SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 26
Presentasi Kasus Bedah Plastik
SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 60 TAHUN DENGAN ULKUS
DECUBITUS REGIO CALCANEUS SINISTRA WAGNER III
Oleh:
Aisyah Retno Puspawardani G992003010
Periode 23 – 27 November 2020
Pembimbing:
dr. Amru Sungkar,Sp.B, Sp.BP-RE(K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2020
BAB I
STATUS PASIEN
I. Anamnesa
A. Identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sragen, Jawa Tengah
No RM : 0151xxxx
MRS : 16 November 2020
Tanggal Periksa : 23 November 2020
B. Keluhan Utama
Luka terbuka di telapak kaki kiri belakang
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan utama luka terbuka di kaki kiri. .Luka
dikeluhkan sejak bulan Januari. Luka berawal dari tertusuk duri kemudian
luka berubah menjadi bengkak serta melepuh semakin parah sehingga
terbuka sampai ke tulang. Pasien merasa kebas pada daerah luka namun
terasa nyeri pada tulang. Pada bulan Januari pasien sempat dirujuk ke
RSUD Ngipang dari RS Assalam Gemolong, dilakukan operasi serta
perawatan luka terbuka pada pasien sampai bulan September. Kemudian
bulan Oktober pasien dirujuk ke RSUD Moewardi dan melakukan kontrol
rutin ke poli bedah plastik. Luka semakin bertambah lebar dan pasien
tidak dapat jalan dengan kaki kiri (jalan diseret). Pasien mengalami
keterbatasan gerak sehari-hari sehingga pasien lebih sering tiduran. Luka
tidak disertai dengan keluhan demam(-), mual (-), dan muntah (-). Pasien
memiliki riwayat penyakit gula sejak tahun 2013 dan rutin konsumsi obat
gula sejak 2 tahun terakhir. Tidak didapatkan keluhan lain dari pasien.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat mondok : Pada bulan Januari, Agustus,
September, Oktober
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat sakit jantung bawaan : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
MRSA : (+) bulan Oktober 2020
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat sakit jantung bawaan : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : ibu pasien diakui mempunyai DM
F. Riwayat Kebiasaan
Makan : pasien makan 3x sehari dengan nasi, lauk,
dan sayur dengan porsi sedang. Dahulu pasien
mempunyai kebiasaan sering mengkonsumsi
teh manis pada pagi hari
Riwayat merokok : merokok sejak SD, namun berhenti total
bulan Januari 2020
Riwayat minum alcohol : disangkal
G. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Pasien menggunakan BPJS PBI
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Keadaan Umum : Sakit sedang
Derajat Kesadaran : GCS E4V5M6
Derajat Gizi : gizi normal
B. Vital Sign
TD : 106/57 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 ℃
Sp O2 : 99%
Status Generalis
1. Kepala : mesocephal
2. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), refleks cahaya (+/+)
3. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
4. Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), krepitasi (-), discharge (-
)
5. Mulut : sianosis (-), mukosa basah (+), gusi berdarah (-)
6. Thorak : SDE, luka bakar (+) lihat status lokalis
7. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri, RR:20x/menit
Palpasi : Krepitasi (-/-),
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (normal/normal), ST (-/-)
8. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,bising
(-)
9. Abdomen
Inspeksi : Distended (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
10. Ekstremitas :
Akral dingin :
Oedem :
Status Lokalis :
Look : Didapatkan ulkus dengan pus (+), perdarahan (-).
Feel : Pulsasi Arteri
Arteri femoralis :
+/+
Arteri poplitea :
+/+
Arteri tibialis posterior :
+/-
Arteri dorsalis pedis :
+/-
Rangsang taktil : nyeri (-)
Move : ROM normal
Foto Klinis
- -
- +
C. Assesment I
Ulkus Dekubitus Regio Calcaneus Sinistra Wagner III
D. Planning I
-Pemeriksaan laboratorium hematologi rutin
-Rawat luka
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (17 November 2020)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 10 g/dl 13.5 – 17.5
Hematokrit 32 % 33 - 45
Leukosit 8.6 103/ L 4.5 - 11.0
Trombosit 355 103/ L 150 - 450
Eritrosit 3.90 106/ L 4.5 - 5.9
Indeks Eritrosit
MCV 82.1 fL 80.0 - 96.0
MCH 25.6 Pg 28 - 33
MCHC 31.2 % 33.0 - 36.0
MPV 4.8 Fl 7.2 - 11.1
PDW 18 % 25 - 65
RDW 13.00 % 11.6 - 14.6
Hitung Jenis
Eosinofil 9.76 % 0.00 - 4.00
Basofil 0.9 % 0.00 - 2.00
Neutrofil 56 % 55.00 - 80.00
Limfosit 27.67 % 22.00 - 44.00
Monosit 5.67 % 0.00 - 7.00
Golongan darah AB
Hemostasis
PT 13.5 Detik 10.0 – 15.0
APTT 30.4 Detik 20.0 – 40.0
INR 1.000
Kimia Klinik
Glukosa darah
sewaktu
164 mg/dl 60 – 140
SGOT 42 u/l <35
SGPT 24 u/l <45
Bilirubin Total 0.26 mg/dl 0.00-1.00
Bilirubin direk 0.009 mg/dl 0.00- 0.30
Bilirubin indirek 0.17 mg/dl 0.00-0.70
Creatinin 2.9 g/dl 0.8-1.3
Albumin 3.5 g/dl 3.2-4.6
Ureum 151 mg/dl <50
Elektrolit
Natrium darah 131 mmol/L 136 – 145
Kalium darah 5.8 mmol/L 3.3 – 5.1
Calsium Ion 1.13 Mmol/L 1.17-1.29
Serologi
Hepatitis
HbsAg nonreactive Nonreactive
Lain-lain
Anti SARS-CoV-2
(Rapid)
nonreactive negatif
F. Assesment II
-Ulkus Dekubitus Regio Calcaneus Sinistra Wagner III
-Diabetes Mellitus Tipe II terkontrol
-Anemia hipokromik normositik
-Eosinofilia relatif
-Azotemia
-Hiperkalemi
-Hiponatremia
-Hipokalsemia
G. Plan II
-Pemeriksaan laboratorium hematologi rutin, ureum & kreatinin, elektrolit
-Infus RL 20 tpm/24 jam
-O2 3 lpm
-Injeksi Ampicilin 1 gram/8 jam
-Injeksi Metamizol 1 gram/8 jam
-Injeksi Ranitidin 50 mg /12 jam
-Insulin 10 unit IV
-Rawat luka
-Monitor vital sign, asupan gizi, suplemen penambah darah, dan urine output
-Pro OP Penutupan dg Flap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Ulkus Dekubitus
A. Definisi
Ulkus dekubitus adalah cedera yang merusak kulit dan jaringan
di bawahnya saat area kulit terkena tekanan konstan selama periode
waktu tertentu yang menyebabkan iskemia jaringan, penghentian
nutrisi dan pasokan oksigen ke jaringan dan akhirnya terjadi nekrosis
jaringan. Tekanan yang konstan mengakibatkan distorsi atau
deformasi merupakan deskripsi yang paling akurat dari ulkus
dekubitus (Bhattacharya dan Mishra, 2015). Ulkus dekubitus
terbentuk karena kerusakan jaringan lunak sebagai akibat kompresi
antara penonjolan tulang dan permukaan eksternal. Kelembaban yang
berasal dari eksudat luka atau urin atau inkontinensia feses, makin
memperburuk kerusakan pada jaringan (Alexiadou dan Doupis,
2012).
Mobilitas sendi yang terbatas pada pergelangan kaki juga
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ulkus pada pasien
diabetes dan neuropati. Mobilitas sendi yang terbatas di pergelangan
kaki berkontribusi pada perkembangan kerusakan jaringan dengan
menghasilkan tekanan abnormal di tempat yang rentan (Shahwan,
2015). Ulkus dekubitus adalah salah satu kondisi paling akut pasien
diabetes: yaitu cedera pada kaki diabetik. Komplikasi diabetes pada
akhirnya memengaruhi setiap bagian tubuh, tetapi sering kali terjadi
pada kaki. Diabetes dapat mengganggu sirkulasi darah dan
penyembuhan luka dengan cara mempersempit pembuluh darah arteri
yang membawa darah ke kaki, yang menyebabkan neuropati perifer,
penyebab utama stress mekanis (European Pressure Ulcer Advocacy
Panel dan European Wound Management Association, 2017).
B. Etiologi
Ulkus dekubitus disebabkan oleh tekanan yang tidak mereda,
dengan kekuatan tekanan besar dalam periode waktu singkat atau
dengan tekanan yang kecil namun dalam periode lebih lama, yang
mengganggu suplai darah ke kapiler jaringan, menghambat aliran darah
dan menurunkan suplai oksigen dan nutrisi. Tekanan eksternal yang
dapat menyebabkan ulkus adalah tekanan yang harus melebihi tekanan
kapiler (American Academy of Family Physicians, 2008). Tekanan
kapiler individu sehat adalah 25 mmHg, dan kompresi eksternal dengan
tekanan 30 mmHg akan mengoklusi pembuluh darah sehingga jaringan
menjadi anoksia dan mengalami nekrosis iskemia (Kennedy et al.,
2010).
Penilaian risiko dimulai dengan mengidentifikasi faktor risiko dan
memeriksa kulit. Faktor risiko untuk ulkus decubitus diklasifikasikan
sebagai intrinsik atau ekstrinsik (American Academy of Family
Physicians, 2008).
Tabel 1. Faktor Risiko Ulkus Dekubitus
C. Klasifikasi
Beberapa skala klasifikasi ulkus dekubitus telah digunakan,
tetapi sistem staging berdasarkan NPUAP telah banyak digunakan.
Sistem staging pertama NPUAP dibuat pada tahun 1989 dan direvisi
terakhir pada tahun 2016 dan telah dipakai secara luas. Sistem terbaru
menggunakan 6 klasifikasi. Klasifikasi ulkus dekubitus dapat dilakukan
setelah membersihkan dasar luka untuk memastikan visualisasi
anatomis yang optimal, jika dikaburkan oleh slough atau eschar maka
dikategorikan sebagai “unstageable”
Tabel 2. Klasifikasi Ulkus Dekubitus berdasarkan NPUAP
(Marvish dan Phillips, 2019).
Ulkus dekubitus derajat I menurut staging dari NPUAP pada
tahap ini kulit masih dalam keadaan utuh namun disertai daerah yang
eritematous. Daerah yang eritematous ini berbatas tegas dapat disertai
rasa hangat atau dingin dibandingkan dengan keadaan disekitarnya.
Derajat II dimana adanya hilang dari sebagian ketebalan kulit bagian
dermis, menggambarkan suatu ulkus dekubitus yang mulai terbuka
dengan dasar yang dangkal dan pinggiran luka dapat berwarna merah
atau merah muda. Keadaan lain dapat disertai dengan abrasi dan lecet.
Hilangnya seluruh ketebalan kulit merupakan ciri khas pada derajat III
dimana terjadi hilangnya keseluruhan jaringan subkutan atau nekrotik
yang mungkin akan melebar ke bawah tapi tidak melewati fascia di
bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam
(undermining atau tunneling) dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya. Pada ulkus dekubitus derajat IV terjadi hilangnya
keseluruhan kulit dan jaringan. Hilangnya seluruh ketebalan kulit
disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan atau kerusakan otot,
tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan epidermis,
dermis, subkutan, otot dan kapsul sendi. Pada derajat IV tulang atau
tendon dapat terlihat atau langsung teraba. Pada klasifikasi unstageable
ditemukan hilangnya seluruh jaringan yang mana dasar ulkus ditutupi
oleh slough (kuning, coklat, abu-abu, hijau) dan eschar/jaringan
nekrotik (coklat atau hitam) di sekitar luka. Klasifikasi deep tissue injury
daerah sekitar luka dapat ditemukan adanya perubahan warna berupa
ungu atau merah marun dari kulit yang utuh dikarenakan adanya
kerusakan jaringan lunak yang dibawahnya akibat tekanan (Marvish dan
Phillips, 2019).
Gambar 1. Ilustrasi Klasifikasi pada Ulkus Dekubitus (Boyko
et al., 2016)
Tabel 3. Klasifikasi Wagner (Jain, 2012)
D. Patofisiologi
Ulkus dekubitus terjadi karena ketidakmampuan untuk
merasakan (misalnya neuropati) atau meredakan (contohnya
kelemahan) tekanan yang berkepanjnagan pada kulit. Atrofi kulit dan
hilangnya massa otot, kondisi umum pasien yang lemah berkontribusi
lebih lanjut pada kerentanan untuk pembentukan ulkus dekubitus
(Singer et al., 2017).
Ulkus dekubitus dapat berkembang bila tekanan dalam jumlah
besar diterapkan ke are akulit dalam waktu singkat atau dengan tekanan
kecil namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Distorsi jaringan
terjadi karena jaringan lunak dikompresi dan atau teregang diantara
tulang dan penyangganya, seperti tempat tidur atau kursi saat orang
tersebut sedang duduk atau berbaring, atau karena ada sesuatu menekan
ke dalam tubuh, seperti sepatu, prostesis, alat bedah atau pakaian elastis.
Pembuluh darah yang ada dalam jaringan yang dikompresi menjadi
terdistorsi, bersudut atau meregang keluar dari bentuk biasnaya dan
darah tidak mampu melewati jaringan, akibatnya jaringan yang disuplai
oleh pembuluh darah tersebut akan menjadi iskemik. Selain menyumbat
aliran darah, distorsi jaringan juga menghalangi aliran limfatik, yang
menyebabkan penumpukan sisa metabolisme produk protein dan enzim
di jaringan yang terkena sehingga dapat memperparah kerusakan
jaringan (Bhattacharya dan Mishra, 2015).
Mayoritas orang yang mengalami ulkus dekubitus adalah mereka
yang memiliki kondisi kesehatan (mental atau fisik) yang mendorong
imobilitas, terutama mereka yang terkurung di tempat tidur atau kursi
untuk waktu yang lama. Beberapa kondisi kesehatan lain yang
mempengaruhi suplai darah dan perfusi kapiler, seperti diabetes tipe-2
dapat menyebabkan kerentanan terhadap ulkus dekubitus (Bhattacharya
dan Mishra, 2015). Sebagian besar kasus dilaporkan mayoritas terjadi
pada area dimana kulit menutupi tulang seperti sakral, ischia dan
trokanterik dan pada daerah ekstremitas yang lebih rendah banyak
terbentuk pada malleolar, tumit, patela dan lokasi pretibial
Gambar 2. Area tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus
(Mervis dan Phillips, 2019)
Tekanan
Karena jaringan hidup tidak statis, cara mereka terdistorsi berubah
seiring waktu. Ketika tekanan konstan dipertahankan, jaringan lunak
beradaptasi dengan membentuk mengikuti bentuk luar yang menekan.
Hal ini dikenal sebagai “tissue creep”, hal ini ditujukan untuk
mengurangi tekanan eksternal tetapi dapat menyebabkan distorsi
internal jaringan lunak masif dan berkurangnya suplai vaskular karena
adanya “kinking” pada vaskular. Jika iskemia berlangsung selama 1 –
2 jam, terjadi nekrosis dan ulkus dekubitus dapat terjadi dalam 1 – 2
jam. Karena berkepanjangan dan tekanan konstan, kemungkinan atrofi
pada kulit dan membuat kulit lebih rentan terhadap kompresi kecil
(Bhattacharya dan Mishra, 2015).
Regangan
Regangan menghalangi aliran lebih mudah daripada kompresi. Area
tubuh khususnya yang rentan terhadap regangan yaitu tuberositas
ischiadica, tumit, tulang belikat, dan siku. Area – area ini adalah area
dimana tubuh seirng ditopang ketika dalam posisi seperti duduk atau
berbaring setengah telentang) yang memungkinkan regangan ke depan.
Ulkus dekubitus yang disebabkan oleh regangan memiliki klinis luka
yang tidak rata (Bhattacharya dan Mishra, 2015).
Gesekan
Gesekan bersama dengan tekanan dan regangan juga dapat menjadi
penyebab ulkus dekubitus. Gesekan bisa menyebabkan ulkus dekubitus
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan diperlukannya
gaya geser.
Imobilitas
Imobilitas bukanlah penyebab utama dari ulkus dekubitus tetapi dengan
adanya faktor tambahan dapat berkembang menjadi ulkus. Pasien
dengan imobilitas tetapi sensibiltasnya masih utuh jarang
mengembangkan ulkus dekubitus namun ketika sensasinya hilang
pasien sangat berisiko untuk terjadinya ulkus dikarenakan mereka tidak
dapat berkomunikasi tentang rasa sakit dari ambang batas tekanan yang
meningkat.
Kegagalan siklus hiperemia reaktif
Telah diketahui bahwa distorsi jaringan menyebabkan iskemia, iskemia
kan merangsang suatu proses protektif untuk meringankan tekanan dan
aktivitas pembuluh darah normal mengalir di daerah yang terkena.
Proses protektif tersebut sering kali terjadi secara tidak sadar. Namun,
jika tindakan ini terbukti tidak cukup untuk menangani iskemia, sistem
saraf pusat akan terangsang oleh sinyal ketidaknyamanan dan rasa sakit
yang konstan untuk memastikan bahwa tekanan sebelum terjadi
kerusakan permanen. Setelah tekanan berkurang, dan sirkulasi pulih,
kapiler lokal mulai berdilatasi dan terjadi peningkatan aliran darah
disebut sebagai hiperemia reaktif. Hal ini sering ditunjukkan dengan
adanya warna merah muda cerah dan bercak di kulit, hal ini seirng
disebut blanching eritema karena memucat pada tekanan tidak seperti
eritema non blanching dimana tidak terjadinya pucat saat ditekan yang
menandakan adanya kerusakan jaringan.
Hiperemia reaktif memastikan pemulihan keseimbangan oksigen dan
karbon dioksida secara cepat. Eritema mereda segera setelah jaringan
kembali baik. Pasien yang gagal menghasilkan hiperemia reaktif tidak
dapat pulih dari episode iskemik, hal ini menyebabkan kerusakan
permanen pada jaringan.
Ketika proses hiperemia reaktif berhenti berfungsi secara adekuat,
ulkus dekubitus hampir pasti akan terjadi, ada 3 faktor predisposisi
ulkus dekubitus, yaitu : keterbatasan gerak, kegagalan hiperemia
reaktif, dan kehilangan sensasi. Pasien diabetes dengan neuropati kaki
cenderung memiliki kelainan fungsi peredaran darah. Lain hal dengan
pasien lumpuh akibat cedera tulang belakang adnaya kehilangan sensasi
dan kemampuan untuk memindahkan area yang terkena.
Gambar 3. Etiologi ulkus dekubitus (Bhattacharya dan Mishra,
2015).
Gambar 4. Patofisiologi ulkus dekubitus (Anders et al., 2010).
E. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ulkus dekubitus ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.2 Penilaian untuk menegakkan diagnosis ulkus
dekubitus melibatkan evaluasi medis yang komplit. Anamnesis yang
komprehensif termasuk onset dan durasi ulkus, perawatan luka
sebelumnya, faktor risiko, dan daftar masalah kesehatan dan
pengobatan.
Berdasarkan klasifikasi NPUAP, ulkus dekubitus derajat I adalah
apabila dijumpai kulit yang utuh, berwarna merah pucat yang
terlokalisir pada daerah penonjolan tulang. Pada ulkus dekubitus derajat
II dijumpai hilangnya ketebalan sebagian epidermis, dermis, atau
keduanya. Dapat juga dilihat adanya lepuh berisi serum. Pada ulkus
dekubitus derajat III terjadi hilangnya ketebalan seluruh kulit atau
nekrosis jaringan subkutis. Lemak subkutis dapat terlihat, namun tulang,
tendon, atau otot tidak terlihat. Pada ulkus dekubitus derajat IV terjadi
hilangnya seluruh ketebalan kulit dengan nekrosis yang luas atau
kerusakan pada otot, tulang, atau jaringan pendukung lainnya (misalnya
fasia, tendon, atau kapsul sendi). Semua pasien ulkus dekubitus harus
menjalani pemeriksaan fisik yang menyeluruh untuk mengidentifikasi
keterlibatan penyakit sistemik yang berperan dalam terjadinya ulkus
dekubitus, seperti anemia, penyakit jantung atau pernafasan kronis dan
kelainan neurologis (NPUAP, 2014).
F. Tatalaksana
Ada sejumlah pedoman untuk pengelolaan ulkus pada
ekstremitas bawah. Prinsip – prinsip umum manajemen ulkus pada
ekstremitas yaitu debridemen luka, pengendalian infeksi, penerapan
balutan, off-loading tekanan lokal dan pengobatan kondisi yang
mendasari seperti diabetes mellitus dan penyakit arteri perifer.
Perubahan gaya hidup (misalnya, berhenti merokok dan modifikasi pola
makan) juga harus dilakukan untuk membantu mengelola penyakit yang
mendasari (Singer et al., 2017).
1. Debridemen Luka
Debridemen yang melibatkan pengangkatan jaringan yang
rusak, untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi bakteri.
Debridemen dapat dilakukan dengan menggunakan pilihan sharp
debridement (dengan penggunaan scalpel, gunting tajam atau
keduanya) sampai terlihat jaringan yang berdarah, tehnik ini
mengangkat fibroblast tua pada dasar luka dan keratinosit yang
abnormal di tepi luka, metode ini merupakan metode paling cepat.
Debridemen dengan menggunakan balutan autolitik (seperti alginat,
hidrokoloid, dan hidrogel) dan agen enzimatik (seperti collagenase)
juga dapat dipertimbangkan, meskipun opsi ini lebih lambat
daripada debridement dengan pembedahan, metode ini tidak terlalu
menyakitkan dan traumatis (Singer et al., 2017).
2. Pengendalian infeksi
Jika infeksi dicurigai karena adanya keluar cairan bernanah
berbau busuk atau karena penyembuhan tidak berlangsung setelah
debridement rutin, infeksi dapat dikonfirmasikan dengan biopsi
jaringan (jika tersedia) atau usap luka kuantitatif yang telah
divalidasi.
Untuk ulkus yang memiliki bakteri tinggi > 106CFU/gr
jaringan atau streptokokus beta hemolitikus apapun setelah
debridement yang memadai, target terapi antibiotik topikal atau
sistemik bakteri gram positif harus dimulai, seperti dikloxasilin,
sefaleksin, atau klindamisin. Dalam praktik, antibiotik topikal
digunakan terlebih dahulu, kecuali ada bukti infeksi yang jelas.
Karena penyebab beberapa bakteri pada pasien diabetes, antibiotik
spektrum luas yang mengcover bakteri gram positif dan gram negatif
serta anaerob harus digunakan dalam hal ini, antibiotik potensial
untuk kasus ini adalah kombinasi dari penisilin dan penghambat beta
laktamase atau fluoroquinolone atau linezolid saja.
Pasien dengan eritema yang menyebar dari selulitis atau
bukti sistemik yang signifikan secara klinis infeksi (misalnya
demam, menggigil atau limfangitis), pasien dengan kondisi medis
atau gangguan sistem imun secara klinis (diabetes yang tidak
terkontrol atau penggunaan glukokortikoid sistemik), dan lokal
infeksi yang memburuk atau tidak berespon dengan antibiotik
intravena. Konsultasi dengan spesialis penyakit menular harus
dipertimbangkan apabila ada infeksi refrakter atau kompleks (Singer
et al., 2017).
3. Wound dressings
Luka harus dibersihkan setiap penggantian dressings.
Pengunaan normal saline lebih dipilih. Pembersihan luka dengan
agen antiseptik (misalnya, povidone-iodine (betadine), hidrogen
peroksida, asam asetat) harus dihindari karena dapat merusak
jaringan granulasi.
Dressing atau balutan yang menjaga lingkungan luka tetap
lembab dipilih karena dapat membantu penyembuhan dan dapat
digunakan untuk debridement metode autolitik. Dressing sintetis
mengurangi durasi waktu, menngurangi risiko ketidaknyamanan dan
snagat potensial untuk memberikan kelembaban yang konsisten.
Dressing ini termasuk transparent film, hidrogel, alginat, busa dan
hidrokoloid. Film transparent secara efektif mempertahankan
kelembaban dan mungkin digunakan sendiri pada ulkus dengan
derajat 2 atau partial thickness atau dikombinasikan dengan hidrogel
atau hidrokoloid untuk luka dengan ketebalan penuh atau derajat 3
dan 4. Hidrogel dapat digunakan untuk luka dalam dengan eksudat
ringan. Alginat dan busa sangat mudah menyerap dan berguna untuk
luka dengan eksudat sedang hingga berat. Hidrokoloid
mempertahankan kelembapan dan berguna untuk mendorong
debridemen autolitik. Pemilihan balutan ditentukan oleh klinis
penilaian dan karakteristik luka (Singer et al., 2017; Bluestein dan
Javaheri, 2008).
4. Pelepasan tekanan
Menghindari atau meminimalkan tekanan pada tulang
memiliki peran penting dalam pencegahan dan manajemen ulkus
dekubitus. Proatif dalam penialaian risiko ulkus tekanan (misalnya
sakala Braden) harus dilakukan di semua pasien rawat inap. Reposisi
sering pasien dan penggunaan permukaan pengurang tekanan
(misalnya kasur bertekanan bergantian seperti kasur air dan angin)
dan orthotic yang menghilangkan tekanan dari ulkus dan
menimalkan tegangan geser sangat direkomendasikan (Singer et al.,
2017).
Gambar 5. Manajemen Ulkus Dekubitus (Bluestein dan Javaheri,
2008)
5. Negative pressure wound therapy (NPWT)
Metode ini dapat mengelola tekanan luka dan melibatkan
penerapan sub-atmosfer tekanan ke luka menggunakan komputer
sesekali atau terus menerus untuk mempertahankan tekanan negatif
sebagai upaya dalam penyembuhan luka. NPWT efektif pada luka
yang dalam dan berkavitas, terinfeksi dan ulkus dekubitus dengan
kondisi tulang terbuka. Metode ini mempunyai manfaat yaitu dapat
membantu pembentukan jaringan granulasi, membantu
mengeluarkan cairan interstisial yang memungkinkan dekompresi
jaringan, membantu menghilangkan agen infeksius dan mengukur
kehilangan eksudat, menyediakan lingkungan penyembuhan luka
yang tertutup dan lembab, meningkatkan survival dari flap dan graft,
serta mengurangi biaya rumah sakit, pembalut atau perawatan
(Bhattacharya dan Mishra, 2015).
6. Bedah rekonstruktif
Terkadangan ulkus dekubitus parah atau derajat III dan IV
mengalami gagal sembuh, dalum kasus seperti itu diperlukan
pembedahan untuk mengisi dan mencegah kerusakan jaringan lebih
lanjut. Hal ini biasanya dilakukan dengan membersihkan luka dan
menutupnya dengan mempertemukan tepi luka, penerapan berbagai
jenis cangkok kulit atau penggunaan flap lokal dan regional serta
transfer jaringan bebas.
Ada banyak resiko dan komplikasi yang bisa terjadi setelah operasi,
termasuk infeksi, nekrosis flap, kelemahan otot, lecet, kambuhnya
ulkus dekubitus, septikemia, infeksi tulang (osteomielitis),
perdarahan, abses, dan trombosis vena dalam. meskipun risikonya,
pembedahan, meskipun demikian pembedahan seringkali menjadi
kebutuhan dan satu – satunya pilihan untuk mencegah komplikasi
anggota tubuh dan yang mengancam jiwa.
Pilihan rekonstruksi yang tersedia adalah yang pertama split
thickness skin grafting, flap lokal, flap regional, dan mikrovaskular
free flaps.
Gambar 6. Algoritma penatalaksanaan ulkus dekubitus
(Bhattacharya dan Mishra, 2015).
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ulkus dekubitus yaitu
komplikasi non infeksius dan infeksi sistemik. Komplikasi non infeksi
termasuk amiloidosis, pembentukan tulang heterotopik, fistula perineal-
uretral, pseudoaneurisma, ulkus Marjolin dan komplikasi sistemik
pengobatan topikal. Infeksi sistemik termasuk bakteremia dan sepsis,
selulitis, endokarditis, meningitis, osteomielitis, artritis septik, dan
terbentuknya sinus atau abses (Bluestein dan Javaheri, 2008).
H. Prognosis
Banyak faktor yang berperan dalam prognosis ulkus dekubitus.
Faktor faktor ini adalah usia, ukuran dan derajat ulkus dekubitus,
keadaan nutrisi dan penyakit kronis yang diderita pasien. Ulkus
dekubitus merupakan salah satu luka kronis. Mikroorganisme yang
paling sering terlibat dalam kolonisasi ulkus dekubitus adalah kokus
Gram positif seperti Staphylococcus aureus, Enterococcus faecalis,
Staphylococcus epidermidis, Streptococcus spp dan basil Gram negatif
seperti Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, Acinetobacter
baumannii, Klebsiella pneumoniae, Eschericia coli. Pada luka kronis
terdapat flora mikrobial yang beragam. Awalnya luka dikolonisasi
dengan mikroorganisme komensal di kulit, tetapi pola kolonisasi
berubah seiring waktu. Mikroorganisme Gram positif mendominasi
pada awalnya, dimana pada luka dengan durasi beberapa bulan, akan
memiliki beberapa spesies patogen yang berbeda pada dasar luka,
termasuk flora anaerobic (Takahashi, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Alexiadou K, Doupis J. 2012. Management of diabetic foot ulcers: Diabetes
Journal. 3(4):5-6.
Anders, J., Heinemann, A., Leffmann, C., Leutenegger, M., Pröfener, F. and
Renteln-Kruse, W., 2010. Decubitus Ulcers. Deutsches Aerzteblatt Online,.
Bhattacharya, S. and Mishra, R., 2015. Pressure ulcers: Current understanding and
newer modalities of treatment. Indian Journal of Plastic Surgery, 48(01),
pp.004-016.
Bluestein D, Javaheri A. 2008. Pressure ulcers: prevention, evaluation, and
management. Am Fam Physician. 78(10): 1186-94
Boyko, T., Longaker, M. and Yang, G., 2018. Review of the Current Management
of Pressure Ulcers. Advances in Wound Care, 7(2), pp.57-67.
Clayton W, Elasy TA., 2009. A Review of The Pathophysiology, Classification,
And Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Clin Diabetes. 27(2): 52-
58.
Crowe, C Brockbank. 2009 Nutrition therapy in the prevention and treatment of
pressure ulcers. Wound Practice and Research. 17(2): 90-9.
Frykberg, R.G., Zgonis, T., Armstrong, D.G., Driver, V.R., Giurini, J.M., et al.
2006. Diabetic Foot Disorders: A Clinical Practice Guideline (2006 revision).
J Foot Ankle Surg. 45(Suppl.):S1-S66.
Hobizal KB, Wukich DK. 2012. Diabetic foot infections: current concept review.
Diabet Foot Ankle.3.
Jain, A.K., 2012. A New Classification of Diabetic Foot Complications: A Simple
and Effective Teaching Tool. The Journal of Diabetic Foot Complication, vol
4, issue 1, No.1, 2012
Kennedy CTC, Burd DAR, Creamer D. 2010. Mechanical and thermal injury. In:
Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, eds. Rook’s Textbook of
Dermatology. Volume 2. Edisi 8. Oxford: Wiley-Blackwell; 1227- 320.
Levi, B. and Rees, R., 2007. Diagnosis and Management of Pressure Ulcers. Clinics
in Plastic Surgery, 34(4), pp.735-748.
Lipsky BA, Anthony R, Berendt, Gunner DH, Jhon ME, Warren SJ, Adolf WK,
Jack LL, Daniel PL, Jon TM, Carl N, James ST. 2017. Diagnosis and treatment
of diabetic foot infections: IDSA Guidelines. 3(2)885-904.
Mervis, J. and Phillips, T., 2019. Pressure ulcers: Pathophysiology, epidemiology,
risk factors, and presentation. Journal of the American Academy of
Dermatology, 81(4), pp.881-890.
Mendes MM, Soares MEJ, Boyko M, Ribeiro P, Barata J, Lima RS. 2012.Diabetic
foot infections current diagnosis and treatment: The Journal of Diabetic Foot
Complication. 4(2):26-45.
National Pressure Ulcer Advisory Panel, European Pressure Ulcer Advisory Panel
and Pan Pacific Pressure Injury Alliance. 2014. Prevention and Treatment of
Pressure Ulcers: Quick Reference Guide. Emily Haesler (Ed.). Cambridge
Media: Osborne Park, Western Australia.
Shahwan S (2015) Factors related to pressure ulcer development with diabetic
neuropathy. Clin Res Trials 1: doi: 10.15761/CRT.1000124
Singer, A., Tassiopoulos, A. and Kirsner, R., 2017. Evaluation and Management of
Lower-Extremity Ulcers. New England Journal of Medicine, 377(16),
pp.1559-1567.
Sørensen, J., Jørgensen, B. and Gottrup, F., 2004. Surgical treatment of pressure
ulcers. The American Journal of Surgery, 188(1), pp.42-51.
Takahashi PY. 2008. Pressure ulcers and prognosis: Candid conversations about
healing and death. Geriatrics. 63(11): 6-9.
Thomas, D., 2006. Prevention and Treatment of Pressure Ulcers. Journal of the
American Medical Directors Association, 7(1), pp.46-59.

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

La actualidad más candente (20)

Rematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shbRematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shb
 
Pemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thoraxPemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thorax
 
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisMengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
 
Crohn dan kolitis ulseratif
Crohn dan kolitis ulseratifCrohn dan kolitis ulseratif
Crohn dan kolitis ulseratif
 
Tumor tulang shb
Tumor tulang shbTumor tulang shb
Tumor tulang shb
 
Presus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. b
Presus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. bPresus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. b
Presus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. b
 
MODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULER
MODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULERMODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULER
MODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULER
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 
Keratitis mata
Keratitis mataKeratitis mata
Keratitis mata
 
Apendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronikApendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronik
 
12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Laporan kasus kolitis
Laporan kasus kolitisLaporan kasus kolitis
Laporan kasus kolitis
 
Nyeri pinggang bawah
Nyeri pinggang bawahNyeri pinggang bawah
Nyeri pinggang bawah
 
Dermatomikosis
DermatomikosisDermatomikosis
Dermatomikosis
 
Presentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / MorbiliPresentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / Morbili
 
Lupus Eritematous Discoid
Lupus Eritematous DiscoidLupus Eritematous Discoid
Lupus Eritematous Discoid
 
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMI
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMIManagement of Acute Coronary Syndrome - Non STEMI
Management of Acute Coronary Syndrome - Non STEMI
 
ekg-lengkap-ppt
 ekg-lengkap-ppt ekg-lengkap-ppt
ekg-lengkap-ppt
 
Patofisiologi diare pada anak
Patofisiologi diare pada anakPatofisiologi diare pada anak
Patofisiologi diare pada anak
 

Similar a ULKUS DEKUBITUS

Ulkus &amp; gangren diabetikum
Ulkus &amp; gangren diabetikumUlkus &amp; gangren diabetikum
Ulkus &amp; gangren diabetikumagusrandasetyawan
 
Luka ganggren, 2020
Luka ganggren, 2020Luka ganggren, 2020
Luka ganggren, 2020IwanHamzah1
 
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docxSiskaHatta1
 
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docxSiskaHatta1
 
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptx
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptxLAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptx
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptxFaturReyhan2
 
Lp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dmLp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dmifaaa
 
2. Ns Edy_venous and artery ulcer).pptx
2. Ns Edy_venous and artery ulcer).pptx2. Ns Edy_venous and artery ulcer).pptx
2. Ns Edy_venous and artery ulcer).pptxDarmiyantiUsman1
 
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptxPPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptxkristyagaki
 
KEL 2 RA..hxijdkkdhshhdhhdhshjsusjhjskdjdnjfjdhhdud
KEL 2 RA..hxijdkkdhshhdhhdhshjsusjhjskdjdnjfjdhhdudKEL 2 RA..hxijdkkdhshhdhhdhshjsusjhjskdjdnjfjdhhdud
KEL 2 RA..hxijdkkdhshhdhhdhshjsusjhjskdjdnjfjdhhdudssuserd986061
 
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdf
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdfLapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdf
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdfDwiAkbarinaYahya
 
424603177-Diabetic-Foot.pptx
424603177-Diabetic-Foot.pptx424603177-Diabetic-Foot.pptx
424603177-Diabetic-Foot.pptxredhabiby
 

Similar a ULKUS DEKUBITUS (20)

Saad vaskulitis AKPER PEMKAB MUNA
Saad vaskulitis AKPER PEMKAB MUNA Saad vaskulitis AKPER PEMKAB MUNA
Saad vaskulitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Idiopathic trombocytopenic purpura ( itp )
Idiopathic trombocytopenic purpura ( itp )Idiopathic trombocytopenic purpura ( itp )
Idiopathic trombocytopenic purpura ( itp )
 
Ulkus &amp; gangren diabetikum
Ulkus &amp; gangren diabetikumUlkus &amp; gangren diabetikum
Ulkus &amp; gangren diabetikum
 
LK1 ALL EPB.pdf
LK1 ALL EPB.pdfLK1 ALL EPB.pdf
LK1 ALL EPB.pdf
 
Luka ganggren, 2020
Luka ganggren, 2020Luka ganggren, 2020
Luka ganggren, 2020
 
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx
 
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx
396884843 2536-makalah-ulkus-diabetikum-1-docx
 
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptx
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptxLAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptx
LAPORAN KASUS WULAN RSUD KLK.pptx
 
Askep all
Askep allAskep all
Askep all
 
Lp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dmLp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dm
 
Asuhan keperawatan pada klien dengan gangren
Asuhan keperawatan pada klien dengan gangrenAsuhan keperawatan pada klien dengan gangren
Asuhan keperawatan pada klien dengan gangren
 
2. Ns Edy_venous and artery ulcer).pptx
2. Ns Edy_venous and artery ulcer).pptx2. Ns Edy_venous and artery ulcer).pptx
2. Ns Edy_venous and artery ulcer).pptx
 
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptxPPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
 
Sle jadi
Sle jadiSle jadi
Sle jadi
 
KEL 2 RA..hxijdkkdhshhdhhdhshjsusjhjskdjdnjfjdhhdud
KEL 2 RA..hxijdkkdhshhdhhdhshjsusjhjskdjdnjfjdhhdudKEL 2 RA..hxijdkkdhshhdhhdhshjsusjhjskdjdnjfjdhhdud
KEL 2 RA..hxijdkkdhshhdhhdhshjsusjhjskdjdnjfjdhhdud
 
6. perawatan luka gangren AKPER PEMKAB MUNA
6. perawatan luka gangren AKPER PEMKAB MUNA 6. perawatan luka gangren AKPER PEMKAB MUNA
6. perawatan luka gangren AKPER PEMKAB MUNA
 
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdf
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdfLapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdf
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdf
 
424603177-Diabetic-Foot.pptx
424603177-Diabetic-Foot.pptx424603177-Diabetic-Foot.pptx
424603177-Diabetic-Foot.pptx
 
Saad vaskulitis jhon AKPER PEMKAB MUNA
Saad vaskulitis jhon AKPER PEMKAB MUNA Saad vaskulitis jhon AKPER PEMKAB MUNA
Saad vaskulitis jhon AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep all
Askep allAskep all
Askep all
 

Último

Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptAcephasan2
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxAcephasan2
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAcephasan2
 
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptxDiagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptxMelisaBSelawati
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxIrfanNersMaulana
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxmarodotodo
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptxgizifik
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUNYhoGa3
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxagussudarmanto9
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiNezaPurna
 

Último (20)

Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptxDiagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
 

ULKUS DEKUBITUS

  • 1. Presentasi Kasus Bedah Plastik SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 60 TAHUN DENGAN ULKUS DECUBITUS REGIO CALCANEUS SINISTRA WAGNER III Oleh: Aisyah Retno Puspawardani G992003010 Periode 23 – 27 November 2020 Pembimbing: dr. Amru Sungkar,Sp.B, Sp.BP-RE(K) KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2020
  • 2. BAB I STATUS PASIEN I. Anamnesa A. Identitas pasien Nama : Tn. S Umur : 60 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Sragen, Jawa Tengah No RM : 0151xxxx MRS : 16 November 2020 Tanggal Periksa : 23 November 2020 B. Keluhan Utama Luka terbuka di telapak kaki kiri belakang C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan utama luka terbuka di kaki kiri. .Luka dikeluhkan sejak bulan Januari. Luka berawal dari tertusuk duri kemudian luka berubah menjadi bengkak serta melepuh semakin parah sehingga terbuka sampai ke tulang. Pasien merasa kebas pada daerah luka namun terasa nyeri pada tulang. Pada bulan Januari pasien sempat dirujuk ke RSUD Ngipang dari RS Assalam Gemolong, dilakukan operasi serta perawatan luka terbuka pada pasien sampai bulan September. Kemudian bulan Oktober pasien dirujuk ke RSUD Moewardi dan melakukan kontrol rutin ke poli bedah plastik. Luka semakin bertambah lebar dan pasien tidak dapat jalan dengan kaki kiri (jalan diseret). Pasien mengalami keterbatasan gerak sehari-hari sehingga pasien lebih sering tiduran. Luka tidak disertai dengan keluhan demam(-), mual (-), dan muntah (-). Pasien memiliki riwayat penyakit gula sejak tahun 2013 dan rutin konsumsi obat gula sejak 2 tahun terakhir. Tidak didapatkan keluhan lain dari pasien. D. Riwayat Penyakit Dahulu
  • 3. Riwayat penyakit serupa : disangkal Riwayat mondok : Pada bulan Januari, Agustus, September, Oktober Riwayat trauma : disangkal Riwayat sakit jantung bawaan : disangkal Riwayat alergi : disangkal MRSA : (+) bulan Oktober 2020 E. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluhan yang sama : disangkal Riwayat sakit jantung bawaan : disangkal Riwayat alergi : disangkal Riwayat Diabetes Mellitus : ibu pasien diakui mempunyai DM F. Riwayat Kebiasaan Makan : pasien makan 3x sehari dengan nasi, lauk, dan sayur dengan porsi sedang. Dahulu pasien mempunyai kebiasaan sering mengkonsumsi teh manis pada pagi hari Riwayat merokok : merokok sejak SD, namun berhenti total bulan Januari 2020 Riwayat minum alcohol : disangkal G. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan Pasien menggunakan BPJS PBI II. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum Keadaan Umum : Sakit sedang Derajat Kesadaran : GCS E4V5M6 Derajat Gizi : gizi normal B. Vital Sign TD : 106/57 mmHg
  • 4. Nadi : 88 x/menit Respirasi : 20 x/menit Suhu : 36,5 ℃ Sp O2 : 99% Status Generalis 1. Kepala : mesocephal 2. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), refleks cahaya (+/+) 3. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-) 4. Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), krepitasi (-), discharge (- ) 5. Mulut : sianosis (-), mukosa basah (+), gusi berdarah (-) 6. Thorak : SDE, luka bakar (+) lihat status lokalis 7. Paru Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri, RR:20x/menit Palpasi : Krepitasi (-/-), Perkusi : Sonor/sonor Auskultasi : Suara dasar vesikuler (normal/normal), ST (-/-) 8. Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat Perkusi : Batas jantung tidak melebar Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,bising (-) 9. Abdomen Inspeksi : Distended (-), jejas (-) Auskultasi : Bising usus (+) normal Perkusi : Timpani Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) 10. Ekstremitas :
  • 5. Akral dingin : Oedem : Status Lokalis : Look : Didapatkan ulkus dengan pus (+), perdarahan (-). Feel : Pulsasi Arteri Arteri femoralis : +/+ Arteri poplitea : +/+ Arteri tibialis posterior : +/- Arteri dorsalis pedis : +/- Rangsang taktil : nyeri (-) Move : ROM normal Foto Klinis - - - +
  • 6. C. Assesment I Ulkus Dekubitus Regio Calcaneus Sinistra Wagner III D. Planning I -Pemeriksaan laboratorium hematologi rutin -Rawat luka E. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium (17 November 2020) Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Hematologi Hemoglobin 10 g/dl 13.5 – 17.5 Hematokrit 32 % 33 - 45 Leukosit 8.6 103/ L 4.5 - 11.0 Trombosit 355 103/ L 150 - 450 Eritrosit 3.90 106/ L 4.5 - 5.9 Indeks Eritrosit MCV 82.1 fL 80.0 - 96.0 MCH 25.6 Pg 28 - 33 MCHC 31.2 % 33.0 - 36.0
  • 7. MPV 4.8 Fl 7.2 - 11.1 PDW 18 % 25 - 65 RDW 13.00 % 11.6 - 14.6 Hitung Jenis Eosinofil 9.76 % 0.00 - 4.00 Basofil 0.9 % 0.00 - 2.00 Neutrofil 56 % 55.00 - 80.00 Limfosit 27.67 % 22.00 - 44.00 Monosit 5.67 % 0.00 - 7.00 Golongan darah AB Hemostasis PT 13.5 Detik 10.0 – 15.0 APTT 30.4 Detik 20.0 – 40.0 INR 1.000 Kimia Klinik Glukosa darah sewaktu 164 mg/dl 60 – 140 SGOT 42 u/l <35 SGPT 24 u/l <45 Bilirubin Total 0.26 mg/dl 0.00-1.00 Bilirubin direk 0.009 mg/dl 0.00- 0.30 Bilirubin indirek 0.17 mg/dl 0.00-0.70 Creatinin 2.9 g/dl 0.8-1.3 Albumin 3.5 g/dl 3.2-4.6 Ureum 151 mg/dl <50 Elektrolit Natrium darah 131 mmol/L 136 – 145 Kalium darah 5.8 mmol/L 3.3 – 5.1 Calsium Ion 1.13 Mmol/L 1.17-1.29 Serologi Hepatitis HbsAg nonreactive Nonreactive Lain-lain Anti SARS-CoV-2 (Rapid) nonreactive negatif
  • 8. F. Assesment II -Ulkus Dekubitus Regio Calcaneus Sinistra Wagner III -Diabetes Mellitus Tipe II terkontrol -Anemia hipokromik normositik -Eosinofilia relatif -Azotemia -Hiperkalemi -Hiponatremia -Hipokalsemia G. Plan II -Pemeriksaan laboratorium hematologi rutin, ureum & kreatinin, elektrolit -Infus RL 20 tpm/24 jam -O2 3 lpm -Injeksi Ampicilin 1 gram/8 jam -Injeksi Metamizol 1 gram/8 jam -Injeksi Ranitidin 50 mg /12 jam -Insulin 10 unit IV -Rawat luka -Monitor vital sign, asupan gizi, suplemen penambah darah, dan urine output -Pro OP Penutupan dg Flap
  • 9. BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Ulkus Dekubitus A. Definisi Ulkus dekubitus adalah cedera yang merusak kulit dan jaringan di bawahnya saat area kulit terkena tekanan konstan selama periode waktu tertentu yang menyebabkan iskemia jaringan, penghentian nutrisi dan pasokan oksigen ke jaringan dan akhirnya terjadi nekrosis jaringan. Tekanan yang konstan mengakibatkan distorsi atau deformasi merupakan deskripsi yang paling akurat dari ulkus dekubitus (Bhattacharya dan Mishra, 2015). Ulkus dekubitus terbentuk karena kerusakan jaringan lunak sebagai akibat kompresi antara penonjolan tulang dan permukaan eksternal. Kelembaban yang berasal dari eksudat luka atau urin atau inkontinensia feses, makin memperburuk kerusakan pada jaringan (Alexiadou dan Doupis, 2012). Mobilitas sendi yang terbatas pada pergelangan kaki juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ulkus pada pasien diabetes dan neuropati. Mobilitas sendi yang terbatas di pergelangan kaki berkontribusi pada perkembangan kerusakan jaringan dengan menghasilkan tekanan abnormal di tempat yang rentan (Shahwan, 2015). Ulkus dekubitus adalah salah satu kondisi paling akut pasien diabetes: yaitu cedera pada kaki diabetik. Komplikasi diabetes pada akhirnya memengaruhi setiap bagian tubuh, tetapi sering kali terjadi pada kaki. Diabetes dapat mengganggu sirkulasi darah dan penyembuhan luka dengan cara mempersempit pembuluh darah arteri yang membawa darah ke kaki, yang menyebabkan neuropati perifer, penyebab utama stress mekanis (European Pressure Ulcer Advocacy Panel dan European Wound Management Association, 2017).
  • 10. B. Etiologi Ulkus dekubitus disebabkan oleh tekanan yang tidak mereda, dengan kekuatan tekanan besar dalam periode waktu singkat atau dengan tekanan yang kecil namun dalam periode lebih lama, yang mengganggu suplai darah ke kapiler jaringan, menghambat aliran darah dan menurunkan suplai oksigen dan nutrisi. Tekanan eksternal yang dapat menyebabkan ulkus adalah tekanan yang harus melebihi tekanan kapiler (American Academy of Family Physicians, 2008). Tekanan kapiler individu sehat adalah 25 mmHg, dan kompresi eksternal dengan tekanan 30 mmHg akan mengoklusi pembuluh darah sehingga jaringan menjadi anoksia dan mengalami nekrosis iskemia (Kennedy et al., 2010). Penilaian risiko dimulai dengan mengidentifikasi faktor risiko dan memeriksa kulit. Faktor risiko untuk ulkus decubitus diklasifikasikan sebagai intrinsik atau ekstrinsik (American Academy of Family Physicians, 2008). Tabel 1. Faktor Risiko Ulkus Dekubitus
  • 11. C. Klasifikasi Beberapa skala klasifikasi ulkus dekubitus telah digunakan, tetapi sistem staging berdasarkan NPUAP telah banyak digunakan. Sistem staging pertama NPUAP dibuat pada tahun 1989 dan direvisi terakhir pada tahun 2016 dan telah dipakai secara luas. Sistem terbaru menggunakan 6 klasifikasi. Klasifikasi ulkus dekubitus dapat dilakukan setelah membersihkan dasar luka untuk memastikan visualisasi anatomis yang optimal, jika dikaburkan oleh slough atau eschar maka dikategorikan sebagai “unstageable” Tabel 2. Klasifikasi Ulkus Dekubitus berdasarkan NPUAP (Marvish dan Phillips, 2019). Ulkus dekubitus derajat I menurut staging dari NPUAP pada tahap ini kulit masih dalam keadaan utuh namun disertai daerah yang eritematous. Daerah yang eritematous ini berbatas tegas dapat disertai rasa hangat atau dingin dibandingkan dengan keadaan disekitarnya. Derajat II dimana adanya hilang dari sebagian ketebalan kulit bagian dermis, menggambarkan suatu ulkus dekubitus yang mulai terbuka dengan dasar yang dangkal dan pinggiran luka dapat berwarna merah atau merah muda. Keadaan lain dapat disertai dengan abrasi dan lecet. Hilangnya seluruh ketebalan kulit merupakan ciri khas pada derajat III dimana terjadi hilangnya keseluruhan jaringan subkutan atau nekrotik yang mungkin akan melebar ke bawah tapi tidak melewati fascia di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam
  • 12. (undermining atau tunneling) dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Pada ulkus dekubitus derajat IV terjadi hilangnya keseluruhan kulit dan jaringan. Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan epidermis, dermis, subkutan, otot dan kapsul sendi. Pada derajat IV tulang atau tendon dapat terlihat atau langsung teraba. Pada klasifikasi unstageable ditemukan hilangnya seluruh jaringan yang mana dasar ulkus ditutupi oleh slough (kuning, coklat, abu-abu, hijau) dan eschar/jaringan nekrotik (coklat atau hitam) di sekitar luka. Klasifikasi deep tissue injury daerah sekitar luka dapat ditemukan adanya perubahan warna berupa ungu atau merah marun dari kulit yang utuh dikarenakan adanya kerusakan jaringan lunak yang dibawahnya akibat tekanan (Marvish dan Phillips, 2019). Gambar 1. Ilustrasi Klasifikasi pada Ulkus Dekubitus (Boyko et al., 2016)
  • 13. Tabel 3. Klasifikasi Wagner (Jain, 2012) D. Patofisiologi Ulkus dekubitus terjadi karena ketidakmampuan untuk merasakan (misalnya neuropati) atau meredakan (contohnya kelemahan) tekanan yang berkepanjnagan pada kulit. Atrofi kulit dan hilangnya massa otot, kondisi umum pasien yang lemah berkontribusi lebih lanjut pada kerentanan untuk pembentukan ulkus dekubitus (Singer et al., 2017). Ulkus dekubitus dapat berkembang bila tekanan dalam jumlah besar diterapkan ke are akulit dalam waktu singkat atau dengan tekanan kecil namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Distorsi jaringan terjadi karena jaringan lunak dikompresi dan atau teregang diantara tulang dan penyangganya, seperti tempat tidur atau kursi saat orang tersebut sedang duduk atau berbaring, atau karena ada sesuatu menekan ke dalam tubuh, seperti sepatu, prostesis, alat bedah atau pakaian elastis. Pembuluh darah yang ada dalam jaringan yang dikompresi menjadi terdistorsi, bersudut atau meregang keluar dari bentuk biasnaya dan darah tidak mampu melewati jaringan, akibatnya jaringan yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut akan menjadi iskemik. Selain menyumbat aliran darah, distorsi jaringan juga menghalangi aliran limfatik, yang menyebabkan penumpukan sisa metabolisme produk protein dan enzim
  • 14. di jaringan yang terkena sehingga dapat memperparah kerusakan jaringan (Bhattacharya dan Mishra, 2015). Mayoritas orang yang mengalami ulkus dekubitus adalah mereka yang memiliki kondisi kesehatan (mental atau fisik) yang mendorong imobilitas, terutama mereka yang terkurung di tempat tidur atau kursi untuk waktu yang lama. Beberapa kondisi kesehatan lain yang mempengaruhi suplai darah dan perfusi kapiler, seperti diabetes tipe-2 dapat menyebabkan kerentanan terhadap ulkus dekubitus (Bhattacharya dan Mishra, 2015). Sebagian besar kasus dilaporkan mayoritas terjadi pada area dimana kulit menutupi tulang seperti sakral, ischia dan trokanterik dan pada daerah ekstremitas yang lebih rendah banyak terbentuk pada malleolar, tumit, patela dan lokasi pretibial Gambar 2. Area tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus (Mervis dan Phillips, 2019) Tekanan Karena jaringan hidup tidak statis, cara mereka terdistorsi berubah seiring waktu. Ketika tekanan konstan dipertahankan, jaringan lunak beradaptasi dengan membentuk mengikuti bentuk luar yang menekan. Hal ini dikenal sebagai “tissue creep”, hal ini ditujukan untuk mengurangi tekanan eksternal tetapi dapat menyebabkan distorsi
  • 15. internal jaringan lunak masif dan berkurangnya suplai vaskular karena adanya “kinking” pada vaskular. Jika iskemia berlangsung selama 1 – 2 jam, terjadi nekrosis dan ulkus dekubitus dapat terjadi dalam 1 – 2 jam. Karena berkepanjangan dan tekanan konstan, kemungkinan atrofi pada kulit dan membuat kulit lebih rentan terhadap kompresi kecil (Bhattacharya dan Mishra, 2015). Regangan Regangan menghalangi aliran lebih mudah daripada kompresi. Area tubuh khususnya yang rentan terhadap regangan yaitu tuberositas ischiadica, tumit, tulang belikat, dan siku. Area – area ini adalah area dimana tubuh seirng ditopang ketika dalam posisi seperti duduk atau berbaring setengah telentang) yang memungkinkan regangan ke depan. Ulkus dekubitus yang disebabkan oleh regangan memiliki klinis luka yang tidak rata (Bhattacharya dan Mishra, 2015). Gesekan Gesekan bersama dengan tekanan dan regangan juga dapat menjadi penyebab ulkus dekubitus. Gesekan bisa menyebabkan ulkus dekubitus baik secara langsung maupun tidak langsung dengan diperlukannya gaya geser. Imobilitas Imobilitas bukanlah penyebab utama dari ulkus dekubitus tetapi dengan adanya faktor tambahan dapat berkembang menjadi ulkus. Pasien dengan imobilitas tetapi sensibiltasnya masih utuh jarang mengembangkan ulkus dekubitus namun ketika sensasinya hilang pasien sangat berisiko untuk terjadinya ulkus dikarenakan mereka tidak dapat berkomunikasi tentang rasa sakit dari ambang batas tekanan yang meningkat. Kegagalan siklus hiperemia reaktif
  • 16. Telah diketahui bahwa distorsi jaringan menyebabkan iskemia, iskemia kan merangsang suatu proses protektif untuk meringankan tekanan dan aktivitas pembuluh darah normal mengalir di daerah yang terkena. Proses protektif tersebut sering kali terjadi secara tidak sadar. Namun, jika tindakan ini terbukti tidak cukup untuk menangani iskemia, sistem saraf pusat akan terangsang oleh sinyal ketidaknyamanan dan rasa sakit yang konstan untuk memastikan bahwa tekanan sebelum terjadi kerusakan permanen. Setelah tekanan berkurang, dan sirkulasi pulih, kapiler lokal mulai berdilatasi dan terjadi peningkatan aliran darah disebut sebagai hiperemia reaktif. Hal ini sering ditunjukkan dengan adanya warna merah muda cerah dan bercak di kulit, hal ini seirng disebut blanching eritema karena memucat pada tekanan tidak seperti eritema non blanching dimana tidak terjadinya pucat saat ditekan yang menandakan adanya kerusakan jaringan. Hiperemia reaktif memastikan pemulihan keseimbangan oksigen dan karbon dioksida secara cepat. Eritema mereda segera setelah jaringan kembali baik. Pasien yang gagal menghasilkan hiperemia reaktif tidak dapat pulih dari episode iskemik, hal ini menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan. Ketika proses hiperemia reaktif berhenti berfungsi secara adekuat, ulkus dekubitus hampir pasti akan terjadi, ada 3 faktor predisposisi ulkus dekubitus, yaitu : keterbatasan gerak, kegagalan hiperemia reaktif, dan kehilangan sensasi. Pasien diabetes dengan neuropati kaki cenderung memiliki kelainan fungsi peredaran darah. Lain hal dengan pasien lumpuh akibat cedera tulang belakang adnaya kehilangan sensasi dan kemampuan untuk memindahkan area yang terkena.
  • 17. Gambar 3. Etiologi ulkus dekubitus (Bhattacharya dan Mishra, 2015). Gambar 4. Patofisiologi ulkus dekubitus (Anders et al., 2010).
  • 18. E. Penegakan Diagnosis Diagnosis ulkus dekubitus ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.2 Penilaian untuk menegakkan diagnosis ulkus dekubitus melibatkan evaluasi medis yang komplit. Anamnesis yang komprehensif termasuk onset dan durasi ulkus, perawatan luka sebelumnya, faktor risiko, dan daftar masalah kesehatan dan pengobatan. Berdasarkan klasifikasi NPUAP, ulkus dekubitus derajat I adalah apabila dijumpai kulit yang utuh, berwarna merah pucat yang terlokalisir pada daerah penonjolan tulang. Pada ulkus dekubitus derajat II dijumpai hilangnya ketebalan sebagian epidermis, dermis, atau keduanya. Dapat juga dilihat adanya lepuh berisi serum. Pada ulkus dekubitus derajat III terjadi hilangnya ketebalan seluruh kulit atau nekrosis jaringan subkutis. Lemak subkutis dapat terlihat, namun tulang, tendon, atau otot tidak terlihat. Pada ulkus dekubitus derajat IV terjadi hilangnya seluruh ketebalan kulit dengan nekrosis yang luas atau kerusakan pada otot, tulang, atau jaringan pendukung lainnya (misalnya fasia, tendon, atau kapsul sendi). Semua pasien ulkus dekubitus harus menjalani pemeriksaan fisik yang menyeluruh untuk mengidentifikasi keterlibatan penyakit sistemik yang berperan dalam terjadinya ulkus dekubitus, seperti anemia, penyakit jantung atau pernafasan kronis dan kelainan neurologis (NPUAP, 2014). F. Tatalaksana Ada sejumlah pedoman untuk pengelolaan ulkus pada ekstremitas bawah. Prinsip – prinsip umum manajemen ulkus pada ekstremitas yaitu debridemen luka, pengendalian infeksi, penerapan balutan, off-loading tekanan lokal dan pengobatan kondisi yang mendasari seperti diabetes mellitus dan penyakit arteri perifer. Perubahan gaya hidup (misalnya, berhenti merokok dan modifikasi pola makan) juga harus dilakukan untuk membantu mengelola penyakit yang mendasari (Singer et al., 2017).
  • 19. 1. Debridemen Luka Debridemen yang melibatkan pengangkatan jaringan yang rusak, untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi bakteri. Debridemen dapat dilakukan dengan menggunakan pilihan sharp debridement (dengan penggunaan scalpel, gunting tajam atau keduanya) sampai terlihat jaringan yang berdarah, tehnik ini mengangkat fibroblast tua pada dasar luka dan keratinosit yang abnormal di tepi luka, metode ini merupakan metode paling cepat. Debridemen dengan menggunakan balutan autolitik (seperti alginat, hidrokoloid, dan hidrogel) dan agen enzimatik (seperti collagenase) juga dapat dipertimbangkan, meskipun opsi ini lebih lambat daripada debridement dengan pembedahan, metode ini tidak terlalu menyakitkan dan traumatis (Singer et al., 2017). 2. Pengendalian infeksi Jika infeksi dicurigai karena adanya keluar cairan bernanah berbau busuk atau karena penyembuhan tidak berlangsung setelah debridement rutin, infeksi dapat dikonfirmasikan dengan biopsi jaringan (jika tersedia) atau usap luka kuantitatif yang telah divalidasi. Untuk ulkus yang memiliki bakteri tinggi > 106CFU/gr jaringan atau streptokokus beta hemolitikus apapun setelah debridement yang memadai, target terapi antibiotik topikal atau sistemik bakteri gram positif harus dimulai, seperti dikloxasilin, sefaleksin, atau klindamisin. Dalam praktik, antibiotik topikal digunakan terlebih dahulu, kecuali ada bukti infeksi yang jelas. Karena penyebab beberapa bakteri pada pasien diabetes, antibiotik spektrum luas yang mengcover bakteri gram positif dan gram negatif serta anaerob harus digunakan dalam hal ini, antibiotik potensial untuk kasus ini adalah kombinasi dari penisilin dan penghambat beta laktamase atau fluoroquinolone atau linezolid saja.
  • 20. Pasien dengan eritema yang menyebar dari selulitis atau bukti sistemik yang signifikan secara klinis infeksi (misalnya demam, menggigil atau limfangitis), pasien dengan kondisi medis atau gangguan sistem imun secara klinis (diabetes yang tidak terkontrol atau penggunaan glukokortikoid sistemik), dan lokal infeksi yang memburuk atau tidak berespon dengan antibiotik intravena. Konsultasi dengan spesialis penyakit menular harus dipertimbangkan apabila ada infeksi refrakter atau kompleks (Singer et al., 2017). 3. Wound dressings Luka harus dibersihkan setiap penggantian dressings. Pengunaan normal saline lebih dipilih. Pembersihan luka dengan agen antiseptik (misalnya, povidone-iodine (betadine), hidrogen peroksida, asam asetat) harus dihindari karena dapat merusak jaringan granulasi. Dressing atau balutan yang menjaga lingkungan luka tetap lembab dipilih karena dapat membantu penyembuhan dan dapat digunakan untuk debridement metode autolitik. Dressing sintetis mengurangi durasi waktu, menngurangi risiko ketidaknyamanan dan snagat potensial untuk memberikan kelembaban yang konsisten. Dressing ini termasuk transparent film, hidrogel, alginat, busa dan hidrokoloid. Film transparent secara efektif mempertahankan kelembaban dan mungkin digunakan sendiri pada ulkus dengan derajat 2 atau partial thickness atau dikombinasikan dengan hidrogel atau hidrokoloid untuk luka dengan ketebalan penuh atau derajat 3 dan 4. Hidrogel dapat digunakan untuk luka dalam dengan eksudat ringan. Alginat dan busa sangat mudah menyerap dan berguna untuk luka dengan eksudat sedang hingga berat. Hidrokoloid mempertahankan kelembapan dan berguna untuk mendorong debridemen autolitik. Pemilihan balutan ditentukan oleh klinis penilaian dan karakteristik luka (Singer et al., 2017; Bluestein dan Javaheri, 2008).
  • 21. 4. Pelepasan tekanan Menghindari atau meminimalkan tekanan pada tulang memiliki peran penting dalam pencegahan dan manajemen ulkus dekubitus. Proatif dalam penialaian risiko ulkus tekanan (misalnya sakala Braden) harus dilakukan di semua pasien rawat inap. Reposisi sering pasien dan penggunaan permukaan pengurang tekanan (misalnya kasur bertekanan bergantian seperti kasur air dan angin) dan orthotic yang menghilangkan tekanan dari ulkus dan menimalkan tegangan geser sangat direkomendasikan (Singer et al., 2017). Gambar 5. Manajemen Ulkus Dekubitus (Bluestein dan Javaheri, 2008) 5. Negative pressure wound therapy (NPWT) Metode ini dapat mengelola tekanan luka dan melibatkan penerapan sub-atmosfer tekanan ke luka menggunakan komputer sesekali atau terus menerus untuk mempertahankan tekanan negatif sebagai upaya dalam penyembuhan luka. NPWT efektif pada luka yang dalam dan berkavitas, terinfeksi dan ulkus dekubitus dengan kondisi tulang terbuka. Metode ini mempunyai manfaat yaitu dapat
  • 22. membantu pembentukan jaringan granulasi, membantu mengeluarkan cairan interstisial yang memungkinkan dekompresi jaringan, membantu menghilangkan agen infeksius dan mengukur kehilangan eksudat, menyediakan lingkungan penyembuhan luka yang tertutup dan lembab, meningkatkan survival dari flap dan graft, serta mengurangi biaya rumah sakit, pembalut atau perawatan (Bhattacharya dan Mishra, 2015). 6. Bedah rekonstruktif Terkadangan ulkus dekubitus parah atau derajat III dan IV mengalami gagal sembuh, dalum kasus seperti itu diperlukan pembedahan untuk mengisi dan mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut. Hal ini biasanya dilakukan dengan membersihkan luka dan menutupnya dengan mempertemukan tepi luka, penerapan berbagai jenis cangkok kulit atau penggunaan flap lokal dan regional serta transfer jaringan bebas. Ada banyak resiko dan komplikasi yang bisa terjadi setelah operasi, termasuk infeksi, nekrosis flap, kelemahan otot, lecet, kambuhnya ulkus dekubitus, septikemia, infeksi tulang (osteomielitis), perdarahan, abses, dan trombosis vena dalam. meskipun risikonya, pembedahan, meskipun demikian pembedahan seringkali menjadi kebutuhan dan satu – satunya pilihan untuk mencegah komplikasi anggota tubuh dan yang mengancam jiwa. Pilihan rekonstruksi yang tersedia adalah yang pertama split thickness skin grafting, flap lokal, flap regional, dan mikrovaskular free flaps.
  • 23. Gambar 6. Algoritma penatalaksanaan ulkus dekubitus (Bhattacharya dan Mishra, 2015). G. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada ulkus dekubitus yaitu komplikasi non infeksius dan infeksi sistemik. Komplikasi non infeksi termasuk amiloidosis, pembentukan tulang heterotopik, fistula perineal- uretral, pseudoaneurisma, ulkus Marjolin dan komplikasi sistemik pengobatan topikal. Infeksi sistemik termasuk bakteremia dan sepsis, selulitis, endokarditis, meningitis, osteomielitis, artritis septik, dan terbentuknya sinus atau abses (Bluestein dan Javaheri, 2008). H. Prognosis Banyak faktor yang berperan dalam prognosis ulkus dekubitus. Faktor faktor ini adalah usia, ukuran dan derajat ulkus dekubitus, keadaan nutrisi dan penyakit kronis yang diderita pasien. Ulkus
  • 24. dekubitus merupakan salah satu luka kronis. Mikroorganisme yang paling sering terlibat dalam kolonisasi ulkus dekubitus adalah kokus Gram positif seperti Staphylococcus aureus, Enterococcus faecalis, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus spp dan basil Gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, Acinetobacter baumannii, Klebsiella pneumoniae, Eschericia coli. Pada luka kronis terdapat flora mikrobial yang beragam. Awalnya luka dikolonisasi dengan mikroorganisme komensal di kulit, tetapi pola kolonisasi berubah seiring waktu. Mikroorganisme Gram positif mendominasi pada awalnya, dimana pada luka dengan durasi beberapa bulan, akan memiliki beberapa spesies patogen yang berbeda pada dasar luka, termasuk flora anaerobic (Takahashi, 2008).
  • 25. DAFTAR PUSTAKA Alexiadou K, Doupis J. 2012. Management of diabetic foot ulcers: Diabetes Journal. 3(4):5-6. Anders, J., Heinemann, A., Leffmann, C., Leutenegger, M., Pröfener, F. and Renteln-Kruse, W., 2010. Decubitus Ulcers. Deutsches Aerzteblatt Online,. Bhattacharya, S. and Mishra, R., 2015. Pressure ulcers: Current understanding and newer modalities of treatment. Indian Journal of Plastic Surgery, 48(01), pp.004-016. Bluestein D, Javaheri A. 2008. Pressure ulcers: prevention, evaluation, and management. Am Fam Physician. 78(10): 1186-94 Boyko, T., Longaker, M. and Yang, G., 2018. Review of the Current Management of Pressure Ulcers. Advances in Wound Care, 7(2), pp.57-67. Clayton W, Elasy TA., 2009. A Review of The Pathophysiology, Classification, And Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Clin Diabetes. 27(2): 52- 58. Crowe, C Brockbank. 2009 Nutrition therapy in the prevention and treatment of pressure ulcers. Wound Practice and Research. 17(2): 90-9. Frykberg, R.G., Zgonis, T., Armstrong, D.G., Driver, V.R., Giurini, J.M., et al. 2006. Diabetic Foot Disorders: A Clinical Practice Guideline (2006 revision). J Foot Ankle Surg. 45(Suppl.):S1-S66. Hobizal KB, Wukich DK. 2012. Diabetic foot infections: current concept review. Diabet Foot Ankle.3. Jain, A.K., 2012. A New Classification of Diabetic Foot Complications: A Simple and Effective Teaching Tool. The Journal of Diabetic Foot Complication, vol 4, issue 1, No.1, 2012 Kennedy CTC, Burd DAR, Creamer D. 2010. Mechanical and thermal injury. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, eds. Rook’s Textbook of Dermatology. Volume 2. Edisi 8. Oxford: Wiley-Blackwell; 1227- 320. Levi, B. and Rees, R., 2007. Diagnosis and Management of Pressure Ulcers. Clinics in Plastic Surgery, 34(4), pp.735-748. Lipsky BA, Anthony R, Berendt, Gunner DH, Jhon ME, Warren SJ, Adolf WK, Jack LL, Daniel PL, Jon TM, Carl N, James ST. 2017. Diagnosis and treatment of diabetic foot infections: IDSA Guidelines. 3(2)885-904.
  • 26. Mervis, J. and Phillips, T., 2019. Pressure ulcers: Pathophysiology, epidemiology, risk factors, and presentation. Journal of the American Academy of Dermatology, 81(4), pp.881-890. Mendes MM, Soares MEJ, Boyko M, Ribeiro P, Barata J, Lima RS. 2012.Diabetic foot infections current diagnosis and treatment: The Journal of Diabetic Foot Complication. 4(2):26-45. National Pressure Ulcer Advisory Panel, European Pressure Ulcer Advisory Panel and Pan Pacific Pressure Injury Alliance. 2014. Prevention and Treatment of Pressure Ulcers: Quick Reference Guide. Emily Haesler (Ed.). Cambridge Media: Osborne Park, Western Australia. Shahwan S (2015) Factors related to pressure ulcer development with diabetic neuropathy. Clin Res Trials 1: doi: 10.15761/CRT.1000124 Singer, A., Tassiopoulos, A. and Kirsner, R., 2017. Evaluation and Management of Lower-Extremity Ulcers. New England Journal of Medicine, 377(16), pp.1559-1567. Sørensen, J., Jørgensen, B. and Gottrup, F., 2004. Surgical treatment of pressure ulcers. The American Journal of Surgery, 188(1), pp.42-51. Takahashi PY. 2008. Pressure ulcers and prognosis: Candid conversations about healing and death. Geriatrics. 63(11): 6-9. Thomas, D., 2006. Prevention and Treatment of Pressure Ulcers. Journal of the American Medical Directors Association, 7(1), pp.46-59.