Tiga kalimat utama dalam dokumen tersebut adalah:
1) Ketika terjadi benturan antara kewajiban dan kewajiban lainnya, prioritas harus diberikan kepada kewajiban yang lebih penting menurut syariat Islam.
2) Kewajiban fardhu kifayah dapat menjadi fardhu 'ain jika belum terpenuhi sepenuhnya, sehingga harus didahulukan.
3) Dalam kondisi terpaksa seperti kelaparan, bole
2. FIQH AULAWIYAH
■ Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengalami
benturan dalam beramal.
■ Contohnya: dalam waktu yang bersamaan, kita harus
bekerja, juga harus berdakwah?
■ Mana yang harus didahulukan?
■ Kita punya uang yang terbatas, kita harus memberi
nafkah atau harus membayar hutang?
■ Mana yang harus diprioritaskan?
■ Jika terjadi benturan amal, bagaimana cara membuat
skala prioritas amal?
3. PRIORITAS AMAL
■ Untuk menentukan prioritas dalam beramal,
kita tidak boleh hanya mengandalkan logika.
■ Tidak boleh hanya mengandalkan analisis
fakta.
■ Tidak boleh hanya mengandalkan
pertimbangan manfa’at dan mudharat.
■ Tidak boleh hanya mengandalkan kesesuaian
dengan hawa nafsunya.
4. ■ Apa amal yang harus kita kerjakan terlebih dahulu?
■ «ِنَتْاجَف ٍءْيَش ْنَع ْمُكُتْيَهَن اَذِإَفَأِب ْمُكُتْرََمأ اَذِإَو ُهْوُباْوُتْأَف ٍرْم
ْمُتْعَطَتْاس اَم ُهْنِم»
■ “Jika aku melarang kalian dari sesuatu maka
tinggalkanlah ia dan jika aku memerintahkan
sesuatu perintah kepada kalian maka ambillah
darinya sesuai dengan kemampuan kalian.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim)
■ Apa yang disebut “sesuai kemampuan”?
■ Apa sandarannya?
■ Apakah mengikuti pilihan “nafsu” kita sendiri?
■ Ataukah harus mengikuti ketentuan syari’at?
5. Ketentuan syari’at:
■ Bila terjadi “benturan” dalam beramal,
bagaimana membuat skala prioritasnya?
1. Bila mubah bertemu sunnah, maka yang
sunnah harus didahulukan.
2. Bila sunnah bertemu wajib, maka yang
wajib harus didahulukan
3. Bila wajib bertemu wajib, mana yang harus
didahulukan?
6. Bila wajib bertemu wajib
■ Fardhu ‘ain harus didahulukan dari
fardhu kifayah.
■ Namun harus diingat, fardhu kifayah
bisa menjadi fardhu ‘ain bila
pelaksanaannya belum sempurna.
■ Bagaimana bila fardhu ‘ain berbenturan
dengan fardhu ‘ain?
7. Contoh:
■ Menghadap kiblat adalah kewajiban. Jika sudah berusaha
tapi tetap tidak tahu arah kiblat maka harus sholat
menghadap arah yang menurut dugaannya adalah arah
kiblat. Sehingga tetap melaksanakan sholat.
■ Jika di hutan tidak ditemukan makanan kecuali dengan
memburu babi, maka makan babi sekadar untuk
bertahan hidup harus dilakukan.
■ Jika uang terbatas, memberi nafkah kebutuhan makan
harus didahulukan dari membayar hutang tepat waktu.
8. ■ “... wajib bagi seorang Muslim untuk berupaya
mengamati agar ia bisa shalat menghadap kiblat dan
menghadapkan wajahnya dalam shalat ke Ka'bah. Tidak
menjadi masalah baginya jika ia kemudian keliru dalam
upayanya mencari dan menentukan arah yang benar
tersebut, sehingga ia menghadap bukan ke arah kiblat.
Ini bisa terjadi pada seseorang yang sedang melakukan
perjalanan (musafir) dalam kondisi tidak mengetahui
arah, atau hari dalam keadaan sangat mendung sehingga
menyulitkan seseorang untuk menentukan arah,
sehingga saat itu dia shalat dengan landasan dugaan
kuatnya saja bahwa ia sedang menghadap ke arah
Ka'bah. Dia tidak harus mengulang shalatnya, jika
kemudian diketahui bahwa arahnya itu keliru, walaupun
dia telah melaksanakan shalat, baik hal itu diketahuinya
sebelum ataupun setelah keluar waktu shalat.
9. ■ Dari Muadz bin Jabal ra., ia berkata:
■ “Kami shalat bersama Rasulullah Saw.
pada hari yang sangat mendung dalam
suatu perjalanan ke arah selain kiblat.
Ketika Beliau Saw. selesai dari
shalatnya dan bersalam, matahari
kembali terang. Maka kami berkata:
'Wahai Rasulullah, kita shalat ke arah
selain kiblat.” Beliau berkata: “Sungguh
shalat kalian telah diangkat dengan hak
pada Allah azza wa jaIIa.” (HR.
Thabrani)
10. ■ Yang lebih tegas dari itu adalah hadits yang
diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra., bahwa dia
berkata:
■ “Pada satu malam yang sangat mendung kami
melaksanakan shalat, dan arah kiblat tidak bisa kami
temukan. Kami menetapkan satu tanda. Ketika kami
selesai, kemudian kami memperhatikan ternyata
kami telah shalat ke arah selain kiblat. Lalu kami
ceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw., maka
Beliau Saw. bersabda: “Kalian telah melakukan
dengan baik.” Dan Beliau Saw. tidak memerintahkan
kami mengulang shalat.” (HR. al-Baihaqi) (Sumber:
Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits,
Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul
Izzah)
11. ■ “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus
asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah
kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-
Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS. al-
Maaidah: 3)
12. َو ُهَضْرِع ُّلُُِي ِد ِاجَوْلا ََُّلُهَتَوبُُُع
■ Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Penundaan
pembayaran hutang yang dilakukan
oleh orang yang mampu membayarnya
menghalalkan kehormatannya (untuk
di-ghibah) dan hukumannya." (HR
Ahmad, Abu Dawud, Nasa`i no.4611,
Ibnu Majah, dan Al Hakim)
13. Contoh:
■ Jika dalam berobat (dioperasi) harus membuka
aurat, maka berobat dengan operasi yang
membuka aurat harus dilakukan.
■ Jihad harus didahulukan walaupun harus
mengorbankan jiwa.
■ Minum khomer untuk memelihara jiwa harus
didahulukan dari memelihara akal.
■ Memelihara kehormatan dari ancaman
pemerkosaan harus didahulukan dari menjaga
harta.
14. ■ “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah
sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (TQS. al-Baqarah:
216)
■ Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
■يدِهَش َوُهَف ِهِالَم َنوُد َلِتُق ْنَم
■ "Siapa yang terbunuh karena membela hartanya maka dia
syahid.” (HR. Bukhari no.2300)
■ ِع ِِف َةَلاَطِتْس ِاِل اَبِّالر ََبَْرأ ْنِم َّنِإٍََّ ََِِْْب ِمُُِِْْْلا ِِْر
■ "Sesungguhnya seburuk-buruk riba adalah merusak kehormatan
orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan.“ (HR. Abu
Dawud no.4233)
15. ■ َِّال َولُسَر اوُلَأَس ِراَصْنَْاْل ْنِم اًاسَن ََّنأَو ِهْيََِع ُهَِّال ىََِّص ِهَمََِّس
َّّتََ ْمُاهَطَْعأَف ُوهُلَأَس َُُّث ْمُاهَطَْعأَفَم َالَق ُهَدْنِع اَم َدَفَن اَذِإا
َع ُهَرِخََّدأ ْنََِف ٍَْْخ ْنِم يِدْنِع ُنوُكَيُي ْفِفْعَتَْْي ْنَمَو ْمُكْنُهَّفِع
َمَو ُهَِّال ِهِنَُْي ِنََْتَْْي ْنَمَو ُهَِّالُهَِّال ُهْرِّبَصُي ْرَّبَصَتَي ْنىَطَْعأ اَمَو
ِْبَّالص ْنِم َعَسَْوأ ٍاءَطَع ْنِم اًدَََأ ُهَِّال
■ “bahwa beberapa orang Anshar meminta kepada Rasulullah, lalu
beliau memberi mereka. Kemudian mereka meminta lagi
kepadanya, lalu beliau memberi mereka hingga habis apa yang
beliau miliki. Beliau bersabda: "Kebaikan (harta) yang ada
padaku tidak akan aku simpan dari kalian. Dan barangsiapa yang
menjaga kehormatan dirinya maka Allah Azza wa Jalla akan
menjaga kehormatannya, dan barangsiapa yang bersabar maka
Allah akan menjadikannya bersabar. Tidaklah seseorang diberi
suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada
kesabaran.“ (HR. Abu Dawud no.1401)