Faktor-faktor evolusi meliputi mutasi, rekombinasi, seleksi alam, genetik drift, dan adaptasi. Mutasi dan rekombinasi menghasilkan variasi genetik, sementara seleksi alam dan genetik drift memengaruhi frekuensi gen dalam suatu populasi. Proses ini secara berkelanjutan menghasilkan perubahan evolusioner pada organisme.
1. FAKTOR-FAKTOR EVOLUSI
1. Mutasi
Mutasi merupakan sumber terjadinya variasi organisme yang utama
a. Mutasi gen
ex. Drosophila melanogaster bermata putih, merupakan hasil mutasi
(Mutan), mempunyai sifat resesif
Dalam mutasi gen dapat disimpulkan bahwa:
1. Gen ralatif stabil
pada Drosophila Mutan : normal= 5000:20 juta)
Angka laju mutasi suatu species umumnya sangat rendah, karena faktor
yang menyebabkan mutasi tidak dapat diramalkan
angka laju mutasi berkisar antara 1 gen diantara 2000 sampai jutaan
gamet.
2. Masing-masing gen mempunyai kecepatan mutasi yang khas (Gen 1
dengan gen lain tidak sama)
3. Mutasi gen menghasilkan hilangnya bahan genetik, tetapi juga dapat
terjadi perubahan komposisi dan perubahan komposisi lebih besar
daripada hilangnya bahan genetik
1
2. • 4. Pada gen-gen utama dapat mengalami
mutasi lebih besar dari 1 macam (dapat
memberikan beberapa alela yang beda yang
disebut MULTIPLE ALELAS)
• 5. Kebanyakan mutasi mengakibatkan
kerugian pada organisme.
• 6. Kecepatan mutasi dapat diatur, misalnya
dengan sinar γ (Gama), UV, sinar kosmis,
suhu atau zat kimia
• 7. Mutasi merupakan hasil perubahan ringan
pada struktur kimia dari segmen molekul
DNA.
2
3. b. Mutasi Kromosom
• Pengaruh mutasi kromosom lebih menonjol dibanding mutasi
gen
• Mutasi kromosom hanya diturunkan 1 kali saja.
2. Rekombinasi
Rekombinasi merupakan suatu mekanisme penting untuk terjadinya
evolusi
Rekombinasi tidak pernah mengubah frekuensi gen, tetapi ikut
berperan dalam menciptakan variasi, baik variasi itu disebabkan
oleh mutasi atau seleksi alam ataupun genetik drift.
3. Seleksi Alam
Peran seleksi alam: memusnahkan individu-individu yang tidak
adaptif terhadap lingkungannya (Konsep Darwin)
Ex. Biston betularia
3
4. 4. Genetik Drift/Hanyutan genetik
• Genetik Drift : Fluktuasi/ naik turunnya
frekuensi gen secara acak
• Pengaruh genetik drift terhadap perubahan gen
sangat jelas bila populasinya sedikit, tetapi bila
populasinya besar maka pengaruh genetik drift
dapat diabaikan.
• Genetik drift akan bekerja sama dengan variasi
dan seleksi alam dan akan menghasilkan
perubahan dalam proporsi kombinasi gen dari
1 generasi ke generasi lain.
4
5. 5. Adaptasi
• Adaptasi merupakan hasil evolusi, hasil akhir berupa
perubahan evolusioner, yaitu organisme menjadi lebih
efisien dalam berbagai situasi, misal: rahang manusia
• Adanya adaptasi menyebabkan diversitas/kehidupan
beragam dalam berbagai situasi lingkungan.
• Bukti adaptasi: Organisme tetap hidup dan
bereproduksi
• Setiap organisme memperlihatkan adaptasinya yang
bersifat umum dan khusus untuk hidup di lingkungan
utamanya, ex. Uma scoparia (kadal padang pasir)
mempunyai adaptasi khusus , yaitu hidung berbentuk
seperti sekop, mempunyai perilaku renang di bawah
permukaan pasir
5
6. • A. Pendapat Teilhard de Chardin mengenai proses evolusi
• Proses evolusi dibedakan menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Tahap Geosfer:
Tahap ini adalah tahap pra-hidup, tahap perubahan yang terutama
menyangkut perubahan tata surya.
2. Tahap Biosfer:
Kalau ada tahap geosfer yang menjadi masalah adalah adanya
"loncatan" dari materi tak hidup menjadi "materi" hidup, maka pada
tahap biosfer yang dimasalahkan adalah "loncatan" munculnya
manusia.
3. Tahap Neosfer:
Menurut Teilhard, yang penting pada makhluk hidup dalam hal ini
manusia adalah terjadinya evolusi mengenai kesadaran batinnya yang
semakin mantap.
6
7. • B. Penetapan Umur Fosil
Penetapan umur fosil dapat dilakukan 2 cara:
• Cara tidak langsung : yaitu dilakukan dengan
mengukur umur lapisan bumi tempat fosil
ditemukan.
• Cara langsung : yaitu dengan mengukur umur fosil
itu sendiri.
Beberapa contoh penetapan umur fosil :
1. Berdasarkan peristiwa laju erosi
2. Berdasarkan peristiwa laju sedimentasi
3. Kandungan garam
4. Penentuan umur dengan zat radioaktif
7
9. 1. Isolasi Reproduksi
Ada 2 pola dasar Isolasi dalam kaitannya dengan
perkawinan:
a. Jika ada rintangan/barier geografik/ekologik/Spatial,
misalnya gajah laut (Elephant seal= Miraounga
leonima) terdapat di laut dingin di daerah Antartika,
jenis ini terisolir secara geografis dengan jenis yang
lain yaitu Miraounga angustirostris yang terdapat di
daerah laut dingin di laut utara. Ke2 jenis ini tidak
mampu kawin karena terpisah oleh laut hangat.
Populasi yang terisolasi seperti itu disebut
ALLOPATRIK POPULATIONS
9
11. b. Terdapat perbedaan Fisiologis genetiknya
• Meskipun mempunyai ekologi yang sama tapi
karena perbedaan fisiologis genetiknya maka
tidak dapat mengadakan perkawinan.
Kelompok ini disebut SYMPATRIC
POPULATIONS, misalnya Salamander genus
Taricha, yaitu Taricha torosa dan Taricha
granulosa
11
15. MEKANISME ISOLASI
• Ada 2 macam Mekanisme isolasi
• 1. Premating Isolating Mechanisme/Eksternal Reproductive
Isolation, yaitu apabila penghalangan perkawinan terjadi karena
faktor luar dan terjadinya sebelum perkawinan. Pada
mekanisme ini ada 3 macam, yaitu:
• A. Ecologic: pasangan tidak pernah bertemu, sehingga tidak
pernbah kawin, karena perbedaan ekologinya/habitatnya,
misal: Rana grylio dan Rana areolata
• Rana grylio: bersifat aquatik ekstrim (terdapat dalam air yang
dalam), sehingga bila kawin juga terjadi dalam air
• Rana areolata: hidup pada kubangan-kubangan dan kawin
hanya di pinggir kolam /rawa. Karena ekologinya berbeda maka
tidak pernah kawin.
15
17. b. Ethologic: pasangan tidak pernah bertemu
karena adanya perbedaan asal-usul (non
biologis), misal: Hyla versicolor dan Hyla
femoralis
Hyla versicolor (♂) jika mau kawin memanggil
dengan suara pendek, keras, bergetar terus
menerus dengan resonansi
Hyla femoralis (♂) jika mau kawin memanggil
dengan suara pendek dan meledak-ledak
17
19. c. Morphologic: Pasangan bertemu tetapi tidak
ada gamet yang ditransfer, misal:
• Bufo quercicus: Berukuran Kecil, panjangnya
1,25 inci
• Bufo valliceps: berukuran besar, tubuhnya yang
terkecil berukuran 2,25 inci
• Karena perbedaan morfologi tersebut maka
tidak dapat kawin
19
21. 2. Postmating Isolating Mechanisme/Internal
Reproductive Isolation, yaitu apabila
penghalangan perkawinan terjadi karena
faktor dalam dan terjadinya setelah
perkawinan. Pada mekanisme ini ada 5
macam, yaitu:
• a. Genetic Mortality: kawin tetapi tidak
terjadi fertilisasi. Isolasi terjadi karena
cytological blok, contoh:
• Rana clamitans dan rana catesbeiana
21
23. • b. Zygotic mortality: kawin terjadi fertlisasi
tapi zygotnya mati. Isolasi terjadi karena
adanya antagonistik dari komposisi
genetik kedua orang tuanya, contoh:
Rana areolata dan Rana catesbeiana
• Telah dilakukan perkawinan secara invitro,
tetapi zygotnya tidak berkembang dan
mati
23
25. c. Hibrid inviability: kawin terjadi fertilisasi mempunyai
keturunan, tapi kemudian keturunannya mati/terjadi
penurunan viability, contoh pada Rana areolata,
terdapat komposisi genetik yang antagonistik
sehingga tidak pernah mencapai tingkat berudu.
d. Hybrid sterility: kawin terjadi fertilisasi mempunyai
keturunan, tapi keturunannya steril
contohnya pada perkawinan antara Rana areolata dan
Rana catesbeiana perkembangan hybrid sampai
dewasa, tetapi terjadi inkompatible kromosomnya,
akibatnya tidak pernah menghasilkan gonade dan
hibrid tersebut steril.
25
26. e. Hybrid breakdown: kawin terjadi fertilisasi
mempunyai keturunan, generasi I hidup dan
fertil, tetapi genrasi berikutnya inviabel dan
steril, contoh perkawinan antara Gulf Coasttoad
dan Fawler’s toad (Bufo woodhousii)
Pada kasus ini bila Gulf coast toad ♀ kawin
dengan ♂ Fawler’s maka keturunan I akan mati
pada perkembangannya, tapi bila sebaliknya jika
♂ Gulf coast toad kawin dengan ♀ dari Fawler’s
akan dihasilkan keturunan yang normal sampai
dewasa, tetapi keturunan itu berupa ♂ mandul
26
27. 2. Domestikasi
• Domestikasi atau penjinakan tumbuhan dan
hewan merupakan langkah awal
perkembangan pertanian secara luas (King
dan Stanbinsky, 1998).
• Domestikasi sebagai proses perkembangan
organisme yang dikontrol manusia, oleh Evans
(1996) dinyatakan mencakup perubahan
genetik (tumbuhan) yang berlangsung
sinambung semenjak dibudidayakan.
• Dengan demikian, domestikasi berkaitan
dengan seleksi dan manajemen oleh manusia,
dan tidak hanya sekedar pemeliharaan saja.
27
28. • Spesies eksotik – organisme yang
dipindahkan dari habitat aslinya ke wadah
budidaya, karakteristik genetiknya terubah
dengan maksud tertentu, atau sebaliknya,
melalui sembarang cara pemeliharaan,
seleksi dan manajemen genetik (Pullin,
1994).
• Mendomestikasikan adalah
menaturalisasikan biota ke kondisi manusia
dengan segala kebutuhan dan kapasitasnya.
28
29. • Menurut Zairin (2003), ada beberapa tingkatan yang
dapat dicapai manusia dalam upaya penjinakan
hewan ke dalam suatu sistem budidaya. Tingkatan
dimaksud, sebagaimana berlangsung pada ikan,
adalah sebagai berikut.
1. Domestikasi sempurna, yaitu apabila seluruh daur
hidup ikan sudah dapat berlangsung dalam sistem
budidaya. Ikan asli Indonesia yang demikian
dicontohkan oleh gurami (Osphroneus gouramy),
tawes (Puntius javanicus), kerapu, bandeng, dan
kakap putih.
29
30. 2.Domestikasi hampir sempurna, yaitu apabila
seluruh daur hidupnya dapat berlangsung
dalam sistem budidaya, tapi keberhasilannya
masih rendah. Ikan asli Indonesia yang
terjinakkan sedemikian dicontohkan oleh
betutu, balashark, dan arowana.
3.Domestikasi belum sempurna, yaitu apabila
baru sebagian daur hidupnya dapat
berlangsung dalam sistem budidaya.
Contohnya antara lain : ikan Napoleon
(Cheilinus undulatus), dan tuna.
30
32. • Tingkatan kesempurnaan domestikasi
hewan umumnya, sangat ditentukan oleh
pemahaman tentang keseluruhan aspek
biologi dan ekologi hewan tersebut.
• Perilaku satwa liar di habitat alaminya, daur
hidup dan dinamika pertumbuhannya
merupakan aspek biologi yang antara lain
menunjang keberhasilan domestikasi.
32
33. • Dalam domestikasi tanaman, Evans (1996)
mengungkapkan secara luas berbagai
perubahan yang terjadi pada penampilan
tumbuhan, mulai dari yang menyangkut
retensi benih hingga ke isi DNA. Demikian
halnya perubahan bentuk dan ukuran pada
sejumlah tanaman, serta laju perkembangan
dan pertumbuhannya.
• Lebih dari pada itu, sejumlah tumbuhan yang
didomestikasi ternyata kehilangan substansi
racun sebagai unsur proteksi alaminya
terhadap hama dan penyakit.
33
34. • Tampaknya, perubahan-perubahan ini terpaut
dengan penimbulan (mengefisiensi) dan
penenggelaman (mendefesiensi) satu atau
lebih unsur genetik seiring dengan faktor
lingkungan budidaya yang dikenakan.
• Hal yang kemudian membuka peluang ke
modifikasi genetik ini, antara lain ditandai
ketika tanaman tebu Saccharum officinarum
disilangkan dengan S. spontaneum yang
memiliki gen yang tahan atas penyakit sereh
yang mewabah pada 1880.
34
35. • Seperti halnya hewan, perpindahan lokasi dari
tumbuhan yang didomestikasi berlangsung secara
luar biasa, menyebar luas dan jauh dari asalnya,
bahkan terkadang melimpah di kawasan yang
didatanginya. Dicontohkan oleh Wallack (2001),
gandum yang berasal dari Timur Tengah, kini
diproduksi besar-besaran di Cina, India, dan
Amerika. Jagung yang asalnya Meksiko, tapi
Brasilia menumbuhkannya tiga kali lebih banyak,
China sebanyak enam kali lebih banyak, dan
Amerika sebanyak 10 kali. Kentang yang mulainya
di Andes, kini produktor utamanya adalah Cina,
Rusia dan Polandia.
35
36. • Selain dengan jelas menunjukkan difusi dan
adopsi teknologi berkenaan dengan hasil
domestikasi, tapi hal ini menunjukkan juga
kemampuan hasil domestikasi dalam
mengkolonisasi daerah baru.
• Subjek domestikasi, seperti menurut Evans
(1996) terhadap tumbuhan, menarik minat
sejumlah disiplin ilmu, diantaranya
antropologi, arkeologi, biokimia, genetika,
geografi, linguistik, biologi molekuler, fisiologi,
dan sosiologi.
36
37. • Dengan demikian, banyak aspek domestikasi
telah diungkapkan selama ini, misalnya
mengenai sejarah dan keterkaitannya
dengan kebudayaan, demikian pula dengan
permasalahan lingkungan hidup yang
ditimbulkannya. Ringkasnya, praktek
domestikasi tumbuhan dan hewan tidak saja
sekaligus mendomestikkan pengelompokkan
manusia (humandkind) dalam suatu
permukiman, tapi juga menurut Wallack
(2001), manusia secara mutlak kini
tergantung pada hasil domestikasi yang
dilakukannya.
37
38. • Metode dan/atau teknik domestikasi tumbuhan dan
hewan dengan pendekatan bioteknologi
dideskripsikan secara luas dan melimpah dalam
sejumlah sumber informasi. Mengacu pada sumber
dimaksud seperti dalam Winter et al (1998) dan
Madigan et al (2000), rekayasa genetika dinyatakan
sebagai upaya teknik memodifikasi penampilan
genetika sel dan organisme melalui manipulasi
suatu gen dengan menggunakan teknik
labolatorium. Ini merupakan sintesis dari genetika
molekuler, biokimia dan mikrobiologi, terutama
dalam aspek yang mencakup isolasi, manipulasi,
dan ekspresi materi genetik.
38
39. 3. Poliploidi
• Organisme hidup pada umumnya memiliki
sepasang set kromosom pada sebagian
besar tahap hidupnya. Kondisi ini disebut
diploid (disingkat 2n). Namun demikian,
sejumlah organisme pada tahap yang
sama memiliki lebih dari sepasang set.
Gejala semacam ini dinamakan poliploidi
yang artinya, berganda).
39
40. • Organisme dengan kondisi demikian disebut
poliploid. Tipe poliploid dinamakan
tergantung banyaknya set kromosom. Jadi,
triploid (3n), tetraploid (4n), pentaploid
(5n), heksaploid (6n), oktoploid, dan
seterusnya. Dalam kenyataan, organisme
dengan satu set kromosom (haploid, n) juga
ditemukan hidup normal di alam.
Poliploidi umum terjadi pada tumbuhan. Ia
ditemukan pula pada hewan tingkat rendah
(seperti cacing pipih, lintah, atau beberapa
jenis udang), dan juga fungi.
40
41. • Di alam, poliploid dapat terjadi karena kejutan
listrik (petir), keadaan lingkungan ekstrem,
atau persilangan yang diikuti dengan
gangguan pembelahan sel.
• Perilaku reproduksi tertentu mendukung
poliploidi terjadi, misalnya
perbanyakan vegetatif atau partenogenesis,
dan menyebar luas
41
42. • Poliploidi buatan dapat dilakukan dengan
meniru yang terjadi di alam, atau dengan
menggunakan mutagen.
• Kolkisin adalah mutagen yang umum dipakai
untuk keperluan ini. Efeknya cepat diketahui
dan aplikasinya mudah. Penggunaannya
beresiko tinggi karena kolkisin juga sangat
karsinogenik.
42
43. • Autopoliploid terjadi apabila suatu spesies,
karena salah satu sebab di atas,
menggandakan set kromosomnya dan
kemudian saling kawin dengan autopoliploid
lain. Pola pewarisan autopoliploid rumit
karena melibatkan perpasangan empat,
enam, atau delapan set kromosom.
Allopoliploid terjadi karena persilangan
antarspesies dengan genom yang berbeda
tanpa diikuti reduksi jumlah sel dalam
meiosis.
43
44. • Biasanya, pola pewarisan allopoliploid serupa
dengan diploid biasa (pewarisan disomik)
apabila telah berlangsung beberapa generasi.
Amfidiploid adalah allotetraploid yang
perilaku pewarisannya benar-benar serupa
dengan diploid.
Efek poliploidi pada organisme
Poliploidi seringkali memberikan efek dramatis
dalam penampilan atau pewarisan sifat yang
bisa positif atau negatif. Tumbuhan secara
umum bereaksi positif terhadap poliploidi.
44
45. • Tetraploid (misalnya kentang) dan heksaploid
(misalnya gandum) berukuran lebih besar (reaksi
"gigas", atau "raksasa") daripada leluhurnya yang
diploid. Karena hasil panen menjadi lebih tinggi,
poliploidi dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman.
Berbagai kultivar tanaman hias (misalnya anggrek)
dibuat dengan mengeksploitasi poliploidi.
Reaksi negatif terjadi terhadap kemampuan
reproduksi, khususnya pada poliploidi berbilangan
ganjil, meskipun ukurannya membesar. Karena terjadi
ketidakseimbangan pasangan kromosom dalam
meiosis, organisme dengan ploidi ganjil biasanya
mandul (steril).
45
46. • Pemuliaan tanaman, sekali lagi, mengeksploitasi
gejala ini. Karena mandul, semangka triploid tidak
memiliki biji yang normal (bijinya tidak berkembang
normal atau terdegenerasi) dan dijual sebagai
"semangka tanpa biji". Penangkar tanaman hias
menyukai tanaman triploid karena biji tanaman ini
tidak bisa ditumbuhkan sehingga konsumen harus
membeli tanaman dari si penangkar.
Hewan bertulang belakang (vertebrata) bereaksi
negatif terhadap poliploidi. Biasanya yang terjadi
adalah kematian pralahir.
Poliploidi pada mamalia biasanya berakhir dengan
kematian pralahir.
46
47. • Vertebrata tertentu, seperti salamander dan kadal, juga
memiliki "versi" poliploid. Cacing pipih, lintah, dan udang,
dibantu dengan perilaku partenogenesis, juga memiliki anggota
yang poliploid.
Pada tumbuhan, khususnya tumbuhan berbunga, poliploid
mudah ditemukan baik terjadi secara alami atau campur tangan
manusia (baik sengaja maupun tidak) dalam proses
pemuliaannya. Contohnya :
Gandum, dengan berbagai versi tetraploid (gandum durum)
dan heksaploid (gandum roti),
Kentang (4n),
Kapas (4n)
Tebu (multiploid, dapat mencapai lebih dari 8n),
Pisang ambon, pisang raja (3n, sehingga tidak berbiji normal),
Triticale (4n),
Berbagai anggrek hias,
Stroberi (8n),
Semangka tanpa biji.
47