SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 15
Descargar para leer sin conexión
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
            NOMOR : 003/MENKES/PER/I/2010

                            TENTANG

       SAINTIFIKASI JAMU DALAM PENELITIAN BERBASIS
                  PELAYANAN KESEHATAN

             DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

            MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang     : a.    bahwa      penelitian      dan     pengembangan
                      kesehatan merupakan salah satu sumberdaya
                      kesehatan     dalam      rangka     pembangunan
                      kesehatan;
                b.    bahwa       dengan        perkembangan        ilmu
                      pengetahuan dan teknologi di bidang jamu
                      perlu dilakukan saintifikasi jamu dalam
                      penelitian berbasis pelayanan kesehatan yang
                      dilakukan oleh pemerintah, akademisi, dunia
                      usaha maupun masyarakat;
                c.    bahwa      dalam       rangka      mengantisipasi
                      persaingan global di bidang jamu dan
                      tersedianya jamu yang aman, memiliki khasiat
                      nyata yang teruji secara ilmiah, perlu
                      dilakukan saintifikasi jamu dalam penelitian
                      berbasis pelayanan kesehatan yang berhasil
                      guna dan berdaya guna;
                c.    bahwa jamu yang aman, bermutu dan
                      bermanfaat       hasil      saintifikasi     dapat
                      dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan dan
                      kesejahteraan masyarakat;
                d.    bahwa         berdasarkan            pertimbangan
                      sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,
                      dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan
                      Menteri Kesehatan tentang Saintifikasi Jamu
                      Dalam      Penelitian      Berbasis      Pelayanan
                      Kesehatan;




                                 1
Mengingat   :   1.   Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
                     tentang       Sistem   Budidaya    Tanaman
                     (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
                     1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
                     Republik Indonesia Nomor 3478);
                2.   Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997
                     tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
                     (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
                     1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
                     Republik Indonesia Nomor 3694);
                3.   Undang-Undang Nomor 18 tahun 2002
                     tentang    Sistem     Nasional    Penelitian,
                     Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan
                     dan Teknologi (Lembaran Negara Republik
                     Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan
                     Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
                     4219);
                4.   Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
                     tentang    Sistem    Pendidikan     Nasional
                     (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
                     2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara
                     Republik Indonesia Nomor 4301);
                5.   Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
                     tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
                     Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
                     Tambahan      Lembaran    Negara   Republik
                     Indonesia Nomor 4431);
                6.   Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
                     tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
                     Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
                     125, Tambahan Lembaran Negara Republik
                     Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
                     diubah terakhir dengan Undang Undang
                     Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
                     Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
                     2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
                     Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
                     59, Tambahan Lembaran Negara Republik
                     Indonesia Nomor 4844);




                               2
7.    Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
      tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
      Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
      Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
      5063);
8.    Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009
      tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
      Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
      Tambahan      Lembaran     Negara    Republik
      Indonesia Nomor 5072);
9.    Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995
      tentang    Penelitian   dan    Pengembangan
      Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1995
      Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor
      3609);
10.   Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
      tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
      Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,
      Tambahan      Lembaran     Negara    Republik
      Indonesia Nomor 3637);
11.   Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
      tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
      Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
      Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
      Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
      3781);
12.   Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009
      tentang     Jenis     dan Tarif Atas Jenis
      Penerimaan      Negara Bukan Pajak Yang
      Berlaku     Pada     Departemen    Kesehatan
      (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 26,
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 4975);
13.   Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
      tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran
      Negara Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
      Lembaran Negara Nomor 5044);
14.   Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005
      Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
      Kementrian     Negara    Republik   Indonesia
      sebagaimana telah diubah terakhir dengan
      Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;


                3
15. Keputusan       Menteri      Kesehatan    Nomor
    0584/Menkes/SK/VI/ 1995 tentang Sentra
    Pengembangan dan Penerapan Pengobatan
    Tradisional;
16. Keputusan       Menteri      Kesehatan    Nomor
    791/Menkes/         SK/VII/       1999   tentang
    Koordinasi Penyelenggaraan Penelitian dan
    Pengembangan Kesehatan;
17. Keputusan       Menteri      Kesehatan    Nomor
    1179A/Menkes/SK/X/1999 tentang Kebijakan
    Nasional     Penelitian     dan    Pengembangan
    Kesehatan;
18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/
    Menkes/SK/X/ 2002 tentang Persetujuan
    Penelitian Kesehatan Terhadap Manusia;
19. Keputusan       Menteri      Kesehatan    Nomor
    1076/Menkes/SK/VII/2003                  tentang
    Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional;
20. Keputusan       Menteri      Kesehatan    Nomor
    1031/Menkes/         SK/      VII/2005   tentang
    Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan;
21. Peraturan      Menteri       Kesehatan    Nomor
    1575/Menkes/Per/XI/2005                  tentang
    Organisasi dan Tata Kerja Departemen
    Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir
    dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
    439/Menkes/Per/VI/ 2009;
22. Peraturan      Menteri     Kesehatan    Republik
    Indonesia Nomor 491/Menkes/Per/VII/2006
    tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar
    Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
    dan Obat Tradisional;
23. Keputusan       Menteri      Kesehatan    Nomor
    381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan
    Obat Tradisional Nasional;
24. Peraturan      Menteri       Kesehatan    Nomor
    512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik
    dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
25. Peraturan      Menteri       Kesehatan    Nomor
    1109/Menkes/Per/IX/2007                  tentang
    Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer
    Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

              4
26. Keputusan     Menteri   Kesehatan    Nomor
                          121/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar
                          Pelayanan Medik Herbal;
                      27. Peraturan         Menteri         Kesehatan
                          No.1200/Menkes/Per/XII/2008         tentang
                          Organisasi dan Tata Kerja Balai Kesehatan
                          Tradisional Masyarakat;
                      28. Peraturan         Menteri         Kesehatan
                          No.1201/Menkes/Per/XII/2008         tentang
                          Organisasi Dan Tata Kerja Loka Kesehatan
                          Tradisional Masyarakat;

                            MEMUTUSKAN:

Menetapkan        :   PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
                      SAINTIFIKASI  JAMU   DALAM    PENELITIAN
                      BERBASIS PELAYANAN KESEHATAN.

                               BAB I
                          KETENTUAN UMUM

                                Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Saintifkasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian
   berbasis pelayanan kesehatan.
2. Jamu adalah obat tradisional Indonesia.
3. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
   bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
   (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
   temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan
   sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
4. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
   bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
   melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
   memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
   yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
   kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
   dilakukan     oleh  Pemerintah,     pemerintah   daerah,    dan/atau
   masyarakat.



                                   5
6. Pengobatan       Komplementer-Alternatif   adalah     pengobatan    non
    konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan
    masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
    rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan
    kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang berlandaskan
    ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran
    konvensional.
7. Ilmu Pengetahuan Biomedik adalah ilmu yang meliputi anatomi,
    biokimia, histologi, biologi sel dan molekuler, fisiologi, mikrobiologi,
    imunologi yang dijadikan dasar ilmu kedokteran klinik.
8. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap
    kemampuan seorang dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan
    lainnya untuk menjalankan praktik .
9. Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif
    yang selanjutnya disebut SBR- TPKA adalah bukti tertulis pemberian
    kewenangan untuk menjalankan pekerjaan tenaga pengobatan
    komplementer-alternatif.
10. Surat Tugas Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang
    selanjutnya disebut ST-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan
    kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki Surat Izin Praktik/Surat
    Izin Kerja untuk pelaksanaan praktik pengobatan komplementer-
    alternatif.
11. Surat Izin Kerja Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang
    selanjutnya disebut SIK-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan
    kepada tenaga pengobatan komplementer-alternatif dalam rangka
    pelaksanaan praktik pengobatan komplementer-alternatif.

                              BAB II
                     TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

                                  Pasal 2
Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah:
a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based ) penggunaan jamu
   secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga
   kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif,
   promotif, rehabilitatif dan paliatif melalui penggunaan jamu.
c. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan
   penggunaan jamu.
d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata
   yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk
   pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
                                     6
Pasal 3
(1) Ruang lingkup saintifikasi jamu diutamakan untuk upaya preventif,
    promotif, rehabilitatif dan paliatif.
(2) Saintifikasi    jamu dalam rangka      upaya kuratif    hanya dapat
    dilakukan atas permintaan tertulis pasien sebagai komplementer-
    alternatif setelah pasien memperoleh penjelasan yang cukup.



                              BAB III
                         PENYELENGGARAAN

                            Bagian Kesatu
                               Umum

                                Pasal 4
(1) Jamu harus memenuhi kriteria:
    a. aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk itu;
    b. klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada; dan
    c. memenuhi persyaratan mutu yang khusus untuk itu.
(2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang -undangan yang berlaku.

                                Pasal 5
Jamu dan/atau bahan yang digunakan dalam penelitian berbasis
pelayanan kesehatan harus sudah terdaftar dalam vademicum, atau
merupakan bahan yang ditetapkan oleh Komisi Nasional Saintifikasi
Jamu.

                             Bagian Kedua
                    Fasilitas Pelayanan Kesehatan

                                Pasal 6
Saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya
dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah
mendapatkan izin atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

                                Pasal 7
(1) Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk
    saintifikasi jamu dapat diselenggarakan oleh Pemerintah atau Swasta.

                                   7
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    meliputi:
    a. Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
        Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan
        Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan.
    b. Klinik Jamu.
    c. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
        (SP3T).
    d. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM)/Loka Kesehatan
        Tradisional Masyarakat (LKTM).
    e. Rumah Sakit yang ditetapkan.
(3) Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
    dan     Obat   Tradisional   (B2P2TOOT)    Badan   Penelitian dan
    Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan ditetapkan sebagai
    Klinik Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan berdasarkan
    Peraturan Menteri ini dan mengikuti ketentuan persyaratan Klinik
    Jamu Tipe A.
(4) Klinik jamu dapat merupakan praktik perorangan dokter atau dokter
    gigi maupun praktik berkelompok dokter atau dokter gigi.
(5) Fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk saintifikasi
    jamu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, d, dan e
    dilaksanakan     sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku
    dengan tipe klinik ditetapkan sesuai pemenuhan persyaratan.

                               Pasal 8
(1) Klinik Jamu terdiri dari :
    a. Klinik Jamu Tipe A
    b. Klinik Jamu Tipe B
(2) Klinik jamu tipe A harus memenuhi persyaratan:
    a. Ketenagaan yang meliputi :
        1) Dokter sebagai penanggung jawab
        2) Asisten Apoteker.
        3) Tenaga kesehatan komplementer alternatif lainnya sesuai
            kebutuhan.
        4) Diploma (D3) pengobat tradisional dan/atau pengobat
            tradisional ramuan yang tergabung dalam Asosiasi Pengobat
            Tradisional yang diakui Departemen Kesehatan.
        5) Tenaga administrasi.
    b. Sarana yang meliputi:
        1) Peralatan medis
        2) Peralatan jamu
                                  8
3) Memiliki ruangan :
            a) Ruang tunggu.
            b) Ruang pendaftaran dan rekam medis (medical record).
            c) Ruang konsultasi/pelaksanaan penelitian.
            d) Ruang pemeriksaan/tindakan.
            e) Ruang peracikan jamu.
            f) Ruang penyimpanan jamu.
            g) Ruang diskusi.
            h) Ruang laboratorium sederhana.
            i) Ruang apotek jamu.
(3) Klinik Jamu tipe B harus memenuhi persyaratan:
    a. Ketenagaan yang meliputi :
        1) Dokter sebagai penanggung jawab
        2) Tenaga kesehatan komplementer        alternatif lainnya sesuai
            kebutuhan.
        3) Diploma (D3) pengobat tradisional dan/atau pengobat
            tradisional ramuan yang tergabung dalam Asosiasi Pengobat
            Tradisional yang diakui Departemen Kesehatan.
        4) Tenaga administrasi.
    b. Sarana yang meliputi:
        1) Peralatan medis.
        2) Peralatan jamu.
        3) Memiliki ruangan :
            a) Ruang tunggu dan pendaftaran.
            b) Ruang konsultasi, pemeriksaan/tindakan/penelitian dan
                rekam medis (medical record).
            c) Ruang peracikan jamu.
(4) Tenaga pengobat tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
    (3) hanya merupakan tenaga penunjang dalam pemberian pelayanan
    jamu.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman Klinik Jamu ditetapkan
    dengan Keputusan Menteri Kesehatan.

                                Pasal 9
(1) Klinik Jamu harus memiliki izin dari Kepala Dinas Kesehatan
    Kabupaten Kota setempat.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selama 5 (lima)
    tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi
    persyaratan.



                                   9
Pasal 10
(1) Klinik Jamu harus memiliki kerjasama rujukan pasien dengan rumah
    sakit.
(2) Untuk rujukan pelayanan jamu dilakukan di rumah sakit yang
    memberikan pelayanan dan penelitian komplementer-alternatif sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Untuk rujukan pengobatan pasien dapat dilakukan di rumah sakit
    pada umumnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan yang berlaku.
(4) Dalam menangani pasien santifikasi jamu, dokter atau dokter gigi di
    rumah sakit rujukan wajib mendiskusikan penyakit pasiennya dengan
    dokter atau dokter gigi klinik jamu yang merujuknya.
(5) Dalam hal diperlukan, dokter atau dokter gigi penerima rujukan di
    rumah sakit dan dokter atau dokter gigi pengirim rujukan di klinik
    jamu dapat meminta konsultasi kepada Komisi Daerah dan/atau
    Komisi Nasional Saintifikasi Jamu.



                             Bagian Ketiga
                              Ketenagaan

                                Pasal 11
(1) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang
    memberikan pelayanan jamu pada fasilitas pelayanan kesehatan
    sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (2) harus memiliki:
    a. Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia
       untuk dokter atau dokter gigi, STRA untuk apoteker dan surat
       izin/registrasi dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi bagi tenaga
       kesehatan lainnya.
    b. Memiliki surat izin praktik bagi dokter atau dokter gigi dan surat
       izin kerja/surat izin praktik bagi tenaga kesehatan lainnya dari
       Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
    c. Memiliki surat bukti registasi sebagai tenaga pengobat
       komplementer alternatif (SBR-TPKA) dari Kepala Dinas Kesehatan
       Propinsi.
    d. Memiliki surat tugas sebagai tenaga pengobat komplementer
       alternatif (ST-TPKA/SIK-TPKA) dari Kepala Dinas Kesehatan
       Kabupaten/Kota.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                                   10
Pasal 12
Untuk tenaga pengobat tradisional harus memiliki surat terdaftar/surat
izin sebagai tenaga pengobat tradisional di Dinas Kesehatan Kabupaten
/Kota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

                          Bagian Keempat
                        Persetujuan Tindakan

                              Pasal 13
(1) Jamu yang diberikan kepada pasien dalam rangka penelitian berbasis
    pelayanan kesehatan hanya dapat diberikan setelah mendapatkan
    persetujuan tindakan ( informed consent) dari pasien.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
    pasien mendapatkan penjelasan dan diberikan secara lisan atau
    tertulis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
    yang berlaku.

                           Bagian Kelima
                            Pencatatan

                              Pasal 14
(1) Tenaga kesehatan dan tenaga lainnya yang melakukan penelitian
    berbasis pelayanan jamu kepada pasien harus melakukan pencatatan
    dalam rekam medis (medical record).
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat tersendiri
    sesuai dengan pedoman pelayanan jamu di fasilitas kesehatan.

                           Bagian Keenam
                          Persetujuan Etik

                              Pasal 15
Pelaksanaan kegiatan penelitian dan etical clearance penelitian jamu
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.




                                  11
Bagian Ketujuh
                                Tarif

                               Pasal 16
(1) Tarif yang ditetapkan di fasilitas pelayanan kesehatan yang
    mempunyai kegiatan saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis
    pelayanan kesehatan harus murah dan terjangkau oleh masyarakat.
(2) Pendapatan yang diperoleh oleh fasilitas pelayanan kesehatan
    pemerintah harus merupakan pendapatan Negara bukan pajak dan
    dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan yang berlaku.

                            BAB IV
                   PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

                               Pasal 17
(1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehata
    Kabupaten/Kota bersama organisasi/asosiasi terkait melakukan
    pembinaan dan pengawasan Saintifikasi Jamu;
(2) Dalam rangka pembinaan dan peningkatan saintifikasi jamu dalam
    penelitian berbasis pelayanan, Menteri membentuk Komisi Nasional
    Saintifikasi Jamu.
(3) Komisi Nasional Saintifikasi Jamu sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2) bertugas :
    a. Membina pelaksanaan saintifikasi jamu.
    b. Meningkatkan pelaksanaan penegakan etik penelitian jamu.
    c. Menyusun pedoman nasional berkaitan dengan pelaksanaan
        saintifikasi jamu.
    d. Mengusulkan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
        Kesehatan bahan jamu, khususnya segi budidaya, formulasi,
        distribusi dan mutu serta keamanan yang layak digunakan untuk
        penelitian.
    e. Melakukan koordinasi dengan peneliti, lembaga penelitian dan
        universitas serta organisasi profesi dalam dan luar negeri,
        pemerintah maupun swasta di bidang produksi jamu.
    f. Membentuk jejaring dan membantu peneliti dokter atau dokter gigi
        dan tenaga kesehatan lainnya yang melakukan praktik jamu
        dalam seluruh aspek kepenelitiannya.
    g. Membentuk forum antar tenaga kesehatan dalam saintifikasi
        jamu.
                                  12
h. Memberikan pertimbangan atas proses dan hasil penelitian yang
          aspek etik, hukum dan metodologinya perlu ditinjau secara
          khusus kepada pihak yang memerlukannya.
      i. Melakukan pendidikan berkelanjutan           meliputi pembentukan
          dewan dosen, penentuan dan pelaksanaan silabus dan kurikulum,
          serta sertifikasi kompetensi.
      j. Mengevaluasi secara terpisah ataupun bersamaan hasil penelitian-
          pelayanan termasuk perpindahan metode/upaya antara kuratif
          dan non kuratif hasil penelitian-pelayanan praktik/Klinik Jamu.
      k. Mengusulkan kelayakan hasil penelitian menjadi program sinergi,
          integrasi dan rujukan pelayanan jamu kepada Menteri melalui
          Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
      l. Membina Komisi Daerah Santifikasi Jamu di propinsi atau
          kabupaten/kota.
      m. Memberikan rekomendasi perbaikan dan keberlanjutan program
          Saintifikasi Jamu kepada Menteri.
      n. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Menteri.
(4)   Dalam rangka pembinaan dan peningkatan saintifikasi jamu di
      daerah dapat dibentuk Komisi Daerah Saintifikasi Jamu sesuai
      dengan kebutuhan.
(5)   Komisi Daerah Saintifikasi Jamu sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
      berwenang dan bertugas:
      a. Melakukan pembinaan dalam pelaksanaan saintifikasi jamu di
          daerah.
      b. Berkoordinasi dengan Komisi Nasional Saintifikasi Jamu.
      c. Melakukan pendidikan berkelanjutan di Provinsi.
(6)   Keanggotaan        Komisi    Nasional/Daerah      Saintifikasi   Jamu
      beranggotakan pakar/ahli bidang masing-masing berasal dari
      berbagai disiplin ilmu, dari berbagai Institusi yang berkaitan dengan
      jamu dan organisasi profesi kedokteran/kedokteran gigi yang khusus
      untuk itu, serta wakil produsen dan konsumen.
(7)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Komisi Nasional Saintifikasi Jamu
      ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.

                                  Pasal 18
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Kepala Dinas Kesehatan
    Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif kepada
    fasilitas pelayanan kesehatan/ tenaga pengobatan komplementer-
    alternatif /tenaga pengobat tradisional yang melakukan pelanggaran
    terhadap ketentuan Peraturan ini.



                                     13
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud            pada   ayat   (1)
    dilakukan melalui:
    a. Teguran lisan; atau
    b. Teguran tertulis; dan
    c. Pencabutan izin/registrasi tenaga atau fasilitas.



                              BAB V
                       KETENTUAN PERALIHAN

                                Pasal 19
(1) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang ditugaskan
    memberikan penelitian dan pelayanan jamu di Balai Besar Penelitian
    dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT)
    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Klinik Jamu
    yang dicanangkan Menteri, dinyatakan telah memiliki SBR-TPKA dan
    ST-TPKA/SIK-TPKA berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri
    ini.
(2) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) harus memiliki SBR-TPKA dan ST-TPKA/SIK-
    TPKA dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak peraturan ini
    ditetapkan.

                                Pasal 20
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus memfasilitasi pemberian
    Surat Bukti Registrasi Tenaga Kesehatan Komplementer Alternatif (
    SBR-TPKA) bagi dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya
    yang telah melaksanakan kegiatan penelitian dan pelayanan
    kesehatan jamu di Klinik pada Balai Besar Penelitian dan
    Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT)
    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan sebelum peraturan
    ini ditetapkan, dan dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan
    lainnya yang ditunjuk memberikan pelayanan pada Klinik Jamu yang
    ditetapkan oleh Menteri dalam kegiatan pencanangan saintifikasi
    jamu.




                                    14
(2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus memfasilitasi
    pemberian Surat Tugas Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif
    Alternatif / Surat Izin Kerja Tenaga Pengobatan Komplementer
    Alternatif Alternatif ( ST-TPKA/SIK-TPKA ) bagi dokter ataudokter gigi
    dan tenaga kesehatan lainnya yang telah melaksanakan penelitian
    berbasis pelayanan kesehatan di Klinik pada Balai Besar Penelitian
    dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT)
    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan sebelum peraturan
    ini ditetapkan, dan dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan
    lainnya yang ditunjuk memberikan pelayanan pada Klinik Jamu yang
    ditetapkan oleh Menteri dalam kegiatan pencanangan saintifikasi
    jamu.
(3) Sertifikat kompetensi / rekomendasi organisasi profesi terkait
    berkaitan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dapat dipenuhi segera dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah SBR
    TPKA dan ST-TPKA/SIK-TPKA ditetapkan.
(4) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dan ayat (2) hanya melengkapi :
    a. Fotokopi ijazah pendidikan dokter atau dokter gigi dan tenaga
        kesehatan      yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara
        pendidikan yang bersangkutan.
    b. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Dokter atau Dokter Gigi atau
        Surat Izin Tenaga Kesehatan yang bersangkutan sesuai dengan
        ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    c. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP.
    d. Pasfoto terbaru ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar.

                              BAB VI
                        KETENTUAN PENUTUP

                               Pasal 21
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.



                               Ditetapkan di Jakarta
                               pada tanggal 4 Januari 2010

                                        Menteri,

                                         ttd

                 Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH

                                   15

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Daftar obat esensial nasional 2013
Daftar obat esensial nasional 2013Daftar obat esensial nasional 2013
Daftar obat esensial nasional 2013Ulfah Hanum
 
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakitPmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakitBudiasa Gede
 
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfar
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfarPer BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfar
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfarUlfah Hanum
 
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 perubahan fornas
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018  perubahan fornasKeputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018  perubahan fornas
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 perubahan fornasUlfah Hanum
 
Doen kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Doen kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Doen kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Doen kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Faiz Amri
 
Buku doen 2015
Buku doen 2015 Buku doen 2015
Buku doen 2015 hersu12345
 
Permenkes no 17 ttg perubahan 148 ijin praktek keperawatan
Permenkes no 17 ttg perubahan 148 ijin praktek keperawatanPermenkes no 17 ttg perubahan 148 ijin praktek keperawatan
Permenkes no 17 ttg perubahan 148 ijin praktek keperawatanNs.Heri Saputro
 
Permenkes 72 2016 standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit
Permenkes 72 2016 standar pelayanan kefarmasian di rumah sakitPermenkes 72 2016 standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit
Permenkes 72 2016 standar pelayanan kefarmasian di rumah sakitickamooduto
 
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisionalPermenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisionalSainal Edi Kamal
 
Permenkes 74 tahun 2016
Permenkes  74 tahun 2016Permenkes  74 tahun 2016
Permenkes 74 tahun 2016HelenWidaya
 
Kepmenkes 159 2014 perubahan atas keputusan menteri kesehatan nomor 328-menk...
Kepmenkes 159 2014  perubahan atas keputusan menteri kesehatan nomor 328-menk...Kepmenkes 159 2014  perubahan atas keputusan menteri kesehatan nomor 328-menk...
Kepmenkes 159 2014 perubahan atas keputusan menteri kesehatan nomor 328-menk...Ulfah Hanum
 

La actualidad más candente (14)

Daftar obat esensial nasional 2013
Daftar obat esensial nasional 2013Daftar obat esensial nasional 2013
Daftar obat esensial nasional 2013
 
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakitPmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
 
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfar
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfarPer BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfar
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfar
 
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 perubahan fornas
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018  perubahan fornasKeputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018  perubahan fornas
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 perubahan fornas
 
Doen kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Doen kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Doen kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Doen kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
 
Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116
 
Buku doen 2015
Buku doen 2015 Buku doen 2015
Buku doen 2015
 
Permenkes 1799 2010
Permenkes 1799 2010Permenkes 1799 2010
Permenkes 1799 2010
 
Permenkes no 17 ttg perubahan 148 ijin praktek keperawatan
Permenkes no 17 ttg perubahan 148 ijin praktek keperawatanPermenkes no 17 ttg perubahan 148 ijin praktek keperawatan
Permenkes no 17 ttg perubahan 148 ijin praktek keperawatan
 
Permenkes 72 2016 standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit
Permenkes 72 2016 standar pelayanan kefarmasian di rumah sakitPermenkes 72 2016 standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit
Permenkes 72 2016 standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit
 
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisionalPermenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
 
Permenkes 74 tahun 2016
Permenkes  74 tahun 2016Permenkes  74 tahun 2016
Permenkes 74 tahun 2016
 
Kepmenkes 159 2014 perubahan atas keputusan menteri kesehatan nomor 328-menk...
Kepmenkes 159 2014  perubahan atas keputusan menteri kesehatan nomor 328-menk...Kepmenkes 159 2014  perubahan atas keputusan menteri kesehatan nomor 328-menk...
Kepmenkes 159 2014 perubahan atas keputusan menteri kesehatan nomor 328-menk...
 
Doen 2013
Doen 2013Doen 2013
Doen 2013
 

Destacado

Inspections
InspectionsInspections
Inspectionslyward
 
Inspections
InspectionsInspections
Inspectionslyward
 
Pmk no. 1109 ttg penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif
Pmk no. 1109 ttg penyelenggaraan pengobatan komplementer   alternatifPmk no. 1109 ttg penyelenggaraan pengobatan komplementer   alternatif
Pmk no. 1109 ttg penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatifKusuma Wijayanti
 
Penyakit infeksi menular seksual pada ibu hamil
Penyakit infeksi menular seksual pada ibu hamilPenyakit infeksi menular seksual pada ibu hamil
Penyakit infeksi menular seksual pada ibu hamilKusuma Wijayanti
 

Destacado (8)

Imunisasi
ImunisasiImunisasi
Imunisasi
 
Inspections
InspectionsInspections
Inspections
 
Inspections
InspectionsInspections
Inspections
 
Bahaya dan risiko
Bahaya dan risikoBahaya dan risiko
Bahaya dan risiko
 
Pmk no. 1109 ttg penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif
Pmk no. 1109 ttg penyelenggaraan pengobatan komplementer   alternatifPmk no. 1109 ttg penyelenggaraan pengobatan komplementer   alternatif
Pmk no. 1109 ttg penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif
 
Fb april 2010
Fb april 2010Fb april 2010
Fb april 2010
 
Penyakit infeksi menular seksual pada ibu hamil
Penyakit infeksi menular seksual pada ibu hamilPenyakit infeksi menular seksual pada ibu hamil
Penyakit infeksi menular seksual pada ibu hamil
 
Presentasi difteri
Presentasi difteriPresentasi difteri
Presentasi difteri
 

Similar a Pmk no. 03_th_2010_ttg_saintifikasi_jamu_dalam_penelitian_berbasis

Similar a Pmk no. 03_th_2010_ttg_saintifikasi_jamu_dalam_penelitian_berbasis (20)

Juknis jampersal 2012
Juknis jampersal 2012Juknis jampersal 2012
Juknis jampersal 2012
 
Peraturan menteri kesehatan_juknis_jampersal
Peraturan menteri kesehatan_juknis_jampersalPeraturan menteri kesehatan_juknis_jampersal
Peraturan menteri kesehatan_juknis_jampersal
 
Permenkes 1148 2011_tentang_pbf
Permenkes 1148 2011_tentang_pbfPermenkes 1148 2011_tentang_pbf
Permenkes 1148 2011_tentang_pbf
 
20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_ke20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_ke
 
Permenkes No.40 Thn.2012 ttg Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas
Permenkes No.40 Thn.2012 ttg Pedoman Pelaksanaan Program JamkesmasPermenkes No.40 Thn.2012 ttg Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas
Permenkes No.40 Thn.2012 ttg Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas
 
Permenkes 1010 Registrasi Obat 2008
Permenkes 1010   Registrasi Obat 2008Permenkes 1010   Registrasi Obat 2008
Permenkes 1010 Registrasi Obat 2008
 
Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116
 
Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116
 
Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116
 
Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116
 
Kepmen epid1116
Kepmen epid1116Kepmen epid1116
Kepmen epid1116
 
Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116
 
Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116
 
Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116
 
Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116Epidemiologi 1116
Epidemiologi 1116
 
Permenkes 889 2011
Permenkes 889 2011Permenkes 889 2011
Permenkes 889 2011
 
Juknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas newJuknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas new
 
Juknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas newJuknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas new
 
Doen 2013
Doen 2013Doen 2013
Doen 2013
 
Tugas isna
Tugas isnaTugas isna
Tugas isna
 

Más de Kusuma Wijayanti

Más de Kusuma Wijayanti (7)

Presentasi dbd di yasinan
Presentasi dbd di yasinanPresentasi dbd di yasinan
Presentasi dbd di yasinan
 
Uu sjsn
Uu sjsnUu sjsn
Uu sjsn
 
Panduan desa siaga
Panduan desa siagaPanduan desa siaga
Panduan desa siaga
 
Imunisasi
ImunisasiImunisasi
Imunisasi
 
Presentasi kesehatan remaja
Presentasi kesehatan remajaPresentasi kesehatan remaja
Presentasi kesehatan remaja
 
Demam chikungunya
Demam chikungunyaDemam chikungunya
Demam chikungunya
 
Presentasi Kebersihan Diri
Presentasi Kebersihan DiriPresentasi Kebersihan Diri
Presentasi Kebersihan Diri
 

Último

D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfD3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfSuryani549935
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFRisaFatmasari
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilancahyadewi17
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxUswaTulFajri
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptRaniNarti
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxLinaWinarti1
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiAviyudaPrabowo1
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptAyuMustika17
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...WulanNovianti7
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxrobert531746
 
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxHIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxgastroupdate
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppticha582186
 
oscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionoscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionolivia371624
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxnadiasariamd
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 

Último (17)

D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfD3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
 
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxHIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
 
oscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionoscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung function
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 

Pmk no. 03_th_2010_ttg_saintifikasi_jamu_dalam_penelitian_berbasis

  • 1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 003/MENKES/PER/I/2010 TENTANG SAINTIFIKASI JAMU DALAM PENELITIAN BERBASIS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penelitian dan pengembangan kesehatan merupakan salah satu sumberdaya kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan; b. bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang jamu perlu dilakukan saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah, akademisi, dunia usaha maupun masyarakat; c. bahwa dalam rangka mengantisipasi persaingan global di bidang jamu dan tersedianya jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, perlu dilakukan saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna; c. bahwa jamu yang aman, bermutu dan bermanfaat hasil saintifikasi dapat dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan; 1
  • 2. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694); 3. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219); 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2
  • 3. 7. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 8. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3609); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4975); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5044); 14. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008; 3
  • 4. 15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0584/Menkes/SK/VI/ 1995 tentang Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional; 16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 791/Menkes/ SK/VII/ 1999 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1179A/Menkes/SK/X/1999 tentang Kebijakan Nasional Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/ Menkes/SK/X/ 2002 tentang Persetujuan Penelitian Kesehatan Terhadap Manusia; 19. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional; 20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1031/Menkes/ SK/ VII/2005 tentang Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan; 21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/ 2009; 22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 491/Menkes/Per/VII/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional; 23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional; 24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran; 25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; 4
  • 5. 26. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 121/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Medik Herbal; 27. Peraturan Menteri Kesehatan No.1200/Menkes/Per/XII/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat; 28. Peraturan Menteri Kesehatan No.1201/Menkes/Per/XII/2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SAINTIFIKASI JAMU DALAM PENELITIAN BERBASIS PELAYANAN KESEHATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Saintifkasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. 2. Jamu adalah obat tradisional Indonesia. 3. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. 4. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. 5
  • 6. 6. Pengobatan Komplementer-Alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional. 7. Ilmu Pengetahuan Biomedik adalah ilmu yang meliputi anatomi, biokimia, histologi, biologi sel dan molekuler, fisiologi, mikrobiologi, imunologi yang dijadikan dasar ilmu kedokteran klinik. 8. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya untuk menjalankan praktik . 9. Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang selanjutnya disebut SBR- TPKA adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan tenaga pengobatan komplementer-alternatif. 10. Surat Tugas Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang selanjutnya disebut ST-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki Surat Izin Praktik/Surat Izin Kerja untuk pelaksanaan praktik pengobatan komplementer- alternatif. 11. Surat Izin Kerja Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang selanjutnya disebut SIK-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga pengobatan komplementer-alternatif dalam rangka pelaksanaan praktik pengobatan komplementer-alternatif. BAB II TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah: a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based ) penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif melalui penggunaan jamu. c. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan penggunaan jamu. d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan. 6
  • 7. Pasal 3 (1) Ruang lingkup saintifikasi jamu diutamakan untuk upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif. (2) Saintifikasi jamu dalam rangka upaya kuratif hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis pasien sebagai komplementer- alternatif setelah pasien memperoleh penjelasan yang cukup. BAB III PENYELENGGARAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Jamu harus memenuhi kriteria: a. aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk itu; b. klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada; dan c. memenuhi persyaratan mutu yang khusus untuk itu. (2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan yang berlaku. Pasal 5 Jamu dan/atau bahan yang digunakan dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan harus sudah terdaftar dalam vademicum, atau merupakan bahan yang ditetapkan oleh Komisi Nasional Saintifikasi Jamu. Bagian Kedua Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pasal 6 Saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan izin atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pasal 7 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk saintifikasi jamu dapat diselenggarakan oleh Pemerintah atau Swasta. 7
  • 8. (2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan. b. Klinik Jamu. c. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T). d. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM)/Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM). e. Rumah Sakit yang ditetapkan. (3) Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan ditetapkan sebagai Klinik Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri ini dan mengikuti ketentuan persyaratan Klinik Jamu Tipe A. (4) Klinik jamu dapat merupakan praktik perorangan dokter atau dokter gigi maupun praktik berkelompok dokter atau dokter gigi. (5) Fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk saintifikasi jamu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, d, dan e dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku dengan tipe klinik ditetapkan sesuai pemenuhan persyaratan. Pasal 8 (1) Klinik Jamu terdiri dari : a. Klinik Jamu Tipe A b. Klinik Jamu Tipe B (2) Klinik jamu tipe A harus memenuhi persyaratan: a. Ketenagaan yang meliputi : 1) Dokter sebagai penanggung jawab 2) Asisten Apoteker. 3) Tenaga kesehatan komplementer alternatif lainnya sesuai kebutuhan. 4) Diploma (D3) pengobat tradisional dan/atau pengobat tradisional ramuan yang tergabung dalam Asosiasi Pengobat Tradisional yang diakui Departemen Kesehatan. 5) Tenaga administrasi. b. Sarana yang meliputi: 1) Peralatan medis 2) Peralatan jamu 8
  • 9. 3) Memiliki ruangan : a) Ruang tunggu. b) Ruang pendaftaran dan rekam medis (medical record). c) Ruang konsultasi/pelaksanaan penelitian. d) Ruang pemeriksaan/tindakan. e) Ruang peracikan jamu. f) Ruang penyimpanan jamu. g) Ruang diskusi. h) Ruang laboratorium sederhana. i) Ruang apotek jamu. (3) Klinik Jamu tipe B harus memenuhi persyaratan: a. Ketenagaan yang meliputi : 1) Dokter sebagai penanggung jawab 2) Tenaga kesehatan komplementer alternatif lainnya sesuai kebutuhan. 3) Diploma (D3) pengobat tradisional dan/atau pengobat tradisional ramuan yang tergabung dalam Asosiasi Pengobat Tradisional yang diakui Departemen Kesehatan. 4) Tenaga administrasi. b. Sarana yang meliputi: 1) Peralatan medis. 2) Peralatan jamu. 3) Memiliki ruangan : a) Ruang tunggu dan pendaftaran. b) Ruang konsultasi, pemeriksaan/tindakan/penelitian dan rekam medis (medical record). c) Ruang peracikan jamu. (4) Tenaga pengobat tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) hanya merupakan tenaga penunjang dalam pemberian pelayanan jamu. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman Klinik Jamu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan. Pasal 9 (1) Klinik Jamu harus memiliki izin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kota setempat. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan. 9
  • 10. Pasal 10 (1) Klinik Jamu harus memiliki kerjasama rujukan pasien dengan rumah sakit. (2) Untuk rujukan pelayanan jamu dilakukan di rumah sakit yang memberikan pelayanan dan penelitian komplementer-alternatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Untuk rujukan pengobatan pasien dapat dilakukan di rumah sakit pada umumnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. (4) Dalam menangani pasien santifikasi jamu, dokter atau dokter gigi di rumah sakit rujukan wajib mendiskusikan penyakit pasiennya dengan dokter atau dokter gigi klinik jamu yang merujuknya. (5) Dalam hal diperlukan, dokter atau dokter gigi penerima rujukan di rumah sakit dan dokter atau dokter gigi pengirim rujukan di klinik jamu dapat meminta konsultasi kepada Komisi Daerah dan/atau Komisi Nasional Saintifikasi Jamu. Bagian Ketiga Ketenagaan Pasal 11 (1) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan jamu pada fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (2) harus memiliki: a. Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia untuk dokter atau dokter gigi, STRA untuk apoteker dan surat izin/registrasi dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi bagi tenaga kesehatan lainnya. b. Memiliki surat izin praktik bagi dokter atau dokter gigi dan surat izin kerja/surat izin praktik bagi tenaga kesehatan lainnya dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. c. Memiliki surat bukti registasi sebagai tenaga pengobat komplementer alternatif (SBR-TPKA) dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. d. Memiliki surat tugas sebagai tenaga pengobat komplementer alternatif (ST-TPKA/SIK-TPKA) dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 10
  • 11. Pasal 12 Untuk tenaga pengobat tradisional harus memiliki surat terdaftar/surat izin sebagai tenaga pengobat tradisional di Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Keempat Persetujuan Tindakan Pasal 13 (1) Jamu yang diberikan kepada pasien dalam rangka penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat diberikan setelah mendapatkan persetujuan tindakan ( informed consent) dari pasien. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapatkan penjelasan dan diberikan secara lisan atau tertulis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kelima Pencatatan Pasal 14 (1) Tenaga kesehatan dan tenaga lainnya yang melakukan penelitian berbasis pelayanan jamu kepada pasien harus melakukan pencatatan dalam rekam medis (medical record). (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat tersendiri sesuai dengan pedoman pelayanan jamu di fasilitas kesehatan. Bagian Keenam Persetujuan Etik Pasal 15 Pelaksanaan kegiatan penelitian dan etical clearance penelitian jamu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 11
  • 12. Bagian Ketujuh Tarif Pasal 16 (1) Tarif yang ditetapkan di fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai kegiatan saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan harus murah dan terjangkau oleh masyarakat. (2) Pendapatan yang diperoleh oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah harus merupakan pendapatan Negara bukan pajak dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 17 (1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehata Kabupaten/Kota bersama organisasi/asosiasi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan Saintifikasi Jamu; (2) Dalam rangka pembinaan dan peningkatan saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan, Menteri membentuk Komisi Nasional Saintifikasi Jamu. (3) Komisi Nasional Saintifikasi Jamu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas : a. Membina pelaksanaan saintifikasi jamu. b. Meningkatkan pelaksanaan penegakan etik penelitian jamu. c. Menyusun pedoman nasional berkaitan dengan pelaksanaan saintifikasi jamu. d. Mengusulkan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan bahan jamu, khususnya segi budidaya, formulasi, distribusi dan mutu serta keamanan yang layak digunakan untuk penelitian. e. Melakukan koordinasi dengan peneliti, lembaga penelitian dan universitas serta organisasi profesi dalam dan luar negeri, pemerintah maupun swasta di bidang produksi jamu. f. Membentuk jejaring dan membantu peneliti dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang melakukan praktik jamu dalam seluruh aspek kepenelitiannya. g. Membentuk forum antar tenaga kesehatan dalam saintifikasi jamu. 12
  • 13. h. Memberikan pertimbangan atas proses dan hasil penelitian yang aspek etik, hukum dan metodologinya perlu ditinjau secara khusus kepada pihak yang memerlukannya. i. Melakukan pendidikan berkelanjutan meliputi pembentukan dewan dosen, penentuan dan pelaksanaan silabus dan kurikulum, serta sertifikasi kompetensi. j. Mengevaluasi secara terpisah ataupun bersamaan hasil penelitian- pelayanan termasuk perpindahan metode/upaya antara kuratif dan non kuratif hasil penelitian-pelayanan praktik/Klinik Jamu. k. Mengusulkan kelayakan hasil penelitian menjadi program sinergi, integrasi dan rujukan pelayanan jamu kepada Menteri melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. l. Membina Komisi Daerah Santifikasi Jamu di propinsi atau kabupaten/kota. m. Memberikan rekomendasi perbaikan dan keberlanjutan program Saintifikasi Jamu kepada Menteri. n. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Menteri. (4) Dalam rangka pembinaan dan peningkatan saintifikasi jamu di daerah dapat dibentuk Komisi Daerah Saintifikasi Jamu sesuai dengan kebutuhan. (5) Komisi Daerah Saintifikasi Jamu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berwenang dan bertugas: a. Melakukan pembinaan dalam pelaksanaan saintifikasi jamu di daerah. b. Berkoordinasi dengan Komisi Nasional Saintifikasi Jamu. c. Melakukan pendidikan berkelanjutan di Provinsi. (6) Keanggotaan Komisi Nasional/Daerah Saintifikasi Jamu beranggotakan pakar/ahli bidang masing-masing berasal dari berbagai disiplin ilmu, dari berbagai Institusi yang berkaitan dengan jamu dan organisasi profesi kedokteran/kedokteran gigi yang khusus untuk itu, serta wakil produsen dan konsumen. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komisi Nasional Saintifikasi Jamu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan. Pasal 18 (1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif kepada fasilitas pelayanan kesehatan/ tenaga pengobatan komplementer- alternatif /tenaga pengobat tradisional yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan ini. 13
  • 14. (2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. Teguran lisan; atau b. Teguran tertulis; dan c. Pencabutan izin/registrasi tenaga atau fasilitas. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 (1) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang ditugaskan memberikan penelitian dan pelayanan jamu di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Klinik Jamu yang dicanangkan Menteri, dinyatakan telah memiliki SBR-TPKA dan ST-TPKA/SIK-TPKA berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (2) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki SBR-TPKA dan ST-TPKA/SIK- TPKA dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak peraturan ini ditetapkan. Pasal 20 (1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus memfasilitasi pemberian Surat Bukti Registrasi Tenaga Kesehatan Komplementer Alternatif ( SBR-TPKA) bagi dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang telah melaksanakan kegiatan penelitian dan pelayanan kesehatan jamu di Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan sebelum peraturan ini ditetapkan, dan dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang ditunjuk memberikan pelayanan pada Klinik Jamu yang ditetapkan oleh Menteri dalam kegiatan pencanangan saintifikasi jamu. 14
  • 15. (2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus memfasilitasi pemberian Surat Tugas Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif Alternatif / Surat Izin Kerja Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif Alternatif ( ST-TPKA/SIK-TPKA ) bagi dokter ataudokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang telah melaksanakan penelitian berbasis pelayanan kesehatan di Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan sebelum peraturan ini ditetapkan, dan dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang ditunjuk memberikan pelayanan pada Klinik Jamu yang ditetapkan oleh Menteri dalam kegiatan pencanangan saintifikasi jamu. (3) Sertifikat kompetensi / rekomendasi organisasi profesi terkait berkaitan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipenuhi segera dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah SBR TPKA dan ST-TPKA/SIK-TPKA ditetapkan. (4) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya melengkapi : a. Fotokopi ijazah pendidikan dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara pendidikan yang bersangkutan. b. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Dokter atau Dokter Gigi atau Surat Izin Tenaga Kesehatan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP. d. Pasfoto terbaru ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 2010 Menteri, ttd Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH 15