SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menikah merupakan salah satu fase kehidupan yang lazim dilakukan
oleh setiap manusia dewasa (akil baligh), siap secara lahir dan batin, serta
memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun rumah tangga. Setiap orang
yang telah memenuhi persyaratan tersebut dianjurkan agar menginjakkan
kakinya ke jenjang pernikahan. Jenjang inilah yang menandai sebuah fase
kehidupan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup seseorang pada masa
mendatang.
Dibandingkan dengan hidup sendirian (membujang atau melajang),
kehidupan berkeluarga memiliki banyak tantangan dan sekaligus mengandung
sejumlah harapan positif. Tidak dimungkiri dalam pernikahan terdapat banyak
manfaatnya jika kita dapat mengelolanya dengan baik. Kata “nikah” dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti sebagai berikut:
a. Perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami-istri (dengan
resmi atau sah).
b. Perkawinan.
c. Hubungan seksual.
1
Berdasarkan kenyataan diatas, penulis tertarik untuk membahas
tentang bagaimana perkawinan. Pembahasan tersebut penulis wujudkan dalam
makalah yang berjudul “Problematika Perkawinan Di Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Perkawinan?
2. Apa Saja Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974?
3. Apa Saja Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam?
4. Apa saja Tujuan dari Perkawinan?
5. Apa saja Problematika Perkawinan di Indonesia?
C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan
mendeskripsikan:
1. Pengertian Perkawinan.
2. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
2
3. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam.
4. Tujuan Perkawinan.
5. Problematika Perkawinan Di Indonesia.
D. Kegunaan Makalah
Kegunaan penyusunan makalah ini bagi penulis yakni sebagai wahana
penambah pengetahuan dan konsep keilmuan tentang perkawinan dan bagi pihak
lain (pembaca) yang berkaitan dengan perkawinan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkawinan
Definisi Perkawinan pada dasarnya memiliki pengertian yang berbeda-
beda, namun tujuan isinya tidak berbeda jauh satu sama lainnya. Seperti halnya
Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1
diambil kutipan dari
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17605/3/Chapter%20II.pdf),
yaitu sebagai berikut: “Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa)”.
Tidak berbeda jauh dengan pengertian nikah diatas menurut kutipan dari
(http://ahdabina.staff.umm.ac.id/archives/150), yaitu sebagai berikut:
“Perkawinan yaitu sebuah akad yang bermanfaat menghalalkan hubungan intim
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, kerjasama di antara
keduanya, serta menentukan hak dan kewajiban masing-masing”.
4
Berdasarkan pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa pengertian
Perkawinan adalah Suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
B. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974
Syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 meliputi :
1. Syarat-Syarat Materiil, yang meliputi:
1) Syarat materiil secara umum adalah sebagai berikut:
a) Harus ada persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai.
Arti persetujuan yaitu tidak seorang-pun dapat memaksa calon
mempelai perempuan dan calon mempelai laki-laki, tanpa persetujuan
kehendak yang bebas dari mereka. Persetujuan dari kedua belah pihak
calon mempelai adalah syarat yang relevan untuk membina keluarga.
b) Usia calon mempelai pria sekurang-kurangnya harus sudah mencapai 19
tahun dan pihak calon mempelai wanita harus sudah berumur 16 tahun.
c) Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain.
5
2) Syarat materiil secara khusus adalah sebagai berikut:
a) Tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 pasal 8, pasal 9 dan pasal 10, yaitu larangan
perkawinan antara dua orang yaitu:
(1) Hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas.
(2)Hubungan darah garis keturunan ke samping.
(3)Hubungan semenda.
(4)Hubungan susuan.
(5)Hubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi.
(6)Mempunyai hubungan dengan agama atau peraturan yang berlaku
dilarang kawin.
(7)Telah bercerai untuk kedua kalinya, sepanjang hukum masingmasing
agama dan kepercayaan tidak menentukan lain.
b) Memperoleh Izin dari kedua orang tua bagi calon mempelai yang belum
berumur 21 tahun. Yang berhak memberi izin kawin yaitu:
(1) Orang tua dari kedua belah pihak calon mempelai.
Jika kedua orang tua masih ada, maka izin diberi bersama
oleh kedua orang tua calon mempelai. Jika orang tua laki-laki telah
6
meninggal dunia, pemberian izin perkawinan beralih kepada orang
tua perempuan yang bertindak sebagai wali. Jika orang tua
perempuan sebagai wali, maka hal ini bertentangan dengan
perkawinan yang diatur Hukum Islam karena menurut Hukum
Islam tidak boleh orang tua perempun bertindak sebagai wali.
(2) Apabila salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia
atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya
disebabkan :
(a) oleh karena misalnya berada di bawah kuratele.
(b) berada dalam keadaan tidak waras.
(c) tempat tinggalnya tidak diketahui.
Maka izin cukup diberikan oleh orang tua yang masih hidup
atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
(3) Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau kedua-duanya
dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka izin
diperoleh dari :
(a) wali yang memelihara calon mempelai.
7
(b) keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis
keturunan ke atas selama masih hidup dan dalam keadaan dapat
menyatakan kehendaknya.
(4) Jika ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (2), (3)
dan (4) atau seorang atau lebih diantara orang-orang tidak ada
menyatakan pendapatnya, Pengadilan dalam daerah hukum tempat
tinggal orang yang hendak melangsungkan perkawinan bertindak
memberi izin perkawinan. Pemberian izin dari Pengadilan
diberikan:
(a) atas permintaan pihak yang hendak melakukan perkawinan.
(b) setelah lebih dulu Pengadilan mendengar sendiri orang yang
disebut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 6
ayat (2), (3) dan (4).
2. Syarat-Syarat Formil, yang meliputi:
1) Pemberitahuan kehendak akan melangsungkan perkawinan kepada pegawai
pencatat perkawinan.
2) Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan.
8
3) Pelaksanaan perkawinan menurut hukum agama dan kepercayaan
masingmasing.
4) Pencatatan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan.
C. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam
Perkawinan dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat
perkawinan. Rukun adalah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat merupakan
unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. Perkawinan sebagai perbuatan
hukum tentunya juga harus memenuhi rukun dan syarat-syarat tertentu.
Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu
melangsungkan perkawinan. Rukun nikah merupakan bagian dari hakekat
perkawinan, artinya bila salah satu dari rukun nikah tidak terpenuhi maka tidak
terjadi suatu perkawinan.
 Rukun nikah adalah :
a. Calon mempelai laki-laki dan perempuan.
b. Wali bagi calon mempelai perempuan.
c. Saksi.
d. Ijab dan kabul.
9
Menurut Hukum Islam syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
perkawinan dinyatakan sah adalah :
a. Syarat Umum
Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan larangan perkawinan
dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat (221) tentang larangan perkawinan
karena perbedaan agama dengan pengecualiannya dalam AlQur’an surat Al-
Maidah ayat (5) yaitu khusus laki-laki Islam boleh mengawini perempuan-
perempuan, Al-Qur’an surat An-Nisa ayat (22), (23) dan (24) tentang
larangan perkawinan karena hubungan darah, semenda dan saudara sesusuan.
b. Syarat Khusus
1) Adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan
Calon mempelai laki-laki dan perempuan adalah suatu syarat
mutlak (conditio sine qua non), absolut karena tanpa calon mempelai
laki-laki dan perempuan tentu tidak akan ada perkawinan. Calon
mempelai ini harus bebas dalam menyatakan persetujuannya tidak
dipaksa oleh pihak lain. Hal ini menuntut konsekuensi bahwa kedua
calon mempelai harus sudah mampu untuk memberikan persetujuan
untuk mengikatkan diri dalam suatu perkawinan dan ini hanya dapat
dilakukan oleh orang yang sudah mampu berpikir, dewasa, akil baliqh.
10
Dengan dasar ini Islam menganut asas kedewasaan jasmani dan rohani
dalam melangsungkan perkawinan.
2) Harus ada wali nikah
Menurut Mazhab Syafi’i berdasarkan hadist Rasul SAW yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Siti Aisyah, Rasul SAW pernah
mengatakan tidak ada kawin tanpa wali. Hanafi dan Hambali
berpandangan walaupun nikah itu tidak pakai wali, nikahnya tetap sah.
 Syarat-syarat wali adalah :
a) Islam.
b) Akil baliqh.
c) Berakal.
d) Laki-laki.
e) Adil.
f) Tidak sedang ihram atau umrah.
3) Saksi
Kesaksian untuk suatu perkawinan hendaklah diberikan oleh dua
orang laki-laki dewasa dan adil dan dapat dipercaya. Sebuah hadist
11
Rasul SAW dengan riwayat Ahmad yang berbunyi : “Tidak sah nikah
melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil”, dijadikan dalil
atas pendirian yang sedemikian.
 Syarat-syarat kedua orang saksi tersebut adalah:
a) Islam.
b) Dewasa (akil baliqh).
c) Laki-laki yang adil yang dapat terlihat dari perbuatan sehari-hari.
4) Ijab kabul
Ijab yaitu pernyataan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk
perkawinan dan dilakukan oleh pihak perempuan ditujukan kepada laki-
laki calon suami. Sedangkan Kabul yaitu pernyataan penerimaan
mengikatkan diri sebagai suami isteri yang dilakukan pihak laki-laki.
Ijab kabul dilakukan di dalam suatu majelis dan tidak boleh ada jarak
yang lama antara ijab dan kabul yang merusak kesatuan aqad dan
kelangsungan aqad, dan masing-masing ijab dan kabul dapat didengar
dengan baik oleh kedua belah pihak dan dua orang saksi.
 Syarat-syarat Ijab Kabul adalah:
a) Ada pernyataan mengawinkan dari wali (ijab).
12
b) Ada pernyataan penerimaan dari calon mempelai laki-laki (qabul).
c) Menggunakan kata-kata nikah (tazwij).
d) Antara ijab dan qabul diucapkan bersambungan.
e) Antara ijab dan qabul harus jelas maksudnya.
f) Tidak dalam ihram haji atau umrah.
g) Majelis ijab dan qabul harus dihadiri minimal empat orang.
D. Tujuan Perkawinan
Setidaknya ada empat macam dari tujuan perkawinan. Keempat macam
tujuan perkawinan itu hendaknya benar-benar dapat dipahami oleh calon suami
atau istri, supaya terhindar dari keretakan dalam rumah tangga yang biasanya
berakhir dengan perceraian yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Berikut adalah
tujuan dari perkawinan, yaitu sebagai berikut:
1. Menentramkan Jiwa.
2. Mewujudkan (melestarikan) keturunan.
3. Memenuhi kebutuhan biologis.
4. Latihan memiliki tanggung jawab.
13
Keempat faktor yang terpenting (menentramkan jiwa, melestarikan
keturunan, memenuhi kebutuhan biologis dan latihan bertanggung jawab) dari
tujuan perkawinan perlu mendapat perhatian dan direnungkan matang-matang,
agar kelangsungan hidup berumah tangga dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan.
E. Problematika Perkawinan Di Indonesia
Ada beberapa macam problematika perkawinan di Indonesia yaitu
sebagai berikut:
1. Nikah Siri
• Pengertian Nikah Sirri
Sirri itu artinya rahasia, jadi nikah sirri adalah nikah yang di rahasiakan,
dirahasiakan karena takut dan malu di ketahui umum. Padahal nikah itu
harus di maklumatkan, di umumkan, di ketahui oleh orang banyak supaya
menghilangkan Fitnah dan menjaga nama baik dan kehormatan.
14
• Macam-Macam Nikah Sirri
Diantaranya adalah;
- Pertama, nikah yang dialakukan tanpa adanya wali. Pernikahan seperti
ini jelas halnya bahwa pernikahan yang dilakuakan tanpa wali adalah
tidak sah. Sebab wali merupakan rukun sahnya pernikahan. Seperti
halnya Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali." [HR yang lima
kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul AutharVI:
230 hadits ke 2648].
Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa
pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah
melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi
di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi
bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali.
- Kedua, Adalah pernikahan yang dialakukan tanpa dicatatkan oleh
petugas PPN yang ada dibawah wewenang KUA atau disebut juga nikah
dibawah tangan. Pernikahan seperti ini menurut agama hukumnya sah
akan tetapi dari segi hukum formal atau undang-undang bahwa
perrnikahan tersebut tidak sah.
15
Pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan
sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk
membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan
dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai
bukti syar'iy (bayyinah syar'iyyah) adalah dokumen resmi yang
dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga
pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen
resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan
majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan
pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti
waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya.
- Ketiga, Adalah pernikahan yang dilakukan tanpa adanya saksi,
pernikahan seperti ini jelas halnya bahwa perkawinanya tidak sah.
Seperti halnya Rasulullah SAW bersabda:
Artinya;
Dari Aisyah bahwa rasul allah saw berkata tidak ada nikah kecuali
denagan wali dan dua orang saksi yang adil (HR. Al-Daraquthniy)
- Keempat, Pernikahan yang dihadiri saksi dan wali akan tetapi tidak di
I'lankan kekhalayak (penyampaian berita kepada khlayak) atau disebut
juga walimah. Sebagian ulama berkata bahwa melaksanakan walimah di
16
dalam pernikahan itu wajib hukumnya. Akan tetapi tidak semua
mengatakan bahwa hal tersebut wajib. Seperti halnya hadis dibawah ini:
‫ة‬ٍ‫شةا‬َ‫ةا‬ ‫ب‬ِ‫ش‬ ‫و‬ْ ‫ب‬ ‫ل‬َ‫ةا‬‫و‬َ‫ةا‬ ‫م‬ْ ‫ب‬ ‫ل‬ِ‫ش‬‫و‬ْ ‫ب‬ ‫أ‬َ‫ةا‬ ‫نةا‬َ‫ةا‬‫ث‬َ‫ةا‬‫د‬َّ‫ث‬‫ح‬َ‫ةا‬
Adakah walimah walaupun dengan seekor kambing.[HR. Imam
Bukhari dan Muslim].
2. Kawin atau Nikah Gantung
Kawin gantung adalah mengawinkan dua anak manusia yang masih
berusia anak-anak, 6 hingga 7 tahun, baik perempuan dan laki-laki atas
kesepakatan orang tua masing-masing. Atau Kawin gantung adalah
pernikahan sejak dini tanpa harus didaftarkan di Kantor Urusan Agama
(KUA). Hal ini dimaksudkan untuk mengikat keduanya agar tidak menikah
dengan pihak lain saat mereka sudah dewasa. Menurut pandangan Islam hal
ini sah.
Tujuan orangtua untuk melakukan praktek ini adalah untuk
mempererat silaturahmi, dan mensejahterakan kehidupan, karena pada
umumnya orang-orang yang terlibat dalam praktek kawin gantung adalah
orang–orang yang memiliki hubungan kekerabatan.
Namun begitu, diakuinya, praktek kawin gantung dapat menyebabkan
gangguan pada perkembangan psikologis si anak tersebut, meski alasan utama
17
orangtua untuk melakukan hal ini adalah untuk melakukan hal yang terbaik
bagi anaknya.
Namun hal ini kembali lagi kepada anaknya, apakah nantinya hal ini
tidak mengganggu psikologis si anak. Alangkah baiknya jika para pelaku
praktek kawin gantung lebih memprioritaskan masalah psikologi anak.
3. Kawin atau Nikah Campuran
Perkawinan campuran berasal dari kata campur yang berarti
beraduk dan berbaur menjadi satu (bercampur baur). Bercampur itu
mengandung arti, berkumpulnya sesuatu yang tidak sama atau seragam
antara lain dalam bidang agama atau keagamaan. Jadi perkawinan
campuran itu adalah perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan
yang berlainan agama.
Menurut Abu al-A’la al-Maududi bahwa perkawinan antara orang
yang berlainan agama ialah perkawinan antara laki-laki muslim dengan
perempuan yang bukan muslimah, baik memiliki kitab suci maupun tidak.2
Menyangkut masalah ini penulis membedakan kedalam tiga kategori, yang
sistematika di rumuskan sebagai berikut:
• Perkawinan antara lak-laki muslim dengan perempuan non ahl al-Kitab
• Perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan ahl al-Kitab
18
• Perkawinan antara perempuan muslimah dengan laki-laki ahl al- Kitab.
Pembahasan ketiga bentuk perkawinan tersebut merupakan
keharusan dalam kondisi kekinian untuk memberi pemahaman secara
optimal bagi masyarakat sehingga mereka tidak terjebak pada perbuatan
yang menyebabkan mereka terlibat dalam kesesatan. Hukum Islam
melarang perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan non
islam.
4. Kawin Kontrak (Mut’ah)
Kawin kontrak merupakan sebuah fenomena terselubung dalam
masyarakat sekarang ini. Pelaksanaan kawin kontrak sangat bertentangan
dengan UU No.1 Tahun 1974, karena dalam kawin kontrak yang
ditonjolkan hanya nilai ekonomi, dan perkawinan ini hanya bersifat
sementara. Menurut UU No.1 Tahun 1974, perkawinan haruslah bersifat
kekal untuk selama-lamanya. Pelaksanaan kawin kontrak juga bertentangan
dengan hukum agama islam, perkawinan yang bersifat sementara dan
hanya menonjolkan sisi-sisi keduniawian dilarang dalam islam, perkawinan
harus dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dunia dan juga untuk
akhirat
Pelaksanaan kawin kontrak yang bertentangan dengan hukum agama Islam
dan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tentu saja menimbulkan
19
banyak permasalahan yang menarik untuk dibahas. Namun dalam
pembahasan ini permasalahan yang diuraikan hanya meliputi pengertian,
sejarah, hukum dan syarat-syarat mut’ah atau kawin kontrak ditinjau dari
kaca mata hukum Islam dan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974
Kawin kontrak, pernikahan dengan batas waktu tertentu, yang
dilakoni oleh sebagian masyarakat adalah bentuk penyimpangan terhadap
prinsip-prinsip Islam. Kawin kontrak itu hubungan pernikahan yang
disepakati berlangsung dalam batas waktu tertentu. Kalau konteksnya
hanya untuk pemenuhan kebutuhan biologis dan berakhir dalam waktu
yang telah disepakati, maka hal ini tidak dibolehkan dalam ajaran Islam.
Menurutnya, hubungan antara laki-laki dan perempuan yang
dibangun melalui pernikahan substansinya bukan sekadar pemenuhan
kebutuhan biologis semata, melainkan juga untuk membangun struktur
sosial yang baik, melahirkan generasi penerus yang berakhlak dan
berkualitas serta hubungan suami istri yang membawa ketenangan.
Intinya, ada konteks yang lebih besar daripada sekedar perkawinan
untuk memuaskan kebutuhan biologis, sehingga dalam konteks ini kawin
kontrak dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap ajaran Islam.
20
5. Kawin atau Nikah Lari
Kawin lari merupakan tindakan melarikan seorang wanita tanpa
izin, yang bertujuan untuk hidup bersama maupun menikah. Dapat juga
berarti penculikan gadis di bawah umur atas persetujuannnya, namun tak
disukai oleh orang tuanya. Ini juga bisa diartikan dengan menculik
pengantin wanita, baik dengan taktik, paksaan, maupun ancaman. Di
Indonesia kebiasaan ini masih ada di beberapa tempat, seperti di Lampung,
Bali, Sumatera Utara, dsb.
6. Kawin Di Bawah Umur (Kawin AlaSyeh Puji)
Menikah sebelum cukup usia, ternyata masih banyak terjadi di kota
maupun di daerah-daerah di Indonesia. Budaya perjodohan bahkan sejak
anak perempuan belum lulus SD atau SMP, masih dilakukan banyak
orangtua, terutama yang tinggal di pedesaan.
Dari penelitian yang dilakukan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
Cabang Rembang, pernikahan dini yang dilakukan anak-anak usia sekolah
masih terbilang tinggi. Pada 2006 - 2010, jumlah anak menikah usia dini
(menikah di bawah usia 17 tahun) masih meningkat walaupun
persentasenya naik turun.
21
Namun dari fakta yang didapat, perlu diketahui, pernikahan dini
memiliki dampak negatif. “Bukan sekadar dampak psikis dan fisik,” kata
Iin.
Dampak- dampak dari pernikahan anak usia dini yaitu sebagai
berikut:
• Kekerasan terhadap anak
Anak bisa mengalami kekerasan dari orangtua atau keluarga bila
menolak untuk dinikahkan. Seperti kasus di desa Tegaldowo rembang
dan Desa Ngiri, orangtua sampai melakukan kekerasan fisik, seperti
menendang, dan memukul dengan sapu, sehingga anak kabur dari
rumah. Bahkan ada kasus, setelah pernikahan, anak mencoba bunuh diri
dengan minum cairan pestisida.
• Tingkat perceraian tinggi
Lebih dari 50 persen pernikahan anak tidak berhasil, dan akhirnya
bercerai. Bahkan ada juga kasus yang menjalani pernikahan hanya
dalam hitungan minggu lalu berpisah. Dan, biasanya hal ini terjadi
karena anak perempuan tidak mau melakukan kewajiban sebagai istri
dan kurangnya kesiapan dari masing-masing pasangan yang mau
menikah.
22
• Kemiskinan meningkat, karena belum siap secara ekonomi
• Traffiking/eksploitasi dan seks komersial anak
Setelah menikah maka perempuan akan dibebaskan oleh orangtuanya.
Mereka akan keluar dari desanya atau rumahnya dan memilih bekerja.
Beberapa kasus anak bekerja sebagai penyanyi karaoke bahkan ada juga
yang menjadi wanita penghibur.
23
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Pengertian Perkawinan adalah Suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
2. Syarat – Syarat Perkawinan Yang Diatur Dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974, yaitu sebagai berikut:
a. Syarat-syarat Materil
b. Syarat-syarat formil
3. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam, yaitu sebagai berikut:
a. Syarat umum
b. Syarat khusus
4. Tujuan perkawinan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Menentramkan Jiwa.
b. Mewujudkan (melestarikan) keturunan.
c. Memenuhi kebutuhan biologis.
d. Latihan memiliki tanggung jawab.
24

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

asas asas perkawinan - perceraian adat
 asas asas perkawinan - perceraian adat asas asas perkawinan - perceraian adat
asas asas perkawinan - perceraian adatQomaruz Zaman
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Idik Saeful Bahri
 
Pendewasaan (handlichting)
Pendewasaan (handlichting)Pendewasaan (handlichting)
Pendewasaan (handlichting)Zainal Abidin
 
Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1Rizki Gumilar
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Idik Saeful Bahri
 
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Muhammad Rafi Kambara
 
Presentasi pencegahan dan pembatalan perkawinan
Presentasi pencegahan dan pembatalan perkawinanPresentasi pencegahan dan pembatalan perkawinan
Presentasi pencegahan dan pembatalan perkawinanSalim Anshori
 
Tinjauam Umum Hukum Keluarga Islam
Tinjauam Umum Hukum Keluarga IslamTinjauam Umum Hukum Keluarga Islam
Tinjauam Umum Hukum Keluarga IslamNeyna Fazadiq
 
Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1villa kuta indah
 
Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2villa kuta indah
 
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaHukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaAlalan Tanala
 
Hukum prestasi dan wanprestasi di indonesia
Hukum prestasi dan wanprestasi di indonesiaHukum prestasi dan wanprestasi di indonesia
Hukum prestasi dan wanprestasi di indonesianoviyulia2
 
Pengertian dan ruang lingkup hukum perikatan copy
Pengertian dan ruang lingkup hukum perikatan   copyPengertian dan ruang lingkup hukum perikatan   copy
Pengertian dan ruang lingkup hukum perikatan copyIAIN Ponorogo
 

La actualidad más candente (20)

Nikah siri
Nikah siriNikah siri
Nikah siri
 
asas asas perkawinan - perceraian adat
 asas asas perkawinan - perceraian adat asas asas perkawinan - perceraian adat
asas asas perkawinan - perceraian adat
 
Pernikahan dalam islam
Pernikahan dalam islamPernikahan dalam islam
Pernikahan dalam islam
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
 
Pendewasaan (handlichting)
Pendewasaan (handlichting)Pendewasaan (handlichting)
Pendewasaan (handlichting)
 
Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1
 
Khi dan waris islam
Khi dan waris islamKhi dan waris islam
Khi dan waris islam
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
 
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
 
Mahram, Rukun dan Syarat Nikah
Mahram, Rukun dan Syarat NikahMahram, Rukun dan Syarat Nikah
Mahram, Rukun dan Syarat Nikah
 
Upaya hukum
Upaya hukumUpaya hukum
Upaya hukum
 
Presentasi pencegahan dan pembatalan perkawinan
Presentasi pencegahan dan pembatalan perkawinanPresentasi pencegahan dan pembatalan perkawinan
Presentasi pencegahan dan pembatalan perkawinan
 
Tinjauam Umum Hukum Keluarga Islam
Tinjauam Umum Hukum Keluarga IslamTinjauam Umum Hukum Keluarga Islam
Tinjauam Umum Hukum Keluarga Islam
 
Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1
 
Asas-asas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas Dalam Hukum PerikatanAsas-asas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas Dalam Hukum Perikatan
 
Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2
 
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
 
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaHukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
 
Hukum prestasi dan wanprestasi di indonesia
Hukum prestasi dan wanprestasi di indonesiaHukum prestasi dan wanprestasi di indonesia
Hukum prestasi dan wanprestasi di indonesia
 
Pengertian dan ruang lingkup hukum perikatan copy
Pengertian dan ruang lingkup hukum perikatan   copyPengertian dan ruang lingkup hukum perikatan   copy
Pengertian dan ruang lingkup hukum perikatan copy
 

Destacado

Kasus perkawinan adat berdasarkan uu no. 1 thn 1974
Kasus perkawinan adat berdasarkan uu no. 1 thn 1974Kasus perkawinan adat berdasarkan uu no. 1 thn 1974
Kasus perkawinan adat berdasarkan uu no. 1 thn 1974Rizqy Putra
 
Kronologis penganiayaan timmy
Kronologis penganiayaan timmyKronologis penganiayaan timmy
Kronologis penganiayaan timmybudi rahardjo
 
Ecohealth approach to the nutrition transition in Lebanon - Dr. Batal - Unive...
Ecohealth approach to the nutrition transition in Lebanon - Dr. Batal - Unive...Ecohealth approach to the nutrition transition in Lebanon - Dr. Batal - Unive...
Ecohealth approach to the nutrition transition in Lebanon - Dr. Batal - Unive...Teresa Borelli
 
Pendidikan Kewarganegaraan UU No 12 Tahun 2006 Pasal 24-30
Pendidikan Kewarganegaraan UU No 12 Tahun 2006 Pasal 24-30Pendidikan Kewarganegaraan UU No 12 Tahun 2006 Pasal 24-30
Pendidikan Kewarganegaraan UU No 12 Tahun 2006 Pasal 24-30dianwidya sains
 
Makalah Fiqih Mawaris
Makalah Fiqih MawarisMakalah Fiqih Mawaris
Makalah Fiqih Mawarisarifulamar88
 
Ajaran Syiah
Ajaran SyiahAjaran Syiah
Ajaran Syiahaswajanu
 
Bahaya syiah terhadap negara 1.0
Bahaya syiah terhadap negara 1.0Bahaya syiah terhadap negara 1.0
Bahaya syiah terhadap negara 1.0mohdasrimohdhasim
 
Kontroversi Syi'ah: Tinjauan Historis dan Doktrin
Kontroversi Syi'ah: Tinjauan Historis dan DoktrinKontroversi Syi'ah: Tinjauan Historis dan Doktrin
Kontroversi Syi'ah: Tinjauan Historis dan DoktrinMuslim Sendai
 
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisan
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisanKewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisan
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisanYanels Garsione
 
Sejarah perekomonian isalam dan umum (dunia)
Sejarah perekomonian  isalam dan umum (dunia)Sejarah perekomonian  isalam dan umum (dunia)
Sejarah perekomonian isalam dan umum (dunia)Eva Rokhmatun
 
kajian sejarah perkembangan syiah
kajian sejarah perkembangan syiahkajian sejarah perkembangan syiah
kajian sejarah perkembangan syiahNatasha Nabila
 

Destacado (20)

Kasus perkawinan adat berdasarkan uu no. 1 thn 1974
Kasus perkawinan adat berdasarkan uu no. 1 thn 1974Kasus perkawinan adat berdasarkan uu no. 1 thn 1974
Kasus perkawinan adat berdasarkan uu no. 1 thn 1974
 
Kronologis penganiayaan timmy
Kronologis penganiayaan timmyKronologis penganiayaan timmy
Kronologis penganiayaan timmy
 
Uu perkawinan 1974
Uu perkawinan 1974Uu perkawinan 1974
Uu perkawinan 1974
 
Ecohealth approach to the nutrition transition in Lebanon - Dr. Batal - Unive...
Ecohealth approach to the nutrition transition in Lebanon - Dr. Batal - Unive...Ecohealth approach to the nutrition transition in Lebanon - Dr. Batal - Unive...
Ecohealth approach to the nutrition transition in Lebanon - Dr. Batal - Unive...
 
Makalah pajak daerah
Makalah pajak daerahMakalah pajak daerah
Makalah pajak daerah
 
Uu no.12 tahun 2006
Uu no.12 tahun 2006Uu no.12 tahun 2006
Uu no.12 tahun 2006
 
Pendidikan Kewarganegaraan UU No 12 Tahun 2006 Pasal 24-30
Pendidikan Kewarganegaraan UU No 12 Tahun 2006 Pasal 24-30Pendidikan Kewarganegaraan UU No 12 Tahun 2006 Pasal 24-30
Pendidikan Kewarganegaraan UU No 12 Tahun 2006 Pasal 24-30
 
HAM
HAMHAM
HAM
 
negara hukum dan ham
negara hukum dan hamnegara hukum dan ham
negara hukum dan ham
 
Makalah Fiqih Mawaris
Makalah Fiqih MawarisMakalah Fiqih Mawaris
Makalah Fiqih Mawaris
 
Ajaran Syiah
Ajaran SyiahAjaran Syiah
Ajaran Syiah
 
Bahaya syiah terhadap negara 1.0
Bahaya syiah terhadap negara 1.0Bahaya syiah terhadap negara 1.0
Bahaya syiah terhadap negara 1.0
 
Syiah Imamiyah, Ideologi dan Ajarannya
Syiah Imamiyah, Ideologi dan AjarannyaSyiah Imamiyah, Ideologi dan Ajarannya
Syiah Imamiyah, Ideologi dan Ajarannya
 
Kontroversi Syi'ah: Tinjauan Historis dan Doktrin
Kontroversi Syi'ah: Tinjauan Historis dan DoktrinKontroversi Syi'ah: Tinjauan Historis dan Doktrin
Kontroversi Syi'ah: Tinjauan Historis dan Doktrin
 
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisan
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisanKewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisan
Kewenangan peradilan agama mengadili perkara kewarisan
 
Munakahat
MunakahatMunakahat
Munakahat
 
Sejarah perekomonian isalam dan umum (dunia)
Sejarah perekomonian  isalam dan umum (dunia)Sejarah perekomonian  isalam dan umum (dunia)
Sejarah perekomonian isalam dan umum (dunia)
 
Iddah rujuk dan ihdad.
Iddah rujuk dan ihdad.Iddah rujuk dan ihdad.
Iddah rujuk dan ihdad.
 
kajian sejarah perkembangan syiah
kajian sejarah perkembangan syiahkajian sejarah perkembangan syiah
kajian sejarah perkembangan syiah
 
Syiah
SyiahSyiah
Syiah
 

Similar a PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Similar a PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N (20)

Ketentuan Perkawinan.pptx
Ketentuan Perkawinan.pptxKetentuan Perkawinan.pptx
Ketentuan Perkawinan.pptx
 
Pernikahan
PernikahanPernikahan
Pernikahan
 
Ketentuan islam tentang hukum keluarga
Ketentuan islam tentang hukum keluargaKetentuan islam tentang hukum keluarga
Ketentuan islam tentang hukum keluarga
 
Makalah pernikahan
Makalah pernikahanMakalah pernikahan
Makalah pernikahan
 
KHI (kompilasi hukum islam)
KHI (kompilasi hukum islam)KHI (kompilasi hukum islam)
KHI (kompilasi hukum islam)
 
KOMPILASI HUKUM ISLAM
KOMPILASI HUKUM ISLAMKOMPILASI HUKUM ISLAM
KOMPILASI HUKUM ISLAM
 
KHI (Kompilasi Hukum Islam)
KHI (Kompilasi Hukum Islam)KHI (Kompilasi Hukum Islam)
KHI (Kompilasi Hukum Islam)
 
Kompilasi hk islam
Kompilasi hk islamKompilasi hk islam
Kompilasi hk islam
 
Inpres No.1 Tahun 1991 tentang KHI
Inpres No.1 Tahun 1991 tentang KHIInpres No.1 Tahun 1991 tentang KHI
Inpres No.1 Tahun 1991 tentang KHI
 
KHI Buku I
KHI Buku  IKHI Buku  I
KHI Buku I
 
PPT PERNIKAHAN LINTAS AGAMA.pptx
PPT PERNIKAHAN LINTAS AGAMA.pptxPPT PERNIKAHAN LINTAS AGAMA.pptx
PPT PERNIKAHAN LINTAS AGAMA.pptx
 
Kul 3 asas, rukun dan syarat perkawinan islam 1
Kul 3 asas, rukun dan syarat perkawinan islam 1Kul 3 asas, rukun dan syarat perkawinan islam 1
Kul 3 asas, rukun dan syarat perkawinan islam 1
 
Munakahat
MunakahatMunakahat
Munakahat
 
KLP 1 MUNAKAHAT.pdf
KLP 1 MUNAKAHAT.pdfKLP 1 MUNAKAHAT.pdf
KLP 1 MUNAKAHAT.pdf
 
Bab munakahat 12
Bab munakahat 12Bab munakahat 12
Bab munakahat 12
 
fikih munakahat- hal hal yang berkaitan dengan hukum nikah
fikih munakahat- hal hal yang berkaitan dengan hukum nikahfikih munakahat- hal hal yang berkaitan dengan hukum nikah
fikih munakahat- hal hal yang berkaitan dengan hukum nikah
 
Hukum adat tugas fix
Hukum adat tugas fixHukum adat tugas fix
Hukum adat tugas fix
 
HUKUM KELUARGA
HUKUM KELUARGAHUKUM KELUARGA
HUKUM KELUARGA
 
Landasan teori
Landasan teoriLandasan teori
Landasan teori
 
Khi 5
Khi 5Khi 5
Khi 5
 

PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan salah satu fase kehidupan yang lazim dilakukan oleh setiap manusia dewasa (akil baligh), siap secara lahir dan batin, serta memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun rumah tangga. Setiap orang yang telah memenuhi persyaratan tersebut dianjurkan agar menginjakkan kakinya ke jenjang pernikahan. Jenjang inilah yang menandai sebuah fase kehidupan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup seseorang pada masa mendatang. Dibandingkan dengan hidup sendirian (membujang atau melajang), kehidupan berkeluarga memiliki banyak tantangan dan sekaligus mengandung sejumlah harapan positif. Tidak dimungkiri dalam pernikahan terdapat banyak manfaatnya jika kita dapat mengelolanya dengan baik. Kata “nikah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti sebagai berikut: a. Perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami-istri (dengan resmi atau sah). b. Perkawinan. c. Hubungan seksual. 1
  • 2. Berdasarkan kenyataan diatas, penulis tertarik untuk membahas tentang bagaimana perkawinan. Pembahasan tersebut penulis wujudkan dalam makalah yang berjudul “Problematika Perkawinan Di Indonesia”. B. Rumusan Masalah 1. Apa Yang Dimaksud Dengan Perkawinan? 2. Apa Saja Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974? 3. Apa Saja Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam? 4. Apa saja Tujuan dari Perkawinan? 5. Apa saja Problematika Perkawinan di Indonesia? C. Tujuan Makalah Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: 1. Pengertian Perkawinan. 2. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. 2
  • 3. 3. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam. 4. Tujuan Perkawinan. 5. Problematika Perkawinan Di Indonesia. D. Kegunaan Makalah Kegunaan penyusunan makalah ini bagi penulis yakni sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan tentang perkawinan dan bagi pihak lain (pembaca) yang berkaitan dengan perkawinan. 3
  • 4. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perkawinan Definisi Perkawinan pada dasarnya memiliki pengertian yang berbeda- beda, namun tujuan isinya tidak berbeda jauh satu sama lainnya. Seperti halnya Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 diambil kutipan dari (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17605/3/Chapter%20II.pdf), yaitu sebagai berikut: “Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa)”. Tidak berbeda jauh dengan pengertian nikah diatas menurut kutipan dari (http://ahdabina.staff.umm.ac.id/archives/150), yaitu sebagai berikut: “Perkawinan yaitu sebuah akad yang bermanfaat menghalalkan hubungan intim antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, kerjasama di antara keduanya, serta menentukan hak dan kewajiban masing-masing”. 4
  • 5. Berdasarkan pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa pengertian Perkawinan adalah Suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. B. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 meliputi : 1. Syarat-Syarat Materiil, yang meliputi: 1) Syarat materiil secara umum adalah sebagai berikut: a) Harus ada persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai. Arti persetujuan yaitu tidak seorang-pun dapat memaksa calon mempelai perempuan dan calon mempelai laki-laki, tanpa persetujuan kehendak yang bebas dari mereka. Persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai adalah syarat yang relevan untuk membina keluarga. b) Usia calon mempelai pria sekurang-kurangnya harus sudah mencapai 19 tahun dan pihak calon mempelai wanita harus sudah berumur 16 tahun. c) Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain. 5
  • 6. 2) Syarat materiil secara khusus adalah sebagai berikut: a) Tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 8, pasal 9 dan pasal 10, yaitu larangan perkawinan antara dua orang yaitu: (1) Hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas. (2)Hubungan darah garis keturunan ke samping. (3)Hubungan semenda. (4)Hubungan susuan. (5)Hubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi. (6)Mempunyai hubungan dengan agama atau peraturan yang berlaku dilarang kawin. (7)Telah bercerai untuk kedua kalinya, sepanjang hukum masingmasing agama dan kepercayaan tidak menentukan lain. b) Memperoleh Izin dari kedua orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun. Yang berhak memberi izin kawin yaitu: (1) Orang tua dari kedua belah pihak calon mempelai. Jika kedua orang tua masih ada, maka izin diberi bersama oleh kedua orang tua calon mempelai. Jika orang tua laki-laki telah 6
  • 7. meninggal dunia, pemberian izin perkawinan beralih kepada orang tua perempuan yang bertindak sebagai wali. Jika orang tua perempuan sebagai wali, maka hal ini bertentangan dengan perkawinan yang diatur Hukum Islam karena menurut Hukum Islam tidak boleh orang tua perempun bertindak sebagai wali. (2) Apabila salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya disebabkan : (a) oleh karena misalnya berada di bawah kuratele. (b) berada dalam keadaan tidak waras. (c) tempat tinggalnya tidak diketahui. Maka izin cukup diberikan oleh orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. (3) Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau kedua-duanya dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka izin diperoleh dari : (a) wali yang memelihara calon mempelai. 7
  • 8. (b) keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan ke atas selama masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. (4) Jika ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (2), (3) dan (4) atau seorang atau lebih diantara orang-orang tidak ada menyatakan pendapatnya, Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang hendak melangsungkan perkawinan bertindak memberi izin perkawinan. Pemberian izin dari Pengadilan diberikan: (a) atas permintaan pihak yang hendak melakukan perkawinan. (b) setelah lebih dulu Pengadilan mendengar sendiri orang yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (2), (3) dan (4). 2. Syarat-Syarat Formil, yang meliputi: 1) Pemberitahuan kehendak akan melangsungkan perkawinan kepada pegawai pencatat perkawinan. 2) Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan. 8
  • 9. 3) Pelaksanaan perkawinan menurut hukum agama dan kepercayaan masingmasing. 4) Pencatatan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan. C. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam Perkawinan dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Rukun adalah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. Perkawinan sebagai perbuatan hukum tentunya juga harus memenuhi rukun dan syarat-syarat tertentu. Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu melangsungkan perkawinan. Rukun nikah merupakan bagian dari hakekat perkawinan, artinya bila salah satu dari rukun nikah tidak terpenuhi maka tidak terjadi suatu perkawinan.  Rukun nikah adalah : a. Calon mempelai laki-laki dan perempuan. b. Wali bagi calon mempelai perempuan. c. Saksi. d. Ijab dan kabul. 9
  • 10. Menurut Hukum Islam syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dinyatakan sah adalah : a. Syarat Umum Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan larangan perkawinan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat (221) tentang larangan perkawinan karena perbedaan agama dengan pengecualiannya dalam AlQur’an surat Al- Maidah ayat (5) yaitu khusus laki-laki Islam boleh mengawini perempuan- perempuan, Al-Qur’an surat An-Nisa ayat (22), (23) dan (24) tentang larangan perkawinan karena hubungan darah, semenda dan saudara sesusuan. b. Syarat Khusus 1) Adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan Calon mempelai laki-laki dan perempuan adalah suatu syarat mutlak (conditio sine qua non), absolut karena tanpa calon mempelai laki-laki dan perempuan tentu tidak akan ada perkawinan. Calon mempelai ini harus bebas dalam menyatakan persetujuannya tidak dipaksa oleh pihak lain. Hal ini menuntut konsekuensi bahwa kedua calon mempelai harus sudah mampu untuk memberikan persetujuan untuk mengikatkan diri dalam suatu perkawinan dan ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah mampu berpikir, dewasa, akil baliqh. 10
  • 11. Dengan dasar ini Islam menganut asas kedewasaan jasmani dan rohani dalam melangsungkan perkawinan. 2) Harus ada wali nikah Menurut Mazhab Syafi’i berdasarkan hadist Rasul SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Siti Aisyah, Rasul SAW pernah mengatakan tidak ada kawin tanpa wali. Hanafi dan Hambali berpandangan walaupun nikah itu tidak pakai wali, nikahnya tetap sah.  Syarat-syarat wali adalah : a) Islam. b) Akil baliqh. c) Berakal. d) Laki-laki. e) Adil. f) Tidak sedang ihram atau umrah. 3) Saksi Kesaksian untuk suatu perkawinan hendaklah diberikan oleh dua orang laki-laki dewasa dan adil dan dapat dipercaya. Sebuah hadist 11
  • 12. Rasul SAW dengan riwayat Ahmad yang berbunyi : “Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil”, dijadikan dalil atas pendirian yang sedemikian.  Syarat-syarat kedua orang saksi tersebut adalah: a) Islam. b) Dewasa (akil baliqh). c) Laki-laki yang adil yang dapat terlihat dari perbuatan sehari-hari. 4) Ijab kabul Ijab yaitu pernyataan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan dan dilakukan oleh pihak perempuan ditujukan kepada laki- laki calon suami. Sedangkan Kabul yaitu pernyataan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami isteri yang dilakukan pihak laki-laki. Ijab kabul dilakukan di dalam suatu majelis dan tidak boleh ada jarak yang lama antara ijab dan kabul yang merusak kesatuan aqad dan kelangsungan aqad, dan masing-masing ijab dan kabul dapat didengar dengan baik oleh kedua belah pihak dan dua orang saksi.  Syarat-syarat Ijab Kabul adalah: a) Ada pernyataan mengawinkan dari wali (ijab). 12
  • 13. b) Ada pernyataan penerimaan dari calon mempelai laki-laki (qabul). c) Menggunakan kata-kata nikah (tazwij). d) Antara ijab dan qabul diucapkan bersambungan. e) Antara ijab dan qabul harus jelas maksudnya. f) Tidak dalam ihram haji atau umrah. g) Majelis ijab dan qabul harus dihadiri minimal empat orang. D. Tujuan Perkawinan Setidaknya ada empat macam dari tujuan perkawinan. Keempat macam tujuan perkawinan itu hendaknya benar-benar dapat dipahami oleh calon suami atau istri, supaya terhindar dari keretakan dalam rumah tangga yang biasanya berakhir dengan perceraian yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Berikut adalah tujuan dari perkawinan, yaitu sebagai berikut: 1. Menentramkan Jiwa. 2. Mewujudkan (melestarikan) keturunan. 3. Memenuhi kebutuhan biologis. 4. Latihan memiliki tanggung jawab. 13
  • 14. Keempat faktor yang terpenting (menentramkan jiwa, melestarikan keturunan, memenuhi kebutuhan biologis dan latihan bertanggung jawab) dari tujuan perkawinan perlu mendapat perhatian dan direnungkan matang-matang, agar kelangsungan hidup berumah tangga dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. E. Problematika Perkawinan Di Indonesia Ada beberapa macam problematika perkawinan di Indonesia yaitu sebagai berikut: 1. Nikah Siri • Pengertian Nikah Sirri Sirri itu artinya rahasia, jadi nikah sirri adalah nikah yang di rahasiakan, dirahasiakan karena takut dan malu di ketahui umum. Padahal nikah itu harus di maklumatkan, di umumkan, di ketahui oleh orang banyak supaya menghilangkan Fitnah dan menjaga nama baik dan kehormatan. 14
  • 15. • Macam-Macam Nikah Sirri Diantaranya adalah; - Pertama, nikah yang dialakukan tanpa adanya wali. Pernikahan seperti ini jelas halnya bahwa pernikahan yang dilakuakan tanpa wali adalah tidak sah. Sebab wali merupakan rukun sahnya pernikahan. Seperti halnya Rasulullah SAW bersabda: "Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali." [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul AutharVI: 230 hadits ke 2648]. Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. - Kedua, Adalah pernikahan yang dialakukan tanpa dicatatkan oleh petugas PPN yang ada dibawah wewenang KUA atau disebut juga nikah dibawah tangan. Pernikahan seperti ini menurut agama hukumnya sah akan tetapi dari segi hukum formal atau undang-undang bahwa perrnikahan tersebut tidak sah. 15
  • 16. Pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar'iy (bayyinah syar'iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya. - Ketiga, Adalah pernikahan yang dilakukan tanpa adanya saksi, pernikahan seperti ini jelas halnya bahwa perkawinanya tidak sah. Seperti halnya Rasulullah SAW bersabda: Artinya; Dari Aisyah bahwa rasul allah saw berkata tidak ada nikah kecuali denagan wali dan dua orang saksi yang adil (HR. Al-Daraquthniy) - Keempat, Pernikahan yang dihadiri saksi dan wali akan tetapi tidak di I'lankan kekhalayak (penyampaian berita kepada khlayak) atau disebut juga walimah. Sebagian ulama berkata bahwa melaksanakan walimah di 16
  • 17. dalam pernikahan itu wajib hukumnya. Akan tetapi tidak semua mengatakan bahwa hal tersebut wajib. Seperti halnya hadis dibawah ini: ‫ة‬ٍ‫شةا‬َ‫ةا‬ ‫ب‬ِ‫ش‬ ‫و‬ْ ‫ب‬ ‫ل‬َ‫ةا‬‫و‬َ‫ةا‬ ‫م‬ْ ‫ب‬ ‫ل‬ِ‫ش‬‫و‬ْ ‫ب‬ ‫أ‬َ‫ةا‬ ‫نةا‬َ‫ةا‬‫ث‬َ‫ةا‬‫د‬َّ‫ث‬‫ح‬َ‫ةا‬ Adakah walimah walaupun dengan seekor kambing.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]. 2. Kawin atau Nikah Gantung Kawin gantung adalah mengawinkan dua anak manusia yang masih berusia anak-anak, 6 hingga 7 tahun, baik perempuan dan laki-laki atas kesepakatan orang tua masing-masing. Atau Kawin gantung adalah pernikahan sejak dini tanpa harus didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Hal ini dimaksudkan untuk mengikat keduanya agar tidak menikah dengan pihak lain saat mereka sudah dewasa. Menurut pandangan Islam hal ini sah. Tujuan orangtua untuk melakukan praktek ini adalah untuk mempererat silaturahmi, dan mensejahterakan kehidupan, karena pada umumnya orang-orang yang terlibat dalam praktek kawin gantung adalah orang–orang yang memiliki hubungan kekerabatan. Namun begitu, diakuinya, praktek kawin gantung dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan psikologis si anak tersebut, meski alasan utama 17
  • 18. orangtua untuk melakukan hal ini adalah untuk melakukan hal yang terbaik bagi anaknya. Namun hal ini kembali lagi kepada anaknya, apakah nantinya hal ini tidak mengganggu psikologis si anak. Alangkah baiknya jika para pelaku praktek kawin gantung lebih memprioritaskan masalah psikologi anak. 3. Kawin atau Nikah Campuran Perkawinan campuran berasal dari kata campur yang berarti beraduk dan berbaur menjadi satu (bercampur baur). Bercampur itu mengandung arti, berkumpulnya sesuatu yang tidak sama atau seragam antara lain dalam bidang agama atau keagamaan. Jadi perkawinan campuran itu adalah perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan yang berlainan agama. Menurut Abu al-A’la al-Maududi bahwa perkawinan antara orang yang berlainan agama ialah perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan yang bukan muslimah, baik memiliki kitab suci maupun tidak.2 Menyangkut masalah ini penulis membedakan kedalam tiga kategori, yang sistematika di rumuskan sebagai berikut: • Perkawinan antara lak-laki muslim dengan perempuan non ahl al-Kitab • Perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan ahl al-Kitab 18
  • 19. • Perkawinan antara perempuan muslimah dengan laki-laki ahl al- Kitab. Pembahasan ketiga bentuk perkawinan tersebut merupakan keharusan dalam kondisi kekinian untuk memberi pemahaman secara optimal bagi masyarakat sehingga mereka tidak terjebak pada perbuatan yang menyebabkan mereka terlibat dalam kesesatan. Hukum Islam melarang perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan non islam. 4. Kawin Kontrak (Mut’ah) Kawin kontrak merupakan sebuah fenomena terselubung dalam masyarakat sekarang ini. Pelaksanaan kawin kontrak sangat bertentangan dengan UU No.1 Tahun 1974, karena dalam kawin kontrak yang ditonjolkan hanya nilai ekonomi, dan perkawinan ini hanya bersifat sementara. Menurut UU No.1 Tahun 1974, perkawinan haruslah bersifat kekal untuk selama-lamanya. Pelaksanaan kawin kontrak juga bertentangan dengan hukum agama islam, perkawinan yang bersifat sementara dan hanya menonjolkan sisi-sisi keduniawian dilarang dalam islam, perkawinan harus dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dunia dan juga untuk akhirat Pelaksanaan kawin kontrak yang bertentangan dengan hukum agama Islam dan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tentu saja menimbulkan 19
  • 20. banyak permasalahan yang menarik untuk dibahas. Namun dalam pembahasan ini permasalahan yang diuraikan hanya meliputi pengertian, sejarah, hukum dan syarat-syarat mut’ah atau kawin kontrak ditinjau dari kaca mata hukum Islam dan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 Kawin kontrak, pernikahan dengan batas waktu tertentu, yang dilakoni oleh sebagian masyarakat adalah bentuk penyimpangan terhadap prinsip-prinsip Islam. Kawin kontrak itu hubungan pernikahan yang disepakati berlangsung dalam batas waktu tertentu. Kalau konteksnya hanya untuk pemenuhan kebutuhan biologis dan berakhir dalam waktu yang telah disepakati, maka hal ini tidak dibolehkan dalam ajaran Islam. Menurutnya, hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dibangun melalui pernikahan substansinya bukan sekadar pemenuhan kebutuhan biologis semata, melainkan juga untuk membangun struktur sosial yang baik, melahirkan generasi penerus yang berakhlak dan berkualitas serta hubungan suami istri yang membawa ketenangan. Intinya, ada konteks yang lebih besar daripada sekedar perkawinan untuk memuaskan kebutuhan biologis, sehingga dalam konteks ini kawin kontrak dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap ajaran Islam. 20
  • 21. 5. Kawin atau Nikah Lari Kawin lari merupakan tindakan melarikan seorang wanita tanpa izin, yang bertujuan untuk hidup bersama maupun menikah. Dapat juga berarti penculikan gadis di bawah umur atas persetujuannnya, namun tak disukai oleh orang tuanya. Ini juga bisa diartikan dengan menculik pengantin wanita, baik dengan taktik, paksaan, maupun ancaman. Di Indonesia kebiasaan ini masih ada di beberapa tempat, seperti di Lampung, Bali, Sumatera Utara, dsb. 6. Kawin Di Bawah Umur (Kawin AlaSyeh Puji) Menikah sebelum cukup usia, ternyata masih banyak terjadi di kota maupun di daerah-daerah di Indonesia. Budaya perjodohan bahkan sejak anak perempuan belum lulus SD atau SMP, masih dilakukan banyak orangtua, terutama yang tinggal di pedesaan. Dari penelitian yang dilakukan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Rembang, pernikahan dini yang dilakukan anak-anak usia sekolah masih terbilang tinggi. Pada 2006 - 2010, jumlah anak menikah usia dini (menikah di bawah usia 17 tahun) masih meningkat walaupun persentasenya naik turun. 21
  • 22. Namun dari fakta yang didapat, perlu diketahui, pernikahan dini memiliki dampak negatif. “Bukan sekadar dampak psikis dan fisik,” kata Iin. Dampak- dampak dari pernikahan anak usia dini yaitu sebagai berikut: • Kekerasan terhadap anak Anak bisa mengalami kekerasan dari orangtua atau keluarga bila menolak untuk dinikahkan. Seperti kasus di desa Tegaldowo rembang dan Desa Ngiri, orangtua sampai melakukan kekerasan fisik, seperti menendang, dan memukul dengan sapu, sehingga anak kabur dari rumah. Bahkan ada kasus, setelah pernikahan, anak mencoba bunuh diri dengan minum cairan pestisida. • Tingkat perceraian tinggi Lebih dari 50 persen pernikahan anak tidak berhasil, dan akhirnya bercerai. Bahkan ada juga kasus yang menjalani pernikahan hanya dalam hitungan minggu lalu berpisah. Dan, biasanya hal ini terjadi karena anak perempuan tidak mau melakukan kewajiban sebagai istri dan kurangnya kesiapan dari masing-masing pasangan yang mau menikah. 22
  • 23. • Kemiskinan meningkat, karena belum siap secara ekonomi • Traffiking/eksploitasi dan seks komersial anak Setelah menikah maka perempuan akan dibebaskan oleh orangtuanya. Mereka akan keluar dari desanya atau rumahnya dan memilih bekerja. Beberapa kasus anak bekerja sebagai penyanyi karaoke bahkan ada juga yang menjadi wanita penghibur. 23
  • 24. BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan 1. Pengertian Perkawinan adalah Suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Syarat – Syarat Perkawinan Yang Diatur Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu sebagai berikut: a. Syarat-syarat Materil b. Syarat-syarat formil 3. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam, yaitu sebagai berikut: a. Syarat umum b. Syarat khusus 4. Tujuan perkawinan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Menentramkan Jiwa. b. Mewujudkan (melestarikan) keturunan. c. Memenuhi kebutuhan biologis. d. Latihan memiliki tanggung jawab. 24