SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 25
Jenis dan Pengaturan Concursus
dalam KUHP:
1. Concursus Idealis (Perbarengan Peraturan)  Pasal 63
2. Perbuatan Berlanjut (Delictum Continuatum)  Pasal 64
3. Concursus Realis (Perbarengan Perbuatan)  Pasal 65
s/d 71
CONCURSUS
IDEALIS
Pasal 63 KUHP
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan
pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di
antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang
dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang
paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana
yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang
khusus, maka hanya yang khusus itulah yang
diterapkan.
 Dengan demikian, pada prinsipnya, suatu perbuatan masuk
dalam katagori concursus idealis apabila satu perbuatan
masuk dalam lebih dari 1 aturan pidana (ketentuan
pasal).
CONCURSUS
IDEALIS
Contoh concursus idealis:
1. Perkosaan yang dilakukan di tepi jalan raya. Dapat
dikenakan Pasal 285 (perkosaan) dan 281 (melanggar
kesusilaan di depan umum);
2. A memukul B. Posisi B berada persis di depan kaca. Karena
pukulan tersebut, B terdorong kebelakang dan
memecahkan kaca yang ada dibelakangnya. Dapat
dikenakan Pasal 351 (penganiayaan) dan 406
(pengrusakan barang);
3. Seorang ayah yang menyetubuhi anak perempuannya.
Dapat dikenakan Pasal 294 (perbuatan cabul dengan
anaknya sendiri yang belum cukup umur) dan 287
(bersetubuh dengan wanita yang belum berumur 15 tahun);
CONCURSUS
IDEALIS
Contoh concursus idealis:
4. Seorang ibu yang membunuh anak yang baru
dilahirkannya. Dapat dikenakan Pasal 341 (pembunuhan
anak sendiri) atau 338 (pembunuhan);
5. Berkendara dalam keadaan mabuk dan tidak menyalakan
lampu kendaraan. Dapat dikenakan Pasal 311 dan 285 UU
No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
PERBUATAN
BERLANJUT
Pasal 64 KUHP
(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing
merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya
sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut, maka hanya dikenakan satu aturan
pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat
ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Begitu juga hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang
dinyatakan salah melakukan pemalsuan atau perusakan mata
uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak
itu.
(3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan
tersebut dalam pasal-pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1,
sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan
jumlahnya melebihi dari Rp. 25, maka ia dikenakan aturan pidana
tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406.
Syarat Perbuatan Berlanjut:
a. Seseorang melakukan beberapa perbuatan;
b. Perbuatan tersebut masing-masing merupakan
kejahatan atau pelanggaran;
c. Antara perbuatan-perbuatan itu ada “hubungan
sedemikian rupa” sehingga harus dipandang sebagai
satu perbuatan berlanjut.
Catatan tentang “Perbuatan Berlanjut” :
Mengenai “ada hubungan sedemikian rupa” MvT memberikan kriteria:
1. Harus ada satu keputusan kehendak
2. Masing-masing perbuatan harus sejenis (harus berupa kejahatan
dengan kejahatan, atau pelanggaran dengan pelanggaran)
3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlampau
lama.
PERBUATAN
BERLANJUT
PASAL 65 KUHP:
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri,
sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam
dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan
hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah
maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan
itu, tetapi tidak boleh lebih dan maksimum pidana yang
terberat ditambah sepertiga.
CONCURSUS REALIS
Syarat Concursus Realis:
a. Seseorang melakukan beberapa perbuatan
b. Masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri-
sendiri sebagai suatu tindak pidana (bisa
berupa kejahatan dan/atau pelanggaran), jadi
tidak perlu sejenis atau tidak berhubungan
satu sama lain.
CONCURSUS REALIS
CATATAN TERHADAP PERBUATAN
BERLANJUT DAN CONCURSUS
REALIS:
Diantara perbuatan-perbuatan yang dilakukan yang
dapat dikelompokkan sebagai Perbuatan Berlanjut
dan Concursus Realis, harus belum ada putusan
hakim!
Kenapa
harus belum
ada
keputusan
hakim?
Apabila sudah ada
putusan hakim, maka
masuk dalam katagori
pengulangan tindak
pidana (Recidive)
SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS
a. Menurut Pasal 63 ayat (1) digunakan Sistem Absorbsi,
yaitu hanya dikenakan satu pidana pokok yang terberat.
b. Dalam hal hanya ada dua pidana pokok sejenis yang
maksimumnya sama, maka Pidana Pokok dg Pidana
Tambahan yang paling berat.
c. Dalam hal dua pilihan antara dua pidana pokok tidak
sejenis, maka penentuan pidana yang terberat didasarkan
pada urutan jenis pidana dalam Pasal 10 KUHP
d. Dalam Pasal 63 ayat (2) diatur ketentuan khusus yang
menyimpang dari prinsip umum dalam Pasal 63 ayat (1).
CONCURSUS
IDEALIS
 A melakukan perkosaan di tempat umum;
 A bisa dijerat dengan Pasal 285 KUHP (Perkosaan) dengan
pidana maks 12 tahun penjara;
 A bisa dijerat dengan pasal 281 KUHP (melanggar
kesusilaan di depan umum) dengan pidana maks 2 tahun 8
bulan;
 Maka, apabila perbuatan A adalah concursus idealis, A
diancam pidana maks 12 tahun penjara (sistem absorbsi,
pidana yang terberat, lihat ketentuan Pasal 63 ayat (1)
KUHP)
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS IDEALIS
 B, seorang Ibu yang setelah melahirkan anaknya,
kemudian membunuh anak tersebut;
 B dapat dijerat dengan Pasal 338 (pembunuhan) dengan
ancaman maks 15 tahun penjara;
 B juga dapat dijerat dengan Pasal 341 (membunuh anak
sendiri) dengan ancaman maks 7 tahun penjara;
 Dalam hal ini, B diancam karena telah melakukan Pasal
341 dengan ancaman maks 7 tahun penjara (lihat
ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP).
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS IDEALIS
a. Menurut Pasal 64 ayat (1) berlaku sistem Absorbsi. Hanya
dikenakan yang pidana pokok terberat.
b. Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus dalam hal
pemalsuan dan perusakan mata uang.
c. Pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan khusus dalam
hal kejahatan ringan; 364 (pencurian uang), 373
(penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan), dan 407 ayat
(1); apabila nilai kerugian total/keseluruhan lebih dari
Rp.250, maka dikenakan aturan kejahatan biasa.
PERBUATAN BERLANJUT
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM PERBUATAN BERLANJUT
 A memiliki persediaan/bahan untuk membuat uang palsu,
kemudian dari bahan tersebut, A membuat uang palsu,
yang kemudian uang palsu tersebut diedarkan;
 A dapat dijerat dengan Pasal 250 (memiliki persediaan
untuk meniru/memalsu mata uang), Pasal 244
(meniru/memalsu mata uang), dan Pasal 245
(mengedarkan upal);
 Pasal 250  6 tahun penjara
 Pasal 244  15 tahun penjara
 Pasal 245  15 tahun penjara
 Apabila perbuatan A merupakan perbuatan berlanjut, maka
A dikenakan ancaman maksimal 15 tahun penjara
(sistem absorbsi/Pasal 64 ayat (1) KUHP))
 B melakukan 2 kali pencurian di sebuah toko yang sama,
dengan nilai kerugian pada pencurian ke-1 sebesar Rp.
2.000.000, sedangkan pada pencurian ke-2 kerugiannya
sebesar Rp. 2.000.000;
 Pada pencurian I, B dikenakan Pasal 364 (pencurian
ringan), begitu juga pada pencurian II, dikenakan 364
KUHP (pencurian ringan apabila nilai kerugian di bawah
Rp. 2.500.000,-/lihat Perma No. 2 Tahun 2012);
 Dilihat dari total kerugiannya, maka b harus dikenakan
ketentuan Pasal 362 (pencurian), bukan Pasal 364
(pencurian ringan), sehingga ancaman pidana
maksimalnya adalah 5 tahun (dasarnya ada dalam Pasal
64 ayat (3) KUHP)
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM PERBUATAN BERLANJUT
Catatan :
Perma No. 2 Tahun 2012, setiap denda dalam KUHP
disesuaikan dengan kondisi sekarang. Beberapa
ketentuannya dapat dituliskan sebagai berikut :
1. Kata-kata "dua puluh lima rupiah“ dalam Pasal 364, 373,
379, 384, 407 dan 482 KUHP dibaca menjadi Rp
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah);
2. Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang
diancamkan dalam KUHP, kecuali Pasa 3l3 ayat (1) dan
ayat (2), 303 bis ayat (1) dan ayat (2), dilipatgandakan
menjadi 10.000 (sepuluh ribu) kali.
 Untuk pidana yang sejenis berlaku Pasal 65, yaitu jumlah
maksimum pidana tidak boleh lebih dari maksimum
pidana terberat ditambah sepertiga. (sistem demikian
dinamakan sistem absorbsi dipertajam)
 Untuk pidana yang tidak sejenis, berlaku Pasal 66, yaitu
semua jenis ancaman pidana dijatuhkan, tetapi
jumlahnya tidak boleh lebih dari maksimum pidana
terberat ditambah sepertiga. (sistem demikian dinamakan
sistem kumulasi diperlunak)
CONCURSUS REALIS
 Pada 2012, A melakukan pencurian dengan kekerasan
(Pasal 365 ayat (1) KUHP);
 Pada 2015, A melakukan penganiayaan yang
menyebabkan luka berat (Pasal 351 ayat (2) KUHP);
 Ps 365 ayat (1)  9 th penjara
 Ps 351 ayat (2)  5 th penjara
 Pidana yang dijatuhkan adalah 12 tahun penjara,
bukan 14 tahun penjara (sistem absorbsi
dipertajam/diperberat)
Darimana didapat “12 tahun penjara”?
 9 + (1/3 x 9)
 9 + 3
 12 tahun
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS REALIS
Untuk Penjara dan Penjara (Absorbsi dipertajam):
 B melanggar Pasal 375 KUHP dan Pasal 364 KUHP,
apabila dipandang sbg concursus realis, berapa ancaman
maks yang dikenakan kepada B?
 Ps 375 KUHP  6 tahun penjara
 Ps 364 KUHP  3 bulan penjara
 B dikenakan maks 6 tahun 3 bulan penjara, bukan 8 tahun
penjara (baca lagi Pasal 65 KUHP).
Untuk Penjara dan Penjara (Absorbsi dipertajam):
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS REALIS
 C melakukan 2 TP, dimana diancam dengan pidana
penjara 2 tahun penjara dan 9 bulan kurungan;
 Dalam hal ini, semua jenis pidana (penjara dan kurungan)
harus dijatuhkan;
 Sistem pemidanaannya sbb :
 2 tahun penjara + (1/3 x 2)
 2 tahun + (1/3 x 24 bulan)
 2 tahun + 8 bulan
 Maka dalam hal ini, ancaman maksimal yang dapat
dikenakan kepada C adalah 2 tahun penjara dan 8 bulan
kurungan.
Untuk Penjara dan Kurungan (kumulasi diperlunak):
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS REALIS
D Melakukan 2 TP, yang diancam dengan pidana 9 bulan penjara dan denda
Rp. 4.500, berapa ancaman maksimal pidananya?
 Langkah pertama : denda diubah dalam bentuk kurungan pengganti
(Lihat ketentuan Pasal 30 ayat (3) KUHP, “Lamanya pidana kurungan
pengganti paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan”)  denda
Rp. 4500 = 6 bulan kurungan (diambil ketentuan maksimal kurungan
pengganti denda);
 Langkah kedua : menghitung maksimal pidananya
 9 bulan + (1/3 x 9)
 9 + 3
12 bulan
 3 bulan kurungan diubah mjd denda:
 3/6 x 4500
 2250
 Kesimpulannya, ancaman maksimal pidana yang dijatuhkan kepada D
adalah 9 bulan penjara dan denda Rp. 2.250,00 (denda tersebut dikali
10.000 berdasarkan Perma)
9 bulan penjara
3 bulan kurungan
Untuk Penjara dan Denda (kumulasi diperlunak):
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN DALAM
CONCURSUS REALIS
A melakukan 351 dan 360 KUHP, dengan masing-masing
ancaman pidana, 351 = penjara 2 tahun 8 bulan atau denda
Rp. 4.500,00 sedangkan 360 = 5 tahun penjara atau 1 tahun
kurungan. Bagaimana ancaman maksimal yang bisa dijatuhkan
kepada A?
 Dalam hal ini, hakim harus melakukan pilihan sanksi
terlebih dahulu, misal :
a. Penjara dengan penjara  2 tahun 8 bulan dan 5 tahun
 digunakan sistem absorbsi dipertajam;
b. Penjara dan kurungan  2 tahun 8 bulan dan 1 tahun
kurungan
c. Penjara dan denda  5 tahun penjara dan denda Rp.
4500,00
Untuk semua jenis pidana (kumulasi diperlunak):
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS REALIS
Perbarengan ConcursusSamenloop.pptx

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Bab 9 percobaan pidana
Bab 9   percobaan pidanaBab 9   percobaan pidana
Bab 9 percobaan pidanaNuelimmanuel22
 
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidanaAlasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidanaSigit Riono
 
Pertemuan 11 gugurnya hak menuntut
Pertemuan 11 gugurnya hak menuntutPertemuan 11 gugurnya hak menuntut
Pertemuan 11 gugurnya hak menuntutyudikrismen1
 
Tindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Pencucian UangTindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Pencucian UangFachrul Kardiman
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah KonstitusiHukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah KonstitusiKardoman Tumangger
 
Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusussesukakita
 
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
UAS HUKUM PERADILAN HAM (Fenti Anita Sari)
UAS HUKUM PERADILAN HAM (Fenti Anita Sari)UAS HUKUM PERADILAN HAM (Fenti Anita Sari)
UAS HUKUM PERADILAN HAM (Fenti Anita Sari)Fenti Anita Sari
 
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)Fenti Anita Sari
 
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantarPolitik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantarUiversitas Muhammadiyah Maluku Utara
 
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Rudi Sudirdja
 
Hubungan hi dan hn
Hubungan hi dan hnHubungan hi dan hn
Hubungan hi dan hnNuelnuel11
 
Bab 13 alasan penghapusan pidana
Bab 13   alasan penghapusan pidanaBab 13   alasan penghapusan pidana
Bab 13 alasan penghapusan pidanaNuelimmanuel22
 
Materi Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu RaniMateri Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu Ranielsaref
 

La actualidad más candente (20)

Bab 10 penyertaan
Bab 10   penyertaanBab 10   penyertaan
Bab 10 penyertaan
 
Bab 9 percobaan pidana
Bab 9   percobaan pidanaBab 9   percobaan pidana
Bab 9 percobaan pidana
 
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidanaAlasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
 
Pertemuan 11 gugurnya hak menuntut
Pertemuan 11 gugurnya hak menuntutPertemuan 11 gugurnya hak menuntut
Pertemuan 11 gugurnya hak menuntut
 
Delik dlm kuhp
Delik dlm kuhpDelik dlm kuhp
Delik dlm kuhp
 
Tindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Pencucian UangTindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Pencucian Uang
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah KonstitusiHukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
 
Penologi
PenologiPenologi
Penologi
 
Bab 7 jenis pidana
Bab 7   jenis pidanaBab 7   jenis pidana
Bab 7 jenis pidana
 
Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
 
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
 
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
 
UAS HUKUM PERADILAN HAM (Fenti Anita Sari)
UAS HUKUM PERADILAN HAM (Fenti Anita Sari)UAS HUKUM PERADILAN HAM (Fenti Anita Sari)
UAS HUKUM PERADILAN HAM (Fenti Anita Sari)
 
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
 
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantarPolitik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
 
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
Hubungan hi dan hn
Hubungan hi dan hnHubungan hi dan hn
Hubungan hi dan hn
 
Bab 13 alasan penghapusan pidana
Bab 13   alasan penghapusan pidanaBab 13   alasan penghapusan pidana
Bab 13 alasan penghapusan pidana
 
Materi Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu RaniMateri Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu Rani
 

Similar a Perbarengan ConcursusSamenloop.pptx

HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptxHK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptxgirimekar
 
Undang undang nomor 31 pidana korupsi
Undang undang nomor 31 pidana korupsiUndang undang nomor 31 pidana korupsi
Undang undang nomor 31 pidana korupsiSyem James
 
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdfOopickPick
 
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsi
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsiUu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsi
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsiMystic333
 
467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidanaFrans Newtony
 
Uu no. 31 th. 1999 (pemberantas korupsi)
Uu no. 31 th. 1999 (pemberantas korupsi)Uu no. 31 th. 1999 (pemberantas korupsi)
Uu no. 31 th. 1999 (pemberantas korupsi)intelnvidia277
 
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999Undang-Undang nomor 31 tahun 1999
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999Muhammad Sirajuddin
 

Similar a Perbarengan ConcursusSamenloop.pptx (9)

HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptxHK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
 
Undang undang nomor 31 pidana korupsi
Undang undang nomor 31 pidana korupsiUndang undang nomor 31 pidana korupsi
Undang undang nomor 31 pidana korupsi
 
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
 
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsi
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsiUu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsi
Uu 1999 nomor 31 pemberantasan tindak pidana korupsi
 
467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana
 
Uu no. 31 th. 1999 (pemberantas korupsi)
Uu no. 31 th. 1999 (pemberantas korupsi)Uu no. 31 th. 1999 (pemberantas korupsi)
Uu no. 31 th. 1999 (pemberantas korupsi)
 
Uu nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi
Uu nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsiUu nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi
Uu nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi
 
uu311999.pdf
uu311999.pdfuu311999.pdf
uu311999.pdf
 
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999Undang-Undang nomor 31 tahun 1999
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999
 

Último

pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxpdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxINTANAMALINURAWALIA
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum ViktimologiSaktaPrwt
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahayunitahatmayantihafi
 
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANBENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANharri34
 
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptxmohamadhafiz651
 
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...Indra Wardhana
 
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxmuhammadarsyad77
 
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIdillaayuna
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxekahariansyah96
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfSumardi Arahbani
 

Último (10)

pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxpdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
 
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANBENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
 
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
 
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
 
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
 
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptx
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
 

Perbarengan ConcursusSamenloop.pptx

  • 1.
  • 2. Jenis dan Pengaturan Concursus dalam KUHP: 1. Concursus Idealis (Perbarengan Peraturan)  Pasal 63 2. Perbuatan Berlanjut (Delictum Continuatum)  Pasal 64 3. Concursus Realis (Perbarengan Perbuatan)  Pasal 65 s/d 71
  • 3. CONCURSUS IDEALIS Pasal 63 KUHP (1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. (2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.  Dengan demikian, pada prinsipnya, suatu perbuatan masuk dalam katagori concursus idealis apabila satu perbuatan masuk dalam lebih dari 1 aturan pidana (ketentuan pasal).
  • 4. CONCURSUS IDEALIS Contoh concursus idealis: 1. Perkosaan yang dilakukan di tepi jalan raya. Dapat dikenakan Pasal 285 (perkosaan) dan 281 (melanggar kesusilaan di depan umum); 2. A memukul B. Posisi B berada persis di depan kaca. Karena pukulan tersebut, B terdorong kebelakang dan memecahkan kaca yang ada dibelakangnya. Dapat dikenakan Pasal 351 (penganiayaan) dan 406 (pengrusakan barang); 3. Seorang ayah yang menyetubuhi anak perempuannya. Dapat dikenakan Pasal 294 (perbuatan cabul dengan anaknya sendiri yang belum cukup umur) dan 287 (bersetubuh dengan wanita yang belum berumur 15 tahun);
  • 5. CONCURSUS IDEALIS Contoh concursus idealis: 4. Seorang ibu yang membunuh anak yang baru dilahirkannya. Dapat dikenakan Pasal 341 (pembunuhan anak sendiri) atau 338 (pembunuhan); 5. Berkendara dalam keadaan mabuk dan tidak menyalakan lampu kendaraan. Dapat dikenakan Pasal 311 dan 285 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  • 6. PERBUATAN BERLANJUT Pasal 64 KUHP (1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya dikenakan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. (2) Begitu juga hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan salah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu. (3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal-pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari Rp. 25, maka ia dikenakan aturan pidana tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406.
  • 7. Syarat Perbuatan Berlanjut: a. Seseorang melakukan beberapa perbuatan; b. Perbuatan tersebut masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran; c. Antara perbuatan-perbuatan itu ada “hubungan sedemikian rupa” sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Catatan tentang “Perbuatan Berlanjut” : Mengenai “ada hubungan sedemikian rupa” MvT memberikan kriteria: 1. Harus ada satu keputusan kehendak 2. Masing-masing perbuatan harus sejenis (harus berupa kejahatan dengan kejahatan, atau pelanggaran dengan pelanggaran) 3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlampau lama. PERBUATAN BERLANJUT
  • 8. PASAL 65 KUHP: (1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana. (2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dan maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga. CONCURSUS REALIS
  • 9. Syarat Concursus Realis: a. Seseorang melakukan beberapa perbuatan b. Masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri- sendiri sebagai suatu tindak pidana (bisa berupa kejahatan dan/atau pelanggaran), jadi tidak perlu sejenis atau tidak berhubungan satu sama lain. CONCURSUS REALIS
  • 10. CATATAN TERHADAP PERBUATAN BERLANJUT DAN CONCURSUS REALIS: Diantara perbuatan-perbuatan yang dilakukan yang dapat dikelompokkan sebagai Perbuatan Berlanjut dan Concursus Realis, harus belum ada putusan hakim! Kenapa harus belum ada keputusan hakim? Apabila sudah ada putusan hakim, maka masuk dalam katagori pengulangan tindak pidana (Recidive)
  • 12. a. Menurut Pasal 63 ayat (1) digunakan Sistem Absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu pidana pokok yang terberat. b. Dalam hal hanya ada dua pidana pokok sejenis yang maksimumnya sama, maka Pidana Pokok dg Pidana Tambahan yang paling berat. c. Dalam hal dua pilihan antara dua pidana pokok tidak sejenis, maka penentuan pidana yang terberat didasarkan pada urutan jenis pidana dalam Pasal 10 KUHP d. Dalam Pasal 63 ayat (2) diatur ketentuan khusus yang menyimpang dari prinsip umum dalam Pasal 63 ayat (1). CONCURSUS IDEALIS
  • 13.  A melakukan perkosaan di tempat umum;  A bisa dijerat dengan Pasal 285 KUHP (Perkosaan) dengan pidana maks 12 tahun penjara;  A bisa dijerat dengan pasal 281 KUHP (melanggar kesusilaan di depan umum) dengan pidana maks 2 tahun 8 bulan;  Maka, apabila perbuatan A adalah concursus idealis, A diancam pidana maks 12 tahun penjara (sistem absorbsi, pidana yang terberat, lihat ketentuan Pasal 63 ayat (1) KUHP) CONTOH SISTEM PEMIDANAAN DALAM CONCURSUS IDEALIS
  • 14.  B, seorang Ibu yang setelah melahirkan anaknya, kemudian membunuh anak tersebut;  B dapat dijerat dengan Pasal 338 (pembunuhan) dengan ancaman maks 15 tahun penjara;  B juga dapat dijerat dengan Pasal 341 (membunuh anak sendiri) dengan ancaman maks 7 tahun penjara;  Dalam hal ini, B diancam karena telah melakukan Pasal 341 dengan ancaman maks 7 tahun penjara (lihat ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP). CONTOH SISTEM PEMIDANAAN DALAM CONCURSUS IDEALIS
  • 15. a. Menurut Pasal 64 ayat (1) berlaku sistem Absorbsi. Hanya dikenakan yang pidana pokok terberat. b. Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang. c. Pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan khusus dalam hal kejahatan ringan; 364 (pencurian uang), 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan), dan 407 ayat (1); apabila nilai kerugian total/keseluruhan lebih dari Rp.250, maka dikenakan aturan kejahatan biasa. PERBUATAN BERLANJUT
  • 16. CONTOH SISTEM PEMIDANAAN DALAM PERBUATAN BERLANJUT  A memiliki persediaan/bahan untuk membuat uang palsu, kemudian dari bahan tersebut, A membuat uang palsu, yang kemudian uang palsu tersebut diedarkan;  A dapat dijerat dengan Pasal 250 (memiliki persediaan untuk meniru/memalsu mata uang), Pasal 244 (meniru/memalsu mata uang), dan Pasal 245 (mengedarkan upal);  Pasal 250  6 tahun penjara  Pasal 244  15 tahun penjara  Pasal 245  15 tahun penjara  Apabila perbuatan A merupakan perbuatan berlanjut, maka A dikenakan ancaman maksimal 15 tahun penjara (sistem absorbsi/Pasal 64 ayat (1) KUHP))
  • 17.  B melakukan 2 kali pencurian di sebuah toko yang sama, dengan nilai kerugian pada pencurian ke-1 sebesar Rp. 2.000.000, sedangkan pada pencurian ke-2 kerugiannya sebesar Rp. 2.000.000;  Pada pencurian I, B dikenakan Pasal 364 (pencurian ringan), begitu juga pada pencurian II, dikenakan 364 KUHP (pencurian ringan apabila nilai kerugian di bawah Rp. 2.500.000,-/lihat Perma No. 2 Tahun 2012);  Dilihat dari total kerugiannya, maka b harus dikenakan ketentuan Pasal 362 (pencurian), bukan Pasal 364 (pencurian ringan), sehingga ancaman pidana maksimalnya adalah 5 tahun (dasarnya ada dalam Pasal 64 ayat (3) KUHP) CONTOH SISTEM PEMIDANAAN DALAM PERBUATAN BERLANJUT
  • 18. Catatan : Perma No. 2 Tahun 2012, setiap denda dalam KUHP disesuaikan dengan kondisi sekarang. Beberapa ketentuannya dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Kata-kata "dua puluh lima rupiah“ dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah); 2. Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP, kecuali Pasa 3l3 ayat (1) dan ayat (2), 303 bis ayat (1) dan ayat (2), dilipatgandakan menjadi 10.000 (sepuluh ribu) kali.
  • 19.  Untuk pidana yang sejenis berlaku Pasal 65, yaitu jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. (sistem demikian dinamakan sistem absorbsi dipertajam)  Untuk pidana yang tidak sejenis, berlaku Pasal 66, yaitu semua jenis ancaman pidana dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh lebih dari maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. (sistem demikian dinamakan sistem kumulasi diperlunak) CONCURSUS REALIS
  • 20.  Pada 2012, A melakukan pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 ayat (1) KUHP);  Pada 2015, A melakukan penganiayaan yang menyebabkan luka berat (Pasal 351 ayat (2) KUHP);  Ps 365 ayat (1)  9 th penjara  Ps 351 ayat (2)  5 th penjara  Pidana yang dijatuhkan adalah 12 tahun penjara, bukan 14 tahun penjara (sistem absorbsi dipertajam/diperberat) Darimana didapat “12 tahun penjara”?  9 + (1/3 x 9)  9 + 3  12 tahun CONTOH SISTEM PEMIDANAAN DALAM CONCURSUS REALIS Untuk Penjara dan Penjara (Absorbsi dipertajam):
  • 21.  B melanggar Pasal 375 KUHP dan Pasal 364 KUHP, apabila dipandang sbg concursus realis, berapa ancaman maks yang dikenakan kepada B?  Ps 375 KUHP  6 tahun penjara  Ps 364 KUHP  3 bulan penjara  B dikenakan maks 6 tahun 3 bulan penjara, bukan 8 tahun penjara (baca lagi Pasal 65 KUHP). Untuk Penjara dan Penjara (Absorbsi dipertajam): CONTOH SISTEM PEMIDANAAN DALAM CONCURSUS REALIS
  • 22.  C melakukan 2 TP, dimana diancam dengan pidana penjara 2 tahun penjara dan 9 bulan kurungan;  Dalam hal ini, semua jenis pidana (penjara dan kurungan) harus dijatuhkan;  Sistem pemidanaannya sbb :  2 tahun penjara + (1/3 x 2)  2 tahun + (1/3 x 24 bulan)  2 tahun + 8 bulan  Maka dalam hal ini, ancaman maksimal yang dapat dikenakan kepada C adalah 2 tahun penjara dan 8 bulan kurungan. Untuk Penjara dan Kurungan (kumulasi diperlunak): CONTOH SISTEM PEMIDANAAN DALAM CONCURSUS REALIS
  • 23. D Melakukan 2 TP, yang diancam dengan pidana 9 bulan penjara dan denda Rp. 4.500, berapa ancaman maksimal pidananya?  Langkah pertama : denda diubah dalam bentuk kurungan pengganti (Lihat ketentuan Pasal 30 ayat (3) KUHP, “Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan”)  denda Rp. 4500 = 6 bulan kurungan (diambil ketentuan maksimal kurungan pengganti denda);  Langkah kedua : menghitung maksimal pidananya  9 bulan + (1/3 x 9)  9 + 3 12 bulan  3 bulan kurungan diubah mjd denda:  3/6 x 4500  2250  Kesimpulannya, ancaman maksimal pidana yang dijatuhkan kepada D adalah 9 bulan penjara dan denda Rp. 2.250,00 (denda tersebut dikali 10.000 berdasarkan Perma) 9 bulan penjara 3 bulan kurungan Untuk Penjara dan Denda (kumulasi diperlunak): CONTOH SISTEM PEMIDANAAN DALAM CONCURSUS REALIS
  • 24. A melakukan 351 dan 360 KUHP, dengan masing-masing ancaman pidana, 351 = penjara 2 tahun 8 bulan atau denda Rp. 4.500,00 sedangkan 360 = 5 tahun penjara atau 1 tahun kurungan. Bagaimana ancaman maksimal yang bisa dijatuhkan kepada A?  Dalam hal ini, hakim harus melakukan pilihan sanksi terlebih dahulu, misal : a. Penjara dengan penjara  2 tahun 8 bulan dan 5 tahun  digunakan sistem absorbsi dipertajam; b. Penjara dan kurungan  2 tahun 8 bulan dan 1 tahun kurungan c. Penjara dan denda  5 tahun penjara dan denda Rp. 4500,00 Untuk semua jenis pidana (kumulasi diperlunak): CONTOH SISTEM PEMIDANAAN DALAM CONCURSUS REALIS