Dokumen tersebut membahas tentang pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah. Secara ringkas, dibahas mengenai pengertian dan masalah yang terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah serta peluang bisnis dan tantangan yang dihadapi di daerah.
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah
1. “Pengembangan Potensi Lokal di Era Otonomi Daerah”
Oleh Kelompok 7 :
Indriati Dewi 2312100071
Nufal Fauzan 2312100119
M. Qomaruz Zaman 2412100087
Khara Karisia Dimpudus 2512100071
Claudia CVN Tambun 2512100131
2. KEWARGANEGARAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
BAB I
PENDAHULUAN
I. PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara
federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk
federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan
meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh
Pemerintah Pusat seperti :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur,
memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Dampak Positif Otonomi Daerah
Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada
di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon
tinggidari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri.
Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan
daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan
pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama
sehingga akan lebih efisien.
Dampak Negatif Otonomi Daerah
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di
tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan antara
pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang
pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang
Masalah Otonomi Daerah
3. Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
1. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
2. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan penyesuaian
peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih sangat terbatas
3. Sosialisasi UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas
4. Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemah, pengaruh
perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi yang
tidak mudah, masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola
5. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan
otonomi daerah
6. Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsepotonomi yang proporsional
kedalam pengaturan konsepotonomi yang proporsional ke dalampengaturan pembagian
dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah
sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta
potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI
Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok yang membentuk pemerintah
daerah yaitu :
1. Kewenangan
2. Kelembagaan
3. Kepegawaian
4. Keuangan
5. Perwakilan
6. Manajemen pelayanan public
7. Pengawasan
Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi meliputi :
a) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
• Hasil pajak daerah
• Hasil restribusi daerah
• Hasil perusahan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
• Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset daerah dan
jasa giro
b) Dana Perimbangan
• Dana Bagi Hasil
• Dana Alokasi Umum (DAU)
• Dana Alokasi Khusus
c) Pinjaman Daerah
• Pinjaman Dalam Negeri
1. Pemerintah pusat
2. Lembaga keuangan bank
3. Lembaga keuangan bukan bank
4. Masyarakat (penerbitan obligasi daerah)
• Pinjaman Luar Negeri
1. Pinjaman bilateral
2. Pinjaman multilateral
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
4. Hibah atau penerimaan dari daerah propinsi atau daerah Kabupaten/Kota lainnya
4. 5. penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
II. Peluang Bisnis Ekonomi Serta Tantangan Bisnis di Daerah
Pembangunan ekonomi saat ini di Indonesia selama pemerintahan orde baru lebih terfokus
pada pertumbuhan ekonomi ternyata tidak membuat daerah di tanah air berkembang dengan
baik. Proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran sebagai hasil pembangunan selama ini
lebih terkonsentrasi di Pusat (Jawa) atau di Ibukota. Pada tingkat nasional memang laju
pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan perkapita naik
terus setiap tahun (hingga krisis terjadi). Namun, dilihat pada tingkat regional, kesenjangan
pembangunan ekonomi antar propinsi makin membesar.
Di era otonomi daerah dan desentralisasi sekarang ini, sebagian besar kewenangan
pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai
dengan tanggung jawab yang besar pula. Dalam penjelasan UU No.22/1999 ini dinyatakan bahwa
tanggung jawab yang dimaksud adalah berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan
dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan.
Berangkat dari pemahaman demikian, maka untuk menghadapi berbagai persoalan seperti
kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya kepada
pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang
dipunyai daerah, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung
mengupayakan pengentasan kemiskinan di daerah bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah
daerah dituntut untuk memiliki inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.
Hubungan antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung
bahwa dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu menciptakan demokrasi atau
pun tata pemerintahan yang baik di daerah. Proses lebih lanjut dari aspek ini adalah dilibatkannya
semua potensi kemasyarakatan dalam proses pemerintahan di daerah.
Pelibatan masyarakat akan mengeliminasi beberapa faktor yang tidak diinginkan, yaitu :
1. Pelibatan masyarakat akan memperkecil faktor resistensi masyarakat terhadap
kebijakan daerah yang telah diputuskan. Ini dapat terjadi karena sejak proses inisiasi,
adopsi, hingga pengambilan keputusan, masyarakat dilibatkan secara intensif.
2. Pelibatan masyarakat akan meringankan beban pemerintah daerah (dengan artian
pertanggungjawaban kepada publik) dalam mengimplementasikan kebijakan
daerahnya. Ini disebabkan karena masyarakat merasa sebagai salah satu bagian dalam
menentukan keputusan tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak dengan serta merta
menyalahkan pemerintah daerah bila suatu saat ada beberapa hal yang dipandang
salah.
3. Pelibatan masyarakat akan mencegah proses yang tidak fair dalam implementasi
kebijakan daerah, khususnya berkaitan dengan upaya menciptakan tata pemerintahan
daerah yang baik.
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini sangat
boleh jadi menimbulkan “cultural shock”, dan belum menemukan bentuk /format pelaksanaan
otonomi seperti yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan tanggung jawab dan kewajiban
daerah yang dinyatakan dalam penjelasan UU No.22/1999, yaitu untuk meningkatkan pelayanan
dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
Berkaitan dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka
pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan dan
regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya bentuk yang jelas
dalam operasionalisasi otonomi tersebut, maka sering terdapat bias dalam hasil yang di dapat.
Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan.
5. Pada kondisi ini, otonomi lebih dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber ekonomi/keuangan
dari pusat ke daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan sumber ekonomi.
Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan publik yang lebih
baik, justru menjadi tidak atau belum terpikirkan.
Kemandirian daerah sering diukur dari kemampuan daerah dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah (PAD). PAD juga menjadi cerminan keikutsertaan daerah dalam membina
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan di daerah.
Keleluasaan memunculkan inisiatif dan kreativitas pemerintah daerah dalam mencari dan
mengoptimalkan sumber penerimaan dari PAD sekarang ini cenderung dilihat sebagai sumber
prestasi bagi pemerintah daerah bersangkutan dalam pelaksanaan otonomi. Disamping itu, hal ini
dapat menimbulkan pula ego kedaerahan yang hanya berjuang demi peningkatan PAD sehingga
melupakan kepentingan lain yang lebih penting yaitu pembangunan daerah yang membawa
kesejahteraan bagi masyarakatnya. Euphoria reformasi dalam pelaksanaan pemerintahan di
daerah seperti ini cenderung mengabaikan tujuan otonomi yang sebenarnya.
Otonomi menjadi keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di
bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta hidup, tumbuh, dan berkembang di
daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah perwujudan pertanggungjawaban
sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban
yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan
demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah.
Di samping peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat
sejumlah tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi agar tujuan dari pelaksanaan otonomi
daerah dapat tercapai dengan baik. Di antara tantangan yang dihadapi oleh daerah adalah
tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat, pemberian
pelayanan publik yang dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat
dalam proses pembangunan dan peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya
sendiri.
Dalam implementasinya, penetapan dan pelaksanaan peraturan dan instrumen baru yang
dibuat oleh pemerintah daerah dapat menimbulkan dampak, baik berupa dampak positif maupun
dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak
langsung, pada semua segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang
rentan terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan kelompok usaha kecil.
Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian lebih besar, karena hal
tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan penerapan otonomi daerah itu sendiri.
1.1. LATAR BELAKANG
Keadaan geografis Indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadap mekanisme
pemerintahan Negara Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupa kepulauan ini
menyebabkan pemmerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk
memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya suatu sistem
pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap terawasi dari pusat.
Di era reformasi ini sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkan cepatnya
penyaluran aspirasi rakyat, namun tetap berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Hal
tersebut sangat diperlukan karena mulai munculnya ancaman-ancaman terhadap keutuhan NKRI,
hal tersebut ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indornesia.
6. Sumber daya alam daerah di Indoinesia yang tidak merata juga merupakan salah satu
penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang memudahkan pengelolaan sumber daya
alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional. Sebab
seperti yang kita ketahui bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus
lebih cepat daripada daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem
pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut otonomi daerah.
Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu saja pada
pemerintah daerah. Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus
mengawasi keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakah sudah sesuai
dengan tujuan nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Republik Indonesia
yang berdasar pada sila Kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan otonomi daerah ?
1.2.2 Bagaimanakah wewenang pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah?
1.2.3 Apakah dampak positif dan negatif dari pelaksanaan otonomi daerah?
1.3 TUJUAN PENULISAN PAPER
1.3.1 Untuk mengetahui sistem otonomi daerah
1.3.2 Untuk mengetahui penerapan otonomi daerah, dampak positif serta negatifnya.
1.4 MANFAAT PENULISAN PAPER
1.4.1 Sebagai bahan referensi dari sumber-sumber yang telah ada sebelumnya
1.4.2 Sebagai bahan evaluasi terhadap penerapan sistem otonomi daerah.
7. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor
32 Tahun 2004) adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom
sebagai berikut : mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
II.2. DASAR HUKUM OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni :
1. Undang Undang Dasar.
Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan
yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan
adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. Pemberlakuan sistem
otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk
dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur
pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan
pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem
otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut
oleh undang-undang.
Pasal 18 a
kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang
diatur oleh undang-undang dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan.
2. Ketetapan MPR-RI
Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah :
Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan,
serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Undang-Undang
Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas
Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk
pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan
peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Namun, karena dianggap
tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk
menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri
mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
8. Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa
pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah
bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan
secara optimal.
2.3 WEWENANG OTONOMI DAERAH
Sesuai dengan dasar hukum yang melandasi otonomi daerah, pemerintah daerah boleh
menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Maksudnya, pelaksanaan kepemerintahan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah masih berpatokan pada undang-undang pemerintah pusat.
Dalam undang undang tersebut juga diatur tentang hak dan kewajiban pemerintah daerah yaitu :
Pasal 21
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:
a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan daerah
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang berada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban:
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2.4. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF OTONOMI DAERAH
2.4.1 Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka
pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal
9. yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat
mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang
berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang
didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan
pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi
kebudayaan dan juga pariwisata. Dengan melakukan otonomi daerah, maka kebijakan-
kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah
daerah cinderung lebih mengerti keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-potensi
yang ada di daerahnya daripada pemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua program
beras miskin yang dicanangkan pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena
sebagian penduduk disana tidak bisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi
sagu, maka pemeritah disana hanya mempergunakan dana beras meskin tersebut untuk
membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu,
denga system otonomi daerah pemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-
kebijakan yang dianggap perlu saat itu, yanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat.
2.4.2 Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-
oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan negara dan
rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan
daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan
antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti
contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi di tingkat daerah. Hal tersebut
dikarenakan dengan sistem otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah
mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan
sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat
memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi
pariwisata, maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul persaingan
bisnis antar daerah. Selain itu otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang
terlampau jauh antar daerah. Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan
pembangunan sedangkan daerah pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja
tanpa ada pembangunan. Hal ini sudah sangat mengkhawatirkan karena ini sudah
melanggar pancasila sila ke-5.
BAB III
PENUTUP
10. 3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka didapat kesimpulan sebagai berikut:
3.1.1 Otonomi daerah adalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3.1.2. Wewenang pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah
pemerintah daerah melaksanakan sistem pemerintahanya sesuai dengan undang-
undang pemerintah pusat.
3.1.3. Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal
yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat
mendapatkan respon tinggidari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah
yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak
daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana
tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta
membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-
kebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak
membutuhkan waktu yang lama sehingga akan lebih efisien.
3.1.4 Dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-
oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya
pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya
kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dengan daerah yang masih
berkembang.
3.2 Saran
Pemerintah pusat tetap harus mengatur dan menjalankan urusan di beberapa sektor di
tingkat kabupaten dan menjamin bahwa pemerintah lokal punya kapasitas dan mekanisme bagi
pengaturan hukum tambahan atas bidang-bidang tertentu dan penyelesaian perselisihan. Selain
itu, pemerintah pusat juga harus menguji kembali dan memperketat kriteria pemekaran wilayah
dengan lebih mengutamakan kelangsungan hidup ekonomi kedua kawasan yang bertikai, demikian
pula tentang pertimbangan keamanan. Kalau perlu, sebaiknya pemerintah pusat membuat suatu
lembaga independen di tingkat daerah untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Tidak hanya
mengawasi dan menindak pelanggaran korupsi seperti yang tengah gencar dilakukan KPK, tetapi
juga mengawasi setiap kebijakan dan jalannya pemerintahan dimana lembaga ini dapat
melaporkan segala tidakan-tindakan pemeritah daerah yang dianggap merugikan rakyat di daerah
itu sendiri.