Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas bioekologi ikan Bolo-bolo (Atherinomorus lacunosus) di Kepulauan Karimunjawa, termasuk hubungan panjang berat, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, fekunditas, dan nisbah kelamin ikan tersebut. Penelitian dilakukan di ekosistem mangrove di bagian barat kepulauan tersebut.
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulauan karimunjawa, jepara
1. Semnaskan_UGM/Poster Biologi Perikanan (pBP-07) 1
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
BIOEKOLOGI IKAN BOLO-BOLO (Atherinomorus lacunosus) DI AREA MANGROVE
KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JEPARA
Wa Jali
1*
, Sutrisno Anggoro
2
, Muh.Yusuf
2
*, Mujiyanto
3
Mahasiswa Magister Ilmu Kelautan
1
, Dosen FPIK UNDIP
2
,,BP2KSI
3
*E-mail; mirajwajally@yahoo.co.id ; muh.yusuf.undip@yahoo.co.id
Abstrak
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting dan kompleks serta
menyediakan habitat bagi beragam biota aquatik, khususnya ikan. Penelitian dilakukan bulan Juni-
Desember 2012 untuk menentukan bioekologi ikan Bolo-bolo (A. lacunosus). Pengambilan sampel
dilakukan di bagian barat Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem mangrove, dengan
menggunakan eksperiment gill net ukuran 1
1/4
inchi. Nilai hubungan panjang dan berat ikan Bolo-bolo
(2.142) jantan dan (3.552) ikan betina, sesuai dengan hasil uji-t bahwa t-tabel > t-hitung, ikan Bolo-
bolo bersifat isometri dan faktor kondisi rata-rata jantan dan betina Bolo-bolo adalah 0.926 dan 0.481.
TKG ikan Bolo-bolo diperoleh II-IV, 33 ekor ikan betina ber-TKG III dan IV, kisaran panjang antara 7.9-
9cm, berat 4-8gram pada TKG III dan 7.2-10.5cm, 2-12gram pada TKG IV. Fekunditas ikan berkisar
antara 233-424 butir pada TKG III dan 220-2530 butir pada TKG IV, telur rata-rata 1256 TKG III serta
17131 TKG IV, dengan diameter telur menunjukan pemijahan yang berbeda antara 1 individu dan
individu yang lain yaitu ada yang terjadi hanya satu kali dan ada yang terjadi tiga kali (3 puncak). Sex
rasio ikan jantan dan betina adalah 1:1 menunjukan kondisi dalam keadaan seimbang. Ikan Bolo-bolo
termasuk kategori ikan omnivora. faktor fisika kimia perairan Kepulauan Karimunjawa masih dalam
kondisi normal keberlangsungan hidup ikan Bolo-bolo.
Kata kunci: A. lacunosus, biologi, gill net, Karimunjawa, mangrove.
Pengantar
Ekosistem mangrove yang terdapat di Kepulauan Karimunjawa, bagian barat terdiri dari Pulau
Kembar, kawasan Pulau Parang dan Pulau Nyamuk merupakan ekosistem yang unik, karena posisi
dan letaknya yang berada pada perairan yang hampir tidak mendapatkan pasukan air tawar dan
tumbuh di sela-sela hamparan terumbu karang yang telah mati.
Pada ekosistem mangrove di lokasi ini ditemukan beragam jenis ikan diantaranya famili Serranidae
jenis Epinephelus ongus, Epinephelus fuscoguttatus, Epinephelus erythrurus, Epinephelus
hexagonatos, Epinephelus merra, famili Siganidae jenis Siganus vermiculatus, Siganus guttatus,
Siganus virgatus, Siganus javus, Siganus canaliculatus, famili Scaridae jenis Scarus gobban, Scarus
sp., Chlorurus sordidus, famili Lutjanidae jenis Lutjanus ehrenbergii, Lutjanus decussatus, famili
Scombridae jenis Rastelliger sp., famili Dasyatidae jenis Taeniura lymma, Rhinobatos Typus, famili
Clupeidae jenis Sardinella sp., famili Carangidae jenis Selar boops, Decapterus russeli, famili Mulidae
jenis Upeneaus tragula, Parupeneaus indicus, famili Mugilidae jenis Mugil vaiglensis, Mugil engeli,
famili Spyraenidae jenis Sphyraena barracuda, Sphyraena vlavicauda, famili Nemipteridae jenis
Scolopsis ciliate, Scolopsis affinis, famili Pomacentridae jenis Dischistodus perspicillatus
Amblyglyphidodon sp., Stegastes, famili Gerreidae jenis Gerres oyena, Gerres obbreviotus, famili
Letrinidae jenis Letrinus harak, Letrinus letjan, Letrinus ornatus, Letrinus erythoopterus, famili
Caesionidae jenis Caesio sp., famili Belonidae jenis Tylosurus crocodilus Tylosurus punctelatus, famili
Chanidae jenis Chanos chanos, famili Hemirhapidae jenis Hemirhampus far Hyphorhampus sp., famili
Apogonidae jenis Spyraemia orbicularis, famili Leioghnathidae jenis Leiognathus aquulus, famili
Gobidae jenis Yongeichthys nebulosus, dan famili Atherinidae jenis Atherinomorus lacunosus.
Jenis ikan yang dominan ditemukan terdiri dari tiga jenis yaitu Sardinella sp., Selar boops dan
Atherinomorus lacunosus. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bioekologi ikan Bolo-bolo (A.
lacunosus) yang terdiri dari beberapa parameter yaitu hubungan panjang berat, faktor kondisi, TKG,
fekunditas, nisbah kelamin dan kebiasaan makanan.
pBP-07
2. 2 Semnaskan_UGM/Poster Biologi Perikanan (pBP-07)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Bahan
dan Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai Juni-Desember 2012. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di kawasan barat Kepulauan Karimunjawa, Jepara 2012.
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey (deskriptif analitik) yaitu penelitian
untuk membuat gambaran situasi atau keadaan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai sifat-
sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki pada hasil analisis (Suryabrata, 1992).
Pengambilan data yang berupa sampel ikan dilakukan dengan menggunakan experiment gill net
dengan ukuran mesh size 1
1/4
. Hasil tangkapan dilakukan pengukuran panjang berat, pengamatan
tingkat kematangan gonad, fekunditas, nisbah kelamin, dan kebiasaan makanan di laboratorium
Penelitian Pemulihan Sumberdaya Ikan (BP2KSI) Purwakarta.
Analisis Data
Analisis data biologi ikan meliputi hubungan panjang berat, tingkat kematangan gonad (TKG),
fekunditas, faktor kondisi, nisbah kelamin, dan kebiasaan makanan:
Analisis panjang berat dan faktor kondisi
Analisis hubungan panjang berat ikan mengacu Effendie, (1997) berat ikan dapat dianggap suatu
fungsi dari panjangnya, sehingga dapat menduga berat ikan melalui panjang. Panjang berat ikan
dianalisis dengan model persamaan W=aL
b
dan analisis statistik grafik regresi Effendie (1979).
Faktor kondisi atau indeks ponderal menunjukkan keadaan ikan baik dari segi fisik untuk survival dan
reproduksi (Effendi,1997). Bila sifat pertumbuhan ikan umumnya antara 0,5-2,0 atau bersifat
isometrik, maka faktor kondisi dihitung dengan rumus menurut Vakily et al.,(1986) sebagai berikut:
Keterangan:
K= 100x (W/L3
)
3. Semnaskan_UGM/Poster Biologi Perikanan (pBP-07) 3
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
K = Faktor kondisi
W = Berat rata-rata ikan
L = Panjang rata-rata ikan
Harga K berkisar antara 2-4, bila badan ikan itu agak pipih dan jika ikan kurang pipih harga K berkisar
antara 1-3 (Effendie,1979) sehingga pertumbuhan bersifat allometrik maka faktor kondisi dapat
dihitung dengan rumus faktor kondisi relatif berikut:
Keterangan :
K = Faktor kondisi relatif
W = Berat rata-rata ikan yang sebenarnya (gram) yang terdapat dalam satu kelas
L = Panjang rata-rata ikan dalam milimeter yang dalam kelas tersebut
Analisis fekunditas
Fekunditas dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan (Walpole, 1985), yang didasarkan
pada:
Keterangan:
F : Fekunditas (butir)
G : Berat gonad total (gram)
Q : Berat gonad contoh (gram)
X : jumlah telur pada berat telur contoh (butir)
Analisis nisbah kelamin
Nisbah kelamin ditentukan dengan melihat perbandingan frekuensi ikan jantan dan betina. Untuk
menguji keseimbangan rasio kelamin dihunakan uji chi-square atau uji kebaikan sesuai antara
frekuensi teramati dengan frekuensi harapan (Walpole, 1985), yang didasarkan pada:
X
2
Keterangan:
Oi : Frekuensi ikan jantan dan betina yang diamati
Ei : Frekuensi harapan, yaitu frekuensi ikan jantan +ftrekuensi ikan betina /2
X2 : Sebuah nilai bagi peubah acak x2 yang sebaran penarikan contohnya menghampiri sebaran
khi-kuadrat
Analisis kebiasaan makan
Kebiasaan makanan ikan yang tertangkap pada area mangrove dari setiap ukuran dianalisis dengan
perhitungan indeks bagian terbesar Indeks of Preponderance (IP). Perhitungan indeks bagian
terbesar merupakan kombinasi dari metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik seperti yang
dikemukakan oleh Effendie (1979) yaitu sebagai berikut:
Indeks of Preponderence (IP) =
Keterangan :
IP : indeks bagian terbesar
Oi : persentase volume makanan satu jenis makanan
Vi : persentase frekuensi kejadian jenis makanan
∑(VixOi) = jumlah dari VixOi dari semua macam makanan
Kn= W/aLb
4. 4 Semnaskan_UGM/Poster Biologi Perikanan (pBP-07)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Hasil dan Pembahasan
Famili Atherinidae jenis A. lacunosus sebanyak 380 ekor. Ikan ini dengan nama lokal Bolo-bolo. Jenis
ikan ini ditemukan hanya pada bulan Desember dan tidak ditemukan pada bulan Juni dan September
Gambar 2..
Gambar 2. Morfologi ikan Bolo-bolo (Atherinomorus lacunosus)
Hubungan panjang berat dan faktor kondisi
Analisis koefisien korelasi hubungan panjang dan berat ikan jantan serta betina tercantum pada Tabel
2. Nilai b sebesar 2.132 untuk ikan jantan dan 3.552 untuk ikan betina.
Tabel 2. Analisis regresi panjang-berat ikan Bolo-bolo (Atherinomorus lacunosus).
No
Jenis
Kelamin
n R
2
Persamaan
Pola
Pertumbuhan
1 Jantan 42 0.904 W= -1.161L
2.142
Isometrik
2 Betina 33 0.735 W= -2.504L
3.552
Alometri positif
Total - 75 0.905 W= -1.995L
3.003
Alometri positif
Total - 380 0.366 W= -0.592L
1.487
Isometrik
Ket: n= jumlah sampel; r = korelasi
Faktor kondisi (K) ikan Bolo-bolo (A.lacunosus) terkecil yang diamati adalah 0.711 dan terbesar 2.327
untuk jantan, sedangkan nilai K ikan betina terkecil 0.536 dan terbesar 1.3996. Nilai K ikan Bolo-bolo
(A. lacunosus) jantan dan betina rata-rata berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) (Tabel 3)
adalah 1.235 dan 0.962.
Tabel 3. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan Bolo-bolo (Atherinomorus lacunosus) berdasarkan TKG.
TKG Faktor kondisi rata-rata
Jantan (42) Betina (33)
I 0 0
II 1.080036874 0
III 1.519262527 0.958025836
IV 1.106471873 0.967728849
Jumlah 3.705771274 1.925754685
Rata-rata 0.926442819 0.481438671
Nilai rata-rata faktor kondisi ikan Bolo-bolo (A. lacunosus) berdasarkan tingkat kematangan gonad
(TKG) menunjukkan hubungan yang jelas antara faktor kondisi dan TKG. Hal ini menjelaskan bahwa
tidak terjadi fluktuasi nilai faktor kondisi pada ikan betina maupun jantan, tidak ada pengaruh kondisi
ikan ketika matang gonad terhadap bobot tubuh atau aktifitas selama pematangan gonad dan
pemijahan tetap pada kondisi yang stabil.
5. Semnaskan_UGM/Poster Biologi Perikanan (pBP-07) 5
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Tingkat kematangan gonad (TKG)
Analisis tingkat kematangan gonad (TKG) ikan Bolo-bolo (A. lacunosus) memperlihatkan TKG III
dominansi pada Ikan jantan dan betina masing-masing 47.62% dan 12,12% kemudian TKG IV
(Gambar 3).
Gambar 3. TKG ikan Bolo-bolo (Atherinomorus lacunosus) jantan dan betina
Hasil pengamatan ikan contoh Bolo-bolo (A. lacunosus), jumlah terbesar hasil tangkapan jantan dan
betina pada TKG III yaitu 47.62% dan 12,12% (Gambar 3), menunjukkan jumlah yang seimbang,
kemudian diikuti hasil tangkapan pada TKG IV yaitu 42.86% dan 87.88% pada jantan maupun betina
mendominasi, dalam hal ini sebagian besar ikan sudah mencapai matang gonad, sehingga diduga
bahwa ikan Bolo-bolo (Atherinomorus lacunosus) pada daerah mangrove selain mencari makan juga
untuk melakukan pemijahan.
Fekunditas
Hasil pengamatan terhadap 33 ekor ikan betina ber-TKG III dan IV kisaran panjang antara 7.9-9 cm
dan berat 4-8 gram pada TKG III dan 7.2-10.5 cm dan 2-12 gram pada TKG IV. Fekunditas ikan Bolo-
bolo berkisar antara 233- 424 butir pada TKG III dan 220- 2530 butir pada TKG IV telur dengan rata
1256 pada TKG III serta 17131.58 pada TKG IV.
Hasil pengamatan fekunditas ikan Bolo-bolo terhadap 33 ekor ikan betina pada TKG III dan IV.
Fekunditas ikan Bolo-bolo berkisar antara 233- 424 butir rata-rata 1256 pada TKG III dan TKG IV
berkisar antara 220- 2530 butir rata-rata 17131.58 (Tabel 4). Berdasarkan diameter telur ikan
Atherinidae menunjukkan bahwa jenis ini melakukan pemijahan yang berbeda-beda setiap individu
yaitu terdiri atas 2 jenis. Pada Gambar 4 (A) menunjukkan proses pemijahanya secara berangsur-
angsur atau terdiri dari 3 puncak yaitu pada diameter 0.75-0.79 mm dan terkecil 0.80-0.84 mm
kemudian kedua pada kisaran diameter 1.00-1.04 mm dan terkecil 1.10-1.14 mm dan yang ketiga
puncak diameter telur mencapai kisaran 1.20-124 mm. Kemudian diameter terkecil berkisar 1.45-1.49
mm dan Gambar 4 (B) menunjukkan proses pemijahan terjadi satu kali dengan puncak diameter
mencapai 0.70-0.74 mm dan diameter terkecil 0.85-0.89 mm. Effendie, (2002) bahwa macam
pemijahan ikan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, salah satunya ikan yang hanya satu
kelompok telur yang matang dan bila sudah memijah, maka telur dikeluarkan secara keseluruhan dan
kantong ovari terlihat kosong dan beberapa jenis ikan memijah secara berangsur mengalami proses
kematangan dalam beberapa kali dalam waktu yang dekat.
1. Nisbah kelamin (Sex rasio)
A B
Gambar 4. Garafik diameter telur famili Atherinidae pada TKG IV yang ditemukan di daerah
mangrove kawasan barat Kepulauan Karimunjawa
6. 6 Semnaskan_UGM/Poster Biologi Perikanan (pBP-07)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Pengamatan yang dilakukan di kawasan mangrove Kepulauan Karimunjawa terhadap ikan Bolo-bolo
(A. lacunosus) pada bulan Juni sampai dengan Desember 2012 didapatkan 42 ekor jantan dan 33
ekor betina sehingga jumlah total 75 ekor. Secara total rasio kelamin (sex rasio) ikan Bolo-bolo (A.
lacunosus) jantan dan betina hasil C-square t-tabel<t-hit dengan nilai (7,81<38,04).
Gambar 5. Grafik persentase perbandingan Nisbah kelamin pada ikan jantan dan betina famili
Atherinidae
Hasil pengamatan nisbah kelamin (Gambar 5) pada bulan Juni sampai dengan Desember 2012
didapatkan 42 ekor jantan dan 33 ekor betina, menunjukkan bahwa pada umumnya ikan jantan yang
tertangkap lebih besar dibandingkan ikan betina. Namun berdasarkan hasil uji C-square terhadap
jumlah total 75 ekor hasil tangkapan ikan Bolo-bolo (A. lacunosus) t-tabel<t-hit dengan nilai
(7,81<38,04) secara total nisbah kelamin (sex rasio) menunjukkan kondisi yang seimbang.
Makanan
Nilai indeks of propenderance (IP) jenis makanan ikan A. lacunosus selama penelitian adalah 52.65%
tumbuhan yang merupakan makanan utama dan 35.86% insekta dalam hal ini adalah sejenis
serangga dan 11. 46% annelida (Gambar 6).
Gambar 6. Persentase komposisi jenis makanan ikan famili Atherinidae yang ditemukan di daerah
mangrove kawasan barat Kepulauan Karimunjawa.
Hasil analisis isi lambung dari sejumlah ikan Bolo-bolo (A. lacunosus) menunjukkan bahwa ikan ini
merupakan jenis ikan omnivora (Gambar 6). Kondisi yang berbeda dikemukakan oleh Andriani, (2000)
pada famili Atherinidae di perairan sungai Maros Sulawesi Selatan bersifat karnivora. Hal tersebut
diduga selain disebabkan oleh faktor kondisi alam, dugaan selanjutnya juga dipengaruhi oleh kondisi
morfologi ikan jenis ini yang memiliki bukaan mulut besar dan terminal. Jennings (2003)
menambahkan bahwa selera suatu spesies ikan juga tergantung dari keberadaan suatu spesies
makanan dalam perairan dan variasi makanan suatu spesies ikan tergantung model atau ukuran
mulut dan waktu makan ikan. Satria dan Kartamihardja (2002) menambahkan bahwa kebiasaan
makan ikan dipengaruhi oleh ukuran ikan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia, habitat
hidup, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran, umur, periode harian mencari
makan dan jenis competitor.
7. Semnaskan_UGM/Poster Biologi Perikanan (pBP-07) 7
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Keimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Hasil analisis regresi dan uji-t (t-tabel>t-hit) nilai eksponen b=3 maka sifat pertumbuhan jantan:
W= -1.161L
2.142
; betina: W= -2.504L
3.552
: total: W= -1.995L
3.003
, bersifat isometrik.
2. Nilai faktor kondisi (Kn) dari bulan Juni hingga Desember menunjukkan kondisi yang stabil.
3. Hasil analisis C-square t-tabel>t-hit nisbah kelamin dengan nilai (7,81 dan 3,94) sehingga 1=1
terima H0 atau rasio kelamin seimbang.
4. TKG II-IV jantan mendominasi sebesar 47,62% (20 ekor) pada TKG III sedangkan betina 12.12%
(4 ekor), dan pada TKG IV betina mendominasi sebesar 87.88% (29 ekor) serta jantan sebesar
42.86% (18 ekor).
5. Fekunditas berkisar 233- 424 butir pada TKG III dan 220- 2530 butir pada TKG IV dengan
diameter telur menunjukkan pemijahan yang terjadi berbeda antara 1 individu dan individu
lainnya yaitu secara berangsur-angsur atau terdiri dari 3 puncak.
6. Perhitungan indeks of propenderance (IP) A. lacunosus sebagai ikan omnivora.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai faktor kondisi ikan A. lecunosus pada bulan Januari-Mei
untuk melihat terjadinya perubahan kondisi pada bulan lain, menghindari penangkapan A. lecunosus
pada bulan Desember karena merupakan puncak pemijahan (TKG IV) ikan siap memijah, untuk
memberikan kesempatan melakukan pemijahan dan perlu dilakukan penelitian lanjutan pada ikan A.
lecunosus di bulan Januari-Mei untuk melihat terjadinya perubahan jenis makanan yang dimakannya
pada bulan yang berbeda.
Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: (1) Kepada dosen pembimbing
dan penguji yang banyak memberikan masukan dalam penulisan makalah ini, (2) Balai penelitian
pemulihan dan konservasi sumberdaya ikan (BP2KSI), (3) Kepada Program Double Degree Undip-
Jepang (BU-BPKLN) yang telah membiayai pendidikan saya selama melanjutkan pendidikan di
Magister Ilmu Kelautan pada Universitas Diponegoro. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan memberikan khasanah pengetahuan khususnya dalam bidang bioekologi ikan.
Daftar Pustaka
Andriani I., 2000. Bioekologi, Morfologi, Kariotip dan Reproduksi Ikan Hias Rainbow Sulawesi
(Telmatherina ladigesi) di Sungai Maros Sulawesi Selatan. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 1-86 hal.
Effendie, MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Cetakan Pertama. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 112 hal.
__________. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta. 163 hal.
__________. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 152 hal.
Jennings, S. M. J. Kaiser, and J. D. Reynalds. 2003. Marine Fisheries Ecology. Centre For
Enviroment, Fisheries and Agiculture Science. Hong Kong.
Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York.
Purnamaningtyas dan Tjahjo, 2010. Beberapa Aspek Biologi Ikan Oskar (Amphilophus citrinellus) di
Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Jawa Barat. Bawal 3(1):1-16.
Suryabrata, 1992. Metode Penelitian. Rajawali press. Jakarta.
Walpole, R.E. 1985. Pengantar Statistika (Terjemahan oleh Bambang Sumantri). PT Gramedia.
Jakarta.