Teks tersebut merangkum tiga hasil penelitian tentang dewasa awal. Pertama, penelitian tentang sikap terhadap seks maya yang menunjukkan sikap negatif baik pria maupun wanita dipengaruhi budaya Indonesia. Kedua, hubungan positif antara sikap mendukung penundaan perkawinan dengan intensi penundaan usia perkawinan. Ketiga, ketakutan wanita karir menghadapi krisis pernikahan dan keraguan dalam berbag
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
106464226 2010 d
1. NAMA :DONY SURYANTO
NIM :106464226
KELAS :2010 D
FASE FASE PERKEMBANGAN DEWASA AWAL
4. Kemandirian Dewasa Awal
Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang ditandai dengan
pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit
sesuai dengan umur kronologis dan mental age-nya.
Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa
awal adalah masa peralihan dari ketergantungan ke masa mandiri, baik dari segi ekonomi,
kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis
Dari segi fisik, masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik. Perkembangan
fisik sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi sedikit, mengikuti umur seseorang
menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk
meraih sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Sehingga, ada
steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa dimana
lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan suatu
masalah.
Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa.
Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada
masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Menurut Havighurst (dalam
Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau
membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul
tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu,
dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang
mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Hurlock (1993) dalam hal ini
telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan
bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan
memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya.
HASIL PENELITIAN PSIKOLOGI DEWASA AWAL
Hasil penelitian dewasa awal lebih banyak mengarah pada hubungan sosial, dan perkembangan
intelektual, pekerjaan dan perkawinan di usia dewasa awal, dan pengoptimalan perkembangan
dewasa awal serta perilaku penghayatan keagamaan. Beberapa hasil penelitian, diantaranya:
2. 1. Persepsi seks maya pada dewasa awal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pria maupun wanita memiliki sikap yang negatif
terhadap seks maya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor kebudayaan Indonesia yang masih
memegang teguh adat dan istiadat budaya timur, dimana manusia harus memperhatikan aturan
dan nilai budaya di dalam bersikap dan berperilaku. Menurut Ida Ayu dari Fakultas Psikologi,
Universitas Gunadarma) pada jurnal “Perbedaan Sikap Terhadap Perilaku Seks Maya
Berdasarkan Jenis Kelamin pada Dewasa Awal” Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma)
kebudayaan yang berkembang dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan sikap, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan pengaruh yang
kuat dalam sikap seseorang terhadap berbagai macam hal.
2. Penundaan usia perkawinan dengan Intensi Penundaan Usia Perkwaninan
Dari jurnal “Hubungan Sikap Terhadap Penundaan Perkawinan Dengan Intensi Penundaan
Usia Perkawinan” oleh Elok Halimatus Sa`diyah, dosen Fakultas Psikologi UIN
Malang didapatkan hubungan yang positif dan sangat signifikan antara sikap terhadap penundaan
usia perkawinan dengan intensi penundaan usia. Hal ini berarti mereka memiliki keyakinan yang
tinggi bahwa penundaan usia perkawinan akan memberikan keuntungan bagi mereka, baik
keuntungan dari segi biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Penundaan perkawinan akan
memberikan waktu lebih banyak bagi mereka untuk membentuk identitas pribadi sebagai
individu yang matang secara biologis, psikologis, sosial dan ekonomi.
3. Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja
Dalam jurnal ”Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja” oleh Ika Sari Dewi
pada tahun 2006, adanya ketakutan menghadapi krisis pernikahan dan berujung perceraian
merupakan hal atau kondisi yang membuat wanita bekerja ragu tentang kesiapan menikah
mereka. Ditambah lagi maraknya perceraian yang dipublikasikan di media massa saat ini
sehingga dianggap menjadi menjadi fenomena biasa. Salah satu penyebab wanita yang bekerja
memutuskan untuk menunda pernikahan adalah keraguan dapat berbagi secara mental dan
emosional dengan pasangannya. Ketidaksiapan menikah yang dimiliki wanita bekerja
termanifestasi dengan adanya ketakutan menghadapi krisis perkawinan serta ragu tentang
kemampuan mereka berbagi secar mosional dengan pasangannya kelak. Selain kesiapan psikis
juga ketidak siapan fisik. Individu yang merasa memiliki kondisi kesehatan yang tidak prima
(sakit, misal Diabetes Militus) cenderung ragu melangkah menuju jenjang pernikahan.
Untuk mengetahui apakah seseorang siap menikah atau tidak, ada beberapa kriteria yang perlu
diperhatikan:
Memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri.
Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak.
Bersedia dan mampu menjadi pasangan menjadi pasangan dalam hubungan seksual.
Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim.
Memiliki kelembutan dan kasih saying kepada orang lain.
3. Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain.
Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan harapan.
Bersedia berbagi rencana dengan orang lain.
Bersedia menerima keterbatasan orang lain.
Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan
dengan ekonomi.
Bersedia menjadi sua
Adapun dalam jurnal yang berjudul “Kemandirian Mahasiswi UIN Suska Ditinjau dari
Kesadaran Gender” Oleh Hirmaningsih, S.Psi. ini, membuktikan bahwa bahwa perbedaan
perlakuan yang diterima anak laki-laki dan perempuan sejak lahir akan mempengaruhi tingkat
kemandirian. Semakin tinggi kesadaran gender maka semakin tinggi kemandirian manusia
tersebut. Dengan makin tingginya kesadaran gender yang dimiliki seorang pria tentang konsep
mandiri dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki kesadaran gender atau memiliki
kesadaran gender yang rendah. Wanita yang memiliki kemandirian tinggi akan lebih mudah
menghadapi kehidupan, tantangan yang dihadapinya, serta menjalin hubungan ya