Dokumen tersebut merangkum klasifikasi taksonomi dan karakteristik fisik ikan buntal dan ikan terbang. Ikan buntal termasuk kingdom Animalia dan memiliki mulut kuat untuk mencabik mangsa dan lambung yang dapat menggelembung. Ikan terbang termasuk ordo Beloniformes dan memiliki sirip dada panjang yang berfungsi sebagai sayap untuk terbang.
2. Menurut Jackson ( 2013), klasifikasi ikan buntal adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Order : Tetraodontiformes
Family : Tetraodontidae
Genus : Arothron
Species : Arothron meleagris.
3. Menurut Supriyadi ( 2014), klasifikasi ilmiah ikan buntal adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Upafilum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Upakelas : Neopterygii
Infrakelas : Teleostei
Ordo : Tetraodontiformes
Famili : Tertraodontidae
Genus : Arothron
Spesies : Arothron meleagris
4. Arothron meleagris tidak mempunyai sirip perut, tetapi dia
dapat bermanuver dengan menggunakan sirip dada, punggung,
dan ekor. Spesies ini mempunyai bentuk mulut menyerupai paruh
yang digunakan untuk mencabiki mangsanya. Gigi yang menyatu
bersama menjadi satu kesatuan, menciptakan mulut yang kuat
dan dapat meretakkan kulit kerang siput, landak
laut, dan kepiting yang merupakan makanan utama ikan
buntal. Ikan buntal memiliki keunikan pada alat pencernaannya
yaitu lambung yang mampu menggelembung, sehingga ikan ini
dikenal sebagai
blowfish (Jackson, 2013).
5. Secara morfologi, ikan-ikan serupa yang termasuk dalam
famili ini serupa dengan ikan landak yang memiliki tulang
belakang luas yang besar (tidak seperti tulang belakang
Tetraodontidae yang lebih tipis, tersembunyi, dan dapat terlihat
ketika ikan ini menggembungkan diri). Nama ilmiah ini merujuk
pada empat gigi besar yang terpasang pada rahang atas dan
bawah yang digunakan untuk menghancurkan cangkang
krustasea dan moluska, mangsa alami
mereka (Cahyo,2010).
6. Arathron meleagris dapat ditemukan di Teluk California ke
Ekuador, termasuk pulau – pulau lepas pantai, juga tersebar luas di
daerah tropis Indo-Pasifik laut. Habitat asli spesies ini adalah di
daerah sekitar terumbu karang dang- kal dan berbatu
(Jackson,2013).
Ikan Buntal ini adalah predator malam hari, biasanya
bersembunyi di celah-celah karang di siang hari dan baru akan
berakasi mencari makan pada malam hari. Gigi yang menyatu
bersama menjadi satu kesatuan, menciptakan mulut yang kuat dan
dapat meretakan kulit kerang siput, landak laut, dan kepiting yang
merupakan makanan utama ikan buntal (Cahyo,2010).
7. Tubuh ikan buntal dapat mengembang seperti balon dan mengeluarkan
duri tajam, hal ini dilakukan untuk melindungi diri dari mangsa yang akan
mengganggunya. Selain itu, ikan buntal ini juga memiliki racun yang
terkandung di dalam tubuhnya. Spesies ini umumnya dapat tumbuh hingga
memiliki panjang 8-14 inci (20-35 cm), mencapai maksimum 20 inci (50 cm)
dan penyebaran ikan ini adalah di perairan tropis seluruh
dunia (Cahyo, 2010).
Kantung lambung ikan buntal dapat membesar dengan cara
memasukkan air/udara ke dalam lambung. Kemampuan menggelembung
ini disebabkan oleh bekerjanya otot esofagikokardia dan otot pada sfingter
pilorik. Lambung ini dapat menjadi besar karena kulit ikan buntal memiliki
serabut kolagen tidak elastis tersusun berombak di bagian dermis yang
dapat mengulur menjadi memanjang saat terjadinya penggelembungan. Ikan
ini juga tidak memiliki tulang rusuk pleural, sirip pelvis dan tulang
pelvis (ift,2014).
8. Menurut Parin (1999) dalam Nurmawati (2007), ikan terbang
(Hirundichthys oxycephalus) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Su Filum : Vertebrata
Ordo : Beloniformes
Famili : Exocoetidae
Genus :Cyselurus
Sub Genus : Hirundichtys
Spesies : Hirundichthys oxycephalus
9. Menurut Sandi (2012), klasifikasi ikan terbang adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Ordo : Beloniformes
Family : Exocoetidae
Genus : Cypselurus
Species : Hirundichthys oxycephalus.
10. Ikan terbang memiliki warna kulit biru dengan perut berwarna
putih, sirip dada sangat panjang dan lebar, dan sirip ekor
membentuk huruf V. Mata ikan terbang relatif besar dibanding
spesies ikan lainnya. Ikan terbang memiliki panjang tubuh rata-
rata 17 cm, namun sebagian spesies (California Flying Fish)
mampu tumbuh hingga 40 cm (Sandi,2012).
Karakter ikan terbang yaitu bentuk tubuh memanjang,
silindris, beberapa spesies mempunyai bagian perut yang datar,
kepala pendek, dan mulut kecil. Gurat sisi (lateral line) berada
tepat menyentuh dasar sirip perut yang berfungsi sebagai alat
deteksi terhadap mangsa dari bawah, dan mata yang
diadaptasikan untuk melihat, baik di udara maupun di dalam air
(Kutschera, 2005).
11. Ikan terbang menyukai perairan hangat di laut lepas, seperti
Samudera Hindia, Pasifik dan Atlantik. Di Indonesia, sebagian
besar populasi ikan terbang hidup di perairan Sulawesi, Papua,
hingga Flores. Ikan terbang adalah hewan sosial dan senang
hidup berkelompok (Sandi,2012).
Salah satu sumberdaya perikanan yang dimiliki Indonesia
adalah ikan terbang. Ikan terbang merupakan ikan pelagis, hidup
di perairan terbuka, dan dalam migrasi tahunannya ikan terbang
hanya melepaskan telurnya di daerah-daerah tertentu (Oxenford,
1994).
12. Ikan terbang memiliki sisik sikloid yang mudah lepas. Tidak
mempunyai sirip berjari-jari keras, sirip punggung dan sirip dubur
letaknya jauh ke belakang tubuh. Sirip perut abdominal
berukuran panjang mencapai pangkal depan dasar sirip anal.
Sirip dada panjang, selalu mencapai pangkal sirip
punggung. Kedua sirip dada yang panjang tersebut
diadaptasikan sebagai sayap untuk terbang melayang keluar dari
permukaan air ke udara sejauh 200 m bahkan lebih untuk
menghindari predator atau suatu mekanisme penghematan energi
(Kutschera, 2005).
13. Ikan terbang dapat dibagi menjadi dua kelompok: ”bersayap
dua” dan ”bersayap empat” yang masing-masing memiliki
mekanisme terbang yang berbeda. Kemampuan terbang ikan ini
merupakan sifat biologi yang paling menonjol dan
membedakannya dengan kelompok ikan yang lain. Kemampuan
tersebut merupakan proses evolusi sebagai adaptasi untuk
menghindari pemangsa di laut lepas dan gangguan kapal, serta
untuk menghemat energi dalam mencari makanan (Davenport
1994 in Ali & Nessa 2006 dalam Nurmawati 2007).