1. Makalah PKK Laboratorium
TENTANG
Sectio Caesaria, Kuretase, Laparatomi, Persalinan Dengan
Ekstraksi Vakum Dan Forseps
Dosen : Rinasari Marliaty,S.SiT,MKM.
Diajukan untuk memenuhi tugas PKK Laboratorium
OLEH :
Komariah
Katrin Merry
Nur Ubaidillah Zain
Sri Muntary
Yentia Ayunda
Semester 5 C
DIPLOMA III KEBIDANAN FARAMA MULYA JAKARTA
ANGKATAN IX
TAHUN AJARAN 2013/2014
Jl. Raya hankam no.9 jatiwarna, pondokgede 17415 Email: foundation@farama-mulya.ac.id
2. 1
Website :www.farama-mulya.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah member
kekuatan dan kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini
membahas tentang “Sectio Caesaria, Kuretase, Laparatomi, Ekstraksi Vakum Dan
Ekstraksi Forseps” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita.
Dengan adanya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat
baca dan belajar teman-teman. selain itu kami juga berharap semua dapat mengetahui dan
memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat minim,
sehingga saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami harapkan
demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Bekasi, 30 September 2015
Penulis
3. 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di dalam Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia 2001-
2010 disebut bahwa dalam Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat
2010, Making Pregnancy Safer mempunyai misi dan visi untuk mencapai Indonesia sehat
2010. Visi Making Pregnancy Safer adalah semua perempuan di Indosenia dapat
menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman dan bayi dilahikan hidup sehat.
Sedangkan misinya adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir
melalui pemantapan sistem kesehatan untuk menjamin ASKES terhadap intervensi yang
cost-effective berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan wanita,
keluarga dan masyarakat dan mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang
lestari sebagai suatu prioritas dalam program pembangunan nasional. Dan tujuan Making
Pregnancy Safer adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di
Indonesia (Depkes RI, 2001).
B. TUJUAN
Penulisan Makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dan
dapat bermanfaat bagi kalangan mahasiswa. Secara terperinci tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah :
1. Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah PKK Laboratorium
2. Mengetahui pengertian, etiologi, factor yang berhubungan, cara menegakkan
diagnose, komplikasi dan penatalaksanaan.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari kuretase ?
2. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari section caesaria ?
3. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari laparatomi ?
4. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari ekstraksi vakum ?
5. Apakah definisi, etiologi, dan penatalakasanaan dari ekstraksi forceps ?
4. 3
BAB III
TINJAUAN TEORI
A. KURETASE
1. Definisi
Kuret adalah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan dari dalam
rahim.Jaringn itu sendiri bisa berupa tumor,selaput rahim,atau Janin yang dinyatakan
tidak berkembang maupun sudah meninggal.Dengan alasan medis,tidak ada cara lain
jaringan semacam itu harus dikeluarkan ( Dr.H.Taufik Jamaan,SpOG)
Kuretase adalah suatu tindakan medis yang dilakukan untuk membersihkan
sisa kehamilan,kematian janin usia kehamilan < 20 minggu,janin yang tidak
berkembang ( tidak ditemukan adanya janin sehingga yang berkembang hanya
plasentanya saja,perdarahanan rahim disfungsional ( menometrooaghia) dan
penegakan dignosa satu penyakit( myoma uter,kanker endometrium).
2. Tujuan
Menurut ginekolog dari Morula Fertility Clinik,RS Bunda Jakarta,tujuan kuret ada
dua yaitu :
a. Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus.Intinya kuret ditempuh oleh dokter untuk
membersihkan rahim dan dinding rahim dari benda-benda atau jaringan yang tidak
diharapkan.
b. Sebagai penegakan Diagnosis, mencaritahu gangguan yang terdapat pada rahim
apakah sejenis tumor atau gangguan lain.
Meskipun tujuan berbeda tapi tindakan yang dilakukan sama.Begitupun persiapan
yang harus dilakukan pasien sebelum menjalankan kuret.
3. Indikasi
Abortus Inkomplitus >>> untuk menghentikan perdarahan.
Blighted Ova >>> tidak ditemukan janin hanya plasenta oki harus dikeluarkan
karena bisa jadi keganasan.
Dead Conseptus >>> USG janin tidak berdenyut ( apabila hamil 16-20 mgg >>
diperlukan obat perangsang untuk pengeluaran janin dilanjutkan kuretase.
5. 4
Ab.Mola >> tidak ditemukan janin yang tumbuh hanya plasenta dgn gambaran
bergelembung sepert buah anggur.
Menometorarghia >> perdarahan banyak dan panjang diantara siklus haid
4. Persiapan Kuretase
a. Alat tenun terdiri dari :
Baju operasi.
Laken
Duk kecil
Sarung meja mayo
b. Alat instrumen untuk kuretase
Spekulum
sonde. ( untuk mengukur kedalaman rahim , Untuk mengetahui lebarnya
lubang vagina )
Alat kuret
Klem jaringan.
Klem dinding rahim/uterus.
Nierbeken
Kasa steril
Sarung tangan steril.
c. Alat tambahan.
Mesin EKG
Mesin O2 dan N2O
Infus set dan cairannya.
Guedel
Bethadin
Larutan NaCl 0,9% 1000 cc
Tempat sampah.
6. 5
5. Pemeriksaan Sebelum Kuretase
a. USG
b. Mengukur Tensi dan HB
c. Memeriksa sistem pernafasan
d. Mengatasi perdarahan
e. Memastikan pasien dalam kondisi fit
f. Puasa 8-12 jam >> dilakukan pembiusan.
6. Perawatan Post Kuretase.
a. Perhatikan sudah nafas spontan atau belum.
b. Dipindahkan ke recovey room.
c. Post operasi >>> ttv,O2, 2 ltr/m baru dipindahkan ke ruang perawatan.
Perawatan pasien post kuretase
Perhatikan tanda-tanda vital.
Cek perdarahan
Beri dukungan bagi pasien dan ajarkan keluarganya
Mobilisasi.
7. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Perforasi dinding rahim
c. Gangguan haid.
d. Infeksi
e. Kanker trofobalst akibat sisa plasenta yang ada didinding rahim.
8. Langkah kerja
PERSIAPAN
Persiapan Penderita
Pemeriksaan umum
Pasang infus cairan sebagai profilaksis.
Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi. Pada umumnya diperlukan anestesi
infiltrasi lokal atau umum secara intravena dengan ketalar
7. 6
Persiapan Alat-Alat Kuretase
PERSIAPAN
Alat-alat kuretase disediakan dalam keadaan aseptik :
Speculum dua buah
Tampon tang
Kochel tang / tenaculum
Sonde uterus
Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar
Cunam abortus
Bermacam-macam ukuran sendok kerokan (kuret)
Kain steril, dan sarung tangan dua pasang
TEKNIK KURETASE
a. Tentukan letak rahim. Dg pemeriksaan dalam. Agar saat memasukkan alat-alat
itu harus disesuaikan dengan letak rahim. Jangan terjadi salah arah (false route)
dan perforasi.
b. Sondase . Masukkan sonde sesuai dangan letak rahim, tentukan dalamnya sonde.
Caranya adalah setelah ujung sonde terasa membentur fundus uteri, telunjuk
tangan kanan diletakkan / dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar, lalu
baca berapa cm.
8. 7
c. Dilasi. Bila pembukaan serviks kurang lakukan dilatasi dengan Bougie Hegar.
Pegang busi seperti memegang pensil,masukkan hati-hati sesuai letak rahim.
Untuk mencegah kemungkinan perforasi usahakan memakai sendok kuret yang
agak besar, dengan dilatasi lebih besar.
d. Cunam abortus. Jika terdapat jaringan, pakai cunam abortus untuk
mengeluarkannya. Caranya, masukkan cunam abortus dalam keadaan tertutup.
Saat terasa membentur fundus uteri, cunam ditarik sedikit dan dibuka kemudian
jaringan ditarik dengan cunam.
e. Kuretase. Pakai sendok kuret agak besar. Memasukkan bukan dengan
kekuatan,lakukan kerokan dimulai di bag. tengah. Pakai sendok kuret yang tajam
karena lebih efektif dan lebih terasa sewaktu melakukan kerokan pada dinding
rahim (seperti bunyi mengerok kelapa).
Tanda bahwa sudah bersih adalah dari bunyinya, keluar darah merah segar dan
berbusa. Memegang, memasukkan, dan menarik alat-alat harus hati-hati, lakukanlah
dengan lembut sesuai dengan arah dan letak rahim.
B. SECTIO CAESARIA
1. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
2. Jenis – Jenis
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini adalah:
9. 8
Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
Bahaya peritonitis tidak besar.
Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk
melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen atas uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak
dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
Atonia uteri
Plasenta accrete
Myoma uteri
Infeksi intra uteri berat
3. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
10. 9
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
(a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
(b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
11. 10
(c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Saifuddin, 2002).
4. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak
lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun
ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak
dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya
anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak
efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup.
Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas
usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka
12. 11
peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002)
a. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
1) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
2) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
3) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
6) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
7) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
1) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
13. 12
2) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1
cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan
gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin
dengan dua jari operator.
3) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan
cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
4) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
5) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
6) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
7) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang
plain catgut no.1 dan 2
8) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air
ketuban
9) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
c. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
1) Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser
kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
2) Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal
profunda demikian juga cara menutupnya.
d. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
1) Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga
cara melahirkan janinnya.
14. 13
2) Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem
secukupnya.
3) Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
4) Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi
segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
5) Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada
tunggul serviks uteri diatasi.
6) Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
7) Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut ( no.1
atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
8) Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
9) Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
10) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
SC (Sectio Caesaria)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG ), Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
b. Pemindaian CT , Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
15. 14
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht
bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi
lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin
AGD
Kadar kalsium darah
Kadar natrium darah
Kadar magnesium darah
6. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptur uteri.
16. 15
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan awal
Letakan pasien dalam posisi pemulihan
Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
Transfusi jika diperlukan
Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
17. 16
e. Perawatan fungsi kandung kemih
Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral
per hari sampai kateter dilepas
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka
Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut
Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
Ganti pembalut dengan cara steril
Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
g. Jika masih terdapat perdarahan
Lakukan masase uterus
Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
h. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
i. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
18. 17
Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
j. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
k. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi
berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk)
agar diding abdomen tidak tegang.
Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen
Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi
obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan
karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan
diafragma. Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan
mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu
memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam
sekali.
Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan
kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan
bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk
mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi
nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan
jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau
general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
19. 18
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan
abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole
DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK UNTUK KETERAMPILAN
SEKSIO CAESARIA
Hari / Tgl ujian :
Penguji :
Beri tanda ceklis pada kotak yang tersedia bila keterampilan/tugas telah dikerjakan
dengan memuaskan, berikan tanda silang bila tidak dikerjakan dengan memuaskan serta
T/D bila tidak dilakukan pengamatan.
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN SEKSIO CAESARIA
1. PERSIAPAN
a. memberikan penjelasan dan izin tindakan
b. menetapkan indikasi seksio caesaria
c. menentukan jenis seksio caesaria
d. mempersiapkan tim
e. memasang folley kateter
f. melakukan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
2. TEKNIK
a. melakukan insisi abdomen
b. mengeksplorasi uterus dan organ genitalia lainnya
c. memasang kasa perut basah
d. mengidentifikasi dan menyayat plikavesikacuterina, kandung
kemih disisihkan kebawah
e. menyayat SBU 2-3 cm dan dilebarkan secara tajam ke
samping berbentuk similar atau U
f. Memecahkan ketuban dan melahirkan janin
g. menjepit insisi uterus dengan klem
h. melahirkan plasenta
i. mereparasi uterus, tepi luka dijahit dengan simpul 8 lapis
pertama dijahit secara jelujur dengan kronk k no.1 atau seksio
interrupted, tepi kedua secara jelujur.
20. 19
j. melakukan reperionisasi dengan plikavesikacuterina
k. mengeksplorasi genetalia interna dan melepaskan kasa perut
dasar
l. menjahit peritoneum secara jelujur dengan benang plain cut
gut no 2-0
m. menjahit fasia dengan dexon atau vycryl no. 1 secara jelujur
n. menjahit subkutis dengan beberapa simpul cut gut
o. menjahit kulit
3. PASCA BEDAH
a. menutup luka operasi
b. mengawasi fungsi/tanda vital ibu
c. membuat catatan rekam medic, termasuk rencana pelaksanaan
selanjutnya.
d. merencanakan rawat gabung sedini mungkin
e. memberikan informasi pada kasus dan keluarganya
C. LAPARATOMI
1. Definisi
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi
lebih umum pembedahan perut (Harjono. M, 1996). Pembedahan yang dilakukan
pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif
Mansjoer, 2000). Ramali Ahmad (2000) mengatakan bahwa laparatomy yaitu
pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi. Sedangkan menurut
Sanusi (1999), laparatomi adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau
abdomen.
2. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada
kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping
faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
21. 20
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menopose. Seringkali terdapat pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri
akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya
hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis
(50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan
hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat)
menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak
daripada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode
ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan
Estrogen.
3. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul diantaranya:
Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia. Faktor-
faktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:
hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium karena pengaruh
ovarium
Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
22. 21
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di antara
serabut miometrium
Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang
mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama saat
menstruasi
Pembesaran perut bagian bawah
Uterus membesar merata
Infertilitas
Perdarahan setelah bersenggama
Dismenore
Abortus berulang
Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.
(Chelmow, 2005)
4. Patofisiologi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang
dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau
tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan ,
pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)-
dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan
laparatomy
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan darah,
memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan usus.
Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau
23. 22
sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,
kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan
respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas
kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi,
nyeri akut. & 2 menyebabkan :
Jenis Laparotomi
Menurut Tekhnik Pembedahan :
1) Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
Paparan bidang pembedahan yang baik
Dapat diperluas ke cephalad ( ke arah “kranial” )
Penyembuhan dan kosmetik tidak sebaik insisi tranversal
Dipilih cara ini bila insisi tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan
paparan bidang pembedahan yang memadai
Dipilih pada kasus gawat-darurat
2) Insisi pada garis tranversal abdomen (Pfannenstiel incision)
Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi.
Keuntungan:
Jarang terjadi herniasi pasca bedah
Kosmetik lebih baik
Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik
Kerugian:
Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas
Tehnik relatif lebih sulit
Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak
Jenis insisi tranversal :
a. Insisi PFANNENSTIEL :
Kekuatan pasca bedah : BAIK
Paparan bidang bedah : KURANG
b. Insisi MAYLARD :
Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh karena
dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan disisihkan ke arah
kranial dan kaudal
Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal
24. 23
Dibanding insisi MIDLINE :
- Nyeri pasca bedah kurang.
- Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun
- Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses pada organ
abdomen bagian atas sangat kurang.
c. Insisi CHERNEY :
Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus dilakukan
pada origo di simfisis pubis.
Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang
pembedahan terbatas.
d. Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5
cm).
e. Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
Jenis Laparatomi Menurut Indikasi
1) Adrenalektomi: pengangkatan salah satu atau kedua kelenjar adrenalin
2) Apendiktomi: operasi pengangkatan apendiks
3) Gasterektomi: pengangkatan sepertiga distal lambung (duodenum/jejunum,
mengangkat sel-sel penghasil gastrin dalam bagian sel parietal)
4) Histerektomi: pengangkatan bagian uterus
5) Kolektomi: seksisi bagian kolon atau seluruh kolon
6) Nefrektomi: operasi pengangkatan ginjal
7) Pankreatomi: pengangkatan pancreas
8) Seksiosesaria: pengangkatan janin dengan membuka dinding ovarium melalui
abdomen.
9) Siksetomi: operasi pengangkatan kandung kemih
10) Selfigo oofarektomi: pengangkatan salah satu atau kedua tuba valopi dan ovarium
5. Indikasi Bedah Laparatomi
Tindakan laparatomi bisa ditegakkan atas indikasi pada klien dengan apendiksitis,
pangkreatitis, hernia, kista ovarium, kangker serviks, kangker ovarium, kangker tuba
falopi, kangker hati, kangker lambung, kangker kolon, kangker kandung kemih,
25. 24
kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis, trauma abdomen, pendarahan abdomen,
massa abdomen, dll.
6. Manifestasi Klinik Tindakan Laparatomi
a. Nyeri tekan
b. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
c. Kelemahan
d. Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
e. Konstipasi
f. Mual dan muntah, anoreksia
7. Topografi anatomi abdomen
Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk
menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
a. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal
melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan
bawah, dan kiri bawah
b. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua
garis vertikal.
Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga
kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior
(SIAS).
Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS
dan mid-line abdomen.
Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri,
lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/
suprapubik, dan iliaka kiri.
8. Komplikasi
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah
vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
26. 25
b. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram
positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka
yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan
antiseptik.
c. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah
keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau
eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan
yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
d. Ventilasi paru tidak adekuat
e. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
f. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
D. EKSTRAKSI VAKUM
1. Definisi
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan
ekstraksi vakum pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstrator vakum atau ventouse
(Depkes RI,2002). Menurut Mansjoer Arif (1999) tindakan ini dilakukan dengan
memasang sebuah mangkuk (cup) vakum di kepala janin dan tekanan negatif.
Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetri yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi
(CuninghamF2002).
2. Indikasi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan
ekstraksi porcef/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan,
penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II
yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse
menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan
secara pervaginam, maka perlu tindakan ekstraksi vakum/tindakan ekstraksi vakum
menyebabkan terjadinya toleransi pada servik uteri dan vagina ibu. Di samping itu
27. 26
terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intracranial
(Mansjoer Arif, 1999)
3. Syarat dari Ekstraksi Vakum:
Janin ater
Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)
Pembukaan serviks sudah lengkap
Kepala janin sudah enganged.
Selaput ketuban sudah pecah atau jika belum, dipecahkan
Harus ada kontraksi uterus atau his dan tenaga mengejan ibu.
4. Komplikasi Ekstraksi Vakum
Pada ibu, ekstraksi vakum dapat menyebabkan perdarahan, trauma jalan lahir dan
infeksi. Pada janin ekstrasi vakum dapat menyebabkan ekskoriasi kulit kepala, cepal
hematoma, subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi
janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus
neonatorum yang agak berat, nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), dapat menimbulkan
alopesia (Mansjoer Arif, 1999).
5. Prosedur Ekstraksi Vakum
Ibu tidur dalam posisi lithotomi. Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum.
Bila waktu pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, diberi anesthesia infiltrasi atau
pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia
inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang mangkuk saja. Setelah semua
bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan
pembukaan serviks (Mansjoer Arif, 1999).
Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk
dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah
kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan
letak denominator. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga
0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : 0,7-0,8
kg/cm2. Hal ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit (Rustam Mochtar,
1999).
Dengan adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput
suksedaneum arrifisial (chignon). Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa
dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit. Bersamaan
28. 27
dengan timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah
sumbu panggul (Rustam Mochtar, 1999).
Pada waktu melakukan tarikan ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan
kiri dan tangan kanan penolong. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan
mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada
pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam
posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan
meloncat kearah muka penolong. Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan harus
mengikuti putaran paksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis
(Rustam Mochtar, 1999).
Bila his berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara
intermitten, bersama-sama dengan his. Kepala janin dilahirkan dengan menarik
mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan
suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala
sebagaimana lazimnya.
Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong
segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pintu dibuka, udara masuk ke dalam
botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas. Bila diperlukan episiotomi,
maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka
vulva. Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas
sebanyak 3 kali. Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
a. Tenaga vakum terlalu rendah
b. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum
sempurna yang mengisi seluruh mangkuk.
c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk
tidak dapat mencengkram dengan baik.
d. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
e. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik.
f. Traksi terlalu kuat
g. Cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung.
h. Adanya disproporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus
diteliti satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan
koreksi. Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.
29. 28
6. Keunggulan Ekstraksi Vakum
Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
Tidak diperlukan narkosis umum
Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan lahir
Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan
serviks belum lengkap
Trauma pada kepala janin lebih ringan (Rustam Mochtar, 1999).
7. Kerugian Ekstraksi Vakum
Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap
sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang
berlebihan.
Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet
dan harus selalu kedap udara. (Rustam Machtar, 1999).
8. ETIOLOGI
Kelelahan pada ibu : terkurasnya tenaga ibu pada saat melahirkan karena
kelelahan fisik pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
Partus tak maju : His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persaiinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kematian (Prawirohardjo, 2005).
Gawat janin : Denyut Jantung Janin Abnormal ditandai dengan:
a. Denyut Jantung Janin irreguler dalam persalinan sangat bereaksi dan dapat
kembali beberapa waktu. Bila Denyut Jantung Janin tidak kembali normal
setelah kontraksi, hal ini mengakibatkan adanya hipoksia.
b. Bradikardia yang terjadi di luar saat kontraksi atau tidak menghilang setelah
kontraksi.
c. Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya demam pada ibu
(Prawirohardjo, 2005).
30. 29
LANGKAH KLINIK EKSTRAKSI VAKUM
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK EKSTRAKSI
VAKUM
LANGKAH / KEGIATAN
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
1.
Sapa pasien dan keluarganya, perkenalkan bahwa anda petugas yang akan
melakukan tindakan
2. Jelaskan tentang diagnosis dan penatalaksanaan kala II lama
3.
Jelaskan bahwa setiap tindakan medic mengandung risiko, baik yang telah
diduga sebelumnya maupun tidak.
4.
Pastikan bahwa pasien dan keluarganya telah mengerti dengan jelas tentang
penjelasan tersebut diatas.
5.
Beri kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk mendapat
penjelasan ulang, apabila lagu dan belum megerti.
6.
Setelah pasien dan keluarga mengerti dan memberikan persetujuan untuk
dilakukan tindakan ini, mintakan persetujuan secara tertulis dengan mengisi
dan menandatangani formulir yang telah disediakan.
7.
Masukan lenbar persetujuan medik yang telah diisi dan ditanda tangani
kedalam catatan medic pasien.
8.
Serahkan kembali catatan medik pasien setelah penolong memeriksa
kelengkapannya catatan kondisi pasien dan pelaksanaan induksi.
PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN
PASIEN
9.
Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha
sudah dibersihkan dengan air dan sabun.
10. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmuner
11. Siapkan kain alas bokong, sarung kaki, dan penutup perut bawah
12.
Medikamantosa :
Oksitosin
Ergomertin
31. 30
Prokain
13. Larutan antiseptik (providon, idoin 10%
14. Oksigen dengan regulator
15.
Instrument
Partus set: 1 set
Vakum ekstraltor : 1 set
Klem ovum : 2
Cunam tampon : 1
Tabung 5 ml dan jarum suntik no.23 (sekali pakai) : 2
Speculum sims S atau L dan kateter karet : 2 dan 1
PENOLONG (Operator dan asesten)
16.
Baju kamar tindakan, pelapis plastik, masker dan kacamata pelindung : 1
set
17. Sarung tangan DTT,steril : 2 pasang
18. Alas kaki (sepatu “boot” karet) : 1 pasang
19.
Instrument :
Monoaural stetoskop dan stetoskop, tensimenter : 1
ANAK
20.
Instrument :
Penghisap lendir dan sudep /penekan lidah : 1 set
Kain penyeka muka dan badan : 2
Meja bersih, kering dan hangat (untuk tindakan) : 1
Incubator : 1 set
Pemotong dan pengikat tali pusat : 1 set
Tabung 20 ml dan jarum suntik 23/insulin (sekali pakai) : 2
Kateter intravena atau jarum kupu-kupu :2
Popok dan selimut : 1
PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN
21. Cuci tangan dan lengan (hingga siku) dengan sabun dibawah air mengalir
22. Keringkan tanggan dengan handuk DTT
23. Pakai baju dan alas kaki kamar tindakan, masker dan kacamata pelindung
24. Pakai sarung tanggan DTT/steril
25. Pasien dengan posisi litotomi, pasangkan alas bokong sarung kaki, dan
32. 31
penutup perut bawah fiksasi dengan klem kain.
26.
Instruksikan asisten untuk menyimpan ekstraktor vakum dan pastikan
petugas dan alat untuk menolong bayi sudah siap.
27.
Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan terpenuhinya persyaratan
ekstraksi vakum (presentasi belakang kepala, tidak premature, pembukaan
lengkap, hodge IV /didasr panggul).
28.
Masukan tanggan kedalam wadah yang mengandung larutan klorin 0,5 %.
Bersihkan darah dan cairan tubuh yang melekat pada sarung tanggan,
lepaskan secara terbalik rendam dalam larutan tersebut.
29. Pakai sarung tangan DTT/steril yang baru
PEMASANGAN MANGKUK VAKUM
30.
Masukan mangkuk vakum melalui introitus vagina secara miring dan
setelah melewati bagian yang tidak rata didaerah ubun-ubun kecil.
31.
Dengan jari tengah dan telunj uk tangan kiri, tahan
mangkuk pada posisinya dan dengan jari tengah dan telunjuk
tangan kiri, lakukan pemeriksaan di sekeliling tepi mangkuk,untuk
memastikan tidak ada bagian vagina atau portio yang terjepit diantara
mangkuk dankepala
32.
Setelah hasil pemeriksaa n ternyata baik, keluarkan jari
tangan kiri, jari tangan kanan tetap menahan mangkuk pada
posisinya, instruksikan asisten untuk mulai menaikkan tekanannegatif
dalam mangkuk vakum secara bertahap
33.
P o mp a hing ga t e k a na n 1 0 0 mmH g ( s k a la 1 0 a t a u -
0 , 2 k g/ s m2 p a d a j e nis M a lms t r o o m k la s ik ) s e t e la h 2
me nit , na ik k a n hing ga 4 0 0 mmH g ( s k a la 4 0 a t a u -
0 , 4 k g/ s m2 Malmstroom klasik). Tekanan maksimal adalah 600
mmHg (skala 60 atau -0,6 kg/sm2Malmstroom), hanya dipakai bila his
kurang kuat/memerlukan tarikan kuat (ingat: janganmenggunakan tekanan
maksimal pada kepala bayi, lebih dari 8 menit)
34.
s a mb il me nun g g u his , j e la s k a n p a d a p a s ie n b a hw a
p a d a his p unc a k ( fa s e a c me ) p a s ie n har us mengedan
sekuat & selama mungk in. Tarik lipat lutut dengan lipat
siku agar tekanan abdomen menjadi lebih efektif
33. 32
PENARIKAN
35.
P a d a fa s e a c me ( p unc a k ) d a r i his , mint a p a s ie n
unt uk me nge j a n s e p e r t i t e r s e b ut d ia t a s , lakukan
penarikan dengan pengait mangkuk, dengan arah sejajar lantai
(tangan kananmenarik pengait, ibu jari tangan kiri menahan
mangkuk, telunjuk dan jari tengah padakulit kepala bayi)
36.
Bila b e lum b e r ha s i l p a d a t a r ik a n p e r t a ma , ula ng i
la gi p a d a t a r ik a n k e d ua . Ep is io t o m i (pada primi atau
pasien dengan perineum kaku) dilakuka n saat kepala
mendorong perineum: bila tarikan kedua dilakukan dengan benar dan
bayi belum lahir, sebaiknya pasien dirujuk (ingat: penatalaksaan rujukan)
37
Saat suboksiput berada di bawah simfis is, arahkan
tarikan ke atas hingga lahir berturut - turut dahi, muka, dan
dagu.
LAHIRK AN BAYI
38
K e p a l a b a y i d i p e g a n g b i p a r i e t a l , g e r a k a n k e
b a w a h u n t u k m e l a h i r k a n b a h u d e p a n , kemudian
gerakan ke atas untuk melahirkan bahu belakang, kemudian lahirkan bayi
39
B e r s i h k a n m u k a ( h i d u n g d a n m u l u t ) b a y i
d e n g a n k a i n b e r s i h , p o t o n g t a l i p u s a t d a n serahkan
bayi kepada petugas bagian anak
L A H I R K A N P L A S E N T A
40
T u n g g u t a n d a l e p a s n y a p l a s e n t a , l a h i r k a n
p l a s e n t a d e n g a n m e n a r i k t a l i p u s a t d a n mendorong
ke arah dorsokranial
41
P e r ik s a k e le ngk a p a n p la s e nt a ( p e r ha t ik a n b ila
t e r d a p a t b a gia n- b a g i a n ya ng le p a s a t a u tidak lengkap)
42
M a s u k k a n p l a s e n t a k e d a l a m t e m p a t n y a
E K S P O L A S I J A L A N L A H I R
43
M a s uk k a n s p e k ulu m s im’ s / L a t a s d a n b a w a h p a d a
va gin A a
44 P e r ha t ik a n a p a k a h t e r d a p a t r o b e k a n p e r p a nj a nga n
34. 33
luk a e p is io t o mo a t a u r o b e k a n p a d a dinding vagina di tempat
lain
45
A m b i l k l e m o v u m s e b a n y a k 2 b u a h , l a k u k a n
p e n j e p i t a n s e c a r a b e r g a n t i a n k e a r a h samping, searah
jarum jam, perhatikan ada tidaknya robekan portio
46
Bila terjadi robekan di luar luka episioto mi, lakukan
penjahita n
PENJAHITAN EPISIOTOMI
47
P a s a ng p e no p a ng b o k o ng ( b e r i a t a s k a in) . S unt ik a n
p r o k a in 1 % ( ya ng t e la h d is ia p k a n dalam tabung suntik)
pada sisi dalam luka episiotomi (otot, jaringan, submukosa
dansubkutis) bagian atas dan bawah. Uji hasil infiltrasi dengan menjepit
kulit perineum yangdianestesi dengan pinset bergigi
48
M a s uk k a n t a mp o n va gina k e mud ia n j e p it t a li
p e ngik a t t a mp o n d a n k a in p e nut up p e r ut bawah dengan
kocher
49
D i m u l a i d a r i l u k a e p i s i o t o m i b a g i a n d a l a m ,
j a h i t l u k a b a g i a n d a l a m s e c a r a j e l u j u r bersimpul
ke arah luar, kemudian tautkan kembali luka kulit dan mukosa
secarasubkutikuler atau jelujur matras
50
T a r i k t a l i p e n g i k a t t a m p o n v a g i n a s e c a r a
p e r l a h a n - l a h a n h i n g g a t a m p o n
d a p a t dikeluarkan, kemudian kosongkan kandung kemih
51
B e r s i h k a n n o d a d a r a h , c a i r a n t u b u h d a n a i r
k e t u b a n d e n g a n k a p a s y a n g t e l a h d i b e r i larutan
antiseptik
52
Pasang kassa yang dibasahi dengan providon iodine pada
tempat jahitan episioto mi
53
S e me nt a r a ma s ih me ngg u na k a n s a r ung t a nga n,
k ump ulk a n ins t r u me n d a n ma s uk k a n k e dalam wadah yang
berisi cairan klorin 0,5%.
54 M a s uk k a n s a mp a h b a ha n ha b is p a k a i k e t e mp a t
35. 34
ya ng t e r s e d ia
55
Benda atau bagian yang tercemar darah atau cairan tubuh
dibubuhi dengan klorin 0,5%
56
Masukkan tangan ke dalam wadah yang berisi larutan
klorin 0,5%, bersihkan darah ataucairan tubuh pasien yang
melekat pada sarung tangan, lepaskan terbalik dan rendamdalam
wadah tersebut
CUCI TAN GGAN PASCA TIN DAK AN
57
Masukkan tangan ke dalam wadah yang berisi larutan
klorin 0,5%, bersihkan darah ataucairan tubuh pasien yang
melekat pada sarung tangan, lepaskan terbalik dan rendamdalam
wadah tersebut
58
K e r i n g k a n t a n g a n d e n g a n h a n d u k /
tissue
yang bersih
P E R A W A T A N P A S C A T I N D A K A N
59
P e r ik s a k e mb a li t a nd a vit a l p a s ie n, s e ge r a la k uk a n
t ind a k a n d a n b e r i ins t r uk s i la nj ut apabila diperlukan
60
C a t a t k o nd is i p a s ie n p a s c a t ind a k a n, d a n b ua t
la p o r a n t ind a k a n d i d a la m k o lo m ya ng tersedia pada status
pasien
61
Buat instruks i pengobatan lanjuta n dan pemantaua n
kondisi pasien (pertahankan infus bila diperlukan. Bila keadaan
umum cukup baik, lepaskan infus)
62
Be r it a h uk a n p a d a p a s ie n b a hw a t ind a k a n t e la h
s e le s a i d ila k s a na k a n d a n p a s ie n ma s ih me me r l u k a n
p e r a w a t a n la nj ut a n
63
Be r s a ma p e t uga s ya ng a k a n me la k uk a n p e r a w a t a n,
j e la s k a n j e nis d a n la ma p e r a w a t a n serta laporkan pada
petugas tersebut jika ada keluhan/gangguan pascatindakan
64
T e g a s k a n p a d a p e t u g a s y a n g m e r a w a t u n t u k
m e l a k s a n a k a n i n s t r u k s i p e r a w a t a n d a n pengobatan
serta laporkan segera bila pada pemantauan lanjutan terjadi perubahan-
perubahan seperti yang ditulis dalam catatan pascatindakan
36. 35
E. EKSTRAKSI FORSEPS
1. PENGERTIAN
Forceps digunakan untuk menolong persalinan bayi dengan presentasi verteks,
dapat digolongkan sebagai berikut, menurut tingkatan dan posisi kepala bayi pada
jalan lahir pada saat daun forceps dipasang.
Ekstraksi forceps adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan
suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya. (Hanifa W,1991: 88)
Cunam atau forceps adalah suatu alat obstetrik terbuat dari logam yang digunakan
untuk melahirkan anak dengan tarikan kepala. (Phantom,:178)
Ekstraksi cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat
kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin (kepala) dengan alat
cunam. ( Bari Abdul, 2001: 501)
2. KLASIFIKASI EKSTRASI FORCEP
Pada tahun 1988, ACOG mengeluarkan klasifikasi ekstraksi forsep, yaitu :
a. Outlet Forsep
1. Skalp terlihat pada introitus tanpa memisahkan labia
2. Kepala bayi telah mencapai dasar panggul
3. Sutura sagitalis pada posisi anteroposterior atau ubun-ubun kecil kiri/kanan
depan atau belakang
4. Kepala bayi pada perineum
5. Rotasi tidak melebihi 45 derajat
b. Low Forsep
1. Kepala pada station > +2, namun tidak pada dasar panggul
2. Rotasi kurang dari 45 derajat (ubun-ubun kecil kiri/kanan depan atau
kiri/kanan belakang atau belakang)
3. Rotasi lebih dari 45 derajat
c. Midforsep
1. Station diatas +2 namun kepala engaged
d. High
1. Tidak dimasukkan kedalam klasifikasi
3. TUJUAN PERSALINAN EKSTRAKSI FORCEP
Menurut Rustam Mochtar 1998, persalinan dengan ekstraksi forceps bertujuan:
a. Traksi yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan
37. 36
b. Koreksi yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil dikiri atau dikanan
depan atau sekali-kali. Ubun-ubun melintang kiri dan kanan atau ubun-ubun kiri
atau kanan belakang menjadi ubun- ubun depan ( dibawah symphisis pubis)
c. Kompresor yaitu untuk menambah moulage kepala
4. INDIKASI
Indikasi pertolongan ekstraksi forceps adalah
a. Indikasi ibu
Ruptura uteri mengancam, artinya lingkaran retraksi patologik band sudah
setinggi 3 jari dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai H III- H IV.
Adanya oedema pada vagina atau vulva. Adanya oedema pada jalan lahir
artinya partus sudah berlangsung lama.
Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meninggi, lochia berbau.
Eklamsi yang mengancam
Indikasi pinard, yaitu kepala sudah di H IV, pembukaan cervix lengkap,
ketuban sudah pecah atau 2jam mengedan janin belum lahir juga
Pada ibu-ibu yang tidak boleh mengedan lama, misal Ibu dengan
decompensasi kordis , ibu dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan anemi
berat (Hb 6 gr % atau kurang), pre eklamsi berat, ibu dengan asma broncial.
Partus tidak maju-maju
Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga.
b. Indikasi janin Gawat janin
Tanda-tanda gawat janin antara lain :
Cortonen menjadi cepat takhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur
DJJ menjadi lambat bradhikardi 160 kali per menit dan
tidak teratur
Adanya mekonium (pada janin letak kepala) Prolapsus funikulli, walaupun
keadaan anak masih baik.
38. 37
5. KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi dari ekstraksi forceps meliputi:
a. Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagisehingga kepala
sulit dipegang oleh forceps
b. Anencephalus
c. Adanya disproporsi cepalo pelvik.
d. Kepala masih tinggi
e. Pembukaan belum lengkap
f. Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel.
g. Jika lingkaran kontraksi patologi bandl sudah setinggi pusat atau lebih
6. SYARAT DILAKUKAN EKSTRAKSI FORCEP
Keputusan untuk melakukan ekstaksi forsep sama pentingnya dibandingkan
dengan keputusan untuk seksio sesarea. Terdapat persyaratan minimum untuk
ekstraksi forsep, yaitu:
a. Kepala janin engaged
b. Selaput ketuban telah pecah
c. Pembukaan lengkap
d. Anak hidup termasuk keadaan gawat janin
e. Penurunan H III atau H III- H IV ( puskesmas H IV atau dasar panggul
f. Kontraksi baik
g. Ibu tidak gelisah atau kooperatif
h. Posisi janin diketahui dengan pasti
i. Panggul telah dinilai adekuat
j. Terdapat anestesi yang sesuai
k. Operator mempunyai ketrampilan dan pengetahuan mengenai peralatan
l. Adanya kemauan untuk membatalkan tindakan bila ekstraksi forsep tidak lancar
m. Informed consent baik oral meskipun lebih baik tertulis
7. JENIS TINDAKAN
Berdasarkan pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan beberapa macam
tindakan ekstraksi forceps, antara lain:
a. Forceps rendah
39. 38
Dilakukan setelah kepala bayi mencapai H IV, kepala bayi mendorong perineum,
forceps dilakukan dengan ringan disebut outlet forceps.
b. Forceps tengah
Pada kedudukan kepala antara H II atau H III, salah satu bentuk forceps tengah
adalah forceps percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala.
Bila aplikasi dan tarikan forceps berat membuktikan terdapat disproporsi kepala
panggul . Forceps percobaan dapat diganti dengan ekstraksi vaccum.
c. Forceps tinggi
Dilakukan pada kedudukan kepala diantara H I atau H II, forceps tinggi sudah
diganti dengan seksio cesaria.
8. TEKNIK EKSTRAKSI FORCEP
Pasien diposisikan dalam posisi litotomi dengan tungkai fleksi dan abduksi. Vulva
dan perineum diberikan solusi antiseptik yang cukup. Kandung kemih dinilai, bila
perlu dikosongkan. Pemeriksaan dalam dilakukan lagi, untuk meyakinkan bahwa
semua syarat forsep telah terpenuhi.
Tujuan aplikasi forsep adalah untuk mencakup kepala secara simetris. Bilah forsep
harus terpasang secara simetris pada sisi kepala bayi dan melewati malar eminensia.
Setelah forsep terpasang, harus dilakukan pemeriksaan ulang apakah aplikasi telah
tepat sebelum dilakukan traksi atau rotasi.
Penilaian untuk aplikasi forsep yang tepat adalah :
a. Sutura sagitalis tegak lurus dengan plana forsep
b. Ubun-ubun kecil berada satu jari diatas dari plana forsep, dan mempunyai jarak
yang sama dari kedua sisi bilah
c. Jika bilah yang dipakai merupakan yang fenstrated, fensetrasi hanya satu jari
didepan dari kepala bayi
9. KOMPLIKASI
Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah sebagai berikut
a. Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps dibagi menjadi
1. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa:
a) Perdarahan
Dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta trauma
jalan lahir yang meliputi ruptura uteri, ruptura cervix,
40. 39
robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan
perineum.
b) Infeksi
Terjadi karena sudah terdapat sebelumnya, aplikasi alat
menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang dapat
memudahkan infeksi dan menyebabkan sub involusi uteri serta saat
melakukan pemeriksaan dalam.
2. Komplikasi segera pada bayi
a) Asfiksia
Karena terlalu lama di dasar panggul sehingga terjadi
rangsangan pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan
jepitan langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra kranial,
edema intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma
langsung jaringan otak. Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menjalar ke
bayi
b) Trauma
Trauma langsung forceps yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura
tulang kepala; kerusakan pusat vital di medula oblongata; trauma langsung
pada mata, telinga dan hidung; trauma langsung pada persendian tulang
leher; gangguan fleksus brachialis atau paralisis Erb, kerusakan saraf
trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan.
3. Komplikasi kemudian atau terlambat
a. Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps
Perdarahan yang disebabkan oleh plasenta rest, atonia uteri sekunder
serta jahitan robekan jalan lahir yang terlepas.
Infeksi, Penyebaran infeksi makin luas
Trauma jalan lahir yaitu terjadinya fistula vesiko vaginal,
terjadinya fistula rekto vaginal dan terjadinya fistula utero vaginal.
b. Komplikasi terlambat pada bayi dalam bentuk:
Trauma, ekstraksi forceps dapat menyebabkan cacat karena aplikasi
forceps.
Infeksi yang berkembang menjadi sepsis yang dapat menyebabkan
kematian serta encefalitis sampai meningitis.
41. 40
Gangguan susunan saraf pusat
Trauma langsung pada saraf pusat dapat menimbulkan
gangguan intelektual.
Gangguan pendengaran dan keseimbangan.
DAFTAR TILIK PENATALAKSANAAN EKSTRAKSI FORSEPS
Petunjuk :
1. Baca dan pelajari daftar tilik yang tersedia
2. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan sebelum tindakan dimulai
3. Susun alat secara ergonomis dan periksa kelengkapannya
4. Ikutilah petunjuk kerja
5. Tanyakan pada pembimbing/Dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti
6. Bekerja secara hati-hati dan teliti
7. Laporkan hasil setelah selesai melakukan tindakan
Persiapan peralatan dan obat :
1. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi cardiopulmonal
2. Medikamentosa (oksitosin, ergometrin, procain 1%)
3. Povidon iodin 10%
4. 02 dan regulator
5. Setpatus 1
6. Akstraksi cunam 1 buah
7. Klem ovum 2
8. Cunam tampon 1
9. Spuit dan jarum no.23
10. Spekulum sim/L
Persiapan pasien :
1. Cairan dan selang infus terpasang
2. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun
3. Pasang kain alas bokong, sarung kaki & penutup perut bawah
4. Kateter karet 1
42. 41
Prosedur Pelaksanaan
NO LANGKAH-LANGKAH
1 Jelaskan kepada ibu tindakan yang akan
dilakukan
2. Persiapan alat
3 Posisi ibu dalam litotomi
4 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk bersih
5. Pakai sarung DTT
6 Membayangkan
Setelah persiapan selesai, penolong berdiri di
depan vulva , memegang kedua cunam dalam
keadaan tertutup dan membayangkan bagaimana
cunam terpasang pada kepala.
7 Memasang forceps
8 Penguncian Forceps
Setelah forceps terpasang dan terkunci,
dilakukan pemeriksaan ulang, apakah forceps
telah terpasang dengan benar, dan tidak ada jalan
lahir / jaringan yang terjepit
9 Traksi Percobaan
Setelah yakin tidak ada jaringan yang terjepit,
maka dilakukan traksi percobaan.
10 Traksi defrinitif
Traksi definitive dilakukan dengan cara
memegang kedua pemegang forceps dan
penolong melakukan traksi.
11 Melepaskan cunam
Setelah kepala bayi lahir, maka cunam
43. 42
dilepaskan dan janin dilahirkan seperti
persalinan biasa
12 Rapikan pasien dan bereskan alat
13 Letakkan semua peralatan dan bahan yang
terkontaminasi pada kom yang berisi larutan
klorin 0,5% kemudian sarung tangan dilepas dan
dimasukan ke dalam kom.
14 Cuci tangan sesuai standar Pencegahan Infeksi
(tujuh langkah)
15 Mendokumentasikan tindakan yang telah
dilakukan.
1. Mahasiswa mendemonstrasikan Pertolongan persalinan dengan Forceps, dengan kriteria
sebagai :
a. Setiap langkah dilakukan secara sistematis dan memperhatikan keamanan serta
kenyamanan ibu setiap prosedur tindakan
b. Penempatan alat yang digunakan mudah dijangkau dan telah diketahui fungsinya
masing-masing
2. Memperhatikan privacy klien dalam setiap prosedur yang dilakukan
3. Dosen menilai langkah-langkah Pertolongan persalinan denga Forceps yang dilakukan
dengan menggunakan check list.
44. 43
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :
mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka