Dokumen tersebut membahas pengertian logika, jenis-jenis logika, hukum-hukum dasar logika, fokus logika dalam menyusun argumen, macam-macam silogisme, dan mode berpikir dalam logika seperti deduksi, induksi, abduksi, dan kausalitas."
2. PENGERTIAN LOGIKA
• Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος
(logos) yang berarti hasil pertimbangan akal
pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa.
• Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike
episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu
logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari
kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat,
dan teratur.
3. Logika
Suatu cara pengambilan kesimpulan.
Suatu alat untuk berpikir.
Suatu teknik menyusun argumen.
Suatu metode untuk mengemukakan pendapat
secara masuk akal.
Suatu cara mematuhi aturan-aturan hukum berpikir.
4. MACAM-MACAM LOGIKA
Logika alamiah
Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang
berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh
keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan
yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada
sejak lahir.
Logika ilmiah
Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-
azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat
pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja
dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih
aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan
kesesatan atau, paling tidak, mengurangi.
5. HUKUM DASAR LOGIKA
ARISTOTELES, LEIBNIZ, J.S. MILL
PRINSIP IDENTITAS
(Principium Identitatis/Law of Identity)
PRINSIP KONTRADIKSI
(Principium Contradictionis/Law of Contradiction)
PRINSIPTIADA JALANTENGAH
(Principium ExclusiTertii/Law of Excluded Middle)
PRINSIP CUKUP ALASAN
(Principium Rationis Sufficientis/Law of Sufficinet
Reason)
6. FOKUS LOGIKA: MENYUSUN ARGUMEN
ARGUMEN: SATU PROSES UNTUK
MENDUKUNG PEMIKIRAN (KONKLUSI)
DENGAN ALASAN (PREMIS)
ARGUMEN SETIDAKNYA BERISI DUA
PROPOSISI (PREMIS) UNTUK KEMUDIAN
DISIMPULKAN (KONKLUSI)_PROSES
MENARIK KONKLUSI DARI PREMIS DISEBUT
INFERENSI
MODEL BERPIKIR/BERARGUMEN
INFERENSIAL DISEBUT DENGAN
SILOGISME
7. Sebuah silogisme harus terdiri dari 3
proposisi: premis mayor, premis minor dan
konklusi
Premis Mayor
Semua mahasiswa adalah orang-orang pintar
Premis Minor
Halim adalah mahasiswa
Konklusi
Jadi, Halim adalah orang pintar
9. CONTOH
SILLOGISME YANG SALAH (premis mayornya salah)
Premis Mayor : Orang keriting itu lebih lucu
Premis Minor : Lukman Rambutnya Lurus, ‘Ain
Rambutnya Keriting
Conclusion : ‘Ain lebih lucu dibanding Lukman.
SILLOGISME YANG INVALID (variabel dan alur
berpikirnya salah):
Premis Mayor : Semua anjing makan daging
Premis Minor : Joni (nama orang) makan daging
Conclusion : Joni adalah anjing.
10. PREMIS MAYOR Semua penyanyi dangdut
itu menarik
PREMIS MINOR Inul adalah seorang
penyanyi dangdut
KONKLUSI Jadi, Inul adalah seorang
yang menarik logis
Jadi, Rhoma adalah seorang
yang menarik tidak logis
11. PREMIS
MAYOR
Semua Mahasiswa adalah orang yang
Rajin
PREMIS
MINOR
Tommy adalah mahasiswa saya
KONKLUSI Tommy adalah orang yang rajin Logis
Semua Mahasiswa bimbingan saya
adalah orang-orang yang rajin Tidak
Logis
12. PREMIS MAYOR Semua Muslim Cinta Damai
PREMIS MINOR Semua Takmir Masjid adalah Muslim
KONKLUSI Jadi, semua takmir masjid cinta damai
13. PREMIS
MAYOR
Semua anggota DPR tidak setuju BBM
naik
PREMIS
MINOR
Joni adalah anggota DPR
KONKLUSI Jadi, Joni tidak setuju BBM naik
14. PREMIS
MAYOR
Semua anggota PKI bukan warga
negara yang baik
PREMIS
MINOR
Ia bukan seorang warga negara yang
baik
KONKLUSI Ia seorang anggota PKI Tidak Logis
15. PREMIS
MAYOR
Eyang Subur adalah Paranormal
PREMIS
MINOR
Eyang Subur memiliki isteri 9
KONKLUSI Paranormal itu memiliki isteri 9/banyak
Tidak Logis
16. MODE 1: DEDUKSI
Cara berpikir dengan menggunakan kriteria atau
suatu pengetahuan tertentu yang bersifat umum
untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang khusus
atau spesifik.
Karena deduksi diawali oleh sebuah premis umum
maka kebenaran dari hasil kesimpulannya
tergantung mutlak kepada benar atau tidaknya
premis umum tersebut.
JENIS: MODUS PONENS, MODUS TOLLENS,
DISJUNCTIVE SYLLOGISM, HIPOTHETIC
SYLLOGISM
17. Modus Ponens
1. Jika A Maka B
2. A
3. Berarti B
A=ANTASEDEN, B= CONSEQUENT
MODUS PONENS:ANTASEDEN HARUS DIAFIRMASI,TIDAK
BOLEH DIINGKARI
1. JIKA SESEORANGADALAH BAPAK, MAKA DIA LAKI-LAKI--
2. SAYA BAPAK
3. MAKA SAYA LAKI-LAKI (valid)
1. JIKA SESEORANGADALAH BAPAK, MAKA DIA LAKI-LAKI
2. SAYA BUKAN BAPAK
3. MAKA SAYA BUKAN LAKI-LAKI (invalid)
18. ModusTollens
1. Jika A maka B
2. Bukan B
3. Berarti BukanA
• CONSEQUENT BISA DIINGKARI,TIDAK BISA DIAFIRMASI
• 1. JIKA SEORANG ADALAH IBU, MAKA DIA ADALAH PEREMPUAN
2. DIA BUKAN PEREMPUAN
3. DIA BUKAN IBU (valid)
• 1. JIKA SEORANGADALAH IBU, MAKA DIA ADALAH PEREMPUAN
2. DIA PEREMPUAN
3. MAKA DIA IBU (invalid)
19. Hypothetical Syllogism
1. Jika A maka B
2. Jika B maka C
3. Jika A Maka C
1. Jika Anda belajar rajin, maka Anda lulus ujian.
2. Jika Anda lulus ujian, maka Anda senang.
3. Dengan demikian, jika Anda rajin belajar, maka
Anda senang.
20. Disjunctive Syllogism
1. A or B
2. Not A
3. B
1. Program komputer ini mempunyai bug,
atau input-nya salah.
2. Input-nya tidak salah.
3. Dengan demikian, program komputer ini
mempunyai bug.
21. MODE 2: INDUKSI
Berpikir dengan cara menyimpulkan sesuatu yang
berangkat dari hal-hal khusus menuju kepada
kesimpulan umum.
Metode berpikir induksi sifatnya spekulatif. Jika
diketahui bahwa “Saya butuh makan”, “Evan
butuh makan”, “Avi butuh makan”, dan “Willy
butuh makan”, maka dengan induksi, kita dapat
menyimpulkan bahwa “Semua manusia butuh
makan”.
23. MODE 3: ABDUKSI
Aristoteles menyebut abduksi dengan apagoge.
Abduksi: Jenis inferensi silogistik yang tidak
membawa kepastian. Premis mayor bersifat pasti,
sedangkan premis minor tidak pasti, atau
sebaliknya. Karena itu kesimpulannya menjadi
kurang pasti.
Misalnya: Setiap Kiai memakai Jubah (P. mayor),
Ayahku memakai jubah (P. Minor), ayahku seorang
Kiai (konklusi)
24. Abduksi adalah: reasoning for the best
explanation_
Maka contoh di atas harus dipahami:
Premis mayornya: “penjelasan terbaik
tentang orang yang memakai jubah adalah
seorang Kiai”
Konklusinya yang paling tepat adalah:
“penjelasan terbaik dari banyak
kemungkinan ayahku yang memakai jubah
adalah ia seorang Kiai”
25. KRITERIA “PENJELASAN TERBAIK”
• PREDICTABILITY: Bisa dipahami untuk
membaca fakta-fakta lain yang sama di masa
depan karena selalu seperti itu
• KOHERENSI: Sama dan sesuai untuk semua
fenomena/fakta yang sama
• SIMPLICITY: lebih sederhana dari
kemungkinan-kemungkinan lainnya
• FRUITFULNESS: Manfaat/kegunaan nyata
26. MODE 3: GENERALISASI
Generalisasi dapat dikatakan sama dengan prosedur
berpikir induksi tidak lengkap.
Metodenya: “dari beberapa ke semua”.
Generalisasi adalah prosedur berpikir dengan
melihat beberapa hal khusus (tidak semuanya)
untuk kemudian disimpulkan secara umum.
27. MENGUJI GENERALISASI 1
Adakah kita telah mengambil sample hal-hal atau
kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji dalam jumlah
yang cukup? Pengujian ini akan menimbulkan
pertanyaan tambahan, berapa banyak “jumlah yang
cukup itu”?.
Semakin banyak jumlah sample yang diuji, akan dapat
menambah kemungkinan (probabilitas) benarnya
generalisasi.
Apabila yang dipersoalkan adalah unsur-unsur yang
tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka
biasanya yang lahir adalah generalisasi yang tergesa-
gesa. Kita harus kritis untuk menyikapi generalisasi
seperti: semua orang laki-laki sama saja; orang yang
selalu ke mesjid tidak mungkin menjadi jahat; semua
orang kaya kikir dan materialis.
28. MENGUJI GENERALISASI 2
Adakah pengecualian dalam kesimpulan umum? Apabila ada,
apakah pengecualian tersebut juga diperhitungkan dan
diperhatikan dalam membuat generalisasi?
Apabila jumlah pengecualiannya banyak, kita tidak mungkin
dapat membuat generalisasi, tetapi jika hanya terdapat
beberapa pengecualian, kita masih dapat membuat
generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak
menggunakan kata-kata seperti “semua” atau “setiap” dan
yang sejenisnya dalam generalisasi.
Kata-kata seperti itu hendaknya diganti dengan istilah: pada
umumnya, kebanyakan, sebagian, menurut garis besarnya,
dan lain sebagainya. Meskipun prosedur yang terakhir ini
akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun
telah cukup untuk membentuk satu pemikiran yang valid
dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari.
29. MODE 4: KAUSALITAS
[HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT]
Prosedur berpikir kausalitas ini mengikuti tiga pola berikut: a. Dari
sebab ke akibat ; b. Dari akibat ke sebab; c. Dari akibat ke akibat
Pemikiran dari sebab ke akibat: berangkat dan suatu sebab yang
diketahui lalu disimpulkan akibatnya; misalnya, “hujan lebat
sekali”; “aku lupa menutup pintu empang, maka empangnya pasti
meluap dan ikan peliharaanku pasti kabur”.
Pemikiran dari akibat ke sebab: berangkat dari akibat yang
diketahui menuju sebabnya. Seorang pasien pergi ke dokter karena
badannya panas. Badan panas menunjukkan akibat. Selanjutnya
tugas sang dokter untuk memastikan apa yang menjadi sebabnya.
Pemikiran dari akibat ke akibat: berangkat dari suatu akibat ke
akibat lain tanpa menyebutkan sebab yang menghasilkan keduanya;
misalnya: sungai meluap; kemudian kita berpikir: maka empang
kita juga pasti meluap. Keduanya berasal dan suatu sebab yang
tidak disebutkan, misalnya: hujan yang lebat sekali.
30. SEBAB_ARISTOTELES
SEBAB MATERIAL, SEBAB EFISIEN, SEBAB
FORMAL, SEBABTERAKHIR
MISALNYA: “JAKARTA BANJIR”
SEBAB MATERIAL: SEBAB JAKARTA DIKEPUNG
SUNGAI
SEBAB EFISIEN: SEBAB SUNGAI-SUNGAI DI JAKARTA
TERSUMBAT ALIRANNYA
SEBAB FORMAL: SEBAB AIR SUNGAIYANG
TERSUMBAT KEMUDIAN MELUBER KE PEMUKIMAN
SEBABTERAKHIR: ADA BANJIR AGAR MANUSIA
SADAR MENJAGA HARMONI ALAM
31. SEBELUM MEMASTIKAN SEBAB…
Adakah sebabnya cukup untuk menghasilkan
akibatnya?
Adakah sesuatu yang menghalangi sebab
untuk menghasilkan akibat tersebut?
Adakah mungkin sebab lain yang
menghasilkan akibat tersebut?
32. KEKELIRUAN KAUSALITAS
Post hoc, ergo propter hoc, yakni pemikiran
yang menafsirkan kejadian-kejadian atas
dasar: “sesudah ini, maka karena ini”,
misalnya: Homo Sapiens (manusia) itu adanya
sesudah Pithecanthropus (kera); jadi manusia
itu berasal dari kera.
Cum hoc ergo propter hoc, yakni pemikiran
yang menafsirkan kejadian-kejadian atas
dasar: “bersama itu maka oleh karena itu”;
misalnya: bersama dengan turunnya hujan
buatan, ikan-ikan mati, maka kemudian
disimpulkan karena hujan buatan, ikan-ikan
tersebut mati.
33. MODE 6: ANALOGI
Analogi sering juga disebut pemikiran melalui
persamaan atau kadang juga disebut qiyas.
Prosedur berpikir analogi: berangkat dari suatu hal
atau kejadian khusus kepada hal atau kejadian
khusus lainnya yang semacam, dan menyimpulkan
bahwa apa yang berlaku pada hal atau kejadian yang
satu, juga akan berlaku pada hal atau kejadian yang
lain.
Contoh : Faiz sembuh dari pusing kepalanya setelah
minum obat ini, maka Rini juga akan sembuh dari
pusing kepalanya jika minum obat ini.
34. Peristiwa pokok yang menjadi dasar.
Peristiwa prinsipal yg menjadi pengikat
Peristiwa yg akan dianalogikan
35. a. Jumlah peristiwa sejenis.
b. Sedikit aspek yang menjadi dasar analogi
c. Sifat analogi yang dibuat
d. Mempertimbangkan unsur yang berbeda.
e. Relevan.
36. MODE 7: KEWIBAWAAN/OTORITAS
Kewibawaan: sebagai kesaksian/pengetahuan yang
diberikan seseorang atau sekelompok orang yang
relevan dan memiliki otoritas dalam hal yang sedang
dibahas.
Alasan: Keterbatasan Pengalaman dan Penalaran
Setiap Orang
37. MENGUJI KEWIBAWAAN 1
Adakah kewibawaannya kita sangsikan?
Suatu kewibawaan dapat dikatakan tidak
disangsikan jika ia dengan seksama telah meneliti
fakta-fakta dan telah mencapai kesimpulan darinya
dengan tidak melibatkan kepentingan pribadi.
Untuk memilih kewibawaan yang tidak disangsikan,
kita harus waspada terhadap hal-hal seperti
kepentingan khusus, afiliasi partai, keberpihakan
kelompok, motif-motif ekonomis, dan berbagai
unsur lingkungan dan psikologis yang mungkin
membuat pikiran seseorang dapat disangsikan.
38. MENGUJI KEWIBAWAAN 2
Adakah pendidikan dan pengalaman orang ini
benar-benar membuatnya berwenang berbicara
sebagai ahli dalam bidang ini?
Dalam dunia yang telah mengenal spesialisasi ilmu
seperti abad ke-20 ini, kiranya hampir tidak ada satu
pun orang yang menguasai seluruh bidang ilmu.
Jaman kita saat ini adalah jaman dimana kita dapat
menerima seseorang sebagai seorang ahli hanya bila
orang tersebut mendapat pendidikan spesialisasi
khusus dan pengalaman yang mendalam dalam
suatu lapangan pengetahuan khusus.
39. MENGUJI KEWIBAWAAN 3
Adakah orang ini menggunakan dasar yang objektif atau
fakta dan alasan yang tepat bagi kesimpulannya.
Apabila seorang ahli mendasarkan pemikirannya kepada
keyakinan pribadinya, kita harus bertanya adakah
pemikirannya valid, dan apakah pendapat-pendapat
yang berlawanan telah dipertimbangkan; apakah dia
tidak mencampuradukkan kebenaran dan keyakinan
pribadinya?
Salah satu petunjuk terbaik dari integritas suatu
kewibawaan adalah kesediaannya memikirkan suatu
objek dari berbagai segi, tidak hanya dari satu segi.
40. MENGUJI KEWIBAWAAN 4
Adakah publik atau orang yang kita ajak bicara
bersedia menerima orang ini sebagai suatu
kewibawaan?
Apabila tidak, apakah kita telah cukup memiliki
informasi dan latar belakang untuk memastikan
kapasitasnya sebagai orang yang layak diikuti?
Kewajiban kita ialah memastikan kredibilitas
orang-orang yang akan kita buktikan
kewibawaannya. Informasi latar belakang tentang
kewibawaan ini harus kita masukkan apabila
muncul keragu-raguan tentang kewibawaan dari
pihak orang yang kita ajak bicara.