SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 44
Makalah PKK Laboratorium
TENTANG
Sectio Caesaria, Kuretase, Laparatomi, Persalinan Dengan
Ekstraksi Vakum Dan Forseps
Dosen : Rinasari Marliaty,S.SiT,MKM.
Diajukan untuk memenuhi tugas PKK Laboratorium
OLEH :
Komariah
Katrin Merry
Nur Ubaidillah Zain
Sri Muntary
Yentia Ayunda
Semester 5 C
DIPLOMA III KEBIDANAN FARAMA MULYA JAKARTA
ANGKATAN IX
TAHUN AJARAN 2013/2014
Jl. Raya hankam no.9 jatiwarna, pondokgede 17415 Email: foundation@farama-mulya.ac.id
1
Website :www.farama-mulya.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah member
kekuatan dan kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini
membahas tentang “Sectio Caesaria, Kuretase, Laparatomi, Ekstraksi Vakum Dan
Ekstraksi Forseps” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita.
Dengan adanya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat
baca dan belajar teman-teman. selain itu kami juga berharap semua dapat mengetahui dan
memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat minim,
sehingga saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami harapkan
demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Bekasi, 30 September 2015
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di dalam Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia 2001-
2010 disebut bahwa dalam Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat
2010, Making Pregnancy Safer mempunyai misi dan visi untuk mencapai Indonesia sehat
2010. Visi Making Pregnancy Safer adalah semua perempuan di Indosenia dapat
menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman dan bayi dilahikan hidup sehat.
Sedangkan misinya adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir
melalui pemantapan sistem kesehatan untuk menjamin ASKES terhadap intervensi yang
cost-effective berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan wanita,
keluarga dan masyarakat dan mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang
lestari sebagai suatu prioritas dalam program pembangunan nasional. Dan tujuan Making
Pregnancy Safer adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di
Indonesia (Depkes RI, 2001).
B. TUJUAN
Penulisan Makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dan
dapat bermanfaat bagi kalangan mahasiswa. Secara terperinci tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah :
1. Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah PKK Laboratorium
2. Mengetahui pengertian, etiologi, factor yang berhubungan, cara menegakkan
diagnose, komplikasi dan penatalaksanaan.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari kuretase ?
2. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari section caesaria ?
3. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari laparatomi ?
4. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari ekstraksi vakum ?
5. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari ekstraksi forceps ?
3
BAB III
TINJAUAN TEORI
A. KURETASE
1. Definisi
Kuret adalah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan dari dalam
rahim.Jaringn itu sendiri bisa berupa tumor,selaput rahim,atau Janin yang dinyatakan
tidak berkembang maupun sudah meninggal.Dengan alasan medis,tidak ada cara lain
jaringan semacam itu harus dikeluarkan ( Dr.H.Taufik Jamaan,SpOG)
Kuretase adalah suatu tindakan medis yang dilakukan untuk membersihkan
sisa kehamilan,kematian janin usia kehamilan < 20 minggu,janin yang tidak
berkembang ( tidak ditemukan adanya janin sehingga yang berkembang hanya
plasentanya saja,perdarahanan rahim disfungsional ( menometrooaghia) dan
penegakan dignosa satu penyakit( myoma uter,kanker endometrium).
2. Tujuan
Menurut ginekolog dari Morula Fertility Clinik,RS Bunda Jakarta,tujuan kuret ada
dua yaitu :
a. Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus.Intinya kuret ditempuh oleh dokter untuk
membersihkan rahim dan dinding rahim dari benda-benda atau jaringan yang tidak
diharapkan.
b. Sebagai penegakan Diagnosis, mencaritahu gangguan yang terdapat pada rahim
apakah sejenis tumor atau gangguan lain.
Meskipun tujuan berbeda tapi tindakan yang dilakukan sama.Begitupun persiapan
yang harus dilakukan pasien sebelum menjalankan kuret.
3. Indikasi
 Abortus Inkomplitus >>> untuk menghentikan perdarahan.
 Blighted Ova >>> tidak ditemukan janin hanya plasenta oki harus dikeluarkan
karena bisa jadi keganasan.
 Dead Conseptus >>> USG janin tidak berdenyut ( apabila hamil 16-20 mgg >>
diperlukan obat perangsang untuk pengeluaran janin dilanjutkan kuretase.
4
 Ab.Mola >> tidak ditemukan janin yang tumbuh hanya plasenta dgn gambaran
bergelembung sepert buah anggur.
 Menometorarghia >> perdarahan banyak dan panjang diantara siklus haid
4. Persiapan Kuretase
a. Alat tenun terdiri dari :
 Baju operasi.
 Laken
 Duk kecil
 Sarung meja mayo
b. Alat instrumen untuk kuretase
 Spekulum
 sonde. ( untuk mengukur kedalaman rahim , Untuk mengetahui lebarnya
lubang vagina )
 Alat kuret
 Klem jaringan.
 Klem dinding rahim/uterus.
 Nierbeken
 Kasa steril
 Sarung tangan steril.
c. Alat tambahan.
 Mesin EKG
 Mesin O2 dan N2O
 Infus set dan cairannya.
 Guedel
 Bethadin
 Larutan NaCl 0,9% 1000 cc
 Tempat sampah.
5
5. Pemeriksaan Sebelum Kuretase
a. USG
b. Mengukur Tensi dan HB
c. Memeriksa sistem pernafasan
d. Mengatasi perdarahan
e. Memastikan pasien dalam kondisi fit
f. Puasa 8-12 jam >> dilakukan pembiusan.
6. Perawatan Post Kuretase.
a. Perhatikan sudah nafas spontan atau belum.
b. Dipindahkan ke recovey room.
c. Post operasi >>> ttv,O2, 2 ltr/m baru dipindahkan ke ruang perawatan.
Perawatan pasien post kuretase
 Perhatikan tanda-tanda vital.
 Cek perdarahan
 Beri dukungan bagi pasien dan ajarkan keluarganya
 Mobilisasi.
7. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Perforasi dinding rahim
c. Gangguan haid.
d. Infeksi
e. Kanker trofobalst akibat sisa plasenta yang ada didinding rahim.
8. Langkah kerja
PERSIAPAN
 Persiapan Penderita
 Pemeriksaan umum
 Pasang infus cairan sebagai profilaksis.
 Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi. Pada umumnya diperlukan anestesi
infiltrasi lokal atau umum secara intravena dengan ketalar
6
 Persiapan Alat-Alat Kuretase
PERSIAPAN
Alat-alat kuretase disediakan dalam keadaan aseptik :
 Speculum dua buah
 Tampon tang
 Kochel tang / tenaculum
 Sonde uterus
 Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar
 Cunam abortus
 Bermacam-macam ukuran sendok kerokan (kuret)
 Kain steril, dan sarung tangan dua pasang
TEKNIK KURETASE
a. Tentukan letak rahim. Dg pemeriksaan dalam. Agar saat memasukkan alat-alat
itu harus disesuaikan dengan letak rahim. Jangan terjadi salah arah (false route)
dan perforasi.
b. Sondase . Masukkan sonde sesuai dangan letak rahim, tentukan dalamnya sonde.
Caranya adalah setelah ujung sonde terasa membentur fundus uteri, telunjuk
tangan kanan diletakkan / dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar, lalu
baca berapa cm.
7
c. Dilasi. Bila pembukaan serviks kurang lakukan dilatasi dengan Bougie Hegar.
Pegang busi seperti memegang pensil,masukkan hati-hati sesuai letak rahim.
Untuk mencegah kemungkinan perforasi usahakan memakai sendok kuret yang
agak besar, dengan dilatasi lebih besar.
d. Cunam abortus. Jika terdapat jaringan, pakai cunam abortus untuk
mengeluarkannya. Caranya, masukkan cunam abortus dalam keadaan tertutup.
Saat terasa membentur fundus uteri, cunam ditarik sedikit dan dibuka kemudian
jaringan ditarik dengan cunam.
e. Kuretase. Pakai sendok kuret agak besar. Memasukkan bukan dengan
kekuatan,lakukan kerokan dimulai di bag. tengah. Pakai sendok kuret yang tajam
karena lebih efektif dan lebih terasa sewaktu melakukan kerokan pada dinding
rahim (seperti bunyi mengerok kelapa).
Tanda bahwa sudah bersih adalah dari bunyinya, keluar darah merah segar dan
berbusa. Memegang, memasukkan, dan menarik alat-alat harus hati-hati, lakukanlah
dengan lembut sesuai dengan arah dan letak rahim.
B. SECTIO CAESARIA
1. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
2. Jenis – Jenis
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini adalah:
8
 Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
 Bahaya peritonitis tidak besar.
 Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk
melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen atas uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak
dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
 Atonia uteri
 Plasenta accrete
 Myoma uteri
 Infeksi intra uteri berat
3. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
9
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
(a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
(b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
10
(c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Saifuddin, 2002).
4. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak
lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun
ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak
dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya
anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak
efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup.
Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas
usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka
11
peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002)
a. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
1) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
2) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
3) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
 Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
 Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
 Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
6) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
7) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
1) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
12
2) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1
cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan
gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin
dengan dua jari operator.
3) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan
cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
4) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
5) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
6) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
7) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
 Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
 Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
 Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang
plain catgut no.1 dan 2
8) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air
ketuban
9) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
c. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
1) Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser
kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
2) Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal
profunda demikian juga cara menutupnya.
d. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
1) Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga
cara melahirkan janinnya.
13
2) Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem
secukupnya.
3) Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
4) Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi
segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
5) Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada
tunggul serviks uteri diatasi.
6) Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
7) Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut ( no.1
atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
8) Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
9) Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
10) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
SC (Sectio Caesaria)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG ), Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
b. Pemindaian CT , Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
14
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht
bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi
lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
 Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin
 AGD
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah
6. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
 Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
 Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
 Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptur uteri.
15
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan awal
 Letakan pasien dalam posisi pemulihan
 Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
 Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
 Transfusi jika diperlukan
 Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
 Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
 Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
 Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
 Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
16
e. Perawatan fungsi kandung kemih
 Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
 Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
 Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
 Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral
per hari sampai kateter dilepas
 Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka
 Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut
 Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
 Ganti pembalut dengan cara steril
 Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
 Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
g. Jika masih terdapat perdarahan
 Lakukan masase uterus
 Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
h. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
 Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
 Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
i. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
 Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
 Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
17
 Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
 Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
j. Obat-obatan lain
 Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
k. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
 Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi
berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
 Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
 Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk)
agar diding abdomen tidak tegang.
 Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
 Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
 Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
 Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen
 Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi
obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan
karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan
diafragma. Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan
mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu
memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam
sekali.
 Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan
kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan
bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk
mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
 Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi
nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan
jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
 Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau
general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
18
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan
abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole
DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK UNTUK KETERAMPILAN
SEKSIO CAESARIA
Hari / Tgl ujian :
Penguji :
Beri tanda ceklis pada kotak yang tersedia bila keterampilan/tugas telah dikerjakan
dengan memuaskan, berikan tanda silang bila tidak dikerjakan dengan memuaskan serta
T/D bila tidak dilakukan pengamatan.
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN SEKSIO CAESARIA
1. PERSIAPAN
a. memberikan penjelasan dan izin tindakan
b. menetapkan indikasi seksio caesaria
c. menentukan jenis seksio caesaria
d. mempersiapkan tim
e. memasang folley kateter
f. melakukan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
2. TEKNIK
a. melakukan insisi abdomen
b. mengeksplorasi uterus dan organ genitalia lainnya
c. memasang kasa perut basah
d. mengidentifikasi dan menyayat plikavesikacuterina, kandung
kemih disisihkan kebawah
e. menyayat SBU 2-3 cm dan dilebarkan secara tajam ke
samping berbentuk similar atau U
f. Memecahkan ketuban dan melahirkan janin
g. menjepit insisi uterus dengan klem
h. melahirkan plasenta
i. mereparasi uterus, tepi luka dijahit dengan simpul 8 lapis
pertama dijahit secara jelujur dengan kronk k no.1 atau seksio
interrupted, tepi kedua secara jelujur.
19
j. melakukan reperionisasi dengan plikavesikacuterina
k. mengeksplorasi genetalia interna dan melepaskan kasa perut
dasar
l. menjahit peritoneum secara jelujur dengan benang plain cut
gut no 2-0
m. menjahit fasia dengan dexon atau vycryl no. 1 secara jelujur
n. menjahit subkutis dengan beberapa simpul cut gut
o. menjahit kulit
3. PASCA BEDAH
a. menutup luka operasi
b. mengawasi fungsi/tanda vital ibu
c. membuat catatan rekam medic, termasuk rencana pelaksanaan
selanjutnya.
d. merencanakan rawat gabung sedini mungkin
e. memberikan informasi pada kasus dan keluarganya
C. LAPARATOMI
1. Definisi
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi
lebih umum pembedahan perut (Harjono. M, 1996). Pembedahan yang dilakukan
pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif
Mansjoer, 2000). Ramali Ahmad (2000) mengatakan bahwa laparatomy yaitu
pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi. Sedangkan menurut
Sanusi (1999), laparatomi adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau
abdomen.
2. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada
kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping
faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
20
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menopose. Seringkali terdapat pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri
akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya
hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis
(50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan
hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat)
menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak
daripada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode
ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan
Estrogen.
3. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul diantaranya:
Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia. Faktor-
faktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:
 hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium karena pengaruh
ovarium
 Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
21
 Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di antara
serabut miometrium
 Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang
mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama saat
menstruasi
 Pembesaran perut bagian bawah
 Uterus membesar merata
 Infertilitas
 Perdarahan setelah bersenggama
 Dismenore
 Abortus berulang
 Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.
(Chelmow, 2005)
4. Patofisiologi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang
dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau
tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan ,
pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)-
dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan
laparatomy
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan darah,
memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan usus.
Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau
22
sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,
kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan
respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas
kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi,
nyeri akut. & 2 menyebabkan :
Jenis Laparotomi
Menurut Tekhnik Pembedahan :
1) Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
 Paparan bidang pembedahan yang baik
 Dapat diperluas ke cephalad ( ke arah “kranial” )
 Penyembuhan dan kosmetik tidak sebaik insisi tranversal
 Dipilih cara ini bila insisi tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan
paparan bidang pembedahan yang memadai
 Dipilih pada kasus gawat-darurat
2) Insisi pada garis tranversal abdomen (Pfannenstiel incision)
Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi.
Keuntungan:
 Jarang terjadi herniasi pasca bedah
 Kosmetik lebih baik
 Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik
Kerugian:
 Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas
 Tehnik relatif lebih sulit
 Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak
Jenis insisi tranversal :
a. Insisi PFANNENSTIEL :
 Kekuatan pasca bedah : BAIK
 Paparan bidang bedah : KURANG
b. Insisi MAYLARD :
 Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh karena
dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan disisihkan ke arah
kranial dan kaudal
 Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal
23
 Dibanding insisi MIDLINE :
- Nyeri pasca bedah kurang.
- Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun
- Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses pada organ
abdomen bagian atas sangat kurang.
c. Insisi CHERNEY :
 Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus dilakukan
pada origo di simfisis pubis.
 Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang
pembedahan terbatas.
d. Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5
cm).
e. Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
Jenis Laparatomi Menurut Indikasi
1) Adrenalektomi: pengangkatan salah satu atau kedua kelenjar adrenalin
2) Apendiktomi: operasi pengangkatan apendiks
3) Gasterektomi: pengangkatan sepertiga distal lambung (duodenum/jejunum,
mengangkat sel-sel penghasil gastrin dalam bagian sel parietal)
4) Histerektomi: pengangkatan bagian uterus
5) Kolektomi: seksisi bagian kolon atau seluruh kolon
6) Nefrektomi: operasi pengangkatan ginjal
7) Pankreatomi: pengangkatan pancreas
8) Seksiosesaria: pengangkatan janin dengan membuka dinding ovarium melalui
abdomen.
9) Siksetomi: operasi pengangkatan kandung kemih
10) Selfigo oofarektomi: pengangkatan salah satu atau kedua tuba valopi dan ovarium
5. Indikasi Bedah Laparatomi
Tindakan laparatomi bisa ditegakkan atas indikasi pada klien dengan apendiksitis,
pangkreatitis, hernia, kista ovarium, kangker serviks, kangker ovarium, kangker tuba
falopi, kangker hati, kangker lambung, kangker kolon, kangker kandung kemih,
24
kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis, trauma abdomen, pendarahan abdomen,
massa abdomen, dll.
6. Manifestasi Klinik Tindakan Laparatomi
a. Nyeri tekan
b. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
c. Kelemahan
d. Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
e. Konstipasi
f. Mual dan muntah, anoreksia
7. Topografi anatomi abdomen
Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk
menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
a. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal
melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan
bawah, dan kiri bawah
b. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua
garis vertikal.
 Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga
kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior
(SIAS).
 Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS
dan mid-line abdomen.
 Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri,
lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/
suprapubik, dan iliaka kiri.
8. Komplikasi
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah
vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
25
b. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram
positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka
yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan
antiseptik.
c. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah
keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau
eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan
yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
d. Ventilasi paru tidak adekuat
e. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
f. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
D. EKSTRAKSI VAKUM
1. Definisi
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan
ekstraksi vakum pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstrator vakum atau ventouse
(Depkes RI,2002). Menurut Mansjoer Arif (1999) tindakan ini dilakukan dengan
memasang sebuah mangkuk (cup) vakum di kepala janin dan tekanan negatif.
Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetri yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi
(CuninghamF2002).
2. Indikasi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan
ekstraksi porcef/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan,
penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II
yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse
menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan
secara pervaginam, maka perlu tindakan ekstraksi vakum/tindakan ekstraksi vakum
menyebabkan terjadinya toleransi pada servik uteri dan vagina ibu. Di samping itu
26
terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intracranial
(Mansjoer Arif, 1999)
3. Syarat dari Ekstraksi Vakum:
 Janin ater
 Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)
 Pembukaan serviks sudah lengkap
 Kepala janin sudah enganged.
 Selaput ketuban sudah pecah atau jika belum, dipecahkan
 Harus ada kontraksi uterus atau his dan tenaga mengejan ibu.
4. Komplikasi Ekstraksi Vakum
Pada ibu, ekstraksi vakum dapat menyebabkan perdarahan, trauma jalan lahir dan
infeksi. Pada janin ekstrasi vakum dapat menyebabkan ekskoriasi kulit kepala, cepal
hematoma, subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi
janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus
neonatorum yang agak berat, nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), dapat menimbulkan
alopesia (Mansjoer Arif, 1999).
5. Prosedur Ekstraksi Vakum
Ibu tidur dalam posisi lithotomi. Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum.
Bila waktu pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, diberi anesthesia infiltrasi atau
pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia
inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang mangkuk saja. Setelah semua
bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan
pembukaan serviks (Mansjoer Arif, 1999).
Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk
dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah
kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan
letak denominator. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga
0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : 0,7-0,8
kg/cm2. Hal ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit (Rustam Mochtar,
1999).
Dengan adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput
suksedaneum arrifisial (chignon). Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa
dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit. Bersamaan
27
dengan timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah
sumbu panggul (Rustam Mochtar, 1999).
Pada waktu melakukan tarikan ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan
kiri dan tangan kanan penolong. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan
mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada
pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam
posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan
meloncat kearah muka penolong. Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan harus
mengikuti putaran paksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis
(Rustam Mochtar, 1999).
Bila his berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara
intermitten, bersama-sama dengan his. Kepala janin dilahirkan dengan menarik
mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan
suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala
sebagaimana lazimnya.
Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong
segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pintu dibuka, udara masuk ke dalam
botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas. Bila diperlukan episiotomi,
maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka
vulva. Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas
sebanyak 3 kali. Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
a. Tenaga vakum terlalu rendah
b. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum
sempurna yang mengisi seluruh mangkuk.
c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk
tidak dapat mencengkram dengan baik.
d. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
e. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik.
f. Traksi terlalu kuat
g. Cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung.
h. Adanya disproporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus
diteliti satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan
koreksi. Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.
28
6. Keunggulan Ekstraksi Vakum
 Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
 Tidak diperlukan narkosis umum
 Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan lahir
 Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan
serviks belum lengkap
 Trauma pada kepala janin lebih ringan (Rustam Mochtar, 1999).
7. Kerugian Ekstraksi Vakum
 Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
 Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap
sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang
berlebihan.
 Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet
dan harus selalu kedap udara. (Rustam Machtar, 1999).
8. ETIOLOGI
 Kelelahan pada ibu : terkurasnya tenaga ibu pada saat melahirkan karena
kelelahan fisik pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
 Partus tak maju : His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persaiinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kematian (Prawirohardjo, 2005).
 Gawat janin : Denyut Jantung Janin Abnormal ditandai dengan:
a. Denyut Jantung Janin irreguler dalam persalinan sangat bereaksi dan dapat
kembali beberapa waktu. Bila Denyut Jantung Janin tidak kembali normal
setelah kontraksi, hal ini mengakibatkan adanya hipoksia.
b. Bradikardia yang terjadi di luar saat kontraksi atau tidak menghilang setelah
kontraksi.
c. Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya demam pada ibu
(Prawirohardjo, 2005).
29
LANGKAH KLINIK EKSTRAKSI VAKUM
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK EKSTRAKSI
VAKUM
LANGKAH / KEGIATAN
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
1.
Sapa pasien dan keluarganya, perkenalkan bahwa anda petugas yang akan
melakukan tindakan
2. Jelaskan tentang diagnosis dan penatalaksanaan kala II lama
3.
Jelaskan bahwa setiap tindakan medic mengandung risiko, baik yang telah
diduga sebelumnya maupun tidak.
4.
Pastikan bahwa pasien dan keluarganya telah mengerti dengan jelas tentang
penjelasan tersebut diatas.
5.
Beri kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk mendapat
penjelasan ulang, apabila lagu dan belum megerti.
6.
Setelah pasien dan keluarga mengerti dan memberikan persetujuan untuk
dilakukan tindakan ini, mintakan persetujuan secara tertulis dengan mengisi
dan menandatangani formulir yang telah disediakan.
7.
Masukan lenbar persetujuan medik yang telah diisi dan ditanda tangani
kedalam catatan medic pasien.
8.
Serahkan kembali catatan medik pasien setelah penolong memeriksa
kelengkapannya catatan kondisi pasien dan pelaksanaan induksi.
PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN
PASIEN
9.
Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha
sudah dibersihkan dengan air dan sabun.
10. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmuner
11. Siapkan kain alas bokong, sarung kaki, dan penutup perut bawah
12.
Medikamantosa :
Oksitosin
Ergomertin
30
Prokain
13. Larutan antiseptik (providon, idoin 10%
14. Oksigen dengan regulator
15.
Instrument
Partus set: 1 set
Vakum ekstraltor : 1 set
Klem ovum : 2
Cunam tampon : 1
Tabung 5 ml dan jarum suntik no.23 (sekali pakai) : 2
Speculum sims S atau L dan kateter karet : 2 dan 1
PENOLONG (Operator dan asesten)
16.
Baju kamar tindakan, pelapis plastik, masker dan kacamata pelindung : 1
set
17. Sarung tangan DTT,steril : 2 pasang
18. Alas kaki (sepatu “boot” karet) : 1 pasang
19.
Instrument :
Monoaural stetoskop dan stetoskop, tensimenter : 1
ANAK
20.
Instrument :
Penghisap lendir dan sudep /penekan lidah : 1 set
Kain penyeka muka dan badan : 2
Meja bersih, kering dan hangat (untuk tindakan) : 1
Incubator : 1 set
Pemotong dan pengikat tali pusat : 1 set
Tabung 20 ml dan jarum suntik 23/insulin (sekali pakai) : 2
Kateter intravena atau jarum kupu-kupu :2
Popok dan selimut : 1
PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN
21. Cuci tangan dan lengan (hingga siku) dengan sabun dibawah air mengalir
22. Keringkan tanggan dengan handuk DTT
23. Pakai baju dan alas kaki kamar tindakan, masker dan kacamata pelindung
24. Pakai sarung tanggan DTT/steril
25. Pasien dengan posisi litotomi, pasangkan alas bokong sarung kaki, dan
31
penutup perut bawah fiksasi dengan klem kain.
26.
Instruksikan asisten untuk menyimpan ekstraktor vakum dan pastikan
petugas dan alat untuk menolong bayi sudah siap.
27.
Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan terpenuhinya persyaratan
ekstraksi vakum (presentasi belakang kepala, tidak premature, pembukaan
lengkap, hodge IV /didasr panggul).
28.
Masukan tanggan kedalam wadah yang mengandung larutan klorin 0,5 %.
Bersihkan darah dan cairan tubuh yang melekat pada sarung tanggan,
lepaskan secara terbalik rendam dalam larutan tersebut.
29. Pakai sarung tangan DTT/steril yang baru
PEMASANGAN MANGKUK VAKUM
30.
Masukan mangkuk vakum melalui introitus vagina secara miring dan
setelah melewati bagian yang tidak rata didaerah ubun-ubun kecil.
31.
Dengan jari tengah dan telunj uk tangan kiri, tahan
mangkuk pada posisinya dan dengan jari tengah dan telunjuk
tangan kiri, lakukan pemeriksaan di sekeliling tepi mangkuk,untuk
memastikan tidak ada bagian vagina atau portio yang terjepit diantara
mangkuk dankepala
32.
Setelah hasil pemeriksaa n ternyata baik, keluarkan jari
tangan kiri, jari tangan kanan tetap menahan mangkuk pada
posisinya, instruksikan asisten untuk mulai menaikkan tekanannegatif
dalam mangkuk vakum secara bertahap
33.
P o mp a hing ga t e k a na n 1 0 0 mmH g ( s k a la 1 0 a t a u -
0 , 2 k g/ s m2 p a d a j e nis M a lms t r o o m k la s ik ) s e t e la h 2
me nit , na ik k a n hing ga 4 0 0 mmH g ( s k a la 4 0 a t a u -
0 , 4 k g/ s m2 Malmstroom klasik). Tekanan maksimal adalah 600
mmHg (skala 60 atau -0,6 kg/sm2Malmstroom), hanya dipakai bila his
kurang kuat/memerlukan tarikan kuat (ingat: janganmenggunakan tekanan
maksimal pada kepala bayi, lebih dari 8 menit)
34.
s a mb il me nun g g u his , j e la s k a n p a d a p a s ie n b a hw a
p a d a his p unc a k ( fa s e a c me ) p a s ie n har us mengedan
sekuat & selama mungk in. Tarik lipat lutut dengan lipat
siku agar tekanan abdomen menjadi lebih efektif
32
PENARIKAN
35.
P a d a fa s e a c me ( p unc a k ) d a r i his , mint a p a s ie n
unt uk me nge j a n s e p e r t i t e r s e b ut d ia t a s , lakukan
penarikan dengan pengait mangkuk, dengan arah sejajar lantai
(tangan kananmenarik pengait, ibu jari tangan kiri menahan
mangkuk, telunjuk dan jari tengah padakulit kepala bayi)
36.
Bila b e lum b e r ha s i l p a d a t a r ik a n p e r t a ma , ula ng i
la gi p a d a t a r ik a n k e d ua . Ep is io t o m i (pada primi atau
pasien dengan perineum kaku) dilakuka n saat kepala
mendorong perineum: bila tarikan kedua dilakukan dengan benar dan
bayi belum lahir, sebaiknya pasien dirujuk (ingat: penatalaksaan rujukan)
37
Saat suboksiput berada di bawah simfis is, arahkan
tarikan ke atas hingga lahir berturut - turut dahi, muka, dan
dagu.
LAHIRK AN BAYI
38
K e p a l a b a y i d i p e g a n g b i p a r i e t a l , g e r a k a n k e
b a w a h u n t u k m e l a h i r k a n b a h u d e p a n , kemudian
gerakan ke atas untuk melahirkan bahu belakang, kemudian lahirkan bayi
39
B e r s i h k a n m u k a ( h i d u n g d a n m u l u t ) b a y i
d e n g a n k a i n b e r s i h , p o t o n g t a l i p u s a t d a n serahkan
bayi kepada petugas bagian anak
L A H I R K A N P L A S E N T A
40
T u n g g u t a n d a l e p a s n y a p l a s e n t a , l a h i r k a n
p l a s e n t a d e n g a n m e n a r i k t a l i p u s a t d a n mendorong
ke arah dorsokranial
41
P e r ik s a k e le ngk a p a n p la s e nt a ( p e r ha t ik a n b ila
t e r d a p a t b a gia n- b a g i a n ya ng le p a s a t a u tidak lengkap)
42
M a s u k k a n p l a s e n t a k e d a l a m t e m p a t n y a
E K S P O L A S I J A L A N L A H I R
43
M a s uk k a n s p e k ulu m s im’ s / L a t a s d a n b a w a h p a d a
va gin A a
44 P e r ha t ik a n a p a k a h t e r d a p a t r o b e k a n p e r p a nj a nga n
33
luk a e p is io t o mo a t a u r o b e k a n p a d a dinding vagina di tempat
lain
45
A m b i l k l e m o v u m s e b a n y a k 2 b u a h , l a k u k a n
p e n j e p i t a n s e c a r a b e r g a n t i a n k e a r a h samping, searah
jarum jam, perhatikan ada tidaknya robekan portio
46
Bila terjadi robekan di luar luka episioto mi, lakukan
penjahita n
PENJAHITAN EPISIOTOMI
47
P a s a ng p e no p a ng b o k o ng ( b e r i a t a s k a in) . S unt ik a n
p r o k a in 1 % ( ya ng t e la h d is ia p k a n dalam tabung suntik)
pada sisi dalam luka episiotomi (otot, jaringan, submukosa
dansubkutis) bagian atas dan bawah. Uji hasil infiltrasi dengan menjepit
kulit perineum yangdianestesi dengan pinset bergigi
48
M a s uk k a n t a mp o n va gina k e mud ia n j e p it t a li
p e ngik a t t a mp o n d a n k a in p e nut up p e r ut bawah dengan
kocher
49
D i m u l a i d a r i l u k a e p i s i o t o m i b a g i a n d a l a m ,
j a h i t l u k a b a g i a n d a l a m s e c a r a j e l u j u r bersimpul
ke arah luar, kemudian tautkan kembali luka kulit dan mukosa
secarasubkutikuler atau jelujur matras
50
T a r i k t a l i p e n g i k a t t a m p o n v a g i n a s e c a r a
p e r l a h a n - l a h a n h i n g g a t a m p o n
d a p a t dikeluarkan, kemudian kosongkan kandung kemih
51
B e r s i h k a n n o d a d a r a h , c a i r a n t u b u h d a n a i r
k e t u b a n d e n g a n k a p a s y a n g t e l a h d i b e r i larutan
antiseptik
52
Pasang kassa yang dibasahi dengan providon iodine pada
tempat jahitan episioto mi
53
S e me nt a r a ma s ih me ngg u na k a n s a r ung t a nga n,
k ump ulk a n ins t r u me n d a n ma s uk k a n k e dalam wadah yang
berisi cairan klorin 0,5%.
54 M a s uk k a n s a mp a h b a ha n ha b is p a k a i k e t e mp a t
34
ya ng t e r s e d ia
55
Benda atau bagian yang tercemar darah atau cairan tubuh
dibubuhi dengan klorin 0,5%
56
Masukkan tangan ke dalam wadah yang berisi larutan
klorin 0,5%, bersihkan darah ataucairan tubuh pasien yang
melekat pada sarung tangan, lepaskan terbalik dan rendamdalam
wadah tersebut
CUCI TAN GGAN PASCA TIN DAK AN
57
Masukkan tangan ke dalam wadah yang berisi larutan
klorin 0,5%, bersihkan darah ataucairan tubuh pasien yang
melekat pada sarung tangan, lepaskan terbalik dan rendamdalam
wadah tersebut
58
K e r i n g k a n t a n g a n d e n g a n h a n d u k /
tissue
yang bersih
P E R A W A T A N P A S C A T I N D A K A N
59
P e r ik s a k e mb a li t a nd a vit a l p a s ie n, s e ge r a la k uk a n
t ind a k a n d a n b e r i ins t r uk s i la nj ut apabila diperlukan
60
C a t a t k o nd is i p a s ie n p a s c a t ind a k a n, d a n b ua t
la p o r a n t ind a k a n d i d a la m k o lo m ya ng tersedia pada status
pasien
61
Buat instruks i pengobatan lanjuta n dan pemantaua n
kondisi pasien (pertahankan infus bila diperlukan. Bila keadaan
umum cukup baik, lepaskan infus)
62
Be r it a h uk a n p a d a p a s ie n b a hw a t ind a k a n t e la h
s e le s a i d ila k s a na k a n d a n p a s ie n ma s ih me me r l u k a n
p e r a w a t a n la nj ut a n
63
Be r s a ma p e t uga s ya ng a k a n me la k uk a n p e r a w a t a n,
j e la s k a n j e nis d a n la ma p e r a w a t a n serta laporkan pada
petugas tersebut jika ada keluhan/gangguan pascatindakan
64
T e g a s k a n p a d a p e t u g a s y a n g m e r a w a t u n t u k
m e l a k s a n a k a n i n s t r u k s i p e r a w a t a n d a n pengobatan
serta laporkan segera bila pada pemantauan lanjutan terjadi perubahan-
perubahan seperti yang ditulis dalam catatan pascatindakan
35
E. EKSTRAKSI FORSEPS
1. PENGERTIAN
Forceps digunakan untuk menolong persalinan bayi dengan presentasi verteks,
dapat digolongkan sebagai berikut, menurut tingkatan dan posisi kepala bayi pada
jalan lahir pada saat daun forceps dipasang.
Ekstraksi forceps adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan
suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya. (Hanifa W,1991: 88)
Cunam atau forceps adalah suatu alat obstetrik terbuat dari logam yang digunakan
untuk melahirkan anak dengan tarikan kepala. (Phantom,:178)
Ekstraksi cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat
kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin (kepala) dengan alat
cunam. ( Bari Abdul, 2001: 501)
2. KLASIFIKASI EKSTRASI FORCEP
Pada tahun 1988, ACOG mengeluarkan klasifikasi ekstraksi forsep, yaitu :
a. Outlet Forsep
1. Skalp terlihat pada introitus tanpa memisahkan labia
2. Kepala bayi telah mencapai dasar panggul
3. Sutura sagitalis pada posisi anteroposterior atau ubun-ubun kecil kiri/kanan
depan atau belakang
4. Kepala bayi pada perineum
5. Rotasi tidak melebihi 45 derajat
b. Low Forsep
1. Kepala pada station > +2, namun tidak pada dasar panggul
2. Rotasi kurang dari 45 derajat (ubun-ubun kecil kiri/kanan depan atau
kiri/kanan belakang atau belakang)
3. Rotasi lebih dari 45 derajat
c. Midforsep
1. Station diatas +2 namun kepala engaged
d. High
1. Tidak dimasukkan kedalam klasifikasi
3. TUJUAN PERSALINAN EKSTRAKSI FORCEP
Menurut Rustam Mochtar 1998, persalinan dengan ekstraksi forceps bertujuan:
a. Traksi yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan
36
b. Koreksi yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil dikiri atau dikanan
depan atau sekali-kali. Ubun-ubun melintang kiri dan kanan atau ubun-ubun kiri
atau kanan belakang menjadi ubun- ubun depan ( dibawah symphisis pubis)
c. Kompresor yaitu untuk menambah moulage kepala
4. INDIKASI
Indikasi pertolongan ekstraksi forceps adalah
a. Indikasi ibu
 Ruptura uteri mengancam, artinya lingkaran retraksi patologik band sudah
setinggi 3 jari dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai H III- H IV.
 Adanya oedema pada vagina atau vulva. Adanya oedema pada jalan lahir
artinya partus sudah berlangsung lama.
 Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meninggi, lochia berbau.
 Eklamsi yang mengancam
 Indikasi pinard, yaitu kepala sudah di H IV, pembukaan cervix lengkap,
ketuban sudah pecah atau 2jam mengedan janin belum lahir juga
 Pada ibu-ibu yang tidak boleh mengedan lama, misal Ibu dengan
decompensasi kordis , ibu dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan anemi
berat (Hb 6 gr % atau kurang), pre eklamsi berat, ibu dengan asma broncial.
 Partus tidak maju-maju
 Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga.
b. Indikasi janin Gawat janin
Tanda-tanda gawat janin antara lain :
 Cortonen menjadi cepat takhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur
 DJJ menjadi lambat bradhikardi 160 kali per menit dan
tidak teratur
 Adanya mekonium (pada janin letak kepala) Prolapsus funikulli, walaupun
keadaan anak masih baik.
37
5. KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi dari ekstraksi forceps meliputi:
a. Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagisehingga kepala
sulit dipegang oleh forceps
b. Anencephalus
c. Adanya disproporsi cepalo pelvik.
d. Kepala masih tinggi
e. Pembukaan belum lengkap
f. Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel.
g. Jika lingkaran kontraksi patologi bandl sudah setinggi pusat atau lebih
6. SYARAT DILAKUKAN EKSTRAKSI FORCEP
Keputusan untuk melakukan ekstaksi forsep sama pentingnya dibandingkan
dengan keputusan untuk seksio sesarea. Terdapat persyaratan minimum untuk
ekstraksi forsep, yaitu:
a. Kepala janin engaged
b. Selaput ketuban telah pecah
c. Pembukaan lengkap
d. Anak hidup termasuk keadaan gawat janin
e. Penurunan H III atau H III- H IV ( puskesmas H IV atau dasar panggul
f. Kontraksi baik
g. Ibu tidak gelisah atau kooperatif
h. Posisi janin diketahui dengan pasti
i. Panggul telah dinilai adekuat
j. Terdapat anestesi yang sesuai
k. Operator mempunyai ketrampilan dan pengetahuan mengenai peralatan
l. Adanya kemauan untuk membatalkan tindakan bila ekstraksi forsep tidak lancar
m. Informed consent baik oral meskipun lebih baik tertulis
7. JENIS TINDAKAN
Berdasarkan pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan beberapa macam
tindakan ekstraksi forceps, antara lain:
a. Forceps rendah
38
Dilakukan setelah kepala bayi mencapai H IV, kepala bayi mendorong perineum,
forceps dilakukan dengan ringan disebut outlet forceps.
b. Forceps tengah
Pada kedudukan kepala antara H II atau H III, salah satu bentuk forceps tengah
adalah forceps percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala.
Bila aplikasi dan tarikan forceps berat membuktikan terdapat disproporsi kepala
panggul . Forceps percobaan dapat diganti dengan ekstraksi vaccum.
c. Forceps tinggi
Dilakukan pada kedudukan kepala diantara H I atau H II, forceps tinggi sudah
diganti dengan seksio cesaria.
8. TEKNIK EKSTRAKSI FORCEP
Pasien diposisikan dalam posisi litotomi dengan tungkai fleksi dan abduksi. Vulva
dan perineum diberikan solusi antiseptik yang cukup. Kandung kemih dinilai, bila
perlu dikosongkan. Pemeriksaan dalam dilakukan lagi, untuk meyakinkan bahwa
semua syarat forsep telah terpenuhi.
Tujuan aplikasi forsep adalah untuk mencakup kepala secara simetris. Bilah forsep
harus terpasang secara simetris pada sisi kepala bayi dan melewati malar eminensia.
Setelah forsep terpasang, harus dilakukan pemeriksaan ulang apakah aplikasi telah
tepat sebelum dilakukan traksi atau rotasi.
Penilaian untuk aplikasi forsep yang tepat adalah :
a. Sutura sagitalis tegak lurus dengan plana forsep
b. Ubun-ubun kecil berada satu jari diatas dari plana forsep, dan mempunyai jarak
yang sama dari kedua sisi bilah
c. Jika bilah yang dipakai merupakan yang fenstrated, fensetrasi hanya satu jari
didepan dari kepala bayi
9. KOMPLIKASI
Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah sebagai berikut
a. Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps dibagi menjadi
1. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa:
a) Perdarahan
Dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta trauma
jalan lahir yang meliputi ruptura uteri, ruptura cervix,
39
robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan
perineum.
b) Infeksi
Terjadi karena sudah terdapat sebelumnya, aplikasi alat
menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang dapat
memudahkan infeksi dan menyebabkan sub involusi uteri serta saat
melakukan pemeriksaan dalam.
2. Komplikasi segera pada bayi
a) Asfiksia
Karena terlalu lama di dasar panggul sehingga terjadi
rangsangan pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan
jepitan langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra kranial,
edema intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma
langsung jaringan otak. Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menjalar ke
bayi
b) Trauma
Trauma langsung forceps yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura
tulang kepala; kerusakan pusat vital di medula oblongata; trauma langsung
pada mata, telinga dan hidung; trauma langsung pada persendian tulang
leher; gangguan fleksus brachialis atau paralisis Erb, kerusakan saraf
trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan.
3. Komplikasi kemudian atau terlambat
a. Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps
 Perdarahan yang disebabkan oleh plasenta rest, atonia uteri sekunder
serta jahitan robekan jalan lahir yang terlepas.
 Infeksi, Penyebaran infeksi makin luas
 Trauma jalan lahir yaitu terjadinya fistula vesiko vaginal,
terjadinya fistula rekto vaginal dan terjadinya fistula utero vaginal.
b. Komplikasi terlambat pada bayi dalam bentuk:
 Trauma, ekstraksi forceps dapat menyebabkan cacat karena aplikasi
forceps.
 Infeksi yang berkembang menjadi sepsis yang dapat menyebabkan
kematian serta encefalitis sampai meningitis.
40
 Gangguan susunan saraf pusat
 Trauma langsung pada saraf pusat dapat menimbulkan
gangguan intelektual.
 Gangguan pendengaran dan keseimbangan.
DAFTAR TILIK PENATALAKSANAAN EKSTRAKSI FORSEPS
Petunjuk :
1. Baca dan pelajari daftar tilik yang tersedia
2. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan sebelum tindakan dimulai
3. Susun alat secara ergonomis dan periksa kelengkapannya
4. Ikutilah petunjuk kerja
5. Tanyakan pada pembimbing/Dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti
6. Bekerja secara hati-hati dan teliti
7. Laporkan hasil setelah selesai melakukan tindakan
Persiapan peralatan dan obat :
1. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi cardiopulmonal
2. Medikamentosa (oksitosin, ergometrin, procain 1%)
3. Povidon iodin 10%
4. 02 dan regulator
5. Setpatus 1
6. Akstraksi cunam 1 buah
7. Klem ovum 2
8. Cunam tampon 1
9. Spuit dan jarum no.23
10. Spekulum sim/L
Persiapan pasien :
1. Cairan dan selang infus terpasang
2. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun
3. Pasang kain alas bokong, sarung kaki & penutup perut bawah
4. Kateter karet 1
41
Prosedur Pelaksanaan
NO LANGKAH-LANGKAH
1 Jelaskan kepada ibu tindakan yang akan
dilakukan
2. Persiapan alat
3 Posisi ibu dalam litotomi
4 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk bersih
5. Pakai sarung DTT
6 Membayangkan
Setelah persiapan selesai, penolong berdiri di
depan vulva , memegang kedua cunam dalam
keadaan tertutup dan membayangkan bagaimana
cunam terpasang pada kepala.
7 Memasang forceps
8 Penguncian Forceps
Setelah forceps terpasang dan terkunci,
dilakukan pemeriksaan ulang, apakah forceps
telah terpasang dengan benar, dan tidak ada jalan
lahir / jaringan yang terjepit
9 Traksi Percobaan
Setelah yakin tidak ada jaringan yang terjepit,
maka dilakukan traksi percobaan.
10 Traksi defrinitif
Traksi definitive dilakukan dengan cara
memegang kedua pemegang forceps dan
penolong melakukan traksi.
11 Melepaskan cunam
Setelah kepala bayi lahir, maka cunam
42
dilepaskan dan janin dilahirkan seperti
persalinan biasa
12 Rapikan pasien dan bereskan alat
13 Letakkan semua peralatan dan bahan yang
terkontaminasi pada kom yang berisi larutan
klorin 0,5% kemudian sarung tangan dilepas dan
dimasukan ke dalam kom.
14 Cuci tangan sesuai standar Pencegahan Infeksi
(tujuh langkah)
15 Mendokumentasikan tindakan yang telah
dilakukan.
1. Mahasiswa mendemonstrasikan Pertolongan persalinan dengan Forceps, dengan kriteria
sebagai :
a. Setiap langkah dilakukan secara sistematis dan memperhatikan keamanan serta
kenyamanan ibu setiap prosedur tindakan
b. Penempatan alat yang digunakan mudah dijangkau dan telah diketahui fungsinya
masing-masing
2. Memperhatikan privacy klien dalam setiap prosedur yang dilakukan
3. Dosen menilai langkah-langkah Pertolongan persalinan denga Forceps yang dilakukan
dengan menggunakan check list.
43
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :
mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
Rofi'ah Muwafaqoh
 

La actualidad más candente (20)

PSIKOSOSIAL PERSALINAN
PSIKOSOSIAL PERSALINANPSIKOSOSIAL PERSALINAN
PSIKOSOSIAL PERSALINAN
 
Kb 3 pertolongan pertama kecelakaan
Kb 3 pertolongan pertama kecelakaanKb 3 pertolongan pertama kecelakaan
Kb 3 pertolongan pertama kecelakaan
 
03. epidemiologi dalam chn
03. epidemiologi dalam chn03. epidemiologi dalam chn
03. epidemiologi dalam chn
 
Leaflet anc
Leaflet ancLeaflet anc
Leaflet anc
 
Tugas individu tanda bahaya kehamilan
Tugas individu tanda bahaya kehamilanTugas individu tanda bahaya kehamilan
Tugas individu tanda bahaya kehamilan
 
Analisis kasus MTBS
Analisis kasus MTBSAnalisis kasus MTBS
Analisis kasus MTBS
 
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventif
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventifUpaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventif
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventif
 
Bersalin
BersalinBersalin
Bersalin
 
Asuhan antenatal di komunitas
Asuhan antenatal di komunitasAsuhan antenatal di komunitas
Asuhan antenatal di komunitas
 
Torch pada kehamilan
Torch pada kehamilanTorch pada kehamilan
Torch pada kehamilan
 
Makalah prinsip diet pada ibu hamil dengan anemia
Makalah prinsip diet pada ibu hamil dengan anemiaMakalah prinsip diet pada ibu hamil dengan anemia
Makalah prinsip diet pada ibu hamil dengan anemia
 
Ppt asuhan neonatus dengan jejas persalinan, kelompok 1, 3 a
Ppt asuhan neonatus dengan jejas persalinan, kelompok 1, 3 aPpt asuhan neonatus dengan jejas persalinan, kelompok 1, 3 a
Ppt asuhan neonatus dengan jejas persalinan, kelompok 1, 3 a
 
Keluarga berencana
Keluarga berencanaKeluarga berencana
Keluarga berencana
 
Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
 
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
 
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Pada Ibu BersalinPendokumentasian Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin
 
Alat-alat kebidanan
Alat-alat kebidananAlat-alat kebidanan
Alat-alat kebidanan
 
Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)
Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)
Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)
 
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventif
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventifUpaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventif
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventif
 
Pembahasan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal
Pembahasan Kegawatdaruratan Maternal NeonatalPembahasan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal
Pembahasan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal
 

Destacado

Tindakan operatif pada abortus dengan kuretase kelompok 4
Tindakan operatif pada abortus dengan kuretase kelompok 4Tindakan operatif pada abortus dengan kuretase kelompok 4
Tindakan operatif pada abortus dengan kuretase kelompok 4
itafatimahahmad
 
Kuret mahasiswa-fkui-tk-vi2
Kuret mahasiswa-fkui-tk-vi2Kuret mahasiswa-fkui-tk-vi2
Kuret mahasiswa-fkui-tk-vi2
mariamunsri
 
Bedah kuret anggi
Bedah kuret anggiBedah kuret anggi
Bedah kuret anggi
anggi123456
 
Ureterolithiasis asli
Ureterolithiasis asliUreterolithiasis asli
Ureterolithiasis asli
Mus Lem
 

Destacado (20)

Set instrumen
Set instrumenSet instrumen
Set instrumen
 
Tindakan operatif pada abortus dengan kuretase kelompok 4
Tindakan operatif pada abortus dengan kuretase kelompok 4Tindakan operatif pada abortus dengan kuretase kelompok 4
Tindakan operatif pada abortus dengan kuretase kelompok 4
 
KB 1 Tindakan Operatif Kebidanan
KB 1 Tindakan Operatif KebidananKB 1 Tindakan Operatif Kebidanan
KB 1 Tindakan Operatif Kebidanan
 
Instrumen Dalam Praktik Kebidanan
Instrumen Dalam Praktik KebidananInstrumen Dalam Praktik Kebidanan
Instrumen Dalam Praktik Kebidanan
 
VAKUM & FORCEP
VAKUM & FORCEPVAKUM & FORCEP
VAKUM & FORCEP
 
Kuret mahasiswa-fkui-tk-vi2
Kuret mahasiswa-fkui-tk-vi2Kuret mahasiswa-fkui-tk-vi2
Kuret mahasiswa-fkui-tk-vi2
 
Case report
Case reportCase report
Case report
 
Ikke pdf
Ikke pdfIkke pdf
Ikke pdf
 
151353600 sop-vulva-hygiene
151353600 sop-vulva-hygiene151353600 sop-vulva-hygiene
151353600 sop-vulva-hygiene
 
Pemeliharaan dan perawatan kesehatan
Pemeliharaan dan perawatan kesehatanPemeliharaan dan perawatan kesehatan
Pemeliharaan dan perawatan kesehatan
 
Sop vulva hygiene
Sop vulva hygieneSop vulva hygiene
Sop vulva hygiene
 
Bedah kuret anggi
Bedah kuret anggiBedah kuret anggi
Bedah kuret anggi
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...
MANAJEMEN  DAN  PENDOKUMENTASIAN  ASUHAN  KEBIDANAN PADA  BAYI  NY “Y” ASFIKS...MANAJEMEN  DAN  PENDOKUMENTASIAN  ASUHAN  KEBIDANAN PADA  BAYI  NY “Y” ASFIKS...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...
 
Pers.sc &amp; embriotomi
Pers.sc &amp; embriotomiPers.sc &amp; embriotomi
Pers.sc &amp; embriotomi
 
Ureterolithiasis asli
Ureterolithiasis asliUreterolithiasis asli
Ureterolithiasis asli
 
Persalinan macet Reproduksi
Persalinan macet ReproduksiPersalinan macet Reproduksi
Persalinan macet Reproduksi
 
Makalah obstetri
Makalah obstetriMakalah obstetri
Makalah obstetri
 
258350405 makalah-abortus-inkomplit
258350405 makalah-abortus-inkomplit258350405 makalah-abortus-inkomplit
258350405 makalah-abortus-inkomplit
 
KB 1 Kedaruratan Obstetri pada Kehamilan dan Penatalaksanaannya
KB 1 Kedaruratan Obstetri pada Kehamilan dan PenatalaksanaannyaKB 1 Kedaruratan Obstetri pada Kehamilan dan Penatalaksanaannya
KB 1 Kedaruratan Obstetri pada Kehamilan dan Penatalaksanaannya
 
6. askeb pada kehamilan penyulit komplikasi
6. askeb pada kehamilan penyulit komplikasi6. askeb pada kehamilan penyulit komplikasi
6. askeb pada kehamilan penyulit komplikasi
 

Similar a Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps

Asuhan keperawatan pada pasien post op secsio cesarea (home care)
Asuhan keperawatan pada pasien post op secsio cesarea (home care)Asuhan keperawatan pada pasien post op secsio cesarea (home care)
Asuhan keperawatan pada pasien post op secsio cesarea (home care)
Mamat Lawenga
 
Laporan pendahuluan sc
Laporan pendahuluan scLaporan pendahuluan sc
Laporan pendahuluan sc
nurulrachma0
 
LP kala II lama
LP kala II lamaLP kala II lama
LP kala II lama
neng elis
 
Tinjauan teoritis asuhan keperawatan post op sectio caesarea panggul sempit
Tinjauan teoritis asuhan keperawatan post op sectio caesarea  panggul sempitTinjauan teoritis asuhan keperawatan post op sectio caesarea  panggul sempit
Tinjauan teoritis asuhan keperawatan post op sectio caesarea panggul sempit
Operator Warnet Vast Raha
 

Similar a Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps (20)

Kuret
KuretKuret
Kuret
 
Askep ruptur uteri
Askep ruptur uteriAskep ruptur uteri
Askep ruptur uteri
 
LAPORAN PENDAHULUAN SC (SECTIO CAESARIA)
LAPORAN PENDAHULUAN SC (SECTIO CAESARIA)LAPORAN PENDAHULUAN SC (SECTIO CAESARIA)
LAPORAN PENDAHULUAN SC (SECTIO CAESARIA)
 
Askep sectio caesarea AKPER PEMKAB MUNA
Askep sectio caesarea AKPER PEMKAB MUNA Askep sectio caesarea AKPER PEMKAB MUNA
Askep sectio caesarea AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep sectio caesarea
Askep sectio caesareaAskep sectio caesarea
Askep sectio caesarea
 
Askep sectio caesarea
Askep sectio caesareaAskep sectio caesarea
Askep sectio caesarea
 
Asuhan keperawatan pada pasien post op secsio cesarea (home care)
Asuhan keperawatan pada pasien post op secsio cesarea (home care)Asuhan keperawatan pada pasien post op secsio cesarea (home care)
Asuhan keperawatan pada pasien post op secsio cesarea (home care)
 
Laporan pendahuluan sc
Laporan pendahuluan scLaporan pendahuluan sc
Laporan pendahuluan sc
 
-Alat-Kuretase.docx
-Alat-Kuretase.docx-Alat-Kuretase.docx
-Alat-Kuretase.docx
 
-Alat-Kuretase.docx
-Alat-Kuretase.docx-Alat-Kuretase.docx
-Alat-Kuretase.docx
 
LP kala II lama
LP kala II lamaLP kala II lama
LP kala II lama
 
Word sc
Word scWord sc
Word sc
 
Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan II
Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan IIPenatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan II
Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan II
 
Jurnal Aborsi
Jurnal AborsiJurnal Aborsi
Jurnal Aborsi
 
Modul 9 Praktik Kebid III
Modul 9 Praktik Kebid IIIModul 9 Praktik Kebid III
Modul 9 Praktik Kebid III
 
Tinjauan teoritis asuhan keperawatan post op sectio caesarea panggul sempit
Tinjauan teoritis asuhan keperawatan post op sectio caesarea  panggul sempitTinjauan teoritis asuhan keperawatan post op sectio caesarea  panggul sempit
Tinjauan teoritis asuhan keperawatan post op sectio caesarea panggul sempit
 
Plasenta previa (2)
Plasenta previa (2)Plasenta previa (2)
Plasenta previa (2)
 
Bab i1
Bab i1Bab i1
Bab i1
 
Konsep Dasar Sectio Caesarea
Konsep Dasar Sectio CaesareaKonsep Dasar Sectio Caesarea
Konsep Dasar Sectio Caesarea
 
Asuhan Keperawatan Postpartum Fisiologis
Asuhan Keperawatan Postpartum Fisiologis   Asuhan Keperawatan Postpartum Fisiologis
Asuhan Keperawatan Postpartum Fisiologis
 

Último

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
Acephasan2
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
Acephasan2
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
UserTank2
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
Acephasan2
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Yudiatma1
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
RekhaDP2
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
BagasTriNugroho5
 
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdnkel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
cindyrenatasaleleuba
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
kemenaghajids83
 

Último (20)

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
 
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitasDbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
 
one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)
one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)
one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
 
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfMODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
 
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxtatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
 
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdnkel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 

Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps

  • 1. Makalah PKK Laboratorium TENTANG Sectio Caesaria, Kuretase, Laparatomi, Persalinan Dengan Ekstraksi Vakum Dan Forseps Dosen : Rinasari Marliaty,S.SiT,MKM. Diajukan untuk memenuhi tugas PKK Laboratorium OLEH : Komariah Katrin Merry Nur Ubaidillah Zain Sri Muntary Yentia Ayunda Semester 5 C DIPLOMA III KEBIDANAN FARAMA MULYA JAKARTA ANGKATAN IX TAHUN AJARAN 2013/2014 Jl. Raya hankam no.9 jatiwarna, pondokgede 17415 Email: foundation@farama-mulya.ac.id
  • 2. 1 Website :www.farama-mulya.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah member kekuatan dan kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini membahas tentang “Sectio Caesaria, Kuretase, Laparatomi, Ekstraksi Vakum Dan Ekstraksi Forseps” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita. Dengan adanya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman. selain itu kami juga berharap semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat minim, sehingga saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Bekasi, 30 September 2015 Penulis
  • 3. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di dalam Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia 2001- 2010 disebut bahwa dalam Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, Making Pregnancy Safer mempunyai misi dan visi untuk mencapai Indonesia sehat 2010. Visi Making Pregnancy Safer adalah semua perempuan di Indosenia dapat menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman dan bayi dilahikan hidup sehat. Sedangkan misinya adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir melalui pemantapan sistem kesehatan untuk menjamin ASKES terhadap intervensi yang cost-effective berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan wanita, keluarga dan masyarakat dan mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang lestari sebagai suatu prioritas dalam program pembangunan nasional. Dan tujuan Making Pregnancy Safer adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia (Depkes RI, 2001). B. TUJUAN Penulisan Makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dan dapat bermanfaat bagi kalangan mahasiswa. Secara terperinci tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah PKK Laboratorium 2. Mengetahui pengertian, etiologi, factor yang berhubungan, cara menegakkan diagnose, komplikasi dan penatalaksanaan. C. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari kuretase ? 2. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari section caesaria ? 3. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari laparatomi ? 4. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari ekstraksi vakum ? 5. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari ekstraksi forceps ?
  • 4. 3 BAB III TINJAUAN TEORI A. KURETASE 1. Definisi Kuret adalah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan dari dalam rahim.Jaringn itu sendiri bisa berupa tumor,selaput rahim,atau Janin yang dinyatakan tidak berkembang maupun sudah meninggal.Dengan alasan medis,tidak ada cara lain jaringan semacam itu harus dikeluarkan ( Dr.H.Taufik Jamaan,SpOG) Kuretase adalah suatu tindakan medis yang dilakukan untuk membersihkan sisa kehamilan,kematian janin usia kehamilan < 20 minggu,janin yang tidak berkembang ( tidak ditemukan adanya janin sehingga yang berkembang hanya plasentanya saja,perdarahanan rahim disfungsional ( menometrooaghia) dan penegakan dignosa satu penyakit( myoma uter,kanker endometrium). 2. Tujuan Menurut ginekolog dari Morula Fertility Clinik,RS Bunda Jakarta,tujuan kuret ada dua yaitu : a. Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus.Intinya kuret ditempuh oleh dokter untuk membersihkan rahim dan dinding rahim dari benda-benda atau jaringan yang tidak diharapkan. b. Sebagai penegakan Diagnosis, mencaritahu gangguan yang terdapat pada rahim apakah sejenis tumor atau gangguan lain. Meskipun tujuan berbeda tapi tindakan yang dilakukan sama.Begitupun persiapan yang harus dilakukan pasien sebelum menjalankan kuret. 3. Indikasi  Abortus Inkomplitus >>> untuk menghentikan perdarahan.  Blighted Ova >>> tidak ditemukan janin hanya plasenta oki harus dikeluarkan karena bisa jadi keganasan.  Dead Conseptus >>> USG janin tidak berdenyut ( apabila hamil 16-20 mgg >> diperlukan obat perangsang untuk pengeluaran janin dilanjutkan kuretase.
  • 5. 4  Ab.Mola >> tidak ditemukan janin yang tumbuh hanya plasenta dgn gambaran bergelembung sepert buah anggur.  Menometorarghia >> perdarahan banyak dan panjang diantara siklus haid 4. Persiapan Kuretase a. Alat tenun terdiri dari :  Baju operasi.  Laken  Duk kecil  Sarung meja mayo b. Alat instrumen untuk kuretase  Spekulum  sonde. ( untuk mengukur kedalaman rahim , Untuk mengetahui lebarnya lubang vagina )  Alat kuret  Klem jaringan.  Klem dinding rahim/uterus.  Nierbeken  Kasa steril  Sarung tangan steril. c. Alat tambahan.  Mesin EKG  Mesin O2 dan N2O  Infus set dan cairannya.  Guedel  Bethadin  Larutan NaCl 0,9% 1000 cc  Tempat sampah.
  • 6. 5 5. Pemeriksaan Sebelum Kuretase a. USG b. Mengukur Tensi dan HB c. Memeriksa sistem pernafasan d. Mengatasi perdarahan e. Memastikan pasien dalam kondisi fit f. Puasa 8-12 jam >> dilakukan pembiusan. 6. Perawatan Post Kuretase. a. Perhatikan sudah nafas spontan atau belum. b. Dipindahkan ke recovey room. c. Post operasi >>> ttv,O2, 2 ltr/m baru dipindahkan ke ruang perawatan. Perawatan pasien post kuretase  Perhatikan tanda-tanda vital.  Cek perdarahan  Beri dukungan bagi pasien dan ajarkan keluarganya  Mobilisasi. 7. Komplikasi a. Perdarahan b. Perforasi dinding rahim c. Gangguan haid. d. Infeksi e. Kanker trofobalst akibat sisa plasenta yang ada didinding rahim. 8. Langkah kerja PERSIAPAN  Persiapan Penderita  Pemeriksaan umum  Pasang infus cairan sebagai profilaksis.  Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi. Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi lokal atau umum secara intravena dengan ketalar
  • 7. 6  Persiapan Alat-Alat Kuretase PERSIAPAN Alat-alat kuretase disediakan dalam keadaan aseptik :  Speculum dua buah  Tampon tang  Kochel tang / tenaculum  Sonde uterus  Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar  Cunam abortus  Bermacam-macam ukuran sendok kerokan (kuret)  Kain steril, dan sarung tangan dua pasang TEKNIK KURETASE a. Tentukan letak rahim. Dg pemeriksaan dalam. Agar saat memasukkan alat-alat itu harus disesuaikan dengan letak rahim. Jangan terjadi salah arah (false route) dan perforasi. b. Sondase . Masukkan sonde sesuai dangan letak rahim, tentukan dalamnya sonde. Caranya adalah setelah ujung sonde terasa membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan diletakkan / dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar, lalu baca berapa cm.
  • 8. 7 c. Dilasi. Bila pembukaan serviks kurang lakukan dilatasi dengan Bougie Hegar. Pegang busi seperti memegang pensil,masukkan hati-hati sesuai letak rahim. Untuk mencegah kemungkinan perforasi usahakan memakai sendok kuret yang agak besar, dengan dilatasi lebih besar. d. Cunam abortus. Jika terdapat jaringan, pakai cunam abortus untuk mengeluarkannya. Caranya, masukkan cunam abortus dalam keadaan tertutup. Saat terasa membentur fundus uteri, cunam ditarik sedikit dan dibuka kemudian jaringan ditarik dengan cunam. e. Kuretase. Pakai sendok kuret agak besar. Memasukkan bukan dengan kekuatan,lakukan kerokan dimulai di bag. tengah. Pakai sendok kuret yang tajam karena lebih efektif dan lebih terasa sewaktu melakukan kerokan pada dinding rahim (seperti bunyi mengerok kelapa). Tanda bahwa sudah bersih adalah dari bunyinya, keluar darah merah segar dan berbusa. Memegang, memasukkan, dan menarik alat-alat harus hati-hati, lakukanlah dengan lembut sesuai dengan arah dan letak rahim. B. SECTIO CAESARIA 1. Definisi Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009) Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006) Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002) 2. Jenis – Jenis a. Sectio cesaria transperitonealis profunda Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
  • 9. 8  Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.  Bahaya peritonitis tidak besar.  Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna. b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus. c. Sectio cacaria ekstra peritoneal Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat. d. Section cesaria Hysteroctomi Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:  Atonia uteri  Plasenta accrete  Myoma uteri  Infeksi intra uteri berat 3. Etiologi Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut: a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion ) Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
  • 10. 9 harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal. b. PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi. c. KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu. d. Bayi Kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal. e. Faktor Hambatan Jalan Lahir Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas. f. Kelainan Letak Janin 1) Kelainan pada letak kepala (a) Letak kepala tengadah Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul. (b) Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
  • 11. 10 (c) Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala. 2) Letak Sungsang Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002). 4. Patofisiologi SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman. Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus. Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka
  • 12. 11 peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002) a. Bedah Caesar Klasik/ Corporal. 1) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator. 2) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut. 3) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut. 4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan intravena. 5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :  Lapisan I Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2  Lapisan II lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang sama.  Lapisan III Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2 6) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban 7) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis. b. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda 1) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
  • 13. 12 2) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator. 3) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut. 4) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya. 5) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut. 6) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan intravena. 7) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :  Lapisan I Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2  Lapisan II Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang sama.  Lapisan III Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2 8) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban 9) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis. c. Bedah Caesar Ekstraperitoneal 1) Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria. 2) Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya. d. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy) 1) Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara melahirkan janinnya.
  • 14. 13 2) Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem secukupnya. 3) Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus. 4) Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut. 5) Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi. 6) Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2. 7) Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut ( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic. 8) Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri. 9) Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis. 10) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis SC (Sectio Caesaria) 5. Pemeriksaan Penunjang a. Elektroensefalogram ( EEG ), Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang. b. Pemindaian CT , Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
  • 15. 14 c. Magneti resonance imaging (MRI) Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT. d. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak. e. Uji laboratorium  Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler  Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit  Panel elektrolit  Skrining toksik dari serum dan urin  AGD  Kadar kalsium darah  Kadar natrium darah  Kadar magnesium darah 6. Komplikasi Yang sering terjadi pada ibu SC adalah : a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:  Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari  Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung  Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang- cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri. c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang sangat jarang terjadi. d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
  • 16. 15 7. Penatalaksanaan a. Perawatan awal  Letakan pasien dalam posisi pemulihan  Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar  Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi  Transfusi jika diperlukan  Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah b. Diet Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh. c. Mobilisasi Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :  Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi  Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar  Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.  Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)  Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi. d. Fungsi gastrointestinal  Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair  Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul  Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat  Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
  • 17. 16 e. Perawatan fungsi kandung kemih  Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam  Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih  Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari atau urin jernih.  Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai kateter dilepas  Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita. f. Pembalutan dan perawatan luka  Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut  Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan  Ganti pembalut dengan cara steril  Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih  Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC g. Jika masih terdapat perdarahan  Lakukan masase uterus  Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin h. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam selama 48 jam :  Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam  Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam  Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam i. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan  Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting  Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
  • 18. 17  Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol  Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu j. Obat-obatan lain  Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C k. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan  Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi  Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.  Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.  Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.  Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi  Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.  Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra abdomen  Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.  Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.  Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan  Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
  • 19. 18 Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole DAFTAR TILIK DAFTAR TILIK UNTUK KETERAMPILAN SEKSIO CAESARIA Hari / Tgl ujian : Penguji : Beri tanda ceklis pada kotak yang tersedia bila keterampilan/tugas telah dikerjakan dengan memuaskan, berikan tanda silang bila tidak dikerjakan dengan memuaskan serta T/D bila tidak dilakukan pengamatan. LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN SEKSIO CAESARIA 1. PERSIAPAN a. memberikan penjelasan dan izin tindakan b. menetapkan indikasi seksio caesaria c. menentukan jenis seksio caesaria d. mempersiapkan tim e. memasang folley kateter f. melakukan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya 2. TEKNIK a. melakukan insisi abdomen b. mengeksplorasi uterus dan organ genitalia lainnya c. memasang kasa perut basah d. mengidentifikasi dan menyayat plikavesikacuterina, kandung kemih disisihkan kebawah e. menyayat SBU 2-3 cm dan dilebarkan secara tajam ke samping berbentuk similar atau U f. Memecahkan ketuban dan melahirkan janin g. menjepit insisi uterus dengan klem h. melahirkan plasenta i. mereparasi uterus, tepi luka dijahit dengan simpul 8 lapis pertama dijahit secara jelujur dengan kronk k no.1 atau seksio interrupted, tepi kedua secara jelujur.
  • 20. 19 j. melakukan reperionisasi dengan plikavesikacuterina k. mengeksplorasi genetalia interna dan melepaskan kasa perut dasar l. menjahit peritoneum secara jelujur dengan benang plain cut gut no 2-0 m. menjahit fasia dengan dexon atau vycryl no. 1 secara jelujur n. menjahit subkutis dengan beberapa simpul cut gut o. menjahit kulit 3. PASCA BEDAH a. menutup luka operasi b. mengawasi fungsi/tanda vital ibu c. membuat catatan rekam medic, termasuk rencana pelaksanaan selanjutnya. d. merencanakan rawat gabung sedini mungkin e. memberikan informasi pada kasus dan keluarganya C. LAPARATOMI 1. Definisi Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (Harjono. M, 1996). Pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000). Ramali Ahmad (2000) mengatakan bahwa laparatomy yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi. Sedangkan menurut Sanusi (1999), laparatomi adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau abdomen. 2. Etiologi Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
  • 21. 20 a. Estrogen Mioma uteri dijumpai setelah menopose. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal. b. Progesteron Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor. c. Hormon pertumbuhan Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen. 3. Manifestasi Klinis Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul diantaranya: Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia. Faktor- faktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:  hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium karena pengaruh ovarium  Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya  Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
  • 22. 21  Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di antara serabut miometrium  Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama saat menstruasi  Pembesaran perut bagian bawah  Uterus membesar merata  Infertilitas  Perdarahan setelah bersenggama  Dismenore  Abortus berulang  Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul. (Chelmow, 2005) 4. Patofisiologi Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)- dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan laparatomy Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau
  • 23. 22 sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut. & 2 menyebabkan : Jenis Laparotomi Menurut Tekhnik Pembedahan : 1) Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)  Paparan bidang pembedahan yang baik  Dapat diperluas ke cephalad ( ke arah “kranial” )  Penyembuhan dan kosmetik tidak sebaik insisi tranversal  Dipilih cara ini bila insisi tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan paparan bidang pembedahan yang memadai  Dipilih pada kasus gawat-darurat 2) Insisi pada garis tranversal abdomen (Pfannenstiel incision) Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi. Keuntungan:  Jarang terjadi herniasi pasca bedah  Kosmetik lebih baik  Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik Kerugian:  Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas  Tehnik relatif lebih sulit  Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak Jenis insisi tranversal : a. Insisi PFANNENSTIEL :  Kekuatan pasca bedah : BAIK  Paparan bidang bedah : KURANG b. Insisi MAYLARD :  Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh karena dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan disisihkan ke arah kranial dan kaudal  Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal
  • 24. 23  Dibanding insisi MIDLINE : - Nyeri pasca bedah kurang. - Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun - Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses pada organ abdomen bagian atas sangat kurang. c. Insisi CHERNEY :  Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus dilakukan pada origo di simfisis pubis.  Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang pembedahan terbatas. d. Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm). e. Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy. Jenis Laparatomi Menurut Indikasi 1) Adrenalektomi: pengangkatan salah satu atau kedua kelenjar adrenalin 2) Apendiktomi: operasi pengangkatan apendiks 3) Gasterektomi: pengangkatan sepertiga distal lambung (duodenum/jejunum, mengangkat sel-sel penghasil gastrin dalam bagian sel parietal) 4) Histerektomi: pengangkatan bagian uterus 5) Kolektomi: seksisi bagian kolon atau seluruh kolon 6) Nefrektomi: operasi pengangkatan ginjal 7) Pankreatomi: pengangkatan pancreas 8) Seksiosesaria: pengangkatan janin dengan membuka dinding ovarium melalui abdomen. 9) Siksetomi: operasi pengangkatan kandung kemih 10) Selfigo oofarektomi: pengangkatan salah satu atau kedua tuba valopi dan ovarium 5. Indikasi Bedah Laparatomi Tindakan laparatomi bisa ditegakkan atas indikasi pada klien dengan apendiksitis, pangkreatitis, hernia, kista ovarium, kangker serviks, kangker ovarium, kangker tuba falopi, kangker hati, kangker lambung, kangker kolon, kangker kandung kemih,
  • 25. 24 kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis, trauma abdomen, pendarahan abdomen, massa abdomen, dll. 6. Manifestasi Klinik Tindakan Laparatomi a. Nyeri tekan b. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan c. Kelemahan d. Gangguan integumuen dan jaringan subkutan e. Konstipasi f. Mual dan muntah, anoreksia 7. Topografi anatomi abdomen Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk menentukan lokalisasi kelainan, yaitu: a. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah b. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis vertikal.  Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS).  Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan mid-line abdomen.  Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik, dan iliaka kiri. 8. Komplikasi a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
  • 26. 25 b. Infeksi. Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik. c. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah. d. Ventilasi paru tidak adekuat e. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung f. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit g. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan D. EKSTRAKSI VAKUM 1. Definisi Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstrator vakum atau ventouse (Depkes RI,2002). Menurut Mansjoer Arif (1999) tindakan ini dilakukan dengan memasang sebuah mangkuk (cup) vakum di kepala janin dan tekanan negatif. Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetri yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi (CuninghamF2002). 2. Indikasi Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi porcef/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara pervaginam, maka perlu tindakan ekstraksi vakum/tindakan ekstraksi vakum menyebabkan terjadinya toleransi pada servik uteri dan vagina ibu. Di samping itu
  • 27. 26 terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intracranial (Mansjoer Arif, 1999) 3. Syarat dari Ekstraksi Vakum:  Janin ater  Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)  Pembukaan serviks sudah lengkap  Kepala janin sudah enganged.  Selaput ketuban sudah pecah atau jika belum, dipecahkan  Harus ada kontraksi uterus atau his dan tenaga mengejan ibu. 4. Komplikasi Ekstraksi Vakum Pada ibu, ekstraksi vakum dapat menyebabkan perdarahan, trauma jalan lahir dan infeksi. Pada janin ekstrasi vakum dapat menyebabkan ekskoriasi kulit kepala, cepal hematoma, subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat, nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), dapat menimbulkan alopesia (Mansjoer Arif, 1999). 5. Prosedur Ekstraksi Vakum Ibu tidur dalam posisi lithotomi. Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum. Bila waktu pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang mangkuk saja. Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan pembukaan serviks (Mansjoer Arif, 1999). Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak denominator. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga 0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : 0,7-0,8 kg/cm2. Hal ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit (Rustam Mochtar, 1999). Dengan adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput suksedaneum arrifisial (chignon). Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit. Bersamaan
  • 28. 27 dengan timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah sumbu panggul (Rustam Mochtar, 1999). Pada waktu melakukan tarikan ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan meloncat kearah muka penolong. Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan harus mengikuti putaran paksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis (Rustam Mochtar, 1999). Bila his berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara intermitten, bersama-sama dengan his. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya. Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pintu dibuka, udara masuk ke dalam botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas. Bila diperlukan episiotomi, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva. Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas sebanyak 3 kali. Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan: a. Tenaga vakum terlalu rendah b. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum sempurna yang mengisi seluruh mangkuk. c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak dapat mencengkram dengan baik. d. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk. e. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik. f. Traksi terlalu kuat g. Cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung. h. Adanya disproporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus diteliti satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi. Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.
  • 29. 28 6. Keunggulan Ekstraksi Vakum  Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)  Tidak diperlukan narkosis umum  Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan lahir  Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum lengkap  Trauma pada kepala janin lebih ringan (Rustam Mochtar, 1999). 7. Kerugian Ekstraksi Vakum  Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama  Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan.  Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet dan harus selalu kedap udara. (Rustam Machtar, 1999). 8. ETIOLOGI  Kelelahan pada ibu : terkurasnya tenaga ibu pada saat melahirkan karena kelelahan fisik pada ibu (Prawirohardjo, 2005).  Partus tak maju : His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persaiinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kematian (Prawirohardjo, 2005).  Gawat janin : Denyut Jantung Janin Abnormal ditandai dengan: a. Denyut Jantung Janin irreguler dalam persalinan sangat bereaksi dan dapat kembali beberapa waktu. Bila Denyut Jantung Janin tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini mengakibatkan adanya hipoksia. b. Bradikardia yang terjadi di luar saat kontraksi atau tidak menghilang setelah kontraksi. c. Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya demam pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
  • 30. 29 LANGKAH KLINIK EKSTRAKSI VAKUM PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK EKSTRAKSI VAKUM LANGKAH / KEGIATAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK 1. Sapa pasien dan keluarganya, perkenalkan bahwa anda petugas yang akan melakukan tindakan 2. Jelaskan tentang diagnosis dan penatalaksanaan kala II lama 3. Jelaskan bahwa setiap tindakan medic mengandung risiko, baik yang telah diduga sebelumnya maupun tidak. 4. Pastikan bahwa pasien dan keluarganya telah mengerti dengan jelas tentang penjelasan tersebut diatas. 5. Beri kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk mendapat penjelasan ulang, apabila lagu dan belum megerti. 6. Setelah pasien dan keluarga mengerti dan memberikan persetujuan untuk dilakukan tindakan ini, mintakan persetujuan secara tertulis dengan mengisi dan menandatangani formulir yang telah disediakan. 7. Masukan lenbar persetujuan medik yang telah diisi dan ditanda tangani kedalam catatan medic pasien. 8. Serahkan kembali catatan medik pasien setelah penolong memeriksa kelengkapannya catatan kondisi pasien dan pelaksanaan induksi. PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN PASIEN 9. Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun. 10. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmuner 11. Siapkan kain alas bokong, sarung kaki, dan penutup perut bawah 12. Medikamantosa : Oksitosin Ergomertin
  • 31. 30 Prokain 13. Larutan antiseptik (providon, idoin 10% 14. Oksigen dengan regulator 15. Instrument Partus set: 1 set Vakum ekstraltor : 1 set Klem ovum : 2 Cunam tampon : 1 Tabung 5 ml dan jarum suntik no.23 (sekali pakai) : 2 Speculum sims S atau L dan kateter karet : 2 dan 1 PENOLONG (Operator dan asesten) 16. Baju kamar tindakan, pelapis plastik, masker dan kacamata pelindung : 1 set 17. Sarung tangan DTT,steril : 2 pasang 18. Alas kaki (sepatu “boot” karet) : 1 pasang 19. Instrument : Monoaural stetoskop dan stetoskop, tensimenter : 1 ANAK 20. Instrument : Penghisap lendir dan sudep /penekan lidah : 1 set Kain penyeka muka dan badan : 2 Meja bersih, kering dan hangat (untuk tindakan) : 1 Incubator : 1 set Pemotong dan pengikat tali pusat : 1 set Tabung 20 ml dan jarum suntik 23/insulin (sekali pakai) : 2 Kateter intravena atau jarum kupu-kupu :2 Popok dan selimut : 1 PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN 21. Cuci tangan dan lengan (hingga siku) dengan sabun dibawah air mengalir 22. Keringkan tanggan dengan handuk DTT 23. Pakai baju dan alas kaki kamar tindakan, masker dan kacamata pelindung 24. Pakai sarung tanggan DTT/steril 25. Pasien dengan posisi litotomi, pasangkan alas bokong sarung kaki, dan
  • 32. 31 penutup perut bawah fiksasi dengan klem kain. 26. Instruksikan asisten untuk menyimpan ekstraktor vakum dan pastikan petugas dan alat untuk menolong bayi sudah siap. 27. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan terpenuhinya persyaratan ekstraksi vakum (presentasi belakang kepala, tidak premature, pembukaan lengkap, hodge IV /didasr panggul). 28. Masukan tanggan kedalam wadah yang mengandung larutan klorin 0,5 %. Bersihkan darah dan cairan tubuh yang melekat pada sarung tanggan, lepaskan secara terbalik rendam dalam larutan tersebut. 29. Pakai sarung tangan DTT/steril yang baru PEMASANGAN MANGKUK VAKUM 30. Masukan mangkuk vakum melalui introitus vagina secara miring dan setelah melewati bagian yang tidak rata didaerah ubun-ubun kecil. 31. Dengan jari tengah dan telunj uk tangan kiri, tahan mangkuk pada posisinya dan dengan jari tengah dan telunjuk tangan kiri, lakukan pemeriksaan di sekeliling tepi mangkuk,untuk memastikan tidak ada bagian vagina atau portio yang terjepit diantara mangkuk dankepala 32. Setelah hasil pemeriksaa n ternyata baik, keluarkan jari tangan kiri, jari tangan kanan tetap menahan mangkuk pada posisinya, instruksikan asisten untuk mulai menaikkan tekanannegatif dalam mangkuk vakum secara bertahap 33. P o mp a hing ga t e k a na n 1 0 0 mmH g ( s k a la 1 0 a t a u - 0 , 2 k g/ s m2 p a d a j e nis M a lms t r o o m k la s ik ) s e t e la h 2 me nit , na ik k a n hing ga 4 0 0 mmH g ( s k a la 4 0 a t a u - 0 , 4 k g/ s m2 Malmstroom klasik). Tekanan maksimal adalah 600 mmHg (skala 60 atau -0,6 kg/sm2Malmstroom), hanya dipakai bila his kurang kuat/memerlukan tarikan kuat (ingat: janganmenggunakan tekanan maksimal pada kepala bayi, lebih dari 8 menit) 34. s a mb il me nun g g u his , j e la s k a n p a d a p a s ie n b a hw a p a d a his p unc a k ( fa s e a c me ) p a s ie n har us mengedan sekuat & selama mungk in. Tarik lipat lutut dengan lipat siku agar tekanan abdomen menjadi lebih efektif
  • 33. 32 PENARIKAN 35. P a d a fa s e a c me ( p unc a k ) d a r i his , mint a p a s ie n unt uk me nge j a n s e p e r t i t e r s e b ut d ia t a s , lakukan penarikan dengan pengait mangkuk, dengan arah sejajar lantai (tangan kananmenarik pengait, ibu jari tangan kiri menahan mangkuk, telunjuk dan jari tengah padakulit kepala bayi) 36. Bila b e lum b e r ha s i l p a d a t a r ik a n p e r t a ma , ula ng i la gi p a d a t a r ik a n k e d ua . Ep is io t o m i (pada primi atau pasien dengan perineum kaku) dilakuka n saat kepala mendorong perineum: bila tarikan kedua dilakukan dengan benar dan bayi belum lahir, sebaiknya pasien dirujuk (ingat: penatalaksaan rujukan) 37 Saat suboksiput berada di bawah simfis is, arahkan tarikan ke atas hingga lahir berturut - turut dahi, muka, dan dagu. LAHIRK AN BAYI 38 K e p a l a b a y i d i p e g a n g b i p a r i e t a l , g e r a k a n k e b a w a h u n t u k m e l a h i r k a n b a h u d e p a n , kemudian gerakan ke atas untuk melahirkan bahu belakang, kemudian lahirkan bayi 39 B e r s i h k a n m u k a ( h i d u n g d a n m u l u t ) b a y i d e n g a n k a i n b e r s i h , p o t o n g t a l i p u s a t d a n serahkan bayi kepada petugas bagian anak L A H I R K A N P L A S E N T A 40 T u n g g u t a n d a l e p a s n y a p l a s e n t a , l a h i r k a n p l a s e n t a d e n g a n m e n a r i k t a l i p u s a t d a n mendorong ke arah dorsokranial 41 P e r ik s a k e le ngk a p a n p la s e nt a ( p e r ha t ik a n b ila t e r d a p a t b a gia n- b a g i a n ya ng le p a s a t a u tidak lengkap) 42 M a s u k k a n p l a s e n t a k e d a l a m t e m p a t n y a E K S P O L A S I J A L A N L A H I R 43 M a s uk k a n s p e k ulu m s im’ s / L a t a s d a n b a w a h p a d a va gin A a 44 P e r ha t ik a n a p a k a h t e r d a p a t r o b e k a n p e r p a nj a nga n
  • 34. 33 luk a e p is io t o mo a t a u r o b e k a n p a d a dinding vagina di tempat lain 45 A m b i l k l e m o v u m s e b a n y a k 2 b u a h , l a k u k a n p e n j e p i t a n s e c a r a b e r g a n t i a n k e a r a h samping, searah jarum jam, perhatikan ada tidaknya robekan portio 46 Bila terjadi robekan di luar luka episioto mi, lakukan penjahita n PENJAHITAN EPISIOTOMI 47 P a s a ng p e no p a ng b o k o ng ( b e r i a t a s k a in) . S unt ik a n p r o k a in 1 % ( ya ng t e la h d is ia p k a n dalam tabung suntik) pada sisi dalam luka episiotomi (otot, jaringan, submukosa dansubkutis) bagian atas dan bawah. Uji hasil infiltrasi dengan menjepit kulit perineum yangdianestesi dengan pinset bergigi 48 M a s uk k a n t a mp o n va gina k e mud ia n j e p it t a li p e ngik a t t a mp o n d a n k a in p e nut up p e r ut bawah dengan kocher 49 D i m u l a i d a r i l u k a e p i s i o t o m i b a g i a n d a l a m , j a h i t l u k a b a g i a n d a l a m s e c a r a j e l u j u r bersimpul ke arah luar, kemudian tautkan kembali luka kulit dan mukosa secarasubkutikuler atau jelujur matras 50 T a r i k t a l i p e n g i k a t t a m p o n v a g i n a s e c a r a p e r l a h a n - l a h a n h i n g g a t a m p o n d a p a t dikeluarkan, kemudian kosongkan kandung kemih 51 B e r s i h k a n n o d a d a r a h , c a i r a n t u b u h d a n a i r k e t u b a n d e n g a n k a p a s y a n g t e l a h d i b e r i larutan antiseptik 52 Pasang kassa yang dibasahi dengan providon iodine pada tempat jahitan episioto mi 53 S e me nt a r a ma s ih me ngg u na k a n s a r ung t a nga n, k ump ulk a n ins t r u me n d a n ma s uk k a n k e dalam wadah yang berisi cairan klorin 0,5%. 54 M a s uk k a n s a mp a h b a ha n ha b is p a k a i k e t e mp a t
  • 35. 34 ya ng t e r s e d ia 55 Benda atau bagian yang tercemar darah atau cairan tubuh dibubuhi dengan klorin 0,5% 56 Masukkan tangan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%, bersihkan darah ataucairan tubuh pasien yang melekat pada sarung tangan, lepaskan terbalik dan rendamdalam wadah tersebut CUCI TAN GGAN PASCA TIN DAK AN 57 Masukkan tangan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%, bersihkan darah ataucairan tubuh pasien yang melekat pada sarung tangan, lepaskan terbalik dan rendamdalam wadah tersebut 58 K e r i n g k a n t a n g a n d e n g a n h a n d u k / tissue yang bersih P E R A W A T A N P A S C A T I N D A K A N 59 P e r ik s a k e mb a li t a nd a vit a l p a s ie n, s e ge r a la k uk a n t ind a k a n d a n b e r i ins t r uk s i la nj ut apabila diperlukan 60 C a t a t k o nd is i p a s ie n p a s c a t ind a k a n, d a n b ua t la p o r a n t ind a k a n d i d a la m k o lo m ya ng tersedia pada status pasien 61 Buat instruks i pengobatan lanjuta n dan pemantaua n kondisi pasien (pertahankan infus bila diperlukan. Bila keadaan umum cukup baik, lepaskan infus) 62 Be r it a h uk a n p a d a p a s ie n b a hw a t ind a k a n t e la h s e le s a i d ila k s a na k a n d a n p a s ie n ma s ih me me r l u k a n p e r a w a t a n la nj ut a n 63 Be r s a ma p e t uga s ya ng a k a n me la k uk a n p e r a w a t a n, j e la s k a n j e nis d a n la ma p e r a w a t a n serta laporkan pada petugas tersebut jika ada keluhan/gangguan pascatindakan 64 T e g a s k a n p a d a p e t u g a s y a n g m e r a w a t u n t u k m e l a k s a n a k a n i n s t r u k s i p e r a w a t a n d a n pengobatan serta laporkan segera bila pada pemantauan lanjutan terjadi perubahan- perubahan seperti yang ditulis dalam catatan pascatindakan
  • 36. 35 E. EKSTRAKSI FORSEPS 1. PENGERTIAN Forceps digunakan untuk menolong persalinan bayi dengan presentasi verteks, dapat digolongkan sebagai berikut, menurut tingkatan dan posisi kepala bayi pada jalan lahir pada saat daun forceps dipasang. Ekstraksi forceps adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya. (Hanifa W,1991: 88) Cunam atau forceps adalah suatu alat obstetrik terbuat dari logam yang digunakan untuk melahirkan anak dengan tarikan kepala. (Phantom,:178) Ekstraksi cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin (kepala) dengan alat cunam. ( Bari Abdul, 2001: 501) 2. KLASIFIKASI EKSTRASI FORCEP Pada tahun 1988, ACOG mengeluarkan klasifikasi ekstraksi forsep, yaitu : a. Outlet Forsep 1. Skalp terlihat pada introitus tanpa memisahkan labia 2. Kepala bayi telah mencapai dasar panggul 3. Sutura sagitalis pada posisi anteroposterior atau ubun-ubun kecil kiri/kanan depan atau belakang 4. Kepala bayi pada perineum 5. Rotasi tidak melebihi 45 derajat b. Low Forsep 1. Kepala pada station > +2, namun tidak pada dasar panggul 2. Rotasi kurang dari 45 derajat (ubun-ubun kecil kiri/kanan depan atau kiri/kanan belakang atau belakang) 3. Rotasi lebih dari 45 derajat c. Midforsep 1. Station diatas +2 namun kepala engaged d. High 1. Tidak dimasukkan kedalam klasifikasi 3. TUJUAN PERSALINAN EKSTRAKSI FORCEP Menurut Rustam Mochtar 1998, persalinan dengan ekstraksi forceps bertujuan: a. Traksi yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan
  • 37. 36 b. Koreksi yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil dikiri atau dikanan depan atau sekali-kali. Ubun-ubun melintang kiri dan kanan atau ubun-ubun kiri atau kanan belakang menjadi ubun- ubun depan ( dibawah symphisis pubis) c. Kompresor yaitu untuk menambah moulage kepala 4. INDIKASI Indikasi pertolongan ekstraksi forceps adalah a. Indikasi ibu  Ruptura uteri mengancam, artinya lingkaran retraksi patologik band sudah setinggi 3 jari dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai H III- H IV.  Adanya oedema pada vagina atau vulva. Adanya oedema pada jalan lahir artinya partus sudah berlangsung lama.  Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meninggi, lochia berbau.  Eklamsi yang mengancam  Indikasi pinard, yaitu kepala sudah di H IV, pembukaan cervix lengkap, ketuban sudah pecah atau 2jam mengedan janin belum lahir juga  Pada ibu-ibu yang tidak boleh mengedan lama, misal Ibu dengan decompensasi kordis , ibu dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan anemi berat (Hb 6 gr % atau kurang), pre eklamsi berat, ibu dengan asma broncial.  Partus tidak maju-maju  Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga. b. Indikasi janin Gawat janin Tanda-tanda gawat janin antara lain :  Cortonen menjadi cepat takhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur  DJJ menjadi lambat bradhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur  Adanya mekonium (pada janin letak kepala) Prolapsus funikulli, walaupun keadaan anak masih baik.
  • 38. 37 5. KONTRA INDIKASI Kontra indikasi dari ekstraksi forceps meliputi: a. Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagisehingga kepala sulit dipegang oleh forceps b. Anencephalus c. Adanya disproporsi cepalo pelvik. d. Kepala masih tinggi e. Pembukaan belum lengkap f. Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel. g. Jika lingkaran kontraksi patologi bandl sudah setinggi pusat atau lebih 6. SYARAT DILAKUKAN EKSTRAKSI FORCEP Keputusan untuk melakukan ekstaksi forsep sama pentingnya dibandingkan dengan keputusan untuk seksio sesarea. Terdapat persyaratan minimum untuk ekstraksi forsep, yaitu: a. Kepala janin engaged b. Selaput ketuban telah pecah c. Pembukaan lengkap d. Anak hidup termasuk keadaan gawat janin e. Penurunan H III atau H III- H IV ( puskesmas H IV atau dasar panggul f. Kontraksi baik g. Ibu tidak gelisah atau kooperatif h. Posisi janin diketahui dengan pasti i. Panggul telah dinilai adekuat j. Terdapat anestesi yang sesuai k. Operator mempunyai ketrampilan dan pengetahuan mengenai peralatan l. Adanya kemauan untuk membatalkan tindakan bila ekstraksi forsep tidak lancar m. Informed consent baik oral meskipun lebih baik tertulis 7. JENIS TINDAKAN Berdasarkan pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan beberapa macam tindakan ekstraksi forceps, antara lain: a. Forceps rendah
  • 39. 38 Dilakukan setelah kepala bayi mencapai H IV, kepala bayi mendorong perineum, forceps dilakukan dengan ringan disebut outlet forceps. b. Forceps tengah Pada kedudukan kepala antara H II atau H III, salah satu bentuk forceps tengah adalah forceps percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forceps berat membuktikan terdapat disproporsi kepala panggul . Forceps percobaan dapat diganti dengan ekstraksi vaccum. c. Forceps tinggi Dilakukan pada kedudukan kepala diantara H I atau H II, forceps tinggi sudah diganti dengan seksio cesaria. 8. TEKNIK EKSTRAKSI FORCEP Pasien diposisikan dalam posisi litotomi dengan tungkai fleksi dan abduksi. Vulva dan perineum diberikan solusi antiseptik yang cukup. Kandung kemih dinilai, bila perlu dikosongkan. Pemeriksaan dalam dilakukan lagi, untuk meyakinkan bahwa semua syarat forsep telah terpenuhi. Tujuan aplikasi forsep adalah untuk mencakup kepala secara simetris. Bilah forsep harus terpasang secara simetris pada sisi kepala bayi dan melewati malar eminensia. Setelah forsep terpasang, harus dilakukan pemeriksaan ulang apakah aplikasi telah tepat sebelum dilakukan traksi atau rotasi. Penilaian untuk aplikasi forsep yang tepat adalah : a. Sutura sagitalis tegak lurus dengan plana forsep b. Ubun-ubun kecil berada satu jari diatas dari plana forsep, dan mempunyai jarak yang sama dari kedua sisi bilah c. Jika bilah yang dipakai merupakan yang fenstrated, fensetrasi hanya satu jari didepan dari kepala bayi 9. KOMPLIKASI Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah sebagai berikut a. Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps dibagi menjadi 1. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa: a) Perdarahan Dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta trauma jalan lahir yang meliputi ruptura uteri, ruptura cervix,
  • 40. 39 robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan perineum. b) Infeksi Terjadi karena sudah terdapat sebelumnya, aplikasi alat menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan sub involusi uteri serta saat melakukan pemeriksaan dalam. 2. Komplikasi segera pada bayi a) Asfiksia Karena terlalu lama di dasar panggul sehingga terjadi rangsangan pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan jepitan langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra kranial, edema intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma langsung jaringan otak. Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menjalar ke bayi b) Trauma Trauma langsung forceps yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura tulang kepala; kerusakan pusat vital di medula oblongata; trauma langsung pada mata, telinga dan hidung; trauma langsung pada persendian tulang leher; gangguan fleksus brachialis atau paralisis Erb, kerusakan saraf trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan. 3. Komplikasi kemudian atau terlambat a. Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps  Perdarahan yang disebabkan oleh plasenta rest, atonia uteri sekunder serta jahitan robekan jalan lahir yang terlepas.  Infeksi, Penyebaran infeksi makin luas  Trauma jalan lahir yaitu terjadinya fistula vesiko vaginal, terjadinya fistula rekto vaginal dan terjadinya fistula utero vaginal. b. Komplikasi terlambat pada bayi dalam bentuk:  Trauma, ekstraksi forceps dapat menyebabkan cacat karena aplikasi forceps.  Infeksi yang berkembang menjadi sepsis yang dapat menyebabkan kematian serta encefalitis sampai meningitis.
  • 41. 40  Gangguan susunan saraf pusat  Trauma langsung pada saraf pusat dapat menimbulkan gangguan intelektual.  Gangguan pendengaran dan keseimbangan. DAFTAR TILIK PENATALAKSANAAN EKSTRAKSI FORSEPS Petunjuk : 1. Baca dan pelajari daftar tilik yang tersedia 2. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan sebelum tindakan dimulai 3. Susun alat secara ergonomis dan periksa kelengkapannya 4. Ikutilah petunjuk kerja 5. Tanyakan pada pembimbing/Dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti 6. Bekerja secara hati-hati dan teliti 7. Laporkan hasil setelah selesai melakukan tindakan Persiapan peralatan dan obat : 1. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi cardiopulmonal 2. Medikamentosa (oksitosin, ergometrin, procain 1%) 3. Povidon iodin 10% 4. 02 dan regulator 5. Setpatus 1 6. Akstraksi cunam 1 buah 7. Klem ovum 2 8. Cunam tampon 1 9. Spuit dan jarum no.23 10. Spekulum sim/L Persiapan pasien : 1. Cairan dan selang infus terpasang 2. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun 3. Pasang kain alas bokong, sarung kaki & penutup perut bawah 4. Kateter karet 1
  • 42. 41 Prosedur Pelaksanaan NO LANGKAH-LANGKAH 1 Jelaskan kepada ibu tindakan yang akan dilakukan 2. Persiapan alat 3 Posisi ibu dalam litotomi 4 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk bersih 5. Pakai sarung DTT 6 Membayangkan Setelah persiapan selesai, penolong berdiri di depan vulva , memegang kedua cunam dalam keadaan tertutup dan membayangkan bagaimana cunam terpasang pada kepala. 7 Memasang forceps 8 Penguncian Forceps Setelah forceps terpasang dan terkunci, dilakukan pemeriksaan ulang, apakah forceps telah terpasang dengan benar, dan tidak ada jalan lahir / jaringan yang terjepit 9 Traksi Percobaan Setelah yakin tidak ada jaringan yang terjepit, maka dilakukan traksi percobaan. 10 Traksi defrinitif Traksi definitive dilakukan dengan cara memegang kedua pemegang forceps dan penolong melakukan traksi. 11 Melepaskan cunam Setelah kepala bayi lahir, maka cunam
  • 43. 42 dilepaskan dan janin dilahirkan seperti persalinan biasa 12 Rapikan pasien dan bereskan alat 13 Letakkan semua peralatan dan bahan yang terkontaminasi pada kom yang berisi larutan klorin 0,5% kemudian sarung tangan dilepas dan dimasukan ke dalam kom. 14 Cuci tangan sesuai standar Pencegahan Infeksi (tujuh langkah) 15 Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan. 1. Mahasiswa mendemonstrasikan Pertolongan persalinan dengan Forceps, dengan kriteria sebagai : a. Setiap langkah dilakukan secara sistematis dan memperhatikan keamanan serta kenyamanan ibu setiap prosedur tindakan b. Penempatan alat yang digunakan mudah dijangkau dan telah diketahui fungsinya masing-masing 2. Memperhatikan privacy klien dalam setiap prosedur yang dilakukan 3. Dosen menilai langkah-langkah Pertolongan persalinan denga Forceps yang dilakukan dengan menggunakan check list.
  • 44. 43 DAFTAR PUSTAKA Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka