3. Pendahuluan
• Wabah besar DHF di Thailand terjadi
pertama kali tahun 1958, terutama di
Bangkok dan sekitarnya
• Jumlah kasus tahun 1999-2003 bervariasi,
mulai dari 30.000 - 120.000 kasus, dengan
case fatality rate = 0,12 - 0,21 %
• Menyerang kelompok usia < 15 tahun dan
mengalami kenaikan dari 20% menjadi
30%, dengan insidensi tertinggi pada
kelompok usia 5-9 tahun
4. Pendahuluan
• Wabah DHF perlu dipelajari lebih lanjut karena
tidak hanya terjadi saat musim hujan, tetapi
sepanjang tahun
• Komunitas merupakan titik utama dalam
perkembangan, pelaksanaan dan evaluasi
Community-Based DHF Control Program
• Di Thailand program pencegahan yang ada
kurang efektif, penyebabnya karena sulitnya
menyatukan semua sektor
• Perlu perhatian khusus pada partisipasi
masyarakat untuk mencegah & mengontrol
DHF, diiringi kebiasaan hidup serta budaya
setempat
5. Pendahuluan
• Komunitas perlu melakukan
tindakan-tindakan yang
bertujuan untuk mengurangi
sumber penyebaran penyakit :
– Mengosongkan tempat
penampungan air
– Membuang barang bekas
seperti ban bekas, kaleng
bekas, dsb
– Mencegah nyamuk
berkembang biak di tambak /
tempat lainnya
6. Latar Belakang
• Angka morbiditas DHF di propinsi
Kanchanaburi : 86,5 per 100.000 populasi
(melebihi target nasional < 60 per
100.000 populasi)
• Angka insidensi tertinggi pada distrik
Mueang
• Penelitian ini dilakukan di dua desa pada
distrik Mueang untuk melihat efektivitas
community-based empowerment program
(CBEP) dalam mengubah pengetahuan,
melihat kerentanan, mengukur
keberhasilan kegiatan survei yang
berkaitan dengan pencegahan DHF
(melalui pengamatan CI, HI, BI)
Container Index
(CI): % tempat
penampungan yang
positif untuk jentik
A. aegypti
House Index (HI):
% rumah yang
positif terdapat
jentik-jentik
A. aegypti
Breteau Index (BI):
jumlah tempat
penampungan yang
positif mengandung
jentik-jentik pada
setiap 100 rumah
7.
8. • Lokasi studi: 1 desa di sub distrik Vang Yen & 1 desa
di sub distrik Ban Kao
• Tokoh masyarakat di desa Vang Yen yang diketahui:
relawan kesehatan desa, kepala desa, guru sekolah,
petugas kesehatan sub distrik, dan anggota TAO
(Tambon Administration Organization)
• Mereka semua diberdayakan melalui CBEP
(Community-based Empowerment Program)
• Strategi program ini yaitu pelatihan tentang konsep
dasar proses penyelesaian masalah: identifikasi
masalah, klarifikasi masalah, identifikasi
kemungkinan solusinya, pengembangan proyek,
implementasi, dan evaluasi
9. • Setiap tokoh masyarakat merencanakan aktivitas kontrol
DHF dengan wakil anggota rumah tangga di daerah
mereka
• Untuk meningkatkan pengalaman belajar melalui
pembelajaran partisipatif, maka setiap output dan
outcome dilaporkan pada rapat bulanan
• Keefektivan program dinilai dengan indikator:
pengetahuan yang didapat mengenai DHF digunakan
untuk menilai output; survei jentik nyamuk secara berkala
• Eliminasi dan kontrol tempat perkembangbiakan nyamuk
digunakan untuk menilai output program
• Reduksi CI, HI, & BI digunakan untuk menilai outcome
program
10. • Instrumen penelitian berupa kuesioner dan
formulir survei larva
• Kuesioner terdiri dari 4 bagian: variabel sosiodemografik, pengetahuan akan DHF, kerentanan
yang diketahui dan self-efficacy, & dan kebiasaan
dalam mengontrol dan mengeliminasi nyamuk, juga
survei jentik yang dilakukan secara berkala
• Koefisien Cronbach’s alpha digunakan untuk
menilai keandalan kuesioner
• Survei jentik dilakukan pada awal, tengah, dan akhir
program
• Data kualitatif dikumpulkan dari tokoh masyarakat
serta wakil dari rumah tangga terpilih
11. • Analisis univariat dilakukan untuk variable
demografik
• Student’s t-test dilakukan untuk menilai perbedaan
pengetahuan, persepsi, self-efficacy, dan praktek
survei larva antara kelompok percobaan dan
perbandingan
• Variabel yang sangat terkait (Beta value) pada
praktek survei larva dianggap untuk inklusi dalam
model multivariat
• Multiple Classification Analysis (MCA) digunakan
untuk menentukan faktor penting, penyesuaian
untuk semua variabel model dalam memprediksi
perilaku saat survei jentik
12.
13.
14. Sampel dalam Penelitian (Rata2 Kedua Kelompok)
Sampel studi terdiri dari :
• 53 tokoh masyarakat (18,5%) dan 234
perwakilan anggota rumah tangga (81,5%).
• Mayoritas adalah perempuan (55,4%), usia 30-49 tahun
(53,7%).
• Sekitar 69,0% sudah menikah,
• Tingkat pendidikan terakhir kelas 6 Sekolah Dasar atau
lebih rendah (52,3%).
• Pekerjaan : petani (28,9%) dan pekerja tidak terampil
(32,1%) dengan pendapatan bulanan
≤ 3.000 baht (sekitar US $ 75) (41,8%).
15.
16. Perbandingan Kedua Populasi Sampel
• Chi-square (χ2) test
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
eksperimen dan kontrol kecuali pada umur
dan pekerjaan → p < 0,05 (Tabel 1)
• Penting untuk analisis bivariat berikutnya
• Pengetahuan tentang DBD, kerentanan
terhadap DBD, pertahanan tubuh kontrol dan
penghapusan tempat berkembang biak
nyamuk
17. Uji Signifikansi
• Uji signifikansi antara nilai mean dari
variabel output dalam kelompok
percobaan dan kelompok pembanding
baik sebelum dan sesudah percobaan
diringkas dalam Tabel 2.
18.
19. Skor tentang Pengetahuan mengenai DBD
• Skor minimum dan maksimum : 0-12 (untuk
pengetahuan tentang DBD)
Sebelum percobaan :
• Kelompok pembanding (7,09) > Kelompok eksperimen
(6,87)
• p-value=0.383
Setelah percobaan :
• Kelompok eksperimen (9.58) > Kelompok pembanding (7,46)
• p-value < 0.01
20.
21. Perbedaan CI, HI dan BI
• Selama survei pertama, sebelum percobaan,
kedua kelompok penelitian memiliki CI, HI,dan
BI lebih tinggi dari target maksimum nasional
untuk CI dan HI = 10, dan BI = 50.
• Namun ketika CI, HI, dan BI dari survei
pertama, kedua, dan ketiga dibandingkan,
ditemukan bahwa hanya CI, HI, dan BI
kelompok percobaan yang menurun.
22. Indeks Daerah Perkembangbiakan
• Tabel 4 menunjukkan Indeks untuk daerah
tempat perkembangbiakan utama Aedes
aegypti selama survei pertama, kedua, dan
ketiga.
23.
24.
25. Hasil Survei
Survei pertama :
• 5 besar tempat perkembangbiakann nyamuk
Aedes aegypti (eksperimental) :
1. Sampah (botol bekas, kaleng bekas, plastik, batok
kelapa dan botol rusak)
2. Air toilet
3. Diluar dan didalam barang rumah tangga
4. Air semen
5. Tempat penyimpanan
26. Nilai CI
• Nilai CI pada tempat perkembang biakan
nyamuk Aedes aegypti ini pada daerah
pembanding tidak terlihat seperti adanya
penurunan, namun meningkat pada survei
kedua dan ketiga
27.
28. • Multiple Classification Analysis (MCA)
• Model aditif, variabel yang siginifikan dan
mempunyai nilai β (β value) yang lebih tinggi
• Laki-laki, tokoh masyarakat, lansia memiliki
tingkat pengetahuan, persepsi dan
pertahanan yang lebih tinggi dibandingkan
kelompok lainnya.
29.
30. • DHF telah menjadi masalah dalam kesehatan
masyarakat selama kurang lebih 30 tahun.
• Usaha untuk mengontrol pertumbuhan dari
nyamuk Aedes juga sudah diterapkan dari
provinsi hingga community-based dengan
menggunakan volunteer kesehatan.
• Akan tetapi, semua usaha ini masih kurang
efektif terhadap pembasmian DHF,
dikarenakan DHF tetap menjadi masalah
kesehatan hampir diseluruh negara.
31. • Usaha yang efektif yang seharusnya dilakukan
adalah dengan memusnahkan habitat dari
larva Aedes aegypti.
• 2 desa dari distrik Mueang dari Kanchanaburi
memiliki tingkat insiden tertinggi untuk DHF
• 2 desa ini dipakai untuk menjadi patokan
dalam melihat efektivitas dari pendekatan
komunitas untuk usaha preventif terhadap
DHF
32. • Hasil dari usaha ini meningkat secara signifikan.
Hal ini dikarenakan program dari pemberdayaan
berbasis komunitas mampu membuat pemimpin
masyarakat tersebut menjadi aktif berpartisipasi.
• Setiap perwakilan dari tiap daerah mempunyai
tanggung jawab dalam mengontrol pemusnahan
habitat nyamuk Aedes aegypti.
• Setelah itu semua yang didapat dari perwakilan
daerah ini akan didiskusikan dengan perwakilan
daerah lainnya setiap bulannya.
• Hal ini dilakukan untuk memonitor program kerja
dan re-planning jika dibutuhkan
33. • Dari hasil yang didapat terlihat jelas
bahwa cara ini sangat efektif dalam
membasmi DHF.
• Hasilnya insiden DHF menurun secara
drastis hingga mencapai lebih rendah
dari target nasional.
• Hal ini dibuktikan pada hasil survei yang
dilakukan setiap minggu saat program ini
berlangsung.
34. • Setelah melakukan eksperimen ini, dinyatakan
bahwa daerah studi merupakan prediktor
terbaik.
• Dalam studi ini dengan semakin banyaknya
survei yang dilakukan, maka tingkat
kesuksesan program ini akan meningkat
secara signifikan.
• Hal ini disebabkan dengan bertambahnya
survei maka akan berdampak langsung kepada
tindakan pemimpin masyarakat setempat.
35. Conclusion
• Program studi ini terbukti efektif dan telah
dibuktikan dengan unvariate, bivariate, dan
multivariate data analysis.
• Kerjasama dalam usaha mencegah DHF pada
tingkat primer, sekunder, dan tersier dengan
pemimpin masyarakat merupakan salah satu titik
paling penting dalam studi program ini.
• Untuk mengontrol insidensi penyakit DHF dan
beberapa penyakit lainnya, harus dimonitor
secara rutin.
36. Adapted from :
Therawiwat M, Fungladda W, Kaewkungwal J, Imamee N,
Steckler A. Community-based approach for prevention
and control of dengue hemorrhagic fever in
Kanchanaburi Province, Thailand. 2005
Thank You for Your Attention!