SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 20
BAB I
                             PENDAHULUAN


1.1 latar belakang masalah

           Telah kita ketahui islam di zaman modern ini mendapatkan perhatian yang
   lebih, baik dari umat islam itu sendiri maupun dari masyarakat dunia umumnya.
   Perkembangan islam sekarang cukup menggembirakan , islam banyak dikaji dan
   diteliti oleh banyak orang, hal ini muncul mungkin karena bertumpu pada
   keyakinan bahwa dengan memahami islam secara kualitatif dan kuantitatif,
   seseorang dapat menghadapi berbagai problema-problema kehidupan yang
   semakin komplek. Karena kita ketahui juga islam adalah satu-satunya agama yang
   memberikan jawaban atas berbagai macam problema-problema kehidupan
   manusia.

          Salah satu hal yang juga menyebabkan orang-orang mulai berpaling pada
   islam adalah, mulai rontoknya paham atau ideologi komunis di eropa timur, dan
   juga karena mulai terlihatnya tanda-tanda kegagalan sistim kehidupan kapitalisme
   yang dulu sempat di agung-agungkan. Hal-hal di atas semakin menggiring
   perhatian orang-orang terhadap islam, sebagai satu-satunya alternatif kehidupan
   yang menawarkan penyelesaiaan bagi problema-problema yang tidak dapat
   diselesaikan dengan paham atau ideologi-ideologi yang mereka yakini
   sebelumnya. Islam juga satu-satunya alternatif yang menawarkan kedamaian,
   keharmonisan, dan kesejahteraan secara total untuk umat manusia.

         Penyelesaian dari problema diatas dapat diperoleh melalui pengkajian
   terhadap islam secara benar, yaitu pengkajian secara sistematik dan
   komperehensif. Pemahaman diatas hanya akan muncul jika kita memilki
   pemahaman yang tepat terhadap dua pokok sumber kajian islam yaitu al-qur‟an
   dan hadits. Pada penjelasan inilah kami akan memfokuskan tulisan kami, yaitu
   pada alqur‟an sebagai studi keislaman.




                                        1
Sekian latar belakang penulisan makalah ini, dengan segala kekurangan
   yang mungkin akan dijumpai dalam makalah ini, kami masih berharap kiranya
   makalah ini dapat member sedikit manfaat bagi kita semua.


1.2 Rumusan masalah

       Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan sebelumnya, kiranya dapat
diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

       1.2.1   Apa itu tafsir dan takwil ?
       1.2.2   Model model penafsiran al qur‟an ?

1.3 Tujuan penulisan

        Pertama-tama tentunya tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
   memenuhi tugas matakuliah metodologi studi islam, namun selain itu kami
   menulis makalah ini dikarenakan betapa pentingnya bagi kita untuk mengetahui
   bagaimana teori-teori untuk mempelajari Al qur‟an, karena alqur‟an sebagai
   sumber rujukan utama untuk berbagai macam permasalahan dalam kehidupan


1.4 Manfaat penulisan

       Adapun manfaat yang sekiranya akan didapatkan dari karya ilmiah ini adalah
       sebagai berikut :

          1.4.1       Mengetahui teori studi al qur‟an
          1.4.2       Mengetahui macam-macam model penafsiran al qur‟an




                                         2
BAB II
                                    PEMBAHASAN



          2.1     Teori studi Al qur‟an

          2.1.1 Pengertian Tafsir Dan Takwil

       Pada mulanya tafsir dan takwil dipahami sebagai dua kata yang memiliki
makna sinonim, kemudian keduanya dibedakan seiring dengan perkembangan ilmu-
ilmu Al-Quran pada kurun waktu awal hijriah. Kedua istilah ini dipahami sebuah
kegiatan dalam rangka menggali dan menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran.
Pada masa Rasulullah, tafsir dan takwil dianggap sama (mutaradif), karena memang
memiliki otoritas penuh dalam menjelaskan isi Al-Quran adalah Rasulullah.


          2.1.2 Pengertian Tafsir

       Tafsir secara etimologi adalah penjelasan terhadap satu kalimat ( eksplanasi
dan klarifikasi ) yang juga mengandung pengertian penyingkapan, penunjukan dan
keterangan dari maksud satu ucapan atau kalimat.1

        Tafsir secara terminologi, banyak pendapat-pendapat para ulama mengenai
definisi tafsir antara lain :

              1. Menjelaskan kalam allah, dengan kata lain berfungsi sebagai penjelas
                 bagi lafal-lafal al qur‟an dan maksud-maksudnya.
              2. Mengungkapkan makna-makna al qur‟an dan menjelaskan
                 maksudnya.2
              3. Imam az Zarkasyi berpendapat bahwa tafsir adalah :


1
    Agama, Kementrian RI.2010.Al-Quran dan Tafsirnya., h. 17
2
 Muhammad bin sulaiman al khafiji, At Taisir Fi Qawa‟id „Ilm Tafsir ( Beirut: Darul-Qalam, 1990),
Cet ke 1, h. 124



                                                 3
Pengetahuan untuk memeahami kitabullah yang diturunkan
                  kepada nabi Muhammad saw, dengan menjelaskan makna
                  maknanya, mengeluarkan/menggali hukum-hukum dan hikmah-
                  hikmahnya.



       2.1.3 Pengertian takwil
       Lafadz takwil timbul beriringan dengan lafadz tafsir dalam pembahasan
tentang al-qur‟an dikalangan para ahli tafsir, mereka menggangap takwil pada intinya
sama dengan tafsir dari segi makna masing-masing, kedua kata tersebut menjelaskan
tentang makna suatu lafadz tertentu dan berusaha mengungkap dibalik makna
tersebut.

         Penulis kitab Al-Qomus mengatakan “Seseorang menakwilkan suatu ucapan
artinya ia merenungkannnya, mengira-ngira, dan menafsirkannya”. Apabila kiita
memperhatikan kata takwil dan juga pemakaiannya dalam Al-Qur‟an, maka kita akan
mendapatknya memiliki makna lain yang tidak sama dengan makna terminologis dari
kata „Tafsir‟.

        Al-qur‟an tidak membedakan antara keduanya kecuali dalam batasan dan
perincian-perincian tertentu. Agar kita memahami makna kata „Takwil‟ maka kita
harus memahami makan Terminologisnya dallam Al-Qur‟an.

      Kata takwil dalam Al-qur‟an sebanyak tujuh kali tapi tidak disebutkan dalam
makalah ini:

   1. Pada surat An-nnisa Firman Allah Swt : “Hai orang-orang yang beriman,
      taatilah Allah dan taatilah Rosulnya dan ulil amri diantaa kamu”. Kemudian
      jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikannlah ia
      kepada Allah dan Rosul, jika kam benar-benar beriman kepada Allah dan
      hari kemudian dan itu lebih utama (Bagi mu) dan lebih baik akibatnya.
   2. Pada Surat Yusuf Firman Allah Swt : “Dan demikianlah tuhan mu, memilih
      kamu (untuk menjadi nabi) dan diajarkanya kepada mu sebagian dari tabir
      mimpi-mimpi dan disempurnakannya nikmat-Nya kepadamu dan kepada
      keluarga Yakub, sebagaimana dia telah menyempurnakan umat-Nya kepada




                                         4
kedua orang bapak mu sebelum itu, yaitu Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya
      Tuhan mu lebih mengetahui lagi maha bijaksana.
   3. Pada Surat Al-isra‟ Allah Swt : “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
      menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
      bagimu dan lebih baik akibatnya (Ahsanu ta’wila).
   4. Pada surat Al-kahfi Allah Swt : “Hidir berkata “ inilah perpisahan antara
      aku dengan kamu, aku akan memberitahukan kepada mu tujuan (Takwil)
      perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”.

        Dengan mempelajari ayat-ayat diatas, maka kita kan mengetahui bahwa kata
„Takwil‟ bukan hanya bermakna „Tafsir‟ dan penjelasan tentang makna suatu lafadz
tetapi makan seperti itu hanya terdapat pada ayat yang pertama saja, hal itu karena
takwil pada ayat yang pertama berkaitan dengan ayat-ayat samar (Muttashabih). Oleh
karena itu para ahli tafsir dari ayat ini mengatakan bahwa takwil dari ayat
mutasyabihat berarti adalah tafsir dan penjelasan makna ayat tersebut. Ayat itu
sendiri menunjukan ketidakbolehan menafsirkan ayat-ayat samar.

        Ada beberapa ayat dalam Al-qur‟an yang untuk memahaminya sangat sulit
sekali dan tidak ada yang mampu memahami dengan benar kecuali Allah dan orang-
orang yang diberikan kemampuan ilmu dan pemahaman yang tinggi apalagi untuk
menentukan dua kemungkinaan, apakah suatu ayat itu berhenti pada lafadz tertentu
atau berlanjut ke kalimat setelahnya, bagian al-qur‟an yang mudah untuk dipahami
untuk orang awam, maka ayat tersebut adalah ayat yang sedah jelas, makna yang
sesuai dengan ayat-ayat tersebut adalah bahwa yang dimaksud dengan penakwilan
sesuatu adalah sesuatu yang dapat ditakwil dan akan berrakhit kepadanya secara
eksternal dan hakiki. Sebagaimana hal itu juga telah dapat kita ketahui dari lafadz itu
sendiri. Oleh karen itu, lafadz „takwil‟ terkadang dinisbatkan kepada Allah dan
Rosulnnya, kepada kitab suci yang lain, kepada mimpi, dan kepada timbangan dan
neraca yang seimbang.

        Maka takwil dari ayat-ayat yang samar bukanlah bermakna penjelasann
mengenai maksud ayat tersebut dan bukan juga penafsiran maknanya secara
etimologis. Akan tetapi, makanaya adalah apa yang makna-makna tersebut
ditakwilkan kepadanya karena setiap makna tersebut masih umum kemudian akal
manusia memberikan batasan dan memberikan gambaran khusus. Maka gambaran
inilah yang disebut dengan takwil yang umum tersebut.

       Atas dasar penjelasan diatas, pengertian kata „Takwil‟ dalam ayat tersebut
adalah sama dengan yang kami sebut sebagai „Tafsir semantik‟. Itu karena orang-



                                          5
orang yang didalam hatinya terdapat kejelekan yang berusaha memberikan batasan
dan gambaran tertentu terhadapa makna-makna dari ayat samar itu. Itu sebagai usaha
untuk menghembusakan fitnah karena sebagian ayat mutasyabih berkaitan dengan
alam ghaib, usaha untuk memberikan batasan makna secara logis dan khusus baik
yang konkrit maupun yang bersandarkan atas hawa nafsu sangatlah rentan dengan
bahaya dan fitnah.

        Kita dapat menyimpulkan penjelasan diatas sebagai berikut: Pertama,
bahwasanya lafadz takwil terdapat dalam Al-qur‟an dengan makna segala sesuatu
yang ditakwilkan kepadanya, dan bukan bermakna tafsir. Makna seperti ini
digunakan untuk menunjukan makna tafsir semantik dan bukan tafsir etimologis,
dengan kata lain makna itu dipergunakan dalam makna yang umum dalam gambaran
logis dan khas.

        Kedua, bahwasanya kekhususan untuk menakwilkan ayat mutasyabih hanya
bagi Allah dan orang-orang yang diberikan pemahaman ilmu yang baik bukanlah
berarti bahwa ayat-ayat mutasyabih tidak memiliki makna yang dapat dipahami dan
juga tidak berarti bahwa hanya Allah yang mengetahui maksud lafadz ayat tersebut
dan penafsiranya. Oleh karena itu selama dapat diikuti atau dipahami maka ayat
mutasyyabih tentulah mamilik makna yang dapat dipahami, bagaimana mungkin
bagian dari ayat Al-qur‟an tidak dapat dipahami sedangkan Al-quran adalah petunjuk
pada umat manusia yang memberikan keterangan atas segala sesuatu.

       Jika membedakan anatar atafsir terminologis dann tafsir semantik maka kita
akan mengetahui bahwa yang khusus bagi Allah adalah menakwilkan ayat-ayat
mutasyabih dalam arti penafsiran semantik bukan penafsiran terminologis,
demikianlah dari penjelasan diatas bahwa takwil adalah penafsiran makna
terminologis dan pembahasan tentang apa-apa yang ditakwilkan kepadanya dari
pemahaman-pemahaman yang masih umum.


       2.1.4 Persamaaan dan Perbedaan Antara Tafsir dan Takwil

     Mengenai persamaaan dan perbedaan antara tafsir dan takwil ini, ada
perbedaaan pendapat di sebagian kalangan ulama.:

      Pendapat pertama menyatakan bahwa tafsir dan takwil itu memiliki satu arti,
karena keduanya merupanakan sinonim (muradif) sehingga jika yang satu dan yang



                                        6
lainnya digunakan untuk pengertian yang sama. Jika disebut kata tafsir berarti juga
takwil dan jika disebut takwil maka berarti juga tafsir.

      Pendapat kedua, menyatakan beberapa pandangan dari sebagian ahli tafsir yang
menentang pengindentikan, apalagi penyamaan antara tafsir dan takwil, seperti yang
dikemukakan abu ubaidah, mereka berpendapat bahwa tafsir itu tidak sama dengan
takwil, namun demikian mereka juga berbeda pendapat dalam mengedepankan sisi
perbedaaanya.

      Ar-raghib misalnya berpendirianbahwa makana tafsir lebih umum daripada
takwil, atau sebaliknya, makna takwil lebih khusus daripada tafsir. Istilah tafsir
menurut ar-raghib lebih banyak digunakan dalam konteks lafal dan makna mufradat,
sedang takwil lebih banyak dihubungkan dengan persoalan makna isi dari rangkaian
pembicaraan secara keseluruhan (utuh).3

       Abu thalib al-tsa‟labi berpendapat bahwa, tafsir itu menerangkan objek
lafal(redaksi teks) dari sisi pandang hakiki atau majazi. Sedangkan takwil itu
bermaksud menerangkan substansi teks (bathin al lafzh).


      Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa tafsir lebih banyak berhubungan
dengan hal-hal yang bersifat pendengaran atau periwayatan, sedangkan takwil lebih
banyak dikorelasikan dengan hal-hal yang bersifat penalaran. Seperti pendapatt abu
nashr al-qusyairi yang menyatakan bahwa tafsir hanya terbatas pada ayat al-
qur‟anyang lebih mengandalkan sumber-sumber penglihatan dan pendengaran
berbeda dengan takwil yang pemahamannya lebih banyak bergantung pada hal-hal
yang bersifat ijtihad. Dengan kata lain, tafsir lebih banyak mengacu pada
riwayah(pendengaran), sedangkan takwil pada dirayah (analisis).

         2.1.5     Sejarah Tafsir Al-qur‟an

     Penafsiran al-qur‟an sudah berlangsung sejak zaman nabi Muhammad Saw dan
masih tetap berlangsung hingga sekarang bahkan pada masa yang mendatang,
penafsiran al-qur‟an telah menghabiskan waktu yang sangat penjang dan melahirkan



3
    H. Ahmad Izzan, M.Ag Metodologi Ilmu Tafsir



                                                  7
sejarah yang sangat panjang pula, namun disini kami hanya akan menjelaskna secara
singkat saja tentang sejarah tafsir al-qur‟an.

       Sejarah tafsir qur‟an secara garis besar, terdapat 3 periode, periode pertama
adalah periode tafsir di masa Rasulullah Saw, kedua tafsir di masa sahabat, ketiga
tafsir di masa tabi‟in.

           A. Periode tafsir di masa Rasulullah

      Tugas utama nubuwwah nabi Muhammad adalah menyampaikan muatan al-
qur‟an. Berbarengan dengan hal itu pula yang juga didasarkan pada al-qur‟an, nabi
Muhammad diberi otoritas untuk menerangkan atau menafsirkan al-qur‟ankarena
tidak seluruh ayat yang diturunkan kepada rasulullah dapat dipahami dengan mudah
oleh para sahabat. Maka dari itu rasul yang menerangkanya berdasarkan pada
keterangan-keterangan yang diperoleh dari Allah yang kemudian dijelaskan kembali
dengan bahasa beliau sendiri

     Atas dasar itu pula para ahli tafsir dan ilmu al‟qur‟an seperti, qari‟, hafizh dan
para muffassir pertama dalam sejarah ilmu tafsir al‟qur‟an, menobatkan nabi
Muhammad Saw sebagai mufassir pertama.

      Pembahasan diatas membawa kita pada penjelasan yang tegas yaitu bahwa,
pertama, setiap penafsiran al-qur‟an hendaknya lebih dahulu memperhatikan
keterangan yang beliau berikan, kemudian baru diterangkann dengan logika dan
rasio. Kedua, Nabi Saw merupakan pemegang otoritas tunggal sebagai penafsir dan
penjelas al qur‟an pada masa kersulan.


           B. Periode tafsir di masa Sahabat

     Sepeninggal nabi Muhammad Saw selaku mufassir pertama dan tunggal
dizamanya, penafsiran al-qur‟an dilakukan oleh para sahabat. Banyak sahabat yang
dibekali rasulullah dengan ilmu al-qur‟an dan ada pula yang memang akrab bergaul
dengan rasulullah, sehingga banyak dari mereka menjadi mufassir di kalangan
sahabat, beberapa sahabat yang paling banyak memberikan kontribusinya pada
penafsiran tentang ayat-ayat al-qur‟an, ada sepuluh yang paling utama, yaitu :

         1. Abu bakar as-Siddiq
         2. Umar bin al-Khattab



                                          8
3. Usman bin Affan
   4. Ali bin abi Thalib
   5. Abdullah bin Mas‟ud
   6. Abdullah bin Abbas
   7. Ubay bin Ka‟ab
   8. Zaid bin Sabit
   9. Abu Musa al-Asyari
   10. Abdullah Bin Zubair


     Dari beberapa orang yang disebutkan diatas empat diantaranya adalah
Khulafa‟ur Rasyidin, dan dari keempat orang tersebut ali bin abi thalib lah yang
dikenal paling banyak menafsirkan al-qur‟an. Namun bila diantara kesepuluh
sahabat diatas, ibnu abba adalah sahabat yang paling banyak dan paling dalam
pengetahuanya mengenai tafsir al-qur‟an dan pernah disebutkan bahwa
Abdullah bin abbas pernah mendapatkan doa khusus dari Rasulullah Saw agar
dia memahami al-qur‟an dan ternyata hal itu terbukti.

     Pada masa ini tafsir memiliki empat sumber sebagai rujukan utama, yaitu:

        1. Al qur‟an al karim, atau biasa disebut tafsir al qur‟an bil qur‟an.
        2. Nabi saw yang dalam implementasinya disebut tafsir al-qur‟an bis
           sunnah.
        3. Tafsir alqur‟an dengan pendapat sahabat.
        4. Ahli kitab dari umat yahudi dan nasrani, hal ini karena al-qur‟an
           sejalan dengan taurat dalam beberapa masalahnya.

     C. Periode Tafsir di masa tabi‟in

         Pada masa ini ekspansi yang dilakukan secara agresif dan mobilitas
 yang sangat tinggi ke berbagai daerah jazirah arab dan luar jan memperluas
 dan mengembangkan wilayah islam. Hal tersebut turut mempengaruhi
 kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh umat islam.
          Seiring dengan semakin meluasnya daerah yang dipengaruhi oleh
 islam, peradaban dan kebudayaan islam pun mengalami kemajuan, termasuk
 ilmu tafsir. Para mufassir tidak lagi merasa cukup dengan hanya mengutip
 atau menghafal seperti yang dilakukan selama ini, tetapi mereka mulai
 berorientasi pada penafsiran al-qur‟an berdasarkan pendekatan ilmu bahasa



                                    9
dan penalaran ilmiah. Dengan kata lain tidak lagi mengandalkan kekuatan
       tafsir bil al ma’tsur tetapi juga berupaya mengembangkan tafsir bil al dirayah
       dengan segala macam implikasinya.
                 Pada masa ini tafsir al-qur‟an mengalami perkembangan sedemikiam
       rupa dengan penitikberatan pada pembahasan aspek tertentu sesuai dengan
       tendensi dan kecenderungan mufassir itu sendiri.

              Pada masa ini tafsir memiliki lima sumber rujukan utama, yaitu :
                1. Al qur‟an al karim, atau biasa disebut tafsir al qur‟an bil qur‟an.
                2. Nabi saw yang dalam implementasinya disebut tafsir al-qur‟an bis
                   sunnah.
                3. Tafsir alqur‟an dengan pendapat sahabat.
                4. Ahli kitab dari umat yahudi dan nasrani, hal ini karena al-qur‟an
                   sejalan dengan taurat dalam beberapa masalahnya.
                5. Ijtihad para tabi‟in

2.2      Model-model penafsiran

      2.2.1      Model Quraish Shihab

      H.M Quraish Shihab (lahir tahun 1944) pakar di bidang Tafsir dan Hadis se-
Asia Tenggara,telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama
terdahulu di bidang tafsir. Ia telah meneliti tafsir karangan Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridha, dengan judul Studi Kritis Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh
dan Rasyid Ridha yang telah di terbitkan dalam bentuk buku oleh Pustaka Hidayah
pada tahun 1994. Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M Quraish
Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis, dan perbandingan. Yaitu
model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang
dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir baik yang
bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan, maupun
ulama lainnya. Data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur trsebut kemudian di
deskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan
kategoris dan perbandingan.
      Hasil penelitian H.M Quraish Shihab terhadap Tafsir al-Manar Muhammad
Abduh, misalnya menyatakan bahwa Syaikh Muhammad Abduh (1849-1909) adalah
salah seorang ahli tafsir yang banyak mengandalkan akal, menganut prinsip tidak




                                           10
menafsirkan ayat-ayat yang kandungannya tidak terjangkau oleh pikiran manusia,
tidak pula ayat-ayat yang samar atau tidak terperinci dalam al-Qur‟an. Ketika
menafsirkan firman Allah dalam al-Qur‟an surat 101 ayat 6-7 tentang “timbangan
amal perbuatan di hari kemudian” , Abduh menulis “Cara Tuhan dalam menimbang
amal perbuatan, tiada lain kecuali atas dasar apa yang diketahui olehNya, bukan atas
dasar apa yang kita ketahui, maka hendaklah kita menyerahkan permasalahannya
hanya kepada Allah SWT. Atas dasar keimanan.4 Bahkan, Abduh terkadang tidak
menguraikan arti satu kosakata yang tidak jelas dan menganjurkan untuk tidak perlu
membahasnya, sebagaimana sikap yang ditempuh sahabat Umar bin Khathab ketika
membaca abba dalam surat Abasa (Q.S 80:32) yang berbicara tentang aneka ragam
nikmat Tuhan kepada makhluk-makhlukNya.5
       Selanjutnya,dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraish Shihab
telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu. Dari
penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan
tafsir. Antara lain: (1) periodesasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir (2) corak-
corak penafsiran (3) macam-macam metode penafsiran alqur‟an (4) syarat-syarat
dalam menafsirkan alquran, dan (5) hubungan tafsir modernisasi.

       a. Periodesasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir
                    Menurut hasil penelitian Quraish, jika tafsir dilihat dari segi
                 penulisannya (kodifikasi), perkembangan tafsir dapat dibagi ke dalam
                 tiga periode.
                    Periode 1, yaitu masa Rasulullah, sahabat dan permulaan tabi‟in,
                 dimana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatan ketika itu
                 tersebar secara lisan.
                    Periode 2, bermula dengan kodifikasi hadis secara resmi masa
                 pemerintahan Umar bin Abdul Azis (99-101H) dimana tafsir ketika
                 itu ditulis bergabung dengan penulisan hadis, dan di himpun dalam
                 satu bab seperti bab-bab hadis walaupun tentunya penafsiran yang
                 ditulis itu umumnya adalah tafsir bi al-Ma‟tsur.
                    Periode 3, dimulai dengan penyusunan kitab-kitab, tafsir secara
                 khusus dan berdiri sendiri, oleh sementara ahli menduga dimulai oleh
                 Al-Farra (W.207 H) dengan kitabnya berjudul ma‟ani alqur‟an.6


4
  Syekh Muhammad Abduh,Tafsir Juz Amma,(Mesir:Dar al-Hilal,1967),hlm.189
5
  Ibid hlm.26
6
  H.M.Quraish Shihab,Membumikan Al-Qur’an,op.cit.,hlm.73.



                                             11
Periodesasi tersebut masih bisa ditambahkan lagi dengan peiode
                    keempat, yaitu periode munculnya para peneliti tafsir yang
                    membukukan hasil penelitiannya itu, sehingga dapat membantu
                    masyarakat mengenal karya-karya tafsir yang ditulis oleh para ulama
                    sebelumnya dengan mudah.
           b. Corak Penafsiran
                      Berdasarkan hasil penelitiannya, Quraish Shihab mengatakan bahwa
                  corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain:
                       Corak Sastra Bahasa, timbul akibat kelemahan-kelemahan orang
                    arab sendiri di bidang sastra
                       Corak Filsafat dan teologi, akibat penerjemahan kitab filsafat
                    yang mempengaruhi sementara pihak serta akibat masuknya
                    penganut agama-agama lain ke dalam islam yang dengan sadar atau
                    tidak, masih mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama
                    mereka.
                       Corak Penafsiran Ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
                    usaha penafsir untuk memahami ayat-ayat alqur‟an sejalan dengan
                    perkembangan ilmu.
                       Corak Fiqih atau Hukum, akibat perkembangan ilmu fiqih dan
                    terbentuknya madzhab-madzhab fiqih
                       Corak Tasawuf, akibat timbulnya gerakan-gerakan sufi sebagai
                    reaksi terhadap kecenderungan berbagai pihak terhadap materi.
                       Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan, yakni suatu corak tafsir
                    yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat alqur‟an yang berkaitan
                    langsung dengan kehidupan masyarakat. Corak ini bermula pada
                    masa Syaikh Muhammad Abduh sehingga mengurangi perhatian
                    pada corak-corak sebelumnya dan lebih banyak tertuju pada corak
                    ini.7
          c. Macam-macam Metode Penafsiran Alquran
            Metode Ma’tsur (periwayatan), metode ini memiliki banyak keistimewaan,
         antara lain: (a) Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Alquran. (b)
         Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya. (c)
         mengikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga membatasinya
         terjerumus dalam subyektifitas berlebihan. Sedangkan kelemahannya antara
         lain: (a) terjerumusnya mufassir kedalam kebahasaan dan kesusastraan yang

7
    Ibid,hlm.73.



                                            12
bertele-tele sehingga pesan pokok Alquran menjadi kabur. (b) seringkali
         konteks turunnya ayat atau sisi kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang
         dipahami dari uraian nasih mansukh hampir dapat dikatakan terabaikan sama
         sekali, sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun bukan dalam satu masa atau
         berada di tengah-tengah masyarakat tanpa budaya.8
                           Metode penalaran: pendekatan dan corak-coraknya,
                                  Metode tahlily atau yang dinamai oleh Baqir Al-Shadr
                                  sebagai metode tajzi‟iy adalah satu metode tafsir yang
                                  mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-
                                  ayat Al-qur‟an dari berbagai seginya dengan
                                  memperhatikan          runtutan    ayat-ayat     alquran
                                  sebagaimana tercantum di dalam mushhaf. Segala segi
                                  yang dianggap perlu oleh seorang mufassir
                                  tajzi‟iy/tahlily diuraikan. Yaitu bermula dari kosakata,
                                  asbab al-nuzul, munasabat, dan lain-lain yang
                                  berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.
                                  Kelebihan metode ini antara lain adanya potensi
                                  untuk memperkaya arti kata-kata melalui usaha
                                  penafsiran terhadap kosakata arab, syair-syair kuno,
                                  dan kaidah-kaidah ilmu nahwu. Kelemahan metode
                                  ini, walaupun dinilai luas, namun tidak menyelesaikan
                                  pokok bahasan, karena seringkali satu pokok bahasan
                                  diuraikan sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain.9
                                  Metode ijmali atau yang disebut juga dengan metode
                                  global adalah cara menafsirkan ayat-ayat Alquran
                                  dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat
                                  pada suatu ayat secara global.
                                  Metode muqarin adalah metode tafsir alquran yang
                                  dilakukan dengan cara membandingkan ayat alqur‟an
                                  yang satu dengan lainnya, yaitu ayat-ayat yang
                                  mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih
                                  kasus yang berbeda. Adapun prosedur penafsiran
                                  dengan metode muqarin antara lain:                   (1)
                                  menginventarisasi ayat-ayat yang mempunyai


8
    Ibid,hlm.84.
9
    Ibid.,hlm.86.



                                             13
kesamaan dan kemiripan redaksi. (2) meneliti kasus
                                         yang berkaitan dengan ayat-ayat tersebut. (3)
                                         mengadakan penafsiran.
                                         Metode Maudhu‟iy. Salah satu pesan Ali bin Abi
                                         Thalib adalah: “Ajaklah Alquran berbicara atau
                                         biarkan ia menguraikan maksudnya.” Pesan ini antara
                                         lain mengharuskan penafsir merujuk kepada Alqur‟an
                                         dalam rangka memahami kandungannya. Dari sini
                                         lahirlah metode maudhu‟iy yang mana mufassirnya
                                         berupaya menghimpun ayat-ayat alquran dari berbagai
                                         surat yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang
                                         ditetapkan     sebelumnya.     Kemudian      mufassir
                                         membahas dan menganalisis kandungan ayat-ayat
                                         tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.10


          Berdasarkan metode penafsiran alqur‟an tersebutbagi Quraish Shihab bukan
   hanya sekedar teori atau pengetahuan belaka sebagaimana pada umumnya yang
   dimiliki para pakar, tetapi telah dipraktekkannya dalam kegiatan menafsirkan alquran.
   Ia misalnya menulis buku “Mahkota Tuntutan Ilahi (terbitan untagma tanpa tahun)”
   yang isinya adalah tafsir Surat Al-Fathihah. Sementara bukunya yang lain seperti
   “Membumikan Al-Qur‟an dan Wawasan Al-Qur‟an”, yang diterbitkan Mizan pada
   tahun 90-an berisi pembahasan tentang berbagai masalah sosial kemasyarakatan
   dengan menggunakan metode tematik.

            2.2.2 Model Ahmad al-Syarbashi

         Pada tahun 1985 Ahmad Al-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir
   dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif dan analisis sebagaimana halnya
   yang dilakukan oleh Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah
   bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir, seperti Ibn Jarir
   Al-Tabari, Al-Zamaksyari, Jalaludin Al-Shuyuti, Al-Raghib Al-Ishfahani. Hasil
   penelitiannya mencakup tiga bidang.

1. Mengenai sejarah penafsiran al-Qur'an yang dibagi ke dalam tafsir pada masa
   sahabat

   10
        Quraish Shihab,op.cit.,hlm.87.



                                                   14
2. Mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi dan tafsir politik.
3. Mengenai gerakan pembaharuan di bidang tafsir.

         Menurutnya, tafsir pada zaman Rasulallah Saw, pada awal masa pertumbuhan
   Islam disusun pendek dan tampak ringkas karena pengusaan bahasa Arab yang murni
   pada saat itu cukup untuk memahami gaya dan susunan kaliamat Al-Qur'an. Pada
   masa-masa sesudah itu penguasaan bahasa Arab mengalami kerusakan akibat
   percampuran masyarakat Arab dengan bangsa-bangsa lain, yaitu ketika pemeluk
   Islam berkembang meluas ke berbagai negeri. Untuk memelihara keutuhan
   bahasanya, orang arab mulai meletakkan kaidah-kaidah bahasa Arab seperti Ilmu
   Nahwa (gramatika) dan balaghah (retorika). Disamping itu pula, tujuan dimulainya
   dilakukan penafsiran Al-Qur'an sebagai pedoman bagi kaum muslimin juga
   memudahkan memahami banyak hal yang samar dan sulit dalam pemaknaannya.

         Lebih lanjut, beliau mengatakan pastinya dilakukan melalui sabda Nabi Saw
   sebagai tolak ukur langkah awal untuk dilakukan penafsiran sebagai hal yang paling
   dekat relasinya dengan al-Qur'an. Karena, sebagaimana yang kita ketahui telah
   banyak pula hadits-hadits yang maudhu barulah setelah itu kita merujuk tafsir dari
   para sahabat.

         Dalam poin ke-2 mengenai corak tafsir dalam contoh pertama (tafsir ilmiah),
   sudah dapat dipastikan bahwa dalam al-Qur'an tidak terdapat satu teks induk yang
   bertentangan dengan bermacam kenyataan ilmiah. Ini merupakan satu segi dari
   kedudukannya sebagai mukjizat. Ahmad Al- Syarbashi mengatakan berdasarkan data
   yang didapat dari kitab tafsir Ar-Razi yakni banyak bagiannya yang dapat dianggap
   ilmiah. Sebagaimana pula dalam judul panjang dari kitab tasir Muhammad bin
   Ahmad Al-Iskandrani yakni Kasyful Asrar Al-Nuraniyah al-Quraniyah fi Ma
   Yata'allaqu bi Al-Arwah As-Samawiyah wa Al-Ardhiyah.

         Selanjutnya, mengenai tafsir sufi beliau menuturkan ada kaum sufi sibuk
   menafsirkan huruf-huruf al-Qur'an dan berusaha menjelaskan relasi dengan huruf
   lainnya. Ahmad al-Syarbashi membuktikan adanya tafsir sufi lewat kutipannya dari
   pendapat Al-Thusi yakni segala yang dapat dipahami dan segala sesuatu yang dapat
   diungkapkan serta diketahui oleh manusia, semuanya itu berasal dari dua huruf yang
   terdapat pada permulaan Kitabullah, yaitu Bismillah dan Alhamdulillah karena
   keduanya bermakna Billah (karena Allah) dan lillah (bagi Allah). Jadi segala sesuatu
   dapat dimengerti karena Allah dan bagi Allah.




                                                15
Menurutnya, dalam penjelasan mengenai tafsir politik berdasarkan pendapat
kaum Khawarij yang terlibat dalam politik dan memahami ayat-ayat al-Qur'an.
Sebagaimana dalam surat Al-Hujurat ayat 9 yang artinya : Jika ada dua golongan
orang-orang yang beriman berperang, damaikanlah antara keduanya. Dalam
pemahaman kaum ini (khawarij) Allah menurunkannya berkaitan dengan terjadinya
peperangan antara golongan Ali bin Abi Thalib dan golongan Mu'awiyah bin Abi
Sufyan.

      Selain itu, juga terdapat gerakan pembaharu dalam bidang tafsir, beliau
mendasarkan pada beberapa karya ulama yang muncul pada awal abad ke-20. Ia
menyebutkan Sayyid Rasyid Ridha –murid Syekh Muhammad Abduh yang telah
banyak menuangkan kuliah-kuliah gurunya dalam majalah Al-Manar lalu beliau buat
dalam sebuah kitab tafsir yang disebut sebagai kitab tafsir Al-Manar yakni
mengandung pembaharuan dan perkembangan zaman. Dalam kitab tersebut Syekh
Muhammad Abduh berusaha untuk menghubungkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dengan
kehidupan masyarakat disamping membuktikan bahwa islam adalah Universal,
umum, abadi. Metode ini dinamakan menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an dan
tetap berpegang pada hadits-hadits shahih.


     2.2.3    Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali


       Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai pemikir islam abad modern
yang produktif, ia menempuh cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif,
deskriptif dan analitik dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis
ulama terdahulu. Hasil penelitian Al-Ghazali salah satunya berjudul Berdialog
Dengan Qur’an yang di dalamnya terkandung macam-macam metode memahami
Al-Qur‟an, ayat-ayat kauniyah tentang Al-Qur‟an, bagaiman memahami Al-Qur‟an,
peran ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan dalam Al-Qur‟an. Lebih spesifiknya lagi
tentang macam-macam metode memahami Al-Qur‟an , Al-Ghazali membaginya
menjadi dua yaitu metode klasik dan metode modern .

       Berbagai macam metode yang disampaikan oleh Al-Ghazali tersebut oleh
ulama lainnya disebut sebagai pendekatan, dan bukan metode. Muhammad Al-
Ghazali mengemukakan metode modern timbul sebagai akibat dari adanya kelemahan
dalam berbagai metode yang telah ia kemukakan di atas. Salah satu contoh datang
dari pendekatan atsariyah atau tafsir bil ma‟tsur. Kritik dari metode ini adalah ayat-



                                         16
ayat yang sering dikaitkan dengan hadits dhaif, sehingga apa yang diharapkan dari
sebuha tafsir Al-Qur‟an dengan pemikiran Qur‟ani tampaknya belum begitu terlihat.
Kasus lainnya yang Al-Ghazali temukan ada pada kitab Fi Dzilalil Qur’an karya
Sayyid Quthub yang ia nilai hanya mengutip nash-nash saja dari tafsir Ibnu Katsir,
sedangkan hadits-haditsnya tidak dikutip selengkap ia mengutip nash-nash yang ada.
Padahal Al-Ghazali menginginkan pikiran-pikiran baru yang orisinal yang dapat ia
temukan dari karya Sayyid Quthub tersebut. Contoh lainnya yang ia kemukakan dari
tafsir yang bercorak dialogis, seperti yang pernah dilakukan Al-Razi dalam tafsirnya
Al-Tafsir Al-Kabir. Menurutnya buku ini banyak menyuguhkan tema-tema menarik
tetapi sebagaian dari tema tersebut sudah keluar dari batasan itu sendiri, yang menjadi
acuan penafsir Qur‟an.

       Berangkat dari kekurangan itulah Al-Ghazali berusaha memberikan jalan
keluar dimana kita dapat memberikan jawaban terhadap berbagai masalah
kontemporer dan modern, ia pun memberikan saran antara lain: “Kita inginkan saat
ini adalah karya-karya keislaman yang menambah tajamnya pandangan islam dan
bertolak dari pandangan islam yang benar dan berdiri di atas argument yang memiliki
hubungan dengan Al-Qur‟an. Kita hendaknya berpandangan bahwa hasil pikiran
adalah relative dan spekulatif, bisa benar juga bisa salah. Keduanya memiliki bobot
yang sama dalam sebuah kegiatan pemikiran. Di sisi lain, kita juga tidak menutup
mata terhadap adanya manfaat atau fungsi serta sumbangan pemikiran keagamaan
lainnya, bila itu semua menggunakan metode yang tepat.”.


Metode Penelitian Lainnya


       Metode-metode lainnya yang perlu mendapatkan perhatian adalah metode
yang berdasarkan aspek-aspek tertentu dari Al-Qur‟an. Di antaranya ada yang
memfokuskan penelitiannya terhadap kemu‟jizatan Al-Qur‟an , metode-metode ,
kaidah-kaidah dalam menafsirkan Al-Qur‟an, kunci-kunci untuk memahami Al-
Qur‟an serta ada pula yang khusus meneliti mengenai corak dan arah penafsiran Al-
Qur‟an yang khusus terjadi pada abad keempat.

        Amin Abdullah dalam bukunya berjudul Studi Agama juga telah melakukan
penelitian deskriptif secara sederhana terhadap perkembangan tafsir. Menurutnya
jika dilihat secara garis besar perjalanan sejarah abad pertengahan, agaknya tidak
terlalu meleset jika dikatakan bahwa dominasi tafsir Al-Qur‟an secara leksiografis
(lughawi) tampak lebih menonjol. Tafsir karya Shihab Al-Din Al-Khaffaji (1659)



                                          17
memusatkan perhatian pada analisis gramatika dan analisis sintaksis atas ayat-ayat
Al-Qur‟an. Juga karya Al-Baydawi (1286), yang hingga sekarang masih digunakan di
pesantren-pesantren, yang memusatkan penafsiran Al-Qur‟an secara lugahwi. Karya
leksiografis lainnya ada pada karya „Aisyah Abd Rahman binti Al-Syati‟ dalam Al-
Tafsir Al-Bayan Li Al-Qur‟an Al-Karim. Karya tafsir mutakhir ini kaya dengan
metode komparatif di dalam memahami dann menafsirkan arti suatu kosa kata Al-
Qur‟an.

        Tanpa harus mengecilkan jasa besar tafsir yang bercorak leksiografis, corak
seperti itu dapat membuat kita memandang bahwa Al-Qur‟an kurang utuh karena
belum menampilkan suatu pemahaman yang utuh dari pemahaman Al-Qur‟an yang
fundamental. Karya tafsir yang menampilkan I’jaz akan membuat kita terpesona
dengan bahasa Al-Qur‟an yang sangat indah itu, tetapi kurang bisa menguak nilai-
nilai spiritual dan sosio moral Al-Qur‟an untuk kehidupan sehari-hari manusia.

        Contoh lain pada penonjolan tafsir Al-Qur‟an lewat Asbabun Nuzul bila
terlepas dari nilai-nilai fundamental universal yang ingin ditonjolkan. Ia mengandung
minus keterkaitan dan keterpaduan antara ajaran Al-Qur‟an yang bersifat universal
dan transcendental bagi kehidupan manusia di manapun mereka berada.




                                         18
BAB III

                                      PENUTUP

      3.1       Kesimpulan

Sebagai penutup makalah ini, kami ingin menyatakan bahwa al-qur‟an merupakan
sumber tunggal bagi umat islam, karena hanya dengan pengkajianya lah kita dapat
menghasilkan pemahaman yang sistematik. Dan kebahagian mereka bergantung pada
pemahaman maknanya, pengetahuan rahasia-rahasianya dan pengalaman apa yang
terkandung di dalamnya.

       Namun telah kita ketahui juga sebelumnya bahwa tidak semua orang dapat
memahami al-qur‟an dengan mudah. Kemampuan setiap orang dalam memahami
lafal-lafal dalam al-qur‟an itu berbeda-beda. Maka dari itulah kita membutuhkan
mufassir untuk memberikan penafsiran yang lebih tepat dan tentunya mereka tidak
sembarangan dalam menafsirkanya.

Oleh karena itu dibutuhkan ilmu yang tepat untuk dapat memahaminya yang selama
ini kita kenal dengan ilmu tafsir qur‟an. Tafsir adalah ilmu syari‟at yang agung dan
paling tinggi kedudukannya. Ia merupakan ilmu yang paling mulia obyek
pembahasannya adalah kallamullah yang merupakan segala hikmah dan “tambang”
segala keutamaan. Tujuan utamanya untuk dapat berpegang pada tali yang kokoh dan
mencapai kebahagian hakiki. Dan kebutuhan terhadapnya sangat mendesak karena
segala kesempurnaan agamawi dan duniawi haruslah sejalan dengan syara‟ sedang
kesejalanan ini sangat bergantung pada pengetahuan tentang kitab Allah.11



      3.2       Saran

      Manusia berkembang dikala mereka mengadakan perubahan dan selalu
iteropeksi terhadap dirinya. Berangakat dari sebuah kenyataan yang menyelimuti
langit dandan bumii kini terbayang dalam setiap jiwa manusia. Kami pun
mengharapkan kesempurnaan itu. Maka dari itu kami butuh kritikan yang
membangun dan pastinya kami sangat mengapresiasi orang yang mau melakukannya


11
     Al-Itqan, jilid 2, halaman 173




                                        19
untuk kami karena kami tahu kalau makalah kami tentunya masih sangat jauh dari
kata baik.

     Dengan pengenalan singkat tentang teori studi al-qur‟an dan model
penafsiranya, semoga menjadi gerakan awal dalam merevolusi diri kita masing-
masing agar menjadi lebih baik dalam mengkaji ilmu-ilmu keislaman. Agar bisa
sampai kepada cahaya Ilahi. Siapakah gerangan yang tidak ingin sampai di hadapan
yang Maha Kaya dan Maha Sempurna sembari mencicipi kenikmatan dari sang
pemberi nikmat, yaitu Allah SWT.




                                      20

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Method of Tafsir
Method of TafsirMethod of Tafsir
Method of TafsirHakim Ahma
 
Bab ii pengertian al qur'an
Bab ii pengertian al qur'anBab ii pengertian al qur'an
Bab ii pengertian al qur'anRahimantoSSosI
 
Makalah kaidah ushuliyah
Makalah kaidah ushuliyahMakalah kaidah ushuliyah
Makalah kaidah ushuliyahYorgie August
 
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIA
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIAHERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIA
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIAIdrus Abidin
 
Makalah Al-Qur'an II
Makalah Al-Qur'an IIMakalah Al-Qur'an II
Makalah Al-Qur'an IINur Rohmah
 
Makalah alquran hadist
Makalah alquran hadistMakalah alquran hadist
Makalah alquran hadistRaden Sengkuni
 
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTKEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTNur Rohmah
 
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTKEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTNur Rohmah
 
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamQuran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamMarhamah Saleh
 
Tugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’anTugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’anNur Alfiyatur Rochmah
 
Tugas uas spai tafsir tematik
Tugas uas spai tafsir tematikTugas uas spai tafsir tematik
Tugas uas spai tafsir tematikEnungSayyidah
 

La actualidad más candente (20)

Method of Tafsir
Method of TafsirMethod of Tafsir
Method of Tafsir
 
pengantar studi islam
pengantar studi islampengantar studi islam
pengantar studi islam
 
PPT Pengertian muhkam
PPT Pengertian muhkamPPT Pengertian muhkam
PPT Pengertian muhkam
 
43060479 sumber-utama-keadilan-islam
43060479 sumber-utama-keadilan-islam43060479 sumber-utama-keadilan-islam
43060479 sumber-utama-keadilan-islam
 
Bab ii pengertian al qur'an
Bab ii pengertian al qur'anBab ii pengertian al qur'an
Bab ii pengertian al qur'an
 
Jenis tafsir
Jenis tafsirJenis tafsir
Jenis tafsir
 
Makalah kaidah ushuliyah
Makalah kaidah ushuliyahMakalah kaidah ushuliyah
Makalah kaidah ushuliyah
 
Studi al qur'an
Studi al qur'anStudi al qur'an
Studi al qur'an
 
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIA
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIAHERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIA
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIA
 
Makalah Al-Qur'an II
Makalah Al-Qur'an IIMakalah Al-Qur'an II
Makalah Al-Qur'an II
 
Mahamai kitab tafsir
Mahamai kitab tafsirMahamai kitab tafsir
Mahamai kitab tafsir
 
Makalah alquran hadist
Makalah alquran hadistMakalah alquran hadist
Makalah alquran hadist
 
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTKEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
 
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWTKEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
KEIMANAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
 
Al-Qur'an II
Al-Qur'an IIAl-Qur'an II
Al-Qur'an II
 
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamQuran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
 
Tugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’anTugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’an
 
8 qowaid fiqhiyah
8 qowaid fiqhiyah8 qowaid fiqhiyah
8 qowaid fiqhiyah
 
Hadis tarbawi ii
Hadis tarbawi iiHadis tarbawi ii
Hadis tarbawi ii
 
Tugas uas spai tafsir tematik
Tugas uas spai tafsir tematikTugas uas spai tafsir tematik
Tugas uas spai tafsir tematik
 

Destacado

Metodologi penelitian tafsir
Metodologi penelitian tafsirMetodologi penelitian tafsir
Metodologi penelitian tafsirJamil Suhendar
 
Penyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan Dakwah
Penyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan DakwahPenyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan Dakwah
Penyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan DakwahMohd Yusopp
 
Kesehatan dalam Islam
Kesehatan dalam IslamKesehatan dalam Islam
Kesehatan dalam IslamRifqah Rifqah
 
Adab bertetangga 4
Adab bertetangga 4Adab bertetangga 4
Adab bertetangga 4Sugani Spd
 
Adab bertetangga dalam islam
Adab bertetangga dalam islamAdab bertetangga dalam islam
Adab bertetangga dalam islamsyahidqudsi
 
Adab bertetangga 3
Adab bertetangga 3Adab bertetangga 3
Adab bertetangga 3Sugani Spd
 
Adab bertetangga 2
Adab bertetangga 2Adab bertetangga 2
Adab bertetangga 2Sugani Spd
 
Adab bertetangga 1
Adab bertetangga 1Adab bertetangga 1
Adab bertetangga 1Sugani Spd
 
perintah amar ma’ruf nahi mungkar
perintah amar ma’ruf nahi mungkarperintah amar ma’ruf nahi mungkar
perintah amar ma’ruf nahi mungkarHafidzotul Millah
 
Hak dan kewajiban anak
Hak dan kewajiban anakHak dan kewajiban anak
Hak dan kewajiban anakSiwi Gumelar
 
Konsep sehat dan sakit menurut islam
Konsep sehat dan sakit menurut islamKonsep sehat dan sakit menurut islam
Konsep sehat dan sakit menurut islamSchool of Griya Syifa
 
KONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAM
KONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAMKONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAM
KONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAMKANDA IZUL
 

Destacado (15)

Metodologi penelitian tafsir
Metodologi penelitian tafsirMetodologi penelitian tafsir
Metodologi penelitian tafsir
 
Penyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan Dakwah
Penyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan DakwahPenyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan Dakwah
Penyelarasan Amar Makruf Nahi Mungkar dan Dakwah
 
Kesehatan dalam Islam
Kesehatan dalam IslamKesehatan dalam Islam
Kesehatan dalam Islam
 
Adab bertetangga 4
Adab bertetangga 4Adab bertetangga 4
Adab bertetangga 4
 
Adab bertetangga dalam islam
Adab bertetangga dalam islamAdab bertetangga dalam islam
Adab bertetangga dalam islam
 
Adab bertetangga 3
Adab bertetangga 3Adab bertetangga 3
Adab bertetangga 3
 
Adab bertetangga 2
Adab bertetangga 2Adab bertetangga 2
Adab bertetangga 2
 
Adab bertetangga 1
Adab bertetangga 1Adab bertetangga 1
Adab bertetangga 1
 
Taalim n adab
Taalim n adabTaalim n adab
Taalim n adab
 
perintah amar ma’ruf nahi mungkar
perintah amar ma’ruf nahi mungkarperintah amar ma’ruf nahi mungkar
perintah amar ma’ruf nahi mungkar
 
Hak dan kewajiban anak
Hak dan kewajiban anakHak dan kewajiban anak
Hak dan kewajiban anak
 
Konsep sehat dan sakit menurut islam
Konsep sehat dan sakit menurut islamKonsep sehat dan sakit menurut islam
Konsep sehat dan sakit menurut islam
 
KONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAM
KONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAMKONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAM
KONSEP HIDUP SEHAT DALAM ISLAM
 
Hubungan agama dan negara
Hubungan agama dan negaraHubungan agama dan negara
Hubungan agama dan negara
 
Presentation1 (kesehatan dalam islam)
Presentation1 (kesehatan dalam islam)Presentation1 (kesehatan dalam islam)
Presentation1 (kesehatan dalam islam)
 

Similar a Makalah metodologi

Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)Khusnul Kotimah
 
Copy of bab ii2
Copy of bab ii2Copy of bab ii2
Copy of bab ii2andisalwa
 
Makalah AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH SERTA INTEPRETASI DAN RELEVANSINYA
Makalah AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH SERTA INTEPRETASI DAN RELEVANSINYA Makalah AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH SERTA INTEPRETASI DAN RELEVANSINYA
Makalah AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH SERTA INTEPRETASI DAN RELEVANSINYA HaubibBro
 
Makalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumMakalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumrismariszki
 
Makalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumMakalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumLutfyHikmah
 
Model penafsiran al qur’an
Model penafsiran al qur’anModel penafsiran al qur’an
Model penafsiran al qur’anAgus Rahmat
 
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah salleh
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah sallehTugasan ulum quran ustazah siti eshah salleh
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah sallehNorafsah Awang Kati
 
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdfLintangLining
 
20140306100342 modul unit 1 5 (1)
20140306100342 modul unit 1 5 (1)20140306100342 modul unit 1 5 (1)
20140306100342 modul unit 1 5 (1)Sukor Bakar
 
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YI
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YITAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YI
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YIMuhammad Rizaki
 
Terjemah, tafsir dan ta'wil
Terjemah, tafsir dan ta'wilTerjemah, tafsir dan ta'wil
Terjemah, tafsir dan ta'wilMohamad Bastomii
 
Ilmu muhkam dan mutasyabih
Ilmu muhkam dan mutasyabihIlmu muhkam dan mutasyabih
Ilmu muhkam dan mutasyabihwidya adhy
 
MAKALAH_SUMBER_HUKUM_ISLAM.docx
MAKALAH_SUMBER_HUKUM_ISLAM.docxMAKALAH_SUMBER_HUKUM_ISLAM.docx
MAKALAH_SUMBER_HUKUM_ISLAM.docxFachriMufti
 
Makalah sejarah munculnya teologi islam
Makalah sejarah munculnya teologi islamMakalah sejarah munculnya teologi islam
Makalah sejarah munculnya teologi islamsaiful anwar
 
Intelektual Ulama Dalam Al-Quran al-Qarim
Intelektual Ulama Dalam Al-Quran al-QarimIntelektual Ulama Dalam Al-Quran al-Qarim
Intelektual Ulama Dalam Al-Quran al-QarimAll Regats
 

Similar a Makalah metodologi (20)

ulumul qur'an
ulumul qur'anulumul qur'an
ulumul qur'an
 
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)
 
Copy of bab ii2
Copy of bab ii2Copy of bab ii2
Copy of bab ii2
 
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Nurul Aulia. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Nurul Aulia. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Nurul Aulia. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Nurul Aulia. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
 
Bab dua
Bab duaBab dua
Bab dua
 
Makalah AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH SERTA INTEPRETASI DAN RELEVANSINYA
Makalah AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH SERTA INTEPRETASI DAN RELEVANSINYA Makalah AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH SERTA INTEPRETASI DAN RELEVANSINYA
Makalah AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH SERTA INTEPRETASI DAN RELEVANSINYA
 
Makalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumMakalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhum
 
Makalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhumMakalah manthuq dan mafhum
Makalah manthuq dan mafhum
 
Model penafsiran al qur’an
Model penafsiran al qur’anModel penafsiran al qur’an
Model penafsiran al qur’an
 
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah salleh
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah sallehTugasan ulum quran ustazah siti eshah salleh
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah salleh
 
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf
94-Article Text-229-1-10-20151121.pdf
 
20140306100342 modul unit 1 5 (1)
20140306100342 modul unit 1 5 (1)20140306100342 modul unit 1 5 (1)
20140306100342 modul unit 1 5 (1)
 
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YI
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YITAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YI
TAFSIR BI AL-MA'TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA'YI
 
Terjemah, tafsir dan ta'wil
Terjemah, tafsir dan ta'wilTerjemah, tafsir dan ta'wil
Terjemah, tafsir dan ta'wil
 
PP Skripsi Albaqir.pptx
PP Skripsi Albaqir.pptxPP Skripsi Albaqir.pptx
PP Skripsi Albaqir.pptx
 
Ilmu muhkam dan mutasyabih
Ilmu muhkam dan mutasyabihIlmu muhkam dan mutasyabih
Ilmu muhkam dan mutasyabih
 
MAKALAH TAFSIR TAHLI
MAKALAH TAFSIR TAHLIMAKALAH TAFSIR TAHLI
MAKALAH TAFSIR TAHLI
 
MAKALAH_SUMBER_HUKUM_ISLAM.docx
MAKALAH_SUMBER_HUKUM_ISLAM.docxMAKALAH_SUMBER_HUKUM_ISLAM.docx
MAKALAH_SUMBER_HUKUM_ISLAM.docx
 
Makalah sejarah munculnya teologi islam
Makalah sejarah munculnya teologi islamMakalah sejarah munculnya teologi islam
Makalah sejarah munculnya teologi islam
 
Intelektual Ulama Dalam Al-Quran al-Qarim
Intelektual Ulama Dalam Al-Quran al-QarimIntelektual Ulama Dalam Al-Quran al-Qarim
Intelektual Ulama Dalam Al-Quran al-Qarim
 

Makalah metodologi

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar belakang masalah Telah kita ketahui islam di zaman modern ini mendapatkan perhatian yang lebih, baik dari umat islam itu sendiri maupun dari masyarakat dunia umumnya. Perkembangan islam sekarang cukup menggembirakan , islam banyak dikaji dan diteliti oleh banyak orang, hal ini muncul mungkin karena bertumpu pada keyakinan bahwa dengan memahami islam secara kualitatif dan kuantitatif, seseorang dapat menghadapi berbagai problema-problema kehidupan yang semakin komplek. Karena kita ketahui juga islam adalah satu-satunya agama yang memberikan jawaban atas berbagai macam problema-problema kehidupan manusia. Salah satu hal yang juga menyebabkan orang-orang mulai berpaling pada islam adalah, mulai rontoknya paham atau ideologi komunis di eropa timur, dan juga karena mulai terlihatnya tanda-tanda kegagalan sistim kehidupan kapitalisme yang dulu sempat di agung-agungkan. Hal-hal di atas semakin menggiring perhatian orang-orang terhadap islam, sebagai satu-satunya alternatif kehidupan yang menawarkan penyelesaiaan bagi problema-problema yang tidak dapat diselesaikan dengan paham atau ideologi-ideologi yang mereka yakini sebelumnya. Islam juga satu-satunya alternatif yang menawarkan kedamaian, keharmonisan, dan kesejahteraan secara total untuk umat manusia. Penyelesaian dari problema diatas dapat diperoleh melalui pengkajian terhadap islam secara benar, yaitu pengkajian secara sistematik dan komperehensif. Pemahaman diatas hanya akan muncul jika kita memilki pemahaman yang tepat terhadap dua pokok sumber kajian islam yaitu al-qur‟an dan hadits. Pada penjelasan inilah kami akan memfokuskan tulisan kami, yaitu pada alqur‟an sebagai studi keislaman. 1
  • 2. Sekian latar belakang penulisan makalah ini, dengan segala kekurangan yang mungkin akan dijumpai dalam makalah ini, kami masih berharap kiranya makalah ini dapat member sedikit manfaat bagi kita semua. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan sebelumnya, kiranya dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1.2.1 Apa itu tafsir dan takwil ? 1.2.2 Model model penafsiran al qur‟an ? 1.3 Tujuan penulisan Pertama-tama tentunya tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas matakuliah metodologi studi islam, namun selain itu kami menulis makalah ini dikarenakan betapa pentingnya bagi kita untuk mengetahui bagaimana teori-teori untuk mempelajari Al qur‟an, karena alqur‟an sebagai sumber rujukan utama untuk berbagai macam permasalahan dalam kehidupan 1.4 Manfaat penulisan Adapun manfaat yang sekiranya akan didapatkan dari karya ilmiah ini adalah sebagai berikut : 1.4.1 Mengetahui teori studi al qur‟an 1.4.2 Mengetahui macam-macam model penafsiran al qur‟an 2
  • 3. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Teori studi Al qur‟an 2.1.1 Pengertian Tafsir Dan Takwil Pada mulanya tafsir dan takwil dipahami sebagai dua kata yang memiliki makna sinonim, kemudian keduanya dibedakan seiring dengan perkembangan ilmu- ilmu Al-Quran pada kurun waktu awal hijriah. Kedua istilah ini dipahami sebuah kegiatan dalam rangka menggali dan menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran. Pada masa Rasulullah, tafsir dan takwil dianggap sama (mutaradif), karena memang memiliki otoritas penuh dalam menjelaskan isi Al-Quran adalah Rasulullah. 2.1.2 Pengertian Tafsir Tafsir secara etimologi adalah penjelasan terhadap satu kalimat ( eksplanasi dan klarifikasi ) yang juga mengandung pengertian penyingkapan, penunjukan dan keterangan dari maksud satu ucapan atau kalimat.1 Tafsir secara terminologi, banyak pendapat-pendapat para ulama mengenai definisi tafsir antara lain : 1. Menjelaskan kalam allah, dengan kata lain berfungsi sebagai penjelas bagi lafal-lafal al qur‟an dan maksud-maksudnya. 2. Mengungkapkan makna-makna al qur‟an dan menjelaskan maksudnya.2 3. Imam az Zarkasyi berpendapat bahwa tafsir adalah : 1 Agama, Kementrian RI.2010.Al-Quran dan Tafsirnya., h. 17 2 Muhammad bin sulaiman al khafiji, At Taisir Fi Qawa‟id „Ilm Tafsir ( Beirut: Darul-Qalam, 1990), Cet ke 1, h. 124 3
  • 4. Pengetahuan untuk memeahami kitabullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw, dengan menjelaskan makna maknanya, mengeluarkan/menggali hukum-hukum dan hikmah- hikmahnya. 2.1.3 Pengertian takwil Lafadz takwil timbul beriringan dengan lafadz tafsir dalam pembahasan tentang al-qur‟an dikalangan para ahli tafsir, mereka menggangap takwil pada intinya sama dengan tafsir dari segi makna masing-masing, kedua kata tersebut menjelaskan tentang makna suatu lafadz tertentu dan berusaha mengungkap dibalik makna tersebut. Penulis kitab Al-Qomus mengatakan “Seseorang menakwilkan suatu ucapan artinya ia merenungkannnya, mengira-ngira, dan menafsirkannya”. Apabila kiita memperhatikan kata takwil dan juga pemakaiannya dalam Al-Qur‟an, maka kita akan mendapatknya memiliki makna lain yang tidak sama dengan makna terminologis dari kata „Tafsir‟. Al-qur‟an tidak membedakan antara keduanya kecuali dalam batasan dan perincian-perincian tertentu. Agar kita memahami makna kata „Takwil‟ maka kita harus memahami makan Terminologisnya dallam Al-Qur‟an. Kata takwil dalam Al-qur‟an sebanyak tujuh kali tapi tidak disebutkan dalam makalah ini: 1. Pada surat An-nnisa Firman Allah Swt : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosulnya dan ulil amri diantaa kamu”. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikannlah ia kepada Allah dan Rosul, jika kam benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian dan itu lebih utama (Bagi mu) dan lebih baik akibatnya. 2. Pada Surat Yusuf Firman Allah Swt : “Dan demikianlah tuhan mu, memilih kamu (untuk menjadi nabi) dan diajarkanya kepada mu sebagian dari tabir mimpi-mimpi dan disempurnakannya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Yakub, sebagaimana dia telah menyempurnakan umat-Nya kepada 4
  • 5. kedua orang bapak mu sebelum itu, yaitu Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhan mu lebih mengetahui lagi maha bijaksana. 3. Pada Surat Al-isra‟ Allah Swt : “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya (Ahsanu ta’wila). 4. Pada surat Al-kahfi Allah Swt : “Hidir berkata “ inilah perpisahan antara aku dengan kamu, aku akan memberitahukan kepada mu tujuan (Takwil) perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. Dengan mempelajari ayat-ayat diatas, maka kita kan mengetahui bahwa kata „Takwil‟ bukan hanya bermakna „Tafsir‟ dan penjelasan tentang makna suatu lafadz tetapi makan seperti itu hanya terdapat pada ayat yang pertama saja, hal itu karena takwil pada ayat yang pertama berkaitan dengan ayat-ayat samar (Muttashabih). Oleh karena itu para ahli tafsir dari ayat ini mengatakan bahwa takwil dari ayat mutasyabihat berarti adalah tafsir dan penjelasan makna ayat tersebut. Ayat itu sendiri menunjukan ketidakbolehan menafsirkan ayat-ayat samar. Ada beberapa ayat dalam Al-qur‟an yang untuk memahaminya sangat sulit sekali dan tidak ada yang mampu memahami dengan benar kecuali Allah dan orang- orang yang diberikan kemampuan ilmu dan pemahaman yang tinggi apalagi untuk menentukan dua kemungkinaan, apakah suatu ayat itu berhenti pada lafadz tertentu atau berlanjut ke kalimat setelahnya, bagian al-qur‟an yang mudah untuk dipahami untuk orang awam, maka ayat tersebut adalah ayat yang sedah jelas, makna yang sesuai dengan ayat-ayat tersebut adalah bahwa yang dimaksud dengan penakwilan sesuatu adalah sesuatu yang dapat ditakwil dan akan berrakhit kepadanya secara eksternal dan hakiki. Sebagaimana hal itu juga telah dapat kita ketahui dari lafadz itu sendiri. Oleh karen itu, lafadz „takwil‟ terkadang dinisbatkan kepada Allah dan Rosulnnya, kepada kitab suci yang lain, kepada mimpi, dan kepada timbangan dan neraca yang seimbang. Maka takwil dari ayat-ayat yang samar bukanlah bermakna penjelasann mengenai maksud ayat tersebut dan bukan juga penafsiran maknanya secara etimologis. Akan tetapi, makanaya adalah apa yang makna-makna tersebut ditakwilkan kepadanya karena setiap makna tersebut masih umum kemudian akal manusia memberikan batasan dan memberikan gambaran khusus. Maka gambaran inilah yang disebut dengan takwil yang umum tersebut. Atas dasar penjelasan diatas, pengertian kata „Takwil‟ dalam ayat tersebut adalah sama dengan yang kami sebut sebagai „Tafsir semantik‟. Itu karena orang- 5
  • 6. orang yang didalam hatinya terdapat kejelekan yang berusaha memberikan batasan dan gambaran tertentu terhadapa makna-makna dari ayat samar itu. Itu sebagai usaha untuk menghembusakan fitnah karena sebagian ayat mutasyabih berkaitan dengan alam ghaib, usaha untuk memberikan batasan makna secara logis dan khusus baik yang konkrit maupun yang bersandarkan atas hawa nafsu sangatlah rentan dengan bahaya dan fitnah. Kita dapat menyimpulkan penjelasan diatas sebagai berikut: Pertama, bahwasanya lafadz takwil terdapat dalam Al-qur‟an dengan makna segala sesuatu yang ditakwilkan kepadanya, dan bukan bermakna tafsir. Makna seperti ini digunakan untuk menunjukan makna tafsir semantik dan bukan tafsir etimologis, dengan kata lain makna itu dipergunakan dalam makna yang umum dalam gambaran logis dan khas. Kedua, bahwasanya kekhususan untuk menakwilkan ayat mutasyabih hanya bagi Allah dan orang-orang yang diberikan pemahaman ilmu yang baik bukanlah berarti bahwa ayat-ayat mutasyabih tidak memiliki makna yang dapat dipahami dan juga tidak berarti bahwa hanya Allah yang mengetahui maksud lafadz ayat tersebut dan penafsiranya. Oleh karena itu selama dapat diikuti atau dipahami maka ayat mutasyyabih tentulah mamilik makna yang dapat dipahami, bagaimana mungkin bagian dari ayat Al-qur‟an tidak dapat dipahami sedangkan Al-quran adalah petunjuk pada umat manusia yang memberikan keterangan atas segala sesuatu. Jika membedakan anatar atafsir terminologis dann tafsir semantik maka kita akan mengetahui bahwa yang khusus bagi Allah adalah menakwilkan ayat-ayat mutasyabih dalam arti penafsiran semantik bukan penafsiran terminologis, demikianlah dari penjelasan diatas bahwa takwil adalah penafsiran makna terminologis dan pembahasan tentang apa-apa yang ditakwilkan kepadanya dari pemahaman-pemahaman yang masih umum. 2.1.4 Persamaaan dan Perbedaan Antara Tafsir dan Takwil Mengenai persamaaan dan perbedaan antara tafsir dan takwil ini, ada perbedaaan pendapat di sebagian kalangan ulama.: Pendapat pertama menyatakan bahwa tafsir dan takwil itu memiliki satu arti, karena keduanya merupanakan sinonim (muradif) sehingga jika yang satu dan yang 6
  • 7. lainnya digunakan untuk pengertian yang sama. Jika disebut kata tafsir berarti juga takwil dan jika disebut takwil maka berarti juga tafsir. Pendapat kedua, menyatakan beberapa pandangan dari sebagian ahli tafsir yang menentang pengindentikan, apalagi penyamaan antara tafsir dan takwil, seperti yang dikemukakan abu ubaidah, mereka berpendapat bahwa tafsir itu tidak sama dengan takwil, namun demikian mereka juga berbeda pendapat dalam mengedepankan sisi perbedaaanya. Ar-raghib misalnya berpendirianbahwa makana tafsir lebih umum daripada takwil, atau sebaliknya, makna takwil lebih khusus daripada tafsir. Istilah tafsir menurut ar-raghib lebih banyak digunakan dalam konteks lafal dan makna mufradat, sedang takwil lebih banyak dihubungkan dengan persoalan makna isi dari rangkaian pembicaraan secara keseluruhan (utuh).3 Abu thalib al-tsa‟labi berpendapat bahwa, tafsir itu menerangkan objek lafal(redaksi teks) dari sisi pandang hakiki atau majazi. Sedangkan takwil itu bermaksud menerangkan substansi teks (bathin al lafzh). Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa tafsir lebih banyak berhubungan dengan hal-hal yang bersifat pendengaran atau periwayatan, sedangkan takwil lebih banyak dikorelasikan dengan hal-hal yang bersifat penalaran. Seperti pendapatt abu nashr al-qusyairi yang menyatakan bahwa tafsir hanya terbatas pada ayat al- qur‟anyang lebih mengandalkan sumber-sumber penglihatan dan pendengaran berbeda dengan takwil yang pemahamannya lebih banyak bergantung pada hal-hal yang bersifat ijtihad. Dengan kata lain, tafsir lebih banyak mengacu pada riwayah(pendengaran), sedangkan takwil pada dirayah (analisis). 2.1.5 Sejarah Tafsir Al-qur‟an Penafsiran al-qur‟an sudah berlangsung sejak zaman nabi Muhammad Saw dan masih tetap berlangsung hingga sekarang bahkan pada masa yang mendatang, penafsiran al-qur‟an telah menghabiskan waktu yang sangat penjang dan melahirkan 3 H. Ahmad Izzan, M.Ag Metodologi Ilmu Tafsir 7
  • 8. sejarah yang sangat panjang pula, namun disini kami hanya akan menjelaskna secara singkat saja tentang sejarah tafsir al-qur‟an. Sejarah tafsir qur‟an secara garis besar, terdapat 3 periode, periode pertama adalah periode tafsir di masa Rasulullah Saw, kedua tafsir di masa sahabat, ketiga tafsir di masa tabi‟in. A. Periode tafsir di masa Rasulullah Tugas utama nubuwwah nabi Muhammad adalah menyampaikan muatan al- qur‟an. Berbarengan dengan hal itu pula yang juga didasarkan pada al-qur‟an, nabi Muhammad diberi otoritas untuk menerangkan atau menafsirkan al-qur‟ankarena tidak seluruh ayat yang diturunkan kepada rasulullah dapat dipahami dengan mudah oleh para sahabat. Maka dari itu rasul yang menerangkanya berdasarkan pada keterangan-keterangan yang diperoleh dari Allah yang kemudian dijelaskan kembali dengan bahasa beliau sendiri Atas dasar itu pula para ahli tafsir dan ilmu al‟qur‟an seperti, qari‟, hafizh dan para muffassir pertama dalam sejarah ilmu tafsir al‟qur‟an, menobatkan nabi Muhammad Saw sebagai mufassir pertama. Pembahasan diatas membawa kita pada penjelasan yang tegas yaitu bahwa, pertama, setiap penafsiran al-qur‟an hendaknya lebih dahulu memperhatikan keterangan yang beliau berikan, kemudian baru diterangkann dengan logika dan rasio. Kedua, Nabi Saw merupakan pemegang otoritas tunggal sebagai penafsir dan penjelas al qur‟an pada masa kersulan. B. Periode tafsir di masa Sahabat Sepeninggal nabi Muhammad Saw selaku mufassir pertama dan tunggal dizamanya, penafsiran al-qur‟an dilakukan oleh para sahabat. Banyak sahabat yang dibekali rasulullah dengan ilmu al-qur‟an dan ada pula yang memang akrab bergaul dengan rasulullah, sehingga banyak dari mereka menjadi mufassir di kalangan sahabat, beberapa sahabat yang paling banyak memberikan kontribusinya pada penafsiran tentang ayat-ayat al-qur‟an, ada sepuluh yang paling utama, yaitu : 1. Abu bakar as-Siddiq 2. Umar bin al-Khattab 8
  • 9. 3. Usman bin Affan 4. Ali bin abi Thalib 5. Abdullah bin Mas‟ud 6. Abdullah bin Abbas 7. Ubay bin Ka‟ab 8. Zaid bin Sabit 9. Abu Musa al-Asyari 10. Abdullah Bin Zubair Dari beberapa orang yang disebutkan diatas empat diantaranya adalah Khulafa‟ur Rasyidin, dan dari keempat orang tersebut ali bin abi thalib lah yang dikenal paling banyak menafsirkan al-qur‟an. Namun bila diantara kesepuluh sahabat diatas, ibnu abba adalah sahabat yang paling banyak dan paling dalam pengetahuanya mengenai tafsir al-qur‟an dan pernah disebutkan bahwa Abdullah bin abbas pernah mendapatkan doa khusus dari Rasulullah Saw agar dia memahami al-qur‟an dan ternyata hal itu terbukti. Pada masa ini tafsir memiliki empat sumber sebagai rujukan utama, yaitu: 1. Al qur‟an al karim, atau biasa disebut tafsir al qur‟an bil qur‟an. 2. Nabi saw yang dalam implementasinya disebut tafsir al-qur‟an bis sunnah. 3. Tafsir alqur‟an dengan pendapat sahabat. 4. Ahli kitab dari umat yahudi dan nasrani, hal ini karena al-qur‟an sejalan dengan taurat dalam beberapa masalahnya. C. Periode Tafsir di masa tabi‟in Pada masa ini ekspansi yang dilakukan secara agresif dan mobilitas yang sangat tinggi ke berbagai daerah jazirah arab dan luar jan memperluas dan mengembangkan wilayah islam. Hal tersebut turut mempengaruhi kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh umat islam. Seiring dengan semakin meluasnya daerah yang dipengaruhi oleh islam, peradaban dan kebudayaan islam pun mengalami kemajuan, termasuk ilmu tafsir. Para mufassir tidak lagi merasa cukup dengan hanya mengutip atau menghafal seperti yang dilakukan selama ini, tetapi mereka mulai berorientasi pada penafsiran al-qur‟an berdasarkan pendekatan ilmu bahasa 9
  • 10. dan penalaran ilmiah. Dengan kata lain tidak lagi mengandalkan kekuatan tafsir bil al ma’tsur tetapi juga berupaya mengembangkan tafsir bil al dirayah dengan segala macam implikasinya. Pada masa ini tafsir al-qur‟an mengalami perkembangan sedemikiam rupa dengan penitikberatan pada pembahasan aspek tertentu sesuai dengan tendensi dan kecenderungan mufassir itu sendiri. Pada masa ini tafsir memiliki lima sumber rujukan utama, yaitu : 1. Al qur‟an al karim, atau biasa disebut tafsir al qur‟an bil qur‟an. 2. Nabi saw yang dalam implementasinya disebut tafsir al-qur‟an bis sunnah. 3. Tafsir alqur‟an dengan pendapat sahabat. 4. Ahli kitab dari umat yahudi dan nasrani, hal ini karena al-qur‟an sejalan dengan taurat dalam beberapa masalahnya. 5. Ijtihad para tabi‟in 2.2 Model-model penafsiran 2.2.1 Model Quraish Shihab H.M Quraish Shihab (lahir tahun 1944) pakar di bidang Tafsir dan Hadis se- Asia Tenggara,telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama terdahulu di bidang tafsir. Ia telah meneliti tafsir karangan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, dengan judul Studi Kritis Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang telah di terbitkan dalam bentuk buku oleh Pustaka Hidayah pada tahun 1994. Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis, dan perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan, maupun ulama lainnya. Data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur trsebut kemudian di deskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategoris dan perbandingan. Hasil penelitian H.M Quraish Shihab terhadap Tafsir al-Manar Muhammad Abduh, misalnya menyatakan bahwa Syaikh Muhammad Abduh (1849-1909) adalah salah seorang ahli tafsir yang banyak mengandalkan akal, menganut prinsip tidak 10
  • 11. menafsirkan ayat-ayat yang kandungannya tidak terjangkau oleh pikiran manusia, tidak pula ayat-ayat yang samar atau tidak terperinci dalam al-Qur‟an. Ketika menafsirkan firman Allah dalam al-Qur‟an surat 101 ayat 6-7 tentang “timbangan amal perbuatan di hari kemudian” , Abduh menulis “Cara Tuhan dalam menimbang amal perbuatan, tiada lain kecuali atas dasar apa yang diketahui olehNya, bukan atas dasar apa yang kita ketahui, maka hendaklah kita menyerahkan permasalahannya hanya kepada Allah SWT. Atas dasar keimanan.4 Bahkan, Abduh terkadang tidak menguraikan arti satu kosakata yang tidak jelas dan menganjurkan untuk tidak perlu membahasnya, sebagaimana sikap yang ditempuh sahabat Umar bin Khathab ketika membaca abba dalam surat Abasa (Q.S 80:32) yang berbicara tentang aneka ragam nikmat Tuhan kepada makhluk-makhlukNya.5 Selanjutnya,dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraish Shihab telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu. Dari penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan tafsir. Antara lain: (1) periodesasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir (2) corak- corak penafsiran (3) macam-macam metode penafsiran alqur‟an (4) syarat-syarat dalam menafsirkan alquran, dan (5) hubungan tafsir modernisasi. a. Periodesasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir Menurut hasil penelitian Quraish, jika tafsir dilihat dari segi penulisannya (kodifikasi), perkembangan tafsir dapat dibagi ke dalam tiga periode. Periode 1, yaitu masa Rasulullah, sahabat dan permulaan tabi‟in, dimana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatan ketika itu tersebar secara lisan. Periode 2, bermula dengan kodifikasi hadis secara resmi masa pemerintahan Umar bin Abdul Azis (99-101H) dimana tafsir ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadis, dan di himpun dalam satu bab seperti bab-bab hadis walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah tafsir bi al-Ma‟tsur. Periode 3, dimulai dengan penyusunan kitab-kitab, tafsir secara khusus dan berdiri sendiri, oleh sementara ahli menduga dimulai oleh Al-Farra (W.207 H) dengan kitabnya berjudul ma‟ani alqur‟an.6 4 Syekh Muhammad Abduh,Tafsir Juz Amma,(Mesir:Dar al-Hilal,1967),hlm.189 5 Ibid hlm.26 6 H.M.Quraish Shihab,Membumikan Al-Qur’an,op.cit.,hlm.73. 11
  • 12. Periodesasi tersebut masih bisa ditambahkan lagi dengan peiode keempat, yaitu periode munculnya para peneliti tafsir yang membukukan hasil penelitiannya itu, sehingga dapat membantu masyarakat mengenal karya-karya tafsir yang ditulis oleh para ulama sebelumnya dengan mudah. b. Corak Penafsiran Berdasarkan hasil penelitiannya, Quraish Shihab mengatakan bahwa corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain: Corak Sastra Bahasa, timbul akibat kelemahan-kelemahan orang arab sendiri di bidang sastra Corak Filsafat dan teologi, akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi sementara pihak serta akibat masuknya penganut agama-agama lain ke dalam islam yang dengan sadar atau tidak, masih mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama mereka. Corak Penafsiran Ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsir untuk memahami ayat-ayat alqur‟an sejalan dengan perkembangan ilmu. Corak Fiqih atau Hukum, akibat perkembangan ilmu fiqih dan terbentuknya madzhab-madzhab fiqih Corak Tasawuf, akibat timbulnya gerakan-gerakan sufi sebagai reaksi terhadap kecenderungan berbagai pihak terhadap materi. Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan, yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat alqur‟an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat. Corak ini bermula pada masa Syaikh Muhammad Abduh sehingga mengurangi perhatian pada corak-corak sebelumnya dan lebih banyak tertuju pada corak ini.7 c. Macam-macam Metode Penafsiran Alquran Metode Ma’tsur (periwayatan), metode ini memiliki banyak keistimewaan, antara lain: (a) Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Alquran. (b) Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya. (c) mengikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga membatasinya terjerumus dalam subyektifitas berlebihan. Sedangkan kelemahannya antara lain: (a) terjerumusnya mufassir kedalam kebahasaan dan kesusastraan yang 7 Ibid,hlm.73. 12
  • 13. bertele-tele sehingga pesan pokok Alquran menjadi kabur. (b) seringkali konteks turunnya ayat atau sisi kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nasih mansukh hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada di tengah-tengah masyarakat tanpa budaya.8 Metode penalaran: pendekatan dan corak-coraknya, Metode tahlily atau yang dinamai oleh Baqir Al-Shadr sebagai metode tajzi‟iy adalah satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat- ayat Al-qur‟an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat alquran sebagaimana tercantum di dalam mushhaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufassir tajzi‟iy/tahlily diuraikan. Yaitu bermula dari kosakata, asbab al-nuzul, munasabat, dan lain-lain yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat. Kelebihan metode ini antara lain adanya potensi untuk memperkaya arti kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosakata arab, syair-syair kuno, dan kaidah-kaidah ilmu nahwu. Kelemahan metode ini, walaupun dinilai luas, namun tidak menyelesaikan pokok bahasan, karena seringkali satu pokok bahasan diuraikan sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain.9 Metode ijmali atau yang disebut juga dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Metode muqarin adalah metode tafsir alquran yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat alqur‟an yang satu dengan lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda. Adapun prosedur penafsiran dengan metode muqarin antara lain: (1) menginventarisasi ayat-ayat yang mempunyai 8 Ibid,hlm.84. 9 Ibid.,hlm.86. 13
  • 14. kesamaan dan kemiripan redaksi. (2) meneliti kasus yang berkaitan dengan ayat-ayat tersebut. (3) mengadakan penafsiran. Metode Maudhu‟iy. Salah satu pesan Ali bin Abi Thalib adalah: “Ajaklah Alquran berbicara atau biarkan ia menguraikan maksudnya.” Pesan ini antara lain mengharuskan penafsir merujuk kepada Alqur‟an dalam rangka memahami kandungannya. Dari sini lahirlah metode maudhu‟iy yang mana mufassirnya berupaya menghimpun ayat-ayat alquran dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian mufassir membahas dan menganalisis kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.10 Berdasarkan metode penafsiran alqur‟an tersebutbagi Quraish Shihab bukan hanya sekedar teori atau pengetahuan belaka sebagaimana pada umumnya yang dimiliki para pakar, tetapi telah dipraktekkannya dalam kegiatan menafsirkan alquran. Ia misalnya menulis buku “Mahkota Tuntutan Ilahi (terbitan untagma tanpa tahun)” yang isinya adalah tafsir Surat Al-Fathihah. Sementara bukunya yang lain seperti “Membumikan Al-Qur‟an dan Wawasan Al-Qur‟an”, yang diterbitkan Mizan pada tahun 90-an berisi pembahasan tentang berbagai masalah sosial kemasyarakatan dengan menggunakan metode tematik. 2.2.2 Model Ahmad al-Syarbashi Pada tahun 1985 Ahmad Al-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif dan analisis sebagaimana halnya yang dilakukan oleh Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir, seperti Ibn Jarir Al-Tabari, Al-Zamaksyari, Jalaludin Al-Shuyuti, Al-Raghib Al-Ishfahani. Hasil penelitiannya mencakup tiga bidang. 1. Mengenai sejarah penafsiran al-Qur'an yang dibagi ke dalam tafsir pada masa sahabat 10 Quraish Shihab,op.cit.,hlm.87. 14
  • 15. 2. Mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi dan tafsir politik. 3. Mengenai gerakan pembaharuan di bidang tafsir. Menurutnya, tafsir pada zaman Rasulallah Saw, pada awal masa pertumbuhan Islam disusun pendek dan tampak ringkas karena pengusaan bahasa Arab yang murni pada saat itu cukup untuk memahami gaya dan susunan kaliamat Al-Qur'an. Pada masa-masa sesudah itu penguasaan bahasa Arab mengalami kerusakan akibat percampuran masyarakat Arab dengan bangsa-bangsa lain, yaitu ketika pemeluk Islam berkembang meluas ke berbagai negeri. Untuk memelihara keutuhan bahasanya, orang arab mulai meletakkan kaidah-kaidah bahasa Arab seperti Ilmu Nahwa (gramatika) dan balaghah (retorika). Disamping itu pula, tujuan dimulainya dilakukan penafsiran Al-Qur'an sebagai pedoman bagi kaum muslimin juga memudahkan memahami banyak hal yang samar dan sulit dalam pemaknaannya. Lebih lanjut, beliau mengatakan pastinya dilakukan melalui sabda Nabi Saw sebagai tolak ukur langkah awal untuk dilakukan penafsiran sebagai hal yang paling dekat relasinya dengan al-Qur'an. Karena, sebagaimana yang kita ketahui telah banyak pula hadits-hadits yang maudhu barulah setelah itu kita merujuk tafsir dari para sahabat. Dalam poin ke-2 mengenai corak tafsir dalam contoh pertama (tafsir ilmiah), sudah dapat dipastikan bahwa dalam al-Qur'an tidak terdapat satu teks induk yang bertentangan dengan bermacam kenyataan ilmiah. Ini merupakan satu segi dari kedudukannya sebagai mukjizat. Ahmad Al- Syarbashi mengatakan berdasarkan data yang didapat dari kitab tafsir Ar-Razi yakni banyak bagiannya yang dapat dianggap ilmiah. Sebagaimana pula dalam judul panjang dari kitab tasir Muhammad bin Ahmad Al-Iskandrani yakni Kasyful Asrar Al-Nuraniyah al-Quraniyah fi Ma Yata'allaqu bi Al-Arwah As-Samawiyah wa Al-Ardhiyah. Selanjutnya, mengenai tafsir sufi beliau menuturkan ada kaum sufi sibuk menafsirkan huruf-huruf al-Qur'an dan berusaha menjelaskan relasi dengan huruf lainnya. Ahmad al-Syarbashi membuktikan adanya tafsir sufi lewat kutipannya dari pendapat Al-Thusi yakni segala yang dapat dipahami dan segala sesuatu yang dapat diungkapkan serta diketahui oleh manusia, semuanya itu berasal dari dua huruf yang terdapat pada permulaan Kitabullah, yaitu Bismillah dan Alhamdulillah karena keduanya bermakna Billah (karena Allah) dan lillah (bagi Allah). Jadi segala sesuatu dapat dimengerti karena Allah dan bagi Allah. 15
  • 16. Menurutnya, dalam penjelasan mengenai tafsir politik berdasarkan pendapat kaum Khawarij yang terlibat dalam politik dan memahami ayat-ayat al-Qur'an. Sebagaimana dalam surat Al-Hujurat ayat 9 yang artinya : Jika ada dua golongan orang-orang yang beriman berperang, damaikanlah antara keduanya. Dalam pemahaman kaum ini (khawarij) Allah menurunkannya berkaitan dengan terjadinya peperangan antara golongan Ali bin Abi Thalib dan golongan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Selain itu, juga terdapat gerakan pembaharu dalam bidang tafsir, beliau mendasarkan pada beberapa karya ulama yang muncul pada awal abad ke-20. Ia menyebutkan Sayyid Rasyid Ridha –murid Syekh Muhammad Abduh yang telah banyak menuangkan kuliah-kuliah gurunya dalam majalah Al-Manar lalu beliau buat dalam sebuah kitab tafsir yang disebut sebagai kitab tafsir Al-Manar yakni mengandung pembaharuan dan perkembangan zaman. Dalam kitab tersebut Syekh Muhammad Abduh berusaha untuk menghubungkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dengan kehidupan masyarakat disamping membuktikan bahwa islam adalah Universal, umum, abadi. Metode ini dinamakan menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an dan tetap berpegang pada hadits-hadits shahih. 2.2.3 Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai pemikir islam abad modern yang produktif, ia menempuh cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, deskriptif dan analitik dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu. Hasil penelitian Al-Ghazali salah satunya berjudul Berdialog Dengan Qur’an yang di dalamnya terkandung macam-macam metode memahami Al-Qur‟an, ayat-ayat kauniyah tentang Al-Qur‟an, bagaiman memahami Al-Qur‟an, peran ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan dalam Al-Qur‟an. Lebih spesifiknya lagi tentang macam-macam metode memahami Al-Qur‟an , Al-Ghazali membaginya menjadi dua yaitu metode klasik dan metode modern . Berbagai macam metode yang disampaikan oleh Al-Ghazali tersebut oleh ulama lainnya disebut sebagai pendekatan, dan bukan metode. Muhammad Al- Ghazali mengemukakan metode modern timbul sebagai akibat dari adanya kelemahan dalam berbagai metode yang telah ia kemukakan di atas. Salah satu contoh datang dari pendekatan atsariyah atau tafsir bil ma‟tsur. Kritik dari metode ini adalah ayat- 16
  • 17. ayat yang sering dikaitkan dengan hadits dhaif, sehingga apa yang diharapkan dari sebuha tafsir Al-Qur‟an dengan pemikiran Qur‟ani tampaknya belum begitu terlihat. Kasus lainnya yang Al-Ghazali temukan ada pada kitab Fi Dzilalil Qur’an karya Sayyid Quthub yang ia nilai hanya mengutip nash-nash saja dari tafsir Ibnu Katsir, sedangkan hadits-haditsnya tidak dikutip selengkap ia mengutip nash-nash yang ada. Padahal Al-Ghazali menginginkan pikiran-pikiran baru yang orisinal yang dapat ia temukan dari karya Sayyid Quthub tersebut. Contoh lainnya yang ia kemukakan dari tafsir yang bercorak dialogis, seperti yang pernah dilakukan Al-Razi dalam tafsirnya Al-Tafsir Al-Kabir. Menurutnya buku ini banyak menyuguhkan tema-tema menarik tetapi sebagaian dari tema tersebut sudah keluar dari batasan itu sendiri, yang menjadi acuan penafsir Qur‟an. Berangkat dari kekurangan itulah Al-Ghazali berusaha memberikan jalan keluar dimana kita dapat memberikan jawaban terhadap berbagai masalah kontemporer dan modern, ia pun memberikan saran antara lain: “Kita inginkan saat ini adalah karya-karya keislaman yang menambah tajamnya pandangan islam dan bertolak dari pandangan islam yang benar dan berdiri di atas argument yang memiliki hubungan dengan Al-Qur‟an. Kita hendaknya berpandangan bahwa hasil pikiran adalah relative dan spekulatif, bisa benar juga bisa salah. Keduanya memiliki bobot yang sama dalam sebuah kegiatan pemikiran. Di sisi lain, kita juga tidak menutup mata terhadap adanya manfaat atau fungsi serta sumbangan pemikiran keagamaan lainnya, bila itu semua menggunakan metode yang tepat.”. Metode Penelitian Lainnya Metode-metode lainnya yang perlu mendapatkan perhatian adalah metode yang berdasarkan aspek-aspek tertentu dari Al-Qur‟an. Di antaranya ada yang memfokuskan penelitiannya terhadap kemu‟jizatan Al-Qur‟an , metode-metode , kaidah-kaidah dalam menafsirkan Al-Qur‟an, kunci-kunci untuk memahami Al- Qur‟an serta ada pula yang khusus meneliti mengenai corak dan arah penafsiran Al- Qur‟an yang khusus terjadi pada abad keempat. Amin Abdullah dalam bukunya berjudul Studi Agama juga telah melakukan penelitian deskriptif secara sederhana terhadap perkembangan tafsir. Menurutnya jika dilihat secara garis besar perjalanan sejarah abad pertengahan, agaknya tidak terlalu meleset jika dikatakan bahwa dominasi tafsir Al-Qur‟an secara leksiografis (lughawi) tampak lebih menonjol. Tafsir karya Shihab Al-Din Al-Khaffaji (1659) 17
  • 18. memusatkan perhatian pada analisis gramatika dan analisis sintaksis atas ayat-ayat Al-Qur‟an. Juga karya Al-Baydawi (1286), yang hingga sekarang masih digunakan di pesantren-pesantren, yang memusatkan penafsiran Al-Qur‟an secara lugahwi. Karya leksiografis lainnya ada pada karya „Aisyah Abd Rahman binti Al-Syati‟ dalam Al- Tafsir Al-Bayan Li Al-Qur‟an Al-Karim. Karya tafsir mutakhir ini kaya dengan metode komparatif di dalam memahami dann menafsirkan arti suatu kosa kata Al- Qur‟an. Tanpa harus mengecilkan jasa besar tafsir yang bercorak leksiografis, corak seperti itu dapat membuat kita memandang bahwa Al-Qur‟an kurang utuh karena belum menampilkan suatu pemahaman yang utuh dari pemahaman Al-Qur‟an yang fundamental. Karya tafsir yang menampilkan I’jaz akan membuat kita terpesona dengan bahasa Al-Qur‟an yang sangat indah itu, tetapi kurang bisa menguak nilai- nilai spiritual dan sosio moral Al-Qur‟an untuk kehidupan sehari-hari manusia. Contoh lain pada penonjolan tafsir Al-Qur‟an lewat Asbabun Nuzul bila terlepas dari nilai-nilai fundamental universal yang ingin ditonjolkan. Ia mengandung minus keterkaitan dan keterpaduan antara ajaran Al-Qur‟an yang bersifat universal dan transcendental bagi kehidupan manusia di manapun mereka berada. 18
  • 19. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sebagai penutup makalah ini, kami ingin menyatakan bahwa al-qur‟an merupakan sumber tunggal bagi umat islam, karena hanya dengan pengkajianya lah kita dapat menghasilkan pemahaman yang sistematik. Dan kebahagian mereka bergantung pada pemahaman maknanya, pengetahuan rahasia-rahasianya dan pengalaman apa yang terkandung di dalamnya. Namun telah kita ketahui juga sebelumnya bahwa tidak semua orang dapat memahami al-qur‟an dengan mudah. Kemampuan setiap orang dalam memahami lafal-lafal dalam al-qur‟an itu berbeda-beda. Maka dari itulah kita membutuhkan mufassir untuk memberikan penafsiran yang lebih tepat dan tentunya mereka tidak sembarangan dalam menafsirkanya. Oleh karena itu dibutuhkan ilmu yang tepat untuk dapat memahaminya yang selama ini kita kenal dengan ilmu tafsir qur‟an. Tafsir adalah ilmu syari‟at yang agung dan paling tinggi kedudukannya. Ia merupakan ilmu yang paling mulia obyek pembahasannya adalah kallamullah yang merupakan segala hikmah dan “tambang” segala keutamaan. Tujuan utamanya untuk dapat berpegang pada tali yang kokoh dan mencapai kebahagian hakiki. Dan kebutuhan terhadapnya sangat mendesak karena segala kesempurnaan agamawi dan duniawi haruslah sejalan dengan syara‟ sedang kesejalanan ini sangat bergantung pada pengetahuan tentang kitab Allah.11 3.2 Saran Manusia berkembang dikala mereka mengadakan perubahan dan selalu iteropeksi terhadap dirinya. Berangakat dari sebuah kenyataan yang menyelimuti langit dandan bumii kini terbayang dalam setiap jiwa manusia. Kami pun mengharapkan kesempurnaan itu. Maka dari itu kami butuh kritikan yang membangun dan pastinya kami sangat mengapresiasi orang yang mau melakukannya 11 Al-Itqan, jilid 2, halaman 173 19
  • 20. untuk kami karena kami tahu kalau makalah kami tentunya masih sangat jauh dari kata baik. Dengan pengenalan singkat tentang teori studi al-qur‟an dan model penafsiranya, semoga menjadi gerakan awal dalam merevolusi diri kita masing- masing agar menjadi lebih baik dalam mengkaji ilmu-ilmu keislaman. Agar bisa sampai kepada cahaya Ilahi. Siapakah gerangan yang tidak ingin sampai di hadapan yang Maha Kaya dan Maha Sempurna sembari mencicipi kenikmatan dari sang pemberi nikmat, yaitu Allah SWT. 20