1. APA PERLU PENDIDIKAN SEX MASUK DALAM KURIKULUM
SEKOLAH?
Polemik tentang perlu tidaknya materi pendidikan sex dan kesehatan reproduksi dimasukkan
kedalam kurikulum sekolah, merupakan wacana yang pada akhir-akhir ini sering muncul di media
masa maupun dalam forum-forum seminar maupun diskusi.
Wacana ini bertitik tolak dari hasil-hasil riset yang telah banyak dilakukan menunjukkan
bahwa perilaku seksual remaja sekarang ini cenderung berada dalam tataran yang cukup
mengkhawatirkan.
Kalau kita melihat banyaknya kasus - kasus yang muncul yang berkaitan dengan perilaku
remaja, misalnya kasus hamil pra nikah, aborsi , maupun pembuangan bayi hasil hubungan gelap yang
dilakukan oleh remaja, menunjukkan bahwa telah ada penyimpangan perilaku sexual pada sebagian
remaja kita.
Tentunya kita sepakat bahwa perilaku menyimpang yang berkaitan dengan kehidupan seksual
remaja perlu untuk segera kita luruskan, karena disamping perilaku ini bertentangan dengan nilai-nilai
agama, nilai-nilai kemanusian, nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat, perilaku seksual yang
menyimpang tersebut juga akan bisa merusak citra diri remaja, citra keluarga maupun mengganggu
kesehatan reproduksi remaja tersebut.
Permasalahannya sekarang adalah bagaimana upaya yang bisa dilakukan agar
remaja atau pelajar mempunyai persepsi dan pemahaman yang benar terhadap masalah seksualitas,
pacaran, pernikahan , kehamilan maupun tentang kesehatan reproduksi?.Kemudian siapa yang harus
bertanggung jawab dalam membentuk perilaku remaja ? Dan juga bagaimana jika masalah pendidikan
sex dan reproduksi remaja tersebut masuk dalam kurikulum pendidikan formal?
Tri pusat pendidikan?
Ada tiga institusi yang akan mempengaruhi pribadi dan tingkah laku seorang anak yaitu
keluarga, masyarakat maupun sekolah. Tiga institusi ini tidak bisa dipisahkan satu-sama lainnya dalam
mempengaruhi kepribadian maupun perilaku seseorang. Karena begitu kuat dan pentingnya ketiga
institusi tersebut dalam mempengaruhi tingkah laku seseorang maka walaupun tidak sepenuhnya benar
ada pepatah mengatakan bahwa " kalau ingin melihat bagimana kondisi keluarga, masyarakat dan
sekolah yang ada maka lihat bagaimana perilaku yang ditampilkan oleh anggota masyarakatnya".
Pepatah tersebut menggambarkan betapa besar peranan keluarga, masyarakat dan sekolah
dalam mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku seseorang. Karena perilaku seseorang yang dalam
hal ini para remaja sangat dipengaruhi oleh seberapa jauh mereka memahami tentang berbagai hal
yang mereka hadapi dalam kehidupannya.
Berbagai potensi yang mereka miliki akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan akan
sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya
yang ada di dalam keluarga, masyarakat, dan sekolah.
1. Keluarga
Keluarga merupakan institusi pertama dimana seseorang akan mengenal bermacam-macam
nilai sosial yang ada. Keluarga, akan menjadi tempat berlangsungnya proses sosialisasi dan
internalisasi nilai dan beragam ketrampilan dasar dalam hidup seseorang. Sehingga jika proses
2. sosialisasi dan internalisasi nilai berlangsung dengan baik maka kepribadian anak akan menjadi
mantap.
Oleh karena itu keluarga menjadi tempat pertama seorang anak mengenal nilai - nilai yang ada
dimasyarakat maka peran orang tua dan anggota keluarga yang lain menjadi sangat menentukan dalam
membentuk kepribadian dan perilaku anak. Qrang tua akan menjadi patron dan referensi pertama oleh
anak dalam melakukan tindakan tertentu. Maka orang tua akan selalu dijadikan rujukan dan teladan
bagi anak dalam bertingkah 1aku, karena seorang anak yang sedang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian akan cenderung meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa.
Karena begitu pentingnya peran keluarga dalam membentuk pribadi dan perilaku seorang anak,
maka orang tua harus bisa menjadi idola anak, tempat anak bertanya berbagai hal yang anak ingin
ketahui dalam hidupnya, dan sebagai tempat terjadinya transformasi dan pewarisan berbagai macam
nilai- nilai kehidupan.
Termasuk dalam kaitannya tentang pendidikan sex, keluarga mempunyai peran yang sangat
besar walaupun dalam batas-batas tertentu dalam memberikan pemahaman tentang seksualitas anak.
Pemahaman tentang seksualitas anak pertama kali akan didapatkan dari keluarga walaupun dalam
tataran yang paling minimal. Paling tidak perbedaan fisik alat kelamin antara yang dimiliki oleh anak
laki- laki dengan anak perempuan.
Karena anak itu paling lama berinteraksi dengan anggota keluarganya, maka orang tua maupun
saudara-saudaranya yang lebih dewasa harus bisa memberikan jawaban yang benar tentang seksualitas
kepada anak atau adiknya yang bertanya. Dan juga orang dewasa harus mau menegur dan
mengingatkan jika ada anak maupun adiknya yang sekiranya mempunyai pemahaman yang keliru
tentang persoalan seksualitas. Sehingga persepsi yang keliru itu bisa segera diluruskan paling tidak
bisa dijelaskan duduk persoalannya. Disinilah peran dan posisi orang tua menjadi sangat penting
dalam memberikan teladan dan contoh yang benar kepada anaknya.
Karena penyimpangan perilaku yang ditunjukkan oleh sebagian remaja atau anak kita bisa
jadi terjadi perbedaan persepsi khususnya pada anak atau remaja terhadap berbagai hal yang
menyangkut kehidupan seksualitasnya, misalnya terjadinya perbedaan persepsi remaja tentang
seksualitas, pacaran , kehamilan, dan perkawinan. Persepsi masing-masing seseoarang khususnya
anak remaja tentang pacaran, hubungan seksual, kehamilan, pernikahan maupun tentang keluarga akan
sangat dipengaruhi oleh latar belakang sosial, budaya, agama, pendidikan maupun pengalaman hidup
yang mereka miliki.
Persepsi terhadap berbagai hal yang menyangkut kehidupan mereka itulah, yang akan
membentuk sikap dan perilaku mereka, apakah mereka akan melanggar norma yang ada atau tidak.
Oleh karena itu peran keluarga dalam membentuk persepsi, sikap dan perilaku anak sangat
menentukan, sehingga peran orang tua. dan orang dewasa yang ada dalam keluarga untuk bisa menjadi
figur teladan maupun yang menjadi rujukan ana.kdalam bertingkah laku akan menjadi sangat penting
sekali.
2. Masyarakat
Disamping keluarga, kepribadian dan perilaku anak juga sangat dipengaruhi oleh masyarakat.
Dari masyarakatlah anak akan belajar tentang berbagai nilai yang ada, karena dimasyarakatlah anak
akan berinteraksi dengan berbagai macam orang dengan latar belakang sosial, budaya, agama ,
pendidikan maupun pengalaman hidup yang berbeda-beda.
Anak mungkin akan menemukan suatu pengalaman yang baru yang tidak dijumpai dalam
keluarganya. Sehingga sesuatu yang baru itu tentunya akan menjadi bagian dari pemahaman anak
terhadap lingkungan sosialnya. Berbagai macam pengetahuan baru yang mereka miliki dari teman-
3. temannya, bacaan-bacaan, telivisi maupun berbagai macam media yang ada di masyarakat akan
menjadi bagian pengalaman dalam hidupnya, termasuk pengetahuan mereka tentang seksualitas
maupun reproduksi.
Seberapa jauh pengaruh pengalaman - pengalaman baru yang diperoleh dari masyarakat itu
akan mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku seseorang akan sangat ditentukan oleh seberapa besar
anak tersebut sudah mempunyai pemahaman awal yang mereka peroleh dari keluarga, daya seleksi
dan kritis terhadap pengalaman baru yang mereka peroleh dari masyarakat
Oleh karena setiap anak itu mempunyai bekal awal yang berbeda tentang berbagai hal,
misalnya masalah seksualitas dan reproduksi sehat dari keluarganya, serta karena setiap orang
mempunyai daya seleksi dan kekritisan yang berbeda, dan juga sudah menjadi sifat anak atau remaja
kalau mereka itu punya kecenderungan suka meniru terhadap apa yang dilihat dan didengar maka
masyarakat dituntut juga harus bertanggung jawab dan berusaha untuk bisa memberikan pengalaman
yang benar sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat terhadap anak atau remaja yang
menjadi bagian dari masyarakatnya.
Sehingga tidak terjadi konflik psikologis pada diri anak atau remaja tentang apa yang telah
diketahui datam keluarga dengan apa yang terjadi pada masyarakat, anak harus mendapatkan
pemahaman yang sinkron tentang sesuatu nilai antara yang didapatkan dari keluarga dengan apa yang
diperoleh didalam masyarakat.
Pemahaman anak tentang seksualitas maupun reproduksi sehat harus sinkron antara apa yang
diketahui dari keluarga dengan apa yang diketahui dari masyarakat. Jangan sampai saling kontradiktif,
misalnya dalam perilaku berpacaran anak remaja, mungkin dirumah orang tua mengajarkan tentang
norrna berpacaran bahwa yang namanya mencium lawan jenisnya yang bukan muhrimnya itu dilarang
0leh agama , sehingga tidak boleh dilakukan, tetapi setelah diluar anak remaja tersebut setiap hari
dihadapkan atau melihat balk dilayar kaca dalam sinetron maupun dijalan anak-anak yang bukan
muhrimnya saling berciuman dengan bebas, kalau berboncengan megangnnya seperti layaknya suami
istri dan lain-lain. Kondisi ini tentunya akan menjadi sesuatu yang membingungkan bagi anak remaja
tersebut.
Agar anak mempunyai pemahaman yang benar maka masyarakat dengan berbagai unsur yang
membentuk masyarakat harus bisa memberikan contoh-contoh perilaku yang benar sesuai dengan
norma yang berlaku didalarn masyarakat, media massa, maupun telivisi juga harus mau menampilkan
tayangan-tayangan yang memberikan contoh yang benar, yang tidak provokatif tidak merangsang anak
remaja untuk melanggar norma yang ada.
3. Sekolah
Institusi ketiga yang ikut berperan dalam membentuk kepribadian dan perilaku anak adalah
sekolah. Institusi sekolah merupakan tempat terjadinya transformasi ilmu rpengetahuan maupun nilai-
nilai yang berlaku didalam masyarakat. DI dalam sekolah pula akan terjadi proses pewarisan budaya
dan penyebaran budaya secara sistematis dan terprogram.
Oleh karena fungsi keluarga sebagai tempat terjadinya transformasi pengetahuan , }eknologi
dan nilai maka keberadaannya menjadi sangat penting di tengah masyarakat. 1Karena proses
pewarisan, transformasi maupun prases penyebaran beragam pengetahuan, teknologi, budaya
berlangsung secara sistematis dan terprogram maka pengalaman yang akan diperoleh oleh anak juga
akan relatif sistematis, terprogram dan terukur.
Dengan demikian agar pemahaman anak tentang seksualitas maupun reproduksi yang sehat itu
benar, maka peran sekolah sangat penting dan strategis. Karena pengetahuan yang akan diperoleh oleh
4. anak sudah seragam, sistematis. Namun masalahnya pada bagaimana teknisnya agar pemahaman
tentang seksualitas dan reproduksi sehat itu tidak justru memprovokasi siswa untuk coba-coba.
Pada dasarnya penulis sepakat bahwa pendidikan sex dan juga reproduksi sehat perlu
dipahami oleh semua anak. Karena melalui sekolah pemahaman tentang sexsualitas dan reproduksi
yang sehat akan lehih jelas, sistematis dan terprogram. Karena perlu juga dipahami bahwa pendidikan
sex tidak hanya terkait dengan masalah alat kelamin, da hubungan sexual semata, namun juga
menyangkut pola hubungan antara oran.g yang lain jenis, kehamilan, norma maupun penyakit yang
mungkin timbul akibat hubungan sexual yang tidak benar.
Namun yang menjadi masalah adalah bagaimana teknis pelaksanaannya apakah pendidikan sex
dan reproduksi sehat itu dimasukkan dalam program kurikulum muatan lokal atau dalam
pegembangan diri dalam ekstraurikuler. Kalau masuk dalam ekstra kurikuler maka sifatnya hanya
pilihan dan bisa dikaitkan dalam bidang yang lain. Kalau masuk dalam intrakurikuler ada beberapa hal
yang perlu disiapkan terlebih dahulu agar program pendidikan sex dan reproduksi sehat ini bisa
mencapai sasaran maka perlu dipersiapkan terlebih dahulu dari aspek :
• Kurikulumnya yang meliputi:
• standar kompetensinya dan kompetensi dasarnya,
• siapa gurunya,
• berapa waktu yang disediakan
• bagaimana metodenya
• bagaimana media yang digunakan
• bagaimana sistem penilaiaanya
• bagaimana sarana dan prasarananya
Dari sisi lain yang juga perlu dipersiapkan ádalah Apakah anak sudah siap secara psikologis
maupun fisiologis dan juga apakah masyarakat sudah siap menerima kenyataan bahwa kehidupan
pribadi orang dewasa dibicarakan secara terbuka.
Disamping aspek kurikulum, guru, siswa, masyarakat juga perlu dipikirkan sarana pendukung
misalnya buku paket. Hal - hal seperti ini harus dipikirkan terlebih dahulu karena pada dasarnya
tingkat perkembangan psikologis anak remaja berbeda dengan orang dewasa misalnya mahasiswa
sehingga harus dipertimbangkan dan dipersiapkan yang matang agar program pendidikan ini justru
menjadi bumerang bagi kehidupan anak karena tergesa-gesa karena tuntutan modernisasi kesalahan
dalam mendesainnya.
Akhirnya penulis berkesimpulan bahwa pendidikan sex maupun reproduksi sihat pada dasarnya
perlu untuk anak remaja, dan penyampaiannya itu menjadi tanggungjawab keluarga, masyarakat dan
sekolah. Karena kelebihannya yang dimiliki oleh sekolah maka sekolah mempunyai peran yang
strategis dalam menyampaikan pendidikan sex dan reproduksi sehat ini kepada anak, namun dalam
implementasinya perlu dipesiapkan secara matang tentang kesiapan kurikulum, guru, siswa,
masyarakat maupun saranya pendukung yang lainnya. Semoga kita terburu-buru agar tidak keliru.