Dokumen tersebut membahas beberapa program dan inisiatif masyarakat dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur dan Indonesia bagian timur. Di antaranya adalah program Sekolah Lapangan Iklim untuk memprediksi iklim, sistem listrik berbasis surya untuk pulau-pulau terpencil, kapal sekolah untuk melestarikan ekosistem laut, pengelolaan sumber daya berbasis ad
4. Belajar dari Alam untuk Masa Depan
Kabupaten Lombok Barat di Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Kupang di Nusa Tenggara
Timur adalah dua dari sekian banyak daerah kepulauan di Kawasan Timur Indonesia yang
memiliki banyak sekali kebun dan sawah tadah hujan. Pergantian musim yang tak
menentu belakangan ini mendorong petani untuk tidak hanya mengandalkan prediksi
musim dari membaca tanda-tanda alam namun juga memanfaatkan informasi dari
teknologi prakiraan cuaca.
Adi Ripaldi Sekolah Lapang Iklim (SLI) adalah sebuah pendekatan yang memberdayakan petani untuk
Sekolah Lapang Iklim memahami dan memanfaatkan informasi prakiraan iklim. Sekolah ini memadupadankan
BMKG NTB teknologi dan kearifan lokal dalam memperkirakan iklim yang akan terjadi dalam
beberapa bulan ke depan.
Di Sekolah Iklim para petani belajar melihat tanda-tanda iklim dengan alat sederhana yang
dibuat. Setelah memperkirakan kecenderungan iklim yang akan terjadi di beberapa bulan
kemudian, para petani kemudian dibekali pengetahuan untuk menentukan jenis tanaman
apa yang cocok untuk ditanam.
Pengetahuan yang mereka peroleh di Sekolah Lapang Iklim sangat
berguna dalam mengantisipasi dampak fenomena iklim ekstrim sebagai
dampak perubahan iklim. Ini akan sangat bermanfaat untuk
meminimalkan potensi kehilangan hasil serta dampak negatif yang
diakibatkan oleh bencana kekeringan atau banjir.
Sekolah Lapangan Iklim merupakan kerjasama anara BMG dan AusAID dan
telah beroperasi sejak tahun 2010. Dalam pelaksanaannya, Sekolah ini
juga bekerjasama dengan Dinas Pertanian.
5. Sistim Baru Jika hemat energi kita identikkan dengan hemat biaya, siapa yang tidak
Listrik Kepulauan mau Super Ekstra Hemat Energi? Ini adalah sebuah solusi multiple win
alias menang banyak dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
SEHEN, singkatan dari Super Ekstra Hemat Energi, menyediakan paket lampu LED berpanel surya
berdaya 3 watt sebagai solusi bagi daerah terpencil – sebagian besar adalah daerah kepulauan -
yang kebutuhan energinya masih belum terjangkau oleh PLN.
SEHEN dapat diperoleh dengan cara menyewa. Di Nusa Tenggara Timur, masyarakat yang ingin
mendapatkan SEHEN perlu menyetor biaya sebesar Rp. 500 ribu ke Bank NTT. Setiap bulan, dari
dana sebesar Rp. 500 ribu akan didebet sebesar Rp. 35 ribu untuk pemeliharaan berkala, teknisi
datang ke pulau, dan penggantian bila terjadi kerusakan. Setelah deposit di bank habis , setiap
penyewa SEHEN, akan otomatis menjadi pelanggan PLN dengan tarif listrik per kwh yang di bawah
rata-rata listrik yang dihaslkan dari tenaga diesel maupun batubara.
Simpanan sebesar masing-masing Rp. 500 ribu dari seluruh penyewa SEHEN di Bank NTT dapat
disalurkan ke berbagai sektor perekonomian. Diperkirakan Bank NTT dapat memperoleh dana yang
bisa digulirkan sebesar Rp. 500 miliar dalam tiga tahun .
Penyediaan listrik murah ini dapat menjadi alternatif bagi Pemerintah Kabupaten, khususnya di
daerah kepulauan di Kawasan Timur Indonesia, dimana sumber energi listrik masih menjadi
masalah utama. Hal ini dikarenakan SEHEN bukan sekadar menyediakan energi untuk menyalakan
lampu saja. Panel surya SEHEN juga mampu menyediakan cadangan energi listrik untuk charge
baterai telepon genggam dan alat-alat listrik lainnya. Tentu saja dengan batasan besar daya
tertentu.
Santoso Januwarsono
GM PT. PLN (Persero) Wil. NTB
6. Melayarkan Sumber Pengetahuan
dari Pulau ke Pulau ALBERT NEBORE DAN RUDI DIMARA
Seekor ikan pari bernyanyi di dasar perairan yang sarat terumbu karang. Di punggungnya, anak-anak ikan
badut, kuda laut, ikan buntal, cumi-cumi, dan beberapa anak ikan lainnya dengan semangat mendengarkan
ikan pari bernyanyi menjelaskan berbagai jenis anemon yang mereka jumpai sepanjang perjalanan. Tidak
jauh berbeda dengan ikan pari di salahs atu adegan dalam film Finding Nemo, Kalabia di juga mengajak
anak-anak dari 88 kampung di pulau-pulau Raja Ampat mengenal alam bawah laut di sekitar mereka.
Sejatinya Kalabia adalah nama untuk ikan hiu berbentuk kadal yang berjalan dengan siripnya ketika
mencari makan di atas karang-karang. Sejak tahun 2008 Kalabia yang berukuran panjang 32 meter ini
dengan setia berlayar dari pulau ke pulau di perairan Raja Ampat.
Setiap tiga hari setidaknya 30 siswa dapat belajar di atas kapal Kalabia yang juga dilengkapi dua sampan
untuk membawa anak-anak snorkling dan menjelajahi hutan bakau. Di dalam kapal juga ada perpustakaan
serta peralatan audio dan video untuk keperluan pembelajaran.
’Berlayar sambil belajar’ adalah motto pendidikan yang terpampang di lambung kapal Kalabia yang
berwarna berani: merah marun, kuning dan coklat. Program pendidikan Lingkungan di Kapal Kalabia
bertujuan untuk mengenal dan mencintai lingkungan sekitar serta mendorong perilaku ramah lingkungan
sejak dini.
7. Adat yang Menjaga Masyarakat di kepulauan Kei dikenal sebagai masyarakat yang
memegang teguh tradisi dalam pengelolaan sumber daya alam
Sumber Daya Kami mereka. Tanimbar kei adalah satu-satunya wilayah yang penduduknya
mayoritas beragama Hindu di Kawasan Timur Indonesia.
Tradisi mengajarkan mereka untuk menghormati dan melestarikan sumber daya alam, baik yang berada di darat
maupun di laut. Beberapa aturan dalam tradisi ini telah diadopsi dan diperkuat menjadi Peraturan Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Pariwisata untuk wilayah Tanimbar Kei. Di daerah ini terbentuk beberapa Kelompok Pelestari
Kampung yang bededikasi tinggi dalam melestarikan alam dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan juga
para petinggi adat di sana.
Perpaduan aturan adat (dikenal dengan sebutan sasi) dan pendekatan adaptasi salah satunya
membuat populasi Trochus meningkat tajam. Pemberdayaan ekonomi alternatif di daerah ini
seperti pengelolaan rumput laut, kini mengalami banyak perkembangan. Di kampung
Ohoiren, populasi biota laut langka seperti sea cucumbers dan trochus turut meningkat dengan
adanya aturan adat atau sasi.
Pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang diberikan LMMA Indonesia di Kepulauan Kei
selama ini berhasil meningkatkan kemampuan kelompok masyarakat dalam menyadari kondisi
alam sekitar dan menjadi ’pakar kampung’ dalam bidang pengelolaan sumberdaya dan kawasan
laut.
Dengan dukungan LMMA Indonesia, para pakar kampung membentuk kelompok masyarakat dan
mendirikan Pusat pembelajaran Masyarakat (PPM). PPM kemudian menjadi wadah untuk berbagi
keterampilan yang dimiliki suatu kelompok ke kelompok masyarakat kampung lainnya.
Keterampilan yang dikembangkan melalui PPM terutama bertujuan untuk membantu masyarakat
kepulauan dalam mengembangkan model pengelolaan lokal kawasan laut di kampungnya. Secara
khusus PPM Tanimbar Kei, berfokus pada keterampilan dalam bidang pengelolaan sumberdaya
laut berbasis pengetahuan lokal dan pengembangan mata pencaharian alternatif.
Yoseph Elsoin
8. Bawa Ikan Lebih Dekat:
Inisiatif Masyarakat untuk Perikanan Berkelanjutan
PPM Meos Mangguandi, fokus dalam bidang pemetaan partisipatif dan
pengembangan peraturan kampung tentang pengelolaan sumber daya laut. Simon Morin
Masyarakat Padaido telah menyadari bahwa pemetaan ini adalah satu LMMA - Indonesia
perangkat penting untuk mereka dalam menetapkan hak hukum mereka. Hak
ini untuk melindungi wilayah perikanan dan sumber daya alam laut mereka.
Berbekal hak ini mereka dapat menjaga wilayah mereka dari perusahaan
besar yang kebanyakan bersenjatakan izin dari pemerintah daerah untuk
beroperasi di daerah mereka.
Pemetaan ini bersifat partisipatif, mendukung tata kelola yang efektif dan
akuntable, karena setiap peraturan yang dipetakan membutuhkan
pengakuan dari kampung dan pemerintah kecamatan. Bila telah mendapat
pengakuan, maka segera akan diumumkan melalui media lokal, biasanya
lewat RRI, menginformasikan ke masyarakat luas termasuk yang berbatasan
langsung dengan wilayah kampung dan wilayah perikanan tradisional
mereka.
Hingga saat ini komunitas ini telah banyak membantu wilayah adat lainnya di
Kawasan Timur Indonesia dalam menentukan aturan dan memetakan
wilayah perikanan tradisional. PPM ini telah berkembang menjadi salah satu
pusat belajar yang memberi kesempatan bagi komunitas lain untuk
mempelajari proses pemetaan ini.
9. Kenali Tantangan, Temukan Solusi: Tiburtius Hani
Peningkatan Kapasitas Adaptif Komunitas Burung Indonesia
Hutan Mbeliling terletak di bagian barat daya Pulau Flores, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi Nusa Tenggara
Timur. Luas hutan Mbeliling mencakup 23.420 ha yang terdiri dari dua tipe hutan tropis yaitu hutan semi awet hijau
dan hutan luruh daun. Sungai-sungai dan mata air menyediakan air untuk minum, memasak, mencuci dan irigasi bagi
33.000 penduduk di 27 desa yang difasilitasi oleh program Burung Indonesia. Hutan Mbeliling juga memberikan
perlindungan dari erosi, tanah longsor dan banjir.
Kawasan ini dipandang penting bagi Burung Indonesia karena hutan Mbeliling merupakan Darah Penting Bagi Burung
(DPB)/Important Bird Area (IBA), yang memiliki keanekaragaman jenis burung yang tinggi, keberadaan empat jenis
burung endemik dan adanya ancaman terhadap habitat hutan oleh kegiatan pertanian, populasi dan tekanan
ekonomi. Satwa liar unik lainnya yang terdapat di hutan Mbeliling termasuk jenis ular buta Typhlops schmutzii, dan
tikus raksasa Flores Papagomys armandvillei.
Burung Indonesia telah bekerja di Mbeliling sejak tahun 2007, dengan menerapkan program pengelolaan hutan
berkelanjutan yang terintegrasi. Program ini berfokus pada pengelolaan bentang alam produktif dan bekerja untuk
mengembangkan pengelolaan hutan secara partisipatif antara masyarakat dan pemerintah lokal dan pemerintah
daerah, menggabungkan kesepakatan formal dan pembentukan forum kolaboratif untuk pengelolaan sumber daya
alam yang tersedia demi mendukung kehidupan penduduk desa di sekitarnya. Program ini bertujuan untuk mencapai
tiga hal berbeda yaitu pengentasan kemiskinan, konservasi dan pemberdayaan masyarakat.
Program kegiatan untuk mempromosikan pengelolaan bentang alam Mbeliling adalah pelaksanaan pengawasan
hutan secara partisipatif dan pemantauan keanekaragaman hayati secara sederhana, diversifikasi mata pencaharian
melalui ekowisata dan pengembangan usaha kecil, penyadartahuan tentang konservasi , program pendidikan serta
metode untuk meningkatkan hasil pertanian. Untuk menangani pengelolaan kawasan secara holistik, isu-isu seperti
pentingnya kelestarian ekosistem untuk penyediaan hasil hutan dan jasa lingkungan, perubahan iklim, kajian tentang
perubahan iklim, serta adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang juga di eksplorasi bersama masyarakat.
10. Berawal dari sepiring sorgum kukus harum dan gurih pemberian tetangga, Maria Loreta tertarik untuk
mengembangkan tanaman lokal sorgum sebagai tanaman utama di kebunnya bersama beberapa jenis
tanaman lokal. Ibu Tata, sapaan akrabnya, belajar cara menanam dan merawat tanaman lokal yang pernah
ada dari mengobrol dengan para tetangga, tabloid pertanian, siaran radio, bahkan internet. Ia pun kemudian
menamakan kegiatannya ini ’Sorgum Waiotan Farm’ karena lokasi ladang kering milik keluarganya berada di
kampung Waiotan, Desa Pajinian, Kecamatan Adonara Barat, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Mengapa Sorgum? Karena tanaman sorgum dapat dibudidayakan dilahan yang kurang subur, berpasir, dan
kering. Perawatannya mudah dan tidak disukai hama tanaman. Selain bernilai gizi tinggi, sorgum adalah
tanaman yang tak mengenal musim. Terbukti, sorgum dapat dipanen tiga kali setahun karena bisa tumbuh
baik dengan sedikit air dan bertahan di musim kemarau.
Kini kebun Ibu Tata tetap berproduksi tanpa mengenal musim. Di kebunnya juga ditanam
jelai, wijen, jewawut, dan jagung pulut - tanaman lokal yang hampir hilang dari Pulau Flores. Kini tanaman-
tanaman tersebut juga mulai dikembangkan oleh beberapa keluarga lain di sekitar kediaman Ibu Tata di
Adonara Barat. Dalam berbagai kesempatan, Ibu Tata selalu mengingatkan masyarakat bahwa pangan tidak
selamanya identik dengan beras.
Sorgum Bergizi, Sorgum Berduit menjadi mantra kebun sorgum milik keluarga Ibu Tata. Dari lahan seluas
seperempat hektar mampu menghasilkan sekitar 1.300 kilogram sorgum atau 6,5 juta rupiah setiap kali
panen. Jika tanaman sorgum dipanen dua kali saja dalam setahun, maka pada lahan minimal 1 hektar yang
minimal menghasilkan biji sorgum sekitar 4 ton dapat diperoleh hasil senilai 20 juta rupiah!
Maria Loretha
Adonara, Flores
Sorgum Bergizi, Sorgum Berduit
11. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan penghidupan dan kehidupan masyarakat rentan pesisir
di Sulawesi Selatan yang mencakup Kabupaten Takalar, Maros, Pangkep dan Barru melalui peningkatan
pengelolaan sumber daya kawasan pesisir. Dalam proyek ini MAP berperan dalam program
1) Rehabilitasi mangrove dengan metode EMR (Ecological Mangrove Restoration),
2) Pemanfaatan sumberdaya alam pesisir secara berkelanjutan melalui program Sekolah Lapang (SL) Pesisir
Proyek ini juga difokuskan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan pesisir dalam mengakses dan
memegang kontrol dalam upaya-upaya pengelolaan sumberdaya pesisir.
Aksi di Pesisir Sekolah Lapang Pesisir
Sekolah Lapang (SL) Pesisir merupakan
untuk Keberlanjutan Hidup pendekatan belajar yang diadaptasi dari Farmer
Field School (FFS) yang dirintis oleh FAO pada
Ecological Mangrove Rehabilitation (EMR) tahun 1990an yang bertujuan untuk:
Ecological Mangrove Rehabilitation (EMR) adalah 1. Mengembangkan pemikiran kritis masyarakat
sebuah metode yang tidak mengutamakan pesisir dalam mengatasi masalah-masalah
penanaman bibit secara langsung pada kawasan pengelolaan sumber daya alam.
yang direhabilitasi. Metode ini mencakup enam 2. Mendorong masyarakat pesisir untuk
tahap yang dilakukan secara kolaborasi dengan mengelola sumber daya pesisir dengan
berbagai pihak seperti masyarakat pendekatan yang ramah lingkungan untuk
lokal, pemerintah lokal, akademisi dan organisasi mencapai penghidupan yang berkelanjutan.
masyarakat setempat untuk menilai 3. Mendorong masyarakat pesisir agar dapat
kondisi lahan yang dapat mendukung mengembangkan potensi diri dalam dinamika
pertumbuhan mangrove secara alami. berorganisasi.
Murni dan Benjamin Brown
Manggrove Action Project
12. Air Segar di Tengah Lautan Garam
Kecamatan Togean seluas 229,51 kilometer persegi merupakan daerah kepulauan di Kabupaten Tojo
Unauna, Sulawesi Tengah. Setidaknya terdapat 20 pulau kecil selain Pulau Togean yang menjadi bagian dari
Kecamatan ini dan 14 Desa, di mana 11 di antaranya berada di pesisir pantai.
Hingga akhir tahun 2007, semua penduduk di Togean menggunakan air hujan untuk minum dan MCK. Saat
musim kemarau datang, penduduk bahkan mesti mengambil air tawar dari sumber air terdekat (naik
perahu, pulang pergi membutuhkan waktu empat jam). Dengan kondisi ini, masyarakat dusun di kepulauan
Togean mendambakan air bersih, setidaknya untuk makan dan minum.
Pada tahun 2008, BAPPEDA Kabupaten Tojo Unauna berinisiatif membangun demplot penelitian desalinasi air
bersih di Dusun Tangkian, Kepulauan Togean. Penelitian ini memperkenalkan sebuah model desalinasi untuk
dimanfaatkan oleh masyarakat kepulauan Togean.
Prinsnip desalinasinya sederhana. Sebuah wadah penampung air laut dibuat. Penutupnya terbuat dari atap
seng atau kaca untuk memungkinkan terjadinya presipitasi. Hasilnya adalah gram dan embun (air tawar).
Sebuah wadah dengan luas penampang kaca 3,70 meter persegi dapat menampung air laut sebanyak 675
liter. Air tawar yang dihasilkan dalam kurun waktu 6 jam (jam 9 pagi hingga jam 3 petang) adalah 37,5 liter.
Walaupun air tawar dan garam yang dihasilkan dari desalinasi ini masih memerlukan uji laboratorium untuk
kesesuaian standar baku mutu, namun pastinya telah dapat dikonsumsi. Penelitian Desalinsasi ini merupakan
kerja sama BAPPEDA Kabupaten Tojo Unauna dengan Yayasan Palu Hijau dan Sekolah Tinggi Perikanan
Kelautan Palu
Akhdary Supu dan Anwar
Yayasan Palu Hijau
13. Teknologi Energi Surya dan
Pengelolaan Air Bersih untuk Pulau
Banyak perempuan di Asia dan Afrika harus menempuh perjalanan jauh dan melelahkan mencari air untuk
kebutuhan sehari-hari. Di negara-negara berkembang, setidaknya 4.000 anak meninggal setaiap hari karena
tidak adanya akses terhadap air minum yang bersih. Sebanyak 80% dari negara-negara berkembang di dunia
tidak memiliki akses terhadap layanan listrik. Penggunaan lampu minyak telah menelan korban 1,6 juta jiwa
setahun akibat kebakaran maupun penyakit saluran pernapasan karena asap yang dihasilkan. Mengumpulkan
kayu bakar di hutan juga merupakan pekerjaan yang mengancam keselamatan anak-anak perempuan.
Sebenarnya banyak sekali teknologi sederhana yang dapat mengubah kehidupan masyarakat miskin di
berbagai belahan bumi. Dengan Q-Drum, jerigen yang dapat digulingkan, seseorang dapat membawa 50 liter
air sekali jalan sehingga lebih sedikit waktu yang dihabiskan dalam sehari untuk mengumpulkan air.
Begitu pula dengan LifeStraw – sebuah penyaring air sederhana – yang sangat efektif menghilangkan bakteri-
bakteri dalam air dan menyelamatkan nyawa anak-anak. Atau kompor yang hemat energi dan lampu
bertenaga surya yang dapat meningkatkan kesehatan, memungkinkan keluarga untuk berhemat, dan
memampukan anak-anak untuk belajar di malam hari.
Sayangnya banyak dari teknologi ini belum dapat menjangkau orang-orang yang membutuhkannya. Atau
sebaliknya orang-orang yang membutuhkan teknologi semacam ini tidak tau cara mendapatkannya dan tidak
mampu membelinya. Banyak pabrik yang tidak dapat menjangkau calon pengguna yang tinggal di daerah
terpencil. Kopernik hadir untuk menjawab persoalan-persoalan ini dengan menghubungkan mereka.
Lincoln Rajali Sihotang
Kopernik
14. Anak-Anak dan Perubahan Iklim
Pernah terpikir untuk bertanya pada kami? Anak-anak membayangkan masa depan mereka di dunia yang
terkena dampak perubahan iklim.
Telah lama kita mengetahui bahwa lingkungan sangat menentukan tumbuh kembang anak, perlindungan dan
partisipasi seluruh anak semuanya dipengaruhi oleh iklim bumi yang telah berubah.
UNICEF mendukung studi yang menilai dampak-dampak perubahan iklim pada nutrisi dan migrasi yang
mempengaruhi anak-anak. Hasil penelitian memberi gambaran mengenai pandangan anak-anak, kebutuhan
informasi dan pengalaman-pengalaman langsung menghadapi perubahan iklim.
Gambaran dan informasi yang dikumpulkan, begitu pula dengan pembahasan tentang kebijakan dan
perencanaan nasional terkait isu anak, menjadi dasar penting untuk menjadikan anak-anak sebagai fokus dari
berbagai aksi dalam adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Jerico Fransiscus Pardosi
UNICEF
Notas del editor
Belajar dari Alam untuk Masa DepanSekolah Lapangan Iklim BMKG Nusa Tenggara Barat Kabupaten Lombok Barat di Nusa Tenggara Barat danKabupatenKupang di Nusa Tenggara Timuradalahduadarisekianbanyakdaerahkepulauan di KawasanTimur Indonesia yang memilikibanyaksekalikebundansawahtadahhujan. Pergantian musim yang tak menentu belakangan ini mendorong petani untuk tidak hanya mengandalkan prediksi musim dari membaca tanda-tanda alam namun juga memanfaatkan informasi dari teknologi prakiraan cuaca. Sekolah Lapang Iklim (SLI) adalah sebuah pendekatan yang memberdayakan petani untuk memahami dan memanfaatkan informasi prakiraan iklim. Sekolah ini memadupadankan teknologi dan kearifan lokal dalam memperkirakan iklim yang akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Di Sekolah Iklim para petani belajar melihat tanda-tanda iklim dengan alat sederhana yang dibuat. Setelah memperkirakan kecenderungan iklim yang akan terjadi di beberapa bulan kemudian, para petani kemudian dibekali pengetahuan untuk menentukan jenis tanaman apa yang cocok untuk ditanam. Pengetahuan yang mereka peroleh di Sekolah Lapang Iklim sangat berguna dalam mengantisipasi dampak fenomena iklim ekstrim sebagai dampak perubahan iklim. Ini akan sangat bermanfaat untuk meminimalkan potensi kehilangan hasil serta dampak negatif yang diakibatkan oleh bencana kekeringan atau banjir. Sekolah Lapangan Iklim merupakan kerjasama anara BMG dan AusAID dan telah beroperasi sejak tahun 2010. Dalam pelaksanaannya, Sekolah ini juga bekerjasama dengan Dinas Pertanian. Kontak Detail:Sekolah Lapangan Iklim di Kabupaten Lombok Barat, NTB.dan Kabupaten Kupang, Kontak Person: Adi Ripaldi (Staff pada BMKG NTB)Email adi.ripaldi@bmkg.go.idataurivalntb@yahoo.com. Nomor HP 081311168130
Jika hemat energi kita identikkan dengan hemat biaya, siapa yang tidak mau Super Ekstra Hemat Energi? Ini adalah sebuah solusi multiple win alias menang banyak dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). SEHEN, singkatan dari Super Ekstra Hemat Energi, menyediakan paket lampu LED berpanel surya berdaya 3 watt sebagai solusi bagi daerah terpencil – sebagian besar adalah daerah kepulauan - yang kebutuhan energinya masih belum terjangkau oleh PLN.SEHEN dapat diperoleh dengan cara menyewa. Di Nusa Tenggara Timur, masyarakat yang ingin mendapatkan SEHEN perlu menyetor biaya sebesar Rp. 500 ribu ke Bank NTT. Setiap bulan, dari dana sebesar Rp. 500 ribu akan didebet sebesar Rp. 35 ribu untuk pemeliharaan berkala, teknisi datang ke pulau, dan penggantian bila terjadi kerusakan. Setelah deposit di bank habis , setiap penyewa SEHEN, akan otomatis menjadi pelanggan PLN dengan tarif listrik per kwh yang di bawah rata-rata listrik yang dihaslkan dari tenaga diesel maupun batubara. Simpanan sebesar masing-masing Rp. 500 ribu dari seluruh penyewa SEHEN di Bank NTT dapat disalurkan ke berbagai sektor perekonomian. Diperkirakan Bank NTT dapat memperoleh dana yang bisa digulirkan sebesar Rp. 500 miliar dalam tiga tahun .Penyediaan listrik murah ini dapat menjadi alternatif bagi Pemerintah Kabupaten, khususnya di daerah kepulauan di Kawasan Timur Indonesia, dimana sumber energi listrik masih menjadi masalah utama. Hal ini dikarenakan SEHEN bukan sekadar menyediakan energi untuk menyalakan lampu saja. Panel surya SEHEN juga mampu menyediakan cadangan energi listrik untuk charge baterai telepon genggam dan alat-alat listrik lainnya. Tentu saja dengan batasan besar daya tertentu. Di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur, organisasi Karang Taruna setempat dianjurkan untuk membuka kios ’charge HP’ dengan biaya Rp. 1.000 per satu kali charge. Dana yang terkumpul dapat dimasukkan ke kas Lingkungan dan digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan pelestarian lingkungan.
Kalabia: Melayarkan Sumber Pengetahuan dari Pulau ke Pulau Seekor ikan pari bernyanyi di dasar perairan yang sarat terumbu karang. Di punggungnya, anak-anak ikan badut, kuda laut, ikan buntal, cumi-cumi, dan beberapa anak ikan lainnya dengan semangat mendengarkan ikan pari bernyanyi menjelaskan berbagai jenis anemon yang mereka jumpai sepanjang perjalanan. Tidak jauh berbeda dengan ikan pari di salahs atu adegan dalam film Finding Nemo, Kalabia di juga mengajak anak-anak dari 88 kampung di pulau-pulau Raja Ampat mengenal alam bawah laut di sekitar mereka. Sejatinya Kalabia adalah nama untuk ikan hiu berbentuk kadal yang berjalan dengan siripnya ketika mencari makan di atas karang-karang. Sejak tahun 2008 Kalabia yang berukuran panjang 32 meter ini dengan setia berlayar dari pulau ke pulau di perairan Raja Ampat. Setiap tiga hari setidaknya 30 siswa dapat belajar di atas kapal Kalabia yang juga dilengkapi dua sampan untuk membawa anak-anak snorkling dan menjelajahi hutan bakau. Di dalam kapal juga ada perpustakaan serta peralatan audio dan video untuk keperluan pembelajaran.’Berlayar sambil belajar’ adalah motto pendidikan yang terpampang di lambung kapal Kalabia yang berwarna berani: merah marun, kuning dan coklat. Program pendidikan Lingkungan di Kapal Kalabia bertujuan untuk mengenal dan mencintai lingkungan sekitar serta mendorong perilaku ramah lingkungan sejak dini.
Masyarakat di kepulauan Kei dikenal sebagai masyarakat yang memegang teguh tradisi dalam pengelolaan sumber daya alam mereka. Tanimbar kei adalah satu-satunya wilayah yang penduduknya mayoritas beragama Hindu di Kawasan Timur Indonesia. Tradisi mengajarkan mereka untuk menghormati dan melestarikan sumber daya alam, baik yang berada di darat maupun di laut. Beberapa aturan dalam tradisi ini telah diadopsi dan diperkuat menjadi Peraturan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pariwisata untuk wilayah Tanimbar Kei. Di daerah ini terbentuk beberapa Kelompok Pelestari Kampung yang bededikasi tinggi dalam melestarikan alam dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan juga para petinggi adat di sana. Perpaduan aturan adat (dikenal dengan sebutan sasi) dan pendekatan adaptasi salah satunya membuat populasi Trochus meningkat tajam. Pemberdayaan ekonomi alternatif di daerah ini seperti pengelolaan rumput laut, kini mengalami banyak perkembangan. Di kampung Ohoiren, populasi biota laut langka seperti sea cucumbers dan trochus turut meningkat dengan adanya aturan adat atau sasi.Pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang diberikan LMMA Indonesia di Kepulauan Kei selama ini berhasil meningkatkan kemampuan kelompok masyarakat dalam menyadari kondisi alam sekitar dan menjadi ’pakar kampung’ dalam bidang pengelolaan sumberdaya dan kawasan laut. Dengan dukungan LMMA Indonesia, para pakar kampung membentuk kelompok masyarakat dan mendirikan Pusat pembelajaran Masyarakat (PPM). PPM kemudian menjadi wadah untuk berbagi keterampilan yang dimiliki suatu kelompok ke kelompok masyarakat kampung lainnya. Keterampilan yang dikembangkan melalui PPM terutama bertujuan untuk membantu masyarakat kepulauan dalam mengembangkan model pengelolaan lokal kawasan laut di kampungnya. Secara khusus PPM Tanimbar Kei, berfokus pada keterampilan dalam bidang pengelolaan sumberdaya laut berbasis pengetahuan lokal dan pengembangan mata pencaharian alternatif.
Simon MorinLMMA - Indonesia
Kenali Tantangan, Temukan Solusi: Peningkatan Kapasitas Adaptif KomunitasHutan Mbeliling terletak di bagian barat daya Pulau Flores, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Luas hutan Mbeliling mencakup 23.420 ha yang terdiri dari dua tipe hutan tropis yaitu hutan semi awet hijau dan hutan luruh daun. Sungai-sungai dan mata air menyediakan air untuk minum, memasak, mencuci dan irigasi bagi 33.000 penduduk di 27 desa yang difasilitasi oleh program Burung Indonesia. Hutan Mbeliling juga memberikan perlindungan dari erosi, tanah longsor dan banjir. Kawasan ini dipandang penting bagi Burung Indonesia karena hutan Mbeliling merupakan Darah Penting Bagi Burung (DPB)/Important Bird Area (IBA), yang memiliki keanekaragaman jenis burung yang tinggi, keberadaan empat jenis burung endemik dan adanya ancaman terhadap habitat hutan oleh kegiatan pertanian, populasi dan tekanan ekonomi. Satwa liar unik lainnya yang terdapat di hutan Mbeliling termasuk jenis ular buta Typhlops schmutzii, dan tikus raksasa Flores Papagomys armandvillei. Burung Indonesia telah bekerja di Mbeliling sejak tahun 2007, dengan menerapkan program pengelolaan hutan berkelanjutan yang terintegrasi. Program ini berfokus pada pengelolaan bentang alam produktif dan bekerja untuk mengembangkan pengelolaan hutan secara partisipatif antara masyarakat dan pemerintah lokal dan pemerintah daerah, menggabungkan kesepakatan formal dan pembentukan forum kolaboratif untuk pengelolaan sumber daya alam yang tersedia demi mendukung kehidupan penduduk desa di sekitarnya. Program ini bertujuan untuk mencapai tiga hal berbeda yaitu pengentasan kemiskinan, konservasi dan pemberdayaan masyarakat. Program kegiatan untuk mempromosikan pengelolaan bentang alam Mbeliling adalah pelaksanaan pengawasan hutan secara partisipatif dan pemantauan keanekaragaman hayati secara sederhana, diversifikasi mata pencaharian melalui ekowisata dan pengembangan usaha kecil, penyadartahuan tentang konservasi , program pendidikan serta metode untuk meningkatkan hasil pertanian. Untuk menangani pengelolaan kawasan secara holistik, isu-isu seperti pentingnya kelestarian ekosistem untuk penyediaan hasil hutan dan jasa lingkungan, perubahan iklim, kajian tentang perubahan iklim, serta adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang juga di eksplorasi bersama masyarakat.Tiburtius HaniBurung Indonesia
SorgumBergizi, SorgumBerduitBerawal dari sepiring sorgum kukus harum dan gurih pemberian tetangga, Maria Loreta tertarik untuk mengembangkan tanaman lokal sorgum sebagai tanaman utama di kebunnya bersama beberapa jenis tanaman lokal. Ibu Tata, sapaan akrabnya, belajar cara menanam dan merawat tanaman lokal yang pernah ada dari mengobrol dengan para tetangga, tabloid pertanian, siaran radio, bahkan internet. Ia pun kemudian menamakan kegiatannya ini ’Sorgum Waiotan Farm’ karena lokasi ladang kering milik keluarganya berada di kampung Waiotan, Desa Pajinian, Kecamatan Adonara Barat, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.Mengapa Sorgum? Karena tanaman sorgum dapat dibudidayakan dilahan yang kurang subur, berpasir, dan kering. Perawatannya mudah dan tidak disukai hama tanaman. Selain bernilai gizi tinggi, sorgum adalah tanaman yang tak mengenal musim. Terbukti, sorgum dapat dipanen tiga kali setahun karena bisa tumbuh baik dengan sedikit air dan bertahan di musim kemarau. Kini kebun Ibu Tata tetap berproduksi tanpa mengenal musim. Di kebunnya juga ditanam jelai, wijen, jewawut, dan jagung pulut - tanaman lokal yang hampir hilang dari Pulau Flores. Kini tanaman-tanaman tersebut juga mulai dikembangkan oleh beberapa keluarga lain di sekitar kediaman Ibu Tata di Adonara Barat. Dalam berbagai kesempatan, Ibu Tata selalu mengingatkan masyarakat bahwa pangan tidak selamanya identik dengan beras. Sorgum Bergizi, Sorgum Berduit menjadi mantra kebun sorgum milik keluarga Ibu Tata. Dari lahan seluas seperempat hektar mampu menghasilkan sekitar 1.300 kilogram sorgum atau 6,5 juta rupiah setiap kali panen. Jika tanaman sorgum dipanen dua kali saja dalam setahun, maka pada lahan minimal 1 hektar yang minimal menghasilkan biji sorgum sekitar 4 ton dapat diperoleh hasil senilai 20 juta rupiah!
Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan penghidupan dan kehidupan masyarakat rentan pesisir di Sulawesi Selatan yang mencakup Kabupaten Takalar, Maros, Pangkep dan Barru melalui peningkatan pengelolaan sumber daya kawasan pesisir. Dalam proyek ini MAP berperan dalam program 1) Rehabilitasi mangrove dengan metode EMR (Ecological Mangrove Restoration), 2) Pemanfaatan sumberdaya alam pesisir secara berkelanjutan melalui program Sekolah Lapang (SL) Pesisir Proyek ini juga difokuskan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan pesisir dalam mengakses dan memegang kontrol dalam upaya-upaya pengelolaan sumberdaya pesisir.Ecological Mangrove Rehabilitation (EMR)Hutan mangrove pada dasarnya mempunyai kapasitas untuk meregenerasi dirinya dengan syarat hidrologi normal pasang surutnya tidak terganggu dan benih (propagule) yang tersedia dari hutan sekitar tidak terganggu jalannya. Ecological Mangrove Rehabilitation (EMR) adalah sebuah metode yang tidak mengutamakan penanaman bibit secara langsung pada kawasan yang direhabilitasi. Metode ini mencakup enam tahap yang dilakukan secara kolaborasi dengan berbagai pihak seperti masyarakat lokal, pemerintah lokal, akademisi dan organisasi masyarakat setempat untuk menilai kondisi lahan yang dapat mendukung pertumbuhan mangrove secara alami.MAP-Indonesia mentargetkan untuk merehabilitasi 400 ha kawasan yang dulunya ditumbuhi hutan mangrove selama kurun waktu 5 tahun program. Pada tahun pertama proyek, telah terealisasi rehabilitasi mangrove seluas 46 ha pada kawasan bekas tambak yang dulunya merupakan alih fungsi dari hutan mangrove di Pulau Tanakeke, Dusun Lantang Peo, Desa Rewatayya, Kecamatan Mapakasunggu, Kabupaten Takalar. Pada tahun ke-II, MAP mentargetkan untuk merehabilitasi 120 ha kawasan bekas tambak di 3 desa lainnya di Pulau Tanakeke. Sekolah Lapang PesisirSekolah Lapang (SL) Pesisir merupakan pendekatan belajar yang diadaptasi dari Farmer Field School (FFS) yang dirintis oleh FAO pada tahun 1990an yang bertujuan untuk:1. Mengembangkan pemikiran kritis masyarakat pesisir dalam mengatasi masalah-masalah pengelolaan sumber daya alam.2. Mendorong masyarakat pesisir untuk mengelola sumber daya pesisir dengan pendekatan yang ramah lingkungan untuk mencapai penghidupan yang berkelanjutan.3. Mendorong masyarakat pesisir agar dapat mengembangkan potensi diri dalam dinamika berorganisasi.Mangrove Journal (MJ) merupakan wadah pengelolaan pengetahuan tentang rehabilitasi mangrove dalam kerangka proyek RCL. Dalam menghasilkan pengetahuan tentang rehabilitasi mangrove, tim MJ merefleksikannya dari proses pelaksanaan proyek RCL, mengemasnya dalam bentuk multimedia dan mendistribusikan multimedia tersebut kepada kelompok sasaran(masyarakat pesisir, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat).
Air Segar di Tengah Lautan Garam Kecamatan Togean seluas 229,51 kilometer persegi merupakan daerah kepulauan di Kabupaten Tojo Unauna, Sulawesi Tengah. Setidaknya terdapat 20 pulau kecil selain Pulau Togean yang menjadi bagian dari Kecamatan ini dan 14 Desa, di mana 11 di antaranya berada di pesisir pantai. Hingga akhir tahun 2007, semua penduduk di Togean menggunakan air hujan untuk minum dan MCK. Saat musim kemarau datang, penduduk bahkan mesti mengambil air tawar dari sumber air terdekat (naik perahu, pulang pergi membutuhkan waktu empat jam). Dengan kondisi ini, masyarakat dusun di kepulauan Togean mendambakan air bersih, setidaknya untuk makan dan minum.Pada tahun 2008, BAPPEDA Kabupaten Tojo Unauna berinisiatif membangun demplot penelitian desalinasi air bersih di Dusun Tangkian, Kepulauan Togean. Penelitian ini memperkenalkan sebuah model desalinasi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat kepulauan Togean. Prinsnip desalinasinya sederhana. Sebuah wadah penampung air laut dibuat. Penutupnya terbuat dari atap seng atau kaca untuk memungkinkan terjadinya presipitasi. Hasilnya adalah gram dan embun (air tawar). Sebuah wadah dengan luas penampang kaca 3,70 meter persegi dapat menampung air laut sebanyak 675 liter. Air tawar yang dihasilkan dalam kurun waktu 6 jam (jam 9 pagi hingga jam 3 petang) adalah 37,5 liter. Walaupun air tawar dan garam yang dihasilkan dari desalinasi ini masih memerlukan uji laboratorium untuk kesesuaian standar baku mutu, namun pastinya telah dapat dikonsumsi. Penelitian Desalinsasi ini merupakan kerja sama BAPPEDA Kabupaten Tojo Unauna dengan Yayasan Palu Hijau dan Sekolah Tinggi Perikanan Kelautan Palu
Banyak perempuan di Asia dan Afrika harus menempuh perjalanan jauh dan melelahkan mencari air untuk kebutuhan sehari-hari. Di negara-negara berkembang, setidaknya 4.000 anak meninggal setaiap hari karena tidak adanya akses terhadap air minum yang bersih. Sebanyak 80% dari negara-negara berkembang di dunia tidak memiliki akses terhadap layanan listrik. Penggunaan lampu minyak telah menelan korban 1,6 juta jiwa setahun akibat kebakaran maupun penyakit saluran pernapasan karena asap yang dihasilkan. Mengumpulkan kayu bakar di hutan juga merupakan pekerjaan yang mengancam keselamatan anak-anak perempuan.Sebenarnya banyak sekali teknologi sederhana yang dapat mengubah kehidupan masyarakat miskin di berbagai belahan bumi. Dengan Q-Drum, jerigen yang dapat digulingkan, seseorang dapat membawa 50 liter air sekali jalan sehingga lebih sedikit waktu yang dihabiskan dalam sehari untuk mengumpulkan air. Begitu pula dengan LifeStraw – sebuah penyaring air sederhana – yang sangat efektif menghilangkan bakteri-bakteri dalam air dan menyelamatkan nyawa anak-anak. Atau kompor yang hemat energi dan lampur bertenaga surya yang dapat meningkatkan kesehatan, memungkinkan keluarga untuk berhemat, dan memampukan anak-anak untuk belajar di malam hari. Sayangnya banyak dari teknologi ini belum dapat menjangkau orang-orang yang membutuhkannya. Atau sebaliknya orang-orang yang membutuhkan teknologi semacam ini tidak tau cara mendapatkannya dan tidak mampu membelinya. Banyak pabrik yang tidak dapat menjangkau calon pengguna yang tinggal di daerah terpencil. Kopernik hadir untuk menjawab persoalan-persoalan ini dengan menghubungkan mereka.Website Kopernik memperkenalkan berbagai teknologi, kelompok lokal (LSM) memilih teknologi apa yang mereka butuhkan dan mengajukan permohonan dukungan secara online. Setelah diseleksi, Kopernik mengumumkan proyek yang dipilih dalam website mereka sehingga semua bisa mengetahui kegiatan apa yang dapat didukung; teknologi apa yang sedang disalurkan langsung kepada NGO lokal, menghindari para broker, sehingga uang yang disumbangkan dapat diterima dengan baik oleh komunitas sasaran dalam bentuk teknologi. Selain itu Anda juga dapat memberi masukan dan saran mengenai donasi dan proyek yang sedang berjalan untuk membantu mengubah kehidupan lebih banyak orang menjadi lebih baik.