1. MAKALAH
PELUANG DAN TANTANGAN SUKUK DI
INDONESIA
disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Manajemen Investasi
Disusun oleh :
Abida Muttaqiena 7450406003
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009
BAB 1
PENDAHULUAN
2. Total Sukuk Issues (in USD mio)
2002 2003 2004 2005 2006 2007 Total %
By Currency
MYR 3,974.69 2,839.18 3,744.93 5,005.72 7,015.00 11,239.00 33,818.52 47%
USD 750.00 1,350.00 1,700.00 2,465.00 10,155.00 8,780.00 25,200.00 35%
Other 167.58 91.74 324.38 123.39 955.00 10,784.00 12,446.09 17%
Total 4,892.27 4,280.92 5,769.31 7,594.11 18,125.00 30,803.00 71,464.61 100%
# of issues
MYR 120
A. 101 190
Latar Belakang 275 260 211 1,157
USD 2 3 4 9 13 17 48
Other 13 9 11 4 3 24 64
Total 135 113 205 288 276 252 1,269
Avg size
MYR 33.12 Sejak mulai19.71
28.11 diperdagangkan di pasar Internasional pada tahun 2002,
18.20 26.98 53.27 29.23 Sukuk
USD 375.00 450.00 425.00 273.89 781.15 516.47 525.00
Other 12.89 terus berkembang dengan kecepatan pertumbuhan yang luar biasa.
10.19 29.49 30.85 318.33 449.33 194.47 Sukuk
Total 36.24 37.88 28.14 26.37 65.67 122.23 56.32
Source: Bloomberg, Dec-07 merupakan instrumen keuangan Islam yang tumbuh paling cepat, jauh diatas
pertumbuhan Islamic Banking dan institusi keuangan syariah lain. Pada tahun
2002, penerbitan sukuk internasional hanya US$ 4,9 miliar. Tahun 2007, pasar
sukuk global bernilai US$30,8 miliar. Angka itu meningkat pesat pada 2008
hingga mencapai US$ 84,1 miliar.
Tabel 1. Penerbitan Sukuk di Seluruh Dunia
Penerbitan sukuk dalam mata uang Ringgit di pasar domestik Malaysia
mendominasi penerbitan sukuk dunia selama 2002-2005, dan bahkan Malaysia
menguasai sekitar 66% dari seluruh penerbitan sukuk di dunia, karena 70%
obligasi yang diterbitkan Malaysia adalah dalam bentuk sukuk. Selain
Malaysia, Bahrain, Brunei, Qatar, dan UAE juga telah menerbitkan sovereign
sukuk (sukuk negara) secara reguler. Tahun 2003, sovereign sukuk masih
2
3. mendominasi pasar sukuk global yaitu sebesar 42% dan sukuk yang
diterbitkan oleh lembaga keuangan sebesar 58%. Namun sejak saat itu
komposisinya mengalami pergeseran. Pada tahun 2007, sukuk korporasi yang
mendominasi pasar sukuk global, yaitu sekitar 71%, lembaga keuangan 26%,
dan pemerintah tinggal 3%.
Investor Sukuk tidak hanya dari kalangan Islam akan tetapi juga dari kalangan
non muslim. Secara geografis investor Sukuk berasal dari Timur Tengah
(65%), Eropa dan USA (19%), Asia Pasific (16%). Hal ini salah satunya
disebabkan karena penerbitan sukuk oleh negara-negara yang tidak didominasi
muslim, juga cukup tinggi. Jerman menerbitkan sukuk senilai 100 miliar euro
(2004), USA US$ 165 miliar (2006), Jepang US$ 300-500 miliar (2006), Cina
US$ 250 miliar (2006) dan UK £ 225 miliar (2007).
Sukuk telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sistem keuangan
global. Berdasarkan proyeksi S&P, dalam lima tahun ke depan, pasar sukuk
dapat menembus level US$100 miliar, tergantung pada kondisi stabilitas pasar
kredit. Sementara itu, Moody’s memperkirakan, pasar sukuk akan meningkat
sebesar 35% per tahun. Pada tahun 2010, pasar sukuk global diperkirakan
dapat menembus hingga US$200 miliar, terutama ditopang oleh negara-negara
di kawasan Teluk, Inggris, Jepang, dan Thailand.
Pengembangan sukuk sangat didukung regulator dan pemerintah di kawasan
Teluk dan Asia. Kini, makin banyak negara yang telah menerbitkan sukuk
3
4. sebagai instrumen pembiayaan. Pada tahun 2007, ada 10 negara penerbit
sukuk, padahal pada tahun 2001 baru ada 2 negara. Uni Emirat Arab (UEA)
dan Malaysia masih mempertahankan kedudukan sebagai negara penerbit
sukuk terbesar di dunia. Pada tahun 2007, lebih dari US$25 miliar sukuk (atau
sekitar 75% dari seluruh sukuk yang diterbitkan di seluruh dunia pada tahun
itu) adalah sukuk yang diterbitkan oleh UEA dan Malaysia.
S&P memperkirakan Malaysia dan UEA akan tetap memegang posisinya
sebagai penguasa pasar, karena ditopang oleh regulator dan status UEA
sebagai pintu masuk investor global.
Selain dukungan yang kuat dari pemerintah setempat, perkembangan pesat
sukuk juga tidak terlepas dari kinerja sukuk itu sendiri. Perkembangan indeks
surat berharga yang berbasis syariah (saham dan sukuk), kinerjanya lebih baik
dibandingkan indeks surat berharga konvensional. Nilai nominal rata-ratanya
juga terus meningkat, dari US$375 juta pada tahun 2002 menjadi US$516,47
juta pada 2007. Fenomena ini mencerminkan semakin pentingnya sukuk
sebagai sumber pendanaan berskala besar dan semakin diterimanya sukuk
sebagai alternatif investasi para investor global.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dilihat pesatnya pertumbuhan sukuk
dalam pasar keuangan global. Di sisi lain, Indonesia merupakan negara
berpenduduk mayoritas muslim dan memiliki jumlah institusi keuangan
syariah terbesar di Dunia yang menjadi pasar potensial Sukuk. Maka, makalah
4
5. ini akan membahas mengenai:
1) Bagaimana kondisi sukuk di pasar finansial Indonesia
2) Bagaimana peluang dan tantangan sukuk di Indonesia.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan paper ini yaitu:
1) Mendeskripsikan kondisi sukuk di pasar finansial Indonesia
2) Mendekripsikan peluang dan tantangan sukuk di Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penulisan paper ini adalah :
1. Manfaat praktis
Paper ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai sukuk.
2. Manfaat teoritis
Bagi kalangan akademisi, paper ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan konseptual bagi pengembangan kajian sukuk di Indonesia.
BAB 2
SUKUK
“Sukuk” berasal dari bahasa Arab ( صكوكplural: صكsakk), yaitu cek atau
instrumen hukum. Saat ini, sukuk dikenal sebagai nama sebuah sertifikat finasial
dan dikenal juga dengan nama obligasi syariah (surat utang Islam). Surat utang
5
6. berbasiskan suku bunga tidak diperbolehkan dalam Islam, sehingga Sukuk adalah
surat berharga yang sesuai dengan aturan Islam dan prinsip-prinsip investasi yang
melarang membebankan atau membayarkan bunga.
Pada periode klasik Islam, definisi sakk (sukuk) yang juga merupakan kata dasar
‘cheque’ di Eropa, berarti sebuah dokumen yang mewakili sebuah kontrak hak,
kewajiban atau keuangan yang sesuai dengan syariah. Fakta empiris menunjukkan
bahwa sukuk merupakan produk yang secara umum digunakan di abad
pertengahan oleh umat Islam untuk melakukan transfer kewajiban finansial dari
aktivitas trading dan aktivitas komersial lainnya. Pentingnya perangkat sukuk
dalam perspektif Islam modern terletak pada konsep sekuritisasi yang dapat
dicapai melalui proses penerbitan sukuk. Potensi terbesar adalah di dalam
melakukan transformasi cash flow di masa yang akan datang pada aset. Sukuk
dapat diterbitkan pada aset yang sudah ada ataupun aset baru.
Menurut Fatwa DSN MUI Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002, Obligasi Syariah
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil
atau margin atau fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo. Akad (kontrak) yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah
antara lain Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna, dan Ijarah.
Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan
syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/
6
7. IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah.
Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang
Obligasi Syariah sesuai dengan akad yang digunakan, serta harus bersih dari unsur
non halal.
Sedangkan menurut AAOFI, Sukuk adalah sertifikat yang bernilai sama yang
mewakili kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu aset berwujud, nilai
manfaat (usufruct) dan jasa-jasa (services) atau kepemilikan atas aset dari proyek
tertentu atau kegiatan investasi tertentu. Lebih khusus lagi, dalam Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN),
SBSN didefinisikan sebagai surat berharga yang diterbitkan berdasarkan syariah,
sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing.
Sukuk memiliki sejumlah perbedaan karakteristik dengan obligasi konvensional.
Perbedaan-perbedaan tersebut yaitu :
1) Sukuk bukan merupakan instrumen utang, akan tetapi
merupakan bukti kepemilikan bersama suatu asset
berwujud atau hak manfaat (beneficial title);
2) diperlukan adanya underlying asset (berupa aset
berwujud maupun aset tidak berwujud) dan syariah
endorsement (dokumen pernyataan kesesuaian syariah
dari DSN MUI) sebagai dasar penerbitan sukuk;
3) penghasilan yang diberikan bukan berupa bunga/capital
7
8. gain akan tetapi berupa imbalan/sewa, bagi hasil atau
margin;
4) diperlukan adanya SPV (Special Purpose Vehicle)
sebagai penerbit sukuk untuk kepentingan obligor,
fasilitator antara obligor dan investor, serta waliamanat
(principal trustee) untuk kepentingan pemegang Sukuk;
5) Sukuk diterbitkan dan dijual dengan harga at par (100%);
6) Sukuk harus terhindar dari:
a. imbal hasil dari kontrak pinjaman (debt contract) berupa bunga (riba)
b. ketidakpastian dalam perjanjian (gharar)
c. unsur perjudian/gambling (maysir)
Berdasarkan The Accounting and Auditing Organisation of Islamic Financial
Institutions (AAOIFI) ada 14 jenis transaksi/struktur Sukuk. Diantaranya adalah :
1) Sukuk Ijarah
Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Ijarah dimana satu
pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak
guna (manfaat) atas suatu asset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan
periode sewa yang disepakati, tanpa diikuti dengan perpindahan kepemilikan
asset itu sendiri. Sukuk Ijarah dibedakan menjadi Ijarah Sale and Lease Back
(Ijarah Almumtahiya Bittamlik) dan Ijarah Headlease and Sublease.
2) Sukuk Mudharabah
Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Mudharabah yang
8
9. merupakan suatu bentuk kerjasama dimana satu pihak menyediakan modal
(rab al-maal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib),
keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbanbandingan
yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung
sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.
3) Sukuk Musyarakah
Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Musyarakah yang
merupakan suatu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
menggabungkan modal yang digunakan untuk membangun proyek baru,
mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha.
Keuntungan maupun kerugian yang timbul akan ditanggung bersama sesuai
dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
4) Sukuk Istishna’
Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna’ yang
merupakan suatu bentuk perjanjian jual beli antara para pihak untuk
pembiayaan suatu proyek dimana cara dan jangka waktu penyertaan barang
serta harga ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak. Sukuk Istishna’
merupakan jenis sukuk yang tidak dapat diperjual belikan (non-tradable).
5) Sukuk Salam
Sukuk Salam merupakan sukuk jangka pendek yang diterbitkan dalam rangka
kontrak jual beli suatu komoditas dengan cara pemesanan dan pembayaran
harga terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sukuk Salam juga termasuk jenis sukuk non-tradable.
9
10. Prinsip syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik dari segi produk,
dari cara perolehannya, dan cara penggunaannya. Oleh karenanya, selain akad
(kontrak) harus sesuai syari’ah, terdapat pula beberapa ketentuan syariah yang
harus dipenuhi oleh emiten (penerbit sukuk), yaitu :
1) Halal Produk,
Emiten dilarang mempunyai obyek usaha berupa makanan-minuman yang
tergolong haram, berkaitan dengan maksiat dan pornografi, narkoba, hingga
hal-hal yang lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya seperti senjata
dan rokok.
2) Halal Cara Perolehan
– Emiten harus mendapat penghasilan usaha dari
usaha ekonomi secara rela sama rela serta tidak
bertindak zalim dan tidak boleh diperlakukan
zalim.
– Emiten harus menjalankan kegiatan usaha
dengan cara yang baik, memenuhi prinsip
keterbukaan dan dilarang menciptakan keraguan
yang dapat merugikan (gharar). Dalam
penawaran perdana, Emiten harus menyatakan
dengan jelas pada kegiatan usaha spesifik yang
mana hasil emisi akan digunakan.
3) Halal Cara Pemakaian
– Emiten harus mempunya manajemen yang
berprilaku Islami, menghormati hak asasi
10
11. manusia, menjaga lingkungan hidup,
melaksanakan good corporate governance serta
tidak spekulatif dan memegang teguh prinsip
kehati-hatian.
– Emiten harus mempunyai pembukuan yang jelas
dan sebaiknya terpisah mengenai kegiatan usaha
yang dibiayai, sehingga dapat dinyatakan
dengan transparan dan adil manfaat atau hasil
usaha yang diperoleh pada kegiatan usaha yang
dibiayai (Hubungan dengan Investor).
Selain itu, agar Sukuk yang diterbitkan dapat diterima baik pasar lokal maupun
pasar global, maka ada beberapa faktor yang perlu ada dalam penerbitan sukuk,
antara lain:
1) Harus memenuhi semua ketentuan syariah (full syariah
compliance) baik kegiatan usahanya, proses
penerbitannya maupun jenis asset yang menjadi
underlying.
2) Likuiditas (marketability of instruments), yakni:
- Sukuk harus dapat dipindahtangankan dari satu pihak ke pihak
lainnya (transferable)
- Sukuk harus dapat diperjualbelikan (tradable)
c. Tingkat keuntungan (profitability) yang
lebih kompetitif dibandingkan dengan
11
12. instrumen konvensional dan memiliki
tingkat kepuasan yang lebih baik dari faktor
risiko dan hasilnya (risk-reward factor).
d. Biaya transaksi yang rendah.
e. Transparansi, misalnya dengan adanya
informasi yang jelas bagi investor
menyangkut kinerja, proyeksi pembangunan
dan proyeksi penerimaan dan keuntungan
selama durasi/tenor Sukuk.
f. Operasional, Standarisasi, Sistem dan
Dokumentasi perlu dilakukan dengan
mengikuti ketentuan-ketentuan baku seperti
dalam proses penerbitan Sukuk, legal
contract, term and conditions, penetapan
standar professional untuk broker dan
underwriter, dan proses listing serta
kustodian.
g. Adanya pasar keuangan Islam yang efisien.
h. Adanya koordinasi dan kerjasama dengan
pasar keuangan regional untuk
meningkatkan efisiensi pasar dan aliran
modal.
Bagi Investor, risiko investasi dalam Sukuk tidak berbeda dengan risiko investasi
12
13. pada umumnya kecuali dalam hal:
1) Sharia compliance risk, yaitu risiko yang timbul akibat
tindakan obligor yang bertentangan dengan prinsip
syariah sehingga menimbulkan adanya komplain dan
terjadi pengakhiran perjanjian.
2) coupon payment risk, obligor tidak membayarkan kupon
tepat waktunya.
3) asset redemption risk, Obligor tidak mampu melakukan
pembelian kembali (buy back) atas underlying asset
sesuai dengan nilai nominal Sukuk.
4) Risks related to the asset, risiko terjadinya kerugian (loss)
atas asset Sukuk terutama yang bukan berbentuk tanah.
5) Institutional rigidity, pada umumnya sukuk diterbitkan
oleh negara berkembang yang memiliki infrastruktur
keuangan yang lemah seperti tidak adanya pasar uang
antar bank (inter-bank money market), lemahnya hedging
dan proses financial engineering, dan tidak adanya
keseragaman akunting, auditing dan pengakuan atas
income dan loss.
BAB 3
PEMBAHASAN
A. Sukuk di Pasar Finansial Indonesia
13
14. Penerbitan sukuk korporasi pertama di pasar modal Indonesia dilakukan pada
tahun 2002 dengan akad Mudharabah. Namun saat itu belum ada regulasi yang
memadai. Kerangka peraturan masih menggunakan Peraturan Penerbitan Efek
Konvensional, dengan tambahan dokumen pernyataan kesesuaian syariah dari
DSN MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia). Basis penerbitan
obligasi syariah tersebut adalah Fatwa DSN MUI No.32 dan No.33. Sejak saat itu,
penerbitan sukuk korporasi di Indonesia kian berkembang pesat.
P e r k e m b a n g a n O b li g a si S y a ri a h K o rp o r a si
D o m e sti k
25 4 .0 0 0
Ju m la h E m it e n To t a l N ila i E m is i
3 .5 0 0
20
3 .0 0 0
R p Triliun
15 2 .5 0 0
2 .0 0 0
10 1 .5 0 0
5 1 .0 0 0
500
0 0
2002 2003 20 04 2005 2006 200 7 Ap r-0 8
Gambar 1. Perkembangan Obligasi Syariah Korporasi Domestik di Indonesia
(Sumber: Depkeu, 2008)
Berdasarkan fatwa DSN MUI No.32, pemindahan kepemilikan obligasi syariah
14
15. harus mengikuti akad-akad yang digunakan. Hal ini menjadi dasar bagi
diizinkannya perdagangan Sukuk dengan struktur tertentu di pasar sekunder.
Lebih lanjut, menurut peraturan Bapepam-LK, sukuk dapat diperdagangkan di
pasar sekunder, dengan syarat :
1) Seluruh dana hasil penawaran sukuk telah diterima oleh Emiten;
2) Dana yang diterima sudah mulai digunakan sesuai dengan tujuan
penerbitannya.
Dari berbagai jenis sukuk, ada beberapa jenis yang cukup populer di kalangan
Investor Sukuk dan merupakan jenis sukuk yang paling banyak diterbitkan, yaitu :
1) Sukuk Ijarah,
Bagi penerbit sukuk, mekanisme sukuk Ijarah relatif lebih mudah
dilaksanakan dibanding jenis sukuk lainnya, dan penggunaan dana lebih
bebas sepanjang tidak melanggar ketentuan syari’ah. Sedangkan bagi
Investor, Sukuk Ijarah lebih diminati karena strukturnya mirip dengan
struktur Obligasi Konvensional, yang ‘cenderung’ memberikan
keuntungan tetap, karena transaksi yang bersifat sewa serta lebih mudah
dalam menetukan fee ijarah (bukan bunga) yang dibayarkan secara
periodik.
2) Sukuk Mudharabah
Sukuk Mudharabah memiliki potensi keuntungan yang jauh lebih besar
daripada obligasi konvensional karena sifat bagi hasilnya, namun tetap
memiliki derajat pengembalian pokok yang cukup tinggi
Eksplorasi pada jenis-jenis instrumen di atas dapat dilakukan, dengan membangun
15
16. struktur-struktur instrumen yang bervariasi dan menarik. Selama tetap
menunjukkan perbedaan konsep dan penerapan Investasi Syariah (Depkeu, 2008).
Seiring dengan kian berkembangnya pasar sukuk dunia, pangsa pasar sukuk di
Indonesia hingga April 2008 meningkat hingga mencapai 6,17% dibandingkan
obligasi konvensional.
7 .3 4%
6 .1 7%
3 .8 2% 3 .7 0%
2 .8 7%
2 .1 1 %
1 .7 4%
Gambar 2.
Persentase Nilai
Emisi
Obligasi 2 00 2 2 00 3 2 00 4 2 0 0 5 2 00 6 2 00 7 YTD
Syariah 2 00 8
(Sukuk)
Dibandingkan Obligasi Konvensional Tahun 2002 – April 2008
(Sumber: Danareksa, 2008)
Namun, pertumbuhan pangsa pasar sukuk di Indonesia masih sangat lambat
dibandingkan pertumbuhan sukuk Dunia. Apalagi, sempat terjadi penurunan
pangsa pasar sukuk di Indonesia secara drastis pada tahun 2006, dan belum
kembali mencapai pangsa pasar tertingginya. Sedangkan selama 20 tahun terakhir,
industri keuangan Islam di Dunia meraih pertumbuhan 65% per tahun, dan
instrumen obligasi syariah atau sukuk mencatat pertumbuhan terbesar,
sebagaimana ditampilkan dalam gambar (2).
16
17. Gambar 3. Perkembangan Penerbitan Sukuk Global Tahun 2001 – 2007
(Sumber: Bloomberg, 2008)
Ada beberapa sebab lambatnya perkembangan sukuk di Indonesia, antara lain:
1) Masih sedikitnya jumlah penerbit sukuk di Indonesia. Per
Desember 2007, porsi penerbit Sukuk (Obligasi Syariah) baru
17
18. mencapai 12% dari Total Obligasi Korporasi di Indonesia
yang mencapai 174 Perusahaan (Depkeu, 2008). Hingga bulan
April 2008, Total Kumulatif Penerbitan Sukuk baru mencapai
22 dan Sukuk yang masih beredar sebanyak 20 Sukuk
(Lampiran 2).
2) Likuiditas sukuk di Indonesia relatif rendah, karena investor
cenderung melakukan aksi buy and hold, sedangkan struktur
sukuk umumnya Ijarah Head-Lease and Sub-lease.
3) Hingga pertengahan tahun 2008, Pemerintah belum
menerbitkan regulasi yang jelas mengenai sukuk, sehingga
investor enggan berinvestasi dalam sukuk korporasi Indonesia.
Selain itu, Pemerintah juga belum menerbitkan sukuk negara
(SBSN/ Surat Berharga Syari’ah Negara).
B. Peluang dan Tantangan Sukuk di Indonesia
Di tengah perkembangan pesat industri keuangan dan jasa syari’ah di Indonesia,
sukuk memiliki peluang yang sangat besar sebagai salah satu instrumen investasi
keuangan syari’ah. Perbankan syari’ah Indonesia terus mengalami perkembangan
pesat sejak kelahirannya di tahun 1992. Jaringan kantor, dana pihak ketiga,
pembiayaan yang disalurkan, maupun aset yang dimilikinya juga terus meningkat
pesat. Hal ini berimplikasi pada tingginya kebutuhan perbankan syari’ah akan
instrumen investasi yang mampu memberikan return atau imbal hasil, sekaligus
juga mampu membantu liquidity management bank syari’ah.
18
19. INDONESIAN BANKING INDUSTRY
in IDR billions Dec-03 Dec-04 Dec-05 Dec-06 Dec-07
Banking Assets
Commercial Banks 1,205,574 1,256,871 1,448,947 1,667,128 1,949,963
Syariah Banks 7,944 15,210 20,880 26,722 36,538
Total (excl BPR) 1,213,518 1,272,081 1,469,827 1,693,850 1,986,501
Investment in Marketable Securities
Commercial Banks 34,980 37,788 44,224 55,988 108,007
Syariah Banks Namun, investasi 105 syariah dalam bentuk surat berharga masih sangat kecil
bank 671 730 829 1,302
Total (excl BPR) 35,085 38,459 44,954 56,817 109,309
Source: Bank Indonesia (tabel 2). Kecilnya angka investasi bank syari’ah dalam surat berharga ini,
terutama disebabkan oleh kecilnya jumlah instrumen investasi yang sesuai
syari’ah di pasar finansial Indonesia.
Tabel 2. Perkembangan Aset dan Investasi Perbankan Syari’ah Indonesia
2003-2007
(Sumber: BI, 2008)
Selain perbankan syari’ah, reksadana syari’ah juga menghadapi keterbatasan
instrumen investasi sukuk maupun instrumen lainnya. Keterbatasan instrumen ini
membuat perkembangan reksadana syari’ah menjadi fluktuatif dan cenderung
stagnan.
fFilled0fillShape1fNoFillHitTest0lineColor4990464fLine0fNoLineDrawDash0sh
adowColor3355443fShadow0fLayoutInCell1fLayoutInCell1
OUTSTANDING MUTUAL FUNDS
in IDR billion Dec-03 Dec-04 Jun-05 Dec-05 Dec-06 Dec-07 Mar-08
Mutual Funds
Fixed Income 55,556 85,036 55,138 12,971 21,994 16,630 15,899
Equity 410 1,885 5,027 4,934 10,695 9,283 12,601
Mixed 3,547 4,643 8,262 5,392 9,336 6,761 7,746
Money Market 7,851 9,423 11,742 2,080 5,083 4,761 4,820
Protected - - - 3,008 11,915 15,668 16,864
ETF - - - - - 110 227
Index - - - - 35 53 82
Total Mutual Funds 67,365 100,987 80,169 28,385 59,058 53,266 58,239
Syariah Mutual Funds 67 526 1,000 544 664 1,916 347
Source: Bapepam
19
20. Tabel 3. Perkembangan Reksadana Tahun 2003-Bulan Maret 2008
(Sumber: Bapepam-LK, 2008)
Secara umum, pelaku pasar dalam negeri menghadapi kelangkaan instrumen
syari’ah. Akibat kelangkaan ini, sangat sulit mendapatkan sukuk di pasar sekunder
(Depkeu, 2008).
Di sisi lain, investor Syari’ah internasional terus mencari alternatif investasi yang
menarik. Sejak krisis finansial global dimulai, perhatian dunia beralih kepada
negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah, khususnya negara-negara yang
tergabung dalam blok ekonomi GCC (Gulf Cooperation Council). Hal ini
disebabkan negara-negara anggota GCC memiliki surplus likuiditas yang cukup
tinggi dibandingkan kawasan-kawasan lain di belahan dunia. Salah satu faktor
yang menyebabkan masih tingginya likuiditas di negara GCC adalah kenaikan
drastis harga minyak dunia pada tahun 2008.
GCC adalah sebuah blok ekonomi yang beranggotakan enam negara, yaitu
Kuwait, Arab Saudi, Bahrain, Qatar, Oman, dan Uni Emirat Arab. Keenam negara
tersebut merupakan negara dengan pendapatan per kapita yang cukup tinggi
dengan minyak sebagai komoditas utama penggerak perekonomian. Kalau di
masa lalu investasi surplus minyak terfokus di Eropa dan Amerika Serikat,
sekarang sejak krisik moneter melanda dunia otoritas investasi negara-negara
teluk mulai mengalihkan investasinya ke negara-negara berkembang di kawasan
20
21. Asia Pasifik dan Amerika latin. Ini merupakan kesempatan bagus bagi Indonesia
untuk menjaring dana-dana segar ini.
Namun, pemerintah harus lebih dulu membenahi pasar keuangan syariah dalam
negeri, terutama menyediakan regulasi bagi sukuk, yang merupakan instrumen
investasi utama di pasar keuangan syariah.
Setelah melalui proses yang panjang, Undang-Undang No.19 Tahun 2008 Tentang
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) akhirnya disahkan oleh DPR dalam
Sidang Paripurna pada tanggal 9 April 2008. Sebenarnya terbitnya UU SBSN ini
terlambat hampir enam tahun dari Malaysia. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa
regulator finansial di Indonesia cenderung wait and see atau malah kurang
inovatif. Padahal, sebagaimana disebutkan oleh Masrun (2008), tak sedikit studi
yang menguatkan bahwa perangkat hukum Sukuk sangat diperlukan sebagai
instrumen pembangunan ekonomi (misalnya Ketetapan Konferensi No. 10 the
Islamic Jurispudence Council (IJC) bekerjasama dengan IRTI-IDB, 1988; Robert
Gray, 2007; Simon Archer & Rifaat Ahmed Abdel Karim, 2007; Muhammad
Arif, 2007; Muhammad Ayyub, 2006).
Pengesahan UU SBSN ini memacu perkembangan sukuk sebagai salah satu
instrumen keuangan yang penting di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan
kesuksesan penerbitan sukuk ritel perdana oleh Pemerintah pada awal tahun 2009
yang digunakan untuk memperluas diversifikasi instrumen pembiayaan defisit
anggaran dengan meningkatkan basis investor ritel
21
22. .
Sukuk ritel perdana tersebut memiliki tenor tiga tahun (jatuh tempo 25 Februari
2012) dengan nominal per unit Rp1 juta. Jenis akad sukuk ritel yang akan
diterbitkan adalah ijarah sale and lease back dengan underlying assets berupa
barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan yang saat ini sedang
digunakan oleh Depkeu. Penjualan sukuk ritel milik pemerintah ini sukses
melebihi target hingga 213,9 persen dari semula yang ditetapkan sebesar Rp 1,77
triliun. Pemerintah pun memutuskan untuk menyerap semua permintaan
pembelian suku ritel seri SR0001 sebesar Rp 5,556 triliun.
Kesuksesan itu pun disusul oleh penerbitan sukuk global Pemerintah, dan sukuk
korporasi oleh Berlian Laju Tanker, Matahari Putra Prima, dan PLN (Lampiran
3), dan yang terbaru adalah penerbitan sukuk ijarah oleh Bakrieland.
Namun, masih terdapat sejumlah permasalahan yang cukup krusial pasca
pengesahan UU SBSN ini. Analisis mengenai permasalahan-permasalah tersebut
dilakukan oleh Masrun (2008), meliputi:
1) UU SBSN memiliki potensi multitafsir dan kadang kurang proporsional.
Misalnya adalah mengenai akad yang mana yang tidak bisa
diperjualbelikan, seperti pada pasal 2 ayat (2). Penjelasan UU SBSN juga
tidak merinci akad mana yang karena sifatnya tidak bisa diperdagangkan.
Pertanyaan ini cukup beralasan karena pada penjelasan tentang pasal 3
huruf f, dicontohkan beberapa bentuk kombinasi akad, sehingga kurang
proporsional bila pasal yang lain yang lebih signifikan isi dan implikasinya
22
23. tidak dijelaskan.
2) Pada Bab III tentang Tujuan Penerbitan SBSN, Pasal 4 dan Penjelasannya,
tidak dicantumkan atribut pengawasan Syariah dan atau kesesuaian proyek
dengan hukum Islam. Hal ini memungkinkan terjadinya pembiayaan pada
proyek-proyek yang bertentangan dengan hukum Islam, seperti misalnya
yang berkaitan dengan riba. Dalam konteks ini UU hanya menegaskan
keharusan agar pemerintah berkordinasi dengan Bank Indonesia dan
kementerian perencanaan pembangunan Nasional (Pasal 7 ayat [2]). Pada
Bab VII Pasal 19 mengenai pengelolaan SBSN, Menteri Keuangan
membuka rekening yang merupakan bagian dari Rekening Kas Umum
Negara. Menteri Keuangan sejatinya membuka rekening di Bank Syariah
Umum ketimbang di Bank konvensional untuk menampung hasil
penjualan SBSN maupun untuk menyediakan dana bagi pembayaran
imbalan dan Nilai Nominal SBSN. Hal ini akan semakin menambah
kepercayaan masyarakat dan investor akan komitmen pemerintah dengan
prinsip-prinsip syariah.
3) Pasal lain yang mewakili kesan bahwa UU SBSN kurang mengakomodasi
dan mengapresiasi otoritas ulama atau MUI-DSN dalam memberikan
fatwa adalah Pasal 25. UU ini tidak menekankan kewajiban meminta fatwa
atau pernyataan kesesuaian SBSN terhadap prinsip-prinsip syariah.
4) Di sisi akuntabilitas dan transparansi, pasal 28 seakan mengindikasikan
kurangnya komitmen Pemerintah dan DPR dalam mendorong kekuatan
reformasi birokrasi. Hal ini ditandai dengan tidak disebutkannya
periodesasi secara lebih spesifik. Meski terkesan sangat teknis, hal ini
23
24. berimplikasi besar terhadap implementasi dan realisasi good governance,
juga kepercayaan pasar.
5) Dalam konteks sosial, UU SBSN sangat inklusif terhadap segmen pasar.
Investor yang membeli Sukuk Negara perdana lebih didominasi oleh
lembaga konvensional atau non-syariah. Tercatat dari total sukuk yang
dijual pemerintah Rp 4,699 triliun, 90,44 persen dari investor berasal dari
lembaga keuangan konvesnional atau nonsyariah. Di samping sebagai
indikator konsepsi Islam dapat diterima oleh semua kalangan karena faktor
profitabilitas dan diversifikasi yang dominan, hal ini menegaskan
kurangnya partisipasi dan kontribusi lembaga-lembaga syariah di sektor
moneter. Terkadang hal ini disebabkan adanya prudentalitas, kurangnya
likuiditas juga kreatifitas.
Selain masalah-masalah tersebut, juga terdapat kontroversi mengenai sistem fix
return yang diberlakukan pada sukuk dengan akad ijarah dan murabahah. Bahkan
pada penerbitan sukuk global (jatuh tempo 23 April 2014), ditetapkan fixed rate
of return sebesar 8,8%. Walaupun hal ini tidak bertentangan dengan fatwa DSN
MUI, namun banyak pihak menilai sistem ini tidak sesuai dengan syariah, karena
akan membebani emiten sebagai pihak penyewa aset. Bila kondisi emiten bagus,
maka pembayaran biaya sewa aset dapat dibagikan kepada investor sukuk. Namun
bila kondisi emiten buruk, sedangkan emiten tetap harus membayar fixed rate
yang sudah disepakati, maka hal ini dinilai tidak sesuai dengan syariah.
Masalah-masalah tersebut berhubungan dengan persyaratan sharia compliance
24
25. (kesesuaian dengan aturan syari’ah), sehingga diperlukan ketegasan dari DSN
MUI sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan sharia endorsement untuk
menegaskan peraturan-peraturan sukuk. Aspek legal formal dan kesesuaian
dengan aturan syari’ah dalam regulasi sukuk di Indonesia perlu ditinjau ulang dan
diperbaiki, agar pengembangan sukuk di Indonesia terjaga keberlanjutannya dan
tidak sekedar mengikuti tren global saja.
Banyaknya masalah sharia compliance dalam regulasi sukuk di Indonesia ini
menunjukkan masih rendahnya pemahaman mengenai penerapan prinsip-prinsip
syariah dalam pasar finansial di Indonesia. Rendahnya pemahaman ini tidak hanya
dialami oleh para pembuat regulasi saja, melainkan juga masyarakat. Kontroversi
“kisah gadai Gelora Bung Karno” yang sempat beredar menunjukkan kurangnya
pemahaman masyarakat mengenai instrumen keuangan syariah.
Kontroversi yang menyebutkan bahwa Gelora Bung Karno telah “digadaikan”
sebagai underlying asset penerbitan SBSN itu memang segera dibantah oleh
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dengan mengatakan bahwa Gelora
Bung Karno tidak digadaikan untuk jaminan aset. Namun, adalah benar bahwa
sejumlah besar aset negara telah dijadikan underlying asset penerbitan SBSN, dan
ini telah tercantum dalam UU SBSN. Karena SBSN yang diterbitkan oleh
Pemerintah berdasarkan akad ijarah yang secara syari’ah membutuhkan
underlying asset. Fenomena ini menunjukkan kebutuhan akan sosialisasi
mengenai SBSN bagi masyarakat yang tidak hanya bersifat normatif-positif,
melainkan mengungkapkan juga secara komprehensif basis dari masing-masing
25
26. akad yang digunakan.
BAB 4
KESIMPULAN
Perkembangan sukuk di pasar finansial global mendorong pertumbuhan pasar
sukuk di Indonesia. Namun pangsa pasar sukuk di Indonesia masih sangat rendah.
Hal ini antara lain disebabkan oleh masih sedikitnya jumlah penerbit sukuk di
Indonesia, likuiditas sukuk di Indonesia relatif rendah, dan lemahnya regulasi
mengenai sukuk di Indonesia.
Peluang sukuk di Indonesia didasarkan pada pertumbuhan industri keuangan dan
jasa syari’ah domestik yang sangat pesat dan melimpahnya likuiditas investor
Timur Tengah. Berdasarkan besarnya peluang sukuk di pasar finansial Indonesia
tersebut, Pemerintah mengesahkan UU SBSN, yang kemudian menjadi dasar
penerbitan sukuk ritel dan sukuk global. Namun keberadaan UU tersebut justru
menunjukkan lemahnya shariah compliance dalam penerbitan sukuk di Indonesia.
26
27. REFERENSI
Anonim. 2009. Definisi/Pengertian Sukuk.
http://nayu2.blogspot.com/2009/01/definisi-pengertian-sukuk.html
[12/07/2009]
Anonim. 2009. Re:[ekonomi-syariah] Sukuk Indonesia Berbunga ?.
http://www.mail-archive.com/ekonomi-
syariah@yahoogroups.com/msg04131.html [12/07/2009]
Anonim. 2007. Tanya Jawab Mengenai Sukuk. Database kelompok studi ekonomi
Islam Universitas Indonesia.
Bapepam-LK. 2009. Press Release Penerbitan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. http://www.bapepam-
lk.go.id/ [12/07/2009]
Fatwa DSN-MUI No.32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syari’ah
Fatwa DSN-MUI No.72/DSN-MUI/VI/2008 Tentang Surat Berharga Syari’ah
Negara Ijarah Sale and Lease Back
Hidayat, Sultan Emir. 2009. Melirik Aliran Dana Dari Teluk. Dalam harian
Republika, 23 Februari 2009.
Masrun, Muhammad Hikam. 2008. Dua Catatan Atas Undang-Undang Surat
Berharga Negara (UU SBSN) Nomor 19 Tahun 2008. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah.
Siamat, Dahlan. 2007. Road Map dan Perkembangan Sukuk Negara (Surat
Berharga Syariah Negara). dalam Ijtima’ Sanawi Dewan Pengawas
Syari’ah, Bogor, 15 Agustus 2007.
27
28. Susanto, Heri. 2009. Kronologi Kisruh Gadai Gelora Bung Karno.
http://www.vivanews.com/ [12/07/2009]
Tim Sosialisasi SBSN. 2008. Perkembangan Pasar Keuangan Syari’ah dan
Potensi SBSN. dalam Sosialisasi Surat Berharga Syariah Negara Sebagai
Instrumen Investasi dan Pembiayaan, Jakarta, Mei 2008.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat
Berharga Syari’ah Negara
Yenni, Defri. 2009. Pasar Sukuk Indonesia, Tantangan Masih Menghadang.
http://www.medanbisnisonline.com/category/rubrik-khusus/
[12/07/2009]
LAMPIRAN 1
Perbandingan Sukuk dengan Obligasi
Deskripsi Sukuk Obligasi
Dasar Hukum - Undang-Undang Undang-Undang
Penerbit - Pemerintah - Pemerintah
- Korporasi - Korporasi
Metode Penerbitan - Lelang - Lelang
- Bookbuilding - Bookbuilding
- Private Placement - Private Placement
Ketentuan Perdagangan Tradable* Tradable
Sifat Instrument Sertifikat kepemilikan/ Pengakuan utang
penyertaan atas aset
Tipe Investor - Konvensional Konvensional
- Syariah
Penghasilan bagi Investor Imbalan, bagi hasil, Bunga/kupon,
Margin Capital Gain
Dokumen yang diperlukan - Dokumen Pasar Modal Dokumen Pasar Modal
- Dokumen Syariah
Underlying Asset Perlu Tidak Perlu
Penggunaan hasil penjualan Harus sesuai syariah Bebas
(proceed)
Lembaga terkait SPV, Trustee, Custodian, Trustee, Custodian, Agen
Agen Pembayar Pembayar
Syariah Endorsement Perlu Tidak perlu
* untuk kontrak tertentu
Sumber: Dahlan Siamat, 2007
28
29. Nominal
No. Issuer Industry Type Issuance Maturity (IDR bn)
Obligasi Syariah (Sukuk)
1 Indosat Telecommunications Mudarabah 11/6/2002 11/6/2007 175
2 Berlian Laju Tanker Shipping Mudarabah 5/28/2003 5/28/2008 60
3 Bank Bukopin Banking Mudarabah 7/10/2003 5/10/2008 45
4 Bank Muamalat Banking Mudarabah 7/15/2003 7/15/2010 200
5 Ciliandra Perk asa Plantations Mudarabah 9/26/2003 9/26/2008 60
6 Bank Syariah Mandiri Banking Mudarabah 10/31/2003 10/31/2008 200
7 PTPN VII Plantations Mudarabah 3/26/2004 3/26/2009 75
8 Citra Sari Makmur Telecommunication Ijarah 7/9/2003 7/9/2009 100
9 Matahari Putra Prima Retail/Consumer Ijarah 5/11/2004 5/11/2009 150
10 Sona Topas Tourism Industry Tourism Ijarah 6/28/2004 6/28/2009 52
11 Indorent Transportation Ijarah 11/11/2004 11/11/2008 100
12 Berlina Manufacturing Ijarah 12/15/2004 12/17/2009 85
13 Humpuss Intermoda Transportasi Transportation Ijarah 12/17/2004 12/17/2009 122
14 Apexindo Pratama Duta Oil & Gas Contracting Ijarah 4/8/2005 4/28/2010 240
15 Indosat II Telecommunication Ijarah 6/21/2005 6/21/2011 285
16 Ricky Putra Globalindo Garment Ijarah 7/12/2005 7/12/2010 60
17 Perusahaan Listrik Negara Utilities Ijarah 6/22/2006 6/21/2016 200
18 Indosat Telecommunication Ijarah 5/29/2007 5/29/2014 400
19 Berlian Laju Tanker Shipping Ijarah 7/5/2007 7/5/2012 200
20 Adhikarya Construction Mudarabah 7/6/2007 7/6/2012 125
21 PLN Utilities
LAMPIRAN 2
Ijarah 7/10/2007 7/10/2017 300
22 Indosat III Telecomunication Ijarah 4/9/2008 4/9/2013 570
Total Obligasi Syariah Daftar Sukuk Korporasi Dalam Negeri Per April 2008
3,804
Sumber: Bapepam-LK, 2008
LAMPIRAN 3
Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Dan Lembaga Keuangan
Nomor: KEP-121/BL/2009 Tentang Daftar Efek Syari’ah
(Per 29 Mei 2009)
29