1. BAB I
PENDAHULUAN
Pemahaman tentang manusia merupakan bagian dari kajian
filsafat. Tak mengherankan jika banyak sekali kajian atau pemikiran yang
telah dicurahkan untuk membahas tentang manusia. Walaupun
demikian, persoalan tentang manusia akan menjadi misteri yang tek
terselesaikan. Hal ini menurut Husein Aqil al-Munawwar dalam
Jalaluddin (2003: 11) karena keterbatasan pengetahuan para ilmuan
untuk menjangkau segala aspek yang terdapat dalam diri manusia. Lebih
lanjut Jalaluddin (2003: 11) mengatakan bahwa manusia sebagai
makhluk Allah yang istimewa agaknya memang memiliki latar belakang
kehidupan yang penuh rahasia. Dengan demikian, memang yang menjadi
keterbatasan untuk mengetahui segala aspek yang terdapat pada diri
manusia itu adalah selain keterbatan para ilmuan untuk mengkajinya,
juga dilatarbelakangi oleh faktor keistimewaan manusia itu sendiri.
Walaupun demikian, sebagai hamba yang lemah, usaha untuk
mempelajarinya tidaklah berhenti begitu saja. Banyak sumber yang
mendukung untuk mempelajari manusia. Di antara sumber yang paling
tinggi adalah Kitab Suci Al-Qur’an. Yang mana di dalamnya banyak
terdapat petunjuk-petunjuk tentang penciptaan manusia. Konsep-konsep
tentang manusia banyak dibahas, mulai dari proses penciptaan sampai
kepada fungsinya sebagai makhluk ciptaan Allah.
1.1Latar Belakang
Berbicara tentang manusia berarti kita berbicara tentang dan pada
diri kita sendiri makhluk yang paling unik di bumi ini. Manusia
mempunyai kelebihan yang luar biasa. Kelebihan itu adalah
dikaruniainya akal. Dengan dikarunia akal, manusia dapat
mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya serta mampu
mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah sebagai
1
2. amanah. Selain itu manusia juga dilengakapi unsur lain yaitu qolbu
(hati). Dengan qolbunya manusia dapat menjadikan dirinya sebagai
makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan beriman dan
kehadiran Ilahi secara spiritual.
Oleh karena itu, penulis menyusun makalah ini merupakan bentuk
pertanggung jawaban mahasiswa terhadap dosen mata kuliah “
Manajemen SDM “ dan sebagai salah satu panduan untuk lebih tahu
bagaiman hakiket manusia.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembentukan makalah ini adalah untuk
menjelaskan secara singkat mengenai “ Hakikat Manusia () “, pembaca
dapat terbuka wawasannya serta merupakan kajian untuk mempejari
penciptaan manusia.
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini
adalah :
1. Pembaca dapat mengetahui bagaimana Gambaran al-Qur’an
tentang kualitas dan hakikat manusia.
2. Pembaca dapat mengetahui Persamaan dan Perbedaan Manusia
dengan Makhluk Lain.
1.4 Metode
Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu
metode yang menggambarkan mengenai “ Hakikat Manusia “.
BAB II
3. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hakikat Manusia
2.1.1 Menurut Agama
1. Hakikat Manusia
Manusia menurut Allah adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT
dari tanah liat kering dan diberikan ruh ke dalam jasad manusia ini dan
makhluk yang dimuliakan atas segala ciptaanNya. Allah telah
menurunkan Al Qur’an yang diantara ayat-ayatNya adalah gambaran
tentang manusia.
Berbagai istilah digunakan untuk menunjukkan aspek kehidupan
manusia, diantaranya:
a. Dari aspek historis, disebut dengan Bani Adam “Hai bani Adam,
pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid
makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan.
Seunguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang berlebih –
lebihan”(QS 7:31)
b. Dari aspek biologis, disebut dengan Basyar “Dan berkatalah
pemuka – pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang
mendustakan akan menemui hari akhirat(kelak) dan yang telah
(Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia)(orang) ini tidak
lain hanyalah manusia (basyar) seperti kamu, dia makan dari apa
yang kamu makan dan minum dari apa yang kamu minum”(QS
23:24)
c. Dari aspek kecerdasan, disebut dengan Insan“Dia menciptakan
manusia (insan).mengajarnya pandai berbicara”(QS 55:3-4)
d. Dari aspek sosiologis, disebut dengan An-Nas “Wahai
manusia(nas) sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
3
4. dan orang – orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”(QS 2:21)
e. Dari aspek posisinya, disebut dengan Hamba “Maka apakah
mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di
belakang mereka?jika Kami menghendaki niscaya Kami benamkan
mereka di bumi atau Kami jatuhkan mereka gumpalan dari langit.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar – benar terdapat
tanda ( kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali
kepadanya”(QS 34:9)
Selain istilah-istilah itu ada juga sebutan bagi manusia sesuai
dengan keadaannya.
1. Makhluuq (yang diciptakan)
Manusia merupakan makhluq atau yang diciptakan dari tanah
liat dan diberikan ruh ke dalamnya oleh Allah ke dunia ini dengan
tujuan hanya untuk beribadah kepada Allah. Hal ini sesuai dengan:
QS. AL HIJR 28 “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat : Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari
tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk.Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan
telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)Ku, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud”
2. Mukarram (yang dimuliakan)
Manusia merupakan makhluk yang juga dimuliakan. Buktinya
adalah saat manusia pertama tercipta, seluruh malaikat disuruh
bersujud kepadanya (bukan untuk menyembah). Hal ini tercantum
dalam QS Al Hijr 29: “Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”
3. Mukhayyar (yang bebas memilih)
Manusia selain dimuliakan, juga diberikan kebebasan untuk
5. memilih, memilih untuk beriman kepada Allah ataukah kafir
terhadap Allah. Itu semua tergantung dari pengetahuan yang
manusia miliki tapi sesungguhnya fitrah manusia adalah beriman
kepada Allah.
4. Majziy (yang mendapat balasan)
Sebagai konsekuensi menjadi makhluk yang memiliki
kebebasan maka manusia juga merupakan makhluk yang kelak
akan mendapat balasan di akherat. Balasan baik atau buruk,
semuanya tergantung dari perbuatan-perbuatan yang manusia
lakukan di dunia ini. Jika manusia itu berbuat baik maka di
akherat akan mendapat balasan berupa surga tapi jika perbuatan
selama di dunia adalah buruk maka manusia itu akan mendapat
balasan berupa neraka.
Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas
megingatkan kita pada teori superego yang dikemukakan oleh sigmund
Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang pendapatnya banyak
dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas jiwa manusia.
Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang
mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido
bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu
buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu
muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah)
berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia.Sebaliknya,
superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego
manakala instink, intuisi, dan intelegensi –ditambah dengan petunjuk
wahyu bagi orang beragama– bekerja secara matang dan integral. Artinya
superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja
ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang
negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri.
Sebagai kesimpulan dapatlah diterangkan bahwa kualitas manusia
berada diantara naluri dan nurani. Dalam rentetan seperti itulah manusia
5
6. berperilaku, baik perilaku yang positif maupun yang negatif. Fungsi
intelegensi dapat menaikkan manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Namun
intelegensi saja tidaklah cukup melainkan harus diikuti dengan nurani
yang tajam dan bersih. Nurani (mata batin, akal budi) dipahami sebagai
superego, sebagi conscience atau sebagai nafsu muthmainnah (dorongan
yang positif). Prof. Dr. Fuad Hasan mengatakan bahwa bagi manusia
bukan sekedar to live (bagaimana memiliki) dan to survive (bagaimana
bertahan), melainkan juga to exist (bagaimana keberadaannya). Untuk itu,
maka manusia memerlukan pembekalan yang kualitatif dan kuantitatif
yang lebih baik daripada hewan.
Manusia bisa berkulitas kalau ia memiliki kebebasan untuk
berbuat dan kehendak. Tetapi kebebasan disini bukanlah melepaskan diri
dari kendali rohani dan akal sehat, melainkan upaya kualitatif untuk
mengekspresikan totalitas kediriannya, sambil berjuang keras untuk
menenangkan diri sendiri atas dorongan naluriah yang negatif dan
destruktif. Jadi kebebasan yang dimaksudkan disini adalah upaya sadar
untuk mewujudkan kualitas dan nilai dirinya sebagai khalifah Allah di
muka bumi secara bertangung jawab.
2.1.2 Menurut Psikologis Pendidikan
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
a. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan
hidupnya untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhannya.
b. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas
tingkah laku intelektual dan sosial.
c. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu
mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan
nasibnya.
d. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus
berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam
usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain
dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
7. f. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya
merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang
mengandung kemungkinan baik dan jahat.
h. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama
lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai
dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam
lingkungan sosial.
2.2 Perspektif Tentang Manusia
2.2.1 Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an
a. Konsep al-Basyr
Penelitian terhadap kata manusia yang disebut al-Qur’an dengan
menggunakan kata basyar menyebutkan, bahwa yang dimaksud manusia
basyar adalah anak turun Adam, makhluk fisik yang suka makan dan
berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang membuat pengertian basyar
mencakup anak turun Adam secara keseluruhan (Aisyah Bintu Syati,
1999: 2). Menurut Abdul Mukti Ro’uf (2008: 3), kata basyar disebutkan
sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk
mutsanna.
Jalaluddin (2003: 19) mengatakan bahwa berdasarkan konsep
basyr, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya.
Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah prinsip
kehidupan biologis seperti berkembang biak. Sebagaimana halnya dengan
makhluk biologis lain, seperti binatang. Mengenai proses dan fase
perkembangan manusia sebagai makhluk biologis, ditegaskan oleh Allah
SWT dalam Al-Qur’an, yaitu:
1. Prenatal (sebelum lahir), proses penciptaan manusia berawal dari
pembuahan (pembuahan sel dengan sperma) di dalam rahim,
pembentukan fisik (QS. 23: 12-14)
2. Post natal (sesudah lahir) proses perkembangan dari bayi, remaja,
dewasa dan usia lanjut (QS. 40: 67)
Secara sederhana, Quraish Shihab (1996: 279) menyatakan bahwa
7
8. manusia dinamai basyar karena kulitnya yang tampak jelas dan berbeda
dengan kulit-kulit binatang yang lain. Dengan kata lain, kata basyar
senantiasa mengacu pada manusia dari aspek lahiriahnya, mempunyai
bentuk tubuh yang sama, makan dan minum dari bahan yang sama yang
ada di dunia ini. Dan oleh pertambahan usianya, kondisi fisiknya akan
menurun, menjadi tua, dan akhirnya ajalpun menjemputnya (Abuddin
Nata 1997: 31).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia dalam konsep
al-Basyr ini dapat berubah fisik, yaitu semakin tua fisiknya akan semakin
lemah dan akhirnya meninggal dunia. Dan dalam konsep al-Basyr ini
juga dapat tergambar tentang bagaimana seharusnya peran manusia
sebagai makhluk biologis. Bagaimana dia berupaya untuk memenuhi
kebutuhannya secara benar sesuai tuntunan Penciptanya. Yakni dalam
memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
b. Konsep Al-Insan
Kata insan bila dilihat asal kata al-nas, berarti melihat,
mengetahui, dan minta izin. Atas dasar ini, kata tersebut mengandung
petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan
penalarannya. Manusia dapat mengambil pelajaran dari hal-hal yang
dilihatnya, dapat mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, serta
dapat meminta izin ketika akan menggunakan sesuatu yang bukan
miliknya. Berdasarkan pengertian ini, tampak bahwa manusia
mampunyai potensi untuk dididik (Abuddin Nata, 1997: 29).
Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya
mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi (Jalaluddin, 2003:
23). Jelas sekali bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan
sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian,
ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi,
manusia mampu merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai
bidang. Dengan demikian manusia dapat menjadikan dirinya makhluk
yang berbudaya dan berperadaban.
c. Konsep Al-Nas
Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi
9. manusia sebagai makhluk sosial (Jalaluddin, 2003: 24). Tentunya sebagai
makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan
bermasyarakat. Manusia harus hidup sosial artinya tidak boleh sendiri-
sendiri. Karena manusia tidak bisa hidup sendiri.
Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula
dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang
menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan terhadap spesis
di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan
tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya
fungsi manusia dalam konsep an-naas.
d. Konsep Bani Adam
Adapun kata bani adam dan zurriyat Adam, yang berarti anak
Adam atau keturunan Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila
dilihat dari asal keturunannya (Quraish Shihab, 1996: 278). Dalam Al-
Qur’an istilah bani adam disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat (Abdul
Mukti Ro’uf, 2008: 39).
Menurut Thabathaba’i dalam Samsul Nizar (2001: 52), penggunaan
kata bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum. Dalam hal
ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu: Pertama, anjuran untuk
berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan
berpakaian guna manutup auratnya. Kedua, mengingatkan pada
keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu setan yang
mengajak kepada keingkaran. Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di
alam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkanNya. Kesemuanya
itu adalah merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka
memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain.
Lebih lanjut Jalaluddin (2003: 27) mengatakan konsep Bani Adam
dalam bentuk menyeluruh adalah mengacu kepada penghormatan
kepada nilai-nilai kemanusian. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa manusia dalam konsep Bani Adam, adalah sebuah usaha
pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada perbedaan sesamanya,
yang juga mengacu pada nilai penghormatan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusian serta mengedepankan HAM. Karena yang membedakan
9
10. hanyalah ketaqwaannya kepada Pencipta. Sebagaimana yang diutarakan
dalam QS. Al-Hujarat: 13).
e. Konsep Al-Ins
Kata al-Ins dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 18 kali, masing-
masing dalam 17 ayat dan 9 surat (Abdul Mukti Ro’uf, 2008:24).
Muhammad Al-Baqi dalam Jalaluddin (2003: 28) memaparkan al-Isn
adalah homonim dari al-Jins dan al-Nufur. Lebih lanjut Quraish Shihab
mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan jin, maka manusia adalah
makhluk yang kasab mata. Sedangkan jin adalah makhluk halus yang
tidak tampak (Jalaluddin, 2003: 28). Sisi kemanusiaan pada manusia
yang disebut dalam al-Qur’an dengan kata al-Ins dalam arti “tidak liar”
atau “tidak biadab”, merupakan kesimpulan yang jelas bahwa manusia
yang insia itu merupakan kebalikan dari jin yang menurut dalil aslinya
bersifat metafisik yang identik dengan liar atau bebas (Aisyah Bintu Syati,
1999: 5).
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dalam konsep al-ins
manusia selalu di posisikan sebagai lawan dari kata jin yang bebas.
bersifat halus dan tidak biadab. Jin adalah makhluk bukan manusia
yang hidup di alam “antah berantah” dan alam yang tak terinderakan.
Sedangkan manusia jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan realitas
hidup dan lingkungan yang ada.
f. Konsep Abd. Allah
M. Quraish Shihab dalam Jalaluddin (2003: 29), seluruh makhluk
yang memiliki potensi berperasaan dan berkehendak adalah Abd Allah
dalam arti dimiliki Allah. Selain itu kata Abd juga bermakna ibadah,
sebagai pernyataan kerendahan diri.
1. Menurut M.Quraish Shihab (Jalaluddin, 2003: 29), Ja’far al-Shadiq
memandang ibadah sebagai pengabdian kepada Allah baru dapat
terwujud bila seseorang dapat memenuhi tiga hal, yaitu: Menyadari
bahwa yang dimiliki termasuk dirinya adalah milik Allah dan
berada di bawah kekuasaan Allah.
2. Menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitas selalu mengarah
pada usaha untuk memenuhi perintah Allah dan menjauhi
11. larangan-Nya.
3. Dalam mngambil keputusan selalu mengaitkan dengan restu dan
izin Allah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konsep Abd Allah,
manusia merupakan hamba yang seyogyanya merendahkan diri kepada
Allah. Yaitu dengan menta’ati segala aturan-aturan Allah.
g Konsep Khalifah Allah
Pada hakikatnya eksistensi manusia dalam kehidupan dunia ini
adalah untuk melaksanakan kekhalifahan, yaitu membangun dan
mengelola dunia tempat hidupnya ini., sesuai dengan kehendak
Penciptanya. Menurut Jalaluddin (2003: 31) peran yang dilakonkan oleh
manusia menurut statusnya sebagai khalifah Allah setidak-tidaknya
terdiri dari dua jalur, yaitu jalur horizontal dan jalur vertikal. Peran
dalam jalur horizontal mengacu kepada bagaimana manusia mengatur
hubungan yang baik dengan sesama manusia dan alam sekitarnya.
Sedangkan peran dalam jalur vertikal menggambarkan bagaimana
manusia berperan sebagai mandataris Allah. Dalam peran ini manusia
penting menyadari bahwa kemampuan yang dimilikinya untuk menguasai
alam dan sesama manusia adalah karena penegasan dari Penciptanya.
2.2.2 Manusia Dalam Perspektif Filsafat
Para ahli pikir filsafat mencoba memaknai hakikat manusia.
Mereka mencoba manamai manusia sesuai dengan potensi yang ada pada
manusia itu. Berdasarkan potensi yang ada, para ahli pikir dan ahli
filsafat tersebut memberi nama pada diri manusia di muka bumi ini, para
ahli pikir dan ahli filsafat tersebut memberi nama pada diri manusia
dengan sebutan-sebutan sebagai berikut:
a. Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi.
b. Animal Rational, artinya binatang yang berpikir.
c. Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa
dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata
yang tersusun.
d. Homo Faber, yaitu makhluk yang terampil, pandai membuat
11
12. perkakas, atau disebut juga tool making animal, yaitu binatang
yang pandai membuat alat.
e. Aoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul
dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
f. Homo Economicus, yaitu makhluk yang tunduk pada prinsip-
prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis.
g. Homo Religius, yaitu makhluk yang beragama. (Syahminan Zaini,
1980: 5-6)
Dalam perspektif filsafat, konsep manusia menurut Jalaluddin
(2003: 32-33) juga mencakup ruang lingkup kosmologi (bagian dari alam
semester), antologi (pengabdi Penciptanya), philosophy of mind (potensi),
epistemology (proses pertumbuhan dan perkembangan potensi) dan
aksiologi (terikat nilai-nilai). Berbicara mengenai pandangan filsafat
tentang hakikat manusia, ada 4 aliran yang ditawarkan oleh para ahli
filsafat. Adapun keempat aliran tersebut, seperti yang dikutip Jalaluddin
dan Abdullah (1997:107-108) dan Zuhairini (1995:71-74) adalah sebagai
berikut:
a. Aliran Serba Zat.
Aliran ini menyatakan bahwa yang sungguh-sunguh ada
hanyalah zat atau materi. Zat atau materi itulah hakikat sesuatu.
Alam ini adalah zat atau materi, dan manusia adalah unsur alam.
Oleh karena itu, hakikat manusia adalah zat atau materi.
b. Aliran Serba Ruh.
Aliran ini berpandangan bahwa hakikat segala sesuatu yang
ada di dunia ini ialah ruh, termasuk juga hakikat manusia. Adapun
zat atau materi adalah manifestasi ruh di atas dunia ini. Dengan
demikian, jasad atau badan manusia hanyalah manifestasi atau
penjelmaan ruh.
c. Aliran Dualisme.
13. Aliran ini menggabungkan pendapat kedua aliran di atas.
Aliran ini berpandangan bahwa hakikatnya manusia terdiri dari dua
substansi, yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini merupakan
unsur asal, tidak tergantung satu sama lain. Jadi, badan tidak
berasal dari ruh, dan sebaliknya, ruh tidak berasal dari badan.
Dalam perwujudannya, manusia tidak serba dua, melainkan jadi
hubungan sebab akibat yang keduanya saling mempengaruhi.
d. Aliran Eksistensialisme.
Aliran ini memandang manusia dari segi eksistensinya.
Menurut aliran ini, hakikat manusia merupakan eksistensi atau
perwujudan sesungguhnya dari manusia. intinya, hakikat manusia
adalah apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam perspektif filsafat,
manusia dinamai berdasarkan fungsi dan potensinya. Dan manusia
juga dipandang dalam bentuk aliran-aliran oleh para ahli filsafat.
Berbicara tentang manusia maka satu pertanyaan klasik yang
sampai saat ini belum memperoleh jawaban yang memuaskan adalah
pertanyaan tentang siapakah manusia itu. Banyak teori telah
dikemukakan, di antaranya adalah pemikiran dari aliran materialisme,
idealisme, realisme klasik, dan teologis.
Aliran materialisme mempunyai pemikiran bahwa materi atau zat
merupakan satu-satunya kenyataan dan semua peristiwa terjadi karena
proses material ini, sementara manusia juga dianggap juga ditentukan
oleh proses-proses material ini.
Sedangkan aliran idealisme beranggapan bahwa jiwa adalah
kenyataan yang sebenarnya. Manusia lebih dipandang sebagai makhluk
kejiwaan/kerohanian. Aliran realisme klasik beranggapan bahwa jiwa
adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia lebih dipandang sebagai
makhluk kejiwaan/kerohanian, dan aliran teologis membedakan manusia
dari makhluk lain karena hubungannya dengan Tuhan.
Di samping itu, beberapa ahli telah berusaha merekonstruksikan
kedudukan manusia di antara makhluk lainnya. Juga berusaha
13
14. membandingkan manusia dengan makhluk lainnya. Dari hasil
perbandingan tersebut ditemukan bahwa semua makhluk mempunyai
dorongan yang bersifat naluriah yang termuat dalam gen mereka.
Sementara yang membedakan manusia dari makhluk lainnya
adalah kemampuan manusia dalam hal pengetahuan dan perasaan.
Pengetahuan manusia jauh lebih berkembang daripada pengetahuan
makhluk lainnya, sementara melalui perasaan manusia mengembangkan
eksistensi kemanusiaannya.
2.3Persamaan dan Perbedaan Manusia dengan Makhluk
Lain
Manusia dan makhluk lainnya itu memiliki persamaan dan juga
perbedaan. Salah satunya adalah manusia dan makhluk lain memiliki
tujuan yang sama dalam hal penciptaan yaitu untuk beribadah kepada
Allah sedangkan dalam hal raga dan ruh manusia memiliki perbedaan.
Raga manusia termasuk ke dalam derajat terendah diantara makhluk
lainnya sedangkan ruh manusia termasuk ke dalam derajat tertinggi.
Hikmah yang terkandung dalam hal ini adalah manusia mengemban
beban amanat pengetahuan tentang Allah sebab tidak sesuatupun di
dunia ini yang memiliki kekuatan yang mampu mengemban beban
amanat ini.Manusia mempunyai kekuatan ini melalui esensi sifat - sifat
ruh yang diberikan Allah. Tidak ada satupun di dunia ruh yang
menyamai kekuatan ruh ini,baik itu malaikat maupun iblis.
Berikut ini persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk
lainnya:
a. Persamaan
• Semua makhluk termasuk manusia adalah makhluk yang
diciptakan oleh Allah SWT.
• Tujuan penciptaannya adalah hanya untuk beribadah kepada
Allah.
• Semua makhluk akan kembali kepada Allah.
15. • Dan tiap-tiap makhluk ada di dalam penjagaan dan pengawasan
Allah.
b. Perbedaan
• Manusia memiliki hati nurani dan juga nafsu tapi makhluk lain
hanya memiliki salah satunya saja.
• Derajat manusia sejati adalah lebih tinggi dari makhluk yang lain.
• Manusia tercipta dari tanah sebagai jasad dan nur sebagai hati.
Sedangkan makhluk lain tidak ada yang tercipta dari tanah dan
nur.
• Bentuk ibadah manusia telah diatur di dalam Al Qur’an.
• Manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan kehidupannya.
2.4Fungsi dan Peranan yang Diberikan Allah kepada
Manusia
Di dalam Al Qur’an disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan
Allah kepada manusia.
1. Menjadi abdi Allah
Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada
Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak
mengabdi kepada nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah
makhluk yang mau melaksanakan apapun perintah Allah meski terdapat
resiko besar di dalam perintah Allah. Abdi juga tidak akan pernah
membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum dalam QS. Az Dzariyat :
56 “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu”
2. Menjadi saksi Allah
15
16. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah bahwa
hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak
ingkar di hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah
beriman kepada Allah tapiorang tuanya yang menjadikan manusia
sebagai Nasrani atau beragama selain Islam. Hal ini tercantum dalam QS.
Al A’raf : 172 “Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab:”Betul
(Engkau TuhanKami),kami menjadi saksi”.(Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini(keesaan
Tuhan)”
3. Menjadi khalifah Allah
Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat
sesuai dengan misi yang telah ditentukan Allah sebelum manusia
dilahirkan yaitu untuk memakmurkan bumi. Khalifah yang dimaksud
Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau Presiden tetapi yang
dimaksud sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin Islam yang
mampu memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah diajarkan
Rosulullah kepada umat manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah
yang mampu memikul tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali
Allah yang mempusakai dunia ini. Sehingga seorang khalifah harus
benar-benar memiliki akhlak Al Quran dan Al Hadis.
Dengan berpedoman pada QS Al Baqarah: 30 - 36, maka status
dasar manusia adalah sebagai khalifah (makhluk penerus ajaran Allah)
sehingga manusia harus :
1. Belajar
Manusia sebagai khalifah harus mau belajar. Obyek belajar
nya adalah ilmu Allah yang berwujud Al Quran dan ciptaanNya. Hal
ini tercantum juga di dalam QS An Naml: 15 - 16 dan
QS. Al Mukmin: 54
17. 2. Mengajarkan Ilmu
Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah maka wajib untuk
mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu
Allah adalah Al Quran dan juga Al Bayan
3. Membudayakan Ilmu
Ilmu Allah tidak hanya untuk disampaikan kepada manusia
lain tetapi juga untuk diamalkan sehingga ilmu yang terus diamalkan
akan membudaya. Hal ini tercantum pula di dalam
QS. Al Mu’min: 35
Dari ketiga peran tersebut,maka semua yang dilakukan oleh
khalifah harus untuk kebersamaan sesama umat manusia dan hamba
Allah serta pertanggungjawabannya kepada Allah, diri sendiri, dan
masyarakat.
2.5Manusia yang Sempurna Menurut Islam
Apa ciri manusia sempurna menurut islam? Manusia sempurna
menurut Islam tidak mungkin di luar hakikatnya. Berikut ini adalah
beberapa ciri manusia menurut islam :
1. Jasmani yang sehat serta kuat dan
berketerampilan
Orang Islam perlu memiliki jasmani yang sehat serta kuat,
terutama berhubungan dengan keperluan penyiaran dan pembelaan serta
penegakan ajaran Islam. Dilihat dari sudut ini maka Islam mengidealkan
muslim yang sehat serta kuat jasmaninya. Islam juga menghendaki agar
orang Islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran Islam (iman) adalah
persoalan mental. Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan
jasmani. Karena kesehatan mental penting, maka kesehatan jasmani pun
penting pula. Karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan
pembelaan Islam, maka sejak permulaan sejarahnya pendidikan jasmani
(agar sehat dan kuat) diberikan oleh para pemimpin Islam. Pendidikan itu
17
18. langsung dihubungkan dengan pembelaan Islam, yaitu berupa latihan
memanah, berenang, menggunakan senjata, dsb.
2. Cerdas dan pandai
Dalam menginginkan pemeluknva cerdas serta pandai. Itulah ciri
akal yang berkembang secara sempurna. Cerdas ditandai oleh adanya
kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan
pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan, jadi banyak memiliki
informasi. Salah satu ciri Muslim yang sempurna ialah cerdas serta
pandai. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat ditilik melalui indikator-
indikator sebagai berikut ini. Perlunya ciri akliah dimiliki oleh Muslim
dapat diketahui dari ayat-ayat al-Quran serta hadis Nabi Muhammad
saw. Ayat dan hadis itu biasanya diungkapkan dalam bentuk perintah
agar belajar dan ada perintah menggunakan indera dan akal, atau pujian
kepada mereka yang menggunakan indera dan akalnya. Sebagian kecil
dari ayat al-Quran dan hadis tersebut dituliskan berikut ini yang artinya :
“Katakanlah, samakah antara orang yang mengetahui dan orang
yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(Az-Zumar:9)
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya
adalah ulama.”(Al-Fathir:28)
“Dan perumpamaan ini Kami buat untuk manusia, tidak mungkin
dapat memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (Al-
Ankabut: 43)
Ayat-ayat di atas jelas menunjukkan pentingnya ilmu
(pengetahuan) dimiliki orang Islam, pentingnya berpikir, dan pentingnya
belajar. Nabi Muhammad SAW. menyatakan bahwa pengetahuan dapat
diperoleh dengan cara belajar. Jadi, kalau begitu orang Islam diperintah
agar belajar. Seperti Surat Al-Alaq ayat 1 yang mengandung pengertian
bahwa orang Islam seharusnya dapat membaca. Ayat ini juga
mengandung perintah agar orang Islam belajar karena pada umumnya
19. kemampuan membaca itu diperoleh dari belajar. Dalam al-Quran surat
Al-Nahl ayat 43 Tuhan menyuruh orang Islam bertanya jika ia tidak tahu.
Ini dapat diartikan sebagai suruhan belajar.
Jadi, jelaslah bahwa Islam menghendaki agar orang Islam
berpengetahuan. Ini adalah salah satu ciri akal yang berkembang baik.
Akal yang berkembang baik itu berisi banyak pengetahuan sains, filsafat,
serta mampu menyelesaikan masalah secara ilmiah dan atau filosofis.
Akal yang cerdas adalah karunia Tuhan. Indikatornva ialah kecerdasan
umum (IQ). Kecerdasan itu, selain ditentukan oleh Tuhan, juga berkaitan
dengan keturunan. Kesehatan jiwa dan fisik jelas berkaitan pula dengan
kecerdasan tersebut. Kalau begitu, kesehatan dan kekuatan seperti yang
telah diuraikan sebelum ini memang berkaitan juga dengan tingkat
kecerdasan.
3. Rohani yang Berkualitas Tinggi
Rohani yang dimaksud disini ialah aspek manusia selain jasmani
dan akal (logika). Pengertian atau hakikat rohani masih sangt sukar
untuk ditemukan, namun banyak yang mengaitkan dengan kalbu saja.
Kalbu di sini, sekalipun tidak jelas hakikatnya, apalagi rinciannva,
gejalanya jelas. Gejalanya itu diwakilkan dalam istilah rasa. Rincian rasa
tersebut misalnya sedih, gelisah, rindu, sabar, serakah, putus asa, cinta,
iman. Kalbu vang berkualitas tinggi itu adalah kalbu yang penuh berisi
iman kepada Allah; atau dengan ungkapan lain, kalbu yang takwa kepada
Allah.
Kalbu yang penuh iman itu mempunyai gejala-gejala yang amat
banyak; katakanlah rinciannya amat banyak. Kalbu yang iman itu
ditandai bila orangnya salat. Ia salat khusyuk (Al-Mu'min: l-2); bila
mengingat Allah, kulit dan hatinya tenang (Al-Zumar:23); bila disebut
nama Allah, bergetar hatinya (Al-Hajj : 34-35); bila dibacakan kepada
mereka ayat-ayat Allah, mereka sujud dan menangis (Maryam:58,
Al-Isra':109). Itulah ciri utama hati yang penuh iman atau takwa. Dari
situlah akan muncul manusia yang berpikir dan bertindak sesuai dengan
19
20. kehendak Tuhan.Jadi,dapatlah disimpulkam bahwa manusia sempurna
dalam pandangan Islam ialah manusia yang hatinya penuh iman atau
takwa kepada Tuhan
Hakikat wujud manusia menurut Ahmad Tafsir (2005: 34) adalah
makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan
lingkungan. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa manusia mempunyai
banyak kecenderungan, ini disebabkan oleh banyaknya potensi yang
dimiliki. Dalam hal ini beliau membagi kecenderungan itu dalam dua
garis besar yaitu cenderung menjadi orang baik dan cenderung menjadi
orang jahat (2003: 35).
Secara rinci, M. Nasir Budiman (Kemas Badaruddin, 2007)
mengklasifikasikan manusia ini menjadi empat klasifikasi, yaitu:
1. Hakikat manusia secara umum.
a. Manusia sebagai makhluk Allah SWT mempunyai kebutuhan
untuk bertaqwa kepadaNya.
b. Manusia membutuhkan lingkungan hidup, berkelompok untuk
mengembangkan dirinya.
c. Manusia mempunyai potensi yang dapat dikembangkan dan
membutuhkan material sertas spiritual yang harus dipenuhi.
d. Manusia itu pada dasarnya dapat dan harus dididik serta dapat
mendidik diri sendiri.
2. Hakikat manusia sebagai subjek didik
a. Subjek didik bertanggung jawab atas pendidikannya
sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup.
b. Subjek didik memiliki potensi baik fisik maupun psikologis
yang berbeda sehingga masing-masing subjek didik
merupakan insane yang unik.
c. Subjek didik memerlukan pembinaan individual serta
perlakuan yang manusiawi.
d. Subjek didik pada dasarnya merupakan insane yang aktif
menghadapi lingkungan hidupnya.
3. Hakikat manusia sebagai pendidik
a. Pendidik adalah agen perubahan
21. b. Pendidik berperan sebagai pemimpin dan
pendukung nilai-nilai masyarakat dan agama.
c. Pendidik sebagai fasilitator yang memungkinkan
terciptanya kodisi belajar subjek didik yang efektif
dan efisien.
d. Pendidik bertanggung jawab terhadap keberhasilan
tujuan pendidikan.
e. Pendidik dan tenaga kependidikan dituntut untuk
menjadi contoh dalam pengelolaan proses belajar
mengajar bagi calon guru yang menjadi subjek
didiknya.
f. Pendidik bertanggung jawab secara professional
untuk terus-menerus meningkatkan
kemampuannya.
g. Pendidik menjunjung tinggi kode etik profesionalnya.
4. Hakikat manusia sebagai anggota masyarakat.
a. Kehidupan masyarakat berlandaskan sistem nilai-nilai keagamaan,
social dan budaya yang dianut oleh warga masyarakat. Sebagian
daripada nilai-nilai tersebut bersifat lestari dan sebagian lain terus
berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
b. Masyarakat merupakan sumber nilai-nilai yang memberikan arah
normatif kepada pendidikan.
c. Kehidupan masyarakat ditingkatkan kualitasnya oleh insan-insan
yang berhasil mengembangkan dirinya melalui pendidikan.
Lebih lanjut Omar Moh. Al-Toumy al-Syaibany (1983: 145-148)
memaparkan tentang haikikat manusia berkaitan dengan wataknya di
dalam Al-Qur’an, yaitu:
1. Kikir dan bekerja keras di dunia, (Al-Adiyat: 8, Al-Fajr:20,
Annisa:128, Al-Balad:4)
2. Penakut dan lemah (An Nisa:28, Ar Rum:54, Al-Ma’arij:19-21)
3. Cepat akan harta dan kesenangan (Al-Isra’:11, Yunus:11, Al-
21
22. Anbiya’:37, Al-Qiyamah:20)
4. Membantah Allah (Al-Kahfi:54)
5. Mudah gembira jika mendapat nikmat dan putus asa ketika hilang
nikmat (Al-Fushilat:49 Dan 51)
6. Kasih sayang (Al-A’raf:189, Annisa:9)
7. Yakin akan Allah (Az-zumar:8, Ar-rum:8, Lukman:32)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hakikat manusia itu
sangat beragam sekali, mulai dari hakikatnya sebagai makhluk Allah SWT
dan hakikatnya sebagai makhluk sosial. Dengan kata lain hakikat
manusia itu adalah adanya hubungan dengan Allah dan hubungan
dengan manusia itu sendiri serta lingkungan (alam).
Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci
dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa
yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan
dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan
istrinya diturunkan dari sorga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa
manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran
justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang
dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi
di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan
beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini.
Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat
aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).
Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah
baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki
kualitas dan kesejatian semulia itu . Sungguhpun demikian, harus diakui
bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan indah itu selalu
mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya. Artinya, hal
tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat
untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup
manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling
mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu
23. buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia
untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Setelah penulis selesai menyusun makalah ini yang pada dasarnya
masih banyak kekurangan dan penulis telah menguraikan secara singkat
terdapat beberapa hal yang perlu digarisbawahi berkaitan tentang
Hakikat Manusia, yaitu:
1. Dalam uraian singkat makalah di atas, Hakikat manusia itu sangat
beragam sekali, mulai dari hakikatnya sebagai makhluk Allah SWT.
23
24. dan hakikatnya sebagai makhluk sosial.
2. Manusia adalah makhluk yang paling mulia dibandingkan dengan
makhluk yang lain, dengan memiliki potensi akal, qolbu dan
potensi-potensi lain untuk digunakan sebagai modal
mengembangkan kehidupan.
3. Kualitas dan nilai manusia akan terkuak bila manusia memiliki
kemampuan untuk mengarahkan naluri bebasnya itu berdasarkan
pertimbangan aqliah yang dikaruniai Allah kepadanya dan
dibimbing oleh cahaya iman yang menerangi nuraninya yang paling
murni.
3.2 Saran