Rangkuman dasar-dasar hukum waris (faraidh) sesuai dengan fiqih. Dimaksudkan sebagai bahan studi pelajar/mahasiswa dan pengantar pengetahuan umum bidang ekonomi syariah.
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
WARISAN DIGITAL
1. Faraidh [Mawaris]
Abida Muttaqiena - 2010
FARAIDH
Faraidh
jama’ dari kata “faridhah”: diwajibkan/ditentukan
menurut syari’at: bagian yang telah ditentukan bagi ahli waris.
Tirkah (Harta Pusaka)
Adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan harta waris yang ditinggalkan orang yg meninggal.
Hak-hak yang berkaitan dgn Tirkah:
1. Mempersiapkan dan mengkafani mayat
2. Membayarkan utang, jika si mayat mempunyai utang
3. Memenuhi wasiat si mayat setelah mempersiapkan dan mengkafaninya. Wasiat maksimal
1/3 dari harta kekayaan.
4. Membagikan harta pusaka yang ditinggalkan sesuai dengan ketentuan yg ditetapkan.
Rukun pembagian harta waris:
1. Maurits, pemilik harta yang akan memberikan warisan.
2. Waarits, orang yang akan mendapatkan warisan karena adanya hubungan dengan si mayat.
3. Mauruts, yaitu Tirkah (harta pusaka)
Sebab Timbulnya Waris-Mewarisi
1. Perkawinan (QS.An Nisa’:12)
Jika pernikahan masih langgeng hingga salah satu meninggal, maka ketika salah satu
pasangan meninggal, dia meninggalkan warisan pada yang masih hidup.
Jika sudah bercerai:
- Hanafi: istri berhak mendapat warisan selama masih masa iddah.
- Hanbali: istri berhak mendapat warisan selama belum menikah lagi.
- Maliki: istri tetap berhak mendapat warisan walau sudah habis masa iddah dan sudah
menikah lagi.
Bila eks-istri meninggal, maka eks-suami tidak mendapatkan warisan darinya.
2. Hubungan darah (QS.Al Ahzab:6)
Kaum kerabat dilihat dari pembagian harta warisan ada 3:
- Ashabul Furud, ahli waris yg berhak mendapatkan bagian yang telah ditentukan.
- Ashabah, kekerabatan khusus yang dimiliki seseorang utk mendapatkan seluruh
warisan jika dia dlm keadaan seorang diri, atau mendapatkan sisa dr warisan yg telah
dibagikan antara ashabul furud.
- Hubungan kekeluargaan
3. Wala’ (nasab hukmi)
Ada dua macam:
- Wala’ antara orang yang memerdekakan dengan hamba yang dimerdekakan.
- Wala’ yang merupakan perjanjian antara dua orang, dimana masing-masing akan
mewarisi jika salah satu dari keduanya meninggal.
Syarat-syarat Harta Pusaka
1. Kematian yang sesungguhnya dari orang yang meninggalkan warisan
2. Ahli Waris benar-benar masih hidup ketika orang yang meninggalkan warisan itu
meninggal dunia.
-Tidak ada waris-mewarisi diantara orang-orang yang meninggal karena kebakaran,
tenggelam, atau sejenisnya yang menjadikan tidak diketahui siapa yg meninggal lebih dulu.
-Anak yang masih dalam kandungan tidak berhak mendapatkan warisan.
-Orang yang hilang tidak berhak mendapatkan warisan; namun bagiannya dapat dijadikan
wakaf dan jika ternyata dia masih hidup, maka dia boleh mengambilnya.
3. Tidak ada penghalang yang menghalangi untuk mendapatkan warisan.
2. Faraidh [Mawaris]
Abida Muttaqiena - 2010
Penghalang yang Menyebabkan Terhalangnya Perolehan Warisan
1. Pembunuhan yang dilakukan secara sengaja.
2. Perbedaan agama
3. Perbudakan
Ashabul Furud
1. Setengah dari harta warisan (1/2)
- Suami, bila tidak ada anak & tidak ada anak dari anak laki-laki.
- Anak perempuan tunggal
- Anak perempuan dari anak laki-laki, yaitu jika tidak memiliki anak perempuan &
tidak ada mahjub.
- Saudara perempuan kandung, ketika dia seorang diri & tidak ada yang menghalangi.
2. Seperempat dari harta warisan (1/4)
- Suami, jika ada anak dan atau ada anak dari anak laki-laki.
- Istri atau beberapa istri, jika tidak ada anak & tidak ada anak dari anak laki-laki.
3. Seperdelapan dari harta warisan (1/8)
Istri atau beberapa istri, jika ada anak atau ada anak dari anak laki-laki.
4. Duapertiga dari harta warisan (2/3)
- Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki.
- Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika tidak ada anak perempuan
serta tidak ada mahjub.
- Dua orang saudara perempuan kandung atau lebih (seibu-sebapak), jika tidak ada
ahli waris lain yg menghalangi.
- Dua orang saudara perempuan atau lebih (sebapak), jika tidak ada saudara
perempuan kandung dan tidak ada mahjub.
5. Sepertiga dari harta warisan (1/3)
- Ibu, jika si mayat tidak meninggalkan anak/anak dari anak laki-laki/saudara.
- Dua saudara atau lebih yang seibu, jika tidak ada orang lain yang berhak menerima.
6. Seperenam dari harta warisan (1/6)
- Ayah, jika si mayat tidak meninggalkan anak/anak dari anak laki-laki.
- Ibu, jika si mayat mempunyai anak/anak dari anak laki-laki/saudara kandung/saudara
sebapak/saudara seibu.
- Kakek, jika ada anak/anak dari anak laki-laki, dan tidak ada ayah.
- Nenek, jika tidak ada Ibu.
- Satu orang anak perempuan dari anak laki-laki(cucu), yaitu ketika bersama dengan
saudara perempuan kandung, dan tidak ada mahjub.
- Saudara perempuan sebapak, yaitu ketika bersama dgn saudara perempuan kandung
dan tidak ada ahli waris lain yang menghalangi.
- Saudara laki-laki atau perempuan seibu, yaitu jika tidak ada yang menghalangi.
Orang yang Berhak Mendapat Waris dari Pihak Laki-laki/Perempuan
1. Pihak Laki-laki
- Suami
- Orang yg memerdekakakn budak yang telah meninggal dunia.
- Kaum kerabat, terdiri dari: Ushul (garis lurus keatas: ayah, kakek, dst), Faru’ (garis
lurus kebawah: anak laki2, anak laki2 dari anak laki2nya, dst), dan Hawasy (garis ke
samping: saudara laki2 beserta anak2 mereka, dst).
Jika semua orang itu ada dalam pembagian harta waris, maka yang berhak atas warisan
hanya Suami, anak laki-laki, dan ayah saja.
3. Faraidh [Mawaris]
Abida Muttaqiena - 2010
2. Pihak Perempuan
- Istri
- Orang yang memerdekakan budak yang telah meninggal dunia.
- Kaum kerabat, terdiri dari: Ushul (garis lurus keatas:Ibu, nenek, dst), Furu’(garis
lurus kebawah: anak perempuan, anak perempuan dr anak laki2, dst), dan Hasyisyah
(garis ke samping: saudara perempuan saja)
Ta’shib
Setiap orang yang boleh mengambil seluruh harta warisan ketika keberadaannya hanya seorang diri,
atau mengambil sisa warisan yg sudah dibagikan pada ashabul furud.
Pembagian warisan dgn jalan Ta’shib:
- Pembagian sisa dari seluruh harta warisan setelah dibagikan kepada ashabul furud
- Pemberian seluruh warisan kepada seseorang jika tidak ada ashabul furud.
- Pemberian warisan oleh mil’tiq (orang yang memerdekakan) kepada ’atiq (orang yang
dimerdekakan) jika tidak ada satu orang pun ahli waris dari ashabul furud maupun ta’shib
nasabi.
Macam-macam Ashabah:
1. Ashabah nasabiyah, yaitu anak laki-laki dan kerabat yg seayah dengannya.
a. Ashabah Binnafsi, yaitu setiap kerabat laki-laki yang pertalian nasab dengan si mayat
tidak diselingi oleh seorang perempuan. Ashabah Binnafsi mempunyai empat jihat
(arah), dimana jika ada salah seorang dari jihat pertama, maka orang itu menghalangi
semua orang di jihat berikutnya.
Jihat pertama, Jihat Bunuwwah: anak laki2, anak laki2 dari anak laki2, dst kebawah.
Jihat kedua, Jihat Ubuwwah: ayah
Jihat ketiga, Jihat Judud (kakek kandung) dan jihat ukhuwwah (saudara laki2
kandung, saudara laki2 seayah, anak laki2 dari saudara laki2 kandung,
dan anak laki2 dari saudara laki2 seayah.
Jihat keempat, Jihat ’Umumah: paman kandung, paman seayah, anak laki2 dari
paman kandung, paman kandung dari ayah si mayat, paman seayah dari
ayah si mayat.
b. Ashabah Bilghair, yaitu setiap perempuan yang dalam derajat dan kekuatan
kekerabatannya terdapat seorang laki2; apabila perempuan itu termasuk yg
memperoleh bagian setengah ketika seorang diri dan duapertiga jika bersama
beberapa ahli waris lain. Ashabah Bilghair ada empat:
- anak perempuan kandung,
- anak perempuan dari anak laki2,
- saudara perempuan kandung,
- saudara perempuan kandung seayah.
c. Ashabah Ma’alghair, yaitu setiap perempuan yang termasuk ashabul furud yang
menjadi ashabah dengan perempuan lain, tetapi perempuan lain tersebut tidak
berserikat dengannya dalam menerima ’ushubah. Ashabah ma’alghair ada dua:
- saudara perempuan kandung
- saudara perempuan seayah yang bersamanya terdapat
Keduanya menjadi ashabah ma’alghair jika salah seorang dari keduanya
berdampingan dengan anak perempuan/anak perempuan dari anak laki2.
2. Ashabah sababiyah, yaitu mu’tiq dan ashabahnya yang laki2.
4. Faraidh [Mawaris]
Hijab
Adalah larangan terhadap seseorang mendapatkan harta warisan, sebagian atau seluruhnya, karena
adanya ahli waris lain. Ada 2 macam hijab:
Abida Muttaqiena - 2010
1. Hijab Hirman
Terhijabnya seorang ahli waris dari memperoleh bagian warisan, karena adanya ahli waris
lain yg lebih didahulukan mendapatkan warisan. Hijab ini mencakup ashabul furud dan
ashabah, kecuali: suami, istri, ayah, ibu, anak laki-laki, dan anak perempuan.
2. Hijab Nuqshan
Terhalangnya seseorang dari bagian fardh yg lebih tinggi ke bagian fardh yang lebih rendah
karena adanya ahli waris lain. Ashabul furud yang terhijab nuqshan ada 5:
- Suami (1/2 ->1/4)
- Istri (1/4->1/8)
- Anak perempuan dari anak laki-laki (1/2 -> 1/6)
- Saudara perempuan seayah (1/2 -> 1/6)
- Ibu (1/3 -> 1/6)
’Aul
Adalah kelebihan saham ashabul furud dari besarnya waris, dan adanya penyusutan dalam kadar
penerimaan mereka.
Cara memecahkan menurut Sayid Sabiq:
”Hendaklah Anda mengetahui asal masalah (besar harta pusaka) berikut jalan keluarnya (waarits)
serta mengetahui saham bagi setiap ashabul furud dan mengabaikan asal masalah (harta pusaka).
Kemudian mengumpulkan bagian-bagian yang ditentukan untuk mereka, selanjutnya menjadikan
furud yang terkumpul itu sebagai asal; kemudian membagikan harta warisan berdasarkan yang
terkumpul, sehingga nilai per saham setiap ashabul furud menjadi kurang.”
Misalnya masalah ’aul antara seorang suami dengan dua saudara perempuan kandung. Asal masalah
adalah (6); maka suami mendapatkan setengah, yaitu (3), dan saudara perempuan kandung
mendapatkan duapertiga, yaitu (4). Dengan demikian yang terkumpul adalah tujuh (7), dan jumlah
itulah yang dijadikan utk membagi harta warisan.
Dzawil Arham
Adalah kaum kerabat yang bukan dari ashabul furud maupun ashabah. Misal: putra-putri dari anak
perempuan, ayahnya ibu, putra-putri dari saudara perempuan, dll. Hukumnya:
- Hanbali & Hanafi: boleh memberikan warisan kepada dzawil arham
- Maliki & Syafii: tidak memberikan warisan kepada dzawil arham
REFERENSI
AlQur’an
’Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 2008. Fiqih Wanita Edisi Lengkap. Jakarta: Pustaka Al
Kautsar. Diterjemahkan dari Al-Jami’ fii Fiqhi An-Nisa’ oleh M. Abdul Ghoffar.
Al Jazairi, Abu Bakr Jabir.2003. Ensiklopedi Muslim. Jakarta: Darul Falah. Diterjemahkan dari
Minhajul Muslim oleh Fadhli Bahri.
Rangkuman Ini Disusun Hanya Sebagai Referensi Pengantar.
Untuk Contoh Aplikasi Perhitungan Waris Yang Lebih Jelas, Silahkan Mencari
Buku-Buku Yang Ditulis Oleh Para Ulama Terkemuka.