SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 72
HAKEKAT KRITIK SASTRA
 Secara etimologis, kata kritik berasal dari bahasa
  Yunani, yaitu dari kata krinein (menghakimi,
  membanding, menimbang). Kata krinein menjadi
  bentuk dasar bagi kata kreterion (dasar, pertimbangan,
  penghakiman). Orang yang melakukan
  pertimbangan/penghakiman disebut krites yang berarti
  hakim. Bentuk krites inilah yang menjadi dasar kata
  kritik.
 Secara harafiah, kritik sastra adalah upaya menentukan
  nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian,
  mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewat
  pemahaman dan penafsiran yang sistemik
2. Jenis Kritik Sastra
 Menurut bentuk
   Kritik Teoritis
   Kritik Terapan
 Berdasarkan Pelaksanaan
   Kritik Judisial
   Kritik Induktif
   Kritik Impresionistik
 Berdasarkan Orientasi Terhadap Karya Sastra
   Mimetic criticism
   Pragmatic criticism
   Expresive criticism
   Objective criticism
Kritik Teoritis
 Kritik sastra yang berusaha (bekerja) atas dasar
 prinsip-prinsip umum untuk menetapkan seperangkat
 istilah yang berhubungan, pembedaan-pembedaan,
 dan kategori-kategori, untuk diterapkan pada
 pertimbangan-pertimbangan dan interpretasi-
 interpretasi karya sastra maupun penerapan “kriteria”
 (standar atau norma) untuk menilai karya sastra dan
 pengarangnya.
Kritik Terapan
 Merupakan diskusi karya sastra tertentu dan penulis-
 penulisnya. Misalnya buku “Kesusastraan Indonesia
 Modern dalam Kritik dan Esei” Jilid II (1962) dikritik
 sastrawan-sastrawan dan karyanya, diantaranya
 Mohammad Ali, Nugroho Notosusanto, Subagio
 Sastrowardoyo, dan lain sebagainya
Kritik Judisial
 Adalah kritik sastra yang berusaha menganalisis dan
 menerangkan efek-efek karya sastra berdasarkan
 pokoknya, organisasinya, teknik, serta gayanya, dan
 mendasarkan pertimbangan-pertimbangan individu
 kritikus atas dasar standar-standar umum tentang
 kehebatan dan keluarbiasaan sastra
Kritik Induktif
 Kritik sastra yang menguraikan bagian-bagian karya
 sastra berdasarkan fenomena-fenomena yang ada
 secara objektif. Kritik induktif meneliti karya sastra
 sebagaimana halnya ahli ilmu alam meneliti gejala-
 gejala alam secara objektif, tanpa menggunakan
 standar-standar yang tetap yang berasal dari luar
 dirinya.
Kritik Impresionistik
 Adalah kritik sastra yang berusaha menggambarkan
 dengan kata-kata, sifat-sifat yang terasa dalam bagian-
 bagian khusus atau dalam sebuah karya sastra dan
 menyatakan tanggapan-tanggapan (impresi) kritikus
 yang ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra.
Kritik Mimetik
 Kritik yang bertolak pada pandangan bahwa karya
 sastra merupakan tiruan atau penggambaran dunia
 dan kehidupan manusia. Kritik ini cenderung
 mengukur kemampuan suatu karya sastra dalam
 menangkap gambaran kehidupan yang dijadikan suatu
 objek
Kritik Pragmatik
 Kritik yang disusun berdasrkan pandangan bahwa
 sebuah karya sastra disusun untuk mencapai efek-efek
 tertentu kepada pembaca, seperti efek kesenangan,
 estetika, pendidikan, dan sebagainya. Model kritik ini
 cenderung memberikan penilaian terhadap suatu
 karya berdasarkan ukuran keberhasilannya dalam
 mencapai tujuan tersebut.
Kritikyang menekankan kepada kebolehan pengarang
 Kritik
         Ekspresif
  dalam mengekspresikan atau mencurahkan idenya ke
  dalam wujud sastra. Kritik ini cenderung menimbang
  karya sastra dengan memperlihatkan kemampuan
  pencurahan, kesejatian, atau visi penyair yang secara
  sadar atau tidak tercermin pada karya tersebut.
Kritik Objektif
 Suatu kritik sastra yang menggunakan pendekatan
 bahwa suatu karya sastra adalah karya yang mandiri.
 Kritik ini menekankan pada unsur intrinsik.
Fungsi Kritik Sastra
 Untuk pembinaan dan pengembangan sastra
 Untuk pembinaan kebudayaan dan apresiasi seni
 Untuk menunjang ilmu sastra
Pembinaan dan Pengembangan
Sastra
 Dengan kritikan yang ada, sastrawan dapat belajar
 untuk dapat meningkatkan kecakapannya ataupun
 mempertimbangkan untuk memperluas daerah
 garapannya. Dengan begitu, kesusastraan akan dapat
 berkembang, baik corak, gaya, maupun mutunya.
Pembinaan Kebudayaan dan
Apresiasi Seni
Dalam mengeritik, para kritikus menunjukkan daerah-
daerah gelap yang terdapat dalam suatu karya sastra
secara lebih baik dan lebih bermakna, yang akhirnya
dapat meningkatkan kemampuan apresiasi sastra ke
tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini
dimungkinkan karena kritikus menganalisis struktur
sastra, memberi komentar dan interpretasi,
menerangkan unsur-unsurnya, serta menunjukkan hal-
hal yang tersirat dari semua yang tersurat.
Menunjang Ilmu Sastra
Peran Kritikus Sastra
 Menjalankan disiplin pribadinya sebagai jawaban
  terhadap karya sastra tertentu. Berbeda dengan
  seorang estetikus, karena kritikus adalah orang yang
  terlatih kemampuannya dalam memisahkan hal-hal
  yang bersifat emosional dengan hal-hal yang rasional.
 Bertindak sebagai pendidik yang berupaya membina
  dan mengembangkan kejiwaan suatu masyarakat.
 Bertindak sebagai hakim yang bijaksana, yang dapat
  membangkitkan kesadaran serta menghidupkan suara
  hati nurani, pembinaan akl budi, ketajaman pikiran,
  dan kehalusan cita rasa.
Klasifikasi Teori Sastra
           Tanaka     • mikro
                      • makro




           Wellek     • Intrinsik
                      • Ekstrinsik


                      •   Objektif

          Abrams      •
                      •
                      •
                          Ekspresif
                          Mimetik
                          Pragmatik
Klasifikasi                                           Mimetik
 Abrams                         REALITAS
                                 UNIVERSE

             Ekspresif
                                                      Objektif
                                   WORK
                                   KARYA
                ARTIST                            AUDIENCE
               PENCIPTA                           PEMBACA
                                 Pragmtik

 1) Pendekatan objektif (yang terutama memperhatikan aspek karya sastra itu
    sendiri);
 2) Pendekatan ekspresif (yang menitikberatkan aspek pengarang atau pencipta
    karya sastra);
 3) Pendekatan mimetik (yang mengutamakan aspek semesta); dan
 4) Pendekatan pragmatik (yakni pendekatan yang mengutamakan aspek
    pembaca)
TEORI-TEORI OBJEKTIF
1. Strukturalisme
2. New Criticism
3. Deconstruksi dan Post-Strukralisme
1.1 Struktural Formalis
 Istilah Formalisme (dari kata Latin forma yang berarti
 bentuk, wujud) berarti cara pendekatan dalam ilmu
 dan kritik sastra yang mengesampingkan data
 biografis, psikologis, ideologis, sosiologis dan
 mengarahkan perhatian pada bentuk karya sastra itu
 sendiri. Para Formalis meletakkan perhatiannya pada
 ciri khas yang membedakan sastra dari ungkapan
 bahasa lainnya. Istilah Strukturalisme acap kali
 digunakan pula untuk menyebut model pendekatan
 ini karena mereka memandang karya sastra sebagai
 suatu keseluruhan struktur yang utuh dan otonom
 berdasarkan paradigma struktur kebahasaannya.
Pelopor Struktural Formalis
 Kaum Formalis Rusia tahun 1915-1930 dengan tokoh-
  tokohnya seperti Roman Jakobson, Rene Wellek,
  Sjklovsky, Eichenhaum, dan Tynjanov
 Rene Wellek dan Roman Jakobson beremigrasi ke
  Amerika Serikat
 Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra
  adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian
  kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik.
  Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah
  teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum
  Formalis.
Prinsip Dasar Struktural Formalis
 Prinsip keseluruhan (wholness) bahwa bagian-bagian
  atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat
  kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan
  struktur maupun bagian-bagiannya.
 Prinsip transformasi (transformation), struktur itu
  menyanggupi prosedur transformasi yang terus
  menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan
  baru
 Prinsip keteraturan yang mandiri (self regulation)
  yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk
  mempertahankan prosedur transformasi, struktur itu
  otonom terhdap rujukan sistem lain
Langkah Kerja
1. Membangun teori struktur sastra sesuai dengan genre
   yang diteliti. Struktur yang dibangun harus mampu
   menggambarkan teori struktur yang handal, sehingga
   mudah diikuti oleh peneliti sendiri. Peneliti perlu
   memahami lebih jauh hakikat setiap unsur pembangun
   karya sastra.
2. Peneliti melakukan pembacaan secara cermat, mencatat
   unsur-unsur struktur yang terkandung dalam bacaan itu.
   Setiap unsur dimasukkan ke dalam kartu data, sehingga
   memudahkan analisis. Kartu data sebaiknya disusun
   alpabetis, agar mudah dilacak pada setiap unsur.
3. Unsur tema, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu
   sebelum membahas unsur lain, karena tema akan selalu
   terkait langsung secara komprehensif dengan unsur lain.
Langkah Kerja
4. Setelah analisis tema, baru analisis alur, konflik,
   sudut pandang, gaya, setting, dan sebagainya
   andaikata berupa prosa.
5. Yang harus diingat, semua penafsiran unsur-unsur
   harus dihubungkan dengan unsur lain, sehingga
   mewujudkan kepaduan makna struktur.
6. Penafsiran harus dilakukan dalam kesadaran penuh
   akan pentingnya keterkaitan antar unsur. Analisis
   yang meninggalkan kepaduan struktur, akan bias
   dan menghasilkan makna yang mentah.
Kelemahan Strukturalisme
Sebagai sebuah model teori kritik, strukturalisme bukan
tanpa kelemahan. Ada beberapa kelemahan yang perlu
direnungkan bagi pengeritik struktural, yaitu melalui
struktural karya sastra seakan-akan diasingkan dari
konteks fungsinya sehingga dapat kehilangan relevansi
sosial, tercerabut dari sejarah, dan terpisah dari aspek
kemanusiaan.
1.2 Struktural Genetik
 Muncul sebagai wujud ketidakpuasan terhadap teori
  struktural yang melihat karya sastra sebagai sesuatu
  yang otonom
 Pendirinya adalah Taine dan dikembangkan oleh
  Lucian Goldman di Paris
 Prinsip Dasarnya: Karya sastra tidak sekedar fakta
  imajinatif dan pribadi, melainkan juga sebagai
  cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan
  pikiran tertentu pada saat karya diciptakan
1.3 Struktural Dinamik
 Merupakan jembatan penghubung antara teori
  struktural formalis dan teori semiotik
 Hampir sama dengan struktural genetik (mengaitkan
  dengan asal-usul teks) tetapi penekanannya berbeda,
  Struktural Dinamik menekankan pada struktur, tanda,
  dan realitas
 Tokoh-tokohnya : Julia Cristeva dan Roland Bartes
  (Strukturalisme Prancis)
2. Semiotik Sastra
 Dari kata semeion = tanda yaitu ilmu yang
  mempelajari tanda-tanda, sistem-sistem tanda, dan
  proses suatu tanda diartikan (Hartoko, 1986:131)
 Ilmu yang mempelajari berbagai objek, peristiwa, atau
  seluruh kebudayaan sebagai tanda
 Tokohnya:
                                            Icon
   Ferdinand de Saussure (Prancis)
                                           Index
   Jurij Lotman (Rusia)
                                          Symbol
   Charles Sanders Pierce (USA)
3. New Criticism
 Muncul tahun 1920-1960. John Crowe Ransom (USA)
  The New Criticism.
 Tokoh lainnya: I. A. Richard, T. S. Eliot, Cleanth
  Brooks, Robert Penn Warren, Allen Tate, R. P.
  Blackmur, William K. Wimsatt
 Prinsip dasarnya hampir sama dengan Formalis,
  namun contoh karya mereka lebih mengarah kepada
  puisi sehinggga jenis karya sastra yang lainnya merasa
  diabaikan.
Deconstruksi dan Post-Strukralisme
"Dekonstruksi" adalah sebuah istilah yang digunakan untuk
menyebut cara membaca sebuah teks (sastra maupun filsafat) yang
berdasarkan pada pola pandangan filsafat Jacques Derrida. Derrida
sendiri dipengaruhi pandanganl fenomenologi (Heidegger) dan
skeptisisme (Nietzche). Pandangan ini menentang klaim
strukturalisme yang menganggap sebuah teks mengandung makna
yang sah dalam struktur yang utuh di dalam sistem bahasa
tertentu. Dekonstruksi disebut juga sebagai Poststructuralism
(Pascastrukturalisme) karena membangun teorinya atas dasar
konsep-konsep strukturalisme-semiotik Ferdinand de Saussure.
Aliran ini mula-mula dikembangkan di Perancis oleh kelompok
penulis Tel Quel dengan tokoh perintis antara lain Jacques Derrida
dan Julia Kristeva
Rangkuman
 Pada umumnya penekanan perhatian teori sastra pada studi teks dapat digolongkan ke
  dalam konsep strukturalisme, sekalipun konsep ini sangat beragam jangkauan, kedalaman,
  dan model analisisnya. Strukturalisme, bagaimanapun, merupakan bidang teori sastra yang
  sudah menjadi urutan utama kebudayaan intelektual ilmu sastra.
 Pendekatan struktural dari segi tertentu membawa hasil yang sangat memuaskan. Usaha
  untuk memahami dan mengupas karya sastra atas dasar strukturnya memaksa peneliti sastra
  untuk membebaskan din dari berbagai konsep metode dan teknik yang sebenarnya berada di
  luar jangkauannya sebagai ahli sastra, seperti psikologi, sosiologi, sejarah, dan filsafat.
 Sekalipun demikian, patut kita catat bahwa banyak teoretisi sastra tidak puas terhadap
  paradigma bahasa dalam pengkajian sastra. Teoretisi itu antara lain Lefevere (1977), Jameson
  (1981), Eagleton (1983), dan para pemikii (pascastrukturalisme Derrida, Lacan, Foucault, dll.)
 Keberatan lain terhadap strukturalisme adalah sifatnya yang ahistoris; Strukturalisme
  menghapus sejarah manusia karena berambisi membangun universal yang menghapus
  pandangan individual.
 strukturalisme juga bersifat anti humanis (Selden, 1991:70-71).
 Keberatan-keberatan itulah yang kemudian memunculkan aliran Pascastrukturalisme yang
  menentang setiap bentuk penyisteman yang mengabaikan keragaman kultural dan nilai-
  nilai kemanusiaan. Sekalipun tidak disebutkan di atas, patut dicatat bahwa konsep-konsep
  aliran Pascastrukturalisme; sangat mendukung dan memperkaya Teori Sastra Feminisme.
TEORI-TEORI MIMETIK
 Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau
 peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori-
 teori tentang seni seperti dikemukakan Plato (428-
 348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad
 sangat memengaruhi teori-teori mengenai seni dan
 sastra di Eropa (Van Luxemburg, 1986:15).
SOSIOLOGI SASTRA
 Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra
  ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a
  salient being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam
  kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra
  juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan
  sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini
  muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-
  balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan
  sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra
  dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya
  (Soemanto, 1993). Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya
  sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles yang
  mengajukan istilah 'mimesis', yang menyinggung hubungan
  antara sastra dan masyarakat sebagai 'cermin'.
Teori Sastra Marxis
Teori ini berakar pada doktrin Manifesto Komunis (1848) yang
diberikan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, khusunya
terhadap pernyataan bahwa perkembangan evolusi historis
manusia dan institusi-institusinya ditentukan oleh perubahan
mendasar dalam produksi ekonomi. Peruhanan itu
mengakibatkan perombakan dalam struktur kelas-kelas
ekonomi, yang dalam setiap jaman selalu bersaing demi
kedudukan sosial ekonomi dan status politik. Kehidupan
agama, intelektual, dan kebudayaan setiap jaman -termasuk
seni dan kesusastraan - merupakan 'ideologi-ideologi' dan
'suprastruktur-suprastruktur' yang berkaitan secara dialektikal,
dan dibentuk atau merupakan akibat dari struktur dan
perjuangan kelas dalam jamannya (Abrams, 1981:178).
George Lukacs: Sastra Sebagai Cermin
Sebuah novel tidak hanya mencerminkan 'realitas' tetapi
lebih dari itu memberikan kepada kita "sebuah refleksi
realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan
lebih dinamik" yang mungkin melampaui pemahaman
umum. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan
fenomena idividual secara tertutup melainkan lebih
merupakan sebuah 'proses yang hidup'. Sastra tidak
mencerminkan realitas sebagai semacam fotografi,
melainkan lebih sebagai suatu bentuk khusus yang
mencerminkan realitas. Dengan demikian, sastra dapat
mencerminkan realitas secara jujur dan objektif dan
dapat juga mencerminkan kesan realitas subjektif
(Selden, 1991:27)
Bertold Brecht: Efek Alienasi
Menurut Brecht, dramawan bendaknya menghindari
alur yang dihuhungkan secara lancar dengan makna dan
nilai-nilai universal yang pasti. Fakta-fakta ketidakadilan
dan ketidakwajaran perlu dihadirkan untuk
mengejutkan dan mengagetkan penonton. Penonton
jangan ditidurkan dengan ilusi-ilusi palsu. Para pelaku
tidak harus menghilangkan personalitas dirinya untuk
mendorong identifikasi penonton atas tokoh-tokoh
pahlawannya. Mereka harus mampu menimbulkan efek
alienasi (keterasingan). Pemain bukan berfungsi
menunjukkan melainkan mengungkapkan secara
spontan individualitasnya (Selden, 1991:30-32)
Teori Neomarxisme
 Berdasarkan metode berpikir dialektis tersebut,
 Fredric Jameson mengungkapkan bahwa hakikat suatu
 karya sastra dapat diketahui dari penelitian tentang
 latar belakang historisnya. Kita tidak hanya sekedar
 ingin menangkap nilai-nilai yang sempit pada
 permukaan (seperti dilakukan kaum New Criticism),
 melainkan harus dapat menemukan hubungan
 orisinal antara Subjek dan Objek sesuai dengan
 kedudukannya (Culler, 1981:12-13). Jadi hasil kritik
 dialektikal itu bukan hanya sekedar suatu interpretasi
 sastra, melainkan juga sejarah model interpretasi dan
 kebutuhan akan suatu model interpretasi yang
 khusus.
Rangkuman
 Teori-teori sosiologi sastra mempersoalkan kaitan antara karya sastra dan 'kenyataan'.
  Sebenarnya teori sosiologi sastra inilah yang paling tua usianya dalam sejarah kritik
  sastra. Dalam kenyataannya, teori yang sudah dirintis oleh filsafat Plato (Abad 4-3 SM)
  tentang 'mimesis' itu baru mulai dikembangkan pada abad 17-18 — yakni zaman
  positivisme ilmiah — oleh Hippolite Taine dan berkembang pesat pada awal abad ke-19
  dengan dicanangkannya doktrin Manifesto Komunis oleh Marx dan Engels.
 Studi-studi sosiologis terhadap sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra
  dalam taraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat dan bagian dari suatu masyarakat.
  Kenyataan inilah yang menarik perhatian para teoretisi sosiologi sastra untuk mencoba
  menjelaskan pola dan model hubungan resiprokal itu. Penjelasan Taine dengan
  menggunakan metode-metode ilmu pasti menarik perhatian, namun ciri positivistis
  dalam teorinya menimbulkan permasalahan yang rumit mengenai hakikat karya sastra
  sebagai 'karya fiksi'. Teori-teori Marxisme, yang memandang seni (sastra) sebagai 'alat
  perjuangan politik' terlalu menekankan aspek pragmatis sastra dan dalam banyak hal
  mengabaikan struktur karya sastra.
 Pemikir-pemikir Neomarxis memanfaatkan filsafat dialektika materialisme Marx untuk
  mendefinisikan aspek ideologi, politik, dan hubungan ekonomi suatu masyarakat.
  Asumsi epistemologis mereka adalah bahwa sastra menyimpan sejarahnya yang
  sebenarnya dan menjadi tugas studi sastra untuk mendefinisikannya secara jelas.
TEORI-TEORI EKSPRESIVISME:
    MUNCULNYA PAHAM
   INDIVIDUALISME DAN
        OTONOMI
TEORI-TEORI EKSPRESIVISME
 Teori ekspresif sastra (The expressive theory of literature)
  adalah sebuah teori yang memandang karya sastra
  terutama sebagai pernyataan atau ekspresi dunia batin
  pengarangnya. Karya sastra dipandang sebagai sarana
  pengungkap ide, angan-angan, cita-cita, cita rasa, pikiran
  dan pengalaman pengarang. Dalam ungkapan yang lain,
  sastra adalah proses imajinatif yang mengatur dan
  menyintesiskan imajinasi-imajinasi, pemikiran-pemikiran,
  dan perasaan-perasaan pengarang (Abrams, 1987:20). Studi
  sastra dalam model ini berupaya mengungkapkan latar
  belakang kepribadian dan kehidupan (biografi) pengarang
  yang dipandang dapat membantu memberikan penjelasan
  tentang penciptaan karya sastra. Oleh karena itu, teori ini
  seringkali disebut pendekatan biografi.
Sejarah Pertumbuhan
 abad ke-3 M, Longinus, dalam bukunya berjudu Peri Hypsous
  (Yun. = Tentang Keluhuran) mengungkapkan bahwa ciri khas
  dan ukuran seni sastra adalah keluhuran (yang luhur, yang
  mulia, yang unggul) sebagai sumber utama pemikiran dan
  perasaan pengarang, yang bersumber dari daya wawasan yang
  agung, emosi atau nafsu (passion) yang mulia, retorika yang
  unggul, pengungkapan (diksi) dan penggubahan yang mulia.
  Unsur terpenting dalam penciptaan seni sastra adalah
  kreativitas dalam jiwa pengarang. Sumber-sumber keagungan
  itu mengilhami dan merasuki kata-kata dengan semangat ilahi.
 Pandangan ini tidak banyak memengaruhi pertumbuhan teori
  ekspresionisme. Baru sekitar tahun 1800 (pada jaman
  Romantik, abad 18-19) teori ekspresivisme mendapat perhatian
  dan berkembang dengan pesat.
Teori Sastra Romantik
Zaman Romantik ditandai dengan semacam "manifesto"
(pernyataan) yang revolusioner dari Wordsworth yang
menegaskan bahwa karya sastra yang baik adalah peluapan
yang spontan dari perasaan-perasaan yang kuat. Sastra
bukan lagi dilihat sebagai cermin tindak-tanduk manusia.
Unsur utama sastra adalah perasaan-perasaan dan emosi-
emosi manusia penyair yang dikumpulkan dalam keheningan
refleksi yang mendalam, yang kemudian diikuti dengan
pemikiran dan revisi dalam proses komposisinya. Akan tetapi
sastrawan yang baik, menurut mereka, selalu mendahulukan
aspek spontanitasnya. Ibarat tumbuhnya tanaman yang
mengikuti prinsip-prinsip organismenya sendiri secara
inheren, demikian pula seharusnya konsep setiap karya seni.
Dalam zaman ini, kritik ekspresif mendapat perhatian
utama. Oleh karena karya sastra dipahami sebagai ekspresi,
peluapan, atau ungkapan perasaan pengarangnya, atau
sebagai hasil imajinasi pengarangnya yang menjabarkan
pandangan, pemikiran, dan perasaannya, maka tolok ukur
penilaian terhadap karya sastra terutama ditujukan kepada:
kesungguhan hatinya (sincerity), keasliannya (genuineness),
dan kememadaiannya (adequacy) dalam mengungkapkan
visi dan pemikiran individual si pengarang itu sendiri.
Aspek-aspek itu seringkali dicari di dalam karya sastra
sebagai pembuktian akan watak dan pengalaman-
pengalaman khusus pengarang, baik yang disadarinya
maupun yang tidak disadarinya. Kritik semacam ini masih
diteruskan dalam tradisi-tradisi kritik sastra psikoanalitik
dan kritik kesadaran (critics of consciousness) dalam mazhab
Jenewa.
Praktek Ekspresivisme
Praktik-praktik kritik ekspresif sastra terpusat pada upaya
menyelami jiwa pengarang karya sastra tersebut. Menurut
mereka, materi dan bahan-bahan penulisan karya sastra tidak
terletak di luar diri individu melainkan terkandung dalam diri
dan jiwa manusia penciptanya. Pengarang dianggap seorang
pencipta yang membayangkan imajinasi kehidupan yang
terpilih dan teratur. Kedudukan pengarang dan karyanya begitu
erat, seperti seorang ibu yang melahirkan anaknya. Tolok ukur
sastra yang baik dalam pendekatan ini adalah: orisinalitas,
kreativitas, jenialitas, dan individualitas. Benar-tidaknya,
objektif-tidaknya suatu penilaian sastra sangat tergantung pada
intensi pengarang dalam mewujudkan keorisinalan dan
kebaruan penciptaan seninya. Data-data biografik dan historis
menjadi bahan yang penting dalam studi sastra.
Kritik Terhadap Teori Ekspresivisme
1. Sekalipun sebuah karya sastra terwujud berkat adanya niat penulisnya
   namun niat itu tidak dapat dijadikan norma untuk menilai arti sebuah teks.
2. Harus dipertanyakan apa yang dicari dalam hal niat pengarang itu. Jika
   pengarang mampu menuangkan makna niatnya dalam karyanya, maka
   justru makna muatan itu sajalah yang seharusnya dinilai tanpa perlu
   meneliti apakak pengarang memang berniat demikian.
3. Jika ukuran keberhasilan karya sastra adalah kesejajaranantara makna niatai
   pengarang dengan makna muatannya maka syarat-syarat subjektivitas
   pengarang sesungguhnya sudah dilepaskan.
4. Apabila makna sebuah puisi sangat bersifat pribadi, maka kita boleh
   menggunakan data biografis pengarangnya dengan sangat hati-hati, yakri
   data-data yang dapat menjelaskan pemakaian bahasanya. Akan tetapi jika
   penggunaan bahasanya sudah cukup jelas tidak perlulah berkonsultasi
   kepadt pengarangnya.
5. Makna niat merupakan suatu hal yang abstrak, sehingga mencari-cari
   makni niat pengarang sungguh-sungguh suatu jalan pikiran yang sesat.
Teori Baru Tentang Pengarang

  Wayne Booth memperkenalkan istilah Implied Author
   (penulis yang tersirat atau tersembunyi) dalam
   bukunya The Rhetoric of Fiction (1963)
  Umberto Eco (1992), dengan memperkenalkan istilah
   Liminal Author atau Author on the Threshold
   (Pengarang Ambang)
Rangkuman
 Pandangan-pandangan teoretis mengenai pengarang memiliki
  kaitan timbal-balik dengan 'semangat jaman' yang berlaku pada
  suatu kurun waktu tertentu. Ada fase, di mana manusia dipandang
  sebagai 'hamba sahaya' yang tidak pantas meniru-niru karya cipta
  Tuhannya. Ada tahap lain, di mana orang memandang manusia
  sebagai ko-kreator 'Sang Pencipta Agung" yang menggemakan
  keagungan-Nya Sang Pencipta melalui karya seninya sebagai
  ekspresi pengalaman estetiknya berhadapan dengan alam (ilahi).
 Refleksi-refleksi lebih lanjut menunjukkan bahwa studi sastra
  anatomik yang teknis-prosedural dengan mengabaikan faktor
  manusia, memunculkan kesadaran baru untuk mendefinisikan
  kembali kedudukan dan hubungan antara pengarang; dan karyanya.
  Dalam penjelasan Eco, ternyata bahwa antara pengarang dan teks,
  dan antara pembaca dan teks terdapat diskrepansi yang tak mungkin
  seluruhnya dijelaskan karena ada dimensi-dimensi transendental
  (ghostly) yang terlihat di dalamnya.
TEORI-TEORI
 MIMETIK
TEORI-TEORI MIMETIK
Sejarah Pertumbuhan
 Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau peniruan)
  pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni
  seperti dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-
  322), dan dari abad ke abad sangat memengaruhi teori-
  teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg,
  1986:15).
 Aristoteles juga mengambil teori mimesis Plato yakni seni
  menggambarkan kenyataan, tetapi dia berpendapat bahwa
  mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan
  melainkan juga menciptakan sesuatu yang haru karena
  'kenyataan' itu tergantung pula pada sikap kreatif orang
  dalam memandang kenyataan.
 Levin (1973:56-60) mengungkapkan bahwa konsep
  'mimesis' itu mulai dihidupkan kembali pada zaman
  humanisme Renaissance dan nasionalisme Romantik.
  Humanisme Renaissance sudah berupaya mengbilangkan
  perdehatan prinsipial antara sastra modern dan sastra
  kuno dengan menggariskan paham bahwa masing-
  masing kesusastraan itu merupakan ciptaan unik yang
  memiliki pembayangan historis dalam jamannya.
 Hippolyte Taine (1766-1817) merumuskan sebuah
  pendekatan sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiah
  dengan menggunakan metode-metode seperti yang
  digunakan dalam ilmu alam dan pasti. Dalam bukunya
  History of English Literature (1863) dia menyebutkan
  bahwa sebuah karya sastra dapat dijelaskan menurut tiga
  faktor, yakni ras, saat (momen), dan lingkungan (milieu)
Teori Sastra Marxis
Marxis biasanya mendasarkan teorinya pada doktrin
Manifesto Komunis (1848) yang diberikan oleh Karl Marx dan
Friedrich Engels, khusunya terhadap pernyataan bahwa
perkembangan evolusi historis manusia dan institusi-
institusinya ditentukan oleh perubahan mendasar dalam
produksi ekonomi. Peruhanan itu mengakibatkan
perombakan dalam struktur kelas-kelas ekonomi, yang dalam
setiap jaman selalu bersaing demi kedudukan sosial ekonomi
dan status politik. Kehidupan agama, intelektual, dan
kebudayaan setiap jaman -termasuk seni dan kesusastraan -
merupakan 'ideologi-ideologi' dan 'suprastruktur-
suprastruktur' yang berkaitan secara dialektikal, dan
dibentuk atau merupakan akibat dari struktur dan
perjuangan kelas dalam jamannya (Abrams, 1981:178).
Bagi Marx, sastra dan semua gejala kebudayaan lainnya
mencerminkan pola hubungan ekonomi karena sastra
terikat akan kelas-kelas yang ada di dalam
masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastra hanya
dapat dimengerti jika dikaitkan dengan hubungan-
hubungan tersebut (Van Luxemburg, 1986:24-25).
Menurut Lenin, seorang tokoh yang dipandang sebagai
peletak dasar bagi kritik sastra Marxis, sastra (dan seni
pada umumnya) merupakan suatu sarana penting dan
strategis dalam perjuangan proletariat melawan
kapitalisme.
George Lukacs: Sastra Sebagai Cermin
 George Lukacs adalah seorang kritikus Marxis terkemuka yang
  berasal dari Hungaria dan menulis dalam bahasa Jerman (Damono,
  1979:31). Lukacs mempergunakan istilah "cermin" sebagai ciri khas
  dalam keseluruhan karyanya. Mencerminkan menurut dia, berarti
  menyusun sebuah struktur mental. Sebuah novel tidak hanya
  mencerminkan 'realitas' tetapi lebih dari itu memberikan kepada
  kita "sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih
  hidup, dan lebih dinamik" yang mungkin melampaui pemahaman
  umum.
 Lukacs menegaskan pandangan tentang karya realisme yang
  sungguh-sungguh sebagai karya yang memberikan perasaan artistik
  yang bersumber dari imajinasi-imajinasi yang diberikannya.
  Imajinasi-imajinasi itu memiliki totalitas intensif yang sesuai
  dengan totalitas ekstensif dunia. Penulis tidak memberikan
  gambaran dunia abstrak melainkan kekayaan imajinasi dan
  kompleksitas kehidupan untuk dihayati untuk membentuk sebuah
  tatanan masyarakat yang ideal.
Bertold Brecht: Efek Alienasi
 Bertold Brecht adalah seorang dramawan Jerman yang
  terbakar jiwanya ketika membaca buku Marx sekitar tahun
  1926. Drama-dramanya bersifat radikal, anarkistik, dan anti
  borjuis.
 Menurut Brecht, dramawan bendaknya menghindari alur yang
  dihuhungkan secara lancar dengan makna dan nilai-nilai
  universal yang pasti. Fakta-fakta ketidakadilan dan
  ketidakwajaran perlu dihadirkan untuk mengejutkan dan
  mengagetkan penonton. Penonton jangan ditidurkan dengan
  ilusi-ilusi palsu. Para pelaku tidak harus menghilangkan
  personalitas dirinya untuk mendorong identifikasi penonton
  atas tokoh-tokoh pahlawannya. Mereka harus mampu
  menimbulkan efek alienasi (keterasingan). Pemain bukan
  berfungsi menunjukkan melainkan mengungkapkan secara
  spontan individualitasnya (Selden, 1991:30-32).
Aliran Frankfurt
Seni dan kesusastraan mendapat perhatian istimewa dalam
teori sosiologi Frankfurt, karena inilah satu-satunya wilayah
di mana dominasi totaliter dapat ditentang. Adorno
mengkritik pandangan Lukacs bahwa sastra berbeda dari
pemikiran, tidak mempunyai hubungan yang langsung
dengan realitas. Keterpisahan itu, menurut Adorno, justru
memberi kekuatan kepada seni untuk mengkritik dan
menegasi realitas, seperti yang ditunjukkan oleh seni-seni
Avant Garde. Seni-seni populer sudah bersekongkol dengan
sistem ekonomi yang membentuknya, sehingga tidak mampu
mengambil jarak dengan realitas yang sudah dimanipulasi
oleh sistem sosial yang ada. Mereka memandang sistem sosial
sebagai sebuah totalitas yang di dalamnya semua aspek
mencerminkan esensi yang sama (masyarakat satu dimensi).
Teori-Teori Neomarxisme
Neomarxisme lebih bersifat epistemologis daripada politis.
Mereka menganut paham "metode dialektik".
Metode dialektika dapat memberikan suatu
      pemahaman mengenai totalitas masyarakat'.
Metode dialektik berorientasi pada hubungan antara
      konkretisasi sejarah umum dan sejarah individual.
Aspek teleologikal itu tergantung kepada perbedaan
      antara hukum kebenaran yang tampak dan
kebenaran esensial.
Perlu diperhatikan perbedaan antara teori dan praktik,
      antara objek bahasa dan metabahasa, dan antara
      fakta- fakta hasil observasi dengan nilai-nilai yang
      dilekatkan pada fakta itu.
Rangkuman
 Teori-teori sosiologi sastra mempersoalkan kaitan antara karya sastra
  dan 'kenyataan'. Teori inilah yang paling tua usianya dalam sejarah
  kritik sastra. Teori yang sudah dirintis oleh filsafat Plato (Abad 4-3
  SM) tentang 'mimesis' itu baru mulai dikembangkan pada abad 17-18
  — yakni zaman positivisme ilmiah — oleh Hippolite Taine dan
  berkembang pesat pada awal abad ke-19 dengan dicanangkannya
  doktrin Manifesto Komunis oleh Marx dan Engels.
 Karya sastra dalam taraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat dan
  bagian dari suatu masyarakat. Teori-teori Marxisme, yang memandang
  seni (sastra) sebagai 'alat perjuangan politik' terlalu menekankan
  aspek pragmatis sastra dan dalam banyak hal mengabaikan struktur
  karya sastra.
 Pemikir-pemikir Neomarxis memanfaatkan filsafat dialektika
  materialisme Marx untuk mendefinisikan aspek ideologi, politik, dan
  hubungan ekonomi suatu masyarakat. Asumsi epistemologis mereka
  adalah bahwa sastra menyimpan sejarahnya yang sebenarnya dan
  menjadi tugas studi sastra untuk mendefinisikannya secara jelas.
TEORI-TEORI
RESEPSI SASTRA
Pengantar
Teori Resepsi merupakan salah satu aliran dalam
penelitian sastra yang terutama dikembangkan oleh
mazhab Konstanz tahun 1960-an di Jerman. Teori ini
menggeser fokus penelitian dari struktur teks ke arah
penerimaan (Latin: recipere, menerima) atau
penikmatan pembaca.
Hans Robert Jauss:
Horison Harapan
Fokus perhatiannya, sebagaimana teori tanggapan
pembaca lainnya, adalah penerimaan sebuah teks. Minat
utamanya bukan pada tanggapan seorang pembaca
tertentu pada suatu waktu tertentu melainkan pada
perubahan-perubahan tanggapan, interpretasi, dan
evaluasi pembaca umum terhadap teks yang sama atau
teks-teks yang berbeda dalam kurun waktu berbeda
(Abrams, 1981:155).
Dalam buku Toward an Aesthetic of Reception (1982:20-45),
Jauss mengungkapkan tujuh tesis pemikiran teoretisnya. Secara
ringkas ketujuh tesis Jauss diuraikan di bawah ini.
1. Karya sastra bukanlah monumen yang mengungkap makna yang
   satu dan sama, seperti anggapan tradisional mengenai objektivitas
   sejarah sebagai deskripsi yang tertutup. Karya sastra ibarat orkestra:
   selalu memberikan kesempatan kepada pembaca untuk
   menghadirkan resonansi yang baru yang membebaskan teks itu dari
   belenggu bahasa, dan menciptakan konteks yang dapat diterima
   pembaca masa kini.
2. Sistem horison harapan pembaca timbul sebagai akibat adanya
   momen historis karya sastra, yang meliputi suatu prapemahaman
   mengenai genre, bentuk, dan tema dalam karya yang sudah
   diakrabi, dan dari pemahaman mengenai oposisi antara bahasa
   puitis dan bahasa sehari-hari. Sekalipun sebuah karya sastra tampak
   baru sama sekali, ia sesungguhnya tidak baru secara mutlak seolah-
   olah hadir dari kekosongan.
3. Jika ternyata masih ada jarak estetik antara horison
   harapan dengan wujud sebuah karya sastra yang
   baru, maka proses penerimaan dapat mengubah
   harapan itu baik melalui penyangkalan terhadap
   pengalaman estetik yang sudah dikenal, atau melalui
   kesadaran bahwa sudah muncul suatu pengalaman
   estetik yang baru.
4. Rekonstruksi mengenai horison harapan terhadap
   karya sastra sejak diciptakan dan disambut pada
   masa lampau hingga masa kini, akan menghasilkan
   berbagai varian resepsi sesuai dengan semangat
   jaman yang berbeda.
5. Teori estetika penerimaan tidak hanya sekedar
   memahami makna dan bentuk karya sastra menurut
   pemahaman historis.
6. Apabila pemahaman dan pemaknaan sebuah karya
   sastra menurut resepsi historis (jadi dengan analisis
   diakronis) tidak dapat dilakukan karena adanya
   perubahan sikap estetik, maka seseorang dapat
   menggunakan perspektif sinkronis untuk
   menggambarkan persamaan, perbedaan,
   pertentangan, ataupun hubungan antara sistem seni
   sejaman dengan sistem seni dalam masa lampau.
7. Tugas sejarah sastra tidak menjadi lengkap hanya
   dengan menghadirkan sistem-sistem karya sastra
   secara sinkronis dan diakronis, melainkan harus juga
   dikaitkan dengan sejarah umum.
Wolfgang Iser: Pembaca Implisit
 Iser lebih memfokuskan perhatiannya kepada hubungan
 individual antara teks dan pembaca (Wirkungs Estetik,
 estetika pengolahan). Pembaca yang dimaksud oleh Iser
 bukanlah pembaca konkret individual, melainkan
 Implied Reader (pembaca implisit).
 'Pembaca implisit' merupakan suatu instansi di dalam
 teks yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara
 teks dan pembacanya. Dengan kata lain, pembaca yang
 diciptakan oleh teks-teks itu sendiri, yang
 memungkinkan kita membaca teks itu dengan cara
 tertentu.
Norman Holland & Simon Lesser:
Psikoanalisis
 Menurut mereka, semua karya sastra mentransformasikan
 fantasi-fantasi tak sadar (menurut psikoanalisis) kepada
 makna-makna kesadaran yang dapat ditemukan dalam
 interpretasi konvensiaonal. Jadi makna psikoanalisis
 merupakan sumber bagi makna-makna lain. Makna
 psikoloanalisis haras dicari karena tingkatan makna lain
 hanyalah manifestasi historis atau sosial.
 Setiap karya sastra memiliki efek-efek superego, ego, dan id
 yang perlu direfleksikan oleh pembaca. Keterlibatan
 pembaca ke dalam komponen-komponen kejiwaan itu hanya
 dapat terpenuhi bila karya sastra mengandung aspek-aspek
 yang kontradiktif, ambigu, tumpang-tindih, dan samar.
Jonathan Culler:
Konvensi pembacaan
Keinginan Culler yang utama adalah menggeser fokus
perhatian dari teks kepada pembaca. Culler menyatakan
bahwa suatu teori pembacaan harus mengungkap
norma dan prosedur yang menuntun pembaca kepada
suatu penafsiran. Kita semua tahu bahwa setiap
pembaca memiliki penafsiran yang berbeda-beda
mengenai sebuah teks yang sama. Berbagai variasi
penafsiran itu harus dapat dijelaskan oleh teori.
Sekalipun penafsiran itu berbeda-beda tetapi mungkin
saja mereka mengikuti satu konvensi penafsiran yang
sama (Selden, 1991:127).
Rangkuman
Tumbuhnya teori-teori resepsi sastra dipacu juga oleh alam
pemikiran filsafat (Fenomenologi) yang berkembang pada masa
itu. Pergeseran orientasi kritik sastra, dari pengarang kepada teks,
dan dari teks kepada pembaca diilhami oleh pandangan bahwa
teks-teks sastra merupakan salah satu gejala yang hanya menjadi
aktual jika sudah dibaca dan ditanggapi pembacanya. Teks hanya
sebuah pralogik dan logika yang sesungguhnya justru ada pada
benak pembacanya.
Melalui ketujuh tesisnya, Jauss meletakkan dasar-dasar resepsi
sastra dalam kaitannya dengan sejarah estetika penerimaan. Teori
resepsi ini pun segera mendapat perhatian berbagai ahli ilmu
sastra. Iser mengkhususkan dirinya pada penerimaan dan
pencerapan karya sastra oleh pembaca implisit. Culler
beranggapan bahwa pemahaman karya sastra sangat ditentukan
oleh kompetensi sastra, yakni kemampuan pembaca mewujudkan
konvensi-konvensi sastra dalam suatu jenis sastra tertentu.
Teori Objektif
 Strukturalisme
                     1. Dimulai denganStruktural yang pada objeksistem
                                     1.    tekstual, Formalis
                          1. Pendekatananalisis sistemik tentang itu sendiri
                     1. Perhatian pertama dicurahkan mengkaji aspek
 Estetika
                             psikologis Struktural Genetik yang
                                      2.
                        linguistik karyatokoh dalam karya sastra dikritik
                        yaitu organisasi sastra, dan dilanjutkan dengan
                                          internal krya sastra
 Stilistika            interpretasi ciri-ciri sastra,Dinamik yang
                                     3. Struktural interpretasi diarahkan ke
                          2. Pendekatan reseptif-pragmatik,
                     2. Meneliti terminologi sebagai “kesadaran sosial” yaitu
                        makna secara total psikologisterpercayasebagai
                        perangkat norma-norma yang pembaca untuk
                             mengkaji aspek
 Psikologi Sastra   2. Memelajari sejumlahsastra yang terbentuk dari
                             penikmat karya ciri khas yang membedakan
                        sebuah kolektivitas tertentu yang diimplementasikan
                        satu sistem dengn sistem lain dibacanya
                        oleh pengaruh karya sastra yang
                             sebuah karya sastra
                     3. Subjek tidak lagi ekspresif, yang mengkaji aspek
                          3. Pendekatan dipahami sebagai sarana struktur
                        supra-individual yang pasif, ketika sebgai suatu
                             psikologis sang penulis tetapi melakukan
                             proses kreatif yang terproyeksi lewat
                        kekuatan yang beraksi dan berinteraksi dengan
                             karyanya, baik penulis sebagai pribadi
                        struktur-struktur tersebut dan mengubahnya selama
                        terjadinya interaksi masyarakatnya
                             maupun wakil
opahayat@gmail.com
http://opayat.multiply.com
opayat

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Proposal penelitian. power point ivon
Proposal penelitian. power point ivonProposal penelitian. power point ivon
Proposal penelitian. power point ivon
Nikmon Amal
 
Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesisSilogisme hipotesis
Silogisme hipotesis
Fuji Lestari
 

La actualidad más candente (20)

Struktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel Penelitian
Struktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel PenelitianStruktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel Penelitian
Struktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel Penelitian
 
Materi social function, generic structure, and language
Materi social function, generic structure, and languageMateri social function, generic structure, and language
Materi social function, generic structure, and language
 
makalah estetika
makalah estetikamakalah estetika
makalah estetika
 
Perbedaan Setiap Angkatan Sastra
Perbedaan Setiap Angkatan SastraPerbedaan Setiap Angkatan Sastra
Perbedaan Setiap Angkatan Sastra
 
Materi teori sastra
Materi teori sastraMateri teori sastra
Materi teori sastra
 
Kritik sastra ppt (2)
Kritik sastra ppt (2)Kritik sastra ppt (2)
Kritik sastra ppt (2)
 
Periodisasi Sastra Indonesia
Periodisasi Sastra IndonesiaPeriodisasi Sastra Indonesia
Periodisasi Sastra Indonesia
 
Proposal penelitian. power point ivon
Proposal penelitian. power point ivonProposal penelitian. power point ivon
Proposal penelitian. power point ivon
 
Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesisSilogisme hipotesis
Silogisme hipotesis
 
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)
 
Kritik dan esai
Kritik dan esaiKritik dan esai
Kritik dan esai
 
Pendekatan filsafat
Pendekatan filsafatPendekatan filsafat
Pendekatan filsafat
 
Periodisasi sastra indonesia
Periodisasi sastra indonesiaPeriodisasi sastra indonesia
Periodisasi sastra indonesia
 
aliran teori sastra
aliran teori sastraaliran teori sastra
aliran teori sastra
 
Teknik penulisan karya ilmiah
Teknik penulisan karya ilmiahTeknik penulisan karya ilmiah
Teknik penulisan karya ilmiah
 
Diksi
DiksiDiksi
Diksi
 
Makalah Bahasa baku dan bahasa nonbaku
Makalah Bahasa baku dan bahasa nonbakuMakalah Bahasa baku dan bahasa nonbaku
Makalah Bahasa baku dan bahasa nonbaku
 
Bunyi bahasa dan tata bunyi
Bunyi bahasa dan tata bunyiBunyi bahasa dan tata bunyi
Bunyi bahasa dan tata bunyi
 
Ragam Lisan Dan Tulisan
Ragam Lisan Dan TulisanRagam Lisan Dan Tulisan
Ragam Lisan Dan Tulisan
 
Makalah Jenis - Jenis Penelitian
Makalah Jenis - Jenis PenelitianMakalah Jenis - Jenis Penelitian
Makalah Jenis - Jenis Penelitian
 

Similar a Kritik sastra

02 pengantar ke arah kritik sastra
02 pengantar ke arah kritik sastra02 pengantar ke arah kritik sastra
02 pengantar ke arah kritik sastra
Fandy Cez
 
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1Lengkap lembar kerja mahasiswa 1
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1
ErFani RetNo
 
Review buku kritik_sastra
Review buku kritik_sastraReview buku kritik_sastra
Review buku kritik_sastra
Winda Ayu
 
Lembar kerja mahasiswa 6
Lembar kerja mahasiswa 6Lembar kerja mahasiswa 6
Lembar kerja mahasiswa 6
ErFani RetNo
 
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern
Coral Reef
 
2. macam macam kritik sastra
2. macam macam kritik sastra2. macam macam kritik sastra
2. macam macam kritik sastra
Coral Reef
 
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Raden Mas Fatah
 
XII-MENGEVALUASI-KARYA-SENI-RUPA-BERDASARKAN-TEMA-JENIS-FUNGSI-TOKOH-DAN-NILA...
XII-MENGEVALUASI-KARYA-SENI-RUPA-BERDASARKAN-TEMA-JENIS-FUNGSI-TOKOH-DAN-NILA...XII-MENGEVALUASI-KARYA-SENI-RUPA-BERDASARKAN-TEMA-JENIS-FUNGSI-TOKOH-DAN-NILA...
XII-MENGEVALUASI-KARYA-SENI-RUPA-BERDASARKAN-TEMA-JENIS-FUNGSI-TOKOH-DAN-NILA...
SepakTerjang1
 
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik
Coral Reef
 

Similar a Kritik sastra (20)

KRITIK SASTRA.pptx
KRITIK SASTRA.pptxKRITIK SASTRA.pptx
KRITIK SASTRA.pptx
 
Kritik sastra prosa
Kritik sastra prosaKritik sastra prosa
Kritik sastra prosa
 
Kritik sastra prosa(rev 01)
Kritik sastra prosa(rev 01)Kritik sastra prosa(rev 01)
Kritik sastra prosa(rev 01)
 
02 pengantar ke arah kritik sastra
02 pengantar ke arah kritik sastra02 pengantar ke arah kritik sastra
02 pengantar ke arah kritik sastra
 
Kritik sastra ppt
Kritik sastra pptKritik sastra ppt
Kritik sastra ppt
 
Kritik Sastra
Kritik SastraKritik Sastra
Kritik Sastra
 
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1Lengkap lembar kerja mahasiswa 1
Lengkap lembar kerja mahasiswa 1
 
1. hakikat kritik sastra
1. hakikat kritik sastra1. hakikat kritik sastra
1. hakikat kritik sastra
 
Kritik satra
Kritik satraKritik satra
Kritik satra
 
Review buku kritik_sastra
Review buku kritik_sastraReview buku kritik_sastra
Review buku kritik_sastra
 
Tugas kritik sastra
Tugas kritik sastraTugas kritik sastra
Tugas kritik sastra
 
Kritik sastra
Kritik sastraKritik sastra
Kritik sastra
 
Lembar kerja mahasiswa 6
Lembar kerja mahasiswa 6Lembar kerja mahasiswa 6
Lembar kerja mahasiswa 6
 
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern
7. kritik terapan dalam krititik sastra indonesia modern
 
2. macam macam kritik sastra
2. macam macam kritik sastra2. macam macam kritik sastra
2. macam macam kritik sastra
 
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
Materi kuliah pengantar kajian sastra ii, 'pendekatan dalam pengkajian sastra' 1
 
Kritik sastra
Kritik sastraKritik sastra
Kritik sastra
 
XII-MENGEVALUASI-KARYA-SENI-RUPA-BERDASARKAN-TEMA-JENIS-FUNGSI-TOKOH-DAN-NILA...
XII-MENGEVALUASI-KARYA-SENI-RUPA-BERDASARKAN-TEMA-JENIS-FUNGSI-TOKOH-DAN-NILA...XII-MENGEVALUASI-KARYA-SENI-RUPA-BERDASARKAN-TEMA-JENIS-FUNGSI-TOKOH-DAN-NILA...
XII-MENGEVALUASI-KARYA-SENI-RUPA-BERDASARKAN-TEMA-JENIS-FUNGSI-TOKOH-DAN-NILA...
 
Analisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalam
Analisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalamAnalisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalam
Analisis Kritis Sastra memudahkan dalam memahami karya sastra secara mendalam
 
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik
6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik
 

Último

ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
AgusRahmat39
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 

Último (20)

ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 

Kritik sastra

  • 1.
  • 2. HAKEKAT KRITIK SASTRA  Secara etimologis, kata kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata krinein (menghakimi, membanding, menimbang). Kata krinein menjadi bentuk dasar bagi kata kreterion (dasar, pertimbangan, penghakiman). Orang yang melakukan pertimbangan/penghakiman disebut krites yang berarti hakim. Bentuk krites inilah yang menjadi dasar kata kritik.  Secara harafiah, kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewat pemahaman dan penafsiran yang sistemik
  • 3. 2. Jenis Kritik Sastra  Menurut bentuk  Kritik Teoritis  Kritik Terapan  Berdasarkan Pelaksanaan  Kritik Judisial  Kritik Induktif  Kritik Impresionistik  Berdasarkan Orientasi Terhadap Karya Sastra  Mimetic criticism  Pragmatic criticism  Expresive criticism  Objective criticism
  • 4. Kritik Teoritis  Kritik sastra yang berusaha (bekerja) atas dasar prinsip-prinsip umum untuk menetapkan seperangkat istilah yang berhubungan, pembedaan-pembedaan, dan kategori-kategori, untuk diterapkan pada pertimbangan-pertimbangan dan interpretasi- interpretasi karya sastra maupun penerapan “kriteria” (standar atau norma) untuk menilai karya sastra dan pengarangnya.
  • 5. Kritik Terapan  Merupakan diskusi karya sastra tertentu dan penulis- penulisnya. Misalnya buku “Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei” Jilid II (1962) dikritik sastrawan-sastrawan dan karyanya, diantaranya Mohammad Ali, Nugroho Notosusanto, Subagio Sastrowardoyo, dan lain sebagainya
  • 6. Kritik Judisial  Adalah kritik sastra yang berusaha menganalisis dan menerangkan efek-efek karya sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya, teknik, serta gayanya, dan mendasarkan pertimbangan-pertimbangan individu kritikus atas dasar standar-standar umum tentang kehebatan dan keluarbiasaan sastra
  • 7. Kritik Induktif  Kritik sastra yang menguraikan bagian-bagian karya sastra berdasarkan fenomena-fenomena yang ada secara objektif. Kritik induktif meneliti karya sastra sebagaimana halnya ahli ilmu alam meneliti gejala- gejala alam secara objektif, tanpa menggunakan standar-standar yang tetap yang berasal dari luar dirinya.
  • 8. Kritik Impresionistik  Adalah kritik sastra yang berusaha menggambarkan dengan kata-kata, sifat-sifat yang terasa dalam bagian- bagian khusus atau dalam sebuah karya sastra dan menyatakan tanggapan-tanggapan (impresi) kritikus yang ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra.
  • 9. Kritik Mimetik  Kritik yang bertolak pada pandangan bahwa karya sastra merupakan tiruan atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia. Kritik ini cenderung mengukur kemampuan suatu karya sastra dalam menangkap gambaran kehidupan yang dijadikan suatu objek
  • 10. Kritik Pragmatik  Kritik yang disusun berdasrkan pandangan bahwa sebuah karya sastra disusun untuk mencapai efek-efek tertentu kepada pembaca, seperti efek kesenangan, estetika, pendidikan, dan sebagainya. Model kritik ini cenderung memberikan penilaian terhadap suatu karya berdasarkan ukuran keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut.
  • 11. Kritikyang menekankan kepada kebolehan pengarang  Kritik Ekspresif dalam mengekspresikan atau mencurahkan idenya ke dalam wujud sastra. Kritik ini cenderung menimbang karya sastra dengan memperlihatkan kemampuan pencurahan, kesejatian, atau visi penyair yang secara sadar atau tidak tercermin pada karya tersebut.
  • 12. Kritik Objektif  Suatu kritik sastra yang menggunakan pendekatan bahwa suatu karya sastra adalah karya yang mandiri. Kritik ini menekankan pada unsur intrinsik.
  • 13. Fungsi Kritik Sastra  Untuk pembinaan dan pengembangan sastra  Untuk pembinaan kebudayaan dan apresiasi seni  Untuk menunjang ilmu sastra
  • 14. Pembinaan dan Pengembangan Sastra  Dengan kritikan yang ada, sastrawan dapat belajar untuk dapat meningkatkan kecakapannya ataupun mempertimbangkan untuk memperluas daerah garapannya. Dengan begitu, kesusastraan akan dapat berkembang, baik corak, gaya, maupun mutunya.
  • 15. Pembinaan Kebudayaan dan Apresiasi Seni Dalam mengeritik, para kritikus menunjukkan daerah- daerah gelap yang terdapat dalam suatu karya sastra secara lebih baik dan lebih bermakna, yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan apresiasi sastra ke tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini dimungkinkan karena kritikus menganalisis struktur sastra, memberi komentar dan interpretasi, menerangkan unsur-unsurnya, serta menunjukkan hal- hal yang tersirat dari semua yang tersurat.
  • 17. Peran Kritikus Sastra  Menjalankan disiplin pribadinya sebagai jawaban terhadap karya sastra tertentu. Berbeda dengan seorang estetikus, karena kritikus adalah orang yang terlatih kemampuannya dalam memisahkan hal-hal yang bersifat emosional dengan hal-hal yang rasional.  Bertindak sebagai pendidik yang berupaya membina dan mengembangkan kejiwaan suatu masyarakat.  Bertindak sebagai hakim yang bijaksana, yang dapat membangkitkan kesadaran serta menghidupkan suara hati nurani, pembinaan akl budi, ketajaman pikiran, dan kehalusan cita rasa.
  • 18. Klasifikasi Teori Sastra Tanaka • mikro • makro Wellek • Intrinsik • Ekstrinsik • Objektif Abrams • • • Ekspresif Mimetik Pragmatik
  • 19. Klasifikasi Mimetik  Abrams REALITAS UNIVERSE Ekspresif Objektif WORK KARYA ARTIST AUDIENCE PENCIPTA PEMBACA Pragmtik 1) Pendekatan objektif (yang terutama memperhatikan aspek karya sastra itu sendiri); 2) Pendekatan ekspresif (yang menitikberatkan aspek pengarang atau pencipta karya sastra); 3) Pendekatan mimetik (yang mengutamakan aspek semesta); dan 4) Pendekatan pragmatik (yakni pendekatan yang mengutamakan aspek pembaca)
  • 20. TEORI-TEORI OBJEKTIF 1. Strukturalisme 2. New Criticism 3. Deconstruksi dan Post-Strukralisme
  • 21. 1.1 Struktural Formalis  Istilah Formalisme (dari kata Latin forma yang berarti bentuk, wujud) berarti cara pendekatan dalam ilmu dan kritik sastra yang mengesampingkan data biografis, psikologis, ideologis, sosiologis dan mengarahkan perhatian pada bentuk karya sastra itu sendiri. Para Formalis meletakkan perhatiannya pada ciri khas yang membedakan sastra dari ungkapan bahasa lainnya. Istilah Strukturalisme acap kali digunakan pula untuk menyebut model pendekatan ini karena mereka memandang karya sastra sebagai suatu keseluruhan struktur yang utuh dan otonom berdasarkan paradigma struktur kebahasaannya.
  • 22. Pelopor Struktural Formalis  Kaum Formalis Rusia tahun 1915-1930 dengan tokoh- tokohnya seperti Roman Jakobson, Rene Wellek, Sjklovsky, Eichenhaum, dan Tynjanov  Rene Wellek dan Roman Jakobson beremigrasi ke Amerika Serikat  Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.
  • 23. Prinsip Dasar Struktural Formalis  Prinsip keseluruhan (wholness) bahwa bagian-bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya.  Prinsip transformasi (transformation), struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru  Prinsip keteraturan yang mandiri (self regulation) yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasi, struktur itu otonom terhdap rujukan sistem lain
  • 24. Langkah Kerja 1. Membangun teori struktur sastra sesuai dengan genre yang diteliti. Struktur yang dibangun harus mampu menggambarkan teori struktur yang handal, sehingga mudah diikuti oleh peneliti sendiri. Peneliti perlu memahami lebih jauh hakikat setiap unsur pembangun karya sastra. 2. Peneliti melakukan pembacaan secara cermat, mencatat unsur-unsur struktur yang terkandung dalam bacaan itu. Setiap unsur dimasukkan ke dalam kartu data, sehingga memudahkan analisis. Kartu data sebaiknya disusun alpabetis, agar mudah dilacak pada setiap unsur. 3. Unsur tema, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum membahas unsur lain, karena tema akan selalu terkait langsung secara komprehensif dengan unsur lain.
  • 25. Langkah Kerja 4. Setelah analisis tema, baru analisis alur, konflik, sudut pandang, gaya, setting, dan sebagainya andaikata berupa prosa. 5. Yang harus diingat, semua penafsiran unsur-unsur harus dihubungkan dengan unsur lain, sehingga mewujudkan kepaduan makna struktur. 6. Penafsiran harus dilakukan dalam kesadaran penuh akan pentingnya keterkaitan antar unsur. Analisis yang meninggalkan kepaduan struktur, akan bias dan menghasilkan makna yang mentah.
  • 26. Kelemahan Strukturalisme Sebagai sebuah model teori kritik, strukturalisme bukan tanpa kelemahan. Ada beberapa kelemahan yang perlu direnungkan bagi pengeritik struktural, yaitu melalui struktural karya sastra seakan-akan diasingkan dari konteks fungsinya sehingga dapat kehilangan relevansi sosial, tercerabut dari sejarah, dan terpisah dari aspek kemanusiaan.
  • 27. 1.2 Struktural Genetik  Muncul sebagai wujud ketidakpuasan terhadap teori struktural yang melihat karya sastra sebagai sesuatu yang otonom  Pendirinya adalah Taine dan dikembangkan oleh Lucian Goldman di Paris  Prinsip Dasarnya: Karya sastra tidak sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan juga sebagai cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya diciptakan
  • 28. 1.3 Struktural Dinamik  Merupakan jembatan penghubung antara teori struktural formalis dan teori semiotik  Hampir sama dengan struktural genetik (mengaitkan dengan asal-usul teks) tetapi penekanannya berbeda, Struktural Dinamik menekankan pada struktur, tanda, dan realitas  Tokoh-tokohnya : Julia Cristeva dan Roland Bartes (Strukturalisme Prancis)
  • 29. 2. Semiotik Sastra  Dari kata semeion = tanda yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda, sistem-sistem tanda, dan proses suatu tanda diartikan (Hartoko, 1986:131)  Ilmu yang mempelajari berbagai objek, peristiwa, atau seluruh kebudayaan sebagai tanda  Tokohnya: Icon  Ferdinand de Saussure (Prancis) Index  Jurij Lotman (Rusia) Symbol  Charles Sanders Pierce (USA)
  • 30. 3. New Criticism  Muncul tahun 1920-1960. John Crowe Ransom (USA) The New Criticism.  Tokoh lainnya: I. A. Richard, T. S. Eliot, Cleanth Brooks, Robert Penn Warren, Allen Tate, R. P. Blackmur, William K. Wimsatt  Prinsip dasarnya hampir sama dengan Formalis, namun contoh karya mereka lebih mengarah kepada puisi sehinggga jenis karya sastra yang lainnya merasa diabaikan.
  • 31. Deconstruksi dan Post-Strukralisme "Dekonstruksi" adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut cara membaca sebuah teks (sastra maupun filsafat) yang berdasarkan pada pola pandangan filsafat Jacques Derrida. Derrida sendiri dipengaruhi pandanganl fenomenologi (Heidegger) dan skeptisisme (Nietzche). Pandangan ini menentang klaim strukturalisme yang menganggap sebuah teks mengandung makna yang sah dalam struktur yang utuh di dalam sistem bahasa tertentu. Dekonstruksi disebut juga sebagai Poststructuralism (Pascastrukturalisme) karena membangun teorinya atas dasar konsep-konsep strukturalisme-semiotik Ferdinand de Saussure. Aliran ini mula-mula dikembangkan di Perancis oleh kelompok penulis Tel Quel dengan tokoh perintis antara lain Jacques Derrida dan Julia Kristeva
  • 32. Rangkuman  Pada umumnya penekanan perhatian teori sastra pada studi teks dapat digolongkan ke dalam konsep strukturalisme, sekalipun konsep ini sangat beragam jangkauan, kedalaman, dan model analisisnya. Strukturalisme, bagaimanapun, merupakan bidang teori sastra yang sudah menjadi urutan utama kebudayaan intelektual ilmu sastra.  Pendekatan struktural dari segi tertentu membawa hasil yang sangat memuaskan. Usaha untuk memahami dan mengupas karya sastra atas dasar strukturnya memaksa peneliti sastra untuk membebaskan din dari berbagai konsep metode dan teknik yang sebenarnya berada di luar jangkauannya sebagai ahli sastra, seperti psikologi, sosiologi, sejarah, dan filsafat.  Sekalipun demikian, patut kita catat bahwa banyak teoretisi sastra tidak puas terhadap paradigma bahasa dalam pengkajian sastra. Teoretisi itu antara lain Lefevere (1977), Jameson (1981), Eagleton (1983), dan para pemikii (pascastrukturalisme Derrida, Lacan, Foucault, dll.)  Keberatan lain terhadap strukturalisme adalah sifatnya yang ahistoris; Strukturalisme menghapus sejarah manusia karena berambisi membangun universal yang menghapus pandangan individual.  strukturalisme juga bersifat anti humanis (Selden, 1991:70-71).  Keberatan-keberatan itulah yang kemudian memunculkan aliran Pascastrukturalisme yang menentang setiap bentuk penyisteman yang mengabaikan keragaman kultural dan nilai- nilai kemanusiaan. Sekalipun tidak disebutkan di atas, patut dicatat bahwa konsep-konsep aliran Pascastrukturalisme; sangat mendukung dan memperkaya Teori Sastra Feminisme.
  • 33. TEORI-TEORI MIMETIK  Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori- teori tentang seni seperti dikemukakan Plato (428- 348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad sangat memengaruhi teori-teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg, 1986:15).
  • 34. SOSIOLOGI SASTRA  Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal- balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya (Soemanto, 1993). Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles yang mengajukan istilah 'mimesis', yang menyinggung hubungan antara sastra dan masyarakat sebagai 'cermin'.
  • 35. Teori Sastra Marxis Teori ini berakar pada doktrin Manifesto Komunis (1848) yang diberikan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, khusunya terhadap pernyataan bahwa perkembangan evolusi historis manusia dan institusi-institusinya ditentukan oleh perubahan mendasar dalam produksi ekonomi. Peruhanan itu mengakibatkan perombakan dalam struktur kelas-kelas ekonomi, yang dalam setiap jaman selalu bersaing demi kedudukan sosial ekonomi dan status politik. Kehidupan agama, intelektual, dan kebudayaan setiap jaman -termasuk seni dan kesusastraan - merupakan 'ideologi-ideologi' dan 'suprastruktur-suprastruktur' yang berkaitan secara dialektikal, dan dibentuk atau merupakan akibat dari struktur dan perjuangan kelas dalam jamannya (Abrams, 1981:178).
  • 36. George Lukacs: Sastra Sebagai Cermin Sebuah novel tidak hanya mencerminkan 'realitas' tetapi lebih dari itu memberikan kepada kita "sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik" yang mungkin melampaui pemahaman umum. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena idividual secara tertutup melainkan lebih merupakan sebuah 'proses yang hidup'. Sastra tidak mencerminkan realitas sebagai semacam fotografi, melainkan lebih sebagai suatu bentuk khusus yang mencerminkan realitas. Dengan demikian, sastra dapat mencerminkan realitas secara jujur dan objektif dan dapat juga mencerminkan kesan realitas subjektif (Selden, 1991:27)
  • 37. Bertold Brecht: Efek Alienasi Menurut Brecht, dramawan bendaknya menghindari alur yang dihuhungkan secara lancar dengan makna dan nilai-nilai universal yang pasti. Fakta-fakta ketidakadilan dan ketidakwajaran perlu dihadirkan untuk mengejutkan dan mengagetkan penonton. Penonton jangan ditidurkan dengan ilusi-ilusi palsu. Para pelaku tidak harus menghilangkan personalitas dirinya untuk mendorong identifikasi penonton atas tokoh-tokoh pahlawannya. Mereka harus mampu menimbulkan efek alienasi (keterasingan). Pemain bukan berfungsi menunjukkan melainkan mengungkapkan secara spontan individualitasnya (Selden, 1991:30-32)
  • 38. Teori Neomarxisme  Berdasarkan metode berpikir dialektis tersebut, Fredric Jameson mengungkapkan bahwa hakikat suatu karya sastra dapat diketahui dari penelitian tentang latar belakang historisnya. Kita tidak hanya sekedar ingin menangkap nilai-nilai yang sempit pada permukaan (seperti dilakukan kaum New Criticism), melainkan harus dapat menemukan hubungan orisinal antara Subjek dan Objek sesuai dengan kedudukannya (Culler, 1981:12-13). Jadi hasil kritik dialektikal itu bukan hanya sekedar suatu interpretasi sastra, melainkan juga sejarah model interpretasi dan kebutuhan akan suatu model interpretasi yang khusus.
  • 39. Rangkuman  Teori-teori sosiologi sastra mempersoalkan kaitan antara karya sastra dan 'kenyataan'. Sebenarnya teori sosiologi sastra inilah yang paling tua usianya dalam sejarah kritik sastra. Dalam kenyataannya, teori yang sudah dirintis oleh filsafat Plato (Abad 4-3 SM) tentang 'mimesis' itu baru mulai dikembangkan pada abad 17-18 — yakni zaman positivisme ilmiah — oleh Hippolite Taine dan berkembang pesat pada awal abad ke-19 dengan dicanangkannya doktrin Manifesto Komunis oleh Marx dan Engels.  Studi-studi sosiologis terhadap sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra dalam taraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat dan bagian dari suatu masyarakat. Kenyataan inilah yang menarik perhatian para teoretisi sosiologi sastra untuk mencoba menjelaskan pola dan model hubungan resiprokal itu. Penjelasan Taine dengan menggunakan metode-metode ilmu pasti menarik perhatian, namun ciri positivistis dalam teorinya menimbulkan permasalahan yang rumit mengenai hakikat karya sastra sebagai 'karya fiksi'. Teori-teori Marxisme, yang memandang seni (sastra) sebagai 'alat perjuangan politik' terlalu menekankan aspek pragmatis sastra dan dalam banyak hal mengabaikan struktur karya sastra.  Pemikir-pemikir Neomarxis memanfaatkan filsafat dialektika materialisme Marx untuk mendefinisikan aspek ideologi, politik, dan hubungan ekonomi suatu masyarakat. Asumsi epistemologis mereka adalah bahwa sastra menyimpan sejarahnya yang sebenarnya dan menjadi tugas studi sastra untuk mendefinisikannya secara jelas.
  • 40. TEORI-TEORI EKSPRESIVISME: MUNCULNYA PAHAM INDIVIDUALISME DAN OTONOMI
  • 41. TEORI-TEORI EKSPRESIVISME  Teori ekspresif sastra (The expressive theory of literature) adalah sebuah teori yang memandang karya sastra terutama sebagai pernyataan atau ekspresi dunia batin pengarangnya. Karya sastra dipandang sebagai sarana pengungkap ide, angan-angan, cita-cita, cita rasa, pikiran dan pengalaman pengarang. Dalam ungkapan yang lain, sastra adalah proses imajinatif yang mengatur dan menyintesiskan imajinasi-imajinasi, pemikiran-pemikiran, dan perasaan-perasaan pengarang (Abrams, 1987:20). Studi sastra dalam model ini berupaya mengungkapkan latar belakang kepribadian dan kehidupan (biografi) pengarang yang dipandang dapat membantu memberikan penjelasan tentang penciptaan karya sastra. Oleh karena itu, teori ini seringkali disebut pendekatan biografi.
  • 42. Sejarah Pertumbuhan  abad ke-3 M, Longinus, dalam bukunya berjudu Peri Hypsous (Yun. = Tentang Keluhuran) mengungkapkan bahwa ciri khas dan ukuran seni sastra adalah keluhuran (yang luhur, yang mulia, yang unggul) sebagai sumber utama pemikiran dan perasaan pengarang, yang bersumber dari daya wawasan yang agung, emosi atau nafsu (passion) yang mulia, retorika yang unggul, pengungkapan (diksi) dan penggubahan yang mulia. Unsur terpenting dalam penciptaan seni sastra adalah kreativitas dalam jiwa pengarang. Sumber-sumber keagungan itu mengilhami dan merasuki kata-kata dengan semangat ilahi.  Pandangan ini tidak banyak memengaruhi pertumbuhan teori ekspresionisme. Baru sekitar tahun 1800 (pada jaman Romantik, abad 18-19) teori ekspresivisme mendapat perhatian dan berkembang dengan pesat.
  • 43. Teori Sastra Romantik Zaman Romantik ditandai dengan semacam "manifesto" (pernyataan) yang revolusioner dari Wordsworth yang menegaskan bahwa karya sastra yang baik adalah peluapan yang spontan dari perasaan-perasaan yang kuat. Sastra bukan lagi dilihat sebagai cermin tindak-tanduk manusia. Unsur utama sastra adalah perasaan-perasaan dan emosi- emosi manusia penyair yang dikumpulkan dalam keheningan refleksi yang mendalam, yang kemudian diikuti dengan pemikiran dan revisi dalam proses komposisinya. Akan tetapi sastrawan yang baik, menurut mereka, selalu mendahulukan aspek spontanitasnya. Ibarat tumbuhnya tanaman yang mengikuti prinsip-prinsip organismenya sendiri secara inheren, demikian pula seharusnya konsep setiap karya seni.
  • 44. Dalam zaman ini, kritik ekspresif mendapat perhatian utama. Oleh karena karya sastra dipahami sebagai ekspresi, peluapan, atau ungkapan perasaan pengarangnya, atau sebagai hasil imajinasi pengarangnya yang menjabarkan pandangan, pemikiran, dan perasaannya, maka tolok ukur penilaian terhadap karya sastra terutama ditujukan kepada: kesungguhan hatinya (sincerity), keasliannya (genuineness), dan kememadaiannya (adequacy) dalam mengungkapkan visi dan pemikiran individual si pengarang itu sendiri. Aspek-aspek itu seringkali dicari di dalam karya sastra sebagai pembuktian akan watak dan pengalaman- pengalaman khusus pengarang, baik yang disadarinya maupun yang tidak disadarinya. Kritik semacam ini masih diteruskan dalam tradisi-tradisi kritik sastra psikoanalitik dan kritik kesadaran (critics of consciousness) dalam mazhab Jenewa.
  • 45. Praktek Ekspresivisme Praktik-praktik kritik ekspresif sastra terpusat pada upaya menyelami jiwa pengarang karya sastra tersebut. Menurut mereka, materi dan bahan-bahan penulisan karya sastra tidak terletak di luar diri individu melainkan terkandung dalam diri dan jiwa manusia penciptanya. Pengarang dianggap seorang pencipta yang membayangkan imajinasi kehidupan yang terpilih dan teratur. Kedudukan pengarang dan karyanya begitu erat, seperti seorang ibu yang melahirkan anaknya. Tolok ukur sastra yang baik dalam pendekatan ini adalah: orisinalitas, kreativitas, jenialitas, dan individualitas. Benar-tidaknya, objektif-tidaknya suatu penilaian sastra sangat tergantung pada intensi pengarang dalam mewujudkan keorisinalan dan kebaruan penciptaan seninya. Data-data biografik dan historis menjadi bahan yang penting dalam studi sastra.
  • 46. Kritik Terhadap Teori Ekspresivisme 1. Sekalipun sebuah karya sastra terwujud berkat adanya niat penulisnya namun niat itu tidak dapat dijadikan norma untuk menilai arti sebuah teks. 2. Harus dipertanyakan apa yang dicari dalam hal niat pengarang itu. Jika pengarang mampu menuangkan makna niatnya dalam karyanya, maka justru makna muatan itu sajalah yang seharusnya dinilai tanpa perlu meneliti apakak pengarang memang berniat demikian. 3. Jika ukuran keberhasilan karya sastra adalah kesejajaranantara makna niatai pengarang dengan makna muatannya maka syarat-syarat subjektivitas pengarang sesungguhnya sudah dilepaskan. 4. Apabila makna sebuah puisi sangat bersifat pribadi, maka kita boleh menggunakan data biografis pengarangnya dengan sangat hati-hati, yakri data-data yang dapat menjelaskan pemakaian bahasanya. Akan tetapi jika penggunaan bahasanya sudah cukup jelas tidak perlulah berkonsultasi kepadt pengarangnya. 5. Makna niat merupakan suatu hal yang abstrak, sehingga mencari-cari makni niat pengarang sungguh-sungguh suatu jalan pikiran yang sesat.
  • 47. Teori Baru Tentang Pengarang  Wayne Booth memperkenalkan istilah Implied Author (penulis yang tersirat atau tersembunyi) dalam bukunya The Rhetoric of Fiction (1963)  Umberto Eco (1992), dengan memperkenalkan istilah Liminal Author atau Author on the Threshold (Pengarang Ambang)
  • 48. Rangkuman  Pandangan-pandangan teoretis mengenai pengarang memiliki kaitan timbal-balik dengan 'semangat jaman' yang berlaku pada suatu kurun waktu tertentu. Ada fase, di mana manusia dipandang sebagai 'hamba sahaya' yang tidak pantas meniru-niru karya cipta Tuhannya. Ada tahap lain, di mana orang memandang manusia sebagai ko-kreator 'Sang Pencipta Agung" yang menggemakan keagungan-Nya Sang Pencipta melalui karya seninya sebagai ekspresi pengalaman estetiknya berhadapan dengan alam (ilahi).  Refleksi-refleksi lebih lanjut menunjukkan bahwa studi sastra anatomik yang teknis-prosedural dengan mengabaikan faktor manusia, memunculkan kesadaran baru untuk mendefinisikan kembali kedudukan dan hubungan antara pengarang; dan karyanya. Dalam penjelasan Eco, ternyata bahwa antara pengarang dan teks, dan antara pembaca dan teks terdapat diskrepansi yang tak mungkin seluruhnya dijelaskan karena ada dimensi-dimensi transendental (ghostly) yang terlihat di dalamnya.
  • 50. TEORI-TEORI MIMETIK Sejarah Pertumbuhan  Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni seperti dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384- 322), dan dari abad ke abad sangat memengaruhi teori- teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg, 1986:15).  Aristoteles juga mengambil teori mimesis Plato yakni seni menggambarkan kenyataan, tetapi dia berpendapat bahwa mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan melainkan juga menciptakan sesuatu yang haru karena 'kenyataan' itu tergantung pula pada sikap kreatif orang dalam memandang kenyataan.
  • 51.  Levin (1973:56-60) mengungkapkan bahwa konsep 'mimesis' itu mulai dihidupkan kembali pada zaman humanisme Renaissance dan nasionalisme Romantik. Humanisme Renaissance sudah berupaya mengbilangkan perdehatan prinsipial antara sastra modern dan sastra kuno dengan menggariskan paham bahwa masing- masing kesusastraan itu merupakan ciptaan unik yang memiliki pembayangan historis dalam jamannya.  Hippolyte Taine (1766-1817) merumuskan sebuah pendekatan sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiah dengan menggunakan metode-metode seperti yang digunakan dalam ilmu alam dan pasti. Dalam bukunya History of English Literature (1863) dia menyebutkan bahwa sebuah karya sastra dapat dijelaskan menurut tiga faktor, yakni ras, saat (momen), dan lingkungan (milieu)
  • 52. Teori Sastra Marxis Marxis biasanya mendasarkan teorinya pada doktrin Manifesto Komunis (1848) yang diberikan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, khusunya terhadap pernyataan bahwa perkembangan evolusi historis manusia dan institusi- institusinya ditentukan oleh perubahan mendasar dalam produksi ekonomi. Peruhanan itu mengakibatkan perombakan dalam struktur kelas-kelas ekonomi, yang dalam setiap jaman selalu bersaing demi kedudukan sosial ekonomi dan status politik. Kehidupan agama, intelektual, dan kebudayaan setiap jaman -termasuk seni dan kesusastraan - merupakan 'ideologi-ideologi' dan 'suprastruktur- suprastruktur' yang berkaitan secara dialektikal, dan dibentuk atau merupakan akibat dari struktur dan perjuangan kelas dalam jamannya (Abrams, 1981:178).
  • 53. Bagi Marx, sastra dan semua gejala kebudayaan lainnya mencerminkan pola hubungan ekonomi karena sastra terikat akan kelas-kelas yang ada di dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastra hanya dapat dimengerti jika dikaitkan dengan hubungan- hubungan tersebut (Van Luxemburg, 1986:24-25). Menurut Lenin, seorang tokoh yang dipandang sebagai peletak dasar bagi kritik sastra Marxis, sastra (dan seni pada umumnya) merupakan suatu sarana penting dan strategis dalam perjuangan proletariat melawan kapitalisme.
  • 54. George Lukacs: Sastra Sebagai Cermin  George Lukacs adalah seorang kritikus Marxis terkemuka yang berasal dari Hungaria dan menulis dalam bahasa Jerman (Damono, 1979:31). Lukacs mempergunakan istilah "cermin" sebagai ciri khas dalam keseluruhan karyanya. Mencerminkan menurut dia, berarti menyusun sebuah struktur mental. Sebuah novel tidak hanya mencerminkan 'realitas' tetapi lebih dari itu memberikan kepada kita "sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik" yang mungkin melampaui pemahaman umum.  Lukacs menegaskan pandangan tentang karya realisme yang sungguh-sungguh sebagai karya yang memberikan perasaan artistik yang bersumber dari imajinasi-imajinasi yang diberikannya. Imajinasi-imajinasi itu memiliki totalitas intensif yang sesuai dengan totalitas ekstensif dunia. Penulis tidak memberikan gambaran dunia abstrak melainkan kekayaan imajinasi dan kompleksitas kehidupan untuk dihayati untuk membentuk sebuah tatanan masyarakat yang ideal.
  • 55. Bertold Brecht: Efek Alienasi  Bertold Brecht adalah seorang dramawan Jerman yang terbakar jiwanya ketika membaca buku Marx sekitar tahun 1926. Drama-dramanya bersifat radikal, anarkistik, dan anti borjuis.  Menurut Brecht, dramawan bendaknya menghindari alur yang dihuhungkan secara lancar dengan makna dan nilai-nilai universal yang pasti. Fakta-fakta ketidakadilan dan ketidakwajaran perlu dihadirkan untuk mengejutkan dan mengagetkan penonton. Penonton jangan ditidurkan dengan ilusi-ilusi palsu. Para pelaku tidak harus menghilangkan personalitas dirinya untuk mendorong identifikasi penonton atas tokoh-tokoh pahlawannya. Mereka harus mampu menimbulkan efek alienasi (keterasingan). Pemain bukan berfungsi menunjukkan melainkan mengungkapkan secara spontan individualitasnya (Selden, 1991:30-32).
  • 56. Aliran Frankfurt Seni dan kesusastraan mendapat perhatian istimewa dalam teori sosiologi Frankfurt, karena inilah satu-satunya wilayah di mana dominasi totaliter dapat ditentang. Adorno mengkritik pandangan Lukacs bahwa sastra berbeda dari pemikiran, tidak mempunyai hubungan yang langsung dengan realitas. Keterpisahan itu, menurut Adorno, justru memberi kekuatan kepada seni untuk mengkritik dan menegasi realitas, seperti yang ditunjukkan oleh seni-seni Avant Garde. Seni-seni populer sudah bersekongkol dengan sistem ekonomi yang membentuknya, sehingga tidak mampu mengambil jarak dengan realitas yang sudah dimanipulasi oleh sistem sosial yang ada. Mereka memandang sistem sosial sebagai sebuah totalitas yang di dalamnya semua aspek mencerminkan esensi yang sama (masyarakat satu dimensi).
  • 57. Teori-Teori Neomarxisme Neomarxisme lebih bersifat epistemologis daripada politis. Mereka menganut paham "metode dialektik". Metode dialektika dapat memberikan suatu pemahaman mengenai totalitas masyarakat'. Metode dialektik berorientasi pada hubungan antara konkretisasi sejarah umum dan sejarah individual. Aspek teleologikal itu tergantung kepada perbedaan antara hukum kebenaran yang tampak dan kebenaran esensial. Perlu diperhatikan perbedaan antara teori dan praktik, antara objek bahasa dan metabahasa, dan antara fakta- fakta hasil observasi dengan nilai-nilai yang dilekatkan pada fakta itu.
  • 58. Rangkuman  Teori-teori sosiologi sastra mempersoalkan kaitan antara karya sastra dan 'kenyataan'. Teori inilah yang paling tua usianya dalam sejarah kritik sastra. Teori yang sudah dirintis oleh filsafat Plato (Abad 4-3 SM) tentang 'mimesis' itu baru mulai dikembangkan pada abad 17-18 — yakni zaman positivisme ilmiah — oleh Hippolite Taine dan berkembang pesat pada awal abad ke-19 dengan dicanangkannya doktrin Manifesto Komunis oleh Marx dan Engels.  Karya sastra dalam taraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat dan bagian dari suatu masyarakat. Teori-teori Marxisme, yang memandang seni (sastra) sebagai 'alat perjuangan politik' terlalu menekankan aspek pragmatis sastra dan dalam banyak hal mengabaikan struktur karya sastra.  Pemikir-pemikir Neomarxis memanfaatkan filsafat dialektika materialisme Marx untuk mendefinisikan aspek ideologi, politik, dan hubungan ekonomi suatu masyarakat. Asumsi epistemologis mereka adalah bahwa sastra menyimpan sejarahnya yang sebenarnya dan menjadi tugas studi sastra untuk mendefinisikannya secara jelas.
  • 60. Pengantar Teori Resepsi merupakan salah satu aliran dalam penelitian sastra yang terutama dikembangkan oleh mazhab Konstanz tahun 1960-an di Jerman. Teori ini menggeser fokus penelitian dari struktur teks ke arah penerimaan (Latin: recipere, menerima) atau penikmatan pembaca.
  • 61. Hans Robert Jauss: Horison Harapan Fokus perhatiannya, sebagaimana teori tanggapan pembaca lainnya, adalah penerimaan sebuah teks. Minat utamanya bukan pada tanggapan seorang pembaca tertentu pada suatu waktu tertentu melainkan pada perubahan-perubahan tanggapan, interpretasi, dan evaluasi pembaca umum terhadap teks yang sama atau teks-teks yang berbeda dalam kurun waktu berbeda (Abrams, 1981:155).
  • 62. Dalam buku Toward an Aesthetic of Reception (1982:20-45), Jauss mengungkapkan tujuh tesis pemikiran teoretisnya. Secara ringkas ketujuh tesis Jauss diuraikan di bawah ini. 1. Karya sastra bukanlah monumen yang mengungkap makna yang satu dan sama, seperti anggapan tradisional mengenai objektivitas sejarah sebagai deskripsi yang tertutup. Karya sastra ibarat orkestra: selalu memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menghadirkan resonansi yang baru yang membebaskan teks itu dari belenggu bahasa, dan menciptakan konteks yang dapat diterima pembaca masa kini. 2. Sistem horison harapan pembaca timbul sebagai akibat adanya momen historis karya sastra, yang meliputi suatu prapemahaman mengenai genre, bentuk, dan tema dalam karya yang sudah diakrabi, dan dari pemahaman mengenai oposisi antara bahasa puitis dan bahasa sehari-hari. Sekalipun sebuah karya sastra tampak baru sama sekali, ia sesungguhnya tidak baru secara mutlak seolah- olah hadir dari kekosongan.
  • 63. 3. Jika ternyata masih ada jarak estetik antara horison harapan dengan wujud sebuah karya sastra yang baru, maka proses penerimaan dapat mengubah harapan itu baik melalui penyangkalan terhadap pengalaman estetik yang sudah dikenal, atau melalui kesadaran bahwa sudah muncul suatu pengalaman estetik yang baru. 4. Rekonstruksi mengenai horison harapan terhadap karya sastra sejak diciptakan dan disambut pada masa lampau hingga masa kini, akan menghasilkan berbagai varian resepsi sesuai dengan semangat jaman yang berbeda. 5. Teori estetika penerimaan tidak hanya sekedar memahami makna dan bentuk karya sastra menurut pemahaman historis.
  • 64. 6. Apabila pemahaman dan pemaknaan sebuah karya sastra menurut resepsi historis (jadi dengan analisis diakronis) tidak dapat dilakukan karena adanya perubahan sikap estetik, maka seseorang dapat menggunakan perspektif sinkronis untuk menggambarkan persamaan, perbedaan, pertentangan, ataupun hubungan antara sistem seni sejaman dengan sistem seni dalam masa lampau. 7. Tugas sejarah sastra tidak menjadi lengkap hanya dengan menghadirkan sistem-sistem karya sastra secara sinkronis dan diakronis, melainkan harus juga dikaitkan dengan sejarah umum.
  • 65. Wolfgang Iser: Pembaca Implisit Iser lebih memfokuskan perhatiannya kepada hubungan individual antara teks dan pembaca (Wirkungs Estetik, estetika pengolahan). Pembaca yang dimaksud oleh Iser bukanlah pembaca konkret individual, melainkan Implied Reader (pembaca implisit). 'Pembaca implisit' merupakan suatu instansi di dalam teks yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara teks dan pembacanya. Dengan kata lain, pembaca yang diciptakan oleh teks-teks itu sendiri, yang memungkinkan kita membaca teks itu dengan cara tertentu.
  • 66. Norman Holland & Simon Lesser: Psikoanalisis Menurut mereka, semua karya sastra mentransformasikan fantasi-fantasi tak sadar (menurut psikoanalisis) kepada makna-makna kesadaran yang dapat ditemukan dalam interpretasi konvensiaonal. Jadi makna psikoanalisis merupakan sumber bagi makna-makna lain. Makna psikoloanalisis haras dicari karena tingkatan makna lain hanyalah manifestasi historis atau sosial. Setiap karya sastra memiliki efek-efek superego, ego, dan id yang perlu direfleksikan oleh pembaca. Keterlibatan pembaca ke dalam komponen-komponen kejiwaan itu hanya dapat terpenuhi bila karya sastra mengandung aspek-aspek yang kontradiktif, ambigu, tumpang-tindih, dan samar.
  • 67. Jonathan Culler: Konvensi pembacaan Keinginan Culler yang utama adalah menggeser fokus perhatian dari teks kepada pembaca. Culler menyatakan bahwa suatu teori pembacaan harus mengungkap norma dan prosedur yang menuntun pembaca kepada suatu penafsiran. Kita semua tahu bahwa setiap pembaca memiliki penafsiran yang berbeda-beda mengenai sebuah teks yang sama. Berbagai variasi penafsiran itu harus dapat dijelaskan oleh teori. Sekalipun penafsiran itu berbeda-beda tetapi mungkin saja mereka mengikuti satu konvensi penafsiran yang sama (Selden, 1991:127).
  • 68. Rangkuman Tumbuhnya teori-teori resepsi sastra dipacu juga oleh alam pemikiran filsafat (Fenomenologi) yang berkembang pada masa itu. Pergeseran orientasi kritik sastra, dari pengarang kepada teks, dan dari teks kepada pembaca diilhami oleh pandangan bahwa teks-teks sastra merupakan salah satu gejala yang hanya menjadi aktual jika sudah dibaca dan ditanggapi pembacanya. Teks hanya sebuah pralogik dan logika yang sesungguhnya justru ada pada benak pembacanya. Melalui ketujuh tesisnya, Jauss meletakkan dasar-dasar resepsi sastra dalam kaitannya dengan sejarah estetika penerimaan. Teori resepsi ini pun segera mendapat perhatian berbagai ahli ilmu sastra. Iser mengkhususkan dirinya pada penerimaan dan pencerapan karya sastra oleh pembaca implisit. Culler beranggapan bahwa pemahaman karya sastra sangat ditentukan oleh kompetensi sastra, yakni kemampuan pembaca mewujudkan konvensi-konvensi sastra dalam suatu jenis sastra tertentu.
  • 69. Teori Objektif  Strukturalisme 1. Dimulai denganStruktural yang pada objeksistem 1. tekstual, Formalis 1. Pendekatananalisis sistemik tentang itu sendiri 1. Perhatian pertama dicurahkan mengkaji aspek  Estetika psikologis Struktural Genetik yang 2. linguistik karyatokoh dalam karya sastra dikritik yaitu organisasi sastra, dan dilanjutkan dengan internal krya sastra  Stilistika interpretasi ciri-ciri sastra,Dinamik yang 3. Struktural interpretasi diarahkan ke 2. Pendekatan reseptif-pragmatik, 2. Meneliti terminologi sebagai “kesadaran sosial” yaitu makna secara total psikologisterpercayasebagai perangkat norma-norma yang pembaca untuk mengkaji aspek  Psikologi Sastra 2. Memelajari sejumlahsastra yang terbentuk dari penikmat karya ciri khas yang membedakan sebuah kolektivitas tertentu yang diimplementasikan satu sistem dengn sistem lain dibacanya oleh pengaruh karya sastra yang sebuah karya sastra 3. Subjek tidak lagi ekspresif, yang mengkaji aspek 3. Pendekatan dipahami sebagai sarana struktur supra-individual yang pasif, ketika sebgai suatu psikologis sang penulis tetapi melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat kekuatan yang beraksi dan berinteraksi dengan karyanya, baik penulis sebagai pribadi struktur-struktur tersebut dan mengubahnya selama terjadinya interaksi masyarakatnya maupun wakil
  • 70.
  • 71.