Dokumen tersebut merangkum tentang demokrasi Pancasila pada masa Orde Baru di Indonesia dari tahun 1966 hingga 1998. Ia menjelaskan latar belakang lahirnya Orde Baru setelah Orde Lama, kebijakan ekonomi seperti Repelita dan swasembada beras, serta penataan politik luar negeri seperti kembali menjadi anggota PBB dan normalisasi hubungan dengan negara lain.
2. A.Latar belakang lahirnya Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk
kepada era pemerintahan Soekarno. Lahirnya Orde
Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah
11 Maret 1966. Orde Baru berlangsung dari
tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu
tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat
meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan
praktik korupsi yang merajalela.
3. Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada dalam
kondisi yang relatif tidak stabil. Bahkan setelah Belanda secara
resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949,
keadaan politik maupun ekonomi di Indonesia masih labil
karena ketatnya persaingan di antara kelompok-kelompok
politik. Keputusan Soekarno untuk mengganti sistem
parlemen dengan Demokrasi Terpimpin memperparah kondisi
ini dengan memperuncing persaingan antara angkatan
bersenjata dengan Partai Komunis Indonesia, yang kala itu
berniat mempersenjatai diri. Sebelum sempat terlaksana,
peristiwa Gerakan 30 September terjadi dan mengakibatkan
diberangusnya Partai Komunis Indonesia dari Indonesia.
4. Kelahiran Surat Perintah Sebelas Maret 1966
(Supersemar)
Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat Perintah Sebelas
Maret (Supersemar) pada tahun 1966, yang kemudian menjadi
dasar legalitasnya. Orde Baru bertujuan meletakkan kembali
tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara pada
kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
5. Pada tanggal 20 Juni hingga 5 Juli 1955, diadakanlah Sidang Umum IV MPRS
dengan hasil sebagai berikut :
• Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Pengesahan dan Pengukuhan
Supersemar.
• Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966 mengatur Kedudukan Lembaga-
Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah.[
• Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Politik Luar
Negeri RI Bebas Aktif.
• Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Pembentukan Kabinet
Ampera.
• Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Tap.
MPRS yang Bertentangan dengan UUD 1945.
• Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum RI dan
Tata Urutan Perundang-undangan di Indonesia.
• Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai
Komunis Indonesia dan Pernyataan Partai Komunis Indonesia dan Ormas-
Ormasnya sebagai Organisasi Terlarang di Indonesia.
6. Pemberangusan Partai Komunis Indonesia
Pada tanggal 18 Maret 1966, Soeharto mengamankan 15 orang
menteri yang dinilai tersangkut dalam Gerakan 30
September dan diragukan etika baiknya yang dituangkan
dalam Keputusan Presiden No. 5 Tanggal 18 Maret 1966. Ia
kemudian memperbaharui Kabinet Dwikora yang
disempurnakan dan membersihkan lembaga legislatif,
termasuk MPRS dan DPRGR, dari orang-orang yang dianggap
terlibat Gerakan 30 September.
7. Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
Pada masa Orde Baru, ABRI menjadi institusi paling penting
di Indonesia. Selain menjadi angkatan bersenjata, ABRI juga
memegang fungsi politik, menjadikannya organisasi politik
terbesar di negara. Peran ganda ABRI ini kemudian terkenal
dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI.
Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan
perjuangan, walaupun pemimpin pemerintahan telah ditahan
Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukan Soeharto
ketika menyelamatkan bangsa dari perpecahan
setelah Gerakan 30 September, yang melahirkankan Orde
Baru.
8. Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4)
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan
gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan
Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya
Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4).
Sehingga sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila
sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Semua
bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain
Pancasila. Menolak Pancasila sebagai sebagai asas tunggal
merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu
bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bagian dari
sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat
Indonesia.
9. Kebijakan Ekonomi
• Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
Mulai tahun 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan
untuk pembangunan yang disebut sebagai Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
Repelita pertama yang mulai dilaksanakan tahun 1969
tersebut fokus pada rehabilitasi prasarana penting dan
pengembangan iklim usaha dan investasi. Pembangunan
sektor pertanian diberi prioritas untuk memenuhi kebutuhan
pangan sebelum membangun sektor-sektor lain.
Pembangunan antara lain dilaksanakan dengan membangun
prasana pertanian seperti irigasi, perhubungan, teknologi
pertanian, kebutuhan pembiayaan, dan kredit perbankan.
Petani juga dibantu melalui penyediaan sarana penunjang
utama seperti pupuk hingga pemasaran hasil produksi.
10. • Swasembada beras
Sejak awal berkuasa, pemerintah Orde Baru menitikberatkan fokusnya
pada pengembangan sektor pertanian karena menganggap ketahanan
pangan adalah prasyarat utama kestabilan ekonomi dan politik. Sektor ini
berkembang pesat setelah pemerintah membangun berbagai prasarana
pertanian seperti irigasi dan perhubungan, teknologi pertanian, hingga
penyuluhan bisnis. Pemerintah juga memberikan kepastian pemasaran
hasil produksi melalui lembaga yang diberi nama Bulog (Badan Urusan
Logistik).
• Pemerataan kesejahteraan penduduk
Pemerintah juga berusaha mengiringi pertumbuhan ekonomi dengan
pemerataan kesejahteraan penduduk melalui program-program
penyediaan kebutuhan pangan, peningkatan gizi, pemerataan pelayanan
kesehatan, keluarga berencana, pendidikan dasar, penyediaan air bersih,
dan pembangunan perumahan sederhana. Strategi ini dilaksanakan
secara konsekuen di setiap pelita.
11. Penataan Politik Luar Negeri
• Kembali menjadi anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk
kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar
bahwa banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama
menjadi anggota pada tahun 1955-1964.
Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik
oleh negara-negara Asia lainnya bahkan oleh PBB sendiri. Hal
ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua
Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Dan
Indonesia juga memulihkan hubungan dengan sejumlah negara
seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya
yang sempat renggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.
12. • Normalisasi Hubungan dengan Negara lain
Pemulihan Hubungan dengan Singapura
Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur
Rachman, hubungan Indonesia dengan Singapura berhasil
dipulihkan kembali. Pada tanggal 2 Juni 1966 pemerintah
Indonesia menyampaikan nota pengakuan atas Republik
Singapura kepada Perdana Menteri Lee Kuan Yew.Lalu
pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan
untuk mengadakan hubungan diplomatik dengan Indonesia.
13. • Pembekuan Hubungan dengan RRT
Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintah Republik Indonesia
membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat
Tiongkok (RRT). Keputusan tersebut dilakukan karena RRT
telah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan cara
memberikan bantuan kepada Gerakan 30 September baik
untuk persiapan, pelaksanaan, maupun sesudah
terjadinya pemberontakan tersebut. Melalui media massanya
RRT telah melakukan kampanye menyerang Orde Baru. Pada
30 Oktober 1967, Pemerintah Indonesia secara resmi menutup
Kedutaan Besar di Peking.
14. • Pemulihan Hubungan dengan Malaysi
Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan
diadakannya perundingan di Bangkok pada 29 Mei - 1 Juni 1966 yang
menghasilkan Perjanjian Bangkok. Isi perjanjian tersebut adalah:]
a. Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan
yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam
Federasi Malaysia.
b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan
diplomatik.
c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
d. Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan
pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta
oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak (Malaysia).