Ada perbedaan pendapat ulama tentang makna "setan-setan dibelenggu" pada bulan Ramadhan menurut hadits Nabi. Sebagian mengartikannya secara harfiah, sebagian secara metaforis. Namun pendapat yang lebih kuat adalah arti harfiah, yaitu setan benar-benar dibelenggu, meskipun kejahatan tetap terjadi tergantung kesanggupan manusia membentengi diri. Hanya Allah yang lebih mengetah
1. Benarkah Setan Terbelenggu?
Ada sebuah hadits Nabi s.a.w. yang hingga saat ini menjadi
perbincangan di kalangan umat Islam, utamanya pada bulan
Ramadhan.
« بُ وباَبا ببَْوأَبا أتَْو قبَبالِّقغُ وَبا ةأِ َو ببنَّةجَبا لَْوبا بأُ وباَبا ببَْوأَبا أتَْو حَبا تِّقفُ نأُ ضناَبا مَبا رَبا ءأَبا جناَبا ذباأَباإِ َو أ
نُ طنيِ َو نيناَشباَّة تأ بالِ َو دَبافِّقصُ وَبا رأِ َو نناَّة.»أ بال
"Apabila datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-
pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu." (HR Malik bin
Anas, Muslim, an-Nasa-i, Ahmad bin Hanbal, al-Baihaqi, ath-
Thabrani dan ad-Darimi dari Abu Hurairah)
Dalam hadits di atas, pembelengguan setan (wa shufidat as-
syayâthîn) secara bahasa berarti bahwa Allah SWT mengikat
mereka dengan tali atau rantai seperti halnya di dunia nyata. Itu
maknanya secara hakiki. Namun pemaknaan secara hakiki itu
belum tentu jadi alternatif satu-satunya. Dan itulah yang terjadi.
Mereka berbeda pendapat.
Para ulama pun pada berbeda pendapat dalam memaknai
"shufidat as-syayâthîn" tersebut. Ada yang memaknainya secara
hakiki: setan itu memang hakikatnya dibelenggu selama
Ramadhan, tidak bisa menggoda manusia lagi. Dan ada pula
yang menggunakan makna majâz (metafor); bukannya setan
terbelenggu sepenuhnya secara hakiki, dia masih bebas
berkeliaran, cuma tidak memunyai kesempatan luas untuk
menggoda manusia, karena kuatnya ‘spiritualitas’ orang-orang
yang berpuasa pada bulan Ramadhan.
Al-Hafidz Ibnu Hajar berpendapat seraya menukil dari Al-
Hulaimiy: “Kemungkinan maksudnya adalah para setan tidak
bersungguh-sungguh menggoda kaum muslimin, sebagaimana
yang mereka lakukan pada bulan lainnya, karena kesibukan
1
2. (manusia beribadah). (Atau) yang dimaksud para setan (yang
dibelenggu) adalah sebagian mereka, yaitu dari jenis
pembangkang di antara mereka, (atau yang dimaksud)
dibelenggu adalah dibelenggu dengan puasa yang berfungsi
menekan dorongan syahwat, atau dengan bacaan al-Quran dan
dzikir.
Yang lainnya (selain Al-Hulaimiy) berkata, maksud
dibelenggu adalah diikat dengan rantai. ‘Iyadh berkata: Ada
kemungkinan maknanya sesuai zhahir (teks) dan hakikatnya.
Yaitu sebagai tanda bagi para malaikat akan masuknya bulan
Ramadhan, agar mereka mengagungkan kesuciannya dan
melarang para setan mengganggu kaum beriman. Kemungkinan
juga (maknanya) sebagai simbol banyaknya pahala dan
pengampunan. Dan berkurangnya gangguan setan, sehingga
seakan-akan mereka dibelenggu. Dia berkata, yang menguatkan
kemungkinan kedua ini adalah ungkapan dalam riwayat Yunus
dari Ibnu Syihab dalam riwayat Muslim, (yaitu ungkapan) ‘Pintu-
pintu rahmat dibuka’. Dia juga berkata, bahwa kemungkinan
(makna) dibelenggunya setan adalah simbol dilemahkannya
(setan) dalam menggoda dan menghias syahwat. Zain bin
Munayyir berkata, ‘pendapat pertama (makna dibelenggu secara
zhahir) lebih tepat. Lafazh ini tidak perlu dialihkan dari
zhahirnya.’ (Fathul Bâri, 4/114)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullâh ditanya tentang sabda
Nabi sallallâhu ‘alaihi wa sallam “Setan-setan dibelenggu” padahal
kita lihat ada orang-orang yang tengah terganggu/kerasukan
(jin) pada siang hari pada bulan Ramadhan, bagaimana setan-
setan dibelenggu (sementara) sebagian orang ada yang kerasukan
(jin)?
2
3. Beliau menjawab dengan mengatakan: “Dalam sebagian
riwayat hadits (disebutkan) “Setan-setan pembangkang
dibelenggu (pada bulan Ramadhan)” atau “diikat”, yaitu dalam
riwayat an-Nasa’i.
Hadits seperti ini termasuk perkara ghaib, sikap orang
muslim adalah menerima dan membenarkannya. Dan tidak kita
memperbincangkan (apa kenyataan sesungguhnya) di balik itu.
Karena sikap tersebut lebih menyelamatkan agama seseorang
dan lebih bagus akibatnya. Oleh karena itu ketika Abdullah bin
Ahmad berkata kepada bapaknya: “Sesungguh orang kerasukan
(jin) pada bulan Ramadhan (maksudnya mengapa sampai terjadi
padahal katanya setan dibelenggu)”. Imam Ahmad berkata:
“Begitulah hadits ini, dan jangan melanjutkan untuk
membicarakan lebih dalam (untuk meragukan keabsahannya)”.
Tampaknya, yang dimaksud ‘dibelenggu’ adalah
dibelenggunya setan dari upayanya menyesatkan manusia,
dengan dalil banyaknya kebaikan dan orang yang bertaubat
kepada Allah Ta’ala pada bulan Ramadhan.” (Majmû Fatâwâ, hal.
20)
Kesimpulannya, (makna) setan dibelenggu adalah –
menyurut pendapat yang lebih kuat -- bersifat hakiki (nyata), dan
Allahlah yang lebih mengetahui tentang hal tersebut. Meskipun
para setan telah terbelenggu, tidak berarti bahwa kejelekan dan
kemaksiatan tidak terjadi akan pernah di antara manusia.
Semuanya bergantung pada diri manusia itu sendiri, apakah
mereka sanggup membentengi diri dengan puasanya atau tidak.
Wallâhu a’lam bish-shawwâb.
3