SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 40
LOGIKA 1
PENGERTIAN LOGIKA
• Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος
(logos) yang berarti hasil pertimbangan akal
pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa.
• Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike
episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu
logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari
kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat,
dan teratur.
Logika
 Suatu cara pengambilan kesimpulan.
 Suatu alat untuk berpikir.
 Suatu teknik menyusun argumen.
 Suatu metode untuk mengemukakan pendapat
secara masuk akal.
 Suatu cara mematuhi aturan-aturan hukum berpikir.
MACAM-MACAM LOGIKA
Logika alamiah
 Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang
berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh
keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan
yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada
sejak lahir.
Logika ilmiah
 Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-
azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat
pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja
dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih
aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan
kesesatan atau, paling tidak, mengurangi.
HUKUM DASAR LOGIKA
ARISTOTELES, LEIBNIZ, J.S. MILL
 PRINSIP IDENTITAS
(Principium Identitatis/Law of Identity)
 PRINSIP KONTRADIKSI
(Principium Contradictionis/Law of Contradiction)
 PRINSIPTIADA JALANTENGAH
(Principium ExclusiTertii/Law of Excluded Middle)
 PRINSIP CUKUP ALASAN
(Principium Rationis Sufficientis/Law of Sufficinet
Reason)
 FOKUS LOGIKA: MENYUSUN ARGUMEN
 ARGUMEN: SATU PROSES UNTUK
MENDUKUNG PEMIKIRAN (KONKLUSI)
DENGAN ALASAN (PREMIS)
 ARGUMEN SETIDAKNYA BERISI DUA
PROPOSISI (PREMIS) UNTUK KEMUDIAN
DISIMPULKAN (KONKLUSI)_PROSES
MENARIK KONKLUSI DARI PREMIS DISEBUT
INFERENSI
 MODEL BERPIKIR/BERARGUMEN
INFERENSIAL DISEBUT DENGAN
SILOGISME
Sebuah silogisme harus terdiri dari 3
proposisi: premis mayor, premis minor dan
konklusi
 Premis Mayor
Semua mahasiswa adalah orang-orang pintar
 Premis Minor
Halim adalah mahasiswa
 Konklusi
Jadi, Halim adalah orang pintar
SILLOGISME BISA..
•VALID/INVALID (ALUR
PENALARANNYA)
•BENAR / SALAH
(KEBENARAN/KETEPATAN
PREMIS MAYORNYA)
CONTOH
SILLOGISME YANG SALAH (premis mayornya salah)
 Premis Mayor : Orang keriting itu lebih lucu
 Premis Minor : Lukman Rambutnya Lurus, ‘Ain
Rambutnya Keriting
 Conclusion : ‘Ain lebih lucu dibanding Lukman.
SILLOGISME YANG INVALID (variabel dan alur
berpikirnya salah):
 Premis Mayor : Semua anjing makan daging
 Premis Minor : Joni (nama orang) makan daging
 Conclusion : Joni adalah anjing.
PREMIS MAYOR Semua penyanyi dangdut
itu menarik
PREMIS MINOR Inul adalah seorang
penyanyi dangdut
KONKLUSI Jadi, Inul adalah seorang
yang menarik logis
Jadi, Rhoma adalah seorang
yang menarik tidak logis
PREMIS
MAYOR
Semua Mahasiswa adalah orang yang
Rajin
PREMIS
MINOR
Tommy adalah mahasiswa saya
KONKLUSI Tommy adalah orang yang rajin Logis
Semua Mahasiswa bimbingan saya
adalah orang-orang yang rajin  Tidak
Logis
PREMIS MAYOR Semua Muslim Cinta Damai
PREMIS MINOR Semua Takmir Masjid adalah Muslim
KONKLUSI Jadi, semua takmir masjid cinta damai
PREMIS
MAYOR
Semua anggota DPR tidak setuju BBM
naik
PREMIS
MINOR
Joni adalah anggota DPR
KONKLUSI Jadi, Joni tidak setuju BBM naik
PREMIS
MAYOR
Semua anggota PKI bukan warga
negara yang baik
PREMIS
MINOR
Ia bukan seorang warga negara yang
baik
KONKLUSI Ia seorang anggota PKI Tidak Logis
PREMIS
MAYOR
Eyang Subur adalah Paranormal
PREMIS
MINOR
Eyang Subur memiliki isteri 9
KONKLUSI Paranormal itu memiliki isteri 9/banyak
Tidak Logis
MODE 1: DEDUKSI
 Cara berpikir dengan menggunakan kriteria atau
suatu pengetahuan tertentu yang bersifat umum
untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang khusus
atau spesifik.
 Karena deduksi diawali oleh sebuah premis umum
maka kebenaran dari hasil kesimpulannya
tergantung mutlak kepada benar atau tidaknya
premis umum tersebut.
 JENIS: MODUS PONENS, MODUS TOLLENS,
DISJUNCTIVE SYLLOGISM, HIPOTHETIC
SYLLOGISM
Modus Ponens
1. Jika A Maka B
2. A
3. Berarti B
 A=ANTASEDEN, B= CONSEQUENT
 MODUS PONENS:ANTASEDEN HARUS DIAFIRMASI,TIDAK
BOLEH DIINGKARI
 1. JIKA SESEORANGADALAH BAPAK, MAKA DIA LAKI-LAKI--
2. SAYA BAPAK
3. MAKA SAYA LAKI-LAKI (valid)
 1. JIKA SESEORANGADALAH BAPAK, MAKA DIA LAKI-LAKI
2. SAYA BUKAN BAPAK
3. MAKA SAYA BUKAN LAKI-LAKI (invalid)
ModusTollens
1. Jika A maka B
2. Bukan B
3. Berarti BukanA
• CONSEQUENT BISA DIINGKARI,TIDAK BISA DIAFIRMASI
• 1. JIKA SEORANG ADALAH IBU, MAKA DIA ADALAH PEREMPUAN
2. DIA BUKAN PEREMPUAN
3. DIA BUKAN IBU (valid)
• 1. JIKA SEORANGADALAH IBU, MAKA DIA ADALAH PEREMPUAN
2. DIA PEREMPUAN
3. MAKA DIA IBU (invalid)
Hypothetical Syllogism
1. Jika A maka B
2. Jika B maka C
3. Jika A Maka C
1. Jika Anda belajar rajin, maka Anda lulus ujian.
2. Jika Anda lulus ujian, maka Anda senang.
3. Dengan demikian, jika Anda rajin belajar, maka
Anda senang.
Disjunctive Syllogism
1. A or B
2. Not A
3. B
1. Program komputer ini mempunyai bug,
atau input-nya salah.
2. Input-nya tidak salah.
3. Dengan demikian, program komputer ini
mempunyai bug.
MODE 2: INDUKSI
 Berpikir dengan cara menyimpulkan sesuatu yang
berangkat dari hal-hal khusus menuju kepada
kesimpulan umum.
 Metode berpikir induksi sifatnya spekulatif. Jika
diketahui bahwa “Saya butuh makan”, “Evan
butuh makan”, “Avi butuh makan”, dan “Willy
butuh makan”, maka dengan induksi, kita dapat
menyimpulkan bahwa “Semua manusia butuh
makan”.
Pengetahuan
dengan
keumuman
tinggi
Pengetahuan
khusus/spesifik
Pengetahuan
khusus/spesifik
Pengetahuan
khusus/spesifik
Deduksi
Induksi
MODE 3: ABDUKSI
 Aristoteles menyebut abduksi dengan apagoge.
 Abduksi: Jenis inferensi silogistik yang tidak
membawa kepastian. Premis mayor bersifat pasti,
sedangkan premis minor tidak pasti, atau
sebaliknya. Karena itu kesimpulannya menjadi
kurang pasti.
 Misalnya: Setiap Kiai memakai Jubah (P. mayor),
Ayahku memakai jubah (P. Minor), ayahku seorang
Kiai (konklusi)
 Abduksi adalah: reasoning for the best
explanation_
 Maka contoh di atas harus dipahami:
 Premis mayornya: “penjelasan terbaik
tentang orang yang memakai jubah adalah
seorang Kiai”
 Konklusinya yang paling tepat adalah:
“penjelasan terbaik dari banyak
kemungkinan ayahku yang memakai jubah
adalah ia seorang Kiai”
KRITERIA “PENJELASAN TERBAIK”
• PREDICTABILITY: Bisa dipahami untuk
membaca fakta-fakta lain yang sama di masa
depan karena selalu seperti itu
• KOHERENSI: Sama dan sesuai untuk semua
fenomena/fakta yang sama
• SIMPLICITY: lebih sederhana dari
kemungkinan-kemungkinan lainnya
• FRUITFULNESS: Manfaat/kegunaan nyata
MODE 3: GENERALISASI
 Generalisasi dapat dikatakan sama dengan prosedur
berpikir induksi tidak lengkap.
 Metodenya: “dari beberapa ke semua”.
 Generalisasi adalah prosedur berpikir dengan
melihat beberapa hal khusus (tidak semuanya)
untuk kemudian disimpulkan secara umum.
MENGUJI GENERALISASI 1
 Adakah kita telah mengambil sample hal-hal atau
kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji dalam jumlah
yang cukup? Pengujian ini akan menimbulkan
pertanyaan tambahan, berapa banyak “jumlah yang
cukup itu”?.
 Semakin banyak jumlah sample yang diuji, akan dapat
menambah kemungkinan (probabilitas) benarnya
generalisasi.
 Apabila yang dipersoalkan adalah unsur-unsur yang
tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka
biasanya yang lahir adalah generalisasi yang tergesa-
gesa. Kita harus kritis untuk menyikapi generalisasi
seperti: semua orang laki-laki sama saja; orang yang
selalu ke mesjid tidak mungkin menjadi jahat; semua
orang kaya kikir dan materialis.
MENGUJI GENERALISASI 2
 Adakah pengecualian dalam kesimpulan umum? Apabila ada,
apakah pengecualian tersebut juga diperhitungkan dan
diperhatikan dalam membuat generalisasi?
 Apabila jumlah pengecualiannya banyak, kita tidak mungkin
dapat membuat generalisasi, tetapi jika hanya terdapat
beberapa pengecualian, kita masih dapat membuat
generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak
menggunakan kata-kata seperti “semua” atau “setiap” dan
yang sejenisnya dalam generalisasi.
 Kata-kata seperti itu hendaknya diganti dengan istilah: pada
umumnya, kebanyakan, sebagian, menurut garis besarnya,
dan lain sebagainya. Meskipun prosedur yang terakhir ini
akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun
telah cukup untuk membentuk satu pemikiran yang valid
dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari.
MODE 4: KAUSALITAS
[HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT]
 Prosedur berpikir kausalitas ini mengikuti tiga pola berikut: a. Dari
sebab ke akibat ; b. Dari akibat ke sebab; c. Dari akibat ke akibat
 Pemikiran dari sebab ke akibat: berangkat dan suatu sebab yang
diketahui lalu disimpulkan akibatnya; misalnya, “hujan lebat
sekali”; “aku lupa menutup pintu empang, maka empangnya pasti
meluap dan ikan peliharaanku pasti kabur”.
 Pemikiran dari akibat ke sebab: berangkat dari akibat yang
diketahui menuju sebabnya. Seorang pasien pergi ke dokter karena
badannya panas. Badan panas menunjukkan akibat. Selanjutnya
tugas sang dokter untuk memastikan apa yang menjadi sebabnya.
 Pemikiran dari akibat ke akibat: berangkat dari suatu akibat ke
akibat lain tanpa menyebutkan sebab yang menghasilkan keduanya;
misalnya: sungai meluap; kemudian kita berpikir: maka empang
kita juga pasti meluap. Keduanya berasal dan suatu sebab yang
tidak disebutkan, misalnya: hujan yang lebat sekali.
SEBAB_ARISTOTELES
 SEBAB MATERIAL, SEBAB EFISIEN, SEBAB
FORMAL, SEBABTERAKHIR
 MISALNYA: “JAKARTA BANJIR”
 SEBAB MATERIAL: SEBAB JAKARTA DIKEPUNG
SUNGAI
 SEBAB EFISIEN: SEBAB SUNGAI-SUNGAI DI JAKARTA
TERSUMBAT ALIRANNYA
 SEBAB FORMAL: SEBAB AIR SUNGAIYANG
TERSUMBAT KEMUDIAN MELUBER KE PEMUKIMAN
 SEBABTERAKHIR: ADA BANJIR AGAR MANUSIA
SADAR MENJAGA HARMONI ALAM
SEBELUM MEMASTIKAN SEBAB…
 Adakah sebabnya cukup untuk menghasilkan
akibatnya?
 Adakah sesuatu yang menghalangi sebab
untuk menghasilkan akibat tersebut?
 Adakah mungkin sebab lain yang
menghasilkan akibat tersebut?
KEKELIRUAN KAUSALITAS
 Post hoc, ergo propter hoc, yakni pemikiran
yang menafsirkan kejadian-kejadian atas
dasar: “sesudah ini, maka karena ini”,
misalnya: Homo Sapiens (manusia) itu adanya
sesudah Pithecanthropus (kera); jadi manusia
itu berasal dari kera.
 Cum hoc ergo propter hoc, yakni pemikiran
yang menafsirkan kejadian-kejadian atas
dasar: “bersama itu maka oleh karena itu”;
misalnya: bersama dengan turunnya hujan
buatan, ikan-ikan mati, maka kemudian
disimpulkan karena hujan buatan, ikan-ikan
tersebut mati.
MODE 6: ANALOGI
 Analogi sering juga disebut pemikiran melalui
persamaan atau kadang juga disebut qiyas.
 Prosedur berpikir analogi: berangkat dari suatu hal
atau kejadian khusus kepada hal atau kejadian
khusus lainnya yang semacam, dan menyimpulkan
bahwa apa yang berlaku pada hal atau kejadian yang
satu, juga akan berlaku pada hal atau kejadian yang
lain.
 Contoh : Faiz sembuh dari pusing kepalanya setelah
minum obat ini, maka Rini juga akan sembuh dari
pusing kepalanya jika minum obat ini.
 Peristiwa pokok yang menjadi dasar.
 Peristiwa prinsipal yg menjadi pengikat
 Peristiwa yg akan dianalogikan
a. Jumlah peristiwa sejenis.
b. Sedikit aspek yang menjadi dasar analogi
c. Sifat analogi yang dibuat
d. Mempertimbangkan unsur yang berbeda.
e. Relevan.
MODE 7: KEWIBAWAAN/OTORITAS
 Kewibawaan: sebagai kesaksian/pengetahuan yang
diberikan seseorang atau sekelompok orang yang
relevan dan memiliki otoritas dalam hal yang sedang
dibahas.
 Alasan: Keterbatasan Pengalaman dan Penalaran
Setiap Orang
MENGUJI KEWIBAWAAN 1
 Adakah kewibawaannya kita sangsikan?
 Suatu kewibawaan dapat dikatakan tidak
disangsikan jika ia dengan seksama telah meneliti
fakta-fakta dan telah mencapai kesimpulan darinya
dengan tidak melibatkan kepentingan pribadi.
 Untuk memilih kewibawaan yang tidak disangsikan,
kita harus waspada terhadap hal-hal seperti
kepentingan khusus, afiliasi partai, keberpihakan
kelompok, motif-motif ekonomis, dan berbagai
unsur lingkungan dan psikologis yang mungkin
membuat pikiran seseorang dapat disangsikan.
MENGUJI KEWIBAWAAN 2
 Adakah pendidikan dan pengalaman orang ini
benar-benar membuatnya berwenang berbicara
sebagai ahli dalam bidang ini?
 Dalam dunia yang telah mengenal spesialisasi ilmu
seperti abad ke-20 ini, kiranya hampir tidak ada satu
pun orang yang menguasai seluruh bidang ilmu.
 Jaman kita saat ini adalah jaman dimana kita dapat
menerima seseorang sebagai seorang ahli hanya bila
orang tersebut mendapat pendidikan spesialisasi
khusus dan pengalaman yang mendalam dalam
suatu lapangan pengetahuan khusus.
MENGUJI KEWIBAWAAN 3
 Adakah orang ini menggunakan dasar yang objektif atau
fakta dan alasan yang tepat bagi kesimpulannya.
 Apabila seorang ahli mendasarkan pemikirannya kepada
keyakinan pribadinya, kita harus bertanya adakah
pemikirannya valid, dan apakah pendapat-pendapat
yang berlawanan telah dipertimbangkan; apakah dia
tidak mencampuradukkan kebenaran dan keyakinan
pribadinya?
 Salah satu petunjuk terbaik dari integritas suatu
kewibawaan adalah kesediaannya memikirkan suatu
objek dari berbagai segi, tidak hanya dari satu segi.
MENGUJI KEWIBAWAAN 4
 Adakah publik atau orang yang kita ajak bicara
bersedia menerima orang ini sebagai suatu
kewibawaan?
 Apabila tidak, apakah kita telah cukup memiliki
informasi dan latar belakang untuk memastikan
kapasitasnya sebagai orang yang layak diikuti?
 Kewajiban kita ialah memastikan kredibilitas
orang-orang yang akan kita buktikan
kewibawaannya. Informasi latar belakang tentang
kewibawaan ini harus kita masukkan apabila
muncul keragu-raguan tentang kewibawaan dari
pihak orang yang kita ajak bicara.

Más contenido relacionado

Similar a 7 logika 1

BAB 3 LOGIK DAN METODOLOGI BERFIKIR (4).ppt
BAB 3 LOGIK DAN METODOLOGI BERFIKIR (4).pptBAB 3 LOGIK DAN METODOLOGI BERFIKIR (4).ppt
BAB 3 LOGIK DAN METODOLOGI BERFIKIR (4).pptMuhdFirdaus468285
 
Filsafat sebagai Dasar dasar pengetahuan.pdf
Filsafat sebagai Dasar dasar pengetahuan.pdfFilsafat sebagai Dasar dasar pengetahuan.pdf
Filsafat sebagai Dasar dasar pengetahuan.pdfkustiyantidew94
 
Jawaban filsafat
Jawaban filsafatJawaban filsafat
Jawaban filsafatRz Rachman
 
Proses adaptasi-psikologi-pada-wanita-setiap-tahap-perkembangan-sepanjang-dau...
Proses adaptasi-psikologi-pada-wanita-setiap-tahap-perkembangan-sepanjang-dau...Proses adaptasi-psikologi-pada-wanita-setiap-tahap-perkembangan-sepanjang-dau...
Proses adaptasi-psikologi-pada-wanita-setiap-tahap-perkembangan-sepanjang-dau...Ismail Mattalatta
 
Rangkuman bab penalaran MK Bahasa Indonesia
Rangkuman bab penalaran MK Bahasa IndonesiaRangkuman bab penalaran MK Bahasa Indonesia
Rangkuman bab penalaran MK Bahasa Indonesiafitriiprit
 
Macam-macam Penalaran Deduktif
Macam-macam Penalaran DeduktifMacam-macam Penalaran Deduktif
Macam-macam Penalaran DeduktifSiti Hardiyanti
 
KOMUNIKASI DAN INTERAKSI SOSIAL pemikiran kritikal dan komunikasi interpersonal
KOMUNIKASI DAN INTERAKSI SOSIAL pemikiran kritikal dan komunikasi interpersonalKOMUNIKASI DAN INTERAKSI SOSIAL pemikiran kritikal dan komunikasi interpersonal
KOMUNIKASI DAN INTERAKSI SOSIAL pemikiran kritikal dan komunikasi interpersonalAmin Upsi
 
Makalah filsafat ilmu inda
Makalah filsafat ilmu indaMakalah filsafat ilmu inda
Makalah filsafat ilmu indaFerdy Tohopi
 
Ilmualamiahdasarbr 131221225205-phpapp01
Ilmualamiahdasarbr 131221225205-phpapp01Ilmualamiahdasarbr 131221225205-phpapp01
Ilmualamiahdasarbr 131221225205-phpapp01FitraUmmah
 
Filsafat Ilmu
Filsafat IlmuFilsafat Ilmu
Filsafat IlmuZie Ridho
 

Similar a 7 logika 1 (20)

BAB 3 LOGIK DAN METODOLOGI BERFIKIR (4).ppt
BAB 3 LOGIK DAN METODOLOGI BERFIKIR (4).pptBAB 3 LOGIK DAN METODOLOGI BERFIKIR (4).ppt
BAB 3 LOGIK DAN METODOLOGI BERFIKIR (4).ppt
 
Ferry makalah bi
Ferry makalah biFerry makalah bi
Ferry makalah bi
 
Penalaran deduksi
Penalaran deduksiPenalaran deduksi
Penalaran deduksi
 
Filsafat sebagai Dasar dasar pengetahuan.pdf
Filsafat sebagai Dasar dasar pengetahuan.pdfFilsafat sebagai Dasar dasar pengetahuan.pdf
Filsafat sebagai Dasar dasar pengetahuan.pdf
 
Jawaban filsafat
Jawaban filsafatJawaban filsafat
Jawaban filsafat
 
Proses adaptasi-psikologi-pada-wanita-setiap-tahap-perkembangan-sepanjang-dau...
Proses adaptasi-psikologi-pada-wanita-setiap-tahap-perkembangan-sepanjang-dau...Proses adaptasi-psikologi-pada-wanita-setiap-tahap-perkembangan-sepanjang-dau...
Proses adaptasi-psikologi-pada-wanita-setiap-tahap-perkembangan-sepanjang-dau...
 
Rangkuman bab penalaran MK Bahasa Indonesia
Rangkuman bab penalaran MK Bahasa IndonesiaRangkuman bab penalaran MK Bahasa Indonesia
Rangkuman bab penalaran MK Bahasa Indonesia
 
Macam-macam Penalaran Deduktif
Macam-macam Penalaran DeduktifMacam-macam Penalaran Deduktif
Macam-macam Penalaran Deduktif
 
KOMUNIKASI DAN INTERAKSI SOSIAL pemikiran kritikal dan komunikasi interpersonal
KOMUNIKASI DAN INTERAKSI SOSIAL pemikiran kritikal dan komunikasi interpersonalKOMUNIKASI DAN INTERAKSI SOSIAL pemikiran kritikal dan komunikasi interpersonal
KOMUNIKASI DAN INTERAKSI SOSIAL pemikiran kritikal dan komunikasi interpersonal
 
Print am 2
Print am 2Print am 2
Print am 2
 
Makalah filsafat ilmu inda
Makalah filsafat ilmu indaMakalah filsafat ilmu inda
Makalah filsafat ilmu inda
 
Ilmualamiahdasarbr 131221225205-phpapp01
Ilmualamiahdasarbr 131221225205-phpapp01Ilmualamiahdasarbr 131221225205-phpapp01
Ilmualamiahdasarbr 131221225205-phpapp01
 
ILMU ALAMIAH DASAR
ILMU ALAMIAH DASARILMU ALAMIAH DASAR
ILMU ALAMIAH DASAR
 
Gabungan
GabunganGabungan
Gabungan
 
Dwi n
Dwi nDwi n
Dwi n
 
FILSAFAT 1.docx
FILSAFAT 1.docxFILSAFAT 1.docx
FILSAFAT 1.docx
 
METODOLOGI PENELITIAN EKONOMI/SOSIAL
METODOLOGI PENELITIAN EKONOMI/SOSIALMETODOLOGI PENELITIAN EKONOMI/SOSIAL
METODOLOGI PENELITIAN EKONOMI/SOSIAL
 
Mphpwrpoin
MphpwrpoinMphpwrpoin
Mphpwrpoin
 
Filsafat Ilmu
Filsafat IlmuFilsafat Ilmu
Filsafat Ilmu
 
Latih logika-diktat-3
Latih logika-diktat-3Latih logika-diktat-3
Latih logika-diktat-3
 

Último

MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptxPPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptxJawahirIhsan
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxnursariheldaseptiana
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaAndreRangga1
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxMaskuratulMunawaroh
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxDewiUmbar
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024RahmadLalu1
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxIvvatulAini
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxrizalhabib4
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptPenyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptpalagoro17
 
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptxfurqanridha
 
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru PenggerakSkenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerakputus34
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxriscacriswanda
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaharnosuharno5
 
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMMPenyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMMRiniGela
 

Último (20)

MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptxPPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptPenyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
 
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
 
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru PenggerakSkenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMMPenyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
 

7 logika 1

  • 2. PENGERTIAN LOGIKA • Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. • Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
  • 3. Logika  Suatu cara pengambilan kesimpulan.  Suatu alat untuk berpikir.  Suatu teknik menyusun argumen.  Suatu metode untuk mengemukakan pendapat secara masuk akal.  Suatu cara mematuhi aturan-aturan hukum berpikir.
  • 4. MACAM-MACAM LOGIKA Logika alamiah  Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. Logika ilmiah  Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas- azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, mengurangi.
  • 5. HUKUM DASAR LOGIKA ARISTOTELES, LEIBNIZ, J.S. MILL  PRINSIP IDENTITAS (Principium Identitatis/Law of Identity)  PRINSIP KONTRADIKSI (Principium Contradictionis/Law of Contradiction)  PRINSIPTIADA JALANTENGAH (Principium ExclusiTertii/Law of Excluded Middle)  PRINSIP CUKUP ALASAN (Principium Rationis Sufficientis/Law of Sufficinet Reason)
  • 6.  FOKUS LOGIKA: MENYUSUN ARGUMEN  ARGUMEN: SATU PROSES UNTUK MENDUKUNG PEMIKIRAN (KONKLUSI) DENGAN ALASAN (PREMIS)  ARGUMEN SETIDAKNYA BERISI DUA PROPOSISI (PREMIS) UNTUK KEMUDIAN DISIMPULKAN (KONKLUSI)_PROSES MENARIK KONKLUSI DARI PREMIS DISEBUT INFERENSI  MODEL BERPIKIR/BERARGUMEN INFERENSIAL DISEBUT DENGAN SILOGISME
  • 7. Sebuah silogisme harus terdiri dari 3 proposisi: premis mayor, premis minor dan konklusi  Premis Mayor Semua mahasiswa adalah orang-orang pintar  Premis Minor Halim adalah mahasiswa  Konklusi Jadi, Halim adalah orang pintar
  • 8. SILLOGISME BISA.. •VALID/INVALID (ALUR PENALARANNYA) •BENAR / SALAH (KEBENARAN/KETEPATAN PREMIS MAYORNYA)
  • 9. CONTOH SILLOGISME YANG SALAH (premis mayornya salah)  Premis Mayor : Orang keriting itu lebih lucu  Premis Minor : Lukman Rambutnya Lurus, ‘Ain Rambutnya Keriting  Conclusion : ‘Ain lebih lucu dibanding Lukman. SILLOGISME YANG INVALID (variabel dan alur berpikirnya salah):  Premis Mayor : Semua anjing makan daging  Premis Minor : Joni (nama orang) makan daging  Conclusion : Joni adalah anjing.
  • 10. PREMIS MAYOR Semua penyanyi dangdut itu menarik PREMIS MINOR Inul adalah seorang penyanyi dangdut KONKLUSI Jadi, Inul adalah seorang yang menarik logis Jadi, Rhoma adalah seorang yang menarik tidak logis
  • 11. PREMIS MAYOR Semua Mahasiswa adalah orang yang Rajin PREMIS MINOR Tommy adalah mahasiswa saya KONKLUSI Tommy adalah orang yang rajin Logis Semua Mahasiswa bimbingan saya adalah orang-orang yang rajin  Tidak Logis
  • 12. PREMIS MAYOR Semua Muslim Cinta Damai PREMIS MINOR Semua Takmir Masjid adalah Muslim KONKLUSI Jadi, semua takmir masjid cinta damai
  • 13. PREMIS MAYOR Semua anggota DPR tidak setuju BBM naik PREMIS MINOR Joni adalah anggota DPR KONKLUSI Jadi, Joni tidak setuju BBM naik
  • 14. PREMIS MAYOR Semua anggota PKI bukan warga negara yang baik PREMIS MINOR Ia bukan seorang warga negara yang baik KONKLUSI Ia seorang anggota PKI Tidak Logis
  • 15. PREMIS MAYOR Eyang Subur adalah Paranormal PREMIS MINOR Eyang Subur memiliki isteri 9 KONKLUSI Paranormal itu memiliki isteri 9/banyak Tidak Logis
  • 16. MODE 1: DEDUKSI  Cara berpikir dengan menggunakan kriteria atau suatu pengetahuan tertentu yang bersifat umum untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang khusus atau spesifik.  Karena deduksi diawali oleh sebuah premis umum maka kebenaran dari hasil kesimpulannya tergantung mutlak kepada benar atau tidaknya premis umum tersebut.  JENIS: MODUS PONENS, MODUS TOLLENS, DISJUNCTIVE SYLLOGISM, HIPOTHETIC SYLLOGISM
  • 17. Modus Ponens 1. Jika A Maka B 2. A 3. Berarti B  A=ANTASEDEN, B= CONSEQUENT  MODUS PONENS:ANTASEDEN HARUS DIAFIRMASI,TIDAK BOLEH DIINGKARI  1. JIKA SESEORANGADALAH BAPAK, MAKA DIA LAKI-LAKI-- 2. SAYA BAPAK 3. MAKA SAYA LAKI-LAKI (valid)  1. JIKA SESEORANGADALAH BAPAK, MAKA DIA LAKI-LAKI 2. SAYA BUKAN BAPAK 3. MAKA SAYA BUKAN LAKI-LAKI (invalid)
  • 18. ModusTollens 1. Jika A maka B 2. Bukan B 3. Berarti BukanA • CONSEQUENT BISA DIINGKARI,TIDAK BISA DIAFIRMASI • 1. JIKA SEORANG ADALAH IBU, MAKA DIA ADALAH PEREMPUAN 2. DIA BUKAN PEREMPUAN 3. DIA BUKAN IBU (valid) • 1. JIKA SEORANGADALAH IBU, MAKA DIA ADALAH PEREMPUAN 2. DIA PEREMPUAN 3. MAKA DIA IBU (invalid)
  • 19. Hypothetical Syllogism 1. Jika A maka B 2. Jika B maka C 3. Jika A Maka C 1. Jika Anda belajar rajin, maka Anda lulus ujian. 2. Jika Anda lulus ujian, maka Anda senang. 3. Dengan demikian, jika Anda rajin belajar, maka Anda senang.
  • 20. Disjunctive Syllogism 1. A or B 2. Not A 3. B 1. Program komputer ini mempunyai bug, atau input-nya salah. 2. Input-nya tidak salah. 3. Dengan demikian, program komputer ini mempunyai bug.
  • 21. MODE 2: INDUKSI  Berpikir dengan cara menyimpulkan sesuatu yang berangkat dari hal-hal khusus menuju kepada kesimpulan umum.  Metode berpikir induksi sifatnya spekulatif. Jika diketahui bahwa “Saya butuh makan”, “Evan butuh makan”, “Avi butuh makan”, dan “Willy butuh makan”, maka dengan induksi, kita dapat menyimpulkan bahwa “Semua manusia butuh makan”.
  • 23. MODE 3: ABDUKSI  Aristoteles menyebut abduksi dengan apagoge.  Abduksi: Jenis inferensi silogistik yang tidak membawa kepastian. Premis mayor bersifat pasti, sedangkan premis minor tidak pasti, atau sebaliknya. Karena itu kesimpulannya menjadi kurang pasti.  Misalnya: Setiap Kiai memakai Jubah (P. mayor), Ayahku memakai jubah (P. Minor), ayahku seorang Kiai (konklusi)
  • 24.  Abduksi adalah: reasoning for the best explanation_  Maka contoh di atas harus dipahami:  Premis mayornya: “penjelasan terbaik tentang orang yang memakai jubah adalah seorang Kiai”  Konklusinya yang paling tepat adalah: “penjelasan terbaik dari banyak kemungkinan ayahku yang memakai jubah adalah ia seorang Kiai”
  • 25. KRITERIA “PENJELASAN TERBAIK” • PREDICTABILITY: Bisa dipahami untuk membaca fakta-fakta lain yang sama di masa depan karena selalu seperti itu • KOHERENSI: Sama dan sesuai untuk semua fenomena/fakta yang sama • SIMPLICITY: lebih sederhana dari kemungkinan-kemungkinan lainnya • FRUITFULNESS: Manfaat/kegunaan nyata
  • 26. MODE 3: GENERALISASI  Generalisasi dapat dikatakan sama dengan prosedur berpikir induksi tidak lengkap.  Metodenya: “dari beberapa ke semua”.  Generalisasi adalah prosedur berpikir dengan melihat beberapa hal khusus (tidak semuanya) untuk kemudian disimpulkan secara umum.
  • 27. MENGUJI GENERALISASI 1  Adakah kita telah mengambil sample hal-hal atau kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji dalam jumlah yang cukup? Pengujian ini akan menimbulkan pertanyaan tambahan, berapa banyak “jumlah yang cukup itu”?.  Semakin banyak jumlah sample yang diuji, akan dapat menambah kemungkinan (probabilitas) benarnya generalisasi.  Apabila yang dipersoalkan adalah unsur-unsur yang tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka biasanya yang lahir adalah generalisasi yang tergesa- gesa. Kita harus kritis untuk menyikapi generalisasi seperti: semua orang laki-laki sama saja; orang yang selalu ke mesjid tidak mungkin menjadi jahat; semua orang kaya kikir dan materialis.
  • 28. MENGUJI GENERALISASI 2  Adakah pengecualian dalam kesimpulan umum? Apabila ada, apakah pengecualian tersebut juga diperhitungkan dan diperhatikan dalam membuat generalisasi?  Apabila jumlah pengecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat generalisasi, tetapi jika hanya terdapat beberapa pengecualian, kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti “semua” atau “setiap” dan yang sejenisnya dalam generalisasi.  Kata-kata seperti itu hendaknya diganti dengan istilah: pada umumnya, kebanyakan, sebagian, menurut garis besarnya, dan lain sebagainya. Meskipun prosedur yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun telah cukup untuk membentuk satu pemikiran yang valid dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari.
  • 29. MODE 4: KAUSALITAS [HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT]  Prosedur berpikir kausalitas ini mengikuti tiga pola berikut: a. Dari sebab ke akibat ; b. Dari akibat ke sebab; c. Dari akibat ke akibat  Pemikiran dari sebab ke akibat: berangkat dan suatu sebab yang diketahui lalu disimpulkan akibatnya; misalnya, “hujan lebat sekali”; “aku lupa menutup pintu empang, maka empangnya pasti meluap dan ikan peliharaanku pasti kabur”.  Pemikiran dari akibat ke sebab: berangkat dari akibat yang diketahui menuju sebabnya. Seorang pasien pergi ke dokter karena badannya panas. Badan panas menunjukkan akibat. Selanjutnya tugas sang dokter untuk memastikan apa yang menjadi sebabnya.  Pemikiran dari akibat ke akibat: berangkat dari suatu akibat ke akibat lain tanpa menyebutkan sebab yang menghasilkan keduanya; misalnya: sungai meluap; kemudian kita berpikir: maka empang kita juga pasti meluap. Keduanya berasal dan suatu sebab yang tidak disebutkan, misalnya: hujan yang lebat sekali.
  • 30. SEBAB_ARISTOTELES  SEBAB MATERIAL, SEBAB EFISIEN, SEBAB FORMAL, SEBABTERAKHIR  MISALNYA: “JAKARTA BANJIR”  SEBAB MATERIAL: SEBAB JAKARTA DIKEPUNG SUNGAI  SEBAB EFISIEN: SEBAB SUNGAI-SUNGAI DI JAKARTA TERSUMBAT ALIRANNYA  SEBAB FORMAL: SEBAB AIR SUNGAIYANG TERSUMBAT KEMUDIAN MELUBER KE PEMUKIMAN  SEBABTERAKHIR: ADA BANJIR AGAR MANUSIA SADAR MENJAGA HARMONI ALAM
  • 31. SEBELUM MEMASTIKAN SEBAB…  Adakah sebabnya cukup untuk menghasilkan akibatnya?  Adakah sesuatu yang menghalangi sebab untuk menghasilkan akibat tersebut?  Adakah mungkin sebab lain yang menghasilkan akibat tersebut?
  • 32. KEKELIRUAN KAUSALITAS  Post hoc, ergo propter hoc, yakni pemikiran yang menafsirkan kejadian-kejadian atas dasar: “sesudah ini, maka karena ini”, misalnya: Homo Sapiens (manusia) itu adanya sesudah Pithecanthropus (kera); jadi manusia itu berasal dari kera.  Cum hoc ergo propter hoc, yakni pemikiran yang menafsirkan kejadian-kejadian atas dasar: “bersama itu maka oleh karena itu”; misalnya: bersama dengan turunnya hujan buatan, ikan-ikan mati, maka kemudian disimpulkan karena hujan buatan, ikan-ikan tersebut mati.
  • 33. MODE 6: ANALOGI  Analogi sering juga disebut pemikiran melalui persamaan atau kadang juga disebut qiyas.  Prosedur berpikir analogi: berangkat dari suatu hal atau kejadian khusus kepada hal atau kejadian khusus lainnya yang semacam, dan menyimpulkan bahwa apa yang berlaku pada hal atau kejadian yang satu, juga akan berlaku pada hal atau kejadian yang lain.  Contoh : Faiz sembuh dari pusing kepalanya setelah minum obat ini, maka Rini juga akan sembuh dari pusing kepalanya jika minum obat ini.
  • 34.  Peristiwa pokok yang menjadi dasar.  Peristiwa prinsipal yg menjadi pengikat  Peristiwa yg akan dianalogikan
  • 35. a. Jumlah peristiwa sejenis. b. Sedikit aspek yang menjadi dasar analogi c. Sifat analogi yang dibuat d. Mempertimbangkan unsur yang berbeda. e. Relevan.
  • 36. MODE 7: KEWIBAWAAN/OTORITAS  Kewibawaan: sebagai kesaksian/pengetahuan yang diberikan seseorang atau sekelompok orang yang relevan dan memiliki otoritas dalam hal yang sedang dibahas.  Alasan: Keterbatasan Pengalaman dan Penalaran Setiap Orang
  • 37. MENGUJI KEWIBAWAAN 1  Adakah kewibawaannya kita sangsikan?  Suatu kewibawaan dapat dikatakan tidak disangsikan jika ia dengan seksama telah meneliti fakta-fakta dan telah mencapai kesimpulan darinya dengan tidak melibatkan kepentingan pribadi.  Untuk memilih kewibawaan yang tidak disangsikan, kita harus waspada terhadap hal-hal seperti kepentingan khusus, afiliasi partai, keberpihakan kelompok, motif-motif ekonomis, dan berbagai unsur lingkungan dan psikologis yang mungkin membuat pikiran seseorang dapat disangsikan.
  • 38. MENGUJI KEWIBAWAAN 2  Adakah pendidikan dan pengalaman orang ini benar-benar membuatnya berwenang berbicara sebagai ahli dalam bidang ini?  Dalam dunia yang telah mengenal spesialisasi ilmu seperti abad ke-20 ini, kiranya hampir tidak ada satu pun orang yang menguasai seluruh bidang ilmu.  Jaman kita saat ini adalah jaman dimana kita dapat menerima seseorang sebagai seorang ahli hanya bila orang tersebut mendapat pendidikan spesialisasi khusus dan pengalaman yang mendalam dalam suatu lapangan pengetahuan khusus.
  • 39. MENGUJI KEWIBAWAAN 3  Adakah orang ini menggunakan dasar yang objektif atau fakta dan alasan yang tepat bagi kesimpulannya.  Apabila seorang ahli mendasarkan pemikirannya kepada keyakinan pribadinya, kita harus bertanya adakah pemikirannya valid, dan apakah pendapat-pendapat yang berlawanan telah dipertimbangkan; apakah dia tidak mencampuradukkan kebenaran dan keyakinan pribadinya?  Salah satu petunjuk terbaik dari integritas suatu kewibawaan adalah kesediaannya memikirkan suatu objek dari berbagai segi, tidak hanya dari satu segi.
  • 40. MENGUJI KEWIBAWAAN 4  Adakah publik atau orang yang kita ajak bicara bersedia menerima orang ini sebagai suatu kewibawaan?  Apabila tidak, apakah kita telah cukup memiliki informasi dan latar belakang untuk memastikan kapasitasnya sebagai orang yang layak diikuti?  Kewajiban kita ialah memastikan kredibilitas orang-orang yang akan kita buktikan kewibawaannya. Informasi latar belakang tentang kewibawaan ini harus kita masukkan apabila muncul keragu-raguan tentang kewibawaan dari pihak orang yang kita ajak bicara.