2. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun. Gizi buruk
merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan
rendahnya konsumsi energi dan protein (KEP) dalam
makanan sehari hari (KEMENKES, 2008)
Gizi Buruk
3. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima tahun
(balita). Masalah gizi buruk dan kekurangan gizi telah
menjadi keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk
umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah
generasi penerus bangsa. Kasus gizi buruk merupakan aib
bagi pemerintah dan masyarakat karena terjadi di tengah
pesatnya kemajuan zaman. Dengan alasan tersebut, masalah
ini selalu menjadi program penanganan khusus oleh
pemerintah.
Upaya pencegahan yang dilakukan di antaranya
dengan selalu meningkatkan sosialisasi, kunjungan langsung
ke para penderita gizi buruk, pelatihan petugas lapangan,
pengarahan mengenai pentingnya ASI eksklusif pada ibu yang
memiliki bayi, serta koordinasi lintas sektor terkait
pemenuhan pangan dan gizi.
Latar Belakang
4. Namun sampai saat ini penanganan yang diberikan,
hanya mampu mengurangi sedikit kasus gizi buruk pada balita.
Hal ini membuktikan bahwa penanganan dan program yang
diberikan oleh pemerintah belum mampu menekan jumlah kasus
gizi buruk yang ada. Ketidak berhasilan penanganan dan
program tersebut mungkin dikarenakan kurang tepatnya
perbaikan terhadap faktor-faktor yang dianggap
mempengaruhi kasus gizi buruk pada balita.
Hasil Riset KEMENKES th 2014 secara Nasional diperkirakan
Prevalensi Balita Gizi Buruk sebanyak 452 Kasus. Jumlah ini jika
dibandingkan dengan hasil KEMENKES tahun 2015, terjadi
penurunan sebanyak 50 Kasus .
Cont...
5. Data Rekap Balita Gizi Buruk Di
Indonesia 2014/2015
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Gizi Buruk
2014 2015
6. No Provinsi 2014 2015
1 ACEH 3 0
2 SUMATERA UTARA 6 0
3 SUMATERA BARAT 1 0
4 SUMATERA SELATAN 18 2
5 LAMPUNG 23 4
6 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8 0
7 DKI JAKARTA 153 0
8 JAWA BARAT 2 0
9 JAWA TENGAH 10 0
10 KALIMANTAN BARAT 32 0
11 KALIMANTAN TENGAH 9 2
12 SULAWESI SELATAN 181 42
13 SULAWESI BARAT 5 0
14 MALUKU 1 0
Total 452 50
Balita Gizi Buruk (PerProvinsi)
7. Peringkat Provinsi PDRB (ribu rupiah) 2014 2015
1 Kalimantan Timur 101.858 0 0
2 DKI Jakarta 74.065 153 0
3 Riau 53.264 0 0
4 Kepulauan Riau 40.746 0 0
5 Papua 26.615 0 0
6 Kepulauan Bangka Belitung 19.35 8 0
7 Sumatera Selatan 18.725 18 2
8 Aceh 17.124 3 0
9 Papua Barat 17.084 0 0
10 Jawa Timur 16.757 0 0
11 Sumatera Utara 16.403 6 0
12 Kalimantan Tengah 15.725 9 2
13 Sumatera Barat 14.955 1 0
14 Jawa Barat 14.723 2 0
15 Jambi 14.226 0 0
16 Bali 14.199 0 0
17 Kalimantan Selatan 13.206 0 0
18 Banten 12.757 0 0
19 Sulawesi Utara 12.61 0 0
20 Sulawesi Tengah 11.54 0 0
21 Kalimantan Barat 11.394 32 0
22 Jawa Tengah 11.184 10 0
23 Daerah Istimewa Yogyakarta 10.985 0 0
24 Sulawesi Selatan 10.909 181 42
25 Sulawesi Tenggara 10.686 0 0
26 Lampung 10.078 23 4
27 Bengkulu 8.799 0 0
28 Nusa Tenggara Barat 8.08 0 0
29 Sulawesi Barat 7.535 5 0
30 Gorontalo 6.068 0 0
31 Nusa Tenggara Timur 4.769 0 0
32 Maluku 4.747 1 0
8. Keterangan penderita gizi buruk:
: Kedua Tertinggi 2014
: Kedua Tertinggi 2015
: Tertinggi 2014-2015
Tabel diatas menunjukan tingkat
ekonomi di indonesia (pendapatan
perdaerah) dan penderita gizi buruk
2014/2015
9. Apabila ditinjau menurut provinsi, terlihat ada 14 provinsi
yang mempunyai proporsi lebih tinggi dari angka Nasional.
Proporsi tertinggi Balita Gizi Buruk yaitu Sulawesi Selatan dengan
jumlah Kasus 181 pada tahun 2014 dan pada tahun 2015 42 Kasus .
Sedangkan proporsi terendah Gizi Buruk yaitu Maluku 1 Kasus
(2014) dan Sulawesi Selatan 2 Kasus (2015).
Selanjutnya apabila dilihat dari tingkat ekonomi,
sebenarnya banyak provinsi yang merupakan provinsi terkaya di
Indonesia, namun masih banyak saja Balita yang menderita Gizi
Buruk di Provinsi tersebut. Tetapi banyak juga Provinsi yang
melakukan rencana tindak lanjut untuk menanggulangi Balita
yang menderita Gizi Buruk. Maka menurut riset kami, ekonomi
berpengaruh pada tingkat kesehatan balita yang menderita Gizi
buruk karena banyak Provinsi yang sudah berusaha memperkecil
kemungkinan bertambahnya Balita Gizi Buruk tersebut walaupun
belum sepenuhnya.
Kesimpulan