Makalah ini membahas tentang pemerintahan Vichy di Prancis pada tahun 1940-1944 yang dipimpin Marsekal Pétain dan Pierre Laval, gerakan resistensi di bawah pimpinan Jenderal Charles de Gaulle melawan pemerintahan Vichy, serta peristiwa pembebasan Paris yang menandai berakhirnya pemerintahan Vichy dan keluarnya Prancis sebagai pemenang Perang Dunia II.
1. PEMERINTAHAN VICHY, GERAKAN RÉSISTANCE DAN
PEMBEBASAN PARIS
OLEH
ANDHIKA RAHMAN, 1106062960
ANNISA PUSPA, 1106062872
HANA MAULIDA, 1106063023
MAKALAH AKHIR
UNTUK MATA KULIAH PENGANTAR SEJARAH PRANCIS
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2011
1
2. Abstrak
Makalah ini secara garis besar membahas tentang keadaan Prancis pada saat
pemerintahan Vichy yang terjadi pada tahun 1940 sampai 1944. Pemerintahan ini dipimpin
oleh marsekal Pétain dengan seorang suksesor ternama pada masa ini yaitu Pierre Laval.
Pemerintahan darurat yang dijalankan bersama pemerintahan Jerman ini tidak sepenuhnya
didukung rakyat Prancis. Dibawah pimpinan Jendral Charles De Gaulle, rakyat yang tidak
mendukung pemerintahan ini melakukan sebuah gerakan yang dinamakan gerakan résistance.
Gerakan résistance ini dilakukan di dalam maupun di luar negeri. Semakin lama
pemerintahan Vichy semakin kehilangan pendukungnya. Gagasan Jendral De Gaulle untuk
melepaskan Prancis dari cengkraman Jerman dilakukan dengan membebaskan Paris.
Peristiwa pembebasan Paris ini memiliki makna besar bagi Prancis, diantaranya melepaskan
Prancis dari cengkraman Jerman, Prancis keluar sebagai pemenang dalam perang dunia II,
dan berakhirnya pemerintahan Vichy.
2
3. Kata Pengantar
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya,
penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah pengantar sejarah Prancis yang berjudul
“Pemerintahan Vichy dan Pembebasan Paris”.
Maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
mahasiswa peserta mata kuliah pengantar sejarah Prancis mengenai pemerintahan Vichy,
gerakan résistance, dan proses pembebasan Paris. Pemerintahan Vichy adalah suatu
pemerintahan yang dijalankan bersama dengan pemerintahan Jerman yang berlangsung pada
tahun 1940 sampai tahun 1944. Peristiwa penting yang menjadi titik balik dari kondisi
Prancis yang menjalankan pemerintahan bersama Jerman di masa pemerintahan Vichy pun
berakhir dengan peristiwa pembebasan Paris. Hal ini membuat Prancis keluar sebagai
pemenang dalam perang dunia II. Disamping itu, makalah ini diselesaikan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah mitologi Yunani.
Dengan diselesaikannya laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Djoko Marihandono M.si, selaku dosen pengantar sejarah Prancis,
yang telah memberikan tugas ini sehingga membantu penyusun untuk lebih
mengetahui dan memahami tentang pemerintahan Vichy, gerakan résistance, dan
pembebasan Paris.
2. Semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini.
Penyusun berharap dengan diselesaikannya tugas ini dapat membantu para pembaca
dalam memahami bagaimana kondisi Prancis pada masa pemerintahan Vichy, gerakan
résistance dan pembebasan Paris yang merupakan akhir dari pemerintahan Vichy dan
peristiwa yang menjadikan Prancis keluar sebagai pemenang perang dunia II.
Penyusun
25 Desember 2011
3
4. Daftar Isi
Halaman Judul 1
Abstrak 2
Kata Pengantar 3
Daftar Isi 4
Bab I Pendahuluan 5
A. Latar Belakang 5
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penulisan 6
D. Metode Analisis 6
E. Sistematika Penulisan 6
Bab II Pembahasan 7
A. Pemerintahan Vichy 7
B. Gerakan Résistance 10
C. Pembebasan Paris 12
Bab III Kesimpulan 14
Daftar Pustaka 16
4
5. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perang Dunia II yang terjadi pada tahun 1940 sampai tahun 1944 dialami
semua negara tanpa terkecuali Prancis. Jerman yang pada saat itu melakukan ekspansi
terhadap negara-negara Eropa tentu membuat perang terjadi diberbagai wilayah di
Eropa. Pemerintahan Prancis yang pada saat itu dipegang Daladier tidak mampu
berbuat banyak dalam menghadapi Jerman yang mengakibatkan berakhirnya
pemerintahan Daladier. Marsekal Pétain yang disukseskan oleh Pierre Laval berhasil
merebut pemerintahan. Pemerintahan itu dinamakan pemerintahan Vichy karena
berkedudukan di kota Vichy.
Pemerintahan yang berkolaborasi dengan Jerman ini tidak sepenuhnya
didukung rakyat Prancis ini mendapat tentangan yang dipimpin oleh Charles De
Gaulle. Penentangan ini lah yang menyebabkan runtuhnya pemerintahan Vichy dan
membebaskan Prancis dari genggaman Jerman. Bebasnya Prancis dari genggaman
Jerman ditandai dengan peristiwa pembebasan Paris. Hal ini merupakan awal yang
baik untuk mengembalikan Prancis kepada zaman ketentraman dan kesejahteraan.
Masa pemerintahan Vichy yang diwarnai dengan gerakan résistance dan
diakhiri dengan pembebasan Paris merupakan sejarah yang sangat penting bagi
bangsa Prancis. Dengan peristiwa ini membuktikan bahwa Prancis masih negara besar
yang mampu mengalahkan Jerman dan harga diri Prancis sebagai bangsa yang besar
masih tetap terjaga. Tidak hanya itu, pembebasan Paris memberikan banyak pengaruh
bagi Prancis maupun Jerman. Hal ini lah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi
penyusun untuk membuat makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini hanya akan membahas tentang pemerintahan Vichy, gerakan
résistance, dan peristiwa pembebasan Paris yang terjadi dalam kurun waktu empat
tahun yaitu dari tahun 1940 sampai dengan 1944.
5
6. C. Tujuan penulisan
Makalah ini dibuat untuk membantu peserta mata kuliah pengantar sejarah
Prancis pada khususnya dan pembaca pada umumnya agar mengetahui dan
memahami kondisi Prancis pada zaman pemerintahan Vichy. Yang mana di dalamnya
terdapat peristiwa penting yaitu gerakan résistance dan pembebasan Paris. Peristiwa
ini merupakan titik balik dari keadaan Prancis sebelumnya. Disamping itu, makalah
ini dibuat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah pengantar sejarah Prancis.
D. Metode analisis
Kami menggunakan metode pustaka untuk menganalisis permasalah dalam
makalah ini.
E. Sistematika penulisan
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
metode analisis, dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan
Pada bab ini, penyusun membahas hal yang telah dipaparkan dalam rumusan
masalah yang telah dikemukakan dalam Bab I Pendahuluan.
Bab III Kesimpulan
Bab ini berisi kesimpulan.
6
7. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemerintahan Vichy
Ketika Jerman melakukan penyerangan ke Polandia tanggal 1 september 1939
sampai ke Luxembourg, Prancis merasa terancam dan memutuskan gencatan senjata
dengan Jerman. Hal ini disebabkkan oleh prinsip Prancis yang tidak mau melakukan
perang, yang akhirnya mengakibatkan Prancis terpaksa menuruti segala keinginan
Jerman.
Atas keinginan Jerman, daerah pemerintahan Prancis dibagi menjadi dua,
yaitu Zone Occupée dan Zone libre. Zone Occupée adalah wilayah yang diduduki
Jerman yang berada di daerah utara Prancis, dan Zone Libre adalah wilayah yang
diduduki Prancis yang berada di bagian Selatan Prancis. Hal ini telah disepakati oleh
Prancis dan Jerman dalam perjanjian Versailles.
7
8. Pemerintahan darurat segera dipindahkan dari Paris ke Bordeaux. Namun
dikarenakan status Bordeaux yang termasuk dalam daerah kekuasaan Jerman (Zone
Occupée), maka kemudian pemerintahan dipindahkan lagi ke Clerment-Ferrand.
Namun karena sarana komunikasi di Clerment-Ferrand yang kurang baik, akhirnya
pemerintahan dipindahkan untuk yang terakhir ke Vichy. Disinilah Maréchal Pétain
diangkat menjadi Chef de l’État (Presiden). Vichy pun menjadi ibukota sementara
selama pemerintahan ini.
Maréchal Pétain
KOLABORASI
Menghadapi kekalahan dan kemungkinan masa depan Eropa dikuasai Reich
III, pemerintahan Vichy menjalankan kolaborasi dengan Jerman, yang dipandang
sebagai situasi tak terelakkan dan dilakukan demi melindungi kepentingan Prancis.
Pierre Laval, tanpa mendukung kolaborasi ideologis yang diterapkan oleh para
kolaborator di Paris yang terpukau dengan nazisme, berpendapat bahwa kolaborasi
negara, jaminan masa depan Prancis di Eropa yang dikuasai Jerman, haruslah
dilakukan dengan “jujur”.
Pada tanggal 13 Desember 1940, Laval disingkirkan melalui kudeta
berhalauan nasionalis dan digantikan oleh mantan presiden Conseil, Pierre-Etienne
8
9. Flandin. Namun tokoh terakhir ini, yang dicurigai bersimpati pada Inggris, harus
menyerahkan kedudukannya pada Laksamana Darlan, yang menjadi wakil ketua
Conseil dan Menteri Luar Negeri. Sebenarnya, pemerintahan Vichy kian lama kian
terpenjara oleh keadaan yang melingkupinya. Untuk keluar dari konflik tersebut,
pemerintah harus menanggung resiko konflik terbuka dengan Jerman. Padahal Petain,
yang yakin bahwa kehadirannya merupakan pelindung bagi rakyat Prancis daripada
administrasi langsung oleh Jerman, menolak pilihan itu.
Pierre Laval
REVOLUSI NASIONAL
Sehari setelah tanggal 10 Juli 1940, Pétain mengambil tugas sebagai kepala
negara serta mencabut jabatan presiden republik. Ia mendirikan pemerintahan yang
pada dasarnya antidemokrasi dan antiliberal. Undang-undang khusus ditetapkan dan
jaminan akan hak tak ada lagi. UU 22 juli 1940 memberikan keleluasaan untuk
meninjau kembali keputusan naturalisasi yang dilakukan sejak tahun 1927. UU 3
oktober 1940 menyingkirkan orang yahudi dari jabatan pegawai negeri dan kerja-
kerja di bidang pers dan industri. Revolusi Nasional ini sebenarnya bertentangan
dengan Revolusi Prancis. Pada rezim Vichy, terkenal sebuah moto yang dikeluarkan
oleh Pétain yaitu Travail, Famille, Patrie. Semakin lama popularitas rezim Vichy
semakin menurun. Untuk mengatasi hal ini, Pétain kembali memanggil Pierre Laval
pada 18 April 1942 yang sebelumnya telah ia pecat pada 13 Desember 1940.
Sebenarnya tidak semua orang mendukung pemerintahan Vichy. Jendral Charles De
9
10. Gaulle adalah salah satunya. Hal ini dikarenakan ketidaksependapatan de Gaulle
dengan Marsekal Pétain tentang gencatan senjata di tahun 1940. Masuk perangnya
Uni Soviet 22 Juni 1941, dan AS pada 7 desember, menjadi konflik perang dunia
yang menjadikan alasan bagi de Gaulle untuk melaksanakan Résistance.
B. Gerakan Résistance
Résistance adalah gerakan pemberontakan yang terjadi pada masa perang dunia II
guna melawan pendudukan Jerman di Perancis dan rezim pemerintahan boneka Vichy
yang dikendalikan oleh Jerman. Sedangkan France Libre adalah tujuan dari Résistance itu
sendiri. Gerakan ini dipimpin oleh jendral Charles de Gaulle. Gerakan résistance ini
dibagi dua, yaitu Résistance d’Exterieur dan Résistance d’Intérieur.
Résistance d’Extérieur
De Gaulle merupakan ahli strategi perang kendaraan lapis baja sebelum tahun 1939,
berpangkat jenderal brigade sementara. Paul Reynaud mengangkatnya menjadi wakil
sekretaris negara urusan peperangan pada 6 Juni 1940. De Gaulle tiba di Inggris pada 17
Juni 1940. De Gaulle menggalang kekuatan untuk mendirikan dan menjalankan gerakan
résistance. Setelah diakui oleh Inggris sebagai “Pemimpin orang – orang Perancis
merdeka”, ia mula – mula hanya mampu menggalang kekuatan yang sangat terbatas.
Pada 3 Juli 1940, aksi pemboman Inggris terhadap armada angkatan laut Prancis di
Mers El-Kebir, untuk mencegahnya dikuasai Jerman, semakin mengisolasi kekuatan
Prancis merdeka, yang gagal dalam serangan atas Dakar pada bulan September.
Meskipun demikian, de Gaulle berhasil mendapatkan dukungan dari jajahan Afrika-
khatulistiwa Prancis, Kamerun, New Caledonie serta pulau-pulau Prancis di samudra
Pasifik. Dengan demikian, ia memiliki dukungan yang diperlukan demi menegaskan
kemandirian Prancis merdeka.
Résistance d’Intérieur
Charles de Gaulle mengutus Jean Moulin, seorang mantan préfet, untuk sedapat
mungkin menggalang persatuan di dalam negara Prancis itu sendiri. De Gaulle mengajak
masyarakat Prancis melalui radio di London untuk mendukung résistance dengan cara :
• Menggulingkan kereta
10
11. • Menghancurkan jembatan
• Menyerang tentara Jerman dengan bergerilya
• Membajak informasi dan membuat koran rahasia
Perubahan Keadaan Tahun 1942
Pendaratan pasukan Anglo-Saxon di Afrika Utara pada 8 November 1942
merupakan tanggal menentukan. Pasukan Anglo-saxon sengaja mengesampingkan de
Gaulle untuk meraih dukungan tentara Vichy dan memberi kekuasaan pada Jenderal
Giraud, tokoh yang memerangi Jerman namun tetap mendukung semangat Revolusi
Nasional. Pada kenyataannya, Menteri Pertahanan Nasional rezim Vichy, Darlan,
berada di Algiers saat pendaratan berlangsung. Ia merunding dengan pasukan Anglo-
Saxon, mengangkat Giraud sebagai panglima pasukan dan mengambil tugas kepala
negara Prancis di afrika Utara.
Pétain telah menolak pergi ke Afrika Utara dan tak mau mengakui Darlan.
Pasukan Jerman memasuki wilayah bebas dan armada angkatan laut Prancis pun
menghancurkan diri di Toulon pada 27 November 1942, karena tidak sempat
mencapai Afrika Utara. Sikap Pétain ini meluluhkan dukungan kelompok opini yang
telah berharap agar ia kembali membawa Prancis ke medan peperangan.
Pemerintah Sementara Republik Prancis
De Gaulle merasa dikesampingkan dan menolak semangat Vichy di Afrika
Utara. Giraud yang pada saat itu naik menjadi pemimpin tertinggi militer maupun
sipil di Afrika Utara karena tewasnya Darlan pada malam natal 1942 dikritik oleh de
Gaulle karena tidak memulihkan UU republik dan ia mengusulkan agar dibentuk
pemerintahan pusat sementara.
Pada tanggal 3 Juni dibentuklah Komite Pembebasan Nasional Prancis
( CFLN : Comité Française de La Libération Nationale ), yang diketuai bersama –
sama oleh de Gaulle dan Giraud. Namun, Giraud dengan cepat kehilangan seluruh
kewenangan politiknya. CFLN kemudian berubah menjadi GPRF (Gouvernement
Provisoire de la République Française).
Sementara itu, pemerintahan Vichy lambat laun kehilangan pendukungnya.
Dalam keadaan terpojok, makin lama Laval terpaksa semakin menyerah pada desakan
Jerman aksi gerakan perlawanan semakin gencar. Di sejumlah wilayah pegunungan,
masyarakat membentuk kelompok-kelompok gerilya hutan yang juga menerima
11
12. pemuda yang melarikan diri dari kewajiban kerja paksa (STO: Service du Travail
Obligatoire) di Jerman. Aksi penindasan, pemboman dari udara oleh kekuatan Sekutu,
kesulitan mendapat makanan yang semakin menjadi-jadi, inilah suasana menjelang
Libération (Pembebasan Paris).
C. Pembebasan Paris
Keadaan pemerintah yang sudah tidak berdaya lagi terhadap keadaan yang
sudah kian parah, membuat gerakan perlawanan (résistance) yang dipimpin De Gaulle
menemukan momentum yang tepat untuk benar-benar melepaskan Prancis dari
cengkraman Jerman. Momentum ini digunakan untuk membebaskan Paris. Paris
bukan hanya ibukota negara bagi rakyat Prancis tetapi juga pusat kebudayaan dan
lambang kebesaran bagi bangsa Prancis. Secara politis, pembebasan Paris adalah
sarana bagi FFL (Forces Française Libre) untuk menguasai seluruh wilayah Prancis.
Secara garis besar, proses pembebasan Paris dilakukan dengan tiga tahap.
Tahap yang pertama adalah penyerangan ke Normandie yang memungkinkan sekutu
mendirikan pangkalan untuk mengatur pembebasan seluruh wilayah Prancis oleh
pasukan darat Sekutu. Sekutu mendarat di Normandie pada tanggal 6 Juni 1944.
Gerakan résistance d’exterieur yang dilakukan de Gaulle berhasil mendapatkan
dukungan dari wilayah kolonialisasi Prancis dan yang paling penting adalah dari
Amerika Serikat dan Sekutu. Dengan dukungan ini, pasukan résistance yang dibantu
pasukan Sekutu dapat menjalankan langkah awal untuk membebaskan Paris.
Tahap yang kedua adalah penerobosan ke pedalaman Prancis yang merupakan
tahap penentu bagi Sekutu dalam upaya menghancurkan semua pertahanan Jerman di
wilayah pedalaman dan mendesak tentara Jerman ke perbatasan Utara. Pasukan
Prancis dan Sekutu dengan cepat mampu memasuki pedalaman dan mendesak Jerman
sampai ke perbatasan utara. Kemajuan ini tentu membuat pesimis kalangan Jerman
dan akhirnya mempengaruhi keputusan Von Chorlitz untuk menyerahkan Prancis.
Tahap yang ketiga adalah pelaksanaan pembebasan Paris oleh FFL dan Sekutu
yang merupakan klimaks dari proses pembebasan Paris dan secara tidak langsung
menandai bebasnya seluruh wilayah Prancis. Dengan dibebaskannya Paris pada
tanggal 25 Agustus 1944 membuat kekuasaan Jerman di Prancis berakhir dan
kekuasaan politik dikembalikan kepada Prancis. Namun, pada tahap ini terdapat suatu
keunikan. Jendral Von Chorlitz menyerahkan Paris kepada de Gaulle, bukan kepada
12
13. Eisenhower, yang merupakan pemimpin Sekutu. Hal ini dikarenakan ketiga pihak ini
telah menyepakati bahwa Paris dibebaskan oleh FFL. Hal ini membuat de Gaulle naik
menjadi pemerintahan sementara Prancis. Tidak hanya itu, hal ini juga menggagalkan
keinginan Sekutu untuk mendirikan AMGOT (Allied Military Government for
Occupied Territories). Sepanjang perang dunia II, Prancis merupakan satu-satunya
negara yang tidak pernah mengalami masa pemerintahan militer Sekutu.
Pembebasan Paris memiliki makna tersendiri bagi Prancis dan Jerman. Bagi
Prancis, pembebasan Paris memiliki 5 makna politis yaitu pembebasan seluruh
wilayah Prancis, pembatalan AMGOT di Prancis, kenaikan de Gaulle ke tampuk
kekuasaan, pencegahan upaya kaum komunis mengambil alih kekuasaan di Prancis
serta munculnya figur de Gaulle dan pendukungnya (Gaullist) sebagai pahlawan
perang dan penyelamat Prancis. Dari segi psikologis, pembebasan Paris memiliki dua
makna yaitu, pemulihan harga diri Prancis yang hilang sejak pendudukan Jerman
tahun 1940 serta persiapan Prancis untuk muncul sebagai pemenang dari perang dunia
II, bukan sebagi negara yang diselamatkan sekutu.
Bagi Jerman, makna politis pembebasan Paris adalah sebagai bentuk
pembrontakan dan sentimen antipatis terhadap Hitler. Sedangkan secara psikologis,
ini sebagai pengakuan kekalahan kepada Prancis yang dianggap sebagai kekuatan
Eropa yang patut disegani, bukan kepada Sekutu yang tidak berpengalaman maupun
ahli dalam perang antarnegara.
13
14. BAB III
KESIMPULAN
Penyerangan Jerman ke Polandia pada tanggal 1 September 1939 mengakibatkan
Prancis dan Inggris menyatakan perang terhadap Jerman. Namun, Jerman yang pada saat itu
dipimpin oleh Hitler begitu kuat. Hal ini membuat pemerintahan Prancis yang pada saat itu
dipimpin Daladier menjadi tidak berdaya. Daladier pun mundur dari pemerintahan dan
Marsekal Pétain yang dibantu oleh Pierre Laval berhasil mengambil kedali pemerintahan.
Wilayah Prancis yang terbagi dua menjadi zone libre dan zone occuppée mempersempit
wilayah kekuasaan Prancis. Paris yang merupakan ibukota negara, kini tidak bisa lagi dipakai
untuk menjalankan pemerintahan karena berada di zone occuppée yang menjadi wilayah
kekuasaan Jerman. Akhirnya pemerintahan dipindah dan berkedudukan di Vichy.
Selama pemerintahan Vichy, dalam menjalankan pemerintahan dilakukan bersama
dengan pemerintahan Jerman. Hal ini dilakukan karena Prancis yang pada saat itu tidak ingin
berperang. Keputusan maupun kebijikan -revolusi nasional- yang diambil pada masa ini lebih
memihak untuk kepentingan Jerman dibandingkan untuk pemerintahan Prancis sendiri.
Marsekal Pétain merasa inilah yang terbaik bagi bangsa Prancis. Disisi lain, tentu hal ini
bukanlah suatu yang tepat untuk diambil. Pihak yang tidak setuju dengan pemerintahan
Vichy melaksanakan suatu gerakan yang disebut gerakan résistance yang bertujuan untuk
membebaskan Prancis atau yang disebut France Libre.
Gerakan ini dipimpin oleh Jendral Charles De Gaulle. Gerakan ini dilakukan baik di
dalam negeri maupun di luar negeri. Gerakan di dalam negeri dilakukan dengan
menghancurkan jembatan, menggulingkan kereta api, membajak informasi, membuat koran
rahasia, dan menyerang tentara Jerman dengan bergerilya. Gerakan résistance di dalam negeri
ini dipimpin oleh Jean Moulin dibawah komando de Gaulle. De Gaulle mengkomandoi
gerakan di dalam negeri melalui radio. Gerakan résistance di luar negeri langsung dipimpin
oleh de Gaulle. De Gaulle yang berada di London, melakukan gerakan ini dengan cara
mencari dukungan dari sekutu terutama Amerika Serikat dan Inggris untuk mendukung
gerakan résistance ini.
Kian lama pemerintahan Vichy kehilangan pendukungnya dan sebagian besar rakyat
Prancis mendukung gerakan résistance. De Gaulle yang berhasil mendapatkan dukungan dari
sekutu berencana untuk merebut Paris dari tangan Jerman. Dalam melakukan hal ini, de
14
15. Gaulle mendirikan GPRF (Governement Previsoire de la Republique Française). Peristiwa
ini lah yang dikenal dengan nama pembebasan Paris.
Secara garis besar, pembebasan Paris dilakukan dengan tiga tahap. Tahap yang
pertama adalah penyerangan ke Normandie yang memungkinkan sekutu mendirikan
pangkalan untuk melaksanakan pembebasan Paris. Tahap yang kedua adalah penerobosan ke
pedalaman Prancis dalam upaya menghancurkan semua pertahanan Jerman di wilayah
pedalaman dan mendesak Jerman sampai ke perbatasan utara. Tahap yang ketiga adalah
pelaksanaan pembebasan Paris oleh FFL dan sekutu. Akhirnya Paris dapat dibebaskan pada
tanggal 25 Agustus 1944. Dengan bebasnya Paris dari tangan Jerman membuat seluruh
wilayah Prancis bebas dari cengkraman Jerman. Namun, ada peristiwa unik dari pembebasan
Paris ini yaitu Jendral Jerman, Von Choltitz, menyerahkan Paris kepada De Gaulle bukan
kepada Eisenhower, pemimpin sekutu. Hal ini membuat Prancis keluar sebagai pemenang
pada perang dunia II.
15
16. Daftar Pustaka
Carpentier, Jean dan Lebrun, François. 2011. Sejarah Prancis. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia
Kartika. 2008. Pembebasan Paris. Depok: Universitas Indonesia.
16