini telah ditabelkan di literatur-literatur. Beberapa PD ini dibicarakan berikut ini walaupun tak secara detail : IV.1. FUNGSI LEGENDRE. Keempat persamaan differensial berikut mempunyai penyelesaian dalam bentuk polinomial Legendre. Dalam persamaan-persamaan ini, p adalah real dan tidak negatif. Bila p = -n, penyelesaiannya sama seperti untuk p = n+1, sehingga dimungkinkan untuk menyelesaikan persamaan-persamaan untuk harga p negatif. ( ) ( )1 2 1 02 2 2     x d y dx x dy dx p p y  d dx x dy dx p p y1 1 02        ( ) 1 1 0 sin sin . ( )    d d dy dx p p y        d y d dy d p p y   2 1 0   cot ( ) (2-92) Persamaan-persamaan ini timbul dalam problema distribusi suhu atau tegangan, dll yang mempunyai bidang batas berbentuk bola. Dengan metoda Frobenius, diperoleh penyelesaian dengan bentuk : y = c1up(x) + c2vp(x) (2-93) dimana : up(x) = 1 1 2 2 1 3 4 2 4      p p x p p p p x ( ) ! ( )( )( ) !        p p p p p p x ( )( )( )( )( ) ... 2 1 1 3 5 6! 6 Vp(x) = x p p x p p p p x         ( )( ) ! ( )( )( )( ) ! ... 1 2 3 1 3 2 4 5 3 5 Perhatikan bahwa bila p merupakan bilangan bulat genap atau nol, up(x) akan merupakan suatu polinomial dengan jumlah suku yang berhingga, bila p merupakan bilangan bulat ganjil, vp(x) mempunyai suku-suku yang jumlahnya berhingga. Jadi bila p merupakan bilangan bulat, maka salah satu penyelesaian merupakan deret tak berhingga, dan bila p bukan bilangan bulat, kedua penyelesaian merupakan deret tak berhingga.
  • 37. MTK-2/36 Dari persamaan asal, dapat dilihat bahwa up dan vp akan memusat bila -1< x < 1. Untuk harga p yang bulat (p = n), maka diberikan notasi lain : - bila n genap atau nol: Pn(x) = u x u n n ( ) ( )1 - bila n ganjil : Pn(x) = v x v n n ( ) ( )1 (2-94) - bila n genap : u1(1) = 1 un(1) = (-1)n/2 . 2 4 6 135 1 . . .... . . ...( ) n n  - bila n ganjil : v1(1) = 1 vn(1) = (-1)9n-1)/2 2 4 6 1 135 . . ....( ) . . ... n n  (2-95) sehingga : - P0(x) = 1 - P1(x) = x - P2(x) = (3x2 - 1)/2 - P3(x) = (5x3 - 3x)/2 - P4(x) = (35x4 - 30x2 + 3)/8 Fungsi Pn(x) merupakan salah satu penyelesaian persamaan Legendre untuk suatu bilangan bulat n. Penyelesaian kedua, yang disebut fungsi Legendre jenis kedua, dinyatakan dengan Qn(x), dimana Qn(x) = [ ( )]. ( ); ( ). ( );    v u x u v x n n n n 1 1 n ganjil n genap (2-96) tetapi didefinisikan hanya untuk -1 < x < 1, karena un(x) merupakan deret tak berhingga bila n gajil dan vn(x) merupakan deret tak berhingga bila n genap, dan tak satupun dari kedua deret ini memusat di luar interval -1 < x < 1. Walaupun Qn(x) merupakan deret tak berhingga, namun Qn(x) dapat dinyatakan dalam bentuk : Q0(x) = 1 2 1 1 ln   x x = tanh-1 x Q1(x) = x.Q0(x) - 1 Q2(x) = P2(x).Q0(x) - 3x/2 Q3(x) = P3(x).Q0(x) - 5x2 /2 + 2/3; dst. Pada umumnya, Pn(x) dan Qn(x) memenuhi rumus rekurensi : nSn(x) = (2n-1).x.Sn-1(x)-(n-1).Sn-2(x) (2-97) sehingga Sn(x) bisa diperoleh dari Sn-1(x) dan Sn-2. Penyelesaian formal persamaan Legendre untuk n bulat adalah : y = A.Pn(x) + B.Qn(x) (2-98) dimana hanya Pn(x) yang berhingga di luar interval -1 < x < 1. IV.2. FUNGSI HYPERGEOMETRIC. Penyelesaian pers. Gauss :
  • 38. MTK-2/37 x x d y dx v x dy dx ( ) [ ( ) ]1 1 0 2 2          y (2-99) dinyatakan dalam bentuk : y = A0.F(,;v;x) + B0x1-y F(-v+1,-v+1;2-v;x) (2-100) F(,;v;x) menyatakan deret hypergeometric : F(,;v;x) = 1 1 1 1 12 1 2            . ( ) ( ) . . .( ) ... v x v v x            [ ( )...( )][ ( )...( ) [ . ... ] .( )...( ) ...      1 1 1 1 12 1 1 k k k v v v k xk (2-101) Deret dikalikan A0 pada pers.(2-100) tak ada (pada umumnya) bila v nol atau bilangan bulat negatif, dan deret dikalikan B0 tak ada bila v bilangan bulat positif yang lebih besar dari satu. IV.3. LAQUERRE POLYNOMIAL. Persamaan : x d y dx c x dy dx ay 2 2 0   ( ) (2-102) dipenuhi oleh confluent hypergeometric function dari Kummer, M(a,c;x), nila c adalah bukan bilangan bulat. y = AM(a,b;x) + x1-c M(1+a-c,2-c;x) (2-103) bila c = 1 dan a= -n, dimana n merupakan bilangan bulat positif atau nol, satu penyelesaian adalah Laquerre Polynomial ke-n : y = Ln(x) (2-104) bila c = k+1 dan a = k-n, dimana k dan n adalah bilangan bulat, satu penyelesaian berhubungan dengan Laquerre Polynomial : y = AL x A d dx L xn k k k n( ) ( ); bila k n (2-105) IV.4. HERMITE POLYNOMIAL. Persamaan : d y dx x dy dx ny 2 2 2 2 0   (2-106) dipenuhi oleh Hermite Polynomial derajat n, y = Ahn(x) (2-107) bila n adalah bilangan bulat positif atau nol. IV.5. TSCHEBYSCHEFF POLYNOMIAL. Persamaan : ( )1 02 2 2 2    x d y dx x dy dx n y (2-108) dipenuhi oleh Tschebyscheff Polynomial ke-n : y = A.Tn(x) (2-109) bila n adalah bilangan bulat positif atau nol. IV.6. JACOBI POLYNOMIAL.
  • 39. MTK-2/38 Persamaan : x x d y dx a b x dy dx n a n y( ) [ ( ) ] ( )1 1 0 2 2        (2-109) dipenuhi oleh Jacobi Polynomial ke-n : y = A.Jn(a,b,x) (2-110)
  • 40. MTK-2/39 V. SOAL - SOAL. 1. Suatu proses yang melibatkan perpindahan massa dan reaksi kimia dinyatakan dengan persamaan differensial berikut : x d y dx dy dx xy 2 2 9 0   disyaratkan bahwa pada X = 2 harga Y adalah 10. a. Tentukan Y sebagai fungsi X b. Tentukan yx dx 0 2  . 2. Suatu reaksi katalitik terjadi di dalam katalis bentuk bola dengan diameter 1 cm. Reaksi yang terjadi di dalam katalis adalah 2A Bk   yang berorder satu, dengan konstanta kecepatan reaksi, k = 0.18/menit. Koeffisien diffusi A didalam katalis, D = 3.10-5 cm2 /dt, dan konsentrasi A pada permukaan katalis 8.5 mol/lt. a. Tentukan distribusi konsentrasi A didalam katalis. b. Tentukan laju molar B yang terbentuk di dalam katalis. c. Tentukan efektifness faktor katalis, .   laju reaksi A di dalam katalis sesungguhnya laju reaksi A di dalam katalis andaikan kons. A didalam katalis seragam 8.5 mol / lt -----------------------@TN Co. 280996-----------------------
  • 41. MTK-2/38 BAB III FUNGSI-FUNGSI KHUSUS III.1. Fungsi Gamma. Bentuk khusus integral Laplace : g t e dtpt ( ).   0 , dimana g(t) = tn-1 dan p =1 didefinisikan oleh Euler sebagai fungsi Gamma. ( ) ,n t e dt nn t      1 0 0 (3-1)  ( ) ( )n n n 1 (3-2) berlaku untuk semua n >0, dengan bukti :  ( ) ( )n t e dt n t n t e dt n t e dt n nn t n t n t t e               1 0 0 0 00 Bila diketahui harga-harga (n) untuk 0 < n  1, maka dengan pers.(3-2) dapat dihitung semua harga (n) untuk n > 0,misalnya : (3.5) = 2.5(2.5) = 2.5 x 1.5(1.5) = 2.5 x 1.5 x 0.5(0.5); (0.5) =  = 1.76 = 2.5 x 1.5 x 0.5 x 1.76 = 3.30; (0.5) =  = 1.76 dan ; (1) = 1 Untuk n = bil. bulat positif, berlaku : (n) = n! (3-3) dan pers.(3-2) bisa ditulis : (n) = (n+1)/n (3-4) misalnya : (-0.5) = (0.5)/-0.5 = -3.5222. Untuk n = 0 atau bil. bulat negatif, maka harga (n) sama dengan tak berhingga, (n) =  , dimana n = bil genap neagif : (n) =  dan n = bil. ganjil. negatif : (n) = - . n 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 (n) 9.51 4.59 2.99 2.22 1.76 1.49 1.30 1.16 1.07 1.00 III.2. Fungsi Beta. Fungsi Beta didefinisikan, (m,n) = x x dxm n   1 1 0 1 1( ) ; m > 0 dan n > 0 (3-5) Hubungan antara fungsi Beta dan fungsi Gamma : (m,n) =    ( ). ( ) ( ) m n m n (3-6) Bentuk-bentuk lain fungsi Beta : 1. y = ax. (m,n) = a1- m - n y a y dym n a    1 1 0 ( ) (3-7) 2. y / y + 1 = x.
  • 42. MTK-2/39 (m,n) = y y dyn m n     1 0 1( ) (3-8) 3. (m,n) = 2 2 1 2 1 0 2 cos .sin / m n d       (3-9) III.3. Fungsi Kesalahan. Definisi fungsi kesalahan : Er. f(x) = 2 2 0 2   e dnn  / x Er. f(x) x Er. f(x) 0.0 0.0000 1.6 0.9763 0.2 0.2227 1.8 0.9891 0.4 0.4284 2.0 0.9953 0.6 0.6039 2.2 0.9981 0.8 0.7421 2.4 0.9993 1.0 0.8427 2.6 0.9998 1.2 0.9103 2.8 0.9999 1.4 0.9523 untuk x > 2.8, Er. f(x) dapat dihitung dengan deret : Er. f(x) = e x x x x          2 1 1 2 13 2 135 22 2 2 2 3  . ( ) . . ( ) Kesalahan didefinisikan sebagai penyimpangan antara harga pengukuran dan harga benar : zi = xi - x, dimana : xi = harga pengukuran x = harga benar = x zi = kesalahan Didefinisikan : 1. Kesalahan rata-rata : Dr = z n h h i   1 05642  . 2. Kesalahan standart : Ds = z n D h h i r 2 2 1 2 0 7071     . 3. Probable error : Probable error r didefinisikan sebagai kesalahan sedemikian rupa sehingga setengah kesalahan dari n pengukuran lebih besar dari r dan setengah lagi lebih kecil daripada r. 2 05 2 0 e dzz hr   . dan harga h.r yang bersesuaian dengan Erf(h.r) = 0.5 di atas adalah : h.r = 0.4769  r = 0.4769/h, dengan Ds > Dr > r.
  • 43. MTK-2/40 Prob.[-a  z  a] = 2 2 0 e dtt ha   , dimana h = indeks ketelitian. Contoh : jumlah pengukuran, n panjang batang, x kesalahan, z n.z 2 1.01 0.044 0.088 6 1.02 0.034 0.204 12 1.03 0.024 0.288 15 1.04 0.014 0.210 20 1.05 0.004 0.080 13 1.06 -0.006 0.078 15 1.07 -0.016 0.240 10 1.08 -0.026 0.260 5 1.09 -0.036 0.180 2 1.11 -0.056 0.112 nz = 1.74 Dr = z n i   174 100 0 0174 . . , dengan indeks ketelitian : h = 0.5642/Dr = 32.42.
  • 44. MTK-2/41 BAB IV DERET FOURIER IV.1. HIMPUNAN FUNGSI ORTHOGONAL DAN ORTHONORMAL. Sebuah himpunan fungsi-fungsi kontinyu f1(x), f2(x),...,fk(x),... dalam interval (a,b) dikatakan ortogonal dalam interval itu apabila, f x f x dx i k C i ki k ka b ( ). ( ). ; ;        0 (4-1) Bila tiap fungsi fk(x) dalam himpunan diatas dibagi dengan Ck maka diperoleh himpunan : F x f x C F x f x C F x f x C k k k 1 1 1 2 2 2 ( ) ( ) , ( ) ( ) ,..., ( ) ( )    dan himpunan fungsi-fungsi F1(x), ...Fk(x),... memenuhi syarat : F x F x dx i k i ki k a b ( ). ( ) ; ;        0 1 (4-2) dan disebut orthonormal dalam interval (a,b). Contoh : 1. Fungsi-fungsi a, cos x, sin x,..., cos kx, sin kx,... adalah himpunan fungsi- fungsi orthogonal dalam interval (-,) karena : cos ).cos ) ; ; ; sin ).sin ) ; ; cos ).sin ) ( ( ( ( ( ( untuk sembarang k,m sama atau tidak sama kx mx dx k m k m k m kx mx dx k m k m kx mx dx                          0 0 2 0 0 0 0          Sedang himpunan fungsi-fungsi : 1 2   , , cos , sin ,..., sin ,... x x kx adalah orthonormal dalam interval (-,). 2. Himpunan fungsi-fungsi sin x, sin 2x, ...,sin kx,... dan himpunan fungsi-fungsi 1, cos x, cos 2x,...,cos kx, masing-masing adalah himpunan orthogonal dalam interval (0, ), karena :
  • 45. MTK-2/42 sin ).sin ) ; ; cos ).cos ) ; ; ; ( ( ( ( kx mx dx k m k m kx mx dx k m k m k m                        0 2 0 0 2 0 0        maka himpunan fungsi-fungsi : sin , , sin , ,..., sin , ,...    2 2 2 2x kx dan 1 2 2 2 2    , , cos , , cos , ,..., sin , ,... x 2x kx masing-masing orthonormal dalam interval (0, ). IV.2. HIMPUNAN ORTHOGONAL FUNGSI-FUNGSI BESSEL. Ditinjau pers. Bessel berikut x d y dx x dy dx x n y2 2 2 2 2 2 0   ( ) , dimana y= Jn(x), dan Jn(a) = 0 dalam interval (0,a) merupakan pernyelesaian persamaan diatas. Bila Jn(x) adalah penyelesaian persamaan differensial yang memenuhi syarat batas x J x J x dxn i n k a . ( . ). .( . )   0 0 , bila i  k, dan    x J x dx a J xn i n i a . ( . ) ( . )  2 2 1 2 0 2   IV.3. Deret Fourier. Diketahui f(x) dalam interval (-,), diandaikan bahwa integral fungsi tersebut konvergen dalam interval (-,) dan dalam interval itu f(x) dapat diuraikan dalam deret trigonometri yang konvergen yaiu : f(x) =   a a nx b nxn n n 0 12      cos( ) sin( ) Diandaikan deret ini dapat diintegral suku demi suku, yaitu integral dari jumlah deret f(x) sama dengan jumlah integral suku-suku deret tsb. : f x dx a dx a( ) .    0 0 2      , sehingga a f x dx0 1      ( )
  • 46. MTK-2/43 f x kx dx a kx dx a kx nx dx b kx nx dxn n n ( ).cos( ) cos( ) cos( ).cos( ) cos( ).cos( )                           0 1 2 f x kx dx a kx dx ak k( ).cos( ) (cos( )) .    2      , sehingga a f x kx dx kk     1 012    ( ).cos( ) ; , , ,... f x kx dx a kx dx a nx kx dx b nx kx dxn n n ( ).sin( ) sin( ) cos( ).sin( ) sin( ).sin( )                           0 1 2 f x kx dx b kx dx bk k( ).sin( ) (sin( )) .    2      , sehingga b f x kx dx kk     1 012    ( ).sin( ) ; , , ,... IV.3.1. Definisi. 1. Fungsi f(x) dinamakan “smooth function” dalam interval (a,b) bila dalam interval (a,b), f(x) kontinyu bersama-sama dengan turunan pertamanya. 2. F(x) dinamakan “piece wise smooth” dalam interval (a,b) bila interval tsb. dapat dibagi menjadi sejumlah tertentu sub interval dan dalam tiap sub interval itu f(x) merupakan smooth function. 3. Titik diskontinuitas order pertama fungsi f(x) adalah suatu titik dimana f(x) mempunyai limit kanan dan limit kiri yang tak sama. IV.3.2. Teorema Bila f(x) adalah piece wise smooth dalam interval (-,), maka deret Fourier fungsi tsb. konvergen ke f(x) disemua titik dimana f(x) kontinyu. Dititik diskontinuitas deret konvergen ke harga rata-rata limit kiri dan limit kanan. Contoh : f x x x ( ) ; ;           1 0 10   deret Fourier dalam sembarang interval : f x a L a n x L b n x L n n n ( ) .cos .sin                       0 1   , dimana :
  • 47. MTK-2/44 a L f x n x L dxn L L          1 ( ).cos .  dan b L f x n x L dxn L L          1 ( ).sin .  IV.3.3. Deret Fourier Sinus dan Cosinus. Bila : - f(x) = -f(x)  f(x) = fungsi ganjil - f(-x) = f(x)  f(x) = fungsi genap Contoh : f x dx f x f x dx f x dx f x ( ) ; ( ) ( ) ( ) ; ( )        0 2 0 : fungsi ganjil : fungsi genap      Bila f(x) = fungsi ganjil : a f x nx dx b f x nx dx f x nx dx f x b nx n n n n               1 0 1 2 0 1         ( ).cos( ). ( ).sin( ). ( ).sin( ). ( ) .sin( ) deret Fourier Sinus Bila f(x) = fungsi genap : f x a L a n x L n n ( ) .cos                0 1  , dimana : a f x nx dxn   2 0   ( ).cos( ). Contoh : 1. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval - < x < .Uraikan f(x) dalam deret Fourier untuk -  x  . 2. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0  x  2.Uraikan f(x) dalam deret Fourier untuk 0  x  2. 3. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0 < x  .Uraikan f(x) dalam deret Fourier cosinus untuk 0 < x  . 4. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0 < x  .Uraikan f(x) dalam deret Fourier sinus untuk 0 < x  . 5. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0  x  .Uraikan f(x) dalam deret Fourier cosinus untuk 0  x  . ---------------@TNT/141096---------------
  • 48. MTK-2/45 BAB V PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL P.D. Parsial : Persamaan differensial yang mengandung sebuah fungsi tak diketahui dan beberapa (dua atau lebih) variabel-variabel bebas. P.D. parsial ini banyak timbul pada penyelesaian problem teknik. Order (tingkat) suatu P.D. Parsial adalah tingkat daripada turunan tertinggi P.D. ini. P.D. parsial disebut linier bila variabel bergantung (fungsi yang tak diketahui) dan turunan-turunannya daripada P.D. ini mempunyai derajat satu. Bila suku-suku pada P.D. parsial ini mempunyai derajat yang sama maka P.D. ini disebut homogen. Selain itu disebut tak homogen. Dipelajari P.D. parsial linier order dua dengan koeffisien konstan, dengan bentuk PD Parsial orde dua linier tak homogen : A u x B u x y Cx u y D u x E u y Fu f x y            2 2 2 2 2 2      ( , ) (1) dan bentuk PD Parsial orde dua linier homogen : A u x B u x y Cx u y D u x E u y Fu            2 2 2 2 2 2 0      (2) dimana u = u(x,y). Klasifikasi PD Parsial : - pers. eliptik, bila B2 -AC < 0 - pers. hiperbolik, bila B2 - AC > 0 - pers. parabolik, bila B2 - AC = 0 Contoh :      2 2 2 2 0 u x u y   : pers. laplace dua dimensi atau pers. potensial, adalah pers. eliptik, dimana A = 1, B = 0, dan C = 1, sehingga B2 - AC = 0 - 1.1 = -1 < 0.      u t C u x  2 2 2 : pers. panas satu dimensi, adalah pers. parabolik, dimana A = C2 , B = 0, dan C = 0, sehingga B2 - AC = 0 - C2 .0 = 0.      2 2 2 2 2 u t C u x  : pers. gelombang satu dimensi, adalah pers. hiperbolik, dimana A = C2 , B = 0, dan C = -1, sehingga B2 - AC = 0 - C2 .-1 = C2 > 0. Penyelesaian suatu P.D. Parsial di dalam daerah R daripada variabel-variabel bebas adalah suatu fungsi yang mempunyai seluruh turunan-turunan parsial yang ada di P.D. ini pada domain R dan memenuhi persamaan di setiap tempat di dalam R. Fungsi ini harus kontinyu pada boundary daripada R. Fungsi yang memenuhi P.D. Parsial ini banyak sekali. Suatu penyelesaian yang unik dibatasi
  • 49. MTK-2/46 oleh kondisi-kondisi batas dan kondisi awal. Ada dua jenis problema, yaitu problema nilai awal untuk kondisi-kondisi diketahui di suatu titik dan problema nilai batas untuk kondisi-kondisi diketahui tidak hanya di satu titik, tetapi domainnya terbatas. Teorema 1 : Bila u1, u2, ..., uk merupakan penyelesaian pers. (2) maka u = c1u1 + c2u2 + ... + ckuk, dimana c1, c2,..., ck adalah konstanta-konstanta, juga merupakan penyelesaian. Teorema 2 : Bila u1, u2, ..., un, ... merupakan penyelesaian pers. (2) maka u = C un n n .   1 , juga merupakan penyelesaian. Ada beberapa metode penyelesaian, yaitu metode : 1. Transformasi Laplace. 2. Pemisahan Variabel. 3. Kombinasi Variabel. V.1. Transformasi Laplace. Umumnya digunakan untuk problema-problema nilai awal. Tahapan- tahapan penyelesaiannya : 1. Mengoperasikan Transformasi Laplace pada P.D. dan kondisi-kondisi batas dengan menggunakan kondisi awalnya. Akan diperoleh suatu P.D. biasa dengan variabel dependent dalam domain Laplace. 2. Menyelesaikan P.D. ini untuk memperoleh variabel dependent dalam domain Laplace. 3. Melakukan kebalikan transformasi pada variabel dependent yang diperoleh pada tahap 2. Contoh 1: Perpindahan panas ke suatu dinding semi infinite. Suatu slab yang tebalnya tak berhingga, mula-mula pada suhu T0 di semua bagian. Tiba-tiba salah satu permukaan slab dikontakkan pada cairan panas bersuhu Ts terus-menerus. Tentukan distribusi suhu di dalam dinding. Penyelesaian : Problema perpindahan panas ini dinyatakan dengan P.D. sbb. :      T t k C T xp  . 2 2       T t T x  2 2 2 (1-1) kondisi awal : T(x,0) = T0 (1-2) kondisi batas : 1. T(0,t) = Ts (1-3) 2. T(,t) = T0 (1-4) Tahap 1 :
  • 50. MTK-2/47 Transformasi Laplace pada pers. (1) : L T t L T x                   2 2 2 .  s T T x d T dx . ( , ) 0 2 2 2   2 2 2 0 d T dx s T T  .  d T dx s T T2 2 2 0 2      . (1-5) Transformasi Laplace pada kondisi batas (pers. (3) dan pers. (4)) : 1. L{T(0,t)} = L{Ts}  T s T s s ( , )0  (1-6) 2. L{T(,t)} = L{T0}  T s T s ( , )  0 (1-7) Tahap 2 : Penyelesaian umum pers. (5) adalah : T K e K e T s s x s x     1 2 0 . . . .   (1-8) Dari kondisi batas ke-2 (pers. (7)) dan pers. (8) diperoleh K1 = 0. Sehingga pers. (8) menjadi : T K e T s s x    2 0 . .  (1-9) Dari kondisi batas ke-1 (pers. (6)) dan pers. (9) diperoleh : T s K T s K T T s s s      2 0 2 0 (1-10) Substitusi pers.(10) ke pers. (9), diperoleh : T T T s e T s s s x     0 0 . .  (1-11) Tahap 3 : T(x,t) = L-1  T x s( , ) = (Ts-T0).L-1 1 s e s x .          +T0.L-1 1 s       = (Ts-T0). Erf x t2. .             + T0 (1-12) dengan kondisi batas x = 0  erf(0) = 0 dan x =   erf() = 1, sehingga pers. (12) menjadi :
  • 51. MTK-2/48 T(x,t) = = (Ts-T0). 1 2             Erf x t. . + T0 (1-13) V.2. Pemisahan Variabel. Persyaratan pemakaian metode ini adalah : 1. P.D.nya homogen. 2. Kondisi batasnya homogen. Tahapan-tahapan penyelesaian : 1. Melakukan pemisahan variabel sehingga diperoleh dua P.D. biasa. 2. Menyelesaikan kedua P.D. ini yang memenuhi kondisi-kondisi batas. 3. Mendapatkan penyelesaian total yang memenuhi kondisi awal. Bila kondisi batas atau P.D. tidak homogen, maka sebelum digunakan metode ini perlu dilakukan transformasi variabel, agar kondisi batas dan P.D. menjadi homogen. Untuk kondisi batas tak homogen, misalnya U(0,t) = U0 dan U(L,t) = UL, lebih dulu dilakukan substitusi variabel : V = U + a + bx V(0,t) = U(0,t) + a 0 = U0 + a  a = -U0, dan V(L,t) = U)L,t) + a + bL 0 = UL + a + bL 0 = UL - U0 + bL  b U U L L  0 Jadi V = U - U0 - U U L L0  .x atau U = V + U0 + U U L L0  .x. Contoh 2 : Suatu batang yang kedua permukaan sisinya terisolasi, dengan suhu mula- mula di dalam batang tersebut terdistribusi dengan persamaan : T(x,0) = f(x). Tiba-tiba (pada t = 0), kedua ujungnya dikontakkan dengan air es sehingga suhunya dipertahankan tetap pada 0 o C. L X 0 o C 0 o C
  • 52. MTK-2/49 Tentukan suhu batang sebagai fungsi x dan t atau T(x,t). Penyelesaian : Proses perambatan panas pada batang ini dapat digambarkan sebagai P.D. :      T t T t  2 2 2 (2-1) Kondisi awal : T(x,0) = f(x) (2-2) Kondisi batas :T(0,t) = 0 dan T(L,t) = 0 (2-3) Pers. (1), merupakan P.D. Parsial homogen dan kondisi-kondisi batasnya (pers. (3)) juga homogen. Maka metode pemisahan variabel dapat diterapkan. Tahap 1 : T(x,t) = F(x).G(t) (2-4) Substitusi pers.(4) ke pers. (1) : F G F G. ' ". 2 atau G G F F ' . ' 2  (2-5) Dapat disimpulkan bahwa kedua sisi pada pers. (5) merupakan konstanta yaitu : G G F F C ' . ' 2   (2-6) Pers. (6) bisa dipecah menjadi 2 persamaan, yaitu : G’ = C.2 G (2-7) dan F” - C.F = 0 (2-8) Kemungkinan-kemungkinan harga C : a. C > 0 : penyelesaian pers. (8) adalah : F x K e K eC x C x ( ) . .. .    1 2 Dari kondisi batas : 0 = K1 + K2 0 = K e K eCLx C L 1 2. . .   maka diperoleh K1 = 0 dan K2 = 0, sehingga tidak merupakan penyelesaian non- trivial. b. C = 0 : penyelesaian pers. (8) adalah : F x K K x( ) . 1 2 Dari kondisi batas : 0 = K1 0 = K1 + K2.L maka diperoleh K1 = 0 dan K2 = 0, sehingga tidak merupakan penyelesaian non- trivial. c. C < 0 : penyelesaian pers. (8) adalah : F x K C x K C x( ) .cos( . ) .sin( . ) 1 2 Dari kondisi batas : 0 = K1 0 = K C L K CL1 2.cos( . ) .sin( ) maka diperoleh K1 = 0 dan K2  0, sehingga merupakan penyelesaian non-trivial. Maka dipilih C yang berharga negatif, misalnya C = -p2 . Maka pers. (8) menjadi : F” + p2 .F = 0 (2-9) dan pers. (7) menjadi :
  • 53. MTK-2/50 G’ = -p2 .2 G (2-10) Tahap 2 :  Penyelesaian pers. (9) : Dari kondisi batas : F(0) = 0 dan F(L) = 0, maka penyelesaian umum pers. (9) : F(x) = K1.cos (px) + K2.sin (px) Untuk kondisi batas pertama : 0 = K1 + 0 atau K1 = 0, maka F(x) = K2.sin (px), dan untuk kondisi batas kedua : 0 = K2.sin (pL), maka sin (pL) = 0, jadi pL = n. atau p = n./L, dimana : n = 1,2,3, ... . Sehingga penyelesaian pers.(10) : F x K n x L n n( ) .sin . .  2   Penyelesaian pers. (10) : G e p t   2 2 . . atau G t en n L t ( ) . . .           2 2 Jadi : T(x,t) = T x tn n ( , )   1 = F x G tn n n ( ). ( )   1 = K n x L e n n n L t 2 2 2 1 .sin . . . . . .           atau A n x L e n n n L t .sin . . . . . .           2 2 1 (2-11) Tahap 3 : Dari kondisi awal : T(x,0) = f(x) = A n x Ln n .sin . .    1 , nampak bahwa f(x) adalah deret Fourier Sinus, dimana : A L f x n x L dxn L   2 0 ( ).sin . . (2-12) Jadi penyelesaian umum problema ini adalah pers. (2-11) dengan harga-harga An diperoleh dari pers. (2-12). Contoh 3 : Ditinjau sebuah silinder tak berhingga panjang (atau sebuah silinder yang ujung-ujungnya terisolir). Jari-jari silinder adalah R. Mula-mula distribusi suhu di dalam silinder adalah f(r). Tiba-tiba pada t = 0, permukaan silinder dipertahankan tetap pada suhu 0 o C. Tentukan suhu silinder sebagai fungsi r dan t, yaitu T(r,t). Penyelesaian : Persoalan perpindahan panas pada silinder ini dapat dinyatakan dengan P.D. sbb. :        T t T r r T r         2 2 2 1 . . (3-1) Kondisi awal : T(r,o) = f(r) (3-2) Kondisi batas : T(R,t) = 0 o C (3-3) Tahap 1 : T(r,t) = F(r).G(t) (3-4)
  • 54. MTK-2/51 Substitusi pers.(4) ke pers. (1) : F G F G r F G. ' ". . '.     2 1 atau G G F r F F C ' . " . '  2 1    (3-5) seperti pada contoh-contoh yang lalu C harus negatif : C = -p2 . Sehingga pers. (3- 5) menjadi : G G F r F F p ' . " . ' 2 2 1     (3-6) pers. (6) ini terpecah jadi dua persamaan : F r F p F" . ' .   1 02 (3-7) dan G’ + 2 .p2 .G = 0 (3-8) Tahap 2 :  Penyelesaian pers. (7) : Pers. (7) bisa ditulis : r2 .F” + r.F’ + p2 .r2 .F = 0, pers. ini merupakan pers. Bessel yang penyelesaian umumnya adalah : F(r) = K1.J0(pr) + K2.Y0(pr) (3-9) Pada r = 0 : Y0 (0) = , agar F(r) berhingga untuk r = 0, maka K2 = 0, sehingga pers. (9) menjadi : F(r) = K1.J0(pr). Dari kondisi batas : r = R  T(R,t) = 0  F(R) = 0, jadi F(R) = 0 = K1.J0(pR), dimana K1  0 dan pR = akar-akar fungsi Bessel order nol. Jadi pR = 2.4, 5.52, 8.65, 11.79, 14.93, ... atau pn = 2.4/R, 5.52/R, 8.65/R, 11.79/R, 14.93/R, ... . Maka pers. (9) dapat ditulis : Fn(r) = K1n.J0(pn.r) (3-10)  Penyelesaian pers. (8) : G t e p t ( ) . .  2 2 (3-11) atau G t en p tn ( ) . .  2 2 (3-12) Tahap 3: Sesuai dengan teorema 2, maka : T(r,t) = T x tn n ( , )   1 = F x G tn n n ( ). ( )   1 = K J r t en p t n n 1 0 1 2 2 . ( , ). . .     atau T(r,t) = A J r t en p t n n . ( , ). . . 0 1 2 2      (3-13) juga merupakan penyelesaian. Dan dari kondisi awal : T(r,o) = f(r) = A J p rn n n 0 1 ( . )    (3-14)
  • 55. MTK-2/52 Konstanta An dicari dengan menggunakan sifat-sifat ortogonalitet fungsi Bessel, yang dalam hal ini, pers. (14) dikalikan dengan r.J0(pn.r) dan diintegralkan dari 0 - R, sehingga menjadi : r f r J p r drn R . ( ). ( . )0 0  = A r J p r J p r drn n R n n . . ( . ). ( . )0 0 0 1          = A r J p r drn n R . ( . )0 2 0  =  A R J p Rn n. ( . ) 2 1 2 2 jadi :   A R J p R n n  2 2 1 2 ( . ) . r f r J p r drn R . ( ). ( . )0 0  (3-15) Jadi penyelesaian problema ini adalah pers. (3-13) dimana An diperoleh dari pers. (3-15). Untuk P.D. tak homogen maka dependent variabel dinyatakan sebagai penjumlahan penyelesaian steady state yang hanya merupakan fungsi ruang dan variabel deviasi yang merupakan fungsi ruang dan waktu. Contoh 4 : Suatu bola logam dengan radius R yang mula-mula bersuhu 30 o C disemua bagian, tiba-tiba dimasukkan ke dalam oven yang diatur pada suhu 400 o C, ynag dijaga konstan. Dianggap tahanan perpindahan panas secara konveksi dan radiasi pada permukaan logam diabaikan. Tentukan suhu dalam bola sebagai fungsi waktu dan radius dari pusat bola, T(r,t). Penyelesaian : PD. yang menggambarkan problema ini :        T t r T r T r         2 2 2 2 . . (4-1) dengan : - kondisi awal : T(r,0) = 30 o C (homogen) (4-2) - kondisi batas : T(R,t) = 400 o C (belum homogen) (4-3) Tahap - 1 : Substitusi : V = T - 400, sehingga : - kondisi awal : V(r,0) = 30 - 400 = -370 o C (homogen) (4-4) - kondisi batas : T(R,t) = 400 - 400 = 0 o C (homogen) (4-5) Pemisahan variabel, didfenisikan : V(r,t) = F(r).G(t), yang disubstituikan ke pers. (1) : F G r F G F G. ' . '. ".     2 2 atau G G r F F F C ' . . "' 2 2    (4-6) harga C harus negatif, C = -p2 , sehingga diperoleh dua persamaan terpisah : F r F p F" . ' .   2 02 (4-7)
  • 56. MTK-2/53 dan G’ + 2 .p2 .G = 0 (4-8) Tahap 2 :  Penyelesaian pers. (7) : Substitusi : H = r.F, sehingga : - F H r  (a) - F r H r H' . . '   1 1 2 (b) - F r H r H r H r H" . . ' . " . '    2 1 1 1 3 2 2 (c) yang disubstitusikan ke pers. (7) : 2 2 1 2 1 1 03 2 2 2 r H r H r H r r H r H p H r . . ' . " . . ' .            H r p H r " . 2 0 Persamaan ini diselesaikan : H = A.cos (pr) + B.sin (pr)  F A r pr B r pr .cos( ) .sin( ) (4-8) Pada r = 0, agar F(r) berhingga untuk r = 0, maka A = 0, sehingga pers. (8) menjadi : F B r pr .sin( ) (4-9) Dari kondisi batas : r = R  V(R,t) = 0  F(R) = 0, jadi : 0  B R pR.sin( ) , diperoleh bila pR = n, maka p n R  . . Sehingga pers. (9), menjadi : F r B r n R rn n ( ) .sin( . )  (4-10)  Penyelesaian pers. (8) : G t e p t ( ) . .  2 2 (4-11) atau G t en n R t ( ) . . .         2 2 (4-12) Tahap 3: Sesuai dengan teorema 2, maka : V(r,t) = V r tn n ( , )   1 = F r G tn n n ( ). ( )   1 = B r n R r en n R t n .sin . . . . . .                   2 2 1 atau
  • 57. MTK-2/54 V(r,t) = B r n R r en n R t n .sin . . . . . .                   2 2 1 (4-13) juga merupakan penyelesaian. Dan dari kondisi awal : V(r,o) = -370 = B r n R rn n .sin . .         1 (4-14) Konstanta Bn dicari dengan menggunakan sifat-sifat ortogonalitet fungsi sinus, yang dalam hal ini, pers. (14) dikalikan dengan r m R r.sin( . )  dan diintegralkan dari 0 - R, sehingga menjadi :        370 0 . .sin . .r m R r dr R  = B n R r m R r drn R n . sin . . .sin . .               01 = B R r m R r dr R 1 0 . sin . .sin . .              + B R r m R r dr R 2 0 2 . sin . . .sin . .              + . . . + B m R r drm R . sin . .             2 0 + . . . dimana untuk n  m, hasil integrasi adalah 0., maka :       370 0 . . . cos . . R m r d m R r R   = B m R r drm R 2 1 2 0 . cos . .               370 0 0 . . . .cos . . cos . . R m r m R r m R r dr R R                         B r R m m R rm R 2 2 2 0 . . . .sin . .               370 20 . . . .cos . . . .sin . . . R m r m R r R m m R r B R R m                         370 1 2 . . . .cos . . m R m R R Bm                B R m m m  740 1. .( ) . atau B R n n n  740 1. .( ) . (4-15) Penyelesaian umum problema ini adalah : T(r,t) = 400 + V(r,t) atau T r t B r n R r en n R t n ( , ) .sin . . . . . .                  400 2 2 1    (4-16) dengan Bn dari pers. (15). Contoh 5 : Pendinginan Transient butiran bahan bakar nuklir
  • 58. MTK-2/55 Terjadi generasi panas di dalam butiran-butiran uranium berbentuk bola dengan kecepatan per unit volume sebesar Q. pada permukaan batasnya diadakan pendinginan dengan heat transfer koeffisien, h, dan suhu fluida pendingin, Tf konstan. Pada saat awal, suhu didalam butiran seragam, T0. Tentukan distribusi suhu didalam butiran, T(r,t) Penyelesaian : Phenomena proses tsb. dapat dirumuskan :         T t r r r T r Q Cp         1 2 2 (1) kondisi awal dan batas : r = R ;    k T r h T Tf   (2) t = 0 ; T (0,r) = T0 (3) Jelas bahwa PD yang dihasilkan tidak homogen, sehingga metode separation variabel tidak langsung digunakan. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi berikut, untuk membuat PD menjadi homogen. Dalam hal ini variabel suhu diuraikan menjadi dua bagian : penyelesaian steady state (future steady state) dan simpanagn terhadap steady state, yaitu : T(r,t) = T r y r t( ) ( , ) (4) PD pada steady state dinyatakan :   1 02 2 r d dr r dT dr Q Cp         (5) dan diintegralkan : d r dT dr Q k r dr2 2        (6) r dT dr Q k r C2 3 1 3    (7) pada pusat : C1 = 0, maka : dT dr Q k r C r    3 1 2 (8) diintegralkan : T r Q k r C( )    2 2 6 (9) Q R h Q k R C Tf 3 6 2 2          (10) dimana : C QR h QR k Tf2 2 3 6    , pada keadaan steady state, t =  : T r T QR h QR k r R f( )                  3 6 1 2 2 (11) Jika persamaan ini disubstitusikan ke persamaan awal dan kondisi batasnya :
  • 59. MTK-2/56        y t r r r y r        1 2 2 (12) r = 0;   y r  0 (13) r = R;  k y r hy   (14) t = 0; y(r,0) = T0 - T r( ) (15) dimana bagian steady menghilangkan Q dari pers. (5), pada batasan t  , digunakan variabel bebas tak berdimensi :   r R ;dan    t R2 maka pers. (12) menjadi :         y y        1 2 2 (16)   0;   y  0 (17)   1;   y y Bi (18) dimana : Bi = hR k Sekarang persamaan untuk y dan kondisi batasnya, telah homogen, maka metode pemisahan variabel dapat digunakan : y t( , ) ( ) ( )     (19) kita dapatkan : 1 2 2 2          d d d d ( )    (20) maka ada dua variabel yang harus diselesaikan : 1 02 2 2        d d d d         (21) dan d d     2 0 (22) Pers. (21) diselesaikan dengan bantuan  = u()/, maka : d u d u 2 2 2 0    (23) penyelesaiannya : u A B( ) sin( ) cos( )   0 0 (24) atau       ( ) sin( ) cos( )  A B0 0 (25) Pers. (22) diselesaikan dengan :
  • 60. MTK-2/57    K exp( )2 (26) jika  = 0, penyelesaian menjadi sederhana dengan C/ + D, maka penyelesaian akhir adalah : y A B C D           sin( ) cos( ) exp( )        2 (27) Pada pusat : B = C = 0 dan karena y  0 sebagaimana   , sehingga D = 0, maka : y A( , ) sin( ) exp( )       2 (28) dengan   , diterapkan  = 1, menghasilkan : sin () -  cos () = Bi sin() (29) atau n cot ( n ) - 1 = - Bi (30) untuk Bi yang besar, menjadi sin (n) = 0, jadi n = n; (n = 0,1,2, ...). Penyelesaian umumnya menjadi : y An n n n( , ) sin( ) exp( )          1 2 (31) dengan menggunakan sifat orthogonal :  T T QR h R k QR k Af n n n 0 2 2 1 1 3 6 6                  sin( ) (32) konstanta An adalah : A d T T QR h R k QR k n n n f        sin( ) sin( ) ( )                 x 0 2 2 0 1 0 1 3 1 2 6 diintegralkan : An n n n 1 2 1 2        sin( )cos( )   =  T T QR h R k f n n n n 0 2 3 1 2                      sin( ) cos( )    +  QR k n n n n n n 2 2 3 4 6 3 6 6                sin( ) ( ) cos( ) Jadi penyelesaian umumnya adalah :    y T T Bi N Bif k n n n n n n n ( , ) cos cos sin( ) exp            0 2 2 1 2 2 1 1               dimana : N QR k T T hR k k f   2 0( ) ; Bi = .
  • 61. MTK-2/58 Contoh 6 : Perpindahan panas dua dimensi dalam keadaan steady : R T=f(x) T=0T=0 x y 0 a b C Qx=x Qy=y Qx=x+x Qy=y+y lebar =w Penyelesaian : P.D. yang menggambarkan fenomena perpindahan panas ini adalah : Q k T x w yx x x x     . . .    dan Q k T y w xy y y y     . . .    0 = Qx=x + Qy=y - Qx=x+x - Qy=y+y 0 =       Q x x Q y yx y . .  =                        k T x w y x x k T y w x y y . . . . . . . .     0 = k w x y T x k w x y T y . . . . . . . .       2 2 2       T x T y2 2 2 0  Ada tiga jenis problema untuk penyelesaian P.D. ini : 1. Problema Dirichlet : Bila T ditetapkan pada C 2. Problema Neuman : Bila turunan normal Tn ditetapkan pada C 3. Problema Campuran : Bila T ditetapkan pada sebagian dari C, sebagian yang lain harga Tn ditetapkan. Sebagai contoh untuk problema Dirichlet adalah :     T x T y2 2 2 0  (5-1) Kondisi batas : (5-2)  T(x,0) = 0 dimana0 < x < a
  • 62. MTK-2/59  T(a,y) = 0 dimana0 < y < b  T(x,b) = f(x) dimana 0 < x < a  T(0,y) = 0 dimana 0 < y < b Tahap 1 : T(x,y) = F(x).G(y) (5-3) Substitusi pers. (3) ke pers. (1) didapat : F”.G + F.G” = 0 atau F F G G p " "     2 (5-4) Pers. (4) dapat dipecah menjadi : F” + p2 .F = 0 (5-5) dan G” - p2 .G = 0 (5-6) Tahap 2 :  Penyelesaian pers. (5) : F(x) = K1. cos (px) + K2.sin (px) (5-7) Kondisi batas : F(0) = 0, F(a) = 0, dengan kondisi batas ini dan pers. (7) diperoleh : 0 = K1 + 0  K1 = 0 dan 0 = K2.sin (pa)  pa = n. atau p = n./a, dimana : n = 1,2,3, ... . Jadi penyelesaian pers. (5) : F x K n x a n n( ) .sin . .  2  (5-8)  Penyelesaian pers. (6) : pers. (6) menjadi : G n a G" . .         2 0 (5-9) penyelesaiannya adalah : G y K e K en n n a y n n a y ( ) . . . . . .    3 4   (5-10) Dari kondisi batas : Gn(0) = 0 dan pers. (10) : 0 = K3n + K4n  K4n = -K3n Sehingga, pers. (10) menjadi : G y K e en n n a y n a y ( ) . . . . .          3   = 2 3K n y a n .sinh . . Maka : Tn(x,y) = Fn(x).Gn(y) = K n x a K n y a n n2 32.sin . . . .sinh . .  = A n x a n y a n .sin . . .sinh . .  Tahap 3 : T(x,y) = A n x a n y an n .sin . . .sinh . .     1 (5-11) pers. ini harus memenuhi kondisi batas : T(x,b) = f(x) = A n b a n x an n .sinh . . .sin . .          1 Deret ini adalah deret Fourier Sinus, sehingga : A n b a a f x n x a dxn a .sinh . . ( ).sin . .    2 0
  • 63. MTK-2/60  A a n b a f x n x a dxn a   2 0.sinh . . ( ).sin . .   (5-12) Jadi penyelesaian problema ini adalah pers. (11) dimana An diperoleh dari pers. (5-12). Contoh 6 : Sebuah paralel epipedum, kelima sisinya bersuhu T0 dan hanya pada sisi bagian atas bersuhu T1 yang dipertahankan konstan (z = H). Dalam keadaan steady state, distribusi suhu didalam benda ini, dirumuskan :     2 2 2 2 2 2 2 0T T x T y T z       (6-1) Tentukan distribusi suhu dalam paralel epipedum tsb. T(x,y,z). Penyelesaian : x z y D L H Tahap 1 : Substitusi :     T T T T 0 1 0 (6-2) ke pers. (1), sehingga menjadi :          2 2 2 2 2 2 0 x y z    (6-3) dengan kondisi batas :  = 0 : x = 0, y  0, z  0 (6-4a)  = 0 : x = L, y  0, z  0 (6-4b)  = 0 : y = 0, x  0, z  0 (6-4c)  = 0 : y = D, x  0, z  0 (6-4d)  = 0 : z = 0, x  0, y  0 (6-4e)  = 1 : z = L, x  0, y  0 (6-4f) Pemisahan variabel :  = X(x). Y(y). Z(z) (5) Sehingga pers. (3) menjadi :
  • 64. MTK-2/61 X X Y Y Z Z " " "    0 (6) atau X X Y Y Z Z a " " "      2 (7) maka :     X X a Y Y b " "2 2 (8) sehingga terdapat 3 pemisahan variabel : X” + b2 X = 0 (9a) Y” + (a2 - b2 )Y = 0 (9b) Z” - a2 Z = 0 (9c) Tahap 2 : Kemungkinan-kemungkinan penyelesaian, bila :  a  b  0, maka : X = c1.cos (bx) + c2.sin (bx) Y c a b y c a b y   3 2 2 4 2 2 .cos( . ) .sin( . ) Z = c5.cosh (az) + c6.sinh (az) . . . . . (10)  a = b  0, maka : X = c1.cos (bx) + c2.sin (bx) Y = c7 + c8.y Z = c5.cosh (az) + c6.sinh (az) . . . . . (11)  a = 0, b = 0, maka : X = c9 + c10.x Y = c7 + c8.y Z = c11 + c12.z . . . . . (12)  a = 0, b  0, maka : X = c1.cos (bx) + c2.sin (bx) Y = c13.cosh (by) + c14.sinh (by) Z = c11 + c12.z . . . . . (13)  a  0, b = 0, maka : X = c9 + c10.x Y = c15.cos (ay) + c16.sin (ay) Z = c5.cosh (az) + c6.sinh (az) . . . . . (14) Dari kondisi batas :  pers. (4a), dimana :  = 0, x = 0  X(0) = 0, maka : c1 = 0 c9 = 0  pers. (4b), dimana :  = 0, x = L  X(L) = 0, maka : c10 = 0 b n L  .  pers. (4c), dimana :  = 0, y = 0  Y(0) = 0, maka : c3 = 0 c7 = 0